Presentase Keluhan DBD
Presentase Keluhan DBD
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Demam Dengue/DF dan Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan demam
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditadai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/ syok.1
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit
menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat
dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di
Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. 2
Menurut data CDC sekitar 2.5 milyar penduduk atau 40% dari populasi dunia
menempati wilayah yang memiliki resiko terhadap penularan DBD. DBD
menjadi endemik tidak kurang dari 100 negara di Asia Pasifik, Amerika,
Afrika dan Karibia. WHO memperkirakan terjadi 50 sampai 100 juta kasus
infeksi terjadi tiap tahun termasuk 500,000 kasus DBD dan 22,000 kematian
yang kebanyakan terjadi pada anak-anak.3
Sulawesi Barat, dimana tidak ada kasus meninggal, dan DKI Jakarta sebesar
0,11%.6
Di Sulawesi Selatan, menurut laporan dari Subdin P2&PL tahun 2004,
telah dilaporkan kejadian penyakit Demam Berdarah sebanyak 2.598
penderita (termasuk data Sulawesi Barat) dengan kematian 19 orang
(CFR=0,7%). Pola kejadian tersebut berlangsung antara Januari April, Juni,
Oktober dan Desember (memasuki musim penghujan). Jumlah kasus tertinggi
terjadi di Kota Makassar, Kab. Gowa dan Barru. Untuk tahun 2005, tercatat
jumlah penderita DBD sebanyak 2.975 dengan kematian 57 orang
(CFR=1,92%). Sementara untuk tahun 2006, kasus DBD dapat ditekan dari
3.164 kasus tahun 2005 menjadi 2.426 kasus (22,6%) pada tahun 2006,
demikian pula angka kematian (CFR) dari 1,92% turun menjadi 0,7% pada
tahun 2006, dengan kelompok penduduk yang terbanyak terserang adalah
pada kelompok usia anak sekolah (5-14 tahun) sebesar 55%, kemudian pada
kelompok usia produktif (15-44 tahun) sebesar 25%, kelompok usia anak
balita (1-4 tahun) sebesar 16% dan usia diiatas 45 tahun serta usia dibawah 1
tahun masing-masing sebesar 2%.4
Pada tahun 2007 kasus DBD kembali meningkat dengan jumlah kasus
sebanyak 5.333 kasus dan jumlah kasus yang terbesar berada di kab.Bone
(1030) kasus, menyusul Kota Makassar (452) kasus, Kab. Bulukumba (376)
kasus, Kab.Pangkep (358) kasus.4
Kasus DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2008 kategori tinggi pada
Kab. Bone, Bulukumba, Pinrang, Makassar dan Gowa, sedangkan kabupaten/
kota yang tidak terdapat kasus DBD yaitu Kab. Luwu Utara, Tator, Enrekang,
Maros, Jeneponto dan Selayar. CFR DBD di Sulawesi Selatan pada tahun
2008 sebesar 0,83. Sedangkan pada Kab./ kota tertinggi yaitu di Luwu Utara
(14,29), menyusul Maros (13,33), Pinrang (3,42), Sidrap (1,61), kemudian
Wajo, Makassar, Parepare, Gowa dan Bone masing-masing di bawah 1,5.4,7
Oleh karena masih cukup tingginya kasus DBD di Sulawesi Selatan
khususnya di daerah Makassar, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
karakteristik dari penderita Demam Berdarah Dengue periode 1 januari 2010
sampai dengan 31 Desember 2010. Penelitian ini akan dilakukan di RSU
Haji.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana distribusi penderita DBD berdasarkan waktu kejadian ?
2. Bagaimana distribusi penderita DBD berdasarkan umur ?
3. Bagaimana distribusi penderita DBD berdasarkan jenis kelamin ?
4. Bagaimana distribusi penderita DBD berdasarkan pekerjaan ?
5. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan suku ?
6. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan tempat tinggal ?
7. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan jaminan pembiayaan ?
8. Bagaimana distribusi penderita DBD berdasarkan riwayat demam?
9. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan cara masuk rumah sakit ?
10. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan gejala klinis ?
11. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan derajat penyakit ?
12. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan keadaan pasien saat keluar
rumah sakit ?
13. Bagaimanan distribusi pasien DBD berdasarkan kadar hematokritnya pada
pemeriksaan pertama saat di rumah sakit ?
14. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan jumlah trombositnya pada
pemeriksaan pertama saat di rumah sakit ?
1.
2.
3.
4.
