Anda di halaman 1dari 33

4

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR
Reservoir merupakan suatu tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon,
gas dan air. Proses akumulasi minyak bumi di bawah permukaan haruslah
memenuhi beberapa syarat, yang merupakan unsur-unsur suatu reservoir minyak
bumi. Unsur-unsur yang menyusun reservoir adalah sebagai berikut :
1. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak bumi, gas
bumi atau keduanya. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang
porous dan permeable.
2. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan batuan yang bersifat
impermeable, yang terdapat pada bagian atas suatu reservoir, sehingga
berfungsi sebagai penyekat fluida reservoir.
3. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur pembentuk
reservoir yang mempunyai bentuk sedemikian rupa sehingga lapisan beserta
penutupnya merupakan bentuk konkav ke bawah dan dan menyebabkan
minyak dan gas bumi berada dibagian teratas reservoir.
Karakteristik suatu reservoir sangat dipengaruhi oleh karakteristik batuan
penyusunnya, fluida reservoir yang menempatinya dan kondisi reservoir itu
sendiri, yang satu sama lain akan saling berkaitan. Ketiga faktor itulah yang akan
kita bahas dalam mempelajari karakteristik reservoir.
2.1. Karakteristik Batuan Reservoir
Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, sedangkan suatu mineral
dibentuk dari beberapa ikatan kimia. Komposisi kimia dan jenis mineral yang
menyusunnya akan menentukan jenis batuan yang terbentuk.
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa
batupasir dan karbonat (sedimen klastik) serta batuan shale (sedimen nonklastik) atau kadang-kadang volkanik. Masing-masing batuan tersebut
mempunyai komposisi kimia yang berbeda, demikian juga dengan sifat

fisiknya. Komponen penyusun batuan serta macam batuannya dapat dilihat


pada Gambar 2.1.

S a n d s to n e
100 %
L im y
S a n d s to n e

S h a ly
S a n d s to n e

Sa n d y
L im e s to n e

L im e s to n e
100 %

Sa n d y
S h a le

S h a ly
L im e s to n e

L im y
S h a le

S h a le
100 %

Gambar 2.1.Diagram Komponen Penyusun Batuan 2)

2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir


Unsur-unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu
diketahui, karena jenis dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan
sifat-sifat dari mineral yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifatsifat kimiawinya.
2.1.1.1. Komposisi Kimia Batupasir
Batupasir (sandstone) merupakan batuan yang paling sering
dijumpai di lapangan sebagai batuan reservoir. Batu pasir merupakan hasil
dari proses sedimentasi mekanik, yaitu berasal dari proses pelapukan dan
disintegrasi, yang kemudian tertransportasi serta mengalami proses
kompaksi dan pengendapan.
Pori-pori pada batupasir terbentuk secara primer bersamaan dengan proses
pengendapan. Setelah pengendapan, dapat terjadi perubahan pada pori-pori
batupasir, yang merupakan akibat dari sementasi, pelarutan serta proses
sekunder lainnya, sehingga porositas batupasir bersifat intergranular.

Berdasarkan mineral penyusunnya serta kandungan mineralnya, maka


batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu orthoquartzites, pasir
lempungan (graywacke), dan arkose.
1.

Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk
dari proses sedimentasi yang menghasilkan unsur silika yang tinggi,
tanpa mengalami metaformosa dan pemadatan, terutama terdiri atas
mineral kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Proses
metamorfosa adalah proses perubahan mineral batuan, karena adanya
kondisi yang berbeda dengan kondisi awal. Material pengikatnya
(semen) terutama terdiri atas karbonat dan silika. Orthoquartzites
merupakan jenis batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari
kandungan shale dan clay. Komposisi kimia dari orthoquarzite dapat
dilihat pada Tabel II.1.
Tabel II.1Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites 3)

MIN.
SiO2
TiO2
Al2O3
Fe2O3
FeO
MgO
CaO
Na2O
K2O
H2O +
H2O CO2
Total
A.
B.
C.
D.
E.

95,32
....
2,85
0,05
....
0,04
T

99,45
....
....

97,80
....
0,90
0,85
....
0,15
0,10

99,39
0,03
0,30
0,12
....
None
0,29

93,13
....
3,86
0,11
0,54
0,25
0,19

....

0,40

....

....

61,70
....
0,31
0,24
....
....
21,00
0,17
....

99,58
....
0,31
1,20
....
0,10
0,14
0,10
0,03

93,16
0,03
1,28

0,30

98,87
....
0,41
0,08
0,11
0,04
....
0,80
0,15

1,44a)

....

0,17

....

0,17

1,43a)

....

0,03a)

0,65

....
100

....
99,88

....
99,91

....
100,2

....
100,3

....
99,51

16,10
99,52

....
99,6b)

2,01
101,1

0,30
T
0,13

Lorrain (Huronian)
St. Peter (Ordovician)
Mesnard (Preeambrian)
Tuscarora (Silurian)
Oriskany ( Devonian)

F. Berea (Mississippian)
G. Crystalline Sandstone, Fontainebleau
H. Sioux (Preeambrian)
I. Average of A H, inclusive.
a)
. Loss of ignition
b)
. Includes SO3, 0,13 %.

