Makalah Industri Agrokimia
Makalah Industri Agrokimia
PENDAHULUAN
Agrokimia merupakan Industri yang bergerak di bidang
Direktorat
Jenderal
Industri
Agro
dan
Kimia
2.
pengembangan
Industri
dan
Industri Agrokimia
Page 1
daerah
II. TEORI
Salah satu industri agro kimia adalah pupuk. Pupuk adalah material yang
ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara
yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Pupuk
berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon
tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme. Meskipun demikian, ke
dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan sejumlah material
suplemen.
Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk
mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu.
Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi").
Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia,
ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak
selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai
"racun".
Tergantung dari sasarannya, pestisida dapat berupa
insektisida (serangga)
fungisida (fungi/jamur)
herbisida (gulma)
Industri Agrokimia
Page 2
akarisida (tungau)
bakterisida (bakteri)
larvasida (larva)
1. PROSES PRODUKSI
A. Unit ammonia
Unit ammonia digunakan untuk mengolah bahan baku menjadi
ammonia, namun juga menghasilkan produk samping berupa gas
karbon dioksida yang digunakan untuk bahan baku pembuatan
urea.
Pembuatan
pembentukan
ammonia
ammonium
melibatkan
karbamat
dua
melalui
reaksi,
reaksi
yaitu
karbon
Reaksi
kesetimbangan
berlangsung
sampai
Industri Agrokimia
Page 3
B. Unit urea
Amonia dan karbondioksida yang diperoleh dari unit
ammonia kemudian dipreoses di unit urea. Ammonia cair, karbon
dioksida gas, dan bahan daur ulang bertemu dalam reactor
penukar kalor pada tekana 14 MPa dan suhu 170
C sampai
ini
mepunyai
tekanan
yang
sama
sehingga
tidka
Industri Agrokimia
Page 4
Industri Agrokimia
Page 5
Urea yang terbentuk dari reaksi tersebut berupa urea melt yang kemudian
dibutirkan di menara pembutir. Urea melt tersebut jatuh bebas dari ketinggian
lebih dari 50 meter dan dari bawah dihembuskan udara pendingin dari Blower,
maka urea melt tersebut menjadi padat, berbentuk amorf dan disebut Urea prill.
Butiran urea yang ukurannya kecil (diatas 19 mesh) terbawa oleh udara keluar
dari Menara Pembutir sebagai emisi debu urea. Pada unit granulator terjadinya
urea padat melalui proses getaran, goyangan dan bubbling udara sehingga
terbentuk urea granule yang ukurannya lebih besar dari pada urea prill, sedangkan
butiran urea yang halus yang keluar dari granulator akan terbawa oleh udara dari
bubbling sebagai emisi debu urea.
Untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh debu
urea maka perlu dipasang sistem penangkap debu urea yang dipasang di puncak
Prilling Tower. Ada beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk sistim
penangkap debu urea, sebagai contoh antara lain: Wet Water Scrubber, Filter
kantong, Cyclone efisiensi tinggi, Pengendap debu, dan lain-lain. Oleh karena
pertimbangan kendala- kendala di lapangan, maka penangkap debu urea dengan
sistim Water Scrubber menjadi pilihan sistem yang paling mungkin untuk Urea
Dust Recovery System (UDRS). Mekanisme kerja UDRS :
1. Umpan tiap-tiap scrubber di atur oleh dua kipas ID dari Prilling Tower. Udara
dari Prilling Tower dimasukkan dengan liquid sprayer dari pompa sirkulasi
didalam scrubber, Honeycomb dipasang didalam scrubber dengan maksud
untuk memperluas kontak area.
2. Setelah menabrak, udara akan menuju puncak scrubber dan larutan akan
3.
scrubber.
4. Liquid yang dari scrubber dikumpulkan di tanki sirkulasi dan di sirkulasikan
oleh pompa sirkulasi.
5. Sistim ini diharapkan untuk dapat memungut ulang (recovery/reclaim) dari
300 ppm ke 100 ppm maksimum.
Industri Agrokimia
Page 6
6. Air yang digunakan sebagai penyerap adalah kondensat dari tangki kondensat,
dengan suhu 97 0C Air akan dikumpulkan di tangki sirkulasi.
7. Setelah beberapa kali sirkulasi dengan konsentrasi larutan urea mencapai
diatas 20% maka larutan tersebut di kirim ke urea solution tank. 8. Semua
material yang dipakai disini adalah stainles steel (SS-304L).
B. Air Limbah
Air limbah ini masih mengandung amoniak dari carbamat/urea terbuang
maupun sejenisnya yang dapat terurai menjadi amoniak yang dinyatakan sebagai
NH3-N dalam air limbah, Sedangkan semua larutan yang keluar dari peralatan
proses ke unit in-plant treatment disebut effluent pre-treatment.
Air limbah ini mengandung NH3-N, yang merupakan pelarutan dan
embunan gas amoniak serta merupakan sisa hasil reaksi dari pembentukan urea di
pabrik urea. Dengan kata lain air limbah amoniak merupakan larutan amoniak dan
atau larutan carbamat dan atau larutan urea sendiri dan atau campuran ketiganya.
Peralatan yang secara umum dipakai pada pabrik pupuk dengan pendekatan inplant treatment untuk mengolah effluent pre-treatment adalah :
1)
2)
3)
4)
Unit Stripper.
Unit Hydrolizer.
Unit Scrubber.
Unit Urea solution pit.
PROPER
(program
peringkat
kinerja
perusahaan)
memberikan
Industri Agrokimia
Page 7
Limbah padat : pupuk urea bekas uji, sisa uji mutu kualitas (Quality Control)
bahan kimia pabrik, bahan kimia kadaluarsa bentuk cair, tumpahan bahan
kimia.
b. Limbah cair : cuplikan contoh uji, sisa uji mutu kualitas (Quality Control)
bahan kimia pabrik, bahan kimia kadaluarsa bentuk padat, bahan kimia rusak
kemasan.
c. Limbah gas : sisa pembakaran destruksi, uap gas hasil distilasi, uap gas yang
keluar dari kemasan yang tidak tertutup rapat (alkohol, asam, basa, organik).
Secara keseluruhan kuantitas timbulan limbah per bulan 500 Kg dan
kategori timbulan limbah (waste generator) laboratorium belum pernah ditetapkan
untuk pengelolaannya. Penanganan limbah hasil analisis laboratorium, kelebihan
bahan kimia dan limbahnya serta bahan kimia terkontaminasi merupakan kegiatan
yang sangat penting di laboratorium dengan tujuan agar kesehatan dan
keselamatan (K3) staf laboratorium tetap terpelihara dan dapat dikendalikan,
demikian juga ancaman terhadap potensi timbulan limbah bahan kimia kadaluarsa
ataupun rusak kemasan dapat diminimalisasi. Langkah awal dalam manajemen
limbah bahan kimia adalah melakukan inventori dan identifikasi terhadap bahan
kimia tersebut apakah masuk didalam kategori limbah berbahaya (hazardous
waste) atau tidak. Selanjutnya dilakukan dengan cara hirarki menejemen limbah :
1)
2)
3)
4)
5)
Industri Agrokimia
Page 8
Industri Agrokimia
Page 9
semakin besar risiko terpajan penyakit akibat pestisida. Oleh karena itu, adalah hal
yang bijak jika kita melakukan usaha pencegahan sebelum pencemaran dan
keracunan pestisida mengenai diri kita atau makhluk yang berguna lainnya. Usaha
atau tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah :
1. Ketahui dan pahami dengan yakin tentang kegunaan suatu pestisida.
Jangan sampai salah berantas. Misalnya, herbisida jangan digunakan untuk
membasmi serangga. Hasilnya, serangga yang dimaksud belum tentu mati,
sedangkan tanah dan tanaman telah terlanjur tercemar.
2. Ikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan
pabrik atau petugas penyuluh.
3. Jangan terlalu tergesa-gesa menggunakan pestisida. Tanyakan terlebih
dahulu pada penyuluh.
4. Jangan telat memberantas hama, bila penyuluh telah menganjurkan
menggunakannya.
5. Jangan salah pakai pestisida. Lihat faktor lainnya seperti jenis hama dan
kadang-kadang usia tanaman juga diperhatikan.
6. Gunakan tempat khusus untuk pelarutan pestisida dan jangan sampai
tercecer.
7. Pahami dengan baik cara pemakaian pestisida.
Industri Agrokimia
Page 10
Industri Agrokimia
Page 11
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang sederhana ini kami susun semoga
dapat bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan pembaca
pada umumnya. Akhirnya dengan kerendahan hati sebagai
manusia yang mempunyai banyak sekali kekurangan kami
mengakui bahwa makalah kami jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu kritik dan saran kami tunggu demi perbaikan makalah
selanjutnya. Semoga niat baik kita diridhoi oleh Tuhan. Amin.
Industri Agrokimia
Page 12
Industri Agrokimia
Page 13