PENDAHULUAN
1.1.
kelompok Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang
ditularkan oleh nyamuk anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak 80
spesies anoipheles dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor
malaria.
Penyakit malaria ini sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia, khususnya di bagian Indonesia Timur.Angka mortalitas akibat penyakit ini
dibeberapa daerah di Indonesia sampai saat ini cukup tinggi yaitu sebesar 20,9 50
%. Seperti di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan salah satu daerah
endemis malaria dan penyakit ini menduduki rangking ke 2 dari 10 besar dari
penyakit utama
Tenggara Timur dari tahun 1996 s/d 1997, Insiden penyakit malaria yang diukur
berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI) sejak tahun 1996 s/d 1997 cenderung
meningkat, seperti terlihat pada data berikut : tahun 1996 sebesar 189,17 ,
sedangkan pada tahun 1997 sebesar 197,5 sedangkan
mengalami penurunan dari tahun 1996 sebesar 4,41% dan pada tahun 1997 sebesar
1,77%, namun jika dilihat perdesa masih ada desa dengan RP > 10 %, disamping itu
penyakit malaria ini juga sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (Kanwil Depkes.
NTT, 1998).
Dalam rangka pemberantasan penyakit malaria tersebut sebenarnya berbagai
upaya telah dilakukan sejak tahun 1960, misalnya penemuan dan pengobatan
penderita, pemberantasan vektor, survei entomology, dan penelitian-penelitian yang
mendukung, namun sampai saat ini belum memberikan hasil yang optimal. Hal ini
disebabkan 1) terlalu mengandalkan satu teknologi yang ternyata tidak mampu
mengatasi malaria di semua wilayah yang terjangkit malaria yaitu penyemprotan
dengan menggunakan DDT, 2) plasmodium falcifarum yang resisten terhadap
choloquin, dimana berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Propinsi Nusa
Tenggara Timur pada tahun 1983 bahwa telah terjadi resistensi plasmodium terhadap
kloruquin secara in-vitro dan vivo di Robek, - Manggarai (Tjitra. E), 3) masalah
operasional yang meliputi :pengadaan obat, penyampaian obat kepada penderita ,
keteraturan minum obat. 4) pemberantasan malaria dilakukan secara terpisah dari
peneliti
sendiri
dapat
mengembangkan
kemampuannya
dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari
genus plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati. Sampai saat
ini dikenal cukup banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada burung, monyet,
kerbau, sapi, binatang melata.
Agen (parasit/Plasmodium)
Agen penyebab malaria dari genus Plasmodium, Familia Plasmodiidae, dari
ordo Coccidiidae. Penyebab malaria pada manusia di Indonesia sampai saat ini
empat spesies plasmodium yaitu Plasmodium falciparum sebagai penyebab malaria
tropika, Plasmodium vivax sebagai penyebab malaria tertiana, Plasmodium malarie
sebagai penyebab malaria kuartana dan Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali
dijumpai, umumnya banyak di Afrika. (Pampana E.J. 1969; Gunawan S. 2000). Jenis
Plasmodium yang sering menyebabkan kekambuhan adalah P. vivax dan P. ovale
(Benenson, A.S., 1990; Crewe W., 1985).
Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium,
biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi camopuran. Tapi umumnya paling
banyak hanya dua jenis parasit, yaitu campuran antara P. falcifarum denganP. vivax
atau P. ovale. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali terjadi (Departemen
Kesehatan RI, 1999).
Cara Penularan
Penularan secara alamiah (natural infection)
Penularan secara alamiah dari nyamuk anopheles ke tubuh manusia hingga
sakit dapat dilihat pada gambar 2.1. brikut (Depkes. RI., 1999)
Orang sakit malaria
Digigit
Nyamuk malaria
(belum terinfeksi parasit)
Menjadi
Menjadi
Menggigil
Orang sakit
Orang yang sakit malaria apabila di gigit nyamuk (vektor) penyebab penyakit
malaria
orang sakit itu, maka dalam tubuh nyamuk akan terbawa parasit malaria yang ada
dalam darah penderita yang telah di gigit,
oleh
plasmodium. Pada saat menggigit maka parasit malaria yang ada dalam tu- buh
nyamuk masuk ke dalam darah manusia. Kemudian manusia sehat menjadi sakit.
