Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN
Agrokimia merupakan Industri yang bergerak di bidang

pertanian seperti pupuk, pestisida. Dengan mengacu kepada


arah kebijakan industri dan berdasarkan pada karakteristik dan
ciri sub sektor Industri Agro dan Kimia, serta peranannya dalam
struktur industri dan ekonomi Indonesia pada umunya, maka
pembangunan Industri Agro dan Kimia dilaksanakan dengan visi
yaitu:
"Mewujudkan Industri Agro dan Kimia yang berdaya saing dan
bernilai tambah tinggi, struktur yang kuat, berbasis SDA lokal,
didukung oleh SDM dan teknologi yang handal, berwawasan
lingkungan serta mampu meningkatkan ketahanan pangan dan
kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan Peraturan RI No. 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Kementerian Negara RI, Direktorat Jenderal
Industri Agro dan Kimia mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
industri agro dan kimia.
Dalam melaksanakan tugas, berdasarkan Peraturan Menteri
Perindustrian,

Direktorat

Jenderal

Industri

Agro

dan

Kimia

menyelanggarakan fungsi, yaitu:


1.

Penyiapan perumusan kebijakan nasional di bidang


Industri Agro dan Kimia

2.

Perumusan dan penetapan pedoman di bidang


Industri Agro dan Kimia

3. Standarisasi Industri Nasional


4. Pelaksanaan urusan pemerintahan tertentu di bidang
Industri Agro dan Kimia
5. Fasilitasi

pengembangan

Industri

dan

tertentu di bidang Industri Agro dan Kimia

Industri Agrokimia

Page 1

daerah

6. Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan kebijakan dan


pengembangan Industri
7. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal

II. TEORI
Salah satu industri agro kimia adalah pupuk. Pupuk adalah material yang
ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara
yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Pupuk
berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon
tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme. Meskipun demikian, ke
dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan sejumlah material
suplemen.
Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk
mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu.
Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi").
Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia,
ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak
selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai
"racun".
Tergantung dari sasarannya, pestisida dapat berupa

insektisida (serangga)

fungisida (fungi/jamur)

rodensida (hewan pengerat/Rodentia)

herbisida (gulma)

Industri Agrokimia

Page 2

akarisida (tungau)

bakterisida (bakteri)

larvasida (larva)

1. PROSES PRODUKSI
A. Unit ammonia
Unit ammonia digunakan untuk mengolah bahan baku menjadi
ammonia, namun juga menghasilkan produk samping berupa gas
karbon dioksida yang digunakan untuk bahan baku pembuatan
urea.
Pembuatan
pembentukan

ammonia

ammonium

melibatkan
karbamat

dua

melalui

reaksi,
reaksi

yaitu

karbon

dioksida dan ammonia di bawah tekanan


2 NH3 + CO2 NH4COONH2 reaksi ini sangat eksotermik dan
diikuti dengan dekomposisi ammonium karbamat yang bersifat
endotermik
NH4COONH2 CO(NH2)2 + H2O Kedua reaksi ini merupakan reaksi
kesetimbangan.

Reaksi

kesetimbangan

berlangsung

sampai

habis pada kondisi reaksi biasa, sedang reaksi dekomposisi tidak


terlalu sempurna.
Karbon dioksida yang tidak terkonversi, bersama karbamat
yang tidak terdekomposisi harus dikumpulkan untuk digunakan
kembali. Langkah ini cukup sulit, dan sintesis ini menjadi lebih
rumit lagi karena adanya pementukan dimer yang dinamakan
biuret, NH2CONH CONH2 . H2O yang kadarnya tidak boleh tinggi
karena menggangu pertumbuhan tanaman.