Untuk
mengetahui
distribusi
penderita
DBD
berdasarkan
pekerjaan.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
sebagai
dasar
pertimbangan
dalam
mengambil
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Demam Dengue/DF dan Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan demam
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditadai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/ syok.1
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus
Flavivirus grup famili Togaviridae. Virus ini mempunyai ukuran diameter
sebesar 30 nanometer terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan
berat molekul 4x106 dan terdiri dari 4 serotipe, yakni dengue (DEN) 1, DEN
2, DEN 3, DEN 4. Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN 3
merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue
dengan flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese Enchehphalitis dan West
Nile virus. Virus yang ditularkan pada manusia melalui gigtan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus, pada suhu 30 C memerlukan waktu 8-10 hari
untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari lambung sampai kelenjar
ludah nyamuk tersebut. Sebelum demam muncul pada penderita virus ini
sudah dulu berada dalam darah 1-2 hari. Selanjutnya penderita berada dalam
kondisi viremia selama 4-7 hari. 1,7
diri selanjtnya akan berpindah ke kelenjar ludah nyamuk. Proses itu memakan
waktu 8-10 hari sebelum ditularkan kembali ke manusia.7
2.3 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik
Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per
100.000 penduduk dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa
(KLB) hingga 35 per 100.000 penduduk, sedangkan angka mortalitas
cenderung menurun seiring dengan waktu.1
Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi
dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi
32 dan 382 kabupaten/kota pada tahun 2009. Maka beberapa faktor diketahui
berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu 1) vektor :
perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) pejamu:
terdapatnya penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) lingkungan: curah hujan, suhu,
sanitasi, dan kepadatan penduduk.1,9
Secara nasional penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia setiap
tahun terjadi pada buan September s/d Februari dengan puncak pada bulan
Desember atau Januari yang bertepatan dengan waktu musim hujan. Akan
10
tetapi Untuk kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya
musim penularan terjadi pada bulan Maret s/d Agustus dengan puncak terjadi
pada bulan Juni atau Juli.9
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi
pergeseran. Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar
kasus DBD adalah kelompok umur <15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok
umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur >=15 tahun. 9
Melihat data ini kemungkinan penularan tidak hanya di rumah tetapi di
sekolah atau di tempat kerja. Selain itu tampak telah terjadi perubahan pola
penyakit DBD, dimana dahulu DBD adalah penyakit pada anak-anak dibawah
15 tahun, saat ini telah menyerang seluruh kelompok umur, bahkan lebih
banyak pada usia produktif.3
Bila dilihat, distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008,
persentase penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah penderita
berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463 orang (53,78%) dan perempuan
berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini menggambarkan bahwa risiko
terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung
jenis kelamin. 9
2.4 Patogenesis
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam
berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian
besar menganut The secondary heterologous infection hypothesis yang
11
mengakibatkan
terbentuknya
kompleks
antigen-antibodi
yang
12
Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai
normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit. 3
Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab
perdarahan pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk
faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun.
Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar
yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga oleh aktifasi sistem
koagulasi. Disseminated Intravascular Coagulation/DIC secara potensial
dapat terjadi juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan
pada DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki
renjatan irrevesible disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital
dan berakhir dengan kematian. 3
Demam
Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terusmenerus berlangsung 2 - 7 hari, kemudian turun secara cepat. Demam
secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti:
anorexia, lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.3
2.
Manifestasi Pendarahan
13
Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3
setelah demam. Sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk
perdarahan dapat berupa 3
-
Petechiae
Purpura
Echymosis
Perdarahan konjunctiva
Perdarahan gusi
Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu
diperlukan torniquet test dan biasanya positif pada sebagian besar
penderita Demam Berdarah Dengue. 3
3.
4.
Renjatan (Shock)
Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai
sakit. Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke
14
2)
3)
Pembesaran hati
4)
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.3
15
Kriteria Laboratorium
1) Trombositopenia (100.000 sel/ mm3 atau kurang)
2) Hemokonsentrasi peningkatan hematoksit 20% atau lebih
Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka diagnosa
secara klinis dapat dibagi atas :
Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi
ialah uji tourniquet positif dan atau mudah memar
Derajat II: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan rendah, kulit dingin atau lembab dan penderita tampak gelisah.
Derajat IV: Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.
Perubahan epidemiologi demam berdarah menyebabkan masalah dalam
menggunakan klasifikasi WHO yang ada. Gejala virus dibagi mejadi
Undifferentiated Fever, Dengue Fever, Dengue Haemorrhagic Fever dan lalu
diklasifikasi menjadi grade I sampai IV menyebabkan banyaknya laporan
kesulitan penggunaan klasifikasi sehingga sulit dalam menentukan keparahan
pasien sehingga dibuatlah kriteria baru klasifikasi berdasarkan tingkat
keparahan menurut panduan WHO tahun 2009.10
1.
Dengue tanpa tanda bahaya / peringatan (dengue without warning
2.
signs),
Dengue dengan tanda bahaya/ peringatan (dengue with warning
signs),
3.