Dalam tubuh manu sia terjadi siklus hidup parasit malaria.
Penularan yang tidak alamiah ada 3 macam (Knight R., 1985, Russel P.F.,
1963), yaitu :
2.1.3.2.1.Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria.
Penularan biasanya melalui tali pusat.
2.1.3.2.2.Secara mekanik
Penularan terjadi melalui tranfusi darah atau melalui jarum suntuk. Penularan
melalui jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis yang menggunakan jarum
suntik yang tidak steril lagi, cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi di salah satu
rumah sakit di bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan
mendapatkan suntikan intravena dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan
untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali
pakai/disposible (Departemen Kesehatan RI., 1999).
2.1.3.2.3.Secara oral
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam, dan monyet.
Penegakan diagnosa
Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji
imunoserologis dan menemukan parasit (Plasmodium) malaria dalam darah
penderita. Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium memerlukan
persyaratan tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi yaitu : waktu
pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode
berkeringat, karena pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi mencapai
maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
Volume darah yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler. Kualitas
preparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies Plasmodium yang tepat
(Purwaningsih, 2000). Diagnosa malaria dibagi dua (Departemen Kesehatan RI.,
1999), yaitu :
Secara Klinis (Tanpa Pemeriksaan Laboratorium)
Yaitu diagnosis berdasarkan gejala-gejala klinis malaria, yang gejala
umumnya ditandai dengan Trias Malaria, yaitu demam, menggigil dan sakit
kepala.
Secara laboratorium (Dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)
Selain berdasarkan gejala-gejala klinis, juga dilakukan konfirmasi dengan
pemeriksaan SD tetes tebal. Apabila hasil pemeriksaan SD tetes tebal selama 3 kali
berturut-turut negatif, diagnosa malaria dapat disingkirkan. Bila dihitung parasit >
5% atau 5000 parasit/200 lekosit, maka didiagnosa sebagai malaria berat. Di daerah
yang tidak ada sarana laboratorium dan mikroskop, diagnosa malaria ditegakkan
hanya berdasarkan pemeriksaan klinis tanpa pemeriksaan laboratorium (anamnese
dan pemeriksaan fisik saja)..
Gejala klinis
Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan
interval tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten)
dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Jadi gejala klinis utama
dari penyakit malaria adalah demam, menggigil secara berkala dan sakit
kepala disebut Trias Malaria (Malaria paroxysm). Secara berurutan. Kadangkadang menunjukkan gejala klinis lain seperti : badan terasa lemas dan pucat karena
kekurangan sel darah merah dan berkeringat, napsu makan menurun, mual-mual,
kadang-kadang diikuti muntah, sakit kepala dengan rasa berat yang terus menerus,
khususnya pada infeksi dengan falsiparum. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala
tersebut diatas disertai dengan pembesaran limpa. Pada malaria berat, gejala-gejala
tersebut diatas disertai kejang-kejang dan penurunan kesadaran sampai koma. Pada
anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya, tetapi yang menonjol
adalah diare dan anemia serta adanya riwayat kunjungan atau berasal dari daerah
malaria.
Stadium menggigil
Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, nadi cepat lemah,
bibir dan jari pucat/kebiruan. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering
terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 sampai 1 jam.
Stadium demam
Setelah merasa kedinginan penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit
kering, dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, nadi lebih kuat.
Penderita merasa sangat haus dan suhu tubuh bisa mencapai 41 C. Stadium ini
berlangsungantara 2-4 jam.
Stadium berkeringat
Penderita berkeringat banyak, suhu badan menurun dengan cepat, kadangkadang samapai di bawah suhu normal, dapat tidur nyenyak dan setelah bangun tidur
badan terasa lelah tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2-4
jam. Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah : (Harijanto
P.N.2000: Departemen Kesehatan, 1999; Pampana F.J., 1969; Russel P.F., 1963).