Industri Agrokimia

Page 3

B. Unit urea
Amonia dan karbondioksida yang diperoleh dari unit
ammonia kemudian dipreoses di unit urea. Ammonia cair, karbon
dioksida gas, dan bahan daur ulang bertemu dalam reactor
penukar kalor pada tekana 14 MPa dan suhu 170

C sampai

1900C sehingga membentuk karbamat. Sebagian besar kalor


reaksinya dibawa keluar sebagai uap proses. Reaksi dekomposisi
karbamat berlangsung lambat dan endotermik.
Campuran reagen yang tidak bereaksi dan karbamat itu
mengalir ke pengurai. Rasio stoikiometri CO 2/NH3 untuk konversi
menjadi urea pada dasarnya adalah 55 persen, namun dengan
menggunakan CO2 yang berlebihan keseimbangan itu dapat
didorong sampai memberikan rasio 85 persen sehingga reactor
ini harus dipanaskan untuk mendorong agar reaksi berlangsung.
Pada diagram alir dibawah terlihat pengurai yang diikuti
dengan pelucut (Stripper) dan tempat pengumpulan CO2, kedua
alat

ini

mepunyai

tekanan

yang

sama

sehingga

tidka

memerlukan rekompresi gas, kecuali suatu pompa kecil untuk zat


cair. Agar semua gas yyang tidak bereaksi dan karbamat yang
tidak terdekomposisi dapat seluruhnya disingkirkan maka urea
itu harus dipanaskan dalam tekanan lebih rendah (400 kPa).
Reagen ini direaksikan dan dipompakan kembali dalam
system, produk akhir didapat setelah evaporasi dan pembuatan
pril atau granul. Secara keseluruhan lebih dari 99 % CO 2 dan NH3
terkonversi menjadi urea sehingga proses ini tidak memiliki
masalah lingkungan.
2. QUALITY CONTROL
Pengujian laboratorium terhadap contoh uji dilakukan di masing- masing
laboratorium yaitu untuk kualitas mutu produk pupuk urea dan amoniak di
laboratorium uji kualitas, pengujian kendali mutu air dan lingkungan di
Laboratorium air dan lingkungan serta pengujian bahan baku gas bumi di
laboratorium gas dan pelumas (lub oil).

Industri Agrokimia

Page 4

Parameter dan frekwensi uji yang besar disertai dengan beragamnya


karakteristik contoh uji membuat laboratorium ini dapat disebut sebagai
laboratorium berskala menengah dengan sumber daya manusia berjumlah 103
orang staf laboratorium, sedangkan peralatan analisis kimia yang dimiliki antara
lain kromatografi gas, spektrofotometer, ion analizer, kromatografi cairan tekanan
tinggi (High Pressure Liquid Chromatography), spektrofotometer infra merah,
spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorbtion Spectrophotometer), alat
penguji keasaman larutan (pH meter), konduktivitas larutan (conductivity meter)
dan peralatan khusus untuk pengujian secara fisika terhadap pupuk urea butiran
maupun gelintir mencakup uji tekan, uji lolos ukuran butiran, uji benturan pupuk
(impact strength) dan uji keseragaman ukuran butiran (roundness test).
Kegiatan pengendalian pengujian mutu produk pupuk urea yang dilakukan
di laboratorium terdiri dari uji mutu kadar nitrogen dalam kisaran baku 46 %
berat, kadar air maksimum 1 % , kadar biuret maksimum 0,5 % serta keseragaman
ukuran butiran (prilling size) mencapai 90 % yang menjamin bahwa pupuk urea
tetap pada kondisi sempurna walaupun mengalami perubahan suhu dan
kelembaban pada saat distribusi pupuk dengan mempergunakan kapal
penggangkut urea curah ke konsumen dalam dan luar negeri, sedangkan untuk
amoniak cair kemurnian kadar amoniak dalam kisaran baku minimal 99 %, kadar
minyak maksimal 10 ppm, kadar air maksimum 1 %.
3. PENGOLAHAN LIMBAH UREA
Unit pengelolaan (treatment) di pabrik urea umumnya dikenal ada 2 jenis
tipikal metode pengelolaan, yaitu metode in-plant treatment dan metoda end of
pipe treatment. In-plant treatment adalah peralatan pengolah limbah yang melekat
di dalam proses produksi dan digunakan untuk mengolah intermediate waste agar
dapat didaur ulang, sedangkan end of pipe treatment adalah peralatan pengolah
limbah yang berada di luar proses produksi dan digunakan untuk mengolah
limbah agar limbah tersebut memenuhi persyaratan baku mutu jika perlu dapat
digunakan kembali atau dimanfaatkan untuk penggunaan lainnya.
A. Debu urea