17
18
Gangguan kesadaran
19
Gangguan
organ
berat
(gagal
hati
akut,
gagal
ginjal
akut,
2.7 Diagnosis
Untuk mengantisipasi agar diagnosis DBD dapat ditegakkan dengan
segera,
diperlukan
pemahaman
imunopatogenesis
penyakit
DBD,
pemeriksaan laboratorium yang tepat dan interpretasi yang didapat dari hasil
laboratorium untuk melengkapi gejala klinis yang ada. Permasalahan sering
timbul akibat dari miskomunikasi klinisi dengan pihak laboratorium, baik
dokter spesialis patologi klinik, analis, teknisi dan pasien, di samping tahapan
praanalitik, analitik dan paskaanalitik.11
Gambaran klinis penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue ini
sering tidak khas, dapat menyerupai penyakit flu, demam tifoid, demam
chikungunya, leptospirosis, malaria dan berbagai penyakit lain. Manifestasi
klinis akibat infeksi virus dengue ini dapat menyebabkan keadaan yang
beranekaragam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang
tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD) atau
bentuk yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom
syok dengue (SSD) . 11
20
21
22
infeksi dan akan tetap ada di dalam tubuh selamanya, namun untuk kadar
yang dapat dideteksi dengan reagen komersial. IgG capture ELISA, pada
umumnya adalah IgG dalam kadar setara dengan infeksi sekunder (batas
Hemagglutination Inhibition > 1/1280 atau ada reagen komersial yang
mematok batas HI > 1/2560). Keadaan akut juga dapat ditentukan dengan
menggunakan rasio IgM dibandingkan dengan IgG antidengue. 11
Pada respon imun sekunder, IgM dapat dimulai timbul pada hari ke 3,
namun optimal paling sedikit 5 hari setelah demam, bahkan 25-78% tidak
terdeteksi pada infeksi sekunder. IgG antidengue pada respon imun sekunder,
meningkat cepat dalam 3-5 hari demam. Pola reaktivitas IgM dan IgG yang
ditentukan dengan menggunakan ELISA ini, telah dapat membedakan infeksi
primer atau sekunder. Keberadaan antibodi IgM tanpa IgG menunjukkan
infeksi primer, sedangkan IgG yang kadarnya meningkat jauh melebihi IgM
menunjukkan infeksi sekunder. IgM dan IgG ini dapat dijumpai baik pada
semua manifestasi klinis infeksi virus dengue, baik yang
asimtomatik,
23
2.8 Penatalaksanaan
Dalam Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and
Control New terbaru penatalaksanaan pasien berdasarkan 3 kategori
kelompok yaitu:
1.
2.
3.
memiliki asupan cairan yang adekuat dan kencing minimal sekali tiap enam
jam serta tidak memiliki tanda peringatan apapun terutama saat demam mulai
mereda. Penanganan pasien dapat dilakukan dalam beberapa langkah yang
dimulai dengan menganjurkan pasien untuk meminum cairan rehidrasi, jus
buah dan cairan lainnya yang mengandung elektrolit dan gula untuk
menggantikan komponen yang hilang hilang karena demam atau muntah.
24
25
26
cairan serta 6- 12 jam berikutnya, gula darah dan fungsi organ lainnya seperti
fungsi ginjal, hati dan pembekuan darah). 10
Jika pasien DBD tanpa tanda peringatan maka rencana tindakannya adalah
sebagai berikut:
Pasien dianjurkan untuk minum. Jika hal ini tidak dapat ditoleransi dengan
baik maka dapat diberikan cairan intravena dengan menggunakan saline 0,9%
atau ringer laktat dengan atau tanpa pemberian dextrose dengan dosis
perawatan. Untuk pasien dengan berat badan berlebih dan obesitas,
perhitungan jumlah cairan intravena menggunakan berat badan idealnya.
Pasien harus memulai asupan cairan oral setelah beberapa jam terapi cairan
intravena. Berikan cairan intravena yang minim sesuai kebutuhan untuk
menjamin perfusi jaringan yang baik serta menjamin pengluaran urin. Infus
cairan hanya dibutuhkan selama 24-48 jam. Pasien yang tetap dipantau tanda
vital dan perfusi perifer, pengeluaran urinnya (volume dan frekunsinya),
Hematokrit, jumlah leukosit dan trombosit. Tes laboratorium lainnya seperti
fungsi organ lainnya seperti fungsi ginjal dan hati dapat disesuaikan dengan
gambaran klinis dan fasilitas yang ada dipusat kesehatan tersebut. 10
Pasien yang tergolong kategori C adalah pasien yang mengalami
kebocoran plasma berat yang mengarah ke syok dan / atau akumulasi cairan
dengan gangguan pernafasan, pasien dengan perdarahan yang masif, atau
gangguan fungsi organ berat seperti kerusakan hati, gangguan ginjal,
kardiomiopati, ensefalitis atau ensefalopati. 10
27
2.9 Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya
antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD,
28
kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan
penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus.
Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan
intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan
syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial.
Kematian disebabkan banyak faktor, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Keterlambatan diagnosis
Keterlambatan diagnosis shock
Keterlambatan penanganan shock
Kelebihan cairan
Kebocoran hebat
Pendarahan masif
Kegagalan organ
Ensefalopati
Sepsis. 12
29
BAB III
KERANGKA KONSEP
30
3) Waktu kejadian
Bulan kejadian DBD sangat tergantung dengan siklus vektornya yaitu
nyamuk Aedes. Vektor ini sendiri memiliki siklus yang mengikuti curah
hujan serta pergantian musim kemarau ke musim hujan.
4) Suku
Suku merupakan faktor resiko untuk suatu penyakit. Sehingga dalam kasus
DBD ingin dilakukan penelitian hubungan suku dengan penyakit.
5) Tempat tinggal
Tempat tinggal sangat berpengarauh erat dengan kejadian DBD, muali dari
sanitasi dan kebijakan pemerintah setempat terhadap penanggulangan
penyakit.
6) Jaminan pembiayaan
Jaminan pembiayaan akan menggambarkan keadaan ekonomi dari pasien
yang berobat dirumah sakit tersebut.
7) Pekerjaan
Pekerjaan menjadi salah satu instrumen yang diteliti untuk mengetahui
gambaran pekerjaan yang mempengaruhi kerentanan terhadap gigitan
nyamuk.
8) Gejala klinis
31
32
tersisa dalam pembuluh darah, semakin tinggi nilai hematokrit maka akan
semakin berkurang kadar plasma dalam darah.
13) Kadar trombosit pada pemeriksaan pertama saat dirumah sakit
Jumlah trombosit yang ditemukan pada pemeriksaan trombosit saat
pertama kali masuk rumah sakit dapat menggambarkan kemungkinan
resiko perdarahan yang terjadi di dalam tubuh pasien, semakin sedikit
jumlah trombosit maka semakin besar resiko perdarahan pada pasien
tersebut.
33
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Suku
Tempat tinggal
Jaminan pembayaran
Bulan Kejadian
Riwayat demam di
Rumah
Cara masuk
Gejala klinis
Derajat Penyakit
Kadar hematokrit
Jumlah trombosit
Keadaan Pasien saat
keluar rumah sakit
Serotipe Virus
Lingkungan Tempat
Tinggal
Variabel dependent
Variabel independent (yang diteliti)
Variabel independent (yang tidak diteliti)
34
35
b.
Kriteria Objektif :
1. Laki-laki
2. Perempuan
b.
Kriteria Objektif :
Sesuai dengan bulan yang terdapat dalam kalender.
3.3.2.4 Suku
a.
b.
Kriteria Objektif :
i.
Makassar
ii.
Bugis
iii.
Toraja
iv.
Maluku
v.
Jawa
36
b. Kriteria Objektif
1. Dalam Kota Makassar
2. Luar Kota Makassar
3.3.2.6 Jaminan Pembiayaan
a. Definisi : Sesuai dengan program pembiayaan pelayanan kesehatan
yang digunakan pasien untuk berobat di rumah sakit, yang tertera dalam
rekam medik.
b. Kriteria Objektif :
1. UMUM
2. ASKES
3. JAMKESMAS
4. JAMKESDA
5. ASKES GAKIN
6. NA
3.3.2.7 Pekerjaan
a.
b.
Kriteria Objektif :
1.
2.
3.
4.
PNS
Wiraswasta
Pekerja Berat (buruh, petani, nelayan)
Tidak Bekerja (Non produktif/pengangguran)
37
vi.
Batuk
ii.Menggigil
vii.
Nyeri otot
iii.Sakit kepala
viii.
Diare
ix.
Berkeringat dingin
Gejala gastrointestinal
b.
Kriteria Objektif :
1. <3 hari
2. 3-5 hari
3. >5 hari
Definisi
alasan
nsehingga
b.
Kriteria Objektif :
38
1.
Datang Sendiri
2.
3.
4.
serta
b. Kriteria Objektif :
39
1. Sembuh
2. Membaik
3. Pulang paksa
4. Meninggal
3.3.2.13 Kadar Hematokrit
a.
Definisi :
sampel darah dengan sel darah merah (sel darah merah yang padat)
diukur dalam persen yang diperiksa pertama kali saat masuk rumah
sakit.
b.
Kriteria Objektif :
Normal
b.