0,43
0,07
3,12
0,39

Pada Tabel II.1 diatas dapat dilihat bahwa unsur silika merupakan unsur
penyusun orthoquarzites dengan prosentase yang sangat tinggi jika
dibandingkan dengan unsur-unsur yang lain. Komposisi unsur silika (SiO2)
berkisar antara 61,7 % sampai dengan 99,58 %, sedangkan sisanya adalah
unsur penyusun yang lain, seperti TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O,
K2O, H2O+, H2O- dan CO2.
2. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar, yaitu kwarsa, clay, mika flake {KAl 2(OH)2
AlSi3O10}, magnesite (MgCO3), fragmen phillite, fragmen batuan beku,
feldspar dan mineral lainnya. Indikator yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi batuan jenis ini adalah adanya mineral illite. Sortasi
(pemilahan) butir pada graywacke tidak bagus karena adanya matriks-matriks
batuan. Hal ini juga menyebabkan berkurangnya porositas batuannya. Material
pengikatnya adalah clay dan karbonat. Secara lengkap mineral-mineral
penyusun graywacke terlihat pada Tabel II.2.
Tabel II-2Komposisi Mineral Graywacke 3)

MINERAL

Chert
Feldspar
Hornblende
Rock Fragments
Carbonate
Chloride-Sericite

45,6
1,1
16,7
....
6,7
4,6
25,0

46,0
7,0
20,0
....
. . . .a
2,0
22,5

24,6
....
32,1
....
23,0
....
20,0b

9,0
....
44,0
3,0
9,0
....
25,0

tr
....
29,9
10,5
13,4
....
46,2d

34,7
....
29,7
....
....
5,3
23,3

T o t a l

99,7

97,5

99,7

90,0

100,0

96,0

Quartz

A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic).


B. Krynines average high-rank graywacke (Krynine, 1948).
C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian Lower Carboniferous)
D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b).
E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a).
F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose.
a)
. Not separately listed.
b)
. Include 2,8 per cent limonitic subtance
c)
. Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.
d)
. Matrix

Komposisi kimia graywacke tersusun dari unsur silika dengan kadar lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata batupasir, dan kebanyakan silika yang
ada bercampur dengan silikat.
Keterangan secara terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat
pada Tabel II.3.
Tabel II.3Komposisi Kimia Graywacke 3)

MINERAL
SiO2
TiO2
Al2O3
Fe2O3
FeO
MnO
MgO
CaO
Na2O
P2O3
SO3
CO2
H2O +
H2O
S
T o t a l

68,20
0,31
16,63
0,04
3,24
0,30
1,30
2,45
2,43
0,23
0,13
0,50
1,75
0,55
....

63,67
....
19,43
3,07
3,51
....
0,84
3,18
2,73
....
....
....

....

62,40
0,50
15,20
0,57
4,61
....
3,52
4,59
2,68
....
....
1,30
1,56
0,07
....

61,52
0,62
13,42
1,72
4,45
....
3,39
3,56
3,73
....
....
3,04
2,33
0,06
....

69,69
0,40
13,43
0,74
3,10
0,01
2,00
1,95
4,21
0,10
....
0,23
2,08
0,26
....

60,51
0,87
15,36
0,76
7,63
0,16
3,39
2,14
2,50
0,27
....
1,01
3,38
0,15
0,42

99,84

100,06

99,57

100,01

100,01

100,24

2,36

A. Average of 23 graywackes
B. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0

3.

Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang tersusun dari kuarsa sebagai
mineral yang dominan, dan feldspar (MgAlSi3O8). Selain dua mineral utama
tersebut, arkose juga mengandung mineral-mineral yang bersifat kurang stabil,
seperti

clay

{Al4Si4O10(OH)8},

microline

(KAlSi3O8),

biotite

{K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH)2} dan plagioklas {(Ca,Na)(AlSi)AlSi2O8}. Arkose


mempunyai sortasi butiran yang kurang baik, dengan bentuk butir yang
menyudut. Kandungan mineral lainnya, secara berurutan sesuai prosentasenya
dapat dilihat pada Tabel II.4.

Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel II.5, dimana terlihat


bahwa arkose mengandung lebih sedikit silika jika dibandingkan dengan
orthoquartzites, tetapi kaya akan alumina, lime, potash, dan soda.
Tabel II .4.Komposisi Mineral dari Arkose (%) 3)
MINERAL
Quartz
Microcline
Plaglioclase
Micas
Clay
Carbonate
Other

D a)

E a)

F a)

57
24
6
3
9

51
30
11
1
7

60
34
....
....
....

57

35

28

48

35 b)

59 b)

64

43

....
....

c)

....
....
....
8 e)

2
8

c)

....
....
2
4 e)

....

c)

d)

A. Pale Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).


B. Red Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).
C. Sparagmite (Preeambrian) (Barth, 1938).
D. Torridonian (Preeambrian) (Mackie, 1905).
E. Lower Old Red (Devonian) (Mackie, 1905).
F. Portland (Triassic) (Merrill, 1891).
G. Average of A G, anclusive.
a)
. Normative or calculated composition; b). Modal Feldspar;
d)
. Chlorite; e). Iron oxide (hematite) and kaolin.

e)

c)
c)

c)

. Present in amount under 1 %.

Tabel II. 5.Komposisi Kimia dari Arkose (%) 3)


MINERAL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P 2 O3
C O2
T o t a l

A
69,94
....
13,15
0,70
T
3,09
3,30
5,43

B
82,14
....
9,75
1,23
....
....
0,19
0,15
0,50
5,27

1,01

0,64 a

....
....
99,1

0,12
0,19
100,18

2,48

C
75,57
0,42
11,38
0,82
1,63
0,05
0,72
1,69
2,45
3,35
1,06
0,05
0,30
0,51
100

A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).


B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A E, inclusive.
a)
. Loss of ignition.

