Latar Belakang
juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan merupakan peringkat ke
4 dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup
berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk
perempuan. Usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan
menempati urutan ke 103 dunia, nomor satunya adalah Jepang dengan usia
harapan hidup rata-rata 74,5 tahu (Hurlock, 1980:44).
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitanya dengan masalah
stres yang terjadi pada lanjut usia, Dalam hal ini adalah stressor psikososial.
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang merupakan
perubahan
dalam
mengadakan
kehidupan
adaptasi
untuk
seseorang,
ehingga
menanggulangi
orang
stressor
tersebut
yang
timbul
terpakasa
(Hawari,
2002:27).
Menurut Subowo (1993:80), sekitar 70 persen lanjut usia di Jawa Timur
diduga stress. Pemicunya adalah faktor eksternal seperti masalah keuangan dan
perhatian keluarga. Para lansia diduga mengalami stress karena tidak mempunyai
jaminan uang pension dan tidak mendapatkan perhatian dari keluarga. Ia
mengharapkan masalah ini segera diatasi, karena stress dalam jangka panjang juga
dapat memicu terjangkitnya penyakit diantaranya gangguan pendengaran atau
penglihatan, ujarnya. Akan tetapi, sebenarnya jika lansia itu diperhatikan oleh sanak
keluarganya ataupun pemerintah maka kemungkinan mengalami stress sangat
kecil.
Meningkatnya tuntutan dan kebutuhan hidup akan sesuatu yang lebih baik,
menyebabkan individu berlomba untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkanya.
Akan tetepi pada kenyatannya sesuatu yang diinginkan tersebut, kadangkala tidak
mempengaruhi
sistem
tubuh,
misalnya
menimbulkan
sakit
maag
(suryani,
2005:111).
Lansia dapat menikmati kehiduoan dihari tua dengan bergembira serta
bahagia, diperlukan dukungan dari orang orang yang dekat dengan mereka.
Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat menjalankan kegiatan sehari
hari secara teratur dan tidak berlebihan. Dukungan dari keluarga terdekat dapat
saja berupa anjuran yang bersifat meningkatkan lansia untuk tidak bekerja secara
berlebihan apabila lansia tersebut masih bekerja, memberikan kesempatan pada
lansia untuk melakukan aktivitas yang menjadi hobinya, menjalankan ibadah
dengan baik, dan memberi waktu istirahat yang cukup sehingga lansia tidak mudah
stress dan cemas (Purwanto, 1998:34--35).
Penyebab stress dikalangan lansia berbeda dengan remaja dan anak anak.
Masalah yang sering menyebabkan stress pada lansia adalah post power sindrom,
kehilangan jabatan, perasaan kecewa karena tidak lagi dihormati seperti yang dulu,
menyebabkan perilakunya sering seperti anak kecil, ingin diperhatikan orang.
Hubungan dalam keluarga, juga bisa menimbulkan stress sering lansia tidak
diperhatikan lagi oleh anak atau menantunya, padahal dulu mereka selalu dekat
dengan
anaknya
tanpa
diasingkan
(http://www.psikologi-
untar.com/psikologi/skripsi/tampil.php?id=341 ).
Problem utama pada lansia adalah rasa kesepian dan kesendirian. Mereka
sudah
terbiasa
melewatkan
harinya
dengan
kesibukan
bekerja
yang
juga
merupakan pegangan hidup dan dapat memberikan rasa aman dan harga diri. Pada
saat pensiun, hilanglah kesibukan, sekaligus mulai tidak diperlukan lagi. Bertepatan
dengan itu, anak-anak mulai menikah, dan meninggalkan rumah. Badan mulai
lemah dan tidak memungkinkan untuk bepergian jauh. Sebagai akibatnya,
semangat mulai menurun, mudah terjangkit penyakit dan besar kemungkinan akan
mengalami kemunduran mental, hal ini disebabkan karena menurunya fungsi otak ,
seperti sering lupa, daya konsentrasi berkurang atau kemunduran senile (Purwanto,
1998:34--35).
Penyesuaian diri terhadap pekerjaan dan keluarga bagi lansia sangat sulit
karena hambatan ekonomis saat ini yang memainkan peran penting daaripada
masa sebelumnya. Selanjutnya, walaupun ada bantuan dari pemerintah dalam
bentuk jaminan sosial, bantuan kesehatan, dan pembagian keuntungan secara
bertahap yang diperoleh dari dana pensiun, dan dari perusahaan, mereka kadang
kadang tidak sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya pada saat usia lanjut
tersebut (Hurlock, 1980:414).
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan
yaitu:
a.
b.
c.
3.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stressor dan mekanisme koping yang
digunakan lanjut usia.
4.
Ruang Lingkup
Materi yang akan dibahas pada makalah ini yaitu mengenai stressor yang terjadi
pada lanjut usia dan mekanisme koping yang digunakan untuk mengatasi stres
tersebut, karena akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikologi pada lansia.
5.
Manfaat Penelitian
a.
c.
dapat
dihindari.
Stres
dapat
diartikan
sebagai
suatu
stimulus
yang
jiwa, normalitas dan gangguan kesehatan jiwa dipandang sebagai satu garis
berkesinambungan pada ujung yang satu terletak keadaan normal, pada ujung
uang lain terletak psikologis. Peralihan antara normalitas ke abnormalitas sering kali
tidak jelas. Secara klinis, fase peralihan antara normalitas dan gangguan jiwa dapat
dikenali sebagai sindrom stress. Stres adalah bentuk perbatasan antara keadaan
normal dengan gangguan jiwa. Taraf stress ini, individu bersangkutan masjh dapat
melaksanakan fungsi sehari-harinya dengan cukup baik (Hawari, 2002:21).
Ada tiga pengertian stres yang dikemukakan oleh (Hurlock, 1980:12). yaitu:
1.
a)
Tahap Peringatan
Tubuh mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan atau bereaksi
terhadap stressor. Apabila faktor stres tetap berlangsung, tubuh akan bekerja
maksimal untuk menghadapi stressor tersebut. Pada fase ini terjadi respon fisiologis
fight dan flight.
b)
Tahap Resisten
Fungsi antibodi berangsur angsur menjadi normal. Perubahan atau kerusakan yang
terjadi mulai diperbaiki. Individu menjadi lebih resisten terhadap stressor yang
dihadapi. Akan tetapi bila stres berat berlangsung, maka reaksi individu akan
mencapai pada fase kelelahan.
c)
Tahap Kelelahan
Pada tahap ini terjadi kelelahan yang berarti sehingga energi untuk beradaptasi
habis dan bila keadaan ini berlangsung terus, maka seluruh cadangan energinya
akan habis sama sekali. Individu tidak lagi memiliki daya tahan dan berubah
menjadi apatis atau disebut gangguan psikomatik.
2.
3.
individu
maupun
dari
lingkunganya
(Purwanto,
1998:60).
Ia
juga
Stres akan muncul pada seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional
yang melawan, bila sesorang mengalami konflik.
2.
Dalam keluarga
Stress
dapat
bersumber
dari
interaksi
diantara
anggota
keluarga
seperti
perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, perbedaan
keinginan yang tidak searah.
2.
d.
Tahapan stres
Menurut Hawari (1997:58--64) gangguan stres biasany timbul secara lamban,
tidak jelas kapan mulainya dan sering sekali tidak disadari. Namun demikian dari
pengalaman praktek psikiatri, para ahli mencoba membagi stress dalam 6 tahapan
yaitu:
1.
Stres tingkat 1
Tahapan ini merupakan tingkat stress yang
perasaan semangat besar, penglihatan tajam tidak seperti biasanya, serta energi
dan gugup berlebihan diikuti kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya. Tahap ini biasanya menyenangkan dan orang bertambah semangat,
tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
2.
Stres tingkat II
Dalam tahap ini dampak stres yang menyenagkan mulai menghilang dan timbul
keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari.
Keluhan yang sering dirasakan adalah merasa letih sewaktu pagi, merasa lelah
sesudah makan siang, merasa lelah saat sore hari, kadang kadang terjadi gangguan
pencernaan, perasaan tegang pada otot punggung dan tengkuk, perasaan tidak
bias santai.
3.
4.
Stres tingkat IV
Pada tahap ini menunjukan keadaan yang lebih buruk, yang ditandai dengan ciriciri untuk dapat bertahan sepanjang harilebih sulit, kegiatan yang semula terasa
menyenagkan kini terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi
pergaulan sosial dan kegiatan lainya terasa berat, susah tidur, kemampuan
konsentrasi menurun derastis, perasaan takut yang tidak dapat pungkiri.
5.
Stress tingkat V
Tahap ini merupakan kondisi yang lebih spesifik yang ditandai dengan keletihan
yang mendalam, tidak mampu mengerjakan pekerjaan yang sederhana, gangguan
sistem pencernaan lebih sering, perasaan takut yang tidak bisa dikendalikan.
6.
Stres tingkat VI
Tahapan ini adalah tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat
yang ditandai dengan debaran jantung terasa amat keras, nafas terasa sesak,
badan gemetar, tubuh dingin, keringat banyak, tenaga untuk hal ringan tidak bisa
dilakukan.
d.
dalam
menghadapi
perubahan-perubahan
kehidupan.
Lansia
harus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
atau
mengalami stres.
menyeimbangkan
keadaan
menjadi
lebih
baik
setelah
Adaptif
Tingkah laku yang adaptif adalah suatu tindakan yang dapat menyesuaikan diri
dan perilaku dengan konstruktif. Selain itu, individu tersebut lebih mampu bertahan
dan menagantisipasi kemungkinan adanya bahaya. Selanjutnya, yang termasuk
dalam mekanisme koping yang konstruktif adalah:
1)
e.
Sumber koping
Menurut (suryani, 2005:71), sumber koping adalah evaluasi terhadap pilihan
koping dan strategi seseorang. Sedangkan macam macam sumber koping yang
dapat digunakan antara lain: kemampuan personal, dukungan sosial, asset materi,
dan keyakinan positif. Setiap individu mempunyai mekanisme penanggulangan atau
pertahanan untuk menghadapi setiap stressor yang dapat berubah:
1)
2)
3)
Berusaha dan belajar untuk hidup dengan ketidakamanan dan ketidakpuasan itu.
f.
proses
adaptasi
secara
psikologis,
ada
dua
cara
untuk
mempertahankan diri dari stressor yaitu dengan cara melakukan koping atau
penanganan diantaranya berorientasi pada tugas (task oriented reaction) dan ego
oriented atau mekanisme pertahanan diri.
1)
keluarnya, mencari tahu lebih banyak tentang keadaan yang dihadapi melalui buku
bacaan,
ataupun
orang
ahli,
dapat
juga
berhubungan
dengan
kekuatan
pertahanan diri yang sering digunakan untuk melakukan adaptasi psikologis seperti
rasionalisasi, displacement, kompensasi, proyeksi, represi, supresi dan denial.
3.
Lanjut Usia
a.
Definisi
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba
tiba menjadi tua tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya
menjadi tua. Selanjutny yang dimaksud dengan lansia adalah laki-laki atau
perempuan yang berusia 60 tahun keatas (Purwanto, 2005:132).
b.
Proses Penuaan
Proses
maenua
adalah
proses
menghilangnya
secara
perlahan-lahan
normalnya
sehingga
tidak
mampu
bertahan
terhadap
infeksi
dan
Penuaan Biologis
Gejala yang dapat dilihat pada proses ini adalah berkurangnya kekenyalan
pembuluh darah dan kekuatan otot, menurunya daya pandang, pendengaran, cita
rasa, penciuman dan rabaan serta meningkatnya tekanan darah.
2)
Penuaan Psikologis
Gejala yang timbul pada proses ini adalah menurunya daya ingatan, kekurangan
gairah dan kecemasan terhadap kematian.
3)
Penuaan Sosiologis
Pada proses ini gejala yang dapat dilihat seperti kehilangan pekerjaan karena
pensiun, kekuasaan dan status.