Kriteria Objektif :
< 150000
150000-400000
>400000
40
BAB IV
METODE PENELITIAN
41
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita demam berdarah dengue yang
dirawat di RSU Haji terhitung sejak tanggal 1 Januari 2010 sampai dengan
31 Desember 2010.
4.3.3 Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sample adalah dengan menggunakan metode total
sampling yaitu semua populasi dijadikan sebagai sample.
4.3.4 Kriteria Seleksi
a. Kriteria Inklusi
Memiliki rekam medik
42
43
44
BAB V
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
5.1 Sejarah
RSU. Haji merupakan bekas lokasi RS Kusta Jongaya, latar belakang
pendiriannya untuk mendukung kelancaran kegiatan pelayanan calon jemaah
haji wilayah Makassar, masyarakat disekitarnya termasuk seluruh lapisan
masyarakat. Latar belakang sebagai rumah sakit korban Syuhada Mina di
Mekkah Arab Saudi, diresmikan tanggal 16 Juli 1992. Tanggal 13 Desember
1993 DEPKES menetapkan RSU Haji sebagai RSU milik PEMDA Provinsi
Sul-Sel dengan Tipe C (Kep. No. 762/XII/l993). Pada tahun 2011 RSU Haji
mendapatkan kunjungan akreditasi dan mendapat peningkatan dari Tipe C
menjadi Rumah Sakit tipe B dengan 12 pelayanan.
Direktur RSU Haji Makassar saat ini yaitu drg. Nurhasanah Palinrungi,
M.Kes.
TRANSFORMASI I : RSU KUSTA
TRANSFORMASI II : RSU HAJI tahun 1992
TRANSFORMASI III: RSU (rencana menjadi pusat rujukan infeksi)
5.2 Visi
Visi RSU Haji makassar ialah Menjadi Rumah Sakit Terpercaya, Terbaik dan
Pilihan Utama di Sulawesi Selatan
5.3 Misi
Rumah Sakit
Meningkatkan kualitas pelayanan melalui pengembangan Sumber Daya
Manusia
45
5.4 Tujuan
Membantu Pemerintah Daerah untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dan peningkatan PAD, melalui peningkatan SDM, efisiensi dan
kualitas pelayanan.
5.5 Falsafah
Sebagai Rumah Sakit penyelenggara pelayanan kesehatan paripurna yang
Professional berlandaskan perikemanusiaan, adil dan merata serta dijiwai
Cepat
Etika
Profesional
Akurat
46
Luas areal tanah RSU. HAJI Makassar seluruhnya adalah 6.297 m2, yang
meliputi:
Gedung Poliklinik (351 m2)
Gedung Perawatan (312 m2)
Gedung darurat/ kebidanan (500 m2)
Gedung Perawatan I (406 m2)
Gedung Perawatan II (406 m2)
Gedung Perawatan III (VIP + Anak) (538,08 m2)
Gedung Laboratorium (200 m2)
Gedung OK/ Operasi (450 m2)
Gedung Gizi/ Laundry (364 m2)
Gedung Radiology (340 m2)
Kamar Jenazah (63 m2)
Taman (2000 m2)
Parkir (7000 m2)
Farmasi ( 88,2m2)
47
bahan kimia.
Penyimpanan dan penyaluran alat kedokteran, alat perawatan dan alatalat kesehatan yang dilakukan oleh tenaga/pegawai dalam jabatan
fungsional.
> Pelayanan farmasi oleh instalasi farmasi diberikan selama 24 jam
setiap hari.
48
49
BAB VI
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RSU Haji Makassar dari tanggal 5 September
2011- 16 September 2011, mengenai karakteristik penyakit Demam Berdarah
Dengue di RSU Haji Makassar periode 1 Januari 31 Desember 2010. Adapun
hasil yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Tabel 6.1 Distribusi pasien DBD berdasarkan umur, jenis kelamin, tempat
tinggal yang tercatat di RSU Haji Makassar periode 1 Januari
31 Desember 2010
Variabel
1. Umur
1-11 bulan
1 - 4 tahun
5 -14 tahun
15 -24 tahun
25 -44 tahun
45 -64 tahun
>64 tahun
2. Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
3. Tempat tinggal
Dalam Makassar
Luar Makassar
n (197)
2
29
95
37
28
4
2
(%)
1,02
14,72
48,22
18,78
14,21
2,03
1,02
99
98
50,25
49,75
160
37
81,22
18,78
50
Grafik 6.1 Distribusi pasien DBD berdasarkan umur yang tercatat dalam
rekam medik RSU Haji Makassar periode 1 Januari-31
Desember 2010
51
Tabel 6.2 Distribusi pasien DBD berdasarkan bulan masuk yang tercatat di
RSU Haji Makassar periode 1 Januari 31 Desember 2010
Bulan
n(197)
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
9
34
35
26
20
17
14
16
10
6
9
1
Persen(%)
4,57
17,26
17,77
13,2
10,15
8,63
7,11
8,12
5,08
3,05
4,57
0,51
52
Dari Tabel 6.2 diperoleh data distribusi penyakit DBD terbanyak pada bulan
Maret sebanyak 35 kasus (17.8%) dan distribusi terendah pada bulan Desember
dengan angka kejadian 1 kasus (0.5%).