Industri Agrokimia

Page 5

Urea yang terbentuk dari reaksi tersebut berupa urea melt yang kemudian
dibutirkan di menara pembutir. Urea melt tersebut jatuh bebas dari ketinggian
lebih dari 50 meter dan dari bawah dihembuskan udara pendingin dari Blower,
maka urea melt tersebut menjadi padat, berbentuk amorf dan disebut Urea prill.
Butiran urea yang ukurannya kecil (diatas 19 mesh) terbawa oleh udara keluar
dari Menara Pembutir sebagai emisi debu urea. Pada unit granulator terjadinya
urea padat melalui proses getaran, goyangan dan bubbling udara sehingga
terbentuk urea granule yang ukurannya lebih besar dari pada urea prill, sedangkan
butiran urea yang halus yang keluar dari granulator akan terbawa oleh udara dari
bubbling sebagai emisi debu urea.
Untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh debu
urea maka perlu dipasang sistem penangkap debu urea yang dipasang di puncak
Prilling Tower. Ada beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk sistim
penangkap debu urea, sebagai contoh antara lain: Wet Water Scrubber, Filter
kantong, Cyclone efisiensi tinggi, Pengendap debu, dan lain-lain. Oleh karena
pertimbangan kendala- kendala di lapangan, maka penangkap debu urea dengan
sistim Water Scrubber menjadi pilihan sistem yang paling mungkin untuk Urea
Dust Recovery System (UDRS). Mekanisme kerja UDRS :
1. Umpan tiap-tiap scrubber di atur oleh dua kipas ID dari Prilling Tower. Udara
dari Prilling Tower dimasukkan dengan liquid sprayer dari pompa sirkulasi
didalam scrubber, Honeycomb dipasang didalam scrubber dengan maksud
untuk memperluas kontak area.
2. Setelah menabrak, udara akan menuju puncak scrubber dan larutan akan
3.

dijatuhkan pada dasar scrubber karena gaya gravitasi.


Larutan yang carry over di udara akan ditangkap ke arah demister oleh
masing-masing by colliding liquid droplets menjadi butir-butir liquid yang
lebih besar , dimana butir-butir liquid yang lebih besar ini akan jatuh ke dasar

scrubber.
4. Liquid yang dari scrubber dikumpulkan di tanki sirkulasi dan di sirkulasikan
oleh pompa sirkulasi.
5. Sistim ini diharapkan untuk dapat memungut ulang (recovery/reclaim) dari
300 ppm ke 100 ppm maksimum.

Industri Agrokimia

Page 6

6. Air yang digunakan sebagai penyerap adalah kondensat dari tangki kondensat,
dengan suhu 97 0C Air akan dikumpulkan di tangki sirkulasi.
7. Setelah beberapa kali sirkulasi dengan konsentrasi larutan urea mencapai
diatas 20% maka larutan tersebut di kirim ke urea solution tank. 8. Semua
material yang dipakai disini adalah stainles steel (SS-304L).
B. Air Limbah
Air limbah ini masih mengandung amoniak dari carbamat/urea terbuang
maupun sejenisnya yang dapat terurai menjadi amoniak yang dinyatakan sebagai
NH3-N dalam air limbah, Sedangkan semua larutan yang keluar dari peralatan
proses ke unit in-plant treatment disebut effluent pre-treatment.
Air limbah ini mengandung NH3-N, yang merupakan pelarutan dan
embunan gas amoniak serta merupakan sisa hasil reaksi dari pembentukan urea di
pabrik urea. Dengan kata lain air limbah amoniak merupakan larutan amoniak dan
atau larutan carbamat dan atau larutan urea sendiri dan atau campuran ketiganya.
Peralatan yang secara umum dipakai pada pabrik pupuk dengan pendekatan inplant treatment untuk mengolah effluent pre-treatment adalah :
1)
2)
3)
4)

