I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman,
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dilaksanakan dengan penerapan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengamatan merupakan kegiatan yang sangat penting dan
mendasar dalam penerapan PHT tersebut, karena dari pengamatan dapat diperoleh informasi
tentang jenis, padat populasi, luas dan intensitas serangan, perkembangan populasi serta
serangan OPT. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan OPT juga diamati, antara
lain iklim dan bencana alam.
Informasi hasil pengamatan selanjutnya dilaporkan untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam penyusunan strategi/taktik pengendalian OPT sesuai konsep PHT, dan bahan
rekomendasi tindakan pengendalian yang harus diambil apabila populasi telah melampaui
ambang yang ditetapkan dan serangannya telah melampaui ambang yang dapat merugikan
secara ekonomi.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan pengamatan dan pelaporannya, perlu disusun pedoman
pengamatan dan pelaporan OPT, sebagai pedoman umum bagi para petugas di lapangan.
Pedoman pengamatan ini memuat metode pengamatan OPT tanaman buah-buahan dan
merupakan hasil penyempurnaan pedoman yang sama yang pernah diterbitkan oleh Direktorat
Perlindungan Hortikultura pada tahun 2000. Materi penyempurnaan khususnya menyangkut 11
jenis OPT pada tanaman buah-buahan yaitu : untuk jeruk adalah CVPD, penyakit kulit diplodia
dan penyakit busuk pangkal batang Phytophthora parasitica, Thrips/berbagai jenis kutu; untuk
mangga adalah lalat buah, wereng buah/daun, penggerek batang/cabang/ranting; untuk pisang
adalah layu, penggerek batang, dan penggulung daun; serta untuk melon adalah lalat buah dan
penyakit embun tepung.
Di samping metode pengamatan, pedoman ini berisi pula dasar-dasar identifikasi OPT yang
merupakan kunci yang menentukan keberhasilan pengendalian, karena kesalahan dalam
mengidentifikasi OPT dapat mengakibatkan kekeliruan dalam pengambilan keputusan
pengendalian yang dilakukan. Pengamatan faktor iklim dan bencana alam juga merupakan hal
penting yang perlu diamati, oleh karena itu pengamatan faktor iklim dan bencana alam (banjir
dan kekeringan) perlu dipantau secara baik.
Untuk mendokumentasikan hasil-hasil pengamatan dan penyusunan rencana kegiatan
perlindungan tanaman, rencana pengamatan lebih lanjut secara intensif, rencana penyediaan
sarana pengendalian, dan rencana tindakan korektif, perlu dilakukan standarisasi pelaporan.
Dalam pedoman ini, juga dimuat jenis-jenis laporan, dan mekanisme pelaporan perlindungan dari
daerah, khususnya pada tanaman buah-buahan.
II. ISTILAH DAN BATASAN
Istilah dan batasan diperlukan untuk memperoleh kesamaan pengertian dalam menyusun dan
membaca laporan perlindungan tanaman hortikultura termasuk buah-buahan. Beberapa istilah
dan batasan yang digunakan dalam buku ini :
1.
Pengamatan Keliling atau Patroli adalah pengamatan yang dilakukan dengan cara
menjelajahi wilayah pengamatan untuk mengetahui luas tanaman terserang dan
terancam oleh OPT, intensitas serangan OPT dan tindakan pengendaliannya, serta
kejadian bencana alam.
2.
3.
Tanaman terserang adalah tanaman yang digunakan sebagai tempat hidup dan
berkembang biak OPT dan atau mengalami kerusakan atau gangguan dalam kehidupannya
karena serangan OPT pada tingkat populasi atau intensitas kerusakan/serangan tertentu
sesuai dengan jenis OPT nya.
4.
Luas serangan adalah luas tanaman terserang yang dinyatakan dalam hektar, rumpun,
atau pohon. Luas serangan ditaksir dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Menentukan wilayah penaksiran yaitu hamparan tanaman yang dibatasi oleh batas-batas
yang jelas, antara lain perkampungan, tanaman lain, sungai, jalan, dan lahan kosong.
Apabila perlu, wilayah penaksiran dibagi menjadi bagian-bagian (subwilayah penaksiran)
yang ditandai antara lain dengan adanya saluran pengairan, tiang listrik dan pepohonan,
baik untuk daerah sumber serangan (endemik), eksplosif, maupun daerah sehat.
Menaksir luas serangan dan menentukan intensitas serangan atau kepadatan populasi
pada tiap wilayah penaksiran tersebut.
5.
6.
Intensitas serangan adalah derajat serangan atau derajat kerusakan tanaman yang
disebabkan oleh OPT yang dinyatakan secara kuantitatif atau kualitatif.
Intensitas serangan secara kualitatif dibagi menjadi empat kategori serangan yaitu
ringan, sedang, berat, dan puso. Kategori serangan ini dilaporkan oleh Koordinator
Pengamat Hama dan Penyakit/Pengendali OPT (PHP/POPT), UPTD/Balai
Perlindungan/Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPTD/BPTPH), Laboratorium
Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP)
Kepadatan populasi OPT adalah rerata jumlah individu OPT dalam stadia dan satuan
tertentu pada petak tetap (contoh) sesuai dengan metode pengamatan yang telah
ditetapkan. Stadia OPT untuk menentukan kepadatan populasi, antara lain berupa imago,
nimfa, larva, pupa, kelompok telur, spora, dan konidia sesuai dengan jenis OPT yang
bersangkutan.
7.
Sumber serangan adalah tanaman terserang atau sisa/bagian tanaman terserang dan
tanaman inang asal serangan OPT tertentu.
8.
9.
Sisa serangan adalah serangan yang dilaporkan pada periode laporan sebelumnya, yang
masih tersisa pada periode laporan, yaitu keadaan serangan sebelumnya (tidak termasuk
yang puso) dikurangi luas tanaman yang dipanen, sembuh kembali, dan dimusnahkan pada
periode laporan.
10.
Sembuh kembali adalah tanaman yang semula terserang OPT, tetapi populasi/intensitas
serangannya telah mengalami penurunan sampai mencapai kriteria tidak terserang.
11.
Luas tambah serangan (LTS) adalah luas serangan baru yang terjadi atau yang
ditemukan pada periode laporan.
12.
Luas keadaan serangan (LKS) adalah luas sisa serangan ditambah dengan luas tambah
serangan pada periode laporan.
13.
Kumulatif luas tambah serangan (KLTS) adalah penjumlahan luas tambah serangan
pada tiap periode laporan.
14.
Luas pengendalian (LP) adalah luas tanaman pada lahan yang terserang yang diberi
perlakuan dengan berbagai cara pengendalian antara lain fisik/mekanik, hayati, dan
penggunaan pestisida.
15.
16.
Tanaman terancam adalah pertanaman di sekitar sumber serangan dan atau areal lain
yang mempunyai kemungkinan terserang dengan mempertimbangkan rasio populasi OPT
dan musuh alaminya, ketahanan varietas, umur tanaman, dan faktor lingkungan lainnya.
Luas tanaman terancam dilaporkan dalam Laporan Peringatan Dini/Bahaya dan Laporan
Eksplosi tetapi tidak dalam Laporan Setengah Bulanan.
17.
Bencana alam adalah kejadian alam yang menimbulkan kerusakan pada tanaman,
hortikultura misalnya banjir, kekeringan, gunung meletus, tanah longsor, dan gempa bumi.
18.
Ambang ekonomi adalah intensitas serangan yang mulai mengakibatkan kerugian secara
ekonomi.
Ambang pengendalian adalah intensitas serangan atau tingkat populasi yang melandasi
Penarikan contoh dapat dilakukan secara berlapis, yang mengarah pada kabupaten, wilayah
pengamatan (kecamatan, desa). Metode sampling atau teknik pengambilan contoh disesuaikan
dengan letak kebun dan jenis OPT- nya, dapat secara acak atau diagonal sepanjang mewakili
populasi tanaman di kebun. Teknik pengambilan petak contoh secara diagonal dapat bersifat
maya, artinya petak-petak atau anak-anak petaknya tidak selalu dalam garis lurus, atau
sistematis dengan jarak tertentu. Contoh tanaman (misalnya pada tanaman jeruk) diambil secara
sistematis dengan menetapkan atau menurut 4 (empat) arah mata angin.
Unit contoh, petak contoh, anak petak contoh, dan tanaman contoh, serta jumlahnya, ditetapkan
sesuai OPT utama tertentu yang muncul pada komoditi tanaman buah tertentu, atau untuk OPT
sejenis yang memiliki karakteristik yang mirip, dan pada periode/stadium pertumbuhan
tanamannya (vegetatitf atau generatif).
Hal yang diamati lebih difokuskan pada intensitas serangan atau kerusakan yang ditimbulkan
oleh OPT, dengan menerapkan rumus-rumus intensitas kerusakan baik mutlak maupun tidak
mutlak, dan volume serangan yang meliputi luas/atau jumlah tanaman terserang. Sedangkan
pengamatan populasi dilaksanakan untuk kasus tertentu atau tujuan khusus, dengan cara
misalnya pemasangan perangkap untuk pengamatan lalat buah.
Untuk semua OPT yang menyebabkan kerusakan tidak mutlak atau relatif, kriteria penilaian
kerusakan dan skoringnya disamakan, yaitu dengan menggunakan skala 0, 1, 2, 3, dan 4.
Satuan luas yang digunakan dalam penghitungan populasi atau data volume tanaman adalah
rumpun untuk tanaman pisang, pohon untuk tanaman jeruk dan mangga pada pekarangan,
hektar untuk melon atau tanaman dalam hamparan/kebun yang teratur (perkebunan).
Cara pengamatan
1. Untuk memudahkan pelaksanaan, pengamatan keliling dilakukan sesudah pengamatan petak
tetap pada subwilayah pengamatan. Apabila ada informasi bahwa di subwilayah lainnya terjadi
serangan OPT, maka harus dilakukan pengamatan keliling tambahan.
2. Untuk pengamatan tetap, tempatkan satu petak contoh pengamatan pada masing-masing
strata di lokasi yang selalu dilewati saat mengadakan pengamatan keliling di strata tersebut,
sehingga setiap petak contoh pengamatan tetap dan pengamatan keliling dapat diamati dengan
interval waktu 2 (dua) minggu.
