Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Demam Dengue/DF dan Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan demam
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditadai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/ syok.1
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit
menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat
dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di
Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. 2
Menurut data CDC sekitar 2.5 milyar penduduk atau 40% dari populasi dunia
menempati wilayah yang memiliki resiko terhadap penularan DBD. DBD
menjadi endemik tidak kurang dari 100 negara di Asia Pasifik, Amerika,
Afrika dan Karibia. WHO memperkirakan terjadi 50 sampai 100 juta kasus
infeksi terjadi tiap tahun termasuk 500,000 kasus DBD dan 22,000 kematian
yang kebanyakan terjadi pada anak-anak.3

Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita Demam


Berdarah di tiap tahunnya. World Health Organization (WHO) mencatat
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di
Asia Tenggara.4
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan
suatu letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kematian yang besar.5 Pada
tahun 2009, terdapat 158.912 kasus dengan jumlah kematian 1.420 orang.
Dengan demikian, Incidence Rate (IR) DBD pada tahun 2009 adalah 68,22
per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,89%. Angkaangka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008 dengan IR
sebesar 59,02 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,86%.6
Meskipun CFR tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan tahun 2008, namun
sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, nampak adanya kecenderungan
penurunan CFR. Kecenderungan penurunan tersebut tidak nampak pada IR
per 100.000 penduduk. Angka Insidens (IR) tertinggi terdapat di Provinsi
DKI Jakarta, yaitu 313,41 per 100.000 penduduk, Sedangkan IR terendah di
Provinsi NTT sebesar 8,44 dan Jambi sebesar 8,55 per 100.000 penduduk. 6
Dari jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95% terjadi pada anak di
bawah 15 tahun.4
Pada tahun 2009, provinsi dengan CFR tertinggi adalah Kep. Bangka
Belitung sebesar 4,58%, sedangkan CFR terendah terdapat di provinsi

Sulawesi Barat, dimana tidak ada kasus meninggal, dan DKI Jakarta sebesar
0,11%.6
Di Sulawesi Selatan, menurut laporan dari Subdin P2&PL tahun 2004,
telah dilaporkan kejadian penyakit Demam Berdarah sebanyak 2.598
penderita (termasuk data Sulawesi Barat) dengan kematian 19 orang
(CFR=0,7%). Pola kejadian tersebut berlangsung antara Januari April, Juni,
Oktober dan Desember (memasuki musim penghujan). Jumlah kasus tertinggi
terjadi di Kota Makassar, Kab. Gowa dan Barru. Untuk tahun 2005, tercatat
jumlah penderita DBD sebanyak 2.975 dengan kematian 57 orang
(CFR=1,92%). Sementara untuk tahun 2006, kasus DBD dapat ditekan dari
3.164 kasus tahun 2005 menjadi 2.426 kasus (22,6%) pada tahun 2006,
demikian pula angka kematian (CFR) dari 1,92% turun menjadi 0,7% pada
tahun 2006, dengan kelompok penduduk yang terbanyak terserang adalah
pada kelompok usia anak sekolah (5-14 tahun) sebesar 55%, kemudian pada
kelompok usia produktif (15-44 tahun) sebesar 25%, kelompok usia anak
balita (1-4 tahun) sebesar 16% dan usia diiatas 45 tahun serta usia dibawah 1
tahun masing-masing sebesar 2%.4
Pada tahun 2007 kasus DBD kembali meningkat dengan jumlah kasus
sebanyak 5.333 kasus dan jumlah kasus yang terbesar berada di kab.Bone
(1030) kasus, menyusul Kota Makassar (452) kasus, Kab. Bulukumba (376)
kasus, Kab.Pangkep (358) kasus.4
Kasus DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2008 kategori tinggi pada
Kab. Bone, Bulukumba, Pinrang, Makassar dan Gowa, sedangkan kabupaten/
kota yang tidak terdapat kasus DBD yaitu Kab. Luwu Utara, Tator, Enrekang,

Maros, Jeneponto dan Selayar. CFR DBD di Sulawesi Selatan pada tahun
2008 sebesar 0,83. Sedangkan pada Kab./ kota tertinggi yaitu di Luwu Utara
(14,29), menyusul Maros (13,33), Pinrang (3,42), Sidrap (1,61), kemudian
Wajo, Makassar, Parepare, Gowa dan Bone masing-masing di bawah 1,5.4,7
Oleh karena masih cukup tingginya kasus DBD di Sulawesi Selatan
khususnya di daerah Makassar, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
karakteristik dari penderita Demam Berdarah Dengue periode 1 januari 2010
sampai dengan 31 Desember 2010. Penelitian ini akan dilakukan di RSU
Haji.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana distribusi penderita DBD berdasarkan waktu kejadian ?
2. Bagaimana distribusi penderita DBD berdasarkan umur ?
3. Bagaimana distribusi penderita DBD berdasarkan jenis kelamin ?
4. Bagaimana distribusi penderita DBD berdasarkan pekerjaan ?
5. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan suku ?
6. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan tempat tinggal ?
7. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan jaminan pembiayaan ?
8. Bagaimana distribusi penderita DBD berdasarkan riwayat demam?
9. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan cara masuk rumah sakit ?
10. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan gejala klinis ?
11. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan derajat penyakit ?

12. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan keadaan pasien saat keluar
rumah sakit ?
13. Bagaimanan distribusi pasien DBD berdasarkan kadar hematokritnya pada
pemeriksaan pertama saat di rumah sakit ?
14. Bagaimana distribusi pasien DBD berdasarkan jumlah trombositnya pada
pemeriksaan pertama saat di rumah sakit ?