D
73,32
....
11,31
3,54
0,72
T
0,24
1,53
2,34
6,16

E
80,89
0,40
7,57
2,90
1,30
....
0,04
0,04
0,63
4,75

F
76,37
0,41
10,63
2,12
1,22
0,25
0,23
1,30
1,84
4,99

0,30 a

1,11

0,83

....
0,92
100,2

....
....
99,63

0,21
0,54
100,9

10

2.1.1.2. Komposisi Kimia Karbonat


Batuan karbonat yang dimaksud dalam bahasan ini adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah
yang biasa dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling
sedikit 80 % calcium carbonate atau magnesium. Istilah limestone juga
dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi karbonat melebihi unsur
non-karbonatnya. Pada limestone fraksi disusun terutama oleh mineral
calcite, sedangkan pada dolomite mineral penyusun utamanya

adalah

mineral dolomite.
Tabel II.6.Komposisi Kimia Limestone 3)
MINERAL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P 2 O3
C O2
S
Li2 O
Organic
T o t a l

A
5,19
0,06
0,81
0,54
0,05
7,90
42,61
0,05
0,33
0,56
0,21
0,04
41,58
0,09
T
....
100,09

B
0,70
....
0,68
0,08
....
....
0,59
54,54
0,16
None
....
....
....
42,90
0,25
....
T
99,96

C
7,41
0,14
1,55
0,70
1,20
0,15
2,70
45,44
0,15
0,25
0,38
0,30
0,16
39,27
0,25
....
0,29
100,16

D
2,55
0,02
0,23
0,02
0,28
0,04
7,07
45,65
0,01
0,03
0,05
0,18
0,04
43,60
0,30
....
0,40
100,04

E
1,15
....
0,45
....
0,26
....
0,56
53,80
0,07
0,69
0,23
....
42,69
....
....
....
99,9

F
0,09
....
0,11
....
0,35
55,37
....
0,04
0,32
....
43,11
....
....
0,17
100,1

A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564)


B. Indiana Limestone (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150)
C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77)
D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132)
E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)

1. Limestone
Komposisi kimia limestone dapat menggambarkan adanya sifat dari
komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone sebagian
besar terbentuk dari calcite, bahkan jumlahnya bisa mencapai lebih dari 95%.

11

Unsur lainnya yang dianggap penting adalah MgO, bila jumlahnya lebih dari
1% atau 2%, maka menunjukkan adanya mineral dolomite. Komposisi kimia
limestone secara lengkap dapat dilihat pada Tabel II.6 diatas.
2. Dolomite
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur carbonate lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk batuanbatuan yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan
dolomite akan mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari
unsur yang dikandungnya. Batuan yang unsur calcite-nya melebihi dolomite
disebut dolomite limestone, dan yang unsur dolomite-nya melebihi calcite
disebut dengan limy, calcitic, calciferous atau calcitic dolomite. Komposisi
kimia dolomite pada dasarnya hampir mirip dengan limestone, kecuali unsur
MgO merupakan unsur yang penting dan jumlahnya cukup besar. Tabel II.7
menunjukkan komposisi kimia unsur penyusun dari dolomite.
Tabel II.7.Komposisi Kimia Dolomite 3)

M INERAL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
S
Sr O
Organic
T o t a l

....
....
....
....
....
....
21,90
30,40
....
....
....
....
....
47,7
....
....
....

2,55
0,02
0,23
0,02
0,18
0,04
7,07
45,65
0,01
0,03
0,05
0,18
0,04
43,60
0,30
0,01
0,04

7,96
0,12
1,97
0,14
0,56
0,07
19,46
26,72
0,42
0,12
0,33
0,30
0,91
41,13
0,19
none
....

3,24
....
0,17
0,17
0,06
....
20,84
29,56
....
....

....
43,54
....
....
....

24,92
0,18
1,82
0,66
0,40
0,11
14,70
22,32
0,03
0,04
0,42
0,36
0,01
33,82
0,16
none
0,08

0,73
....
0,20
....
1,03
....
20,48
30,97
....
....
....
....
0,05
47,51
....
....
....

100

100,06

100,40

99,90

100,04

100,9

A. Theoretical composition of pure dolomite.


B. Dolomitic Limestone
C. Niagaran Dolomite

2.1.1.3. Komposisi Kimia Shale

0,30

D. Knox Dolomite
E. Cherty-Dolomite
F. Randville Dolomite

12

Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58
% silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide
(FeO) dan Fe2O3. 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide
(CaO), 3 % potasium oxide (K2), 1 % sodium oxide (Na2), dan 5 % air
(H2O). Sisanya adalah metal oxide dan anion seperti terlihat pada Tabel
II.8.
Tabel II.8. Komposisi Kimia Shale 3)
MINERAL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P 2 O3
C O2
S O3
Organic
Misc.
T o t a l

A
58,10
0,54
15,40
4,02
2,45
....
2,44
3,11
1,30
3,24
5,00
0,17
2,63
0,64
0,80 a
....
99,95

B
55,43
0,46
13,84
4,00
1,74
T
2,67
5,96
1,80
2,67
3,45
2,11
0,20
4,62
0,78
0,69 a
0,06 b
100,84

C
60,15
0,76
16,45
4,04
2,90
T
2,32
1,41
1,01
3,60
3,82
0,89
0,15
1,46
0,58
0,88 a
0,04 b
100,46

D
60,64
0,73
17,32
2,25
3,66
....
2,60
1,54
1,19
3,69
3,51
0,62
....
1,47
....
....
0,38 c
99,60

E
56,30
0,77
17,24
3,83
5,09
0,10
2,54
1,00
1,23
3,79
3,31
0,38
0,14
0,84
0,28
1,18 a
1,98 c
100,00

F
69,96
0,59
10,52
3,47
0,06
1,41
2,17
1,51
2,30
1,96
3,78
0,18
1,40
0,03
0,66
0,32
100,62

A. Average Shale (Clarke, 1924, p.24)


B. Composite sample of 27 Mesozoic and Cenozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
C. Composite sample of 52 Paleozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
D. Unweighted avrg. of 36 analyses of Slate (29 Paleozoic, 1 Mesozoic, 6 Precambrian)(Eckel, 1904).
E. Unweighted avrg. of 33 analyses of Precambrian Slate (Nanz, 1953)
F. Composite analyses of 235 samples of Mississippi delta, (Clarke, 1924, p. 509).
a
. Carbon; b. Ba O; c. Fe S2 .