Unit Stripper.
Unit Hydrolizer.
Unit Scrubber.
Unit Urea solution pit.
PROPER

(program

peringkat

kinerja

perusahaan)

memberikan

kesempatan kepada masyarakat luas untuk berperan secara aktif dalam


pengendalian dampak lingkungan. Sebagaimana layaknya proses demokratisasi,
peranan masyarakat dan individu secara aktif dituntut baik sebagai individu
maupun secara berkelompok. Agar informasi yang dikeluarkan oleh PROPER
legitimate dimata masyarakat maka pelaksanaan PROPER menerapkan prinsipprinsip Good Environmental Governance (GEG), antara lain transparansi,
fairness, partisipasi multi stakeholder dan akuntabel.
C. Limbah laboratorium
Timbulan limbah akibat dari kegiatan analisis laboratorium merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari proses analisis kimia, oleh karena itu untuk

Industri Agrokimia

Page 7

mengurangi atau bahkan menghilangkan potensi limbah tersebut dipakai


manajemen limbah laboratorium.
Jenis limbah hasil analisis kimia terdiri dari :
a.

Limbah padat : pupuk urea bekas uji, sisa uji mutu kualitas (Quality Control)
bahan kimia pabrik, bahan kimia kadaluarsa bentuk cair, tumpahan bahan

kimia.
b. Limbah cair : cuplikan contoh uji, sisa uji mutu kualitas (Quality Control)
bahan kimia pabrik, bahan kimia kadaluarsa bentuk padat, bahan kimia rusak
kemasan.
c. Limbah gas : sisa pembakaran destruksi, uap gas hasil distilasi, uap gas yang
keluar dari kemasan yang tidak tertutup rapat (alkohol, asam, basa, organik).
Secara keseluruhan kuantitas timbulan limbah per bulan 500 Kg dan
kategori timbulan limbah (waste generator) laboratorium belum pernah ditetapkan
untuk pengelolaannya. Penanganan limbah hasil analisis laboratorium, kelebihan
bahan kimia dan limbahnya serta bahan kimia terkontaminasi merupakan kegiatan
yang sangat penting di laboratorium dengan tujuan agar kesehatan dan
keselamatan (K3) staf laboratorium tetap terpelihara dan dapat dikendalikan,
demikian juga ancaman terhadap potensi timbulan limbah bahan kimia kadaluarsa
ataupun rusak kemasan dapat diminimalisasi. Langkah awal dalam manajemen
limbah bahan kimia adalah melakukan inventori dan identifikasi terhadap bahan
kimia tersebut apakah masuk didalam kategori limbah berbahaya (hazardous
waste) atau tidak. Selanjutnya dilakukan dengan cara hirarki menejemen limbah :
1)
2)
3)
4)
5)

Kurangi limbah dari sumbernya (Source reduction)


Pemakaian ulang atau rekoveri (Recovery and reuse waste on-site)
Daur ulang (Recycle off-site)
Pengolahan limbah (Treat of waste to reduce volume or toxicity)
Pemusnahan (Dispose of waste in a manner that protect Air, water quality,
land quality and human health and safety)