3. Hasil pengamatan dan kejadian yang ditemukan pada saat pengamatan keliling dan
pengamatan tetap dilaporkan secara rutin pada setiap akhir periode pengamatan (akhir bulan).
Laporan pengamatan tetap pada periode pelaporan bulanan berisi hasil pengamatan minggu ke
2 dan 4.
D. Penilaian Kerusakan
1. OPT
Penilaian terhadap kerusakan tanaman dilakukan berdasarkan gejala serangan OPT yang
sifatnya sangat beragam. Kerusakan tanaman oleh serangan OPT dapat berupa kerusakan
mutlak (atau yang dianggap mutlak) dan tidak mutlak.
a. Kerusakan Mutlak
Untuk menilai serangan OPT yang menyebabkan kerusakan mutlak (dianggap mutlak) digunakan
rumus sebagai berikut :
Keterangan :
I = Intensitas serangan (% )
a = Banyaknya contoh (daun, pucuk, bunga, buah, tunas, tanaman, rumpun tanaman) yang rusak
mutlak atau dianggap rusak mutlak
b = Banyaknya contoh yang tidak rusak (tidak menunjukkan gejala serangan).
Rumus tersebut digunakan untuk menilai serangan OPT yang menyebabkan kerusakan mutlak
atau dianggap mutlak pada tanaman/ bagian tanaman untuk tanaman jeruk, mangga, pisang, dan
melon.
Jeruk : Ulat penggerek buah dan puru buah (buah), lalat buah (buah), penyakit Citrus Huang
Lung Bin (CHLB = CVPD) (tanaman), penyakit tristeza (tanaman), dan penyakit kanker (buah).
Mangga : Lalat buah (buah), penggerek buah (buah), penggerek buahmuda (buah), dan busuk
buah (buah). Wereng mangga (buah) dan busuk batang (tanaman).
Pisang : Penyakit layu Fusarium (rumpun), penyakit layu bakteri (rumpun), penyakit kerdil pisang
(rumpun), penggerek batang pisang (rumpun), ngengat kudis pisang (rumpun), dan lalat buah
(buah).
Durian : Penggerek buah (buah), lalat buah (buah), uret, dan busuk akar (tanaman) dan buah.
Salak : Uret (tanaman), kumbang pemakan bunga jantan (tandan),busuk buah (buah),busuk
lunak (buah),dan nematoda bercak akar (tanaman).
Rambutan : Penggerek buah (buah) dan busuk buah (buah).
Nenas : Uret (akar tanaman), busuk buah (buah) dan busuk akar (tanaman).
Sirsak : Busuk buah (buah) dan penggerek buah (buah).
Markisa : Lalat buah (buah), layu Fusarium (tanaman), dan rebah semai (tanaman).
Belimbing : Lalat buah (buah) dan busuk buah (buah).
Manggis : Busuk buah (buah).
Semangka : Ulat tanah (tanaman), lalat buah (buah), layu Fusarium (tanaman), layu bakteri
(tanaman), penyakit semai (tanaman), busuk buah (buah) , dan penyakit virus (tanaman),
penggerek buah (buah).
b. Kerusakan Tidak Mutlak
Untuk menilai serangan OPT yang tidak menimbulkan kerusakan mutlak digunakan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
I = Intensitas serangan
ni = Jumlah tanaman atau bagian tanaman
contoh dengan skala
kerusakan vi
vi = Nilai skala kerusakan contoh ke-i
N = Jumlah tanaman atau bagian tanaman
contoh yang diamati
Z = Nilai skala kerusakan tertinggi.
Rumus tersebut di atas digunakan untuk menilai serangan OPT pada tanaman sebagai berikut :
Jeruk : Kutu loncat (daun), kutu daun (daun), ulat peliang daun (daun), kutu sisik/ kutu perisai
(daun), tungau merah (daun), trips (daun), kutu dompolan (daun), penyakit embun jelaga (daun),
kanker jeruk Xanthomonas citri (tanaman), dan penyakit busuk Diplodia/ Phytophthora
(tanaman).
Mangga : Wereng mangga (daun), penggerek ranting (ranting), penggerek cabang (cabang),
antraknosa (buah), embun jelaga (daun), bercak daun stigmina (daun), bercak daun kelabu
(daun), dan jamur upas (tanaman).
Pisang : Sigatoka (daun), burik (daun), antraknosa (buah), bercak daun (daun), bercak oval daun
(daun), dan ulat penggulung daun (daun).
Durian : Kutu loncat (daun), busuk pangkal batang Phytophthora (tanaman),
antraknosa (buah),bercak coklat (daun), dan jamur upas (tanaman).
Salak : Kutu dompolan/kutu jonjot putih (buah), kepik (buah), ulat penggulung daun (daun),
kumbang moncong (buah), dan bercak daun (daun).
Rambutan : Kutu kapas/kutu putih (buah),hama tirathaba (daun/buah),hama ulat, embun tepung
(daun), penyakit rambut kuda (tanaman), busuk batang (tanaman/ batang), bercak daun (daun),
dan jamur upas (tanaman/batang).
Nenas : Kutu jonjot putih (daun) dan kutu akar kapas (akar tanaman).
Sirsak : Antraknosa (daun), ulat papilio (daun), dan kutu daun
Markisa : Kutu daun (daun), bercak daun (daun), dan nematoda buncak akar (tanaman).
Belimbing : Bercak daun (daun), hawar daun (daun), dan jamur upas (tanaman, batang).
Manggis : Bercak daun (daun), kanker cabang (cabang), jamur upas (batang), penyakit akar
(akar), dan kutu dompolan/kutu jonjot putih (daun).
Semangka : Trips (daun), kumbang daun/ kumbang kuning (daun), penyakit tepung(daun),
antraknosa (daun), bercak daun bersudut (daun) dan kudis (daun).
Kategori intensitas serangan serangga hama secara umum dapat digunakan pedoman sebagai
berikut :
serangan ringan bila derajat serangan < 25%
serangan sedang bila derajat serangan
> 25 < 50%
serangan berat bila derajat serangan
> 50 < 90%
puso bila derajat serangan > 90%.
Sedangkan kategori serangan untuk jenis penyakit adalah sebagai berikut :
serangan ringan bila derajat serangan < 11%
serangan sedang bila derajat serangan
> 11 - < 25%
serangan berat bila derajat serangan
> 25 - < 75%
puso bila derajat serangan > 75 - 100%.
2. Faktor Iklim/Bencana Alam
Sampai saat ini, kriteria untuk menilai intensitas kerusakan karena bencana alam kekeringan dan
banjir masih jauh dari sempurna. Namun untuk memenuhi kebutuhan sebagai pedoman di
lapangan, telah disusun kriteria penilaian intensitas kerusakan yang sifatnya masih sangat
sederhana.
Penilaian kekeringan dan banjir belum dapat diukur secara kuantitatif. Untuk penilaian baik
kekeringan maupun banjir digunakan klasifikasi terkena dan puso (Tabel 1 dan 2). Metode
pengamatannya adalah pengamatan keliling, apabila ditemukan adanya gejala maka
pengamatan ditingkatkan.
Tabel 1. Klasifikasi Penilaian Kekeringan
No.
Klasifikasi
Gejala
Terkena
Puso
Klasifikasi
Gejala
Terkena
Puso
gejala kematian
E. Metode Pengamatan OPT Buah-buahan
1. OPT tanaman Jeruk
Jenis OPT yang disediakan pedoman metodenya adalah CVPD, penyakit kulit Diplodia, penyakit
busuk pangkal batang Phytophthora sp., dan berbagai jenis kutu, serta OPT lain yang memiliki
karakteristik sama/hampir sama dengan OPT tersebut.
Dalam pedoman ini diberikan secara sekilas karakteristik OPT dan serang7annya yang menjadi
pertimbangan dasar pelaksanaan pengamatan di lapangan.
a. CVPD :
Penyakit CVPD sering disebut sebagai Greening, saat ini namanya telah dibakukan secara
internasional menjadi Huang Lung Bin, karena ditemukan pertama kali di Cina hampir 100
tahun yang lalu. Penyebab penyakit ini adalah Liberobacter asiaticum yang hidup dan
berkembang biak dalam jaringan floem dan menyebabkan sel-sel floem mengalami degenerasi,
sehingga menghambat penyerapan nutrisi.
Penularan pada tanaman sehat lain dapat terjadi melalui perantaraan serangga vektor
Diaphorina citri Kuw. dan bibit yang terinfeksi CVPD. Penyakit ini di Afrika Selatan disebabkan
oleh spesies berbeda yaitu Liberobacter africanum dengan vektornya Tryoza erytreae.
Perbedaan kedua spesies Liberabacter tersebut terletak pada ketahanannya terhadap panas. L.
asiaticum lebih tahan terhadap kondisi agroklimat yang panas (24 o 35 o C), sedangkan L.
africanum tidak tahan panas (20 o 24 o C).
Pengamatan gejala penyakit perlu dilakukan pada beberapa bagian tanaman yang mungkin
muncul bersamaan, baik dari tajuk, percabangan ataupun pada buah dan biji. Gejala khas adalah
belang-belang kuning (blotching), mulai berkembang pada bagian ujung tanaman (pertumbuhan
baru) pada daun yang ketuaannya sempurna, bukan pada daun muda atau tunas. Gejala belangbelang pada bagian atas sama dengan bagian bawah. Pada tanaman dewasa sering ditemukan
gejala sectoral greening hanya pada cabang-cabang tertentu yang bergejala daun menguning.
Daun-daun pada cabang sakit menjorok ke atas seperti sikat. Sering pula ditemukan tunas-tunas
baru di luar musim pertunasan pada cabang-cabang terinfeksi. Kadang-kadang juga ditemukan
gejala tulang daun sekunder mati, mengeras dan kering yang disebut vein crocking pada
tanaman yang terserang berat. Gejala ini merupakan indikator adanya kerusakan lebih berat
pada pembuluh angkut/ploem. Gejala seringkali mirip dengan defisiensi unsur hara Zn, Mn, N.