1).
Serangan primer
Yaitu keadaan ulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan
paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan
paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan
keadaan imunitas penderita.
2).
Periode latent
Periode ini ditandai dengan tanpa gejala dan tanpa parasetemia selama
terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
Periode latent dapat terjadi sebelum serangan primer atau sesudah serangan primer
dimana parasit sudah tidak ada di peredaran darah tepi tetapi infeksi masih
berlangsung.
Rekrudensi (Recrudescense)
Berulangnya gejala klinik dan parasetemia dalam masa 8 minggu sesudah
berakhirnya serangan primer. Recrudescense dapat terjadi sesudah periode latent dari
serangan primer.
Rekurensi (Recurrence)
Yaitu berulangnya gejala klinik atau parasetemia sesudah 24 minggu
berakhirnya serangan primer. Keadaan ini juga menerangkan apakah gejala klinik
disebabkan oleh kehidupan parasit berasal dari bentuk di luar eritrosit (hipnosist) atau
parasit dari bentuk eritrosit.
Kambuh (Relaps atau Rechute)
Ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu
diantara serangan periodek dari infeksi primer. Istilah relaps dipakai untuk
menyatakan berulangnya gejala klinik setelah periode yang lama dari masa latent,
samapai 5 tahun, biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar
eritrosit (hati). Kekambuhan (relaps) malaria dapat digolongkan pada kekambuhan
klinis atau kekambuhan parasit. Kekambuhan klinis adalah adanya serangan klinis,
terjadi tanpa disertai adanya reinfeksi. Sedangkan kekambuhan parasit adalah timbul
kembali atau terjadinya peningkatan jumlah parasit, yang terjadi sesudah periode
sub-patency atau parasetemia (Russel, 1963).
Masa Inkubasi
Masa inkubasi penyakit malaria dibedakan atas masa inkubasi ekstrinsik (=
stadium sporogani) dan masa inkubasi intrinsik. Masa inkubasi ekstrinsik adalah
mulai saat masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium
sporogani dalam tubuh nyamuk yaitu terbentuknya sporozoit yang kemudian masuk
ke dalam ke lenjar air liur. Masa inkubasi ekstrinsik dipengaruhi oleh suhu udara.
Pada suhu 26C, untuk setiap species adalah sebagai berikut : P. falcifarum 10-12
hari (15), P. vivaks : 8 11 hari, P. ovale 15 hari (Departemen Kesehatan RI, 1999).
Masa inkubasi intrinsik adalah waktu mulai saat masuknya sporozoit ke
dalam darah samapai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon
darah. Masa inkubasi intrinsik berbeda tiap spesies ; P. falcifarum 9-14 hari (12), P.
vivaks : 12 17 (15) hari, P. ovale 16 18 (17) hari (Russel P.F., 1963).
Masa inkubasi intrinsik berbeda dengan masa prepaten yang menggambarkan
jarak waktu antara masuknya sporozoit dan pemunculan parasit saat pertama kali ada
di darah tepi. Masa subpaten merupakan masa dimana jumlah parasit yang ada pada
darah tepi
mikroskopik, masa ini biasanya disebut subpaten parasitemia. Masa prepaten dan
subpaten parasitemia selanjutnya diikuti oleh adanya gejala klinis yang biasanya
disertai oleh paten parasitemia (adanya parasit di darah tepi yang sudah bisa
ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik). Serangan pertama terdiri dari beberapa
parokisme (serangan demam dengan interval waktu tertentu, tergantung pada
lamanya siklus sisogoni darah setiap spesies). Bila serangan pertama ini tidak diobati
dengan sempurna mungkin timbul rekrudensi atau rekurensi. Serangan klinis
selanjutnya akan dipengaruhi oleh imunitas penderita yang kemudian timbul.
