Anda di halaman 1dari 22

Strategi Koping Pada Lansia Yang Ditinggal

Mati Pasangan Hidupnya


i

GAMBARAN TINGKAT ANSIETAS PADA LANSIA DI


PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KASIH
SURAKARTA

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI Skripsi (Open)

Gambaran tingkat stres dan strategi koping pada


lansia yang tinggal di
rumah di Rw 02 kelurahan Medan Satria Kota
Bekasi = Levels of stress
and strategies coping on the elderly living at home
in RW 02 sub Medan
Satria Kota Bekasi
i
PENELITIAN
MEKANISME
KOPING
PADA LANSIA
YANG
MENGALAMI
INKONTINENSIA URIN

STRESSOR DAN MEKANISME KOPING PADA LANJUT USIA


A. Pendahuluan
1.

Latar Belakang

Stres adalah istilah populer yang sering digunakan dalam perbincangan


sehari-hari. Penggunaanya tidak terbatas pada gplongan tertentu. Konsep stres
pertama kali diperkenalkan oleh Hans Selye, seorang ahli fisiologi Kanada pada
tahun 1936, melalui penelitianya yang menganalisis hubungan rangsang lingkungan
dan kesehatan dengan melacak reaksi-reaksi hormonal berantai yang rumit sebagai
akibat adanya tekanan emosi yang berlebihan pada seseorang. Tekanan emosional
yang berkelanjutan dapat menyebabkan kematian (Subowo, 1993:80).
Pertambahan jumlah lansia di Indonesia, dalam kurun waktu tahun 19902005, tergolong tercepat di dunia. Jumlah sekarang 16 juta dan akan menjadi 25,5

juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan merupakan peringkat ke
4 dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup
berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk
perempuan. Usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan
menempati urutan ke 103 dunia, nomor satunya adalah Jepang dengan usia
harapan hidup rata-rata 74,5 tahu (Hurlock, 1980:44).
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitanya dengan masalah
stres yang terjadi pada lanjut usia, Dalam hal ini adalah stressor psikososial.
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang merupakan
perubahan

dalam

mengadakan

kehidupan

adaptasi

untuk

seseorang,

ehingga

menanggulangi

orang

stressor

tersebut

yang

timbul

terpakasa
(Hawari,

2002:27).
Menurut Subowo (1993:80), sekitar 70 persen lanjut usia di Jawa Timur
diduga stress. Pemicunya adalah faktor eksternal seperti masalah keuangan dan
perhatian keluarga. Para lansia diduga mengalami stress karena tidak mempunyai
jaminan uang pension dan tidak mendapatkan perhatian dari keluarga. Ia
mengharapkan masalah ini segera diatasi, karena stress dalam jangka panjang juga
dapat memicu terjangkitnya penyakit diantaranya gangguan pendengaran atau
penglihatan, ujarnya. Akan tetapi, sebenarnya jika lansia itu diperhatikan oleh sanak
keluarganya ataupun pemerintah maka kemungkinan mengalami stress sangat
kecil.
Meningkatnya tuntutan dan kebutuhan hidup akan sesuatu yang lebih baik,
menyebabkan individu berlomba untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkanya.
Akan tetepi pada kenyatannya sesuatu yang diinginkan tersebut, kadangkala tidak