Pada keadaan defisiensi unsur hara, gejala tampak pada seluruh tanaman dalam kebun yang
sama. Sedangkan pada CVPD, penyebaran gejala tidak merata dan ini merupakan indikator yang
sangat penting.
Serangan pada buah menyebabkan buah menjadi kecil, tidak simetris (lopsided), kadang-kadang
ditemukan buah red nose (warna orange pada bangkal buah), rasa buah asam, dan biji abortus.
1). Pengambilan sampel sesuai dengan pola pertanaman :
Pada Blok Fondasi (BF), pengambilan sampel dilakukan pada setiap individu tanaman
dengan rumus kerusakan mutlak, karena BF merupakan pohon induk jeruk bebas
penyakit dan merupakan sumber entris untuk pergandaan mata tempel (BPMT).
Pada Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) dan penangkaran, pengambilan sampel
dilakukan berdasarkan indek 3 5 % populasi tanaman.
Pada tanaman produksi di kebun/lapang, pengambilan sample ditentukan secara nisbi 5
10 % populasi tanaman.
2). Petak contoh, khususnya untuk tanaman produksi di kebun/lapang ditentukan secara
sistematis dengan 3 (tiga) alternatif bentuk yaitu diagonal, bentuk U, dan bentuk kuadrat/blok.
Bentuk diagonal untuk hamparan jeruk dalam hamparan teratur dan cukup luas.
Tanaman contoh yang diamati sepanjang atau sekitar garis diagonal (maya) yang
menunjukkan pertumbuhan tidak normal dan mencurigakan bergejala CVPD.
Bentuk U untuk pertanaman jeruk di pekarangan atau petak memanjang. Tanaman
sampel yang terpilih adalah tanaman yang mencurigakan.
Bentuk kuadrat, dilakukan dengan cara membagi blok-blok pertanaman yang berindikasi
gejala CVPD, mulai dari utara ke selatan dan dari timur ke barat, berdasarkan ukuran 3 x
3 atau 6 x 6 tanaman.
3). Anak petak, untuk pengamatan intensitas serangan atau mengukur berat serangan pada
pohon di daerah-daerah yang belum pernah terinfeksi.
4). Jumlah tanaman per petak, belum ada hasil penelitian yang baku, namun dapat mengacu
pada penarikan sampel seperti di atas, yaitu tiap individu untuk BF, 3 5 % untuk BPMT, atau 5
10 % untuk tanaman produksi di kebun/lapang.
Untuk memudahkan pengamatan, jumlah tanaman dalam hamparan (sentra) kebun/lapang,
penarikan contoh secara acak diagonal dengan jumlah tanaman 10 pohon untuk pengamatan
keliling dan 5 pohon untuk pengamatan tetap.
5). Cara pengamatan, dilakukan terhadap gejala, baik secara keliling (patroli) maupun petak
tetap.
Untuk melihat epidemi CVPD dan perkembangan luas serangan di suatu lahan kebun,
dilakukan pengamatan keliling, sedangkan untuk pengamatan intensitas serangan CVPD
dilakukan dengan cara pengamatan tetap, dengan cara menentukan 1 (satu) petak
pengamatan tetap terdiri dari 5 (lima) unit contoh yang diambil secara diagonal, dan
setiap unit contoh diambil 5 pohon/petak tetap.
Di daerah endemis dan sumber inokulum ada, penilaian kerusakan dilakukan dengan
rumus mutlak. Sedangkan di daerah yang belum pernah terinfeksi, dan sumber inokulum
sebelumnya tidak ada, penilaian kerusakan dengan rumus tidak mutlak (skoring) menurut
rekomendasi Aubert, sbb. :
- 0 = sehat
- 1 = gejala ringan, kekuning-kuningan pada bagian pucuk sampai pada daun bagian tengah
- 2 = kekuning-kuningan sampai daun bagian pangkal cabang
- 3 = agak parah, die back pada beber apa bagian
- 4 = gejala parah, die back intensif.
Setelah tingkat kerusakan tanaman (I, %) diperoleh, skala nilai keparahan penyakit ditetapkan
sbb. :
Skala I
perlu untuk menggunakan batang bawah yang toleran terhadap salinitas dan resisten terhadap
Phytophthora (Setyowati dan Keane, 1990).
1). Pengambilan sampel, dapat menggunakan metode yang hampir sama dengan CVPD, yaitu
sesuai dengan pola pertanaman :
Pada Blok Fondasi (BF), pengambilan sampel dilakukan pada setiap individu tanaman dengan
rumus kerusakan mutlak, karena BF merupakan pohon induk jeruk bebas penyakit dan
merupakan sumber entris untuk pergandaan mata tempel (BPMT).
Pada Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) dan penang-karan, pengambilan sampel
dilakukan berdasarkan indek 3 5 % populasi tanaman.
Pada tanaman produksi di kebun/lapang, pengambilan sample ditentukan secara nisbi 5 10 %
populasi tanaman.
2). Petak contoh, khususnya untuk tanaman produksi di kebun/lapang ditentukan secara
sistematik dengan 3 (tiga) alternatif bentuk yaitu diagonal, bentuk U, dan bentuk kuadrat/blok,
seperti pengamatan CVPD. Bentuk diagonal merupakan bentuk yang dipertimbangkan dapat
dilaksanakan oleh PHP/POPT.
3). Anak petak, untuk pengamatan intensitas serangan atau berat ringannya serangan di daerahdaerah yang belum pernah terinfeksi.
4). Jumlah tanaman per petak, belum ada hasil penelitian yang baku, namun dapat mengacu
pada penarikan sampel seperti di atas, yaitu tiap individu untuk BF, 3 5 % untuk BPMT, atau 5
10 % untuk tanaman produksi di kebun/lapang.
Untuk memudahkan pengamatan, jumlah tanaman dalam hamparan (sentra) kebun/lapang,
penarikan contoh secara acak diagonal dengan jumlah tanaman 10 pohon untuk pengamatan
keliling dan 5 pohon untuk pengamatan tetap.
5). Cara pengamatan, dilakukan terhadap gejala, baik secara keliling (patroli) maupun petak
tetap.
Untuk melihat epidemi penyakit dan perkembangan luas serangan di suatu lahan kebun,
dilakukan pengamatan keliling, sedangkan untuk pengamatan intensitas serangannya dilakukan
dengan cara pengamatan tetap, dengan cara menentukan 1 (satu) petak pengamatan tetap
terdiri dari 5 (lima) unit contoh yang diambil secara diagonal, dan setiap unit contoh diambil 5
pohon/petak tetap.
Pengamatan dilakukan pada cabang utama dan 4 cabang pada 4 kuadran/mata angin sebagai
anak petak, dan tingkat keparahan serangannya ditetapkan berdasarkan skoring (tidak mutlak).
Diplodia :
Skor
Pangkal batang
Leher akar/akar
Sehat
Sehat
< 20 %
Sehat
> 20 % - = 40 %
20 %
> 40 % - = 60 %
40 %
> 60 %
> 60 %
Skor
Batang
Cabang prime
Cabang sekunder
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
< 50 %
< 25 %
< 50 %
< 50 %
25 % - 50 %
< 50 %
< 50 %
>50 %
50 100 %
50 100 %
Pengendalian dilakukan dengan pestisida yang efektif, apabila 25 % atau lebih tunas muda
terinfeksi oleh hama ini, atau ditemukan populasi 27 ekor/tunas.
c.4. Kutu sisik/kutu perisae (Lepidosaphes beckii, Uniaspis citri)
Kutu-kutu daun ini menyukai bagian tanaman yang terlindung, terutama banyak dijumpai di
bawah permukaan daun sepanjang tulang daun, dan menyerang daun, buah dan tangkai. Daun
yang terserang berubah warna menjadi kuning, terdapat bercak-bercak klorotis dan menimbulkan
daun gugur. Serangan pada ranting dan cabang, mengakibatkan ranting dan cabang menjadi
kering. Serangan pada buah berakibat penurunan kualitas, karena penampakan yang kotor, dan
apabila buah dibersihkan akan meninggalkan bercak-bercak hijau atau kuning pada kulit buah.
(1). Pengambilan sampel
Pada tanaman yang sedang bertunas, minimum 10 pohon dari jumlah tanaman bertunas yang
mewakili kebun atau petak secara diagonal.
Pengambilan contoh tanaman dilakukan secara sistematik yaitu menurut 4 arah mata angin,
masing-masing arah diambil 5 tunas muda.
(2). Cara pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah tanaman terserang dengan rumus tidak
mutlak.
Pengamatan pada bagian tanaman dilakukan dengan menghitung jumlah cluster/tunas muda
yang terserang.
(3). Keputusan tindakan korektif
Pengendalian dilakukan dengan pestisida efektif, apabila 10 % daun/buah terinfeksi.
d. OPT lain tanaman jeruk
Metode pengamatan OPT lain tanaman jeruk dilakukan mengikuti metode seperti pengamatan
OPT tersebut di atas, dengan pola sbb. :
CVPD (mutlak,tanaman : untuk penyakit tristeza), penyakit kulit diplodia, dan busuk pangkal
batang (tidak mutlak,tanaman) : penyakit kanker .
Lalat buah (mutlak untuk buah terserang) : ulat penggerek buah dan puru buah
Berbagai jenis kutu/trips (mutlak,daun) : kutu loncat, kutu daun,, ulat peliang daun, kutu
sisik/kutu perisai, tungau merah, trips, kutu dompolan, dan penyakit embun jelaga.
2. OPT tanaman Mangga
Jenis OPT yang disediakan pedoman metodenya adalah lalat buah, wereng buah/daun,
penggerek batang/cabang/ranting, serta OPT lain yang memiliki karakteristik sama/hampir sama
dengan OPT tersebut.
Dalam pedoman ini diberikan secara sekilas karakteristik OPT dan serangannya yang menjadi
pertimbangan dasar pelaksanaan pengamatan di lapangan.
a. Lalat buah
Lalat buah merupakan salah satu hama yang sangat ganas pada tanaman hortikultura di dunia.