Kekambuhan atau relapse (rekrudensi/rekurensi) tanpa disaertai gejala klinis relapse
parasit. Interval antara waktu dua relaps disebut masa/periode laten (WHO, 1981).
Faktor host yang mempengaruhi terjadinya penyakit malaria :
Umur :
Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria, terutama pada anak
dengan gizi buruk (Rampengan T.H., 2000). Infeksi akan berlangsung lebih hebat
pada usia muda atau sangat muda karena belum matangnya system imun pada usia
muda sedangkan pada usia tua disebabkan oleh penurunan daya tahan tubuh misalnya
oleh karena penyakit penyerta seperti Diabetes Melitus (Weir D.M., 1987).
Perbedaan angka kesakitan malaria pada berbagai golongan umur selain dipengaruhi
oleh faktor kekebalan juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti pekerjaan , pendidikan
dan migrasi penduduk (Departemen Kesehatan RI,2000).
Jenis kelamin
Perbedaan angka kesakitan malaria pada anak laki-laki dan perempuan
dipengaruhi oleh faktor pekerjaan, migrasi penduduk dan lain-lain (Departemen
Kesehatan., RI 1991).
Riwayat malaria sebelumnya
Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk
imunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya penduduk
asli daerah endemik akan lebih tahan dibandingkan dengan transmigran yang dating
dari daerah non endemis (Dachlan Y.P., 1986 : Smith, 1995 : Maitland, 1997)
Ras
Beberapa ras manusia
alamiah terhadap malaria, misalnya siekle cell anemia merupakan kelainan yang
timbul karena penggantian asam amino glutamat pada posisi 57 rantai hemoglobin.
Bentuk heterozigot dapat mencegah timbulnya malaria berat, tetapi tidak melindungi
dari infeksi. Mekanisme perlindungannya belum jelas, diduga karena eritrosit Hb S
(sickle cell train0 yang terinfeksi parasit lebih mudah rusak di system
retikuloendothelial, dan/atau karena penghambatan pertumbuhan parasit akibat
tekanan O2 intraeritrosit rendah serta perubahan kadar kalium intra sel yang akan
mengganggu pertumbuhan parasit atau karena adanya akulasi bentuk heme tertentu
yang toksik bagi parasit (Nugroho A., 2000). Selain itu penderita ovalositosis
(kelainan morfologi eritrosit berbentuk oval) di Indonesia banyak terdapat di
Indonesia bagian timur dan sedikit di Indonesia bagian barat. Prevalensi ovalosis
mulai dari 0,25 % (suku Jawa) sampai 23,7 % suku Roti (Setyaningrum, 1999).
Kebiasaan
Kebiasaan sangat berpengaruh terhadap penyebaran malaria. Misalnya
kebiasaan tidak menggunakan kelambu saaat tidur dan senang berada diluar rumah
pada malam hari. Seperti pada penelitian di Mimiki Timur, Irian Jaya ditemukan
bahwa kebiasaan penduduk menggunakan kelambu masih rendah (Suhardja, 1997)
Status gizi :
Status gizi ternyata berinteraksi secara sinergis dengan daya tahan tubuh.
Makin baik status gizi seseorang, makin tidak mudah orang tersebut terkena penyakit
. Dan sebaliknya makin rendah status gizi seseorang makin mudah orang tersebut
terkena penyakit (Nursanyoto, 1992).
Pada banyak penyakit menular terutama yang dibarengi dengan dengan
demam, terjadi banyak kehilangan nitrogen tubuh. Nitorgen tubuh diperoleh dari
perombakan protein tubuh. Agar seseorang pulih pada keadaan kesehatan yang
normal, diperlukan peningkatan dalam protein makanan. Penting diperhatikan pula
bahwa fungsi dari dari semua pertahanan tubuh membutuhkan kapasitas sel-sel tubuh
untuk membentuk protein baru. Inilah sebabnya maka setiap defesiensi atau ketidak
seimbangan zat makanan yang mempengaruhi setiap system protein dapat pula
menyebabkan gangguan fungsi beberapa mekanisme pertahanan tubuih sehingga
pada umumnya melemahkan resistensi host. Malnutrisi selalu menyebabkan
peningkatan insiden penyakit-penyakit infeksi dan terhadap penyakit yang sudah ada
dapat meningkatkan keparahannya (Maria, 1992).