dapat tercapai sehingga dapat menyebabkan individu tersebut bingung, melamun


dan akhirnya stress. Stres yang terjadi pada setiap individu berbeda beda
tergantung pada masalah yang dihadapi dan kemampuan menyelesaikan masalah
tersebut atau biasa disebut dengan mekanisme koping. Jika masalah tersebut dapat
diselesaikan dengan baik maka individu tersebut akan senang, tapi sebaliknya akan
menjadi cepat marah marah, frustasi bahkan akan depresi (suryani, 2005:81).
Stress yang optimal berperan dan berdampak positif serta konstruktif yang
disebut dengan euster. Sebaliknya ada stress yang merugikan dan merusak yang
disebut distress atau destruktif. Stress menjadi euster atau distress dipengaruhi
oleh daya tahan terhadap peristiwa dan keadaan stress (Hawari, 2007:98).
Tidak semua orang dapat menerima, menyesuaikan diri dengan berat
ringannya stressor kehidupan yang dihadapi. Stressor bagi seseorang belum tentu
stressor bagi orang lain. Sedangkan sebagian yang tidak dapat menyesuaikan diri
dan menganggap stressor kehidupan yang dialami merupakan beban berat, dan
akan mengganggu kehidupan dan cendrung mengakibatkan timbulnya depresi dan
gangguan jiwa. Masalah stress sangat menarik untuk dibahas, karena dalam
kehidupan sehari hari kita akan berhadapan dengan stress baik berupa stress fisik
maupun psikis, telah banyak yang membuktikan bahwa stress berpengaruh besar
pada proses sehat dan sakit baik terhadap fisik maupun psikis (Purwanto, 1998:54).
Stress merupakan perasaan tertekan saat menghadapi permasalahan. Stres
bukan penyakit, tapi bisa menjadi awal timbuknya penyakit mental atau fisik jika
terlalu lama. Stress menimpa setiap orang, masalah yang sama bisa memberikan
stress dan beban yang berbeda, tidak ada ciri fisik pada orang stress tapi bisa
dilihat dari tekanan darah atau jantung. Stress yang berkepanjangan bisa

mempengaruhi

sistem

tubuh,

misalnya

menimbulkan

sakit

maag

(suryani,

2005:111).
Lansia dapat menikmati kehiduoan dihari tua dengan bergembira serta
bahagia, diperlukan dukungan dari orang orang yang dekat dengan mereka.
Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat menjalankan kegiatan sehari
hari secara teratur dan tidak berlebihan. Dukungan dari keluarga terdekat dapat
saja berupa anjuran yang bersifat meningkatkan lansia untuk tidak bekerja secara
berlebihan apabila lansia tersebut masih bekerja, memberikan kesempatan pada
lansia untuk melakukan aktivitas yang menjadi hobinya, menjalankan ibadah
dengan baik, dan memberi waktu istirahat yang cukup sehingga lansia tidak mudah
stress dan cemas (Purwanto, 1998:34--35).
Penyebab stress dikalangan lansia berbeda dengan remaja dan anak anak.
Masalah yang sering menyebabkan stress pada lansia adalah post power sindrom,
kehilangan jabatan, perasaan kecewa karena tidak lagi dihormati seperti yang dulu,
menyebabkan perilakunya sering seperti anak kecil, ingin diperhatikan orang.
Hubungan dalam keluarga, juga bisa menimbulkan stress sering lansia tidak
diperhatikan lagi oleh anak atau menantunya, padahal dulu mereka selalu dekat
dengan

anaknya

tanpa

diasingkan

(http://www.psikologi-

untar.com/psikologi/skripsi/tampil.php?id=341 ).

Problem utama pada lansia adalah rasa kesepian dan kesendirian. Mereka
sudah

terbiasa

melewatkan

harinya

dengan

kesibukan

bekerja

yang

juga

merupakan pegangan hidup dan dapat memberikan rasa aman dan harga diri. Pada
saat pensiun, hilanglah kesibukan, sekaligus mulai tidak diperlukan lagi. Bertepatan

dengan itu, anak-anak mulai menikah, dan meninggalkan rumah. Badan mulai
lemah dan tidak memungkinkan untuk bepergian jauh. Sebagai akibatnya,
semangat mulai menurun, mudah terjangkit penyakit dan besar kemungkinan akan
mengalami kemunduran mental, hal ini disebabkan karena menurunya fungsi otak ,
seperti sering lupa, daya konsentrasi berkurang atau kemunduran senile (Purwanto,
1998:34--35).
Penyesuaian diri terhadap pekerjaan dan keluarga bagi lansia sangat sulit
karena hambatan ekonomis saat ini yang memainkan peran penting daaripada
masa sebelumnya. Selanjutnya, walaupun ada bantuan dari pemerintah dalam
bentuk jaminan sosial, bantuan kesehatan, dan pembagian keuntungan secara
bertahap yang diperoleh dari dana pensiun, dan dari perusahaan, mereka kadang
kadang tidak sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya pada saat usia lanjut
tersebut (Hurlock, 1980:414).
2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan
yaitu:

a.