1.3 Batasan Masalah


Banyaknya variabel yang dapat dijadikan penilaian karakteristik penyakit
DBD, keterbatasan data yang ada dalam rekam medik pasien dan juga
keterbatasan waktu, biaya serta kemampuan, maka dalam penelitian ini kami
hanya akan meneliti bagaimana distribusi penyakit DBD
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
karakteristik penderita demam berdarah dengue yang dirawat di RSU Haji
periode 1 januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus


Tujuan Khusus dalam penelitian ini adalah

1.

Untuk mengetahui distribusi penderita DBD berdasarkan waktu


kejadian.

2.

Untuk mengetahui distribusi penderita DBD berdasarkan umur.

3.

Untuk mengetahui distribusi penderita DBD berdasarkan jenis


kelamin

4.

Untuk

mengetahui

distribusi

penderita

DBD

berdasarkan

pekerjaan.
5.

Untuk mengetahui distribusi penderita DBD berdasarkan riwayat


demam

6.

Untuk mengetahui distribusi penderita DBD berdasarkan suku

7.

Untuk mengetahui distribusi pasien DBD berdasarkan cara masuk


rumah sakit.

8.

Untuk mengetahui distribusi pasien DBD berdasarkan tempat


tinggal

9.

Untuk mengetahui distribusi pasien DBD berdasarkan jaminan


pembiayaan.

10.

Untuk mengetahui distribusi pasien DBD berdasarkan gejala klinis

11.

Untuk mengetahui distribusi pasien DBD berdasarkan derajat


penyakit.

12.

Untuk mengetahui distribusi pasien DBD berdasarkan keadaan


pasien saat keluar rumah sakit.

13.

Untuk mengetahui distribusi pasien DBD berdasarkan kadar


hematokritnya pada pemeriksaan pertama saat di rumah sakit

14.

Untuk mengetahui distribusi pasien DBD berdasarkan jumlah


trombositnya pada pemeriksaan pertama saat di rumah sakit.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi
para praktisi kesehatan mengenai kasus demam berdarah dengue, sehingga
timbul kepedulian untuk bekerja sama dalam menuntaskan permasalahan
penyakit ini dimasa yang akan datang.
1.5.2 Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan masukan bagi pihak instansi yang berwenang unuk
digunakan

sebagai

dasar

pertimbangan

dalam

mengambil

dan

memutuskan kebijakan-kebijakan kesehatan.


2. Sebagai tambahan ilmu, kompetensi, dan pengalaman berharga bagi
peneliti dalam melakukan penelitian kesehatan pada umumnya dan
terkait tentang demam berdarah dengue pada khususnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Demam Dengue/DF dan Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan demam
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditadai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/ syok.1
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus
Flavivirus grup famili Togaviridae. Virus ini mempunyai ukuran diameter
sebesar 30 nanometer terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan
berat molekul 4x106 dan terdiri dari 4 serotipe, yakni dengue (DEN) 1, DEN
2, DEN 3, DEN 4. Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN 3
merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue
dengan flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese Enchehphalitis dan West
Nile virus. Virus yang ditularkan pada manusia melalui gigtan nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus, pada suhu 30 C memerlukan waktu 8-10 hari
untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari lambung sampai kelenjar
ludah nyamuk tersebut. Sebelum demam muncul pada penderita virus ini
sudah dulu berada dalam darah 1-2 hari. Selanjutnya penderita berada dalam
kondisi viremia selama 4-7 hari. 1,7

2.2 Vektor dan Cara Penularan Virus dengue


Vektor utama DBD adalah nyamuk rumah yang disebut Aedes Aegypti,
sedangkan vektor potensialnya yang lain adalah Aedes Albopictus yang
banyak ditemukan di semak-semak sekitar rumah. Nyamuk dewasa betina
Aedes aegypti menghisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan, baik
di dalam rumah ataupun di luar rumah. Untuk menjadi kenyang, nyamuk
betina memerlukan 2-3 kali hinggap dan menghisap darah (multiple biters).
Penghisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak
waktu yaitu setelah matahari terbit (08.00-12.00) dan sebelum matahari
tenggelam (15.00-17.00).8
Virus dengue yang sudah masuk di tubuh manusia akan bersirkulasi
dalam tubuh manusia selama 2-7 hari atau selama demam terjadi. Dalam
waktu 4-7 hari, virus dengue di tubuh penderita dalam keadaan viremia dan
pada masa itulah penularan terjadi. Apabila penderita digigit oleh nyamuk
penular, maka virus dengue juga akan terhisap dalam tubuh nyamuk. Virus
tersebur kemudian berada dalam lambung nyamuk dan akan memperbanyak

diri selanjtnya akan berpindah ke kelenjar ludah nyamuk. Proses itu memakan
waktu 8-10 hari sebelum ditularkan kembali ke manusia.7

2.3 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik
Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per
100.000 penduduk dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa
(KLB) hingga 35 per 100.000 penduduk, sedangkan angka mortalitas
cenderung menurun seiring dengan waktu.1
Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi
dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi
32 dan 382 kabupaten/kota pada tahun 2009. Maka beberapa faktor diketahui
berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu 1) vektor :
perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) pejamu:
terdapatnya penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) lingkungan: curah hujan, suhu,
sanitasi, dan kepadatan penduduk.1,9
Secara nasional penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia setiap
tahun terjadi pada buan September s/d Februari dengan puncak pada bulan
Desember atau Januari yang bertepatan dengan waktu musim hujan. Akan