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan salah
satu cara untuk memantau keadaan gizi (status gizi) bagi orang dewasa. Dengan IMT
akan diketahui apakah seseorang dewasa tersebut normal, kurus atau gemuk
(Departemen Kesehatan RI., 1995).
Nilai BMI dihitung berdasarkan rumus sbb :
Berat badan (Kg)
BMI =
(Tinggi badan dalam m)
Tabel 1
Klasifikasi Stutus Gizi Berdasarkan Nilai BMI
Kategori
Kurus
Tingkat berat
BMI (Kg/m2)
< 17,0
Tingkat ringan
< 17,0-18,5
Normal
Gemuk
18,5-25,0
Tingkat berat
Tingkat ringan
Sumber : Departemen Kesehatan RI., 1995
25,0-27,0
>27,0
Sosial ekonomi
Faktor social ekonomi sangat berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
mencukupi kebutuhan dasarnya seperti : sandang, pangan dan papan. Semakin tinggi
sosisla ekonomi seseorang semakin mudah pula seseorang mencukupi segala
kebutuhan hidupnya termasuk di dalamnya kebutuhan akan pelayanan kesehatan,
makanan yang bergizi serta tempat tinggal yang layak dan lain-lain . Menurut Biro
Pusat Statistik, semakain tinggi status social ekonomi seseorang maka pengeluaran
cenderung bergeser dari bahan makanan ke bahan non makanan. Jadi faktor social
ekonomi seperti kemiskinan, harga barang yang tinggi, pendapatan keluarga rendah,
dan produksi makanan rendah merupakan resiko untuk terjangkitnya malaria
(Wirjatmadi B., 1985).
Immunitas
Immunitas ini merupakan suatu pertahanan tubuh. Masyarakat yang tinggal di
daerah endemis malaria biasanya mempunyai imunitas yang alami sehingga
mempunyai pertahanan alam terhadap infeksi malaria.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit malaria :
Menurut Departemen Keseharan RI, tahun 1999, ada 2 macam kekambuhan
yaitu kekambuhan rekrudensi (short term relapse) yang timbul oleh karena parasit
malaria dalam eritrosit menjadi banyak, dapat timbul beberpa minggu (8 minggu)
setelah penyakit sembuh/serangan pertama dan rekurensi (long term relapse)
disebablan oleh parasit pada siklus eksoeritrositer masuk ke dalam darah dan menjadi
banyak biasanya timbul 6 bulan setelah penyakit sembuh.
Russel P.F. tahun 1963 menyatakan bahwa kekambuhan (Relapse atau
Rechute) ialah berulangnya gejala klinik atau parasetemia yang lebih lama dari waktu
di antara serangan periodic dari infeksi primer. Istilah relapse dipakai untuk
menyatakan berulangnya gejala klinik setelah periode yang lama dari masa latent,
sampai 5 tahun, biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk di luar
eritrosit (hati), kekambuhan (relapse) malaria dapat digolongkan pada kekambuhan
klinis atau kekambuhan parasit. Kekambuhan klinis adalaj adanya serangan klinis,
terjadi tanpa disertai adanya reinfeksi. Sedangkan
timnulnya kembali atau terjadinya peningkatan jumlah parasit yang terjadi sesudah
periode subpatency atau parasetemia.
Reinfeksi adalahinfeksi kedua oleh agen patogenik yang sama atau infeksi
kedua pada suatu organ misalnya ginjal oleh agen patogenik yang berlainan
(Haryono R.M., 1994).