Tabel 6.3 Distribusi pasien DBD berdasarkan jaminan pembayaran dan cara
masuk rumah sakit saat masuk di RSU Haji Makassar periode 1
Januari 31 Desember 2010
Variabel
n(197)
1.. Cara masuk rumah sakit
137
Datang sendiri (IRJ dan
IRD)
21
Rujukan luar kota
29
Rujukan dalam kota
10
Rujukan dr praktek
2. Jaminan pembayaran
26
ASKES
100
JAMKESDA
28
JAMKESMAS
11
32
JAMSOSTEK
UMUM
Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik)
Persen (%)
69,55
10,66
14,72
5,08
13,2
50,76
14,21
5,58
16,24
Berdasarkan tabel 6.2 tampak bahwa sebagian besar pasien DBD datang
sendiri yaitu 137 pasien (69,55%) dan pasien yang datang melalui rujukan dokter
praktek 10 pasien (5,08%). Jaminan pembayaran pasien di RSU Haji terbanyak
menggunakan JAMKESDA yaitu 100 pasien (50,76%) dan jaminan pembayaran
yang paling sedikit digunakan ialah JAMSOSTEK yaitu 11 pasien (5,58%).
53
Tabel 6.4 Distribusi pasien DBD berdasarkan gejala klinis yang tercatat di
RSU Haji Makassar periode 1 Januari 31 Desember 2010
Variabel
Gejala klinis
Demam
Menggigil
Sakit kepala
Gejala gastrointestinal
Frekuensi
Persen (%)
197
5
92
182
100
2,54
46,7
92,8
31
Batuk
7
Nyeri otot
11
Pendarahan spontan
Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik)
15,74
3,55
5,58
Tabel 6.4 menunjukkan distribusi gejala klinis, dimana gejala klinis demam
merupakan
gejala
dominan
dengan
197
kasus
(100%)
diikuti
gejala
n(197)
Persen (%)
31
137
22
7
15,74
69,54
11,17
3,55
54
Tabel 6.6 Distribusi pasien DBD berdasarkan derajat penyakit yang tercatat
di RSU Haji Makassar periode 1 Januari 31 Desember 2010
Variabel
Derajat penyakit
Derajat I DBD
Derajat II DBD
Derajat III DBD
Derajat IV DBD
Tidak ada data
n (197)
Persen (%)
77
45
4
1
70
39,09
22,84
2,03
0,51
35,53
Persen (%)
77,66
17,26
5,08
Dari tabel 6.7 diperoleh data dari 197 pasien yang dirawat dengan diagnosis
DBD, 153 pasien (77,66%) keluar rumah sakit dalam keadaan sembuh dan 10
pasien (5,08%) yang pulang paksa.
55
Persen (%)
31,98
60,41
2,54
5,08
81,22
15,23
0
3,55
56
BAB VII
PEMBAHASAN
57
99 orang (50,25%). Penelitian di Palu Selatan tahun 2008 diperoleh data lakilaki lebih banyak (52,48%).13 Hasil yang sama diperoleh pada penelitian di
Seluruh Indonesia pada tahun 2009 dimana pasien DBD berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 53,78%.9 Penelitian di Pakistan dalam kurun waktu 2002
sampai 2007 juga menyatakan bahwa penderita DBD laki-laki lebih banyak
(63,2%).18 Penelitian di Taiwan tahun 2007 menunjukkan penderita laki-laki
944 kasus (51,8%).15
Namun penelitian di Singapura tahun 2009 menunjukkan hal yang
sebaliknya. Angka pasien perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki
yaitu 2.094 pasien (50,4%).16 Prevalensi laki-laki yang lebih tinggi ini
mungkin disebabkan oleh karena aktifitas laki-laki yang lebih sering
dilakukan di luar rumah dibandingkan dengan perempuan yang lebih banyak
memiliki aktifitas di dalam rumah. Hal ini juga dikaitkan dengan umur pasien
terbanyak pada usia remaja yang lebih sering beraktifitas di luar.