Lalat buah (ordo Diptera, famili Tephritidae), terdiri atas 4.000 spesies yang terbagi dalam 500
genus. Tephritidae merupakan famili terbesar dari ordo Diptera dan merupakan salah satu famili
yang penting karena secara ekonomi sangat merugikan. Famili Tephritidae memiliki beberapa
subfamili. Subfamili yang spesiesnya terkenal sebagai hama lalat buah adalah Dacinae, yang
dibagi menjadi dua genus yaitu Dacus (Fabricus) dan Bactrocera (Macquart).
Di dunia terdapat berbagai spesies (jenis) lalat buah dengan tingkat keganasan yang berbeda.
Salah satu spesies yang dikenal sangat ganas adalah Ceratitis capitata Wied. (dengan sebutan
lain Mediterranean Fruit Fly atau Medfly) yang menjadi hama penting pada tanaman jeruk di
wilayah sekitar laut Tengah, Afrika Selatan, Australia dan Brazilia. Pusat Karantina Pertanian
(sekarang Badan Karantina Pertanian) telah melakukan penjagaan ketat sejak tahun 1914,
sehingga sampai sekarang Medfly belum ditemukan di wilayah Republik Indonesia.
Di Indonesia pada saat ini dilaporkan ada 66 spesies lalat buah. Di antaranya yang dikenal
sangat merusak adalah Bactrocera spp., yang sasaran utama serangannya antara lain: belimbing
manis, jambu air, jambu biji (jambu bangkok), mangga, nangka, semangka, melon, dan cabai. Di
negara-negara lain termasuk Indonesia, selama ini diidentifikasi hama lalat buah yang banyak
ditemukan di daerah Asia-Pasifik, yaitu Dacus spp. Namun, menurut klasifikasi terakhir yang
dilakukan oleh Drew pada tahun 1989, ternyata bahwa lalat buah yang banyak terdapat di
Indonesia adalah Bactrocera spp. Perbedaan prinsip antara Dacus dan Bactrocera seperti Tabel
3. berikut.
Tabel 3. Perbedaan Prinsip Dacus dan Bactrocera
Uraian
Perbedaan
Dacus
Bactrocera
Asal
Morfologi
Biologi
Hasil monitoring lalat buah yang dilakukan oleh Pusat Karantina Pertanian sejak tahun
1979/1980 menunjukkan bahwa lalat buah ditemukan hampir di semua wilayah di Indonesia.
Saat ini terdapat 66 spesies lalat buah, tetapi baru beberapa spesies yang sudah diketahui
tanaman inangnya, yaitu:
Bactrocera dorsalis Hend : menyerang lebih dari 20 jenis buah, antara lain belimbing, mangga,
jeruk, jambu, pisang susu, pisang raja sere, cabai merah.
B. cucurbitae Coq.: mentimun, melon serta tanaman dari famili Cucurbitaceae
B. umbrosa F. : buah nangka dan beberapa tanaman dari famili Moraceae
B. caudata F.: beberapa tanaman dari famili Cucurbitaceae.
Sifat khas lalat buah adalah meletakkan telurnya di dalam buah. Tempat peletakan telur itu
ditandai dengan adanya noda/titik kecil hitam yang tidak terlalu jelas. Noda-noda kecil bekas
tusukan ovipositor ini merupakan gejala awal serangan lalat buah.
Telur yang menetas menghasilkan larva (belatung). Akibat gangguan larva yang menetas dari
telur tersebut, noda-noda kecil berkembang menjadi bercak coklat di sekitarnya. Selanjutnya
larva akan merusak daging buah sehingga buah menjadi busuk dan gugur sebelum tua/masak
(sering disebut buah berulat). Buah yang gugur ini apabila tidak segera dikumpulkan dan
dimusnahkan, akan menjadi sumber infeksi atau perkembangan lalat buah generasi berikutnya.
Pembusukan buah tersebut terjadi karena kontaminasi bakteri yang terbawa bersama telur dari
tubuh lalat.
Aktivitas lalat buah dalam menemukan tanaman inang ditentukan oleh warna, bentuk, dan aroma
(bau) dari buah. Bactrocera dorsalis Hendel lebih menyukai warna kuning dan putih dibandingkan
dengan warna-warna lainnya. Bila buah menjelang masak dan warna kuning mulai tampak, lalat
betina dapat mengenali inangnya untuk bertelur.
Lalat Tephritidae yang menyerang buah, umumnya tertarik oleh substansi yang mengandung
ammonia dalam buah, contoh lainnya protein hidrolisis atau protein autolisis. Oleh karena itu zatzat tersebut dapat digunakan sebagai perangkap lalat buah, baik jantan maupun betina.
Lalat buah pada umumnya jarang ditemukan pada pagi hari (saat matahari terbit), tetapi pada
siang hari sampai sore hari terutama menjelang senja. Untuk Bactrocera spp., kopulasi biasanya
terjadi pada senja hari.
Metode yang dikembangkan untuk pengamatan lalat buah adalah pengamatan tetap dan
pengamatan keliling/patroli.
Pengamatan tetap, dilakukan secara berkala bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi
dan intensitas serangan lalat buah. Pengamatan tetap dilakukan pada 4 (empat) petak contoh
yang diambil secara diagonal (maya). Setiap petak contoh terletak pada masing-masing subwilayah pengamatan (strata).
Pengamatan keliling/patroli, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui intensitas serangan dan
pengendalian yang dilakukan. Pengamatan keliling dilakukan pada daerah yang dicurigai.
Serangan OPT diamati pada 3 (tiga) petak contoh, dan setiap petak contoh ditentukan 1 (satu)
tanaman contoh.
1). Pengambilan sampel, dilaksanakan di areal kebun sebanyak 3 petak contoh, dan setiap petak
contoh ditentukan 3 tanaman contoh, sedangkan di areal tanaman 3 petak contoh secara
diagonal, dan setiap petak contoh ditentukan 1 (satu) tanaman contoh sebagai anak petak.
2). Anak petak, adalah tanaman contoh baik pada areal tanaman kebun maupun di pekarangan.
3). Cara pengamatan, terhadap gejala kerusakan (intensitas serangan) pada buah dan
pemantauan populasi lalat buah yang tertangkap pada perangkap (trap) yang berisi atraktan
misalnya methyl eugenol (Ocimum sp.), ekstrak daun selasih (Melaleuca bractata), cue lure/med
lure, protein hidrolisa atau campuran bahan-bahan yaitu minyak cengkeh, formalin, essens vanili,
amoniak, dan gula pasir.
Pemantauan populasi dilakukan dengan perangkap yang dipasang secara acak, sebanyak 20
buah/ha. Beberapa jenis perangkap yang dapat digunakan adalah dari jenis Jackson, Steiner,
dan McPhil, atau modifikasi sederhana yang dibuat dengan menggunakan bekas kemasan
minuman mineral dan bahan lainnya.
Pemantauan dengan perangkap Steiner dapat dilakukan dengan umpan atraktan methyl eugenol
(ME) sebanyak 2 ml dan formulasi insektisida yang telah terdaftar. Pemerangkapan dengan ME
biasanya hanya memerangkap serangga jantan. Di Malaysia, pengguna-an atraktan protein
hidrolisa, dapat memerangkap baik serangga jantan maupun betina. Dengan teknologi
sederhana, protein hidrolisa dapat digantikan dari campuran bahan minyak cengkeh, formalin,
essens vanili, amoniak, dan gula pasir, dan berdasarkan penelitian, bahan campuran ini dapat
memerangkap baik serangga jantan maupun betina lalat buah Bactrocera dorsalis.
4). Penilaian kerusakan, pengamatan intensitas serangan dilakukan pada buah yang jatuh saat
panen. Jumlah buah yang ada di pohon diestimasi jumlahnya. Intensitas serangan buah dihitung
berdasarkan kerusakan mutlak. Jumlah populasi yang tertangkap pada trap dihitung jumlahnya.
5). Keputusan tindakan korektif, belum ada informasi hasil penelitian yang menunjang keputusan
tindakan pengendalian yang didasarkan pada populasi lalat buah yang tertangkap atau intensitas
serangannya.
b. Wereng daun/buah
Wereng mangga mengisap cairan pada bunga dan buah muda pada bunga, sehingga mudah
rontok. Kerusakan yang disebabkan oleh serangga ini dapat mencapai 25-60%. Di samping itu
wereng mengeluarkan embun madu yang mendorong perkembangan cendawan jelaga,
Capnodium mangiferum dan Meliola mangiferum pada permukaan daun dan ranting. Akibat
cendawan jelaga, fotosintesis menjadi terhambat.
Metode yang dikembangkan untuk pengamatan wereng mangga relatif sama dengan metode
pengamatan lalat buah yaitu pengamatan tetap dan pengamatan keliling/patroli.
Pengamatan tetap, dilakukan secara berkala bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi
dan intensitas serangan wereng mangga. Pengamatan tetap dilakukan pada 4 (empat) petak
contoh yang diambil secara diagonal (maya). Setiap petak contoh terletak pada masing-masing
sub-wilayah pengamatan (strata).
Pengamatan keliling/patroli, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui luas serangan, luas
tanaman terancam, dan pengendalian yang dilakukan. Pengamatan keliling dilakukan pada
daerah yang dicurigai. Serangan OPT diamati pada 3 (tiga) petak contoh, dan setiap petak
contoh ditentukan 1 (satu) tanaman contoh.
1). Pengambilan sampel, dilaksanakan di areal kebun sebanyak 3 petak contoh, dan setiap petak
contoh ditentukan 3 tanaman contoh, sedangkan di areal tanaman pekarangan ditentukan 3
petak contoh secara diagonal, dan setiap petak contoh ditentukan 1 (satu) tanaman contoh
sebagai anak petak.
2). Anak petak, adalah tanaman contoh baik pada areal tanaman kebun maupun di pekarangan.
3). Cara pengamatan, terhadap gejala kerusakan (intensitas serangan) ditetapkan secara skoring
dari perkiraan persentase tandan bunga terserang di 4 arah mata angin, pengamatan dilakukan
menjelang berbunga sampai berbuah, tiap 2 minggu, sedangkan untuk populasi dilakukan
sweeping menggunakan jaring serangga 5 (lima) kali ayunan tunggal pada kanopi.