Dalam keadaan normal, shale mengandung sejumlah besar quartz,


silt, bahkan jumlah ini dapat mencapai 60%. Pada keadaan tertentu,
beberapa shale bisa mengandung silika dengan kandungan tinggi yang
bukan berasal dari silt. Kandungan silika yang berlebihan didapatkan
pada bentuk kristalin quartz yang sangat halus, calcedony atau opal.
Shale yang kaya besi lebih banyak pyrite atau siderit, atau silikat besi,
yang kesemuanya itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada

13

kondisi lingkungan pengendapan paling tidak terjadi penurunan atau


bahkan kekurangan unsur silika.
2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
2.1.2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :

Vb Vs Vp

................................................................................. (2-1)
Vb
Vb

dimana :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.
Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori total terhadap
volume batuan total yang dinyatakan dalam persen, atau secara matematik
dapat ditulis sesuai persamaan sebagai berikut :

volume pori total


100%
bulk volume

........................................................ (2-2)

2. Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling


berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume) yang dinyatakan
dalam persen.

volume pori yang berhubungan


100%
bulk volume

............................ (2-3)

Gambar 2.2. menunjukkan perbandingan antara porositas efektif, non


efektif dan porositas total dari suatu batuan. Untuk selanjutnya, porositas efektif

14

digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai fraksi volume yang


produktif.

C o n n e c te d o r
E ff e c t iv e
P o r o s i ty
To t a l
P o r o s it y
Is o la te d o r
N o n - E ff e c tiv e
P o r o s i ty

Gambar 2.2.Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif


dan Porositas Absolut Batuan 2)

Berdasarkan waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang
bersamaan dengan proses pengendapan berlangsung.
2. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk setelah proses
pengendapan.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer
adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder
dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan,
sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan
secara kuantitatip karena bentuknya tidak teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batu gamping (CaCO3) ditransformasikan
menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau berdasarkan reaksi kimia berikut :

15

2CaCO3 + MgCl3 CaMg(CO3)2 + CaCl2


Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran
butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir
(Gambar 2.3. menunjukkan bahwa susunan butir berbentuk kubus mempunyai
porositas lebih baik dibandingkan bentuk rhombohedral), kompaksi, sementasi
dan lingkungan pengendapan.

90
90

90

a . C u b ic (p o ro s ity = 4 7 , 6 % )

90

90

90o

b . R h o m b o h e d ra l (p o ro s it y = 2 5 , 9 6 % )
Gambar 2.3. Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas Batuan 2)

Pengukuran porositas dilakukan dengan cara menentukan volume pori.


Metodee yang dapat digunakan untuk menghitung volume pori adalah
porosimeter Boyle dan desaturasi.
1. Porosimeter Boyle
Pada Metode porosimeter Boyle (Boyles law porosimeter), volume pori (Vp)
ditentukan dengan mengukur volume butiran (Vs) dengan persamaan sebagai
berikut :
Vs V1 V2

P1
V1 .................................................................... (2-4)
P2

dimana:
Vs

= volume butiran, cm3

V1, V2 = volume sel 1 dan sel 2, cm3


P1, P2 = tekanan manometer pada kondisi I dan II, atm

16

Setelah volume bulk batuan (Vb) diketahui, maka volume pori (Vp) dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Vp = Vb Vs .................................................................................. (2-5)
Untuk mendapatkan harga volume bulk (Vb) dapat dilakukan dengan :
1. Mengukur dimensi sampel core untuk bentuk sampel batuan yang teratur.
2. Menggunakan piknometer Hg terkalibrasi untuk sampel batuan yang tak
beraturan.
Besarnya porositas () ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
=

Vp
Vb

...................................................................................... (2-6)

2. Metode Desaturasi
Dalam metode desaturasi, volume pori (Vp) diukur secara gravimetri, yaitu
dengan jalan menjenuhi core dengan fluida yang telah diketahui berat jenisnya.
Kemudian core ditimbang, baik dalam keadaan kering maupun dalam kondisi
jenuh fluida. Volume pori (Vp) dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
Vp

ws wd
................................................................................ (2-7)
f

dimana:
ws = berat sampel dalam keadaan jenuh fluida, gr
wd = berat sampel dalam keadaan kering, gr
f = berat jenis fluida penjenuh pori, gr/cc
Porositas core dihitung dengan Persamaan (2-6).
2.1.2.2. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Definisi kwantitatif
permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy (1856)2) dalam
hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut :

17

dP
................................................................................ (2-8)
dL

dimana :
v

= kecepatan aliran, cm/sec

= viskositas fluida yang mengalir, cp

dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm


k

= permeabilitas media berpori.


Tanda negatip pada Persamaan 2-8 menunjukkan bahwa bila tekanan

bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam Persamaan
2-8 adalah:
1. Alirannya mantap (steady state),
2. Fluida yang mengalir satu fasa,
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan ,
4. Kondisi aliran isothermal, dan
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal.
6. Fluidanya incompressible.
Berdasarkan jumlah fasa yang mengalir dalam batuan reservoir,
permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :

Permeabilitas absolut, adalah yaitu dimana fluida yang mengalir melalui


media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas saja.