Industri Agrokimia

Page 8

III. PERMASALAHAN DAN BAHASAN


Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem. Dengan
adanya pestisida ini, produksi pertanian meningkat dan kesejahteraan petani juga
semakin baik. Karena pestisida tersebut racun yang dapat saja membunuh
organisme berguna bahkan nyawa pengguna juga bisa terancam bila
penggunaannya tidak sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Kejadian keracunan tidak bisa di tanggulangi lagi sebab para petani sebagian
besar menggunakan pestisida kimia yang sangat buruk bagi kesehatan mereka
lebih memilih pestisida kimia dari pada pestisida botani (buatan) kejadian
keracunan pun sangat meningkat di provinsi tersebut. Menurut data kesehatan
pekan baru tahun 2007 ada 446 orang meninggal akibat keracunan pestisida setiap
tahunnya dan sekitar 30% mengalami gejala keracunan saat menggunakan
pestisida Karena petani kurang tau cara menggunakan pestisida secara efektif dan
penggunaan pestisida secara berlebihan, dan berdasarkan hasil penilitian Ir. La
Ode Arief M. Rur.SC. dari Sumatera Barat tahun 2005 mengatakan penyebab
keracunan pestisida di Riau akibat kurang pengetahuan petani dalam penggunaan
pestisida secara efektif dan tidak menggunakan alat pelindung diri saat pemajanan
pestisida,hasilnya dari 2300 responden yang peda dasarnya para petani hanya 20%
petani yang menggunakan APD (alat pelindung diri), 60% patani tidak tau cara
menggunakan pestisida secara efektif dan mereka mengatakan setelah
manggunakan pestisida timbul gejala pada tubuh ( mual,sakit tenggorokan, gatal gatal, pandangan kabur, Dll.)dan sekitar 20% petani tersebut tidak tau sama sekali
tentang bahaya pestisida terhadap kesehatan,begitu tutur Ir. La Ode Arief M.
Rur.SC. beliau juga mengatakan semakin rendah tingkat pendidikan petani

Industri Agrokimia

Page 9

semakin besar risiko terpajan penyakit akibat pestisida. Oleh karena itu, adalah hal
yang bijak jika kita melakukan usaha pencegahan sebelum pencemaran dan
keracunan pestisida mengenai diri kita atau makhluk yang berguna lainnya. Usaha
atau tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah :
1. Ketahui dan pahami dengan yakin tentang kegunaan suatu pestisida.
Jangan sampai salah berantas. Misalnya, herbisida jangan digunakan untuk
membasmi serangga. Hasilnya, serangga yang dimaksud belum tentu mati,
sedangkan tanah dan tanaman telah terlanjur tercemar.
2. Ikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan
pabrik atau petugas penyuluh.
3. Jangan terlalu tergesa-gesa menggunakan pestisida. Tanyakan terlebih
dahulu pada penyuluh.
4. Jangan telat memberantas hama, bila penyuluh telah menganjurkan
menggunakannya.
5. Jangan salah pakai pestisida. Lihat faktor lainnya seperti jenis hama dan
kadang-kadang usia tanaman juga diperhatikan.
6. Gunakan tempat khusus untuk pelarutan pestisida dan jangan sampai
tercecer.
7. Pahami dengan baik cara pemakaian pestisida.

Industri Agrokimia

Page 10

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


Bahan-bahan kimia yang tidak terlepas dari penggunaannya untuk
mengendalikan hama dan jasad pengganggu lainnya. Pestisida tidak saja
membawa dampak yang positif terhadap peningkatan produk pertanian, tapi juga
membawa dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Pengarahan dan
penggunaan yang lebih tepat kepada para penggunaan dalam hal pemberian dosis,
waktu aplikasi, cara kerja yang aman, akan mengurangi ketidakefisienan
penggunaan pestisida pada lingkungan dan mengurangi sekecil mungkin
pencemaran yang terjadi.
Di masa yang akan datang diharapkan penggunaan pestisida akan
berkurang dan lebih selektif dan didukung oleh adanya penemuan-penemuan baru
yang lebih efektif dalam mengatasi gangguan dari jasad pengganggu.

Industri Agrokimia

Page 11

V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang sederhana ini kami susun semoga
dapat bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan pembaca
pada umumnya. Akhirnya dengan kerendahan hati sebagai
manusia yang mempunyai banyak sekali kekurangan kami
mengakui bahwa makalah kami jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu kritik dan saran kami tunggu demi perbaikan makalah
selanjutnya. Semoga niat baik kita diridhoi oleh Tuhan. Amin.

Industri Agrokimia

Page 12

VI. DAFTAR PUSTAKA

Industri Agrokimia

Page 13

Anda mungkin juga menyukai