Mengetahui apa yang di maksud dengan stres.

b.

Mengetahui apakah mekanisme koping tersebut.

c.

Bagaimana stressor dan mekanisme koping yang digunakan lanjut usia.

3.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stressor dan mekanisme koping yang
digunakan lanjut usia.

4.

Ruang Lingkup
Materi yang akan dibahas pada makalah ini yaitu mengenai stressor yang terjadi
pada lanjut usia dan mekanisme koping yang digunakan untuk mengatasi stres
tersebut, karena akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikologi pada lansia.

5.

Manfaat Penelitian

a.

bagi lanjut usia


Memberikan masukan pada lansia tentang stres dan mekanisme kopingnya
sehingga dapat memberi kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
b. Institusi Pendidikan Keperawatan
Memberikan masukan tentang pentingnya membekali perawat dengan pendidikan
dan keahlian khususnyatentang masalah stress pada lansia.

c.

Bagi orang lain


Sebagai bahan atau dasar penelitianya selanjutnya, terutama mengenai stressor
dan mekanisme koping yang digunakan lanjut usia.
B. Stressor dan Mekanisme Koping pada Lansia
1.Stres
a. Definisi
Stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap sressor psikososial berupa
tekanan atau beban kehidupan. Stres adalah realitas kehidupan setiap hari yang
tidak

dapat

dihindari.

Stres

dapat

diartikan

sebagai

suatu

stimulus

yang

mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi fisiologi dan psikologis. Ilmu kedoktran

jiwa, normalitas dan gangguan kesehatan jiwa dipandang sebagai satu garis
berkesinambungan pada ujung yang satu terletak keadaan normal, pada ujung
uang lain terletak psikologis. Peralihan antara normalitas ke abnormalitas sering kali
tidak jelas. Secara klinis, fase peralihan antara normalitas dan gangguan jiwa dapat
dikenali sebagai sindrom stress. Stres adalah bentuk perbatasan antara keadaan
normal dengan gangguan jiwa. Taraf stress ini, individu bersangkutan masjh dapat
melaksanakan fungsi sehari-harinya dengan cukup baik (Hawari, 2002:21).
Ada tiga pengertian stres yang dikemukakan oleh (Hurlock, 1980:12). yaitu:
1.

Stres sebagai respon biologi


Hurlock (1980:12), mengemukakan bahwa stres adalah manifestasi sindrom spesifik
yang terdiri dari semua perubahan system biologi yang sifatnya tidak spesifik.
Gejala ini dikenal dengan istilah fight dan flight. Selye menyebut proses ini sebagai
sindrom adaptasi umum atau GAS (General Adaptation Syndrome) yang di
deskripsikan dalam tiga tahap yaitu:

a)

Tahap Peringatan
Tubuh mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan atau bereaksi
terhadap stressor. Apabila faktor stres tetap berlangsung, tubuh akan bekerja
maksimal untuk menghadapi stressor tersebut. Pada fase ini terjadi respon fisiologis
fight dan flight.

b)

Tahap Resisten
Fungsi antibodi berangsur angsur menjadi normal. Perubahan atau kerusakan yang
terjadi mulai diperbaiki. Individu menjadi lebih resisten terhadap stressor yang

dihadapi. Akan tetapi bila stres berat berlangsung, maka reaksi individu akan
mencapai pada fase kelelahan.
c)

Tahap Kelelahan
Pada tahap ini terjadi kelelahan yang berarti sehingga energi untuk beradaptasi
habis dan bila keadaan ini berlangsung terus, maka seluruh cadangan energinya
akan habis sama sekali. Individu tidak lagi memiliki daya tahan dan berubah
menjadi apatis atau disebut gangguan psikomatik.

2.

Stres sebagai kejadian lingkungan


Stres adalah suatu kejadian yang menyebabkan terjadinya respon fisiologi dan
psikologi dari individu. Dalam hal ini fokuskan pada perubahan pola hidup
seseorang sehingga disebut stres sebagai perubahan hidup.