10

tetapi Untuk kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya
musim penularan terjadi pada bulan Maret s/d Agustus dengan puncak terjadi
pada bulan Juni atau Juli.9
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi
pergeseran. Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar
kasus DBD adalah kelompok umur <15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok
umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur >=15 tahun. 9
Melihat data ini kemungkinan penularan tidak hanya di rumah tetapi di
sekolah atau di tempat kerja. Selain itu tampak telah terjadi perubahan pola
penyakit DBD, dimana dahulu DBD adalah penyakit pada anak-anak dibawah
15 tahun, saat ini telah menyerang seluruh kelompok umur, bahkan lebih
banyak pada usia produktif.3
Bila dilihat, distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008,
persentase penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah penderita
berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463 orang (53,78%) dan perempuan
berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini menggambarkan bahwa risiko
terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung
jenis kelamin. 9

2.4 Patogenesis
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam
berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian
besar menganut The secondary heterologous infection hypothesis yang

11

mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi


dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang
berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan
sampai 5 tahun.3
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi
anamnestik yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti
dengue titer tinggi. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi dengan
akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya
akan

mengakibatkan

terbentuknya

kompleks

antigen-antibodi

yang

selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a


akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh
darah. Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak
ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis
metabolik dan kematian. 3
Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran
pencernaran hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama
dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis
yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai
menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.

12

Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai
normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit. 3
Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab
perdarahan pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk
faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun.
Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar
yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga oleh aktifasi sistem
koagulasi. Disseminated Intravascular Coagulation/DIC secara potensial
dapat terjadi juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan
pada DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki
renjatan irrevesible disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital
dan berakhir dengan kematian. 3

2.5 Gejala, Klasifikasi dan Berat Penyakit


Tanda-tanda dan gejala penyakit DBD adalah :
1.

Demam
Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terusmenerus berlangsung 2 - 7 hari, kemudian turun secara cepat. Demam
secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti:
anorexia, lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.3

2.

Manifestasi Pendarahan

13

Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3
setelah demam. Sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk
perdarahan dapat berupa 3
-

Petechiae

Purpura

Echymosis

Perdarahan konjunctiva

Perdarahan dari hidung (epistaxis)

Perdarahan gusi

Muntah darah (hematemesis)

Buang air besar berdarah (melena)

Kencing berdarah (hematuria)

Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu
diperlukan torniquet test dan biasanya positif pada sebagian besar
penderita Demam Berdarah Dengue. 3
3.

Pembesaran hati (Hepatomegali)


Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran
hati tidak sejajar dengan berapa penyakit Pembesan hati mungkin
berkaitan dengan strain serotype virus dengue. 3

4.

Renjatan (Shock)
Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai
sakit. Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke

14

daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak. Adapun tanda-tanda


perdarahan:
-

Kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki.

Penderita menjadi gelisah.

Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.

Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang)


- Tekanan

darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg

atau kurang). Renjatan yang terjadi pada saat demam, biasanya


mempunyai kemungkinan yang lebih buruk. 3
5.

Gejala klinis lain


Gejala lainnya yang dapat menyertai ialah : anoreksia, mual, muntah,
lemah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang. 3

Diagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan WHO 1997.3


Kriteria Klinis
1)

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus


selama 2 7 hari.

2)

Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :


Uji tourniquet positif
Petekie, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi.
Hemetamesis dan atau melena.

3)

Pembesaran hati

4)

Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.3

15

Kriteria Laboratorium
1) Trombositopenia (100.000 sel/ mm3 atau kurang)
2) Hemokonsentrasi peningkatan hematoksit 20% atau lebih
Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka diagnosa
secara klinis dapat dibagi atas :
Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi
ialah uji tourniquet positif dan atau mudah memar
Derajat II: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan rendah, kulit dingin atau lembab dan penderita tampak gelisah.
Derajat IV: Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.
Perubahan epidemiologi demam berdarah menyebabkan masalah dalam
menggunakan klasifikasi WHO yang ada. Gejala virus dibagi mejadi
Undifferentiated Fever, Dengue Fever, Dengue Haemorrhagic Fever dan lalu
diklasifikasi menjadi grade I sampai IV menyebabkan banyaknya laporan
kesulitan penggunaan klasifikasi sehingga sulit dalam menentukan keparahan
pasien sehingga dibuatlah kriteria baru klasifikasi berdasarkan tingkat
keparahan menurut panduan WHO tahun 2009.10
1.
Dengue tanpa tanda bahaya / peringatan (dengue without warning
2.

signs),
Dengue dengan tanda bahaya/ peringatan (dengue with warning
signs),

3.

Dengue berat (severe dengue). 10


16

1. Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya:


Tersangka Dengue:
Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue. Demam
disertai 2 dari hal berikut :
Mual, muntah
Ruam
Sakit dan nyeri
Uji torniket positif
Lekopenia
Adanya tanda bahaya
Tanda bahaya adalah :
Nyeri perut atau nyeri tekan
Muntah berkepanjangan
Terdapat akumulasi cairan
Perdarahan mukosa
Letargi, lemah
Pembesaran hati > 2 cm
Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang
cepat
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma
tidak jelas). 10
2. Kriteria dengue berat :

17

Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS),


akumulasi cairan disertai dengan distress pernafasan.

