Anda di halaman 1dari 3

Antihistamin (AH2)

Antagonis H2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada


pengobatan penderita pada tukak lambung serta dapat pula dimanfaatkan untuk
menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus.

Simetidin
FARMAKOKINETIK
Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel.
FARMAKODINAMIK
Biovailabilitas oral simetidin sekitar 70%. Ikatan protein plasmanya hanya 20%.
Absorpsi simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud
untuk memperpanjang efek pada periode pasca makan. Absorpsi simetidin
terutama terjadi pada menit ke 60-90. Simetidin masuk kedalam SSP dan kadarnya
dalam cairan spinal 10-20% dari kadar serum. Sekitar 50-80% dari dosis IV dan 40%
dari dosis oral simetidin diekskresi dalam bentuk asal dalam urin. Masa paruh
eliminasi sekitar 2jam.
EFEK SAMPING
Nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mula, diare, konstipasi, ruam kulit, pruritus,
kehilangan libido dan impoten. Simetidin mengikat reseptor androgen dengan
akibat disfungsi seksual dan ginekomastia.
Simetidin IV akan merangsang sekresi prolaktin, tetapi hal ini pernah pula
dilaporkan setelah pemberian simetidin kronik secara oral.
INTERAKSI OBAT
Antasid dan metoklopramid mengurangi biovailabilitas oral simetidin sebanyak 2030%. Ketakonazol harus diberikan 2jam sebelum pemberian simetidin karena
absorpsi ketakonazol berkurang sekitar 50% bila diberikan bersama simetidin.
Demensia dapat timbul pada penggunaan simetidin bersama obat psikotropik atau
sebagai efek samping simetidin.
DOSIS OBAT
Dewasa : biasanya 1 tablet 3 kali sehari & 2 tablet pada malam hari sebelum tidur.
Anak-anak : 20-40 mg/kg berat badan/hari.

Ranitidin
FARMAKOKINETIK
Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel.

FARMAKODINAMIK
Biovailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada
pasien penyakit hati.Masa paruhnya kira-kira 1,7-3 jam pada orang dewasa dan
memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati
masa paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal.
Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah penggunaan 150 mg ranitidin
secara oral dan yang terikat protein plasma hanya 15%. Ranitidin dan metabolitnya
diekskresi terutama melalui ginjal sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidin
yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin
dalam bentuk asal.
EFEK SAMPING
Ranitidin tidak berefek antiandrogenik sehingga penggantian terapi dengan
ranitidin mungkin akan menghilangkan impotensi dan ginekomastia akibat
simetidin.
INTERAKSI OBAT
Ranitidin dapat menghambat absorbsi diazepam dan dapat mengurangi kadar
plasmanya sejumlah 25%.
DOSIS OBAT
Ranitidine injeksi
Injeksi i.m. : 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6 8 jam
Ranitidine oral
150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) atau 300 mg sekali sehari sesudah makan
malam atau sebelum tidur, selama 4 8 minggu.

Famotidin
FARMAKOKINETIK
Famotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambungpada
keadaan basal, malam dan akiabt distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin tiga kali
lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.
FARMAKODINAMIK
Famotidin mencapai kadar puncak diplasma kira-kira dalam 2jam setelah
penggunaan secara oral. masa paruh eliminasi 3-8jam dan biovaibilitas 40-50%,
Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Setelah dosis oral tunggal sekitar 25%
dari dosis ditemukan dalam bentuk asal di urin. Pada pasien gagal ginjal berat masa
paruh eliminasi dapat melebihi 20 jam.
EFEK SAMPING

sakit kepala, pusing, konstipasi, dan diare. Thrombocytopenia dan arthralgia.


INTERAKSI OBAT
Pada dosis terapeutik tidak mengganggu eliminasi obat-obat yang dimetabolime di
hati seperti warfarin, fenitoin, propranolol, diazepam, klordiazepoksida.
DOSIS OBAT
Dewasa : sehari 40 mg atau 2 kali 20 mg sebelum tidur malam.

Anda mungkin juga menyukai