Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENANGANAN PASIEN SECARA ISLAMI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Menyelesaikan


Pendidikan Profesi Dokter di RSUD Karanganyar

Disusun oleh:
Asri Alfajri
J500080065

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

MAKALAH
PENANGANAN PASIEN SECARA ISLAMI

Yang diajukan oleh :


Asri Alfajri
J500080065
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pembimbing
Ngadino

(..........................................)

Disahkan PLH Kepala Bagian Profesi


dr. D. Dewi Nirlawati

(..........................................)

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Islam sangat memperhatikan dunia kesehatan guna menolong orang yang


sakit dan meningkatkan kesehatan.Anjuran islam untuk hidup bersih juga
menunjukkan obsesi islam untuk mewujudkan kesehatan masyarakat , sebab
kebersihan pangkal kesehatan, dan kebersihan dipandang sebagai bagian dari
iman.
Ilmu kedokteran yang dewasa ini berkembang, umumnya bersifat
universal atau digunakan secara umum. Karena itu, bagi kaum Muslimin perlu
menyeleksinya, dipilih hanya yang sesuai dengan norma dan kaidah Islam. Sejak
dulu kaum Muslimin, dengan disemangati oleh gerakan islamisasi maka seluruh
sendi kehidupan Muslim dijadikan sebagai bagian pengamalan agama, untuk itu
maka dicarilah pijakan-pijakan islamis, juga dalam praktek pengobatan, atau lebih
spesifik dokter.
B. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas bimbingan mental dan untuk mengetahui cara penanganan pasien secara
islami.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Dimensi kesehatan dalam Islam
Kesehatan merupakan modal utama untuk bekerja, beribadah dan
melaksanakan aktivitas lainnya. Ajaran Islam yang selalu menekankan agar setiap
orang memakan makanan yang baik dan halal menunjukkan apresiasi Islam
terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat tidaknya
seseorang.
Islam mengatur hidup kita dari bangun tidur sampai bangun negara.
Kepribadian manusia terbentuk oleh pola pikir (aqilyah) dan pola sikap
(nafsiyah). Bentuk tubuh, wajah, keserasian fisik dan sebagainya bukan unsur
pembentuk kepribadian. Pola pikir Islam (Aqliyah Islamiyah) adalah jika
seseorang selalu berlandaskan aqidah Islam dalam memikirkan sesuatu hal dalam
upaya mengambil suatu keputusan. Sehingga jika landasannya bukan Islam, maka
pola pikirnya merupakan pola pikir yang lain. Sedangkan pola sikap Islami
(Nafsiyah Islamiyah) adalah jika seseorang dalam memenuhi kebutuhan jasmani
dan dorongan nalurinya berdasarkan Islam. Jika pemenuhan tersebut tidak
dilakukan dengan cara seperti itu, maka pola sikapnya merupakan pola sikap yang
lain. Tidaklah cukup jika kepribadian Islam hanya tercermin pada pola pikirnya
yang Islami, sementara pola pikirnya tidak. Karena nantinya malah beribadah
kepada Allah dengan kebodohan. Misalnya, kita berpuasa pada hari yang
diharamkan. Bisa juga kita bersodaqoh dengan riba, dengan anggapan bisa
mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kata lain, sebenarnya melakukan
kesalahan tetapi menyangka telah melakukan kebajikan. Akibatnya, dalam
memenuhi tuntutan gharizah dan hajatul udhawiyah tidak sesuai dengan perintah
Allah dan Rasul-Nya. Ini kesalahan yang banyak terjadi di sekitar kita.
Sesungguhnya kepribadian Islam tidak akan berjalan dengan lurus, kecuali jika
pola pikir orang tersebut adalah pola pikir Islami dan pola sikapnya adalah pola
sikap Islami.


Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. AlBaqarah ayat 168)
Makanan yang baik dalam Islam, bukan saja saja makanan yang halal,
tetapi juga makanan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan, baik zatnya,
kualitasnya maupun ukuran atau takarannya. Makanan yang halal bahkan sangat
enak sekalipun belum tentu baik bagi kesehatan. Sebagian besar penyakit berasal
dari isi lambung, yaitu perut, sehingga apa saja isi perut kita sangat berpengaruh
terhadap kesehatan. Karena itu salah satu resep sehat Nabi Muhammad Saw
adalah memelihara makanan dan ketika makan, porsinya harus proporsional,
yakni masing-masing sepertiga untuk makanan, air dan udara (HR. Turmudzi dan
al-Hakim).
Anjuran Islam untuk hidup bersih juga menunjukkan obsesi Islam untuk
mewujudkan kesehatan masyarakat, sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan
kebersihan dipandang sebagai bagian dari iman. Itu sebabnya ajaran Islam sangat
melarang pola hidup yang mengabaikan kebersihan, seperti buang kotoran dan
sampah sembarangan, membuang sampah dan limbah di sungai/sumur yang
airnya tidak mengalir dan sejenisnya, dan Islam sangat menekankan kesucian (althaharah), yaitu kebersihan atau kesucian lahir dan batin. Dengan hidup bersih,
maka kesehatan akan semakin terjaga, sebab selain bersumber dari perut sendiri,
penyakit seringkali berasal dari lingkungan yang kotor.
Islam juga sangat menganjurkan kehati-hatian dalam bepergian dan
menjalankan pekerjaan, dengan selalu mengucapkan basmalah dan berdoa. Agama
sangat melarang perilaku nekat dan ugal-ugalan, seperti bekerja tanpa alat
pengaman atau ngebut di jalan raya yang dapat membahayakan diri sendiri dan
orang lain. Hal ini karena sumber penyakit dan kesakitan, tidak jarang juga
berasal dari pekerjaan dan risiko perjalanan. Sekarang ini kecelakaan kerja masih
besar disebabkan kurangnya pengamanan dan perlindungan kerja. Lalu lintas jalan
raya; darat, laut dan udara juga seringkali diwarnai kecelakaan, sehingga

kesakitan dan kematian karena kecelakaan lalu lintas ini tergolong besar setelah
wabah penyakit dan peperangan.
Jadi walaupun seseorang sudah menjaga kesehatannya sedemikian rupa,
risiko kesakitan masih besar, disebabkan faktor eksternal yang di luar
kemampuannya menghindari. Termasuk di sini karena faktor alam berupa
rusaknya ekosistem, polusi di darat, laut dan udara dan pengaruh global yang
semakin menurunkan derajat kesehatan penduduk dunia. Karena itu Islam
memberi peringatan antisipatif: jagalah sehatmu sebelum sakitmu, dan jangan
abaikan kesehatan, karena kesehatan itu tergolong paling banyak diabaikan orang.
Orang baru sadar arti sehat setelah ia merasakan sakit.
B. Dokter muslim
Banyak rumusan tentang dokter muslim telah dikemukakan oleh berbagai
kalangan. Menurut Ja'far Khadim Yamani, Ilmu kedokteran dapat dikatakan
islami, mempersyaratkannya dengan 9 karakteristik, yaitu: Pertama, dokter harus
mengobati pasien dengan ihsan dan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan al-Quran. Kedua, tidak menggunakan bahan haram atau dicampur dengan
unsur haram. Ketiga,dalam pengobatan tidak boleh berakibat mencacatkan tubuh
pasien, kecuali sudah tidak ada alternatif lain. Keempat, pengobatannya tidak
berbau takhayyul, khurafat, atau bid'ah. Kelima, hanya dilakukan oleh tenaga
medis yang menguasai di bidang medis. Keenam, dokter memiliki sifat-sifat
terpuji, tidak pemilik rasa iri, riya, takabbur, senang merendahkan orang lain, serta
sikap hina lainnya. Ketujuh, harus berpenampilan rapih dan bersih. Kedelapan,
lembagalembaga pelayan kesehatan mesti bersifat simpatik Kesembilan,
menjauhkan dan menjaga diri dari pengaruh atau lambanglambang non-islamis.
Abu al-Fadl merinci karakteristik dokter Islam atas tiga hal. Pertama,
percaya akan adanya kematian yang tidak terelakkan seperti banyak ditegaskan
dalam al-Quran dan hadits Nabi. Untuk mendukung prinsip ini ia mengutip
pernyataan Ibnu Sina yang menyatakan, yang harus diingat bahwa pengetahuan
mengenai pemeliharaan kesehatan itu tidak bisa mernbantu untuk menghindari
kematian maupun membebaskan diri dari , penderitaan lahir. Ia juga tidak

memberikan cara-cara untuk ' memperpanjang usia agar hidup selamanya. Dengan
pemahaman demikian, tidak berarti dokter muslim menentang teknologi biomedis
bila berarti upaya mempertahankan kehidupan dengan memberikan pasien suatu
pernapasan at au alat lain yang sejenis. Sebab, berupaya menyelamatkan hidup
adalah tugas mulia, siapa yang menyelamatkan hidup seorang manusia, seolah dia
menyelamatkan hidup seluruh manusia. Ini sejalan dengan penegasan ayat alQuran:



Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu


(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan seorang manusia semuanya. (QS. Al Maidah 5 : 32)
Kedua, menghormati pasien, diantaranya berbicara dengan baik kepada
pasien tidak membocorkan rahasia dan perasaan pasien, dan tidak melakukan
pelecehan seksual, itulah sebabnya disarankan pasien didampingi orang ketiga.
Dokter tidak memberati pasien, dan lain-lain.
Ketiga, pasrah kepada Allah sebagai Dzat Penyembuh. Ini tidak berarti
membebaskan dokter dari segala upaya diagnosis dan pengobatan. Dengan
kepasrahan demikian, maka akan menghindarkan perasaan bersalah jika segala
upaya yang dilakukannya mendapatkan kegagalan.
C. Obat dan Kesehatan dalam Perspektif Al Quran
1. Al-Quran mengingatkan kepada umat Islam bahwa yang memberikan
kesembuhan adalah Allah swt. Allah-lah yang berkuasa memberi
kesembuhan.
Dan apabila aku sakit, Dialah yang
menyembuhkan aku (Q.S. Asy-Syuara: 80)

Ayat di atas menegaskan suatu keyakinan yang harus dipegang oleh umat
Islam, yaitu Allah-lah yang memberi kesembuhan. Di dalam tafsirnya, AlMaroghi dan Al-Harari mengatakan ketika aku sakit, tidak ada seorangpun selain
Allah yang bisa memberiku obat. Tidak juga dokter. Ayat ini mengandung nilai:
a. Mendorong kepada penderita penyakit dan keluarganya untuk tetap
optimis akan kesembuhannya dan tidak berputus asa melakukan
berbagai usaha serta berdoa memohon kepada Allah swt untuk
memberikan obat atas penyakit yang dideritanya. Allah swt Maha
Kuasa sehingga tidak ada satu penyakitpun yang tidak bisa
disembuhkan oleh Allah swt.
b. Mengingatkan kepada para praktisi kesehatan, bahwa pada hakekatnya
yang menyembuhkan penderita dari penyakitnya adalah Allah swt.
Mereka hanyalah sebagai perantara bukan pemberi kesembuhan yang
hakiki. Allah-lah yang menentukan kesembuhan seseorang. Segala
sesuatu terjadi hanya atas izin Allah. Dengan demikian, para praktisi
kesehatanpun akan selalu memohon kepada Allah untuk memberi
kesembuhan kepada pasiennya dan merekapun insya Allah akan
terhindar dari sikap sombong dan membanggakan diri.
c. Selain itu, ayat di atas juga mengandung nilai bahwa obat dan kondisi
sehat merupakan nikmat Allah swt yang harus disyukuri. Al-Maroghi
ketika menafsiri ayat di atas menjelaskan bahwa ketika aku sakit,
Allah-lah yang memberiku nikmat berupa obat. Adapun cara
mensyukuri nikmat sehat tersebut yaitu dengan menjaga kesehatan
tersebut agar terhindar dari berbagai penyakit, dan menggunakan
nikmat kesehatan itu untuk beribadah dan beraktifitas yang selaras dan
sesuai dengan aturan dan syariat Allah swt. Jangan sampai manusia
lupa diri akan nikmat sehat tersebut dan menggunakannya untuk
bermaksiat kepada Allah swt sebagaimana diperingatkan oleh Allah
pada ayat berikutnya.

2. Preventif didahulukan daripada kuratif.

Selama ini, program Pemerintah Indonesia di bidang kesehatan


terfokus pada upaya mengobati (kuratif). Hal ini misalnya nampak pada
pengalokasian anggaran, di mana sekitar 85 persen anggaran di bidang
kesehatan dialokasikan pada upaya penyembuhan.
Di dalam masalah kesehatan, Al-Quran lebih banyak menjelaskan
tindakan-tindakan yang bersifat pencegahan (preventif), daripada tindakan
pengobatan dan penyembuhan (kuratif). Hal ini harus direnungkan dan
menjadi panduan manusia dalam membangun kesehatan individu dan
masyarakat. Prinsip dalam islam adalah menjaga kesehatan secara preventif
(menjaga kesehatan sebelum sakit). Kemudian setelah itu, Islam
menganjurkan pengobatan bagi siapa yang membutuhkan karena sakit.
Tindakan-tindakan preventif yang dijelaskan di dalam Al-Quran
sebenarnya tidak dijelaskan secara khusus sebagai upaya untuk menjaga
kesehatan, namun merupakan bagian ibadah ritual dan panduan hidup
keseharian. Namun, justru itulah salah satu kelebihan syariat Islam,
dimana tidak hanya memiliki nilai ibadah namun juga memiliki nilai-nilai
yang lain, di antaranya adalah nilai kesehatan. Beberapa ajaran Al-Quran
yang mengandung nilai preventif di dalam kesehatan (mencegah supaya
tidak sakit) adalah:
a. Mengikuti aturan dan pola makan yang diajarkan oleh Al-Quran, yaitu
makan makanan yang halal, baik (higienis), dan tidak berlebihan serta
berpuasa dalam waktu-waktu tertentu.
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan (Q.S. Al-Araf: 31)
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah
kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
(Q.S. Al-Baqarah: 172)

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu


berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa (Q.S. Al-Baqarah: 183)
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
diterkam

binatang

buas,

kecuali

yang

sempat

kamu

menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih


untuk berhala. (QS. Al-Maidah: 3)
b. Menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat
dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (Q.S. AlBaqarah: 222)
Dan pakaianmu bersihkanlah (Q.S. Al-Muddatstsir: 4)
Al-Quran juga mengajarkan supaya berwudlu dulu sebelum sholat
(QS. Al-Maidah: 6). Sedangkan bagi wanita yang baru suci dari haid
diharuskan untuk mandi. Demikian juga dalam ibadah sholat, di
dalamnya juga terdapat gerakan-gerakan tubuh yang sangat baik untuk
kesehatan.
3. Al-Quran memberikan gambaran bahwa penyakit digolongkan

menjadi dua, yaitu penyakit hati (maa fish-shuduur) dan penyakit


jasmani. Oleh karena itu, definisi sehat harus mencakup kedua hal
tersebut.
Dan Tuhanku, yang Dia memberi Makan dan minum
kepadaKu (79), dan apabila aku sakit, Dialah yang
menyembuhkan aku (80), dan yang akan mematikanku,

kemudian akan menghidupkan aku (kembali) (81), (QS 26:


79-81)
4. Al-Quran selain memaparkan tentang jenis-jenis penyakit, juga
memaparkan tentang obatnya. Menurut Al-Quran, obat tidak hanya
zat yang bisa menyembuhkan penyakit jasmani saja. Akan tetapi zat
yang bisa mengobati penyakit hati atau keduanya (penyakit jasmani
dan hati) juga disebut sebagai obat.
Obat yang disebutkan Al-Quran ada dua yaitu Al-Quran itu
sendiri dan madu. Dalam firman-Nya Allah swt menegaskan bahwa
salah satu fungsi Al-Quran adalah sebagai obat. Allah berfirman:
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi obat
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran
itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian (Q.S. Al-Isra: 82)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh (obat) bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk
serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (Q.S. Yunus:
57)
Nabi saw bersabda,Hendaklah kalian melakukan penyembuhan yaitu
dengan madu dan Al-Quran (HR. Ibnu Majah). Ali bin Abu Thalib ra berkata,
Seekor kalajengking menyengat Nabi sedangkan beliau sedang shalat, maka
ketika beliau selesai shalat bersabda, Allah melaknat kalajengking yang tidak
meninggalkan orang yang shalat dan tidak pada lainnya. Lalu Nabi berdoa
dengan memakai medium air dan garam, kemudian mengusap luka sengatan tadi
sambil membaca Al-Quran surah al-Kafirun, al-Falaq dan an-Nas. Hadits ini
menunjukkan gambaran pengobatan dalam Islam yang memadukan antara
pengobatan fisik (materi) dengan ruhani (spiritual). Dan ulama sepakat akan
kebolehan hukum berobat (menggunakan keduanya) untuk segala macam
penyakit.

Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa al-Quran selain sebagai petunjuk


dan rahmat bagi orang yang beriman, juga berfungsi sebagai obat/penyembuh.
Dalam posisinya sebagai obat, al-Quran memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu
sebagai obat penyakit jasmani dan sebagai obat penyakit hati. Sebagai obat
penyakit jasmani, Al-Quran memiliki dua mekanisme, pertama, ayat Al-Quran
digunakan untuk mengobati suatu penyakit dengan cara dibacakan atau
diperdengarkan. Al-Maraghi ketika menafsiri surat Al-Isra: 82 di atas menjelaskan
bahwa orang beriman bisa mengambil manfaat dari Al-Quran dengan cara
mendengarkannya (baik dari bacaannya sendiri maupun dari bacaan orang
lain_pen.). Sedangkan orang-orang dzalim tidak bisa mengambil manfaat dari AlQuran, karena Allah menjadikan Al-Quran sebagai obat dan rahmat hanya untuk
orang-orang yang beriman.
Salah satu pendekatan ilmiah yang bisa menunjukkan bahwa Al-Quran
bisa digunakan untuk terapi pengobatan adalah menggunakan pendekatan The
Healing Power of Sound (pengobatan dengan kekuatan suara). Seorang dokter
dari Perancis, dr. Alfred Tomatis, melakukan eksperimen selama 50 tahun seputar
indera manusia. Hasilnya menunjukkan bahwa pendengaran adalah indera
terpenting bagi manusia keseluruhan.
Fabien dan Grimal menemukan bahwa suara berpengaruh terhadap sel-sel,
khususnya sel kanker. Juga bahwa ada suara-suara tertentu yang memiliki
pengaruh atau efek yang lebih kuat. Yang menakjubkan adalah suara yang paling
berpengaruh atas sel-sel tubuh adalah suara manusia. Fabian juga membuktikan
bahwa suara mempengaruhi sel darah, yaitu berpengaruh pada medan
elektromagnetik sel tersebut. Fabian menyimpulkan bahwa ada nada-nada tertentu
yang mempengaruhi sel-sel tubuh dengan membuatnya lebih aktif dan dinamis,
bahkan memperbaruinya.
Penemuan ilmuwan Jepang yang bernama Masaru Emoto memberi
gambaran mekanisme suara bisa mempengaruhi tubuh manusia. Ia menemukan
bahwa medan elektromagnetik elemen-elemen air sangat terpengaruh oleh suara.
Ada beberapa nada tertentu yang memiliki efek terhadap elemen-elemen air dan
membuatnya lebih teratur. Sebagaimana diketahui bahwa 70% tubuh manusia
terdiri dari air. Karena itu seorang yang mendengar suara-suara tertentu, sel-sel

dari elemen air yang ada di tubuhnya akan terpengaruh, yang kemudian akan
berpengaruh pada kesembuhannya.
Mekanisme kedua, Al-Quran sebagai obat bagi penyakit dada (syifaa ul
lima fish-shudur) dan sekaligus sebagai obat bagi penyakit badan. Dengan
membaca al-Quran, dengan mengikuti petunjuk-petunjuknya, dan selalu
mengingat Allah yang menurunkan al-Quran, orang bisa terhindar dari sifat
syirik, dengki, sombong, iri hati dan penyakit-penyakit hati lainnya dan akhirya
menjadi tenang, tentram, tidak emosional, tidak mudah marah serta terhindar dari
rasa cemas atau khawatir. Kondisi tubuh yang semacam ini, sangat baik untuk
meningkatkan daya imun yang ada pada diri manusia sehingga terhindar dari
penyakit.
Hasil penelitian yang dilaporkan oleh para ilmuwan menyebutkan bahwa
syarat utama agar kelenjar pineal yang ada di pusat otak berfungsi sehingga dapat
menghasilkan hormon melatonin ialah hidup tentram demi mencapai kondisi
spiritual tertinggi. Oleh karena itu, para ilmuwan menuntun orang-orang nonmuslim yang ingin mencapai kondisi spiritual paling tinggi dengan melakukan
meditasi.
5. Madu adalah obat bagi manusia dan satu-satunya obat (selain al-Quran) yang
disebutkan di dalam Al-Quran
Nabi saw juga menganjurkan agar berobat dengan menggunakan madu
sebagaimana tercermin dari bunyi hadits,