Perdarahan hebat, yang dievaluasi oleh paramedis

Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000, gangguan


kesadaran, gangguan jantung dan organ lain). 10

2.6 Gambaran Klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatis atau
dapat berupa demam yang tidak khas, pada umumnya pasien mengalami fase
demam selama 2-7 hari yang diikuti fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu
fase ini pasein sudah tidak demam tetapi memiliki resiko tinggi terjadinya
renjatan Gambaran klinis nya terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis
dan fase pemulihan.1,10
Fase febris biasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari, disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit
kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan
konjungtiva. Anoreksia, mual dan muntah sering terjadi. Pada fase ini dapat
pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan mukosa,
walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan
gastrointestinal. Pembesaran dan nyeri tekan hepar sering tampak setelah
beberapa hari demam. Sedangkan pada pemeriksaan darah lengkap tanda
abnormal yang dapat di lihat secara dini adalah penurunan progresif dari
jumlah total leukosit. Setelah fase febris, akan terjadi fase kritis pada hari 3
7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh (37,5-38C atau kurang)

18

disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang


biasanya berlangsung selama 24 48 jam. Kebocoran plasma dapat terlihat
dari adanya efusi pleura, asites, dan sering didahului oleh lekopeni progresif
disertai penurunan jumlah trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok yang
memiliki beberapa tanda peringatan seperti penurunan temperatur suhu tubuh.
Bila fase kritis terlewati maka terjadi Fase pemulihan yang berupa
pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan
pada 48 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu
makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik. 10
Jika tidak segera ditangani atau ditangani secara tidak tepat, penyakit ini
dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian.
Dengue berat harus dicurigai bila pada pasien berasal dari daerah resiko
tinggi penyakit dengue dengan demam yang berlangsung 2-7 hari disertai
dengan ditemuan berikut:

Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat


secara progresif, adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau
syok (takikardi, ekstremitas yang dingin, waktu pengisian kapiler
(capillary refill time) > 3 detik, nadi lemah atau tidak terdeteksi, tekanan
nadi yang menyempit atau pada syok lanjut tidak terukurnya tekanan
darah)

Adanya perdarahan yang signifikan

Gangguan kesadaran

19

Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen


yang hebat atau bertambah, ikterik)

Gangguan

organ

berat

(gagal

hati

akut,

gagal

ginjal

akut,

ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan manifestasi lainnya yang tak


lazim.10

2.7 Diagnosis
Untuk mengantisipasi agar diagnosis DBD dapat ditegakkan dengan
segera,

diperlukan

pemahaman

imunopatogenesis

penyakit

DBD,

pemeriksaan laboratorium yang tepat dan interpretasi yang didapat dari hasil
laboratorium untuk melengkapi gejala klinis yang ada. Permasalahan sering
timbul akibat dari miskomunikasi klinisi dengan pihak laboratorium, baik
dokter spesialis patologi klinik, analis, teknisi dan pasien, di samping tahapan
praanalitik, analitik dan paskaanalitik.11
Gambaran klinis penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue ini
sering tidak khas, dapat menyerupai penyakit flu, demam tifoid, demam
chikungunya, leptospirosis, malaria dan berbagai penyakit lain. Manifestasi
klinis akibat infeksi virus dengue ini dapat menyebabkan keadaan yang
beranekaragam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang
tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD) atau
bentuk yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom
syok dengue (SSD) . 11

20

Penegakkan diagnosis DBD masih menggunakan kriteria WHO 1997,


yaitu kriteria klinis dan laboratoris berupa trombositopenia kurang dari
100.000/ul atau peningkatan hematokrit 20%. Untuk mendapatkan
peningkatan hematokrit sebesar 20% secara tepat, sulit dilakukan,
mengingat belum ada nilai standar hematokrit orang Indonesia anak-anak
maupun dewasa. Hal yang tak kalah penting adalah memahami kelemahan
pemeriksaan laboratorium tersebut. Pemeriksaan hemoglobin, leukosit, hitung
jenis, hapusan darah tepi maupun enzim hati seperti SGOT dan SGPT, juga
diperlukan di samping trombosit dan hematokrit, untuk memberi informasi
lebih, dalam menunjang diagnosis DBD. 11
Pemeriksaan serologis berupa IgM dan IgG antidengue diperlukan untuk
membedakan demam yang diakibatkan virus dengue ataukah demam oleh
sebab lain (demam tifoid, influenza, malaria, hepatitis dan lain-lain). Saat ini
sudah ada tes yang dapat mendiagnosis DBD dalam waktu demam 8 hari
pertama yaitu antigen virus dengue yang disebut dengan antigen Non
Stereotypic antigen-1 (NS1). Keuntungan mendeteksi antigen NS1 yaitu
untuk mengetahui adanya infeksi dengue pada penderita tersebut pada fase
awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya antibodi. Pemeriksaan NS1
lebih unggul sensitivitasnya dibandingkan kultur virus dan pemeriksaan PCR
maupun antibodi IgM dan IgG antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100%
sama tingginya seperti pada gold standard kultur virus maupun PCR.11
Antigen NS1 terdapat baik pada infeksi primer maupun sekunder.
Antigen NS1 dapat dideteksi dalam 9 hari pertama demam, yang terdapat

21

baik pada serotipe DEN-1 (terbanyak), DEN-2, DEN-3 dan DEN-4).


Kumarasamy meneliti sensitivitas dan spesifisitas NS1 pada 554 donor sehat
dan 297 pasien terinfeksi virus dengue dimana 157 pasien PCRnya positif dan
pasien diperiksa juga IgM dan IgG antidengue. Beliau mendapatkan
spesifisitas 100% dan sensitivitas 91,0 % dari 157 sampel yang positif PCR
nya dengan perbedaan yang tidak signifikan untuk ke empat serotipe,
sedangkan Blacksell meneliti NS1 dan beliau mendapatkan sensitivitas NS1
63% dan spesifisitas 100% dengan memperhatikan adanya perbedaan sekresi
yang bervariasi antar serotipe.11
Terdapat 2 macam kit pemeriksaan antigen NS1 di Indonesia, yaitu dari
Panbio dan BioRad, keduanya memakai prinsip metode ELISA (Enzymelinked immunosorbent assay). Saat ini juga sudah terdapat reagen NS1 dalam
bentuk rapid test (ICT).11
Pemeriksaan IgM dan IgG antidengue tetap diperlukan untuk
membedakan infeksi primer atau infeksi sekunder. Hal ini penting untuk
penatalaksanaan manajemen terapi di samping epidemiologi, karena pada
infeksi sekunder keadaan dapat menjadi lebih berat. IgM dan IgG antidengue,
baik dengan cara rapid test menggunakan metode imunokromatografi (ICT)
ataupun enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).11
Pada respon imun primer, IgM diproduksi dimulai pada hari ke 3, namun
pada umumnya baru dapat dideteksi pada hari ke 7 demam atau lebih kadar
IgM ini terus meningkat dalam 1-3 minggu dan dapat terdeteksi sampai 2
bulan setelah infeksi. IgG antidengue diproduksi pada 2 minggu sesudah