Distribusi pasien berdasarkan suku tidak dapat diinterpretasikan
disebabkan tidak tercantumnya data suku di seluruh rekam medik pasien
DBD tahun 2010 di RSU Haji. Namun, berdasarkan penelitian yang
dilakukan di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2011
menunjukkan bahwa suku terbanyak adalah Makassar yang diikuti dengan
Toraja dan suku lain di luar Sulawesi. Namun, data ini juga tidak dapat
digunakan menjadi acuan oleh karena 70% dari data penelitian tersebut tidak
tercantum suku dalam rekam medik. (Aqilah, tidak diterbitkan)
58
Berdasarkan distribusi tempat tinggal pasien DBD RSU Haji tahun 2010,
mayoritas pasien berdomisili di dalam kota Makassar yaitu 160 pasien
(81,22%), yang tersebar di berbagai kecamatan seperti kecamatan Makassar,
Mamajang, Mangala, Mariso, Panakkukang, Rappocini, Tallo, dan yang
terbanyak berada di kecamatan Tamalate. Hal ini mungkin disebabkan letak
RSU Haji yang berada dalam wilayah Makassar dan terletak di daerah padat
penduduk. Hal ini juga didukung oleh fungsi RSU Haji sebagai salah satu
rumah sakit rujukan puskesmas di Makassar. Sedangkan yang berada di luar
kota Makassar hanya 37 pasien (18,78%) yang berasal dari daerah Bone,
Enrekang, Jeneponto, Takalar, Pinrang, Bulukumba, dan yang terbanyak dari
Gowa.
59
7.3 Karakteristik pasien DBD berdasarkan cara masuk rumah sakit dan
jaminan pembayaran
Dari tabel 6.3 terlihat bahwa 137 pasien (69,55%) masuk ke RSU haji
dengan cara datang sendiri. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan
pasien yang masuk ialah yang berdomisili dekat dengan rumah sakit sehingga
menjadikan RSU Haji sebagai pilihan pertama untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Tabel 6.3 menunjukkan kategori terbanyak untuk jaminan pembayaran
adalah menggunakan JAMKESDA (50,76%). Hal ini diduga disebabkan
karena RSU Haji Makassar merupakan salah satu rumah sakit milik
pemerintah kota Sulawesi Selatan yang mencanangkan program kesehatan
gratis bagi seluruh masyarakat. Namun, tidak berarti RSU Haji tidak
menerima pasien dengan jaminan lain, hal ini terlihat dengan adanya cara
pembayaran kategori umum sebanyak 16,24%.
60
61
DBD di RSU Haji Makassar. Walaupun dalam beberapa penelitian lain seperti
yang dilakukan di Pakistan dari tahun 2003 sampai 2007 melaporkan gejala
mual sebagai gejala dominan (59,3%) diikuti gejala gatal sebanyak 36,4%.18
Derajat terbanyak pada penelitian ini ialah DBD grade I (39,09%),
namun data ini dapat menjadi bias disebabkan ada 70 kasus (35,53%) yang
tidak dilengkapi keterangan derajat DBD pada rekam medik. Pada penelitian
serupa yang dilakukan di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo, diperoleh data
bahwa DBD grade I (63,3%) merupakan grade yang terbanyak. (Aqila, tidak
diterbitkan). Sementara itu data yang diperoleh dari penelitian di Polinesia,
Perancis tahun 2001 menyatakan grade III dan IV adalah grade yang
terbanyak (20%).27 Adanya perbedaan data ini dapat disebabkan perbedaan
kelompok umur yang terinfeksi virus dengue dimana di Polinesia, Perancis
didominasi bayi sedangkan di Indonesia dialami oleh anak-anak dan remaja.
Dalam rekam medik pasien di RSU Haji Makassar, tidak terdapat data
mengenai pekerjaan pasien, sehingga tidak dapat dilakukan interpretasi hasil
untuk kategori pekerjaan ini. Tetapi dari penelitian lain yang dilakukan di
Singapore tahun 2005, pegawai swasta menempati 69,4% dari total pasien
DBD.16
Berdasarkan keadaan pasien saat keluar dari rumah sakit diperoleh
sebanyak 77,66% pasien keluar dari rumah sakit dalam keadaan sembuh,
17,26% pasien dalam keadaan membaik dan tidak didapatkan adanya pasien
yang meninggal. Kondisi ini membuktikan pelayanan kesehatan di RSU Haji
Makassar untuk pasien DBD sangat memuaskan.
62
JAMKESDA,
tiga
menggunakan
JAMKESMAS,
dua
63
2007
diperoleh
data
bahwa
79,4%
pasien
mengalami
64
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 197 pasien DBD periode 1
Januari 31 Desember 2010, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan umur, kategori umur 5-14 tahun mendominasi penderita DBD
di RSU Haji Makassar pada tahun 2010.
2. Jumlah pasien DBD laki-laki dibanding pasien DBD perempuan hampir
sama.
3. Berdasarkan waktu kejadian, penyakit DBD terbanyak didapatkan pada
bulan Maret.
4. Angka kejadian berdasarkan tempat tinggal menunjukkan insiden tertinggi
terjadi di kota Makassar.
5. Pasien yang datang ke RSU Haji Makassar mayoritas menggunakan
pembayaran JAMKESDA.