Hendaklah kalian melakukan penyembuhan yaitu dengan madu dan AlQuran. (HR Ibnu Majah).
Madu mengandung banyak sekali unsur pembentuk maupun pengganti
jaringan tubuh yang rusak. Bahkan di dalam madu terdapat unsur pembunuh
kuman (anti bacterial) yang sangat potensial untuk pencegahan maupun
penyembuhan infeksi. Efek antibacterial dari madu ini diperoleh antara lain
karena:
a. Madu memiliki nilai osmotic yang tinggi yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba.
b. Di dalam madu terkandung enzim (E. Gluko-Oksidase) yang mampu
mengkonversi (glukosa + air) menjadi (asam glukonat + H2O2).
Hidrogen peroksida (H2O2) dan asam glukonat itulah yang berfungsi

sebagai antibacterial yang sangat potensial. Asam glukonat merupakan


senyawa yang sangat mudah larut di dalam selaput membran sel
kuman sehingga meningkatkan permeabilitas membrane tersebut dan
akan memudahkan terjadinya oksidasi oleh H2O2.
Efek antibacterial dari madu ini justru lebih efektif dengan cara
mengencerkan madu. Dengan konsentrasi H2O2 yang hanya 0,02
sampai

0,05

m.molekul.per

liter,

sudah

dapat

menghambat

pertumbuhan kuman dengan sangat efektif dan tidak memiliki efek


samping berupa perusakan sel-sel fibroblast pada kulit. Kondisi ini
bisa diperoleh dengan pengenceran madu asli antara 9 kali sampai
dengan 56 kali pengenceran.
Di dalam kitab Zadu al-Maad fi Hadyi Khairi al-Ibadi ketika
menjelaskan hadits tentang penggunaan madu sebagai obat, dijelaskan
bahwa madu diminum disertai air untuk meringankan proses
pencernaan pada ludah.
c. Madu dengan konsentrasi yang cukup rendah (0,1%) juga dapat
meningkatkan jumlah sel limfosit di dalam darah sehingga keadaan ini
dapat menimbulkan peningkatan kemampuan fagositik.
d. Pada konsentrasi yang agak tinggi (1%) madu juga merangsang
monosit untuk melepaskan sitoksin yang merupakan Factor
Nekrosis Tumor (TNF), yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh
terhadap serangan infeksi maupun tumor.
e. Karena terbentuknya asam glukonat, larutan juga memiliki derajat
keasaman yang sangat tinggi (pH 3,2 4,5). Keadaan ini akan
membantu aksi makrofag untuk menghancurkan bakteri.
f. Madu juga mengandung germicidine yang merupakan antibiotic alami
yang sangat potensial yang sampai sekarang belum dapat dibuat
preparat sintetis yang setara dengannya.
Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw demikian yakin
terhadap kebenaran khasiat madu untuk pengobatan. Walau dengan tiga kali
kegagalan penyembuhan, Rasulullah saw masih juga menyuruh sahabatnya itu
minum madu untuk keempat kalinya dan ternyata betul sakitnya sembuh.

BAB III
KESIMPULAN
Dalam mengabdi kepada masyarakat diperlukan kesiapan-kesiapan tertentu
yang harus dimiliki oleh dokter antara lain profesi dokter dijadikan sebagai
profesi yang sebenarnya,dalam menjalankan tugas harus memperhatikan aspekaspek meliputi ketelitian,kecermatan dan kewaspadaaan guna meminimalisir
resiko negatif yang mungkin akan timbul. Serta rasa tanggung jawab yang harus
dijunjung tinggi dalam menghadapi segala tindakan yang dilakukan.
Manusia terdiri dari aspek jasmani dan ruhani. Oleh karena itu dalam
memandang kesehatan manusia harus melihat kedua aspek tersebut. Al-Quran
memberikan panduan yang menarik tentang hal itu, yaitu bahwa dalam kondisi
sakitpun manusia jangan sampai melupakan Allah. Bahkan justru Dia-lah
sebenarnya Dzat Yang Menyembuhkan. Selain itu, Al-Quran memberikan arahan
bahwa seharusnya yang menjadi perhatian utama dalam mewujudkan kesehatan

individu maupun masyarakat adalah upaya-upaya yang bersifat preventif, karena


manusia pada asalnya adalah dalam kondisi sehat. Namun demikian, tidak berarti
meninggalkan upaya kuratif. Al-Quran menyebutkan dua hal yang bisa
digunakan untuk pengobatan kuratif tersebut, yaitu Al-Quran itu sendiri dan
madu

Anda mungkin juga menyukai