22

infeksi dan akan tetap ada di dalam tubuh selamanya, namun untuk kadar
yang dapat dideteksi dengan reagen komersial. IgG capture ELISA, pada
umumnya adalah IgG dalam kadar setara dengan infeksi sekunder (batas
Hemagglutination Inhibition > 1/1280 atau ada reagen komersial yang
mematok batas HI > 1/2560). Keadaan akut juga dapat ditentukan dengan
menggunakan rasio IgM dibandingkan dengan IgG antidengue. 11
Pada respon imun sekunder, IgM dapat dimulai timbul pada hari ke 3,
namun optimal paling sedikit 5 hari setelah demam, bahkan 25-78% tidak
terdeteksi pada infeksi sekunder. IgG antidengue pada respon imun sekunder,
meningkat cepat dalam 3-5 hari demam. Pola reaktivitas IgM dan IgG yang
ditentukan dengan menggunakan ELISA ini, telah dapat membedakan infeksi
primer atau sekunder. Keberadaan antibodi IgM tanpa IgG menunjukkan
infeksi primer, sedangkan IgG yang kadarnya meningkat jauh melebihi IgM
menunjukkan infeksi sekunder. IgM dan IgG ini dapat dijumpai baik pada
semua manifestasi klinis infeksi virus dengue, baik yang

asimtomatik,

demam dengue, demam berdarah dengue hingga syok sindrom dengue.11


Antigen NS1 dianjurkan diperiksa pada awal demam sampai hari ke
delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% - 93,4% dengan spesifisitas
100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hati-hati
hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue,
dimana variasi hasil ini diduga berkaitan dengan serotipe virus dengue yang
menginfeksi. Disarankan pemeriksaan antigen NS1 tetap disertai dengan
pemeriksaan antibodi IgM dan IgG antidengue sebagai penentu infeksi primer

23

ataupun sekunder, sekaligus untuk mengatasi kemungkinan hasil negatif palsu


pada pemeriksaan antigen NS1.11

2.8 Penatalaksanaan
Dalam Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and
Control New terbaru penatalaksanaan pasien berdasarkan 3 kategori
kelompok yaitu:
1.

Kategori kelompok A adalah Pasien yang tidak memerlukan perawatan


rumah sakit dan dapat dipulangkan kerumah.

2.

Kategori kelompok B adalah pasien yang membutuhkan perawatan rumah


sakit

3.

Kategori kelompok C adalah pasien yang membutuhkan penanganan


kegawatdaruratan. 10
Pasien yang tergolong kategori A adalah mereka yang mampu atau

memiliki asupan cairan yang adekuat dan kencing minimal sekali tiap enam
jam serta tidak memiliki tanda peringatan apapun terutama saat demam mulai
mereda. Penanganan pasien dapat dilakukan dalam beberapa langkah yang
dimulai dengan menganjurkan pasien untuk meminum cairan rehidrasi, jus
buah dan cairan lainnya yang mengandung elektrolit dan gula untuk
menggantikan komponen yang hilang hilang karena demam atau muntah.

24

Tindakan berikutnya adalah pemberian parasetamol pada pasien yang demam


tinggi jika pasien tersebut tidak nyaman dengan keadaannya tersebut. Dosis
parasetamol sebaiknya di minum dengan rentang tidak kurang dari enam jam.
Kompres pasien dengan kompres hangat jika pasien masih tetap demam
tinggi setelah pemberian parasetamol. Jangan memberikan asam asetilsalisilat
(Aspirin), ibuprofen atau golongan anti inflamasi lainnya karena dapat
memicu terjadinya radang lambung (Gastritis)

dan perdarahan. Langkah

terakhir adalah mengingatkan keluarga pasien atau orang yang mengurus


pasien agar memperhatikan dan segera membawa pasien jika terjadi hal-hal
seperti: tidak terjadi perbaikan kondisi pasien atau malah memburuk, Nyeri
abdomen yang berat, muntah yang terus-menerus, tangan dan kaki yang
terasa dingin serta lembab, gangguan kesadaran, perdarahan (seperti muntah
dan BAB hitam) atau tidak kencing lebih dari 4- 6 jam. Selanjutnya tenaga
medis harus memantau pasien yang dipulangkan kerumah tiap harinya dengan
melihat suhu, asupan dan cairan yang hilang, urin yang keluar, tanda-tanda
peringatan, tanda kebocoran plasma dan perdarahan serta pemantauan darah
rutin (Hematokrit, jumlah trombosit dan leukosit) . 10
Pasien yang tergolong kategori B adalah pasien yang memerlukan
observasi lebih terutama ketika mereka akan memasuki fase kritis. Termasuk
didalamnya pasien yang memiliki tanda-tanda peringatan, dan atau memiliki
kondisi khusus yang membuat penyakit DBD dan penaganannnya menjadi
lebih rumit seperti wanita hamil, lansia, penderita diabetes melitus, gagal
ginjal dan anak-anak. Pasien yang tinggal sendiri atau tinggal jauh dari pusat