Permeabilitas efektif, yaitu permeabilitas batuan dimana fluida yang


mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan
minyak atau ketiga-tiganya.

Permeabilitas relatif, merupakan perbandingan antara permeabilitas efektif


dengan permeabilitas absolut.
Dasar penentuan besaran permeabilitas adalah hasil percobaan yang

dilakukan oleh Henry Darcy., seperti yang terlihat pada Gambar 2.4, berikut ini.

18

h1 - h2

Q
A

h1

h2

Gambar 2.4.Skema Percobaan Penentuan Permeabilitas 2)

Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah konstan


dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari
cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur
laju Q sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh
harga permeabilitas absolut batuan, sesuai persamaan berikut :
k

Q..L
............................................................................ (2-9)
A . (P1 P2 )

Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :


k (darcy)

Q (cm 3 / sec) . (centipoise) . L (cm)


................ (2-10)
A (sq.cm) . ( P1 P2 ) (atm)

Dari Persamaan 2-9 dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran


yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compressible dan
incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa, akan
tetapi dua atau bahkan tiga fasa. Oleh karena itu dikembangkan pula konsep
mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga permeabilitas
efektif dinyatakan sebagai ko, kg, kw, dimana masing-masing untuk minyak, gas,

19

dan air. Sedangkan permeabilitas relatif untuk masing-masing fluida reservoir


dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
k
k ro o ,
k

k rg

kg
k

k
k rw w . ......................................... (2-11)
k

(keterangan : o = minyak, g = gas dan w = air)


Sedangkan besarnya harga permeabilitas efektif untuk minyak dan air
dinyatakan dengan persamaan :
ko

Qo . o . L
.......................................................................... (2-12)
A . (P1 P2 )

kw

Qw . w . L
.......................................................................... (2-13)
A . ( P1 P2 )

Harga-harga ko dan kw pada Persamaan 2-12 dan Persamaan 2-13 jika


diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.5., yang menunjukkan bahwa ko pada Sw = 0 dan pada So = 1 akan
sama dengan k absolut, demikian juga untuk harga k absolutnya (titik A dan B)
Ada tiga hal penting untuk kurva permeabilitas efektif sistem minyak-air
(Gambar 2.5) , yaitu :

ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga kw akan
turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat dikatakan
untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak karena k o-nya yang
kecil, demikian pula untuk air.

ko akan turun menjadi nol, dimana masih ada saturasi minyak dalam batuan
(titik C) atau disebut Residual Oil Saturation (S or), demikian juga untuk air
yaitu (Swr).

Harga ko dan kw selalu lebih kecil dari harga k, kecuali pada titik A dan B,
sehingga diperoleh persamaan :
ko kw 1

............................................................................... (2-14)

20

E f f e c t iv e P e r m e a b ility t o W a t e r, k w

0
0
1

E f f e c t iv e P e rm e a b ility to O il, k o

O il S a tu ra t io n , S o
W a te r S a tu ra tio n , S w

0
1
0

Gambar 2.5.Kurva Permeabilitas Efektif untuk


Sistem Minyak dan Air 2)

Jika harga kro dan krw diplot terhadap saturasi fluida So dan Sw, maka akan
didapat kurva seperti Gambar 2.6.
Harga kro dan krw berkisar antara 0 sampai 1, sehingga diperoleh persamaan :
k ro k rw 1 ................................................................................. (2-15)

Untuk sistem gas dan air, harga Krg dan Krw selalu lebih kecil dari satu atau :
.................................................................................. (2-16)

k ro

te
r

o il

wa

kr

E f f e c t iv e P e r m e a b ility t o O il, k o

E f f e c tiv e P e rm e a b ility t o W a t e r, k w

k rg k rw 1

0
0

O i l S a tu ra t io n , S o

21

Gambar 2.6. Kurva krelatif sistem Air-Minyak 2)

Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap permeabilitas adalah :


1.

Porositas
Apabila porositas semakin besar, maka permeabilitas juga akan semakin besar,

L o g (p e rm e a b ility )

seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.

P o ro s ity
Gambar 2.7Grafik Hubungan antara Porositas dan Permeabilitas 2).

2.

Saturasi
Seperti terlihat pada Gambar 2.5. dan Gambar 2.6. menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara saturasi dengan permeabilitas. Apabila saturasi
minyak bertambah, maka permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif
minyak akan bertambah pula, demikian juga halnya dengan air.

3.

Berdasarkan pada Persamaan 2-8, maka permeabilitas dipengaruhi oleh


kecepatan aliran fluida (v), viskositas fluida dan tekanan.

4.

Geometri Aliran
Permeabilitas akan bervariasi pada setiap bentuk aliran dan kondisi
lapisan. Untuk menentukan permeabilitas pada setiap kondisi yang berbeda,
digunakan rumus yang berbeda pula.
a.

Aliran Laminer, distribusi permeabilitas berbentuk paralel,


seperti pada Gambar 2.8.

22

Q
Q

P1

P2

k1
k2

h1
h2

k3

h3

Gambar 2.8.Aliran Linier, Kombinasi Lapisan Paralel 2)

Dari Gambar 2.8. di atas, maka permeabilitas reservoir adalah :


n

j1
n

kj hj

j1

b.

................................................................ (2-17)
hj

Aliran Linier, distribusi permeabilitas berbentuk seri, seperti


yang terlihat pada Gambar 2.9.