Plasmodium vivax atau P. ovale pada siklus parasit di jaringan hati (sizon
jaringan), sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan sikulusnya
ke siklus eritrositer tetapi tertanam di jaringan hati yang disebut hipnosit, dan bentuk
hipnosit inilah yang menyebabkan malaria. Penderita yang mengandung hipnosit,
apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu
lelah, sibuk, stress, atau perubahan iklim (musim hujan) maka hipnosit akan
terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari dalam sel ke eritrosit. Setelah
eritrosit yang berparasit pecah akan timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya 12 tahun yang sebelumnya pernah menderita menderita P. vivax/P.ovale dan sembuh
setelah diobati, jika suatu saat orang tersebut pindah ke daerah bebas malaria dan
tidak ada nyamuk malaria, dalam keadaan kelelahan/stress maka gejala malaria
muncul kembali dan bila diperiksa sediaan darahnya akan positif P.vivax atau P.
ovale (Departemen Kesehatan RI, 1991).
Umur :
Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria, terutama pada anak
dengan gizi buruk (Rampengan T.H., 2000). Infeksi akan berlangsung lebih hebat
pada usia muda atau sangat muda karena belum matangnya system imun pada usia
muda sedangkan pada usia tua disebabkan oleh penurunan daya tahan tubuh misalnya
oleh karena penyakit penyerta seperti Diabetes Melitus (Weir D.M., 1987).
Perbedaan angka kesakitan malaria pada berbagai golongan umur selain dipengaruhi
oleh faktor kekebalan juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti pekerjaan , pendidikan
dan migrasi penduduk (Departemen Kesehatan RI,2000).
Jenis kelamin
Perbedaan angka kesakitan malaria pada anak laki-laki dan perempuan
dipengaruhi oleh faktor pekerjaan, migrasi penduduk dan lain-lain (Departemen
Kesehatan., RI 1991).
Kelelahan :
Salah satu akibat dari aktivitas fisik yang berlebihan adalah terjadinya
kelelahan. Keleahan dapat mempengaruhi fungsi hati dan limpa dalam pembentukan
limfosit B yang diperlukan dalam pembentukan atau reaksi imunologi. Keadaan ini
hingga dapat mengaktipkan kembali parasit yang ada dalam sel hati atau sebagai
hipnosit.
Stess
Pengaruh stress pada penderita adalah melalui hypothalamus akan kehilangan
hormoncorticotrophin dan berakibat terganggunya metabolisme karbohidart dan
lemak pada hati. Sehingga pembentukan immunoglobin (antibody) seperti IgG, IgA,
IgM,IgD, IgE dan gama glubolin dari limfosit B sebagai produk hepar mengalami
gangguan.
Kebiasaan
Kebiasaan sangat berpengaruh terhadap penyebaran malaria. Misalnya
kebiasaan tidak menggunakan kelambu saaat tidur dan senang berada diluar rumah
pada malam hari. Seperti pada penelitian di Mimiki Timur, Irian Jaya ditemukan
bahwa kebiasaan penduduk menggunakan kelambu masih rendah (Suhardja, 1997)
Status gizi :
Status gizi ternyata berinteraksi secara sinergis dengan daya tahan tubuh.
Makin baik status gizi seseorang, makin tidak mudah orang tersebut terkena penyakit
. Dan sebaliknya makin rendah status gizi seseorang makin mudah orang tersebut
terkena penyakit (Nursanyoto, 1992).
Pada banyak penyakit menular terutama yang dibarengi dengan dengan
demam, terjadi banyak kehilangan nitrogen tubuh. Nitorgen tubuh diperoleh dari
perombakan protein tubuh. Agar seseorang pulih pada keadaan kesehatan yang
normal, diperlukan peningkatan dalam protein makanan. Penting diperhatikan pula
bahwa fungsi dari dari semua pertahanan tubuh membutuhkan kapasitas sel-sel tubuh
untuk membentuk protein baru. Inilah sebabnya maka setiap defesiensi atau ketidak
seimbangan zat makanan yang mempengaruhi setiap system protein dapat pula
menyebabkan gangguan fungsi beberapa mekanisme pertahanan tubuih sehingga
pada umumnya melemahkan resistensi host. Malnutrisi selalu menyebabkan
peningkatan insiden penyakit-penyakit infeksi dan terhadap penyakit yang sudah ada
dapat meningkatkan keparahannya (Maria, 1992).