25

kesehatan tanpa memiliki transportasi yang memadai juga termasuk kategori


ini. 10
Jika pasien DBD dengan tanda peringatan maka rencana tindakannya adalah
sebagai berikut:
Diperlukan adanya data Hematokrit sebelum memulai terapi cairan.
Berikan hanya cairan isotonik seperti saline 0,9%, ringer laktat atau caitan
hartmann, yang dimulai dengan 5-7 ml/Kg/ jam untuk 1-2 jam pertama,
kemudian turunkan menjadi 3-5ml/Kg/ jam untuk 2-4 jam berikutnya dan
turunkan lagi menjadi 2-3 ml/Kg/ jam atau kurang tergantung dari respon
klinis. Nilai kondisi dan periksakan kembali hematokrit pasien, jika nilai
hematokritnya masih tetap sama atau hanya mningkat sedikit maka lanjutkan
pemberian cairan 2-3 ml/Kg/ jam selama 2-4 jam. Jika tanda vital memburuk
dan hematokrit meningkat dengan cepat maka tingkatkat pemberian cairan
menjadi 5-10 ml/Kg/ jam berikan selama 1-2 jam. 10
Berikan cairan intravena yang minim sesuai kebutuhan untuk menjamin
perfusi jaringan yang baik serta menjamin pengluaran urin sekitar 0,5 ml/Kg/
jam. Infus cairan hanya dibutuhkan selama 24-48 jam. Pengurangan cairan
intravena dilakukan jika jumlah kebocoran plasma telah menurun yang
diindikasikan dengan keseimbangan antara asupan cairan dengan jumlah urin
yang keluar, atau hematokrit menurun dibawah nilai batas pada pasien stabil.
Pasien yang menunjukan tanda-tanda peringatan harus tetap dipantau tanda
vital dan perfusi perifer (1-4 jam setelah pasien keluar dari fase kritis),
pengeluaran urinnya (tiap 4-6 jam), Hematokrit (Sebelun dan sesudah terapi

26

cairan serta 6- 12 jam berikutnya, gula darah dan fungsi organ lainnya seperti
fungsi ginjal, hati dan pembekuan darah). 10
Jika pasien DBD tanpa tanda peringatan maka rencana tindakannya adalah
sebagai berikut:
Pasien dianjurkan untuk minum. Jika hal ini tidak dapat ditoleransi dengan
baik maka dapat diberikan cairan intravena dengan menggunakan saline 0,9%
atau ringer laktat dengan atau tanpa pemberian dextrose dengan dosis
perawatan. Untuk pasien dengan berat badan berlebih dan obesitas,
perhitungan jumlah cairan intravena menggunakan berat badan idealnya.
Pasien harus memulai asupan cairan oral setelah beberapa jam terapi cairan
intravena. Berikan cairan intravena yang minim sesuai kebutuhan untuk
menjamin perfusi jaringan yang baik serta menjamin pengluaran urin. Infus
cairan hanya dibutuhkan selama 24-48 jam. Pasien yang tetap dipantau tanda
vital dan perfusi perifer, pengeluaran urinnya (volume dan frekunsinya),
Hematokrit, jumlah leukosit dan trombosit. Tes laboratorium lainnya seperti
fungsi organ lainnya seperti fungsi ginjal dan hati dapat disesuaikan dengan
gambaran klinis dan fasilitas yang ada dipusat kesehatan tersebut. 10
Pasien yang tergolong kategori C adalah pasien yang mengalami
kebocoran plasma berat yang mengarah ke syok dan / atau akumulasi cairan
dengan gangguan pernafasan, pasien dengan perdarahan yang masif, atau
gangguan fungsi organ berat seperti kerusakan hati, gangguan ginjal,
kardiomiopati, ensefalitis atau ensefalopati. 10

27

Semua pasien yang masuk dalam kategori C ini harus mendapatkan


perawatan di ruangan intensive care serta mendapatkan trasfusi darah. Cairan
kristaloid yang digunakan harus bersifat isotonik dan volumenya hanya cukup
untuk mengatur sirkulasi yang efektif selama terjadinya kebocoran plasma.
Cairan plasma yang hilang harus segera tergantikan dengan pemberian cairan
kristaloid isotonik atau dalam kasus yang terjadi syok hipotensi, cairan koloid
menjadi pilihan yang lebih baik. Jika memungkinkan selalu melakukan
pemeriksaan nilai hematokrit sebelum dan sesudah terapi cairan. Penggantian
cairan plasma yang hilang harus dilanjutkan hingga 24-48 jam. Untuk pasien
dengan berat badan berlebih dan obesitas maka perhitungan cairan
menggunakan ukuran berat badan ideal pasien tersebut. Terapi transfusi darah
harus diberikan hanya pada kasus yang diduga atau telah nyata adanya
perdarahan yang banyak. 10
Target dari terapi cairan ini adalah adanya perbaikan sirkulasi sentral dan
perifer yang ditandai dengan perbaikan tekanan darah, denyut nadi, capillary
refill time dibawah 2 detik dan ekstemitas yang teraba hangat. Selain itu
penilain juga di ambil dari perbaikan perfusi ke organ akhir, membaiknya
keadaan asidosis metabolik serta pengeluaran urin diatas sama dengan 0.5
ml/kg/jam. 10

2.9 Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya
antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD,

28

kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan
penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus.
Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan
intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan
syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial.
Kematian disebabkan banyak faktor, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Keterlambatan diagnosis
Keterlambatan diagnosis shock
Keterlambatan penanganan shock
Kelebihan cairan
Kebocoran hebat
Pendarahan masif
Kegagalan organ
Ensefalopati
Sepsis. 12

29

BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti.