4). Penilaian kerusakan, pengamatan intensitas serangan dilakukan pada tandan bunga
terserang dari 4 arah mata angin mulai masa menjelang berbunga sampai berbuah, tiap 2
minggu. Jumlah tandan bunga yang ada di pohon diestimasi jumlahnya. Intensitas serangan
tandan bunga dihitung berdasarkan kerusakan mutlak. Jumlah populasi yang tertangkap dengan
jaring dihitung jumlahnya.
5). Keputusan tindakan korektif, belum ada informasi hasil penelitian yang menunjang keputusan
tindakan pengendalian yang didasarkan pada populasi wereng daun/buah yang tertangkap atau
intensitas serangannya.
c. Penggerek batang/cabang/ranting
Penggerek ranting dan cabang mangga di sebabkan oleh Sterno-chetus (=Cryptorrhynchus)
goniocnemis. Hama ini dapat menimbulkan kerusakan kuantitatif, berupa berkurangnya jumlah
buah panen per pohon. Pucuk cabang atau ranting yang terserang akan mati, sehingga dapat
mengurangi buah yang dihasilkan. Kerusakan banyak terjadi pada musim hujan.
Larva membuat terowongan sepanjang sekitar 2,5 cm di dalam ranting atau cabang dan
memakan bagian dalam tanaman. Ranting atau cabang yang terserang akan menunjukkan gejala
bengkak dengan disertai adanya kotoran dan blendok di lubang masuk. Pupasi terjadi di dalam
lubang gerekan yang kemudian tertutup oleh kotoran dari bekas gerekan.
Kumbang bersifat nokturnal (aktif pada malam hari) dan makan terutama daun muda.
Pertumbuhan dari telur sampai dewasa membutuhkan 6 10 minggu, dan kumbang dapat hidup
antara 2 5 bulan.
Metode yang dikembangkan untuk pengamatan penggerek batang/ cabang/ranting sama seperti
metode yang dikembangkan pengamatan lalat buah yaitu pengamatan tetap dan pengamatan
keliling/patroli.
Pengamatan tetap, dilakukan secara berkala bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi
dan intensitas serangan penggerek batang/ cabang/ranting. Pengamatan tetap dilakukan pada 4
(empat) petak contoh yang diambil secara diagonal (maya). Setiap petak contoh terletak pada
masing-masing sub-wilayah pengamatan (strata).
Pengamatan keliling/patroli, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui luas serangan, luas
tanaman terancam dan pengendalian yang dilakukan. Pengamatan keliling dilakukan pada
daerah yang dicurigai. Serangan OPT diamati pada 3 (tiga) petak contoh, dan setiap petak
contoh ditentukan 1 (satu) tanaman contoh.
1). Pengambilan sampel, dilaksanakan di areal kebun sebanyak 3 petak contoh, dan setiap petak
contoh ditentukan 3 tanaman contoh, sedangkan di areal tanaman pekarangan ditentukan 3
petak contoh secara diagonal, dan setiap petak contoh ditentukan 1 (satu) tanaman contoh
sebagai anak petak.
Di sentra produksi tingkat Kabupaten sebanyak-banyaknya 30 pohon, pengamatan diarahkan
pada 4 (empat) mata angin di bagian kanopi tanaman
2). Anak petak, adalah tanaman contoh baik pada areal tanaman kebun maupun di pekarangan.
3). Cara pengamatan, terhadap gejala kerusakan (intensitas serangan) pada
batang/cabang/ranting yang menunjukkan gejala kematian bagian tanaman
(batang/cabang/ranting) tersebut, dan populasi larva yang ditemukan pada bagian tanaman
tersebut.
4). Penilaian kerusakan, pengamatan intensitas serangan (kerusakan) tanaman dilakukan
dengan cara memperkirakan persentase cabang/ batang/ranting terserang per pohon tanaman
contoh (dengan formula kerusakan tidak mutlak).
5). Keputusan tindakan korektif, belum ada informasi hasil penelitian yang menunjang keputusan
tindakan pengendalian yang didasarkan pada populasi lalat buah yang tertangkap atau intensitas
serangannya.
d. OPT lain tanaman mangga
Metode pengamatan OPT lain tanaman mangga dilakukan mengikuti metode seperti pengamatan
OPT tersebut di atas,dengan pola sbb :
Lalat buah (kerusakan mutlak) : penggerek buah (buah), penggerek buah muda (buah), dan
busuk buah (buah), wereng mangga (buah) dan busuk batang (tanaman).
Berbagai jenis kutu dan penyakit (kerusakan tidak mutlak) : antraknosa (buah), embun jelaga
(daun), bercak daun stigmina (daun), bercak daun kelabu (daun), dan jamur upas (tanaman).
3. OPT tanaman Pisang
Jenis OPT yang disediakan pedoman metodenya adalah layu, penggulung daun, dan penggerek
batang, serta OPT lain yang memiliki karakteristik sama/hampir sama dengan OPT tersebut.
Dalam pedoman ini diberikan secara sekilas karakteristik OPT dan serangannya yang menjadi
pertimbangan dasar pelaksanaan pengamatan di lapangan.
a. Penyakit layu
Penyakit layu pisang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum cubense dan bakteri
Pseudomonas/Ralstonia solanacearum. Kedua penyakit ini menyerang pembuluh (vaskular),
berakibat fatal, mudah tertular terutama oleh aktifitas manusia di samping vektor. Banyak
informasi yang menerangkan gejala umum tentang kedua penyakit ini. Petani telah mengenal
kedua penyakit tersebut, walaupun secara umum yang menjadi pegangan mereka adalah
penguningan pada daun. Untuk petugas, pengetahuan tentang perbedaan kedua penyakit secara
lebih rinci sangat penting, agar pengambilan keputusan di lapang dapat lebih tepat. Kedua
penyakit ini mempunyai karakter dan kemampuan tinggal di dalam tanah yang sangat berbeda.
Pengamatan dan pengendalian yang hanya mengandalkan faktor cuaca, kecepatan angin dan
suhu udara, tidak signifikan diberlakukan pada permasalahan penyakit layu pisang, terutama
pada layu Fusarium. Kecuali bila dihubungkan dengan serangga vektor pada penyakit layu
bakteri. Sejauh ini penelitian hubungan sebaran penyakit layu bakteri dengan serangga
vektornya, belum dilakukan secara mendasar. Tapi kedua penyakit layu ini mempunyai faktor
penyebaran utama yang sama, yaitu aktifitas manusia, baik melalui penggunaan bibit, sanitasi
lahan ataupun pemilihan lahan baru untuk pengembangan. Secara teori, dalam satu hamparan
kebun sebaran penyakit layu Fusarium akan meluas dalam kurun waktu 2 sampai 20 tahun. Pada
penyakit layu Pseudomonas, percepatan luas serangan tersebut dapat lebih mudah disebabkan
adanya vektor.
Gejala luar tanaman pisang yang terserang layu Fusarium sangat spesifik sifatnya yaitu terjadi
penguningan daun dimulai dari bagian tepi daun dan merambat kebagian dalam secara cepat
sehingga seluruh permukaan daun tersebut menguning, layu dan kadang kala patah pada bagian
pelepah daun. Dengan semakin meningkatnya serangan, maka seluruh daun akan menguning,
layu dan akhirnya mati.
Perbedaannya dengan penyakit layu panama (layu Fusarium), penguningan daun akibat penyakit
bakteri dimulai pada bagian tengah di dekat pelepah daun dan diikuti dengan layunya daun
tersebut. Pada kasus lain daun yang masih menggulung menjadi patah. Apabila bonggol dibelah
melintang, maka akan tampak bercak berwarna kuning pucat sampai coklat gelap atau biru
kehitaman. Gejala yang lebih spesifik adalah adanya lendir bakteri yang berwarna putih abu-abu
sampai coklat kemerahan keluar dari potongan buah atau bonggol tanaman pisang. Perbedaan
kedua penyakit layu secara skematis seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbedaan spesifik penyakit layu Fusarium dan penyakit layu bakteri, Pseudomonas.
Uraian
Layu Fusarium
Patogen
Pseudomonas (Ralstonia)
solanacearum
Gejala
awal/luar
Tampilan
jantung
Inang
sementara
Metode yang dikembangkan untuk pengamatan penyakit layu fusarium dan layu bakteri sama
seperti metode yang dikembangkan sebelumnya yaitu pengamatan tetap dan pengamatan
keliling/patroli.
Pengamatan tetap, dilakukan secara berkala bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi
vektor layu bakteri (dipantau secara khusus) dan intensitas serangan layu.
Pengamatan keliling/patroli, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui luas serangan, luas
tanaman terancam, dan pengendalian yang dilakukan. Pengamatan keliling dilakukan pada
daerah yang dicurigai terserang layu.
1). Pengambilan sampel, dilakukan pada 4 (empat) petak contoh yang diambil secara acak
(untuk tanaman terpencar di pekarangan) atau diagonal maya (untuk pertanaman perkebunan).
Setiap petak contoh ditentukan 10 rumpun tanaman (total tanaman contoh adalah 30 rumpun
tanaman/unit sampel (3 petak contoh). Jumlah unit sampel, sesuai dengan kriteria sebagai
berikut :
1 unit sampel : untuk tanaman seluas = 5 ha,
2 unit sampel : untuk tanaman seluas
> 5 - = 10 ha,
3 unit sampel : untuk tanaman seluas
> 10 - = 15 ha,
4 unit sampel : untuk tanaman seluas > 15 ha.
2). Anak petak, adalah tanaman contoh yang diwakili oleh 10 rumpun tanaman, baik pada areal
tanaman kebun maupun di pekarangan sesuai dengan luasan tersebut.
3). Cara pengamatan, terhadap gejala kerusakan (intensitas serangan) pada areal yang dicurigai
terserang layu. Pengamatan populasi vektor penyakit layu bakteri dilakukan untuk tujuan khusus
dalam memantau perkembangan sebaran penyakit layu bakteri.
4). Penilaian kerusakan dan keputusan tindakan korektif, dilakukan dengan cara menghitung
persentase tanaman terserang dengan rumus/formula kerusakan mutlak, dan menetapkan
kategori tingkat serangan berdasarkan prosentase populasi tanaman terserang, serta tindakan
korektif yang perlu dilakukan, sebagai berikut :
= 10 % populasi tanaman terserang, dinilai ringan, dan musnahkan sumber inokulum berikut
rumpunnya, serta lakukan pemantauan secara ketat di daerah tanaman terancam/sekitarnya,
> 10 - = 25 % populasi tanaman terserang, dinilai sedang, dan lakukan prosedur butir 1 di atas
serta musnahkan beberapa tanaman di sekitar sumber inokulum (tanaman sakit),
> 25 - = 75 % populasi tanaman terserang, dinilai berat, lakukan prosedur butir 2 di atas, serta
musnahkan 5 10 tanaman di sekitar tanaman terserang yang berpotensi terserang. Lakukan
isolasi lokasi dan pelarangan peredaran bibit terserang dari sumber infeksi,
=75 % populasi tanaman terserang, dinilai puso, lakukan pemusnahan tanaman di lokasi
tersebut.
b. Penggulung daun
Sampai saat ini telah diketahui 209 jenis hama yang menyerang tanaman pisang, tetapi hanya
beberapa jenis saja yang dapat menimbulkan kerusakan secara ekonomi. Di Indonesia, diketahui
beberapa jenis hama tanaman pisang yang secara umum dikelompokkan ke dalam hama
penting, antara lain adalah penggulung daun, Erionata thrax (L.), penggerek bonggol,
Cosmopolites sordidus (Germar), penggerek batang, Odoiporus longicolis Oliv., perusak buah,
Chaetaphotrips signipennis Bagn, ngengat kudis, Nacoleia octasema Meyr. dan nematoda parasit
akar, Rhodoporus similis Cobb.
Di antara hama-hama tersebut, penggulung daun merupakan hama yang serangannya dan
kepadatan populasinya cukup tinggi. Hama ini merusak daun dengan membuat gulungan daun,
yang di dalamnya seringkali terdapat larva. Gulungan daun dibuat dengan cara memotong
sebagian daun, dimulai dari bagian pinggir daun sejajar dengan tulang daun utama serta direkat
dengan benang-benang halus berwarna putih yang dikeluarkan oleh larva/ulat.
Jika makanan atau daun cukup, maka larva dapat hidup terus sampai membentuk pupa dalam
satu gulungan daun, gulungan tersebut makin lama makin membesar, akan tetapi bila makanan
kurang tersedia, larva akan pindah pada bagian daun lain dengan membentuk gulungan daun
baru. Pada populasi yang tinggi, daun pisang akan dimakan habis dan tertinggal hanya tulang
daun yang tegak dengan gulungan-gulungan daun yang menggantung. Hal ini menimbulkan
dampak negatif terhadap pertumbuhan pisang yang akhirnya dapat mengurangi produksi serta
kualitas buah pisang.
Metode yang dikembangkan untuk pengamatan penggulung daun sama seperti metode yang
dikembangkan sebelumnya yaitu pengamatan tetap dan pengamatan keliling/patroli.
Pengamatan tetap, dilakukan secara berkala bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi
larva (dipantau secara khusus) dan intensitas serangannya.
Pengamatan keliling/patroli, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui luas serangan, luas
tanaman terancam, dan pengendalian yang dilakukan. Pengamatan keliling dilakukan pada
daerah yang menunjukkan serangan penggulung daun.
1). Pengambilan sampel, dilakukan pada 4 (empat) petak contoh yang diambil secara acak
(untuk tanaman terpencar di pekarangan) atau diagonal maya (untuk pertanaman perkebunan).
Setiap petak contoh ditentukan 10 rumpun tanaman (total tanaman contoh adalah 30 rumpun
tanaman/unit sampel (3 petak contoh). Jumlah unit sampel, sesuai dengan kriteria sebagai
berikut :
1 unit sampel : untuk tanaman seluas = 5 ha,
2 unit sampel : untuk tanaman seluas
> 5 - = 10 ha,
3 unit sampel : untuk tanaman seluas
> 10 - =15 ha,
4 unit sampel : untuk tanaman seluas > 15 ha.
2). Anak petak, adalah tanaman contoh yang diwakili oleh 10 rumpun tanaman, baik pada areal
tanaman kebun maupun di pekarangan.
3). Cara pengamatan, terhadap gejala kerusakan (intensitas serangan) pada areal tanaman
terserang. Pengamatan populasi penggulung daun dilakukan untuk tujuan khusus dalam rangka
penyusunan tabel kehidupan (life table) jumlah individu untuk masing-masing stadium larva. Di
samping penyusunan tabel kehidupan, pengamatan populasi juga dalam rangka memantau
perkembangan serangan.
4). Penilaian kerusakan dan keputusan tindakan korektif, dilakukan dengan cara menghitung
persentase tanaman terserang dengan rumus kerusakan tidak mutlak, dan menetapkan kategori
tingkat serangan berdasarkan prosentase populasi tanaman terserang, serta tindakan korektif
sebagai berikut :
= 25 % populasi tanaman terserang, dinilai ringan, potong serta musnahkan pelepah daun yang
terserang (daun yang terdapat gulungan daun),
= 25 - = 50 % populasi tanaman terserang, dinilai sedang, lakukan prosedur butir 1 di atas,
serta lakukan pemantauan secara ketat di daerah tanaman terancam/sekitarnya,
= 50 - = 90 % populasi tanaman terserang, dinilai berat, lakukan prosedur butir 2 di atas, dan
dapat diusahakan pengendalian dengan insektisida yang efektif,
sebagai berikut :
= 25 % populasi tanaman terserang, dinilai ringan, bongkar dan musnahkan bonggol tanaman
terserang,
> 25 - = 50 % populasi tanaman terserang, dinilai sedang, lakukan prosedur butir 1 di atas,
serta lakukan pemantauan secara ketat di daerah tanaman terancam/sekitarnya,
> 50 - = 90 % populasi tanaman terserang, dinilai berat, lakukan prosedur butir 2 di atas, dan
dapat diusahakan pengendalian dengan insektisida yang efektif,
= 90 % populasi tanaman terserang, dinilai puso, lakukan pemusnahan tanaman di lokasi
tersebut.
d. OPT lain tanaman pisang
Metode pengamatan OPT lain tanaman pisang dilakukan mengikuti metode seperti pengamatan
OPT tersebut di atas, dengan pola sbb:
Layu fusarium atau bakteri (kerusakan mutlak) : penyakit kerdil pisang (rumpun),
Penggerek batang/bonggol (kerusakan mutlak) : ngengat kudis pisang (rumpun), lalat buah
(buah),
Penggulung daun (kerusakan tidak mutlak) : sigatoka (daun), antraknosa (buah), bercak daun
(daun), bercak oval daun (daun).
4. OPT tanaman Melon
Jenis OPT yang disediakan pedoman metodenya adalah lalat buah, penyakit embun bulu, embun
tepung, layu bakteri, dan layu Fusarium.
Dalam pedoman ini diberikan secara sekilas karakteristik OPT dan serangannya yang menjadi
pertimbangan dasar pelaksanaan pengamatan di lapangan.
a. Lalat buah
Lalat buah melon, melon fruit fly, dengan nama biologi Bactrocera (Dacus) cucurbitae Coquillet.,
tergolong dalam Ordo Diptera, famili Tephritidae, merupakan serangga asli wilayah Asia dan
merupakan salah satu hama yang merusak sangat serius pada tanaman yang tergolong dalam
famili Cucurbitaceae, yang salah satunya melon, Cucumis melo L. Hama ini secara langsung
merusak buah baik secara kualitas maupun kuantitas, terutama bila buah muda terserang..
Lalat buah melon ini tergolong penerbang yang baik karena dapat terbang hingga jarak lebih dari
50 km. Dengan daya jelajah yang sangat tinggi ini memungkinkan lalat buah dapat menyebar
secara luas. Seekor lalat betina dapat meletakkan telur antara 300 1.000 butir. Telur-telur ini
akan menetas setelah 1 2 hari dan larva aktif makan antara 4 17 hari. Puparium di dalam
tanah dengan stadium 7 13 hari. Serangga dewasa biasanya akan mulai kawin setelah 10 12
hari. Imago dapat hidup antara 1 5 bulan.
Sifat khas lalat buah pada umumnya adalah meletakkan telur di dalam buah. Tempat peletakan
telur itu ditandai dengan adanya noda/titik kecil hitam yang tidak terlalu jelas. Noda-noda kecil
bekas tusukan ovipositor ini merupakan gejala awal serangan lalat buah.
Telur yang menetas menghasilkan larva (belatung). Akibat gangguan larva yang menetas dari
telur tersebut, noda-noda kecil berkembang menjadi bercak coklat di sekitarnya. Selanjutnya
larva akan merusak daging buah sehingga buah menjadi busuk dan gugur sebelum tua/masak
(sering disebut buah berulat). Buah yang gugur/jatuh ini, apabila tidak segera dikumpulkan dan
dimusnahkan, akan menjadi sumber infeksi atau perkembangan lalat buah generasi berikutnya.
Pembusukan buah tersebut terjadi karena kontaminasi bakteri yang terbawa bersama telur dari
tubuh lalat.
Lalat Tephritidae yang menyerang buah umumnya tertarik oleh substansi yang mengandung
ammonia dalam buah, contoh lainnya protein hidrolisis atau protein autolisis. Oleh karena itu zatzat tersebut dapat digunakan sebagai perangkap lalat buah, baik jantan maupun betina. Lalat
buah pada umumnya jarang ditemukan pada pagi hari (saat matahari terbit), tetapi pada siang
hari sampai sore hari terutama menjelang senja. Untuk Bactrocera spp., kopulasi biasanya terjadi
pada senja hari.
Metode yang dikembangkan untuk pengamatan lalat buah adalah pengamatan tetap dan
pengamatan keliling/patroli.
Pengamatan tetap, dilakukan secara berkala, bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi
dan intensitas serangan lalat buah. Pengamatan tetap dilakukan pada 3 (tiga) petak contoh yang
diambil secara diagonal (maya).
Pengamatan keliling/patroli, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui luas dan intensitas
serangan dan pengendalian yang dilakukan. Pengamatan keliling dilakukan pada daerah yang
dicurigai.