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan salah
satu cara untuk memantau keadaan gizi (status gizi) bagi orang dewasa. Dengan IMT
akan diketahui apakah seseorang dewasa tersebut normal, kurus atau gemuk
(Departemen Kesehatan RI., 1995).
Nilai BMI dihitung berdasarkan rumus sbb :
Berat badan (Kg)
BMI =
(Tinggi badan dalam m)
Tabel 1
Klasifikasi Stutus Gizi Berdasarkan Nilai BMI
Kategori
Kurus
Tingkat berat
BMI (Kg/m2)
< 17,0
Tingkat ringan
< 17,0-18,5
Normal
18,5-25,0
Gemuk
Tingkat berat
25,0-27,0
Tingkat ringan
Sumber : Departemen Kesehatan RI., 1995
>27,0
terhadap
malaria
hanya
tampak
pada
wamita
heterozigot.
endemik akan lebih tahan terhadap infeksi malaria dibandingkan dengan transmigran
yang dating dari daerah non endemis.
Peranan antibody sangat penting dalam perlindungan terhadap infeksi
malaria, dibuktikan dari penelitian Cohen pada tahun 1961 di Afrika yang
melaporkan bahwa pemberian dosis tinggi IgD yang berasal dari orang dewasa imun
atau dari tali pusat bayi yang baru lahir kepada anak-anak penderita malaria akan
dapat menurunkan parasetemia dan memberikan perbaikan klinis serta dapat
mencegah infeksi. Hasil yang sama didapat dari penelitian Sabchareon dkk dengan
pemberian IgD dari penduduk yang imun di Afrika kepada penderita malaria
rekrudesen dewasa di Thailand.
Sarana pertahanan tubuh terhadap malaria dengan cara melakukan filtrasi atas
sel-sel eritrosit yang diinfeksi plasmodium dapat terjadi di organ limpa P. falcifarum,
juga telah diteliti oleh Looareesuwan, S., dkk (1987) dan didapatkan bahwa penderita
infeksi malaria yang disertai dengan splenomegali terjadi peningkatan filtrasi tersebut
dan mekanisme sangat mungkin ditujukan untuk menyingkirkan sel-sel eritrosit yang
diinfeksi plasmodium tersingkir akan membawa konsekuensi terjadinya anemia yang
semakin berat.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA
3.1. Kerangka konseptual enelitian:
Penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui faktor resiko terhadap
kejadian penyakit malaria, namun dalam penelitian ini dipilih beberapa variable saja
yang diteliti oleh karena keterbatan pengetahuan dan kemampuan peneliti. Maka
berdasarkan landasan teori yang ada dapat dibuat kerangka konsep sbb :
Umur
Jenis kelamin
Kelelahan
Stress
Kebiasaan
Status Gizi
Daya tahan tubuh
Ket :
Kini
Arah Penelitian
Gambar 4.1. Rancangan Penelitian
Populasi dan sampel
Populasi
Populasi penelitian adalah semua penderita malaria yang dating berobat di
Puskesmas Kabupaten .
Besar sampel
Untuk menentukan besar sampel penelitian, penulis menggunakan rumus
besar sampel, untuk uji proporsi dua sampel oleh Stanley Lemeshow. Pada penelitian
ini menggunakan tingkat kemaknaan 5 %, dan kekuatan 80 %. Dengan P1 = 0,50
yaitu proporsi penderita malaria pada tahun 2000, dan P2 = 0,20 yaitu proporsi
penderita malaria pada tahun 1999. Sesuai dengan table 6e Stanley Lemeshow, maka
di dapat sampel sebesar 31 kasus dan 31 kontrol responden di desa yang tidak ada
kader (tabel terlampir).