Pada setiap populasi, tiap individu anggota tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda-beda untuk setiap penyakit tertentu. Berdasarkan tinjauan
pustaka, tujuan penelitian dan manfaat penelitian maka kami akan
medeskripsikan karakteristik penderita Demam Berdarah Dengue. Terdapat
berbagai macam karakteristik pasien DBD diantarannya umur, jenis kelamin,
waktu kejadian penyakit, pekerjaan dan lamanya demam. Penentuan variabel
ini didasarkan pada ketersediaan data dari rekam medik pasien, dengan tetap
mengingat kepentingan keterikatan variabel terdebut dengan kasus DBD.
1) Umur
Kasus DBD kebanyakan terjadi pada usia anak-anak dan jarang terjadi
pada bayi dan dewasa. Namun data terakhir menunjukkan adanya
pergeseran kelompok umur kasus DBD yang cenderung terjadi pada
kelompok umur >=15 tahun.
2) Jenis kelamin.
Mengenai kasus DBD baik laki-laki maupun perempuan mempunyai
kemungkinan sama menderita penyakit tersebut dan sebagai bahan

30

perbandingan, akan kami teliti tingkat kerentanan DBD berdasarkan jenis


kelamin.

3) Waktu kejadian
Bulan kejadian DBD sangat tergantung dengan siklus vektornya yaitu
nyamuk Aedes. Vektor ini sendiri memiliki siklus yang mengikuti curah
hujan serta pergantian musim kemarau ke musim hujan.
4) Suku
Suku merupakan faktor resiko untuk suatu penyakit. Sehingga dalam kasus
DBD ingin dilakukan penelitian hubungan suku dengan penyakit.
5) Tempat tinggal
Tempat tinggal sangat berpengarauh erat dengan kejadian DBD, muali dari
sanitasi dan kebijakan pemerintah setempat terhadap penanggulangan
penyakit.
6) Jaminan pembiayaan
Jaminan pembiayaan akan menggambarkan keadaan ekonomi dari pasien
yang berobat dirumah sakit tersebut.
7) Pekerjaan
Pekerjaan menjadi salah satu instrumen yang diteliti untuk mengetahui
gambaran pekerjaan yang mempengaruhi kerentanan terhadap gigitan
nyamuk.
8) Gejala klinis

31

Gejala klinis untuk setiap pasien DBD akan berbeda-beda tergantung


kondisi fisik pasien tersebut ketika terserang penyakit. Namun gejala awal
yang umumnya muncul dan menjadi keluhan adalah demam.

9) Riwayat demam di rumah


Riwayat demam di rumah dapat mempengaruhi prognosis dan perjalanan
serta cara penaganan pasien demam berdarah. Semakin lama pasien
mengalami demam tanpa adanya usaha penggantian cairan tubuh yang
hilang akibat demam tersebut dapat membuat perburukan kondisi pasien
hingga ketahap syok.
10) Derajat penyakit
Derajat penyakit dibuat berdasarkan tingkat keparahan dan akan
mempengaruhi tatalaksana terapi. Derajat ini didasarkan kriteria WHO.
Derajat ini terdiri dari empat tingkatan yaitu tingkat I, II, II, dan IV.
11) Keadaan pasien saat keluar rumah sakit
Keadaan pasien saat keluar rumah sakit akan menunjukkan kemampuan
tenaga medis dalam melakukan tatalaksana penyakit DBD, yang jika
dilakukan sesuai dengan standar WHO akan memberikan tingkat
kesembuhan atau perbaikan kondisi yang tinggi.
12) Kadar hematokrit pada pemeriksaan pertama saat dirumah sakit.
Kadar hematokrit yang diperiksa saat pertama kali masuk rumah sakit
memiliki peran penting dalam menggambarkan keadaan plasma yang

32

tersisa dalam pembuluh darah, semakin tinggi nilai hematokrit maka akan
semakin berkurang kadar plasma dalam darah.
13) Kadar trombosit pada pemeriksaan pertama saat dirumah sakit
Jumlah trombosit yang ditemukan pada pemeriksaan trombosit saat
pertama kali masuk rumah sakit dapat menggambarkan kemungkinan
resiko perdarahan yang terjadi di dalam tubuh pasien, semakin sedikit
jumlah trombosit maka semakin besar resiko perdarahan pada pasien
tersebut.

Oleh karena keterbatasan waktu dan tempat penelitian, maka penelitian


ini dikhususkan bagi pasien DBD yang dirawat di Rumah sakit Umum Haji
Makassar terhitung tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun
2010.

33

3.2 Kerangka Konsep

Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Suku
Tempat tinggal
Jaminan pembayaran

Bulan Kejadian
Riwayat demam di
Rumah
Cara masuk
Gejala klinis
Derajat Penyakit
Kadar hematokrit
Jumlah trombosit
Keadaan Pasien saat
keluar rumah sakit

Demam Berdarah Dengue (DBD

Serotipe Virus
Lingkungan Tempat
Tinggal

Variabel dependent
Variabel independent (yang diteliti)
Variabel independent (yang tidak diteliti)

34

3.3 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


3.3.1 Variabel Dependen
3.3.1.1 Pasien dengan Riwayat Demam Berdarah
Definisi: Pasien yang dinyatakan menderita penyakit Demam Berdarah
Dengue dalam rekam medik.

3.3.2 Variabel Independen


3.3.2.1 Umur
a. Definisi: Lamanya hidup seseorang dari lahir hingga saat ini sesuai
dengan yang tercatat dalam rekam medik di rumah sakit Umum Haji.
b. Kriteria Objektif :
1. 0-28 hari
2. 1 bulan-11 bulan
3. 1 tahun-4 tahun
4. 5 tahun-14 tahun
5. 15 tahun-24 tahun
6. 25 tahun- 44 tahun
7. 45 tahun-64 tahun
8. >65 tahun
3.3.2.2 Jenis Kelamin
a.