P2

P1
k1

Q
w

k2

k3

P1 P2

P3

L1

L3

L2
L

Gambar 2.9.Aliran Linier, Kombinasi Lapisan Seri 2)

Dari Gambar 2.9. di atas, maka permeabilitas reservoir dapat dihitung


dengan persamaan sebagai berikut :
k

L
Lj

j 1K j

....................................................................... (2-18)

23

Percobaan pengukuran permeabilitas batuan dapat dilakukan dengan


analisa core. Hasil dari analisa ini akan memberikan pengukuran permeabilitas
absolut secara langsung dengan memberikan uji aliran pada sampel core. Fluida
yang digunakan untuk pengujian biasanya gas atau udara yang dialirkan melalui
core, dan tekanan masuk dan keluar dari sampel core diukur. Permeabilitas
ditentukan dengan persamaan aliran fluida satu fasa sebagai berikut:

2 Q 2 L P2

A P1 P2

......................................................... (2-19)

dimana :
K

= permeabilitas absolut, Darcy

Q2 = laju alir fluida yang keluar dari core, cc/dt


A

= luas penampang core, cm2

= panjang core, cm

= viskositas fluida, cp

(P12 P22)

= beda tekanan masuk dan tekanan keluar dari core, atm

6
5

Q b Pb / A

4
3
2
1
0

0 ,2

0 ,4

0 ,6

0 ,8

1 ,0

(P 1 - P 2 ) / 2 L
Gambar 2.10.Grafik Hasil Percobaan Perhitungan Permeabilitas
Dengan k =

2 Q 2 L P2

A P1 P2

2)

24

Jika udara atau gas digunakan dalam pengujian, maka terjadi efek slip gas
(efek Klinkenberg), akibat dari aliran turbulen, pada dinding pori-pori core. Efek
slip gas menyebabkan harga permeabilitas terukur (kg) lebih besar daripada
permeabilitas cairan (kL) yang sebenarnya.
Besarnya permeabilitas cairan (kL) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

b
k g k L 1 ................................................................................. (2-20)
Pm

dimana :
kg = permeabilitas udara/gas, Darcy
kL = permeabilitas cairan, Darcy
b

= konstanta Klinkenberg

Pm = tekanan rata-rata pengukuran, atm


2.1.2.3. Derajat Kebasahan (Wettabilitas)
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk dibasahi
oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur (immisible).
Pada bidang antar muka cairan dengan benda padat terjadi gaya tarik-menarik
antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi), yang merupakan faktor dari
tegangan permukaan antara fluida dan batuan.
Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak (atau gas)
yang ada diantara matrik batuan.

wo

so

cos

so sw
wo

sw

O il

W a te r

Gambar 2.11.Kesetimbangan Gaya-gaya pada


Batas Air-Minyak-Padatan 2)

S o li d

25

Gambar 2.11. memperlihatkan sistem air minyak yang kontak dengan


benda padat, dengan sudut kontak sebesar o. Sudut kontak diukur antara fluida
yang lebih ringan terhadap fluida yang lebih berat, yang berharga 0 o - 180o, yaitu
antara air dengan padatan, sehingga tegangan adhesi (AT) dapat dinyatakan
dengan persamaan :
AT = so - sw = wo. cos wo, .............................................................. (2.21)
dimana :
so = tegangan permukaan benda padat-minyak, dyne/cm
sw = tegangan permukaan benda padat-air, dyne/cm
wo = tegangan permukaan air-minyak, dyne/cm
wo = sudut kontak air-minyak.
Suatu cairan dapat dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positip ( < 75o), yang berarti batuan bersifat water wet. Apabila sudut kontak
antara cairan dengan benda padat antara 75 - 105, maka batuan tersebut bersifat
intermediet. Apabila air tidak membasahi zat padat maka tegangan adhesinya
negatip ( > 105o), berarti batuan bersifat oil wet. Gambar 2.12 dan Gambar
2.13 menunjukkan besarnya sudut kontak dari air yang berada bersama-sama
dengan hidrokarbon pada media yang berbeda, yaitu pada permukaan silika dan
kalsit.

= 30o

Is o - O c t a n e

= 83o

= 158

Is o - O c t a n e +
Is o - Q u in o li n e
5 , 7 % Is o - Q u in o l in e

= 35o

N a p h th e n ic
A c id

Gambar 2.12.Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan Hidrokarbon


pada Permukaan Silika 3)

26

= 30

Is o - O c t a n e

= 48

= 54

Is o - O c t a n e +
Is o - Q u in o li n e
5 , 7 % Is o - Q u in o l in e

= 106

N a p h th e n ic
A c id

Gambar 2.13.Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan Hidrokarbon


pada Permukaan Kalsit 3)

Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir.
Pada waktu reservoir mulai diproduksikan, dimana harga saturasi minyak
cukup tinggi dan air hanya merupakan cincin-cincin yang melekat pada batuan
formasi, butiran-butiran air tidak dapat bergerak atau bersifat immobile, dan
saturasi air yang demikian disebut residual water saturation. Pada saat yang
demikian minyak merupakan fasa yang kontinyu dan bersifat mobile.
Setelah produksi mulai berjalan, minyak akan terus berkurang digantikan
oleh air. Saturasi minyak akan semakin berkurang dan saturasi air akan terus
bertambah, sampai pada saat tertentu saturasi air akan menjadi fasa kontinyu, dan
minyak merupakan cincin-cincin. Pada saat ini, air bersifat mobile dan akan
bergerak bersama-sama minyak. Gambaran tentang water wet dan oil wet
ditunjukkan pada Gambar 2.14, yaitu pembasahan fluida dalam pori-pori batuan.
Fluida yang membasahi akan cenderung menempati pori-pori batuan yang lebih
kecil, sedangkan fluida tidak membasahi cenderung menempati pori-pori batuan
yang lebih besar.