6. Pasien yang datang terbanyak memiliki keluhan Demam, dengan riwayat
demam selama 3-5 hari dan derajat dengue grade I.
7. Sebagian besar pasien yang keluar rumah sakit dinyatakan dalam keadaan
sembuh.
8. Berdasarkan hasil laboratorium, mayoritas penderita DBD memiliki nilai
hematokrit normal dan trombosit dibawah normal.
8.2 Saran
Berdasarkan apa yang penulis lihat dan rasakan di lapangan ketika
melakukan penelitian, maka saran yang dapat penulis berikan antara lain:
1. Menyarankan kepada Dinas Kesehatan agar melakukan usaha preventif
untuk mengantisipasi terjadinya DBD terutama pada musim hujan
65
yang
dapat
dilakukan
dengan
kampanye
maupun
perbaikan
infrastruktur.
2. Mengingat tingginya insiden DBD pada usia anak-anak dan remaja,
diperlukan upaya kampanye maupun pengenalan mengenai gejala,
vektor, dan cara penanganan DBD pada tingkat sekolah dasar dan
sekolah menengah.
3. Mengingat banyaknya rekam medik yang tidak ditemukan, maka
sebaiknya kesadaran tentang pentingnya kelengkapan dan ketelitian
dalam menyimpan catatan medik yang ada di bagian Rekam Medik
RSU Haji Makassar ditingkatkan.
4. Perlu kiranya dokter-dokter di RSU Haji Makassar menganamnesis
secara lebih rinci lagi mengenai suku, pekerjaan, dan riwayat penyakit
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Leonar Nainggolan, Khie Chen, Herdiman T. Pohan. Demam
Berdarah Dengue. In: Sudoyo, Aru, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi,
Marcellus Simadibrata, Sitti Setiati., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III ed IV. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007; 1709
66
Dengue.
Available
at:
accessed
Agustus
2011 .
67
Cross-Sectional
Study.
Avilable
at
68
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2938342/.Accessed
23
September 2011.
19. Lin, Chiao Wen, Chin Xian Wang, Chein Sheng Lim, Mei Ling Wu, et al.
Dengue Fever Epidemic in Tainan In Taiwan Epidemiologi Bulletin vol.25
No 6 page 401-21.
20. Jauhari, Muh Tantowi, Estika Wd Nelly. Karakteristik dan Upaya
Penanggulangan Dini Penderita Demam Berdarah dengue di Puskesmas
Jumpandang Baru Makassar. Skripsi Sarjana. Universitas Hasanuddin.
Makassar. 2006.
21. Chairulfatah Alex, Djatnika Setiabudi, Ridad Agoes, Robert Colebunders.
Thrombocytopenia and Platelet Transfusions in Dengue Haemorrhagic Fever
and Dengue Shock Syndrome. Dengue Bulletin Vol 27, 2003; 138-43.
22. W Shahin, A Nassar, M. Kalkattawi, H. Bokhari. Dengue Dengue fever in a
tertiary hospital in Makkah, Saudi Arabia. Dengue Bulletin Volume 33, 2009;
34-44.
23. Phing CL, Susan Sing Jl, Chih HK, Yao SY, Chun KH, Wey RL, et al.
Characteristics of dengue hemorrhagic fever outbreak in 2001 in Kaohsiung. J
Microbiol Immunol Vol 37, 2004; 266-70.
24. Pusparini. Kadar hematokrit dan trombosit sebagai indikator diagnosis infeksi
dengue primer dan sekunder. J Kedokteran Trisakti Volume 23, 2004; 51-6.
25. Lee, Min Sheng, Kao Pin Hwang, Tun C Chen, Po L Lu, Tyen PoChen.
Clinical Characteristics of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever in a
Medical Centre of Southern Taiwan During The 2002 Epidemic. J Microbiol
Immunol Infect 2006;39: 121-9.
69
26. Pelaez, Otto, Maria G Gusman, Gustavo Kouri, Raul Perez, Jose L, et al.
Dengue epidemic, Havana, 2001 in Emerging Infectious Disease Vol 10 No.4
April 2004. Available at: www.cdc.gov/eid accessed 23 September 2011.
27. Hubert Bruno, Halstead B Scott. Dengue 1 Virus and dengue Hemorrhagic
Fever, French, Polynesia, 2001 In Emerging Infectious Disease Vol 15 No 8
Aug 2009. Available at: www.cdc.gov/eid . Accessed 22 September 2011.
28. Appanna, Ramapraba, Ponnampalavanar, Sasheela, Luci, Sekaran Shamala.
Suceptible and Protective HLA class 1 Alleles Against Dengue Fever and
Dengue Hemorrhagic Fever patients in Malaysian Population. 2010 Vol 5 p
130.
70