Bambang Mudjiyanto*
ABSTRACT
Ethnography is a methodology and research product that describe the culture of particular society
based on the data obtained through deep understanding of its people. The understanding is more
observed from how the community seeing and understanding itself. Research with etnogra method is
a qualitative and quantitative research. Ethnography is theoretical, descriptive, comparative, and
cultural.
Kata-kata Kunci: Metode; Etnografi; Penelitian Komunikasi.
Pendahuluan
as-pek
budaya
melalui
serangkaian
pengamatan dan interpretasi perilaku
manusia, yang berinteraksi dengan manusia
lain. Frey et al (1992) berpendapat etnografi
digunakan untuk meneliti perilaku manusia
dalam
lingkungan
spesifik
alamiah.
Etnografer berusaha menangkap sepenuh
mungkin, dan berdasarkan perspektif orang
yang diteliti, cara orang menggunakan
simbul dalam konteks spesifik. Etnografi
sering dikaitkan dengan hidup secara intim
dan untuk waktu yang lama dengan suatu
komunitas pribumi yang diteliti yang
bahasanya dikuasai peneliti.
Sarantakos (1993) mengemukakan
bahwa budaya merupakan konsep sentral dari
etnografi. Budaya dipelajari sebagai sebuah
kesatuan. Entitas budaya adalah sistem yang
digunakan bersama oleh komunitas. Para
anggota budaya ini mempelajari unsur-unsur
dan konfigurasinya melalui interaksi, serta
dengan cara hidup dalam budaya lain. Guna
mencapai hal itu, kerja etnografer tak dapat
dilakukan di tataran permukaan, ia perlu melakukan in-depth studies. Cara ini menjadi
jaminan kedalaman informasi yang diperoleh
peneliti, sekaligus kedalaman penghayatan
atas pengalaman budaya yang dimiliki oleh
subjek penelitian.
Etnografi yang akarnya antropologi
pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk memahami cara orang-orang berinteraksi
dan bekerjasama melalui fenomena teramati
kehidupan sehari-hari (Symon dan Cassell,1998). Ini berarti, sebagai sebuah disiplin
riset, etnografi didasarkan pada kultur konsep
yang tersusun, menggunakan kombinasi teknik-teknik pengamatan, wawancara, dan ana79
itu riset LeCompte dan Schensul (1999) menuangkan langkah-langkah umum yang dapat
diterapkan sebagian besar tipe etnografi: (1)
Temukan informan yang tepat dan layak
dalam kelompok yang dikaji; (2) Definsikan
permasalahan, isu, atau fenomena yang akan
dieksplorasi; (3) Teliti bagaimana masingmasing individu menafsirkan situasi dan
makna yang diberikan bagi mereka; (4) Uraikan apa yang dilakukan orang-orang dan bagaimana mereka mengomunikasikannya; (5)
Dokumentasikan proses etnografi; (6) Pantau
implementasi proses tersebut; (7) Sediakan
informasi yang membantu menjelaskan hasilhasil riset.
Teknik pengumpulan data lapangan
dapat menggunakan salah satu atau lebih
yang termasuk dalam metode etnografi, yaitu
observasi partisipatif, in-depth interview,
focus group discussion (FGD), dan life
history (Rejeki, 2004).
Tampilan hasil penelitian etnografi
yang dibantu oleh perterjemah dalam mengartikan makna dari satu budaya kedalam
suatu bentuk yang tepat pada budaya yang
lain dalam pengumpulan datanya menghasilkan 6 (enam) bentuk paparan, yakni (1)
ethnocentric descriptions adalah studi yang
dibentuk dengan tidak menggunakan bahasa
asli dan mengabaikan makna yang ada. Masyarakat dan cara berperilaku dikarakteristikkan secara stereotipe; (2) social science
descriptions digunakan untuk studi yang
terfokus secara teoritis pada uji hipotesis; (3)
standard ethnographies menggambarkan
variasi luas yang ada pada penutur asli dan
menjelaskan konsep asli. Studi ini juga menyesuaikan kategori analitisnya pada budaya
lain; (4) monolingual ethnographies, seorang
anggota masyarakat yang dibudayakan menulis etnografi dalam bahasa aslinya. Etnografer secara hati-hati membawa sistem semantik bahasanya dan menterjemahkan ke
dalam bahasanya; (5) life histories adalah salah satu bentuk deskripsi yang menawarkan
pemahaman terhadap budaya lain. Mereka
yang melakukan studi ini akan mengamati
secara mendetail kehidupan seseorang dan
proses yang menunjukkan bagian penting
dari budaya tersebut. Semua dicatat dalam
bahasa asli, kemudian diterjemahkan dan
disajikan dalam bentuk yang sama sesuai
81
TABEL 1.
Perspektif Teoritik dan Metode Penelitian dalam
Konstruktivisme
Persepktif Teoritik
Metode Penelitian
Interpretivisme:
1. Etnografi
1. Interaksionisme
Simbolik
2. Fenomenologis
2. Fenomenologi
3. Grounded Research
3. Hermeneutik
4. Heuristik Inguiry
Sumber : Hidayat(2002) diolah oleh Birowo (2004)
man tentang realitas sebagai temuan penelitian. Peran peneliti dalam kerangka ini adalah
sebagai transaksionalis atau subjektivis. Ketiga, dalam dimensi aksiologis (asumsi tentang
nilai-nilai), peneliti berberan sebagai fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas para pelaku sosial. Nilai, etika, dan
pilihan moral peneliti dalam kerangka ini
menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
proses penelitian. Dengan kata lain peneliti
akan memainkan peran sebagai interested
scientist. Keempat, dalam dimensi metodologis (asumsi tentang cara memperoleh pengetahuan), penelitian dilakukan dengan cara
reflektif/dialektik. Melakukan penelitian secara reflektif berarti peneliti akan melakukan
memberi tekanan pada cara-cara empatik dan
interaksi dialektis antara ia sebagai peneliti
dan mereka yang diteliti.
Etnografi dalam Penelitian Komunikasi.
Metode etnografi dapat diterapkan
dalam penelitian komunikasi. Penerapan dalam tataran kajian etnografi komunikasi merupakan metode etnografi yang diterapkan
untuk melihat pola-pola komunkasi kelompok. Kelompok dalam kerangka ini memiliki
pengertian sebagai kelompok sosiologis
(sociological group). Oleh karena itu dapat
pula dikemukakan sebagai penerapan metode
etnografi untuk melihat pola-pola komunikasi komunitas (community). Etnografi bukan
semata-mata pekerjaan lapangan. Etnografi
juga merupakan sebuah deskripsi-kisah atau
laporan tertulis-mengenai suatu kelompok
masyarakat yang dihasilkan oleh (para) peneliti yang melewatkan periode waktu cukup
panjang, guna membenamkan diri dalam
konteks kelompok atau komunitas yang diteliti. Tujuannya adalah menggambarkan realitas sosial sebuah kelompok, sehingga dapat
dipahami oleh para pembaca etnografi.
Etnografi komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mengungkapkan struktur
makna dalam latar penelitian, menyintesiskan
gambaran mengenai realitas kelompok yang
mencirikan dan memisahkan mereka, menyajikannya secara luas untuk memicu pertimbangan-pertimbangan yang lebih mendalam
(Whitney, 1994).
Ada empat asumsi etnografi komunikasi, pertama, para anggota budaya akan
menciptakan makna yang digunakan bersaKOMUNIKASI MASSA Volume 5 Nomor 1, 2009
komunitas virtual, seperti kelompokkelompok yang berkumpul atau berkomunikasi melalui media komputer. Ward(1999)
meneliti komunitas-komunitas virtual menggunakan metode etnografi yang diadaptasinya untuk riset internet. Ward berupaya
mengeksplorasi makna bersama yang dimiliki oleh para partisipan website. Seperti dalam
metode etnografi, ia menerapkan metode observasi berperanserta, wawancara, dan diskusi kelompok terarah (focus group), tetap dengan mengingat fakta bahwa peneliti media
online tidak memiliki kontrol terhadap proses
wawancara sebesar wawancara langsung.
Dalam wawancara online, terdapat distribusi
kekuasaan yang lebih merata. Para partisipan,
seperti halnya peneliti, mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Sementara itu, penafsiran
akhir data tetap terbuka bagi negosiasi ulang
antara peneliti dan yang diteliti.Ward (1999)
berpendapat bahwa komunitas seperti itu
tidak perlu harus didasarkan pada kesamaan
lokasi geografis (misalnya kantor atau daerah
pinggir kota). Kesamaan minat dapat mengganti kesamaan lokasi geografis. Pengamatan
berperanserta yang dilakukan Ward terhadap
interaksi antara dua media buletin perempuan
menunjukkan bahwa para partisipan merasakan pemahaman yang sama, yang ditransfer
dari dunia virtual ke dalam wilayah fisik mereka. Temuannya menyipulkan : Situs Cybergirl merupakan tempat yang sangat positif
bagi perempuan untuk mengeksplorasi internet dan ambil bagian dalam penciptaan sebuah komunitas.