27

a . O il W e t

b . W a te r W e t

P o re s p a c e o c c u p ie d b y H O
R o c k m a tri x
P o re s p a c e o c c u p ie d b y O il

Gambar 2.14.Pembasahan Fluida dalam Pori-pori Batuan 2)

Menurut Srobod (1952)2), harga wetabilitas dan sudut kontak nyata


ditentukan berdasarkan karakteristik pembasahan, yang merupakan fungsi dari
threshold pressure (Pt), sesuai dengan persamaan berikut :
Wettabilitiy Number =

cos wo PTwo oa
...................................... (2-22)
cos oa PToa wo
P

Two
oa
Contact Angle = cos wo P
.......................................... (2-23)
Toa
wo

dimana :
Cos wo = sudut kontak air dengan minyak dalam inti batuan
Cos oa = sudut kontak minyak dengan udara dalam inti batuan (=1)
PTwo

tekanan threshold inti batuan terhadap minyak ( pada waktu


batuan berisi air )

PToa

= tekanan threshold inti batuan terhadap udara ( pada waktu batuan


berisi minyak)

wo

= tegangan antar muka antara air dengan minyak

oa

= tegangan antar muka antara minyak dengan udara

Tekanan threshold, yang merupakan fungsi dari permeabilitas ditentukan


berdasarkan Gambar 2.15.

28

T h re s h o ld P re s s u re , m m H g

1000
500
300

100
50
30

10

0 .1

0 .3 0 .5 1 .0

10

30 50 100

300

1000

P e rm e a b ility , m D (a t a tm o s p h e r ic p r e s s u r e )
Gambar 2.15.Tekanan Threshold sebagai Fungsi dari Permeabilitas dan Wetabilitas 3)

2.1.2.4. Tekanan Kapiler


Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan kedua
fluida tersebut. Besarnya tekanan kapiler dipengaruhi oleh tegangan permukaan,
sudut kontak antara minyakairzat padat dan jari-jari kelengkungan pori.
Pengaruh tekanan kapiler dalam sistem reservoir antara lain adalah :
1.

Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir (Gambar 2.16.


menunjukkan kurva distribusi fluida yang merupakan hubungan antara
saturasi fluida dengan tekanan kapiler pada beberapa permeabilitas batuan)

81

18

140

72

10 m d

21

160

50 m d

24

63

120

54

100

45

80

36

60

27

40

18

20

15
12
9
6

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

A ir- W a te r C a p illa r y P r e s s u r e , p s i
( la b o r a to r y d a ta )

180

100 m d

27

200 m d

90

500 m d

200

900 m d

30

H ig h A b o v e Z e r o C a p illa r y P r e s s u r e , f t

O il- W a t e r C a p illa r y P r e s s u r e , p s i
(r e s e r v o ir c o n d itio n s )

29

W a t e r S a tu ra t io n , %

Gambar 2.16.Kurva Distribusi Fluida 3).

2.

Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau


mengalir melalui pori-pori secara vertikal.

Pa
h
Pa

Pw

Po b

B
B
a ir

h
Po a

w a te r

a . A ir - W a te r

Pw b
A

Pw a

B
B
O il
w a te r

b . O il - W a te r

Gambar 2.17.Tekanan dalam Pipa Kapiler 2)

Berdasarkan pada Gambar 2.17., sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana
terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan
dinding pipa yang arah resultannya ke atas.
Gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut adalah :

30

1.

Besar gaya tarik keatas adalah 2 rAT, dimana r adalah jari-jari pipa
kapiler.

2.

Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah r2hg(w-o).


Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya ke atas akan sama

dengan gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara
matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
2 r A T r 2 h g ( w o ) ................................................. (2-23)

atau :
h

2 AT
r ( w o ) g

..................................................................... (2-24)

dimana :
h

= ketinggian cairan di dalam pipa kapiler, cm

= jari-jari pipa kapiler, cm.

w = massa jenis air, gr/cc


o = massa jenis minyak, gr/cc
g

= percepatan gravitasi, cm/dt2

Dengan memperlihatkan permukaan fasa minyak dan air dalam pipa


kapiler maka akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan tekanan
kapiler (Pc). Besarnya Pc sama dengan selisih antara tekanan fasa air dengan
tekanan fasa minyak, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Pc = Po Pw = (o - w) g h .......................................................... (2-25)
Tekanan kapiler dinyatakan berdasarkan sudut kontak dalam hubungan
sebagai berikut :
Pc

2 cos
................................................................................ (2-26)
r

dimana :
Pc = tekanan kapiler
= tegangan permukaan minyak-air

31

= sudut kontak permukaan minyak-air


r

= jari-jari pipa kapiler


Menurut Plateau2), tekanan kapiler merupakan fungsi tegangan antar muka

dan jari-jari lengkungan bidang antar muka, dan dapat dinyatakan dengan
persamaan :

1
1

R2
R1

P c

.......................................................................... (2-27)

dimana :
R1 dan R2 = jari-jari kelengkungan konvek dan konkaf, inch

= tegangan permukaan, lb/inch

Penentuan harga R1 dan

R2, dilakukan dengan perhitungan jari-jari

kelengkungan rata-rata (Rm), yang didapatkan dari perbandingan Persamaan 2-26


dengan Persamaan 2.27. Dari perbandingan tersebut didapatkan persamaan
perhitungan jari-jari kelengkungan rata-rata sebagai berikut :
1
2 cos
g h
1
1

Rm
rt

R1 R 2

...................................... (2-28)

Gambar 2.18. menunjukkan distribusi dan pengukuran R1 dan R2. Kedua


jari-jari kelengkungan tersebut diukur pada bidang yang saling tegak lurus.