3.

Stres sebagai transaksi antara individu dengan lingkungan


Stres ditekankan pada hubungan antara individu dengan lingkungan. Pada kondisi
tersebut manusia dengan lingkungan saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
b. Sumber stres
stres merupakan istilah yang dikenal luas dalam masyarakat, umumnya
yang dimaksud stress adalah pola reaksi menghadapi stressor yang berasal dari
dalam

individu

maupun

dari

lingkunganya

(Purwanto,

1998:60).

menambahkan dengan membedakan sumber-sumber stres yaitu:


1. Dalam diri sesorang

Ia

juga

Stres akan muncul pada seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional
yang melawan, bila sesorang mengalami konflik.
2.

Dalam keluarga
Stress

dapat

bersumber

dari

interaksi

diantara

anggota

keluarga

seperti

perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, perbedaan
keinginan yang tidak searah.
2.

Dalam komunitas dan lingkungan


subyek diluar lingkungan keluarga. Contohnya pengalaman stress anak-anak di
sekolah.

d.

Tahapan stres
Menurut Hawari (1997:58--64) gangguan stres biasany timbul secara lamban,
tidak jelas kapan mulainya dan sering sekali tidak disadari. Namun demikian dari
pengalaman praktek psikiatri, para ahli mencoba membagi stress dalam 6 tahapan
yaitu:

1.

Stres tingkat 1
Tahapan ini merupakan tingkat stress yang

ringan dan biasanya disertai

perasaan semangat besar, penglihatan tajam tidak seperti biasanya, serta energi
dan gugup berlebihan diikuti kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya. Tahap ini biasanya menyenangkan dan orang bertambah semangat,
tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
2.

Stres tingkat II

Dalam tahap ini dampak stres yang menyenagkan mulai menghilang dan timbul
keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari.
Keluhan yang sering dirasakan adalah merasa letih sewaktu pagi, merasa lelah
sesudah makan siang, merasa lelah saat sore hari, kadang kadang terjadi gangguan
pencernaan, perasaan tegang pada otot punggung dan tengkuk, perasaan tidak
bias santai.
3.

Stres tingkat III


Pada tahap ini keluhan semakin nampak disertai dengan gejala usus lebih terasa
tegang, perasaan tegang yang semakin meningkat, badan terasa ingin pingsan,
insomnia. Pada tahap ini, penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter, kecuali
jika beban stres dikurangi dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat atau
relaksasi guna memulihakan suplai energi.

4.

Stres tingkat IV
Pada tahap ini menunjukan keadaan yang lebih buruk, yang ditandai dengan ciriciri untuk dapat bertahan sepanjang harilebih sulit, kegiatan yang semula terasa
menyenagkan kini terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi
pergaulan sosial dan kegiatan lainya terasa berat, susah tidur, kemampuan
konsentrasi menurun derastis, perasaan takut yang tidak dapat pungkiri.

5.

Stress tingkat V
Tahap ini merupakan kondisi yang lebih spesifik yang ditandai dengan keletihan
yang mendalam, tidak mampu mengerjakan pekerjaan yang sederhana, gangguan
sistem pencernaan lebih sering, perasaan takut yang tidak bisa dikendalikan.

6.

Stres tingkat VI

Tahapan ini adalah tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat
yang ditandai dengan debaran jantung terasa amat keras, nafas terasa sesak,
badan gemetar, tubuh dingin, keringat banyak, tenaga untuk hal ringan tidak bisa
dilakukan.
d.

Stres pada lansia


Hurlock, (1998:83) mengemukakan bahwa lanjut usia sangat rentan terhadap
stres

dalam

menghadapi

perubahan-perubahan

kehidupan.

Lansia

harus

beradaptasi terhadap perubahan psikososial yang terjadi selama proses menua.


Stress yang sering terjadi [ada lansia adalah kematian pasangan hidup, pensiun
isolasi sosial, pensiun, seksualitas, perubahan ekonomi, rumah tempat tinggal dan
lingkungan.
e.