C.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada bagian sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa stresspada lansia
disebabkan
ekonomi, perubahan tempat tinggal dan lingkungan dan isolasi social. Mekanisme
koping yang digunakan lansia adalah task oriented reaction dan ego oriented
reaction. Dengan demikian bagi lanjut usia diharapkan mempunyai motivasi yang
tinggi untuk menyelesaikan setiap masalah seperti sering dengan orang lain untuk
menemukan jalan keluarnya, mencari tahu lebih banyak tentang keadaan yang
dihadapi melalui buku bacaan, ataupun orang ahli, atau juga dapat berhubungan
dengan kekuatan supranatural, melakukan latihan-latihan yang dapat mengurangi
stress serta membuat alternative pemecahan masalah dengan menggunakan
strategi prioritas masalah.
Selain itu,lansia diharapkan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan
memperdalam ilmu agama, agar bisa menyadari bahwa setiap yang hidup pasti
akan
mengalami
kematian.
Selanjutnya,
lansia dapat
bersosialisasi
dengan
lingkungan sekitar, mengisi waktu luang dengan kegiatan sosial atau keagamaan
serta selalu mengikuti bimbingan dan penyuluhan kesehatan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan supaya dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental
sehingga stress dapat dimbangi.
DAFTAR PUSTAKA
Subowo.1993. Imunologi Klinik.Bandung: Angkasa bandung.
Hawari, D.2002. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: gaya baru.
Hurlock, B.E.1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi ke lima. Jakarta: Erlangga.
Suryani, Eko dan Asmar yetti Zein.2005. Psikologi Ibu dan Anak. Yogyakarta:
fitramaya.
Purwanto, Heri.1998. Pengantar Perilaku Manusia. Jakarta: EGC.
Ninawati, dkk.2010. Hubungan antara resiliensi dan tingkat stress pada masa
persiapan pensiun. Diakses 18 Desember 2010, dari http://www.psikologiuntar.com/psikologi/skripsi/tampil.php?id=341.
Suaib, Muhammad.2007. Stressor dan mekanisme koping pada lnjut usia di panti
sosial tresna werdha unit budi luhur Yogyakarta. Yogyakarta: Karya Tulis Ilmiah
Universitas Muhammadiyah.
Diposkan oleh arie ahmad di 19.11
MEKANISME KOPING
Posted by ATMAJA'Z
Pengertian koping
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat,
1999).
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara
konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang
melelahkan atau melebihi sumber individu.
Berdasarkan kedua definisi maka yang dimaksud mekanisme koping adalah cara yang digunakan
individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang
mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.
Penggolongan Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart dan Sundeen,
1995) yaitu :
1. Mekanisme koping adiptif
adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai
tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif,
teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
2. Mekanisme koping maladaptif
Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.
Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah aspek psikososial (Lazarus dan
Folkman, 1985; Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Herawati, 1999; Keliat, 1999)
yaitu :
A. Reaksi Orientasi Tugas
Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stress secara realistis, dapat
berupa konstruktif atau destruktif. Misal :
1.
Perilaku menyerang (agresif) biasanya untuk menghilangkan atau mengatasi rintangan untuk
memuaskan kebutuhan.
2.
Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-sumber ancaman baik secara
fisik atau psikologis.
3.
Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan, merubah tujuan atau
memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang.
B. Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental.
Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai berikut :
Kompensasi
Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan
keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya.
Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme
pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.
Pemindahan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang/benda lain yang biasanya netral atau
lebih sedikit mengancam dirinya.
Disosiasi
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya.
Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya dengan
mengambil/menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
Intelektualisasi (intelectualization)
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu
perasaannya.
Introjeksi (Introjection)
Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil dan melebur nilai-nilai dan
kualitas seseorang atau suatu kelompok ke dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani.
Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau
berjangka lama.
Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain terutama keinginan,
Daftar Pustaka
Herawani, N. (1999). Mekanisme koping. (makalah). Fakultas Ilmu Keperawatan UI. Tidak
dipublikasikan.
Keliat, B.A. (1999). Penatalaksanaan stres. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Lazarus, S.R. dan Folkman, S. (1985). Stress appraisal and coping. New York: Publishing
Company.
Stuart, G.W., and Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. Sixth
edition. St. Louis : Mosby Year Book.
Townsend, M.C. (1996). Psychiatric mental health nursing: concepts of care. Second edition.
Philadelphia: F.A. Davis Company.