Dalam konteks kajian Komunikasi
Antar Budaya (KAB), khususnya dalam
kawasan komunikasi silang budaya, etnografi
komunikasi bermanfaat untuk melihat variabilitas komunikasi silang budaya. Budaya
mencakup keseluruhan sistem komunikasi
yang terdiri dari perilaku manusia baik secara
verbal maupun nonverbal. Pemahaman akan
perbedaan budaya dalam kerangka komunikasi silang budaya dari para partisipan komunikasi menjadi aspek signifikan dalam kajian
KAB. Komunikasi silang budaya merupakan
kawasan kajian KAB yang mempelajari bagaimana komunikasi berbeda secara silang
budaya (across culture). Sebagai bagian integral dari KAB, pemahaman akan komunikasi
silang budaya akan dapat mengantarkan pada
pemahaman terhadap aspek kontak dan koKOMUNIKASI MASSA Volume 5 Nomor 1, 2009
munikasi, dimana kedua aspek tersebut merupakan thema sentral KAB.(Rejeki, 2004).
Gudykunst (2002) mengemukakan komunikasi silang budaya dengan analisis emik
diperlukan untuk mempelajari KAB. Pendekatan emik, sebaiknya membangun kerangka
teoritik dari bawah (grounded), dalam
konteks (lokus) budaya tertentu, dan karena
itu sifatnya sangat spesifik, eksklusif, kasuistis, non generalisasi. Dengan pendekatan
inilah, seorang peneliti malah didorong untuk
membebaskan diri dari berbagai teori dan
penjelasan ilmiah yang berkenaan dengan
fokus penelitiaannya. Analisis emik dalam
kaitannya dengan penelitian budaya merupakan suatu upaya menguraikan aspek-aspek
budaya dengan bertolak dari sudut pandang
para anggota komunitas pemilik budaya (the
natives point of view), namun tanpa harus
mengabaikan analisis ilmiah peneliti, sedangkan prinsip nonjudgmental (orientasi yang
tidak menilai) sesungguhnya merupakan
prinsip tidak menyatakan pendapat atas realitas yang diamati. Prinsip ini mendorong
peneliti untuk melakukan eksplorasi tanpa
menilai. Oleh karena itu pemahaman
(verstehen) peneliti terhadap suatu budaya
pada akhirnya merupakan pemahaman budaya seperti yang dipahami oleh para anggota
budaya. Dalam kaitannya dengan pengumpulan data, maka analisis emik pun memerlukan
teknik pengumpulan data yang bersifat emik.
Baik pengumpulan data maupun analisisnya
yang bersifat emik.
Apabila seorang peneliti akan menguraikan perilaku manusia, ada 2 (dua) titik tolak yaitu pendekatan etik dan emik yang dianut dan bermanfaat menurut situasi tertentu.
Jika peneliti menggunakan pendekatan emik
merupakan esensi yang sahih untuk satu bahasa atau satu kebudayaan pada satu waktu
tertentu. Pendekatan emik merupakan usaha
untuk mengungkapkan dan menguraikan pola
suatu bahasa atau kebudayaan tertentu dari
cara unsur-unsur bahasa atau kebudayaan itu
berkaitan satu dengan lainnya dalam melakukan fungsi sesuai dengan pola tersebut. Pendekatan emik tidak berusaha menguraikan
segi generalisasi ke dalam klasifikasi yang
diperoleh sebelum studi suatu kebudayaan dilakukan. Ciri-ciri pendekatan emik adalah
struktural yang berarti peneliti berasumsi
bahwa perilaku manusia terpola dalam sistem
85
yang padat bersifat analitis dan teoritis mengenai suatu kebudayaan. Teori muncul dari
perpaduan antara perspektif emik (orang
dalam) dan etik (kerangka konseptual ilmiah
yang dikembangkan dari bacaan dan riset primer)
DAFTAR PUSTAKA
Birowo, M. Antonius (2004). Meode
Penelitian Komunikasi: Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali.
Bungin, Burhan (2003). Analisis Data
Penelitian Kualitatif: Pemahaman
Filosofis
dan
Metodologis
Ke
Arah Penguasaan Model Aplikasi.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Daymon, Holloway (2008). Metode-Metode
Riset
Kualitatif
dalam
Public
Relations
&
Marketing
Communications.
Yogyakarta:
Benteng.
Irawan, Prasetya (2006). Penelitian Kualitatif
& Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Depok: FISIP UI.
Maryaeni (2005). Metode Penelitian
Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara
Moleong, Lexy J. (2001). Metodologi
Penelitian
Kualitatif.
Bandung:
Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy (2002). Metodologi
Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru
Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial
Lainnya.
Bandung:
Remaja
Rosdakarya.
Poerwandari, Kristi (2001). Pendekatan
Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Jakarta: LPSP3 UI
Salim, Agus (2006). Teori & Paradigma
Penelitian Sosial: Buku Sumber untuk
Penelitian
Kualitatif.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sugiyono (2005). Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung: ALFABETA.
Suyanto&Sutinah (2006). Metode Penelitian
Sosial:
Berbagai
Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Kencana.
Jakarta,
Badan
Depkominfo RI.
Litbang
SDM
87