1). Pengambilan sampel, dilaksanakan di pertanaman sebanyak 3 petak contoh. Setiap petak
contoh ditentukan 10 rumpun tanaman (total tanaman contoh adalah 30 tanaman/unit sampel (3
petak contoh). Jumlah unit sampel sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
1 unit sampel : untuk tanaman seluas = 5 ha,
2 unit sampel : untuk tanaman seluas
= 5 - =10 ha,
3 unit sampel : untuk tanaman seluas
=10 - = 15 ha,
4 unit sampel : untuk tanaman seluas =15 ha.
(2). Anak petak, adalah tanaman contoh yang diwakili oleh 10 tanaman, baik pada areal tanaman
kebun maupun di pekarangan.
(3). Cara pengamatan, terhadap gejala kerusakan (intensitas serangan) pada buah dan
pemantauan populasi lalat buah yang tertangkap pada perangkap (trap) yang berisi atraktan
misalnya methyl eugenol (4-allil-1,2-dimetoksibenzena), cue lure (4-(p-asetoksifenil)-2-butanona)
atau bahan lainnya dapat dicobakan seperti ekstrak daun selasih (Ocimum sp.), Melaleuca
brachteata, protein hidrolisa atau campuran bahan-bahan yaitu minyak cengkeh, formalin, essens
vanili, amoniak, dan gula pasir. Serangga jantan B. cucurbitae tertarik dengan senyawa kimia cue
lure atau methyl eugenol.
Pemantauan populasi dilakukan dengan trap yang dipasang secara acak, sebanyak 20 buah/ha.
Beberapa jenis perangkap yang dapat digunakan adalah dari jenis Jackson, Steiner, dan McPhil,
atau modifikasi sederhana yang dibuat dengan menggunakan bekas kemasan minuman mineral
dan bahan lainnya.
Pemantauan dengan perangkap Steiner dapat dilakukan dengan umpan/atraktan methyl eugenol
(ME) sebanyak 2 ml dan insektisida atau formulasi yang telah terdaftar.
4). Penilaian kerusakan, pengamatan intensitas serangan dilakukan pada buah yang gugur
sebelum panen atau saat panen. Jumlah buah yang ada di pertanaman diestimasi jumlahnya.
Intensitas serangan buah dihitung berdasarkan kerusakan mutlak. Jumlah populasi yang
tertangkap pada trap dihitung jumlahnya.
5). Keputusan tindakan korektif, belum ada informasi hasil penelitian yang menunjang keputusan
tindakan pengendalian yang didasarkan pada populasi lalat buah yang tertangkap atau intensitas
serangannya.
b. Penyakit embun bulu dan embun tepung
Di beberapa daerah sentra produksi melon, beberapa penyakit penting yang banyak
menimbulkan kehilangan hasil panen adalah embun bulu (downy mildew) yang disebabkan oleh
cendawan Pseudoperenos cubensis dan penyakit tepung (powdery meldew) yang disebabkan
oleh Erisiphe cichoracearum, Spaerotheca fuliginea.
Penyakit embun bulu menimbulkan serangan dengan gejala bercak plesioneksis bersegi,
nekrosis bersegi, hawar (bila kelembaban sangat tinggi), daun mengering total, dan di
permukaan bawah daun terdapat sporulasi (sporangiosfor dan sporangium) berwarna ungu
sampai kehitaman. Cendawan ini dapat hidup pada kisaran suhu 10 30 0 C dengan suhu
optimum 16 22 0 C, namun dapat hidup sampai suhu 36,8 0 C, dan kelembaban = 86,5 %.
Penyakit embun tepung menimbulkan massa berwarna putih seperti taburan bedak pada
permukaan atas daun dan lama-kelamaan daun menjadi coklat dan mengering. Serangan pada
buah, menyebabkan kulit buah menjadi lembek dan mudah lecet.
Metode yang dikembangkan ini berlaku untuk pengamatan penyakit embun bulu dan embun
tepung, yang dilakukan melalui pengamatan keliling dan pengamatan tetap seperti metode
pengamatan OPT sebelumnya.
Pengamatan keliling/patroli, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keberadaan penyakit
melalui pengumpulan informasi dari berbagai sumber di lapangan, baik dari petani maupun
petugas lain.
Pengamatan tetap, dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk mengetahui intensitas
serangan penyakit. Pengamatan tetap dilakukan pada 5 (lima) petak contoh yang diambil secara
diagonal maya atau sistematis.
1). Pengambilan sampel, dilaksanakan di pertanaman sebanyak 5 petak contoh yang ditentukan
secara diagonal maya atau sistematis, dan setiap petak contoh ditentukan 3 sub-petak contoh
yang ditentukan secara diagonal pula. Dalam sub-petak contoh ditentukan 5 (lima) tanaman
contoh yang saling berdekatan. Total tanaman contoh untuk setiap unit sampel (5 petak) adalah
75 tanaman. Jumlah unit sampel, dapat ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut :
1 unit sampel : untuk tanaman hamparan seluas = 10 ha,
2 unit sampel : untuk tanaman hamparan seluas > 10 - = 25 ha,
3 unit sampel : untuk tanaman hamparan seluas > 25 - = 50 ha,
4 unit sampel : untuk tanaman hamparan seluas > 50 ha.
(2). Anak petak, adalah sub-sub petak contoh yang diwakili oleh masing-masing 15 tanaman di
unit hamparan pertanaman melon.
(3). Cara pengamatan, terhadap gejala kerusakan (intensitas serangan) pada daun setiap
individu tanaman contoh, dengan menentukan skala/skor kerusakan dan kunci taksiran
kerusakan daun.
Skor kerusakan oleh penyakit embun bulu dan penyakit embun tepung (telah dimodifikasi)
Nilai skala
0
1
2
3
4
X<0
0 < X < 10
10 < X < 25
25 < X < 50
X < 50
Di beberapa daerah sentra produksi melon, beberapa penyakit penting lain yang sering
menimbulkan masalah penurunan hasil panen adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh
Erwinia tracheiphila, dan penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp.
melonsis.
Penyakit layu bakteri menimbulkan busuk pada bunga, bercak hingga hawar pada daun, busuk
hingga patah tangkai daun, busuk hingga layu pada cabang, dan busuk hingga layu total pada
batang utama. Serangan penyakit dapat terjadi di pembibitan dan di lapangan. Penyebaran
bakteri dapat ditularkan oleh beberapa kumbang penting yaitu Diabrotica underimpunctata,
Acalymna vilata, Aulacophora femolalis (oteng-oteng). Di luar musim tanam, bakteri dapat
bertahan di dalam tubuh kumbang ketimun, di dalam tanah, di dalam/pada benih, dan
residu/sisa-sisa tanaman. Proses pemindahan bakteri dari dan ke tubuh serangga-serangga
tersebut adalah melalui deposit feses (berbakteri) atau kontaminasi pada alat mulut, tungkai, atau
tubuh serangga tersebut.
Penyakit layu Fusarium menimbulkan kematian (damping off) atau kekerdilan tanaman muda.
Sedangkan pada tanaman lanjut, menyebabkan daun-daun menjadi pucat, bagian atas layu
sampai layu total dan akhirnya tanaman mati. Bila batang bawah dibelah, pembuluh xylem
berwarna coklat. Apabila tanaman masih mampu bertahan hidup, kualitas dan kuantitas hasil
menjadi sangat rendah. Penyebaran penyakit melalui biji/benih, tanah, air irigasi, dan sisa-sisa
tanaman. Penetrasi patogen ke dalam tanaman melalui ujung akar, luka oleh keluarnya akar
lateral/cabang, atau luka oleh nematoda. Kolonisasi cendawan terjadi pada pembuluh xylem
melalui proses sporulasi makro dan mikrokonidia dalam membentuk klamidosporium.
Metode yang dikembangkan untuk pengamatan penyakit layu bakteri dan layu fusarium adalah
pengamatan keliling dan pengamatan tetap seperti metode pengamatan OPT sebelumnya.
Pengamatan keliling/patroli, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keberadaan penyakit
melalui pengumpulan informasi dari berbagai sumber di lapangan, baik dari petani maupun
petugas lain.
Pengamatan tetap, dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk mengetahui intensitas
serangan penyakit. Pengamatan tetap untuk penyakit layu bakteri dilakukan pada 5 (lima) petak
contoh yang diambil secara diagonal maya atau sistematis. Sedangkan untuk penyakit layu
fusarium petak-petak contoh (dibatasi sampai 5 petak contoh saja yang menunjukkan gejala
fusarium paling parah) didasarkan kepada hasil pengamatan keliling yang menunjukkan tanaman
layu.
(1) Pengambilan sampel, untuk penyakit layu bakteri dilaksanakan di pertanaman sebanyak 5
petak contoh yang ditentukan secara diagonal sistematis atau maya, dan setiap petak contoh
ditentukan 3 sub-petak contoh yang ditentukan secara diagonal pula. Dalam sub-petak contoh
ditentukan 5 (lima) tanaman contoh yang saling berdekatan. Total tanaman contoh untuk setiap
unit sampel (5 petak contoh) adalah 75 tanaman. Jumlah unit sampel/contoh, dapat ditetapkan
dengan kriteria sebagai berikut :
1 unit sampel : untuk tanaman hamparan seluas = 10 ha,
2 unit sampel : untuk tanaman hamparan seluas > 10 - = 25 ha,
3 unit sampel : untuk tanaman hamparan seluas > 25 - = 50 ha,
4 unit sampel : untuk tanaman hamparan seluas > 50 ha.
Untuk penyakit layu fusarium, tanaman contoh dipilih secara sistematis dengan metode zig-zag
berselang 10 tanaman, mulai dari tanaman yang posisinya di bagian sudut petakan.
(2) Anak petak, adalah sub-sub petak contoh yang diwakili oleh masing-masing 15 tanaman di
unit hamparan pertanaman melon yang terserang penyakit layu bakteri, dan atau 10 % dari
jumlah jumlah tiap petak yang menunjukkan gejala layu fusarium.