Definisi : Perbedaan seksual secara fisik dan biologis yang


terdiri dari laki-laki dan perempuan.

35

b.

Kriteria Objektif :
1. Laki-laki
2. Perempuan

3.3.2.3 Waktu Kejadian


a.

Definisi : waktu saat pasien masuk rumah sakit dan


terdiagnosis DBD sesuai dengan yang tercatat dalam rekam medik di
Rumah Sakit Umum Haji Makassar

b.

Kriteria Objektif :
Sesuai dengan bulan yang terdapat dalam kalender.

3.3.2.4 Suku
a.

Definisi : kebangsaan atau kelompok yang memiliki


karakteristik sosiobudaya yang sama dan khas dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari.

b.

Kriteria Objektif :
i.

Makassar

ii.

Bugis

iii.

Toraja

iv.

Maluku

v.

Jawa

3.3.2.5 Tempat Tinggal


a. Definisi : Tempat pasien menetap.

36

b. Kriteria Objektif
1. Dalam Kota Makassar
2. Luar Kota Makassar
3.3.2.6 Jaminan Pembiayaan
a. Definisi : Sesuai dengan program pembiayaan pelayanan kesehatan
yang digunakan pasien untuk berobat di rumah sakit, yang tertera dalam
rekam medik.
b. Kriteria Objektif :
1. UMUM
2. ASKES
3. JAMKESMAS
4. JAMKESDA
5. ASKES GAKIN
6. NA
3.3.2.7 Pekerjaan
a.

Definisi : Pekerjaan ialah sesuatu yang dilakukan untuk


mendapat nafkah.

b.

Kriteria Objektif :
1.
2.
3.
4.

PNS
Wiraswasta
Pekerja Berat (buruh, petani, nelayan)
Tidak Bekerja (Non produktif/pengangguran)

3.3.2.8 Gejala Klinis

37

a. Definisi : Gejala yang timbul akibat penyakit dan atau komplikasinya,


sesuai yang tercatat dalam rekam medik.
b. Kriteria Objektif :
i.Demam

vi.

Batuk

ii.Menggigil

vii.

Nyeri otot

iii.Sakit kepala

viii.

Diare

iv.Nyeri ulu hati


v.

ix.

Berkeringat dingin

Gejala gastrointestinal

3.3.2.9 Riwayat Demam


a.

Definisi : Lamanya perlangsungan kondisi suhu tubuh


pasien yang melebihi nilai normal (36,5o-37,2oC) yang dinilai dengan
pengukur suhu atau perabaan tangan sebelum pasien tersebut dirawat
di rumah sakit. Variabel ini dinilai dalam satuan hari.

b.

Kriteria Objektif :
1. <3 hari
2. 3-5 hari
3. >5 hari

3.3.2.10 Cara Masuk


a.

Definisi

alasan

nsehingga

pasien mengunjungi rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan


kesehatan, sesuai dengan data dalam rekam medik

b.

Kriteria Objektif :

38

1.

Datang Sendiri

2.

Rujukan dari luar kota

3.

Rujukan dari dalam kota

4.

Rujukan dari dokter praktek

3.3.2.11 Derajat Penyakit


a. Definisi : suatu pengelompokan dan klasifikasi keadaan pasien DBD
berdasarkan Keadaan klinis dan hasil laboratorium yang dikeluarkan
oleh WHO tahun 1997.
b. Kriteria Objektif :
1. Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya
manifestasi ialah uji tourniquet positif.
2. Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan
atau perdarahan lain.
3. Derajat III Didapatkan kegagalan sirekulasi, yaitu nadi cepat dan
lambat, tekanan mulut, kulit dingin atau lembab dan penderita
tampak gelisah.
4. Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
terukur.
3.3.2.12 Keadaan Keluar
a. Definisi : kondisi pasien setelah mendapatkan perawatan

serta

meninggalkan rumah sakit.

b. Kriteria Objektif :

39

1. Sembuh
2. Membaik
3. Pulang paksa
4. Meninggal
3.3.2.13 Kadar Hematokrit
a.

Definisi :

nilai yang menggambarkan proporsi volume

sampel darah dengan sel darah merah (sel darah merah yang padat)
diukur dalam persen yang diperiksa pertama kali saat masuk rumah
sakit.
b.

Kriteria Objektif :

Kurang dari nilai normal

Normal

Lebih dari nilai normal

3.3.2.14 Kadar Trombosit


a.

Definisi : salah satu komponen darah yang berperan dalam


sistem pembekuan darah diukur dalam mikroliter yang diperiksa
pertama kali saat masuk rumah sakit.

b.

Kriteria Objektif :

< 150000

150000-400000

>400000

40

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan
desain penelitian deskriptif, yang mana pengukuran variabel dilakukan pada
saat tertentu yang sama untuk mengetahui karakteristik penderita demam
berdarah dengue yang dirawat di rumah sakit umum Haji, dengan
menggunakan rekam medik sebagai data penelitian.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian


4.2.1 Waktu penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada 12 September 2011
hingga tanggal 25 September 2011
4.2.2 Lokasi penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di Rumah sakit Umum Haji
Makassar

4.3 Populasi dan Sample Penelitaian


4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita demam berdarah dengue yang
dirawat di RSU Haji

41

4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita demam berdarah dengue yang
dirawat di RSU Haji terhitung sejak tanggal 1 Januari 2010 sampai dengan
31 Desember 2010.
4.3