Tehnil pengambilan sampel :
Pada study ini untuk menentukan sampel penelitian dimulai dengan
mengidentifikasi kelompok penderita yang kambuh pada saat penelitian sebagai
sampel kelompok kasus dan kelompok yang tidak pernah kambuh sebagai sampel
kelompok kontrol dengan jumlah seimbang 1 : 1 (satu kontrol, untuk satu kasus),
dicari penderita yang tidak pernah kambuh yang tinggal serumah atau tetangga
dengan kasus.
SAMPEL
Kasus
Penderita yang kambuh
Sakit malarianya
Kontrol
Responden yang tidak
kambuh sakit malarianya
.
N
o
Vari
Defenisi
Cara Kriteria
abel
kala
Data
1
.
Um
ur.
Adalah
usia
Kriteria :
penderita
sesuai
1.Anak-anak
dengan
waktu bulan)
kalender
O
(0-11 rdinal
2.
Remaja
(12-17
3.
Dewasa
(18-55
tahun)
2
Penggolonga
Jeni
s kelamin
tahun)
penderita
berdasarkan
jenis tahun)
N
ominal
kelamin
1. Laki-laki
3
Kelelahan
Kel
elahan
didasari
2. Perempuan
oleh
berlebihan
rdinal
1.Berat
2. Sedang
Adalah
Stre
ss
5
akibat
3. Ringan
ketidak
sesuaian
antara
harapan
dengan
4. Tidak kelelahan
O
1.Berat
kenyataan.
rdinal
2. Sedang
3. Ringan
Adalah
Keb
iasaan
4. Tidak kelelahan
kebiasaan
tidak
memakai
kelambu
1.
Tidak
hari
2.
Tidak
berada di luar
rumah
malam hari
Adalah
3.
Menggunakan
keadaan
Stat
7 us gizi
gizi kelambu
dan
berada
di
Kekambuhan
adalah
plasmodium
yang
3.Gemuk
(IMT
>
plasmodiu
penderita malaria
ominal
1.
Adalah
berulangnya
Kek
Plasmodium
Falcifarum
gejala
klinik
atau
ambuhan/re parasetemia
2. P. vivax
3.
Campuran
P.
infeksi
lebih
lama
dari
malaria
waktu
diantara
serangan
periodek
4. Plasmodium lain
0
ominal
Tidak
jenis
plasmodium
yang
sama,
1 : kambuh/reinfeksi
penderita
tidak
daerah
selama
ke
endemis
2
minggu
yang
sama.
Instrumen penelitian :
Jenis instrumen :
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Kuesioner untuk mengetahui umur, jenis kelamin,kebiasaan hidup, kelelahan,
dan stress.
Analisa data
dengan alat perangkat lunak komputer program SPSS for window versi 10.0 sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu menggambarkan hubungan antara satu variabel
response (dependent) yaitu kejadian malaria dengan beberapa variabel independent
yaitu umur, jenis kelamin, status gizi, riwayat penyakit malaria sebelumnya dan cara
hidup yang berskala ordinal baik secara bivariat maupun secara bersama-sama
(multivariate).
Sehingga probabilitas terjadinya sakit malaria dapat digunakan rumus sbb :
1
P (X) =
-(o + 1X1 + 2X2 + nXn)
1+e
dimana :
P(X)
= banyaknya parameter/variabel
= bilangan eksponensial
o,1,2 dst
Variabel
Kriteria
Kekambuhan
Kambuh (kasus)
o
.
ode
sakit malaria
Tidak
(kontrol)
kambuh SM
N
ilai
1
0
1
Umur
Muda
Tua
Jenis kelamin
Laki-laki
3
.
Perempuan
Kelelahan
Berat
S
ex
Ringan
Tidak lelah
Stress
5
.
elah
0
3
Berat
Sedang
Ringan
Tidak stress
Kebuiasaan
3
2
Sedang
4
Tidak
menggunakan tress
malam hari
Tidak
6
menggunakan
B
iasa
Menggunakan
rumah
Kurus
Normal
7
Gemuk
G
izi