R1

R2

Gambar 2.18.Distribusi dan Pengukuran Radius Kontak


Antara Fluida Pembasah dengan Padatan 2)

2.1.2.5. Saturasi Fluida

32

Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume


pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume poripori total pada suatu batuan berpori. Dalam batuan reservoir minyak umumnya
terdapat lebih dari satu macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas
yang tersebar ke seluruh bagian reservoir. Secara matematis, besarnya saturasi
untuk masing-masing fluida dituliskan dalam persamaan berikut :

Saturasi minyak (So) adalah :


So

volume pori pori yang diisi oleh min yak


volume pori pori total

............... (2-29)

Saturasi air (Sw) adalah :


Sw

volume pori pori yang diisi oleh air


volume pori pori total

......................... (2-30)

Saturasi gas (Sg) adalah :


Sg

volume pori pori yang diisi oleh gas


volume pori pori total

........................ (2-31)

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :


Sg + So + Sw = 1 ................................................................................ (2-32)
Sedangkan jika pori-pori batuan hanya terisi minyak dan air, maka :
So + Sw = 1 ...................................................................................... (2-33)
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam mempelajari saturasi
fluida antara lain adalah :

Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam reservoir,
saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan yang kurang
porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatif akan mempunyai
Sw yang tinggi dan Sg yang relatip rendah, demikian juga untuk bagian atas
dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan densitas dari masing-masing fluida.

33

Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatip produksi minyak. Jika


minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh air
dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan minyak,
saturasi fluida berubah secara kontinyu.

Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori
yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume batuan adalah V, ruang pori-porinya
adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah :
So V + Sg V = (1 Sw ) V .............................................. (2-34)
Pengukuran saturasi fluida dapat dilakukan dengan menggunakan metode

Retort dan metode Distilasi.


1. Metode Retort
Dalam metode retort, core yang dianalisa ditempatkan dalam peralatan retort
dan dipanaskan pada temperatur 400oF selama satu jam. Fluida yang menguap
dikondensasikan, minyak dan air yang diperoleh dipisahkan dengan centrifuge.
Temperatur pengujian dinaikkan sampai 1200 oF supaya minyak berat dapat
teruapkan seluruhnya, kemudian hasil kondensasi dicatat volumenya.
Besarnya saturasi fluida ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Sw

Vw
Vp

..................................................................................... (2-35)

So

Vo
Vp

...................................................................................... (2-36)

dimana:
Sw = saturasi air, fraksi
So = saturasi minyak, fraksi
Vw = volume air hasil kondensasi, cm3
Vo = volume minyak hasil kondensasi, cm3
2. Metode Distilasi

34

Dalam metode ini, core yang dianalisa ditimbang kemudian ditempatkan pada
timble yang diketahui beratnya dan dimasukkan dalam labu yang berisi cairan
toluena bertitik didih 112 oC. Pemanasan dilakukan untuk menguapkan air dan
toluena, selanjutnya uap yang terjadi dikondensasikan dan cairan yang
diperoleh dicatat volumenya. Pemanasan terus dilakukan sampai cairan yang
terkumpul dalam water trap konstan. Kemudian core diambil, dikeringkan dan
ditimbang. Saturasi fluida dapat dihitung sebagai berikut:
wt = wo ww ............................................................................ (2-37)
ww = Vw w ............................................................................. (2-38)

Vo

Vw

wo ww ww

.................................................................. (2-39)

wo ww wo
w

................................................................... (2-40)

dimana:
wt = berat total yang hilang, gr
ww = berat air, gr
wo = berat minyak, gr
Vw = volume air, cm3
Vo = volume minyak, cm3
w = berat jenis air, (= 1 gr/cc)
o = berat jenis minyak, gr/cc
Besarnya saturasi fluida dihitung dengan Persamaan (2-35) dan Persamaan
(2-36).
2.1.2.6. Kompressibilitas
Pada formasi batuan kedalaman tertentu terdapat dua gaya yang bekerja
padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya yang
timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan tersebut.

35

Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila tekanan
reservoir berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan gaya ini
terganggu, akibatnya terjadi penyesuaian dalam bentuk volume pori-pori,
perubahan batuan dan
Menurut Geerstma (1957)

2)

, mengemukakan tiga konsep mengenai

kompressibilitas batuan, yaitu :

Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material


padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.

Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan


terhadap satuan perubahan tekanan.

Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori


batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam

tekanan, antara lain :


1. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan
2. Tekanan-luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan
pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total
(bulk) batuan reservoir.
Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa apabila
mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai
kompressibilitas Cr atau :
Cr

1 dVr
.
.............................................................................. (2-41)
Vr
dP

Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan


sebagai kompressibilitas Cp atau :

36

Cp

dVp
1
.
Vp
dP *

............................................................................ (2-42)

dimana :
Vr = volume padatan batuan (grains)
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
P* = tekanan luar (tekanan overburden).
Hall (1953)2) memeriksa kompresibilitas pori, Cp, pada tekanan
overburden yang konstan, yang kemudian disebut kompresibilitas batuan efektif
dan dihubungkan dengan porositas, seperti terlihat pada Gambar 2.19. Dimana
kompresibilitas turun dengan naiknya porositas.
Terjadinya kompresibilitas batuan total maupun efektif karena dua faktor
yang terpisah. Kompressibilitas total terbentuk dari pengembangan butir - butir
batuan sebagai akibat menurunnya tekanan fluida yang mengelilinginya.
Sedangkan kompressibilitas effektif terjadi karena kompaksi batuan dimana fluida
reservoir menjadi kurang efektif menahan beban di atasnya (overburden). Kedua
faktor ini cenderung akan memperkecil porositas.

Anda mungkin juga menyukai