(3) Cara pengamatan, terhadap gejala kerusakan (intensitas serangan) pada daun setiap individu
tanaman contoh, dengan menentukan skala/skor kerusakan dan penilaian kerusakannya
dilakukan dengan rumus tidak mutlak untuk penyakit layu bakteri, sbb. :
Skor kerusakan oleh penyakit layu bakteri (telah dimodifikasi)
Nilai skala
X=0
0 = X = 10
10 = X = 25
25 = X = 50
= 50
Penilaian kerusakan, penghitungan intensitas serangan untuk layu bakteri dilakukan berdasarkan
kerusakan daun per petak contoh berdasarkan rumus tidak mutlak (berdasarkan skor/skala),
sedangkan untuk tanaman yang terserang penyakit layu fusarium, penilaian ke-rusakan
dilakukan dengan rumus mutlak, yaitu prosentase (%) tanaman yang menunjukkan gejala layu
Fusarium terhadap total tanaman dalam petak contoh.
2). Keputusan tindakan korektif, belum ada informasi hasil penelitian yang menunjang keputusan
tindakan pengendalian yang didasarkan tingkat serangan/kerusakan daun.
d. OPT lain tanaman melon
Metode pengamatan OPT lain tanaman melon dilakukan mengikuti metode seperti pengamatan
OPT tersebut di atas, dengan pola sbb. :
Lalat buah dan layu Fusarium (kerusakan mutlak) : penyakit busuk buah (buah), penggerek
buah (buah), penyakit virus (tanaman).
Penyakit layu bakteri, embun bulu dan embun tepung (tidak mutlak) : antraknosa (daun), bercak
daun bersudut (daun) dan kudis (daun).
Kegiatan identifikasi OPT di lapangan dilaksanakan oleh petugas Pengamat Hama dan Penyakit
(PHP), baik secara langsung maupun tidak langsung.
A. Secara Langsung
Identifikasi OPT dapat dilakukan secara langsung di lapangan dengan mengamati gejala
serangan dan menilai tingkat kerusakan serta informasi bioekologi OPT tersebut. Serangan OPT
dapat bergantung pada fase pertumbuhan tanaman, varietas, musim, dan lokasi pertanaman.
Informasi yang berkaitan dengan bioekologi akan mendukung kebenaran dalam melakukan
identifikasi, antara lain perilaku, daur hidup, dinamika populasi dan sebarannya, interaksi dengan
musuh-musuh alami dan tanaman inangnya, pengaruh lingkungan fisik dan teknik agronomi yang
diterapkan.
B. Secara Tidak Langsung
Apabila OPT tertentu tidak dapat langsung diidentifikasi di lapangan, maka PHP melakukan
pengambilan contoh/sampling spesimen OPT dan tanaman terserang. Perlu diperhatikan bahwa
suatu OPT yang muncul di suatu tempat mungkin tidak muncul di tempat lain. Untuk itu sampling
harus dilaksanakan pada waktu dan tempat yang berbeda. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan
adalah unit dan ukuran sampel, interval, cara pengambilan sampel, tanaman inang, lokasi, dan
waktu. Sampel yang sudah disiapkan selanjutnya dikirim ke LPHP terdekat untuk diidentifikasi
lebih lanjut. Apabila belum dapat teridentifikasi juga, LPHP meneruskannya ke Laboratorium
Satgas BPTPH/BPTPH atau Balai Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BPOPT),
Jatisari, Karawang, atau ke Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian/Perguruan Tinggi.
Identifikasi di laboratorium ditujukan untuk mengetahui lebih jauh apakah OPT tersebut tergolong
hama atau penyakit. Perlu diupayakan agar identifikasi OPT tersebut sampai pada spesies dan
tidak cukup hanya berdasarkan morfologi, tetapi juga berdasarkan konsep biologi yang meliputi
hubungan reproduksinya. Hal ini tidak selalu mudah dilaksanakan sehingga memerlukan koleksi
referensi yang cukup termasuk hasil penelitian di luar negeri.
V. PELAPORAN HASIL PENGAMATAN OPT DAN FAKTOR IKLIM PADA TANAMAN BUAHBUAHAN
Laporan perlindungan hortikultura untuk tanaman buah-buahan diperlukan untuk menyusun
rencana perlindungan tanaman, merencanakan dan melaksanakan pengamatan lebih intensif,
merencanakan penyediaan sarana pengendalian, dan merencanakan tindakan korektif.
A. Jenis Laporan
Laporan perlindungan hortikultura (buah-buahan) terdiri atas Laporan Peringatan Dini, Laporan
Bulanan, Laporan Tahunan, Laporan Eksplosi, dan Laporan Khusus.
1. Laporan Peringatan Dini
Laporan Peringatan Dini adalah laporan tanaman terserang yang harus segera ditentukan
langkah/tindakan korektifnya. Laporan tersebut berisi luas tanaman terserang, varietas, jenis
OPT, umur/stadia tanaman, intensitas serangan, taksiran rerata kepadatan populasi, dan luas
tanaman terancam. Laporan Peringatan Dini dibuat oleh PHP setiap saat apabila ditemukan
tanaman terserang atau adanya kecenderungan peningkatan kepadatan populasi OPT, dan
merupakan dasar bagi pelaporan eksplosi yang kemungkinan terjadi pada masa/waktu
berikutnya.
Tanaman terserang adalah sumber serangan bagi tanaman di sekitarnya, oleh karena itu untuk
memberitahu lokasi tanaman terserang, PHP disarankan memancangkan bendera berwarna
kuning di pusat tanaman terserang. Laporan ini mencantumkan alternatif teknik pengendalian
untuk mengendalikan OPT tersebut.
2. Laporan Bulanan
Laporan Bulanan adalah hasil pengamatan keliling dan pengamatan tetap serta rekapitulasinya
dan penggunaan pestisida serta kasus-kasusnya.
3. Laporan Tahunan
Laporan Tahunan dibuat setiap akhir tahun anggaran, merupakan evaluasi kegiatan perlindungan
tanaman secara menyeluruh selama satu tahun anggaran. Laporan tersebut antara lain berisi
luas tanam, luas tambah serangan OPT tiap bulan, luas pengendalian, hasil pengamatan petak
tetap, keadaan sarana PHP dan LPHP serta hasil-hasil studi, dan kegiatan lain yang
berhubungan dengan permasalahan perlindungan tanaman.
4. Laporan Eksplosi
Laporan Eksplosi dibuat apabila keadaan populasi atau intensitas serangan OPT berkembang
dengan cepat dan menyebar secara cepat, sehingga petani baik perorangan maupun bersamasama tidak mampu mengatasinya dan perlu bantuan pemerintah untuk menanggulanginya.
Laporan Eksplosi disusun oleh Camat sebagai Ketua Satuan Penggerak Bimas Kecamatan,
Bupati sebagai Ketua Satuan Pelaksana Bimas Kabupaten, dan Gubernur sebagai Ketua Satuan
Pembina Bimas Provinsi.
5. Laporan Khusus
Selain dari laporan-laporan tersebut di atas, terdapat laporan khusus yang perlu disampaikan
sesuai dengan keperluan pimpinan atau instansi vertikal di atasnya. Laporan Khusus antara lain
dapat berbentuk laporan kegiatan khusus perlindungan, surveillance, pemalsuan pestisida, dan
lain sebagainya.
B. Penyampaian Laporan
1. Laporan perlindungan hortikultura, khususnya untuk tanaman buah-buahan disampaikan oleh
PHP/POPT kepada Mantri Tani (Mantan) dan instansi vertikal di atasnya, terutama yang
berkaitan dengan keadaan serangan OPT di wilayah pengamatannya. Mantan dan Penyuluh
Pertanian menyuluhkan dan menyebarluaskan informasi kepada petani sebagai dasar
pengambilan keputusan Kelompok Tani, dan bila perlu bersama-sama dengan PHP membina
petani melaksanakan pengendalian. Instansi vertikal di atasnya menggunakan laporan tersebut
sebagai bahan evaluasi keadaan serangan, kemampuan petugas membimbing petani dalam
pengendalian, merencanakan bimbingan dan bantuan, serta menyusun laporan perlindungan di
wilayah kerjanya.
2. Laporan PHP yang diterima oleh Mantan diteruskan kepada Camat dan Dinas Pertanian
(Diperta) Kabupaten/Kota, dan Diperta Kabupaten/Kota meneruskan laporan tersebut ke Diperta
Provinsi. Oleh Camat selaku selaku Pimpinan Wilayah Kecamatan, laporan tersebut dapat
digunakan sebagai dasar untuk menyusun kampanye pengendalian secara massal oleh petani
dan memberi bantuan pengendalian bila dibutuhkan/diperlukan. Sedangkan oleh Diperta
Jenis
Tanaman
Jeruk
No.
Kode
01
Jenis OPT
Kutu loncat (Diaphorina citri)
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
Mangga
12
13
14
15
16
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
Pisang
Durian
11
12
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
01
Salak
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
01
02
03
04
05
Uret
06
07
08
09
10
11
01
02
03
04
Tarsolepis sommeri
05
06
07
08
09
Rambutan
10
11
01
02
03
04
05
06
01
02
03
04
05
01
02
03
Nanas
Sirsak
Markisa
04
05
06
07
08
01
02
03
04
05
06
01
02
03
04
Belimbing
Manggis
Semangka/
Melon
05
06
07
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
Lampiran
12
13
14
Ambang Pengendalian
Populasi
Intensitas
1. Jeruk
a. Hama
1. Kutu loncat Diaphorina citri
5 % tunas terinfeksi
Aphis gossypii
citrella
4. Ulat penggerek bunga dan puru
buah
10 % daun/buah terinfeksi
Prays spp.
beckii,
Uniaspis citri
Aceria: 30% tunas terinfeksi
6. Ulat penggerek buah
Citripestis
sagitiferella
Penyakit/daun = 0
2. Tristeza
Penyakit/daun = 0
Penyakit/pohon = 0
Phytophthora parasitica
4. Kanker Xanthomonas
Stadium buah
Bila terjadi bercak pada buah
3. Durian
a. Hama
1. Penggerek buah Hypoperigea
leprosticta, Tirathaba
fufivena
2. Kutu loncat Heteropsylla
lutana
b. Penyakit
1. Busuk batang Phytophthora
cactorum, busuk akar
Pythium
complectens