Reaksi terhadap stres


Menurut Hawari, (2001) seseorang yang mengalami stres akan menujukan
gejala sebagai berikut:

1.

Terjadinya kerontokan pada rambut

2.

Penglihatan mulai terasa kabur

3.

Terganggunya daya piker

4.

Mulut terasa kering dan sukar untuk menelan

5.

Keringat berlebihan pada kulit

6.

Pernafasan menjadi sesak

7.

Ketegangan emosional atau detakan jantung meningkat

8.

Kadar gula darah menjadi tinggi

9.

Mules, mencret, tidak teratur buang air besar

10. Frekuensi buang air seni meningkaat


2. Mekanisme Koping
a. Definisi
Koping adalah perilaku pemecahan masalah yang secara langsung dapat
mempengaruhi

atau

mengalami stres.

menyeimbangkan

keadaan

menjadi

lebih

baik

setelah

(Purwanto, 1998:94), koping didefinisikan sebagai pemikiran

realistis dan fleksibel serta tindakan penyelesaian masalah sehingga dapat


mengurangi stres. Koping adalah suatu proses pengolahan tuntunan eksternal dan
internal yang dinilai sebagai beban atau melebihi sumber yang dimiliki. Dalam
kontek ini koping merupakan proses penyelesaian masalah, tidak bersifat statis
tetapi berubah dalam kualitas dan intensitas dengan perubahan penilaian kognitif
yang berkesinambungan.
Mekanisme koping menurut pada dasarnya adalah mekanisme pertahanan
diri terhadap perubahan yang terjadi baik dari dalam maupun luar diri. Ada dua
macam mekanisme koping yaitu:
a.

Adaptif
Tingkah laku yang adaptif adalah suatu tindakan yang dapat menyesuaikan diri
dan perilaku dengan konstruktif. Selain itu, individu tersebut lebih mampu bertahan
dan menagantisipasi kemungkinan adanya bahaya. Selanjutnya, yang termasuk
dalam mekanisme koping yang konstruktif adalah:

1)

Mekanisme koping konstruktif survivol digunakan untuk kelangsungan hidup dan


berkaitan dengan suatu yang mengancam. Adapun yang merupakan tingkah laku ,
misalnya memeriksakan kesehatan secara berkala ke puskesmas.
2). Mekanisme koping konstruktif memotivasi digunakan untuk dapat memotivasi,
misalnya apabila mempunyai masalah baru, bercerita kepada keluarga atau
mempunyai masalah dengan kesehatan baru memeriksakan diri.
b. Maladaptif
pada tingkah laku yang maladaptif, individu tidak dapat menyesuaikan diri
sehingga cenderung muncul tingkah laku destruktif sehingga menyebabkan respon
maladaptif. Respon maladaptif dapat timbul pada kecemasan berat dan panik.
Adapun yang termasuk mekanisme koping maladaptif adalah koping destruktif,
misalnya marah marah, mudah tersinggung, menyerang dan depresi. Adpun yng
termasuk dalam mekanisme koping maladaptif adalah reaksi yang lambat atau
berlebihan, menghindar, mencederai diri dan minum alkohol.

e.

Sumber koping
Menurut (suryani, 2005:71), sumber koping adalah evaluasi terhadap pilihan
koping dan strategi seseorang. Sedangkan macam macam sumber koping yang
dapat digunakan antara lain: kemampuan personal, dukungan sosial, asset materi,
dan keyakinan positif. Setiap individu mempunyai mekanisme penanggulangan atau
pertahanan untuk menghadapi setiap stressor yang dapat berubah:

1)

Mengadakan perubahan atau manipulasi pada situasi atau keadaan tersebut.

2)

Menghindar dan menjauhkan diri dari situasi tersebut.

3)

Berusaha dan belajar untuk hidup dengan ketidakamanan dan ketidakpuasan itu.

f.

Mekanisme adaptasi psikologis


Suryani ( 2005:11--13), merupakan proses penyesuaian secara psikologis
akibat stressor yang ada, dengan cara memberikan mekanisme pertahanan diri
dengan harapan dapat melindungi atau bertahan dari serangan serangan atau halhal yang tidak menyenangkan.
Dalam

proses

adaptasi

secara

psikologis,

ada

dua

cara

untuk

mempertahankan diri dari stressor yaitu dengan cara melakukan koping atau
penanganan diantaranya berorientasi pada tugas (task oriented reaction) dan ego
oriented atau mekanisme pertahanan diri.
1)

Task Oriented Reaction (reaksi berorientasi ada tugas)


Reaksi ini merupakan koping yang digunakan dalam mengatasi masalah
dengan berorientasi pada proses penyelesaian masalah meliputi, afektif atau
perasaan, kognitif dan psikomotor. Reaksi ini dapat dilakukan seperti berbicara
dengan orang lain tentang masalah

yang dihadapi untuk menemukan jalan

keluarnya, mencari tahu lebih banyak tentang keadaan yang dihadapi melalui buku
bacaan,

ataupun

orang

ahli,

dapat

juga

berhubungan

dengan

kekuatan

supranatural, melakukan latihan yang dapat mengurangi stres serta membuat


alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan strategi prioritas masalah.
2)

Ego Oriented Reaction (reaksi berorientasi pada ego)


Reaksi ini dikenal dengan mekanisme pertahanan diri secara psikologis agar
tidak mengganggu keadaan psikologis yang lebih dalam. Diantara mekanisme

pertahanan diri yang sering digunakan untuk melakukan adaptasi psikologis seperti
rasionalisasi, displacement, kompensasi, proyeksi, represi, supresi dan denial.
3.

Lanjut Usia

a.

Definisi
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba
tiba menjadi tua tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya
menjadi tua. Selanjutny yang dimaksud dengan lansia adalah laki-laki atau
perempuan yang berusia 60 tahun keatas (Purwanto, 2005:132).

b.

Proses Penuaan
Proses

maenua

adalah

proses

menghilangnya

secara

perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan


fungsi

normalnya

sehingga

tidak

mampu

bertahan

terhadap

infeksi

dan

memperbaiki kerusakan yang diderita (Hurlock, 1980:426). Menurut Suryani, (2005)


proses menua dapat dilihat dari tiga segi yaitu:
1)

Penuaan Biologis
Gejala yang dapat dilihat pada proses ini adalah berkurangnya kekenyalan
pembuluh darah dan kekuatan otot, menurunya daya pandang, pendengaran, cita
rasa, penciuman dan rabaan serta meningkatnya tekanan darah.

2)

Penuaan Psikologis
Gejala yang timbul pada proses ini adalah menurunya daya ingatan, kekurangan
gairah dan kecemasan terhadap kematian.

3)

Penuaan Sosiologis
Pada proses ini gejala yang dapat dilihat seperti kehilangan pekerjaan karena
pensiun, kekuasaan dan status.

C.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada bagian sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa stresspada lansia

disebabkan

karena factor perubahan

ekonomi, perubahan tempat tinggal dan lingkungan dan isolasi social. Mekanisme
koping yang digunakan lansia adalah task oriented reaction dan ego oriented
reaction. Dengan demikian bagi lanjut usia diharapkan mempunyai motivasi yang
tinggi untuk menyelesaikan setiap masalah seperti sering dengan orang lain untuk
menemukan jalan keluarnya, mencari tahu lebih banyak tentang keadaan yang
dihadapi melalui buku bacaan, ataupun orang ahli, atau juga dapat berhubungan
dengan kekuatan supranatural, melakukan latihan-latihan yang dapat mengurangi
stress serta membuat alternative pemecahan masalah dengan menggunakan
strategi prioritas masalah.
Selain itu,lansia diharapkan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan
memperdalam ilmu agama, agar bisa menyadari bahwa setiap yang hidup pasti
akan

mengalami

kematian.

Selanjutnya,

lansia dapat

bersosialisasi

dengan

lingkungan sekitar, mengisi waktu luang dengan kegiatan sosial atau keagamaan
serta selalu mengikuti bimbingan dan penyuluhan kesehatan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan supaya dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental
sehingga stress dapat dimbangi.

DAFTAR PUSTAKA
Subowo.1993. Imunologi Klinik.Bandung: Angkasa bandung.
Hawari, D.2002. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: gaya baru.
Hurlock, B.E.1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi ke lima. Jakarta: Erlangga.
Suryani, Eko dan Asmar yetti Zein.2005. Psikologi Ibu dan Anak. Yogyakarta:
fitramaya.
Purwanto, Heri.1998. Pengantar Perilaku Manusia. Jakarta: EGC.
Ninawati, dkk.2010. Hubungan antara resiliensi dan tingkat stress pada masa
persiapan pensiun. Diakses 18 Desember 2010, dari http://www.psikologiuntar.com/psikologi/skripsi/tampil.php?id=341.
Suaib, Muhammad.2007. Stressor dan mekanisme koping pada lnjut usia di panti
sosial tresna werdha unit budi luhur Yogyakarta. Yogyakarta: Karya Tulis Ilmiah
Universitas Muhammadiyah.
Diposkan oleh arie ahmad di 19.11

MEKANISME KOPING
Posted by ATMAJA'Z
Pengertian koping
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat,
1999).
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara
konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang
melelahkan atau melebihi sumber individu.
Berdasarkan kedua definisi maka yang dimaksud mekanisme koping adalah cara yang digunakan
individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang
mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.
Penggolongan Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart dan Sundeen,
1995) yaitu :
1. Mekanisme koping adiptif
adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai
tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif,
teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
2. Mekanisme koping maladaptif
Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.
Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah aspek psikososial (Lazarus dan
Folkman, 1985; Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Herawati, 1999; Keliat, 1999)
yaitu :
A. Reaksi Orientasi Tugas
Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stress secara realistis, dapat
berupa konstruktif atau destruktif. Misal :

1.
Perilaku menyerang (agresif) biasanya untuk menghilangkan atau mengatasi rintangan untuk
memuaskan kebutuhan.
2.
Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-sumber ancaman baik secara
fisik atau psikologis.
3.
Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan, merubah tujuan atau
memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang.
B. Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental.
Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai berikut :
Kompensasi
Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan
keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya.
Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme
pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.
Pemindahan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang/benda lain yang biasanya netral atau
lebih sedikit mengancam dirinya.
Disosiasi
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya.
Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya dengan
mengambil/menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
Intelektualisasi (intelectualization)
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu
perasaannya.
Introjeksi (Introjection)
Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil dan melebur nilai-nilai dan
kualitas seseorang atau suatu kelompok ke dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani.
Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau
berjangka lama.
Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain terutama keinginan,

perasaan emosional dan motivasi yang tidak dapat ditoleransi.


Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk
menghalalkan/membenarkan impuls, perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima.
Reaksi formasi
Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari, yang bertentangan dengan apa yang
sebenarnya ia rasakan atau ingin lakukan.
Regresi
Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf
perkembangan yang lebih dini
Represi
Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls atau ingatan yang menyakitkan atau
bertentangan, dari kesadaran seseorang; merupakan pertahanan ego yang primer yang cenderung
diperkuat oleh mekanisme lain.
Pemisahan (splitting)
Sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik atau semuanya buruk;
kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri.
Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan
yang mengalami halangan dalam penyalurannya secara normal.
Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya merupakan
analog represi yang disadari; pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari kesadaran
seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang berikutnya.
Undoing
Tindakan/ perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari tindakan/ perilaku atau
komunikasi sebelumnya; merupakan mekanisme pertahanan primitif.

Daftar Pustaka
Herawani, N. (1999). Mekanisme koping. (makalah). Fakultas Ilmu Keperawatan UI. Tidak
dipublikasikan.
Keliat, B.A. (1999). Penatalaksanaan stres. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Lazarus, S.R. dan Folkman, S. (1985). Stress appraisal and coping. New York: Publishing

Company.
Stuart, G.W., and Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. Sixth
edition. St. Louis : Mosby Year Book.
Townsend, M.C. (1996). Psychiatric mental health nursing: concepts of care. Second edition.
Philadelphia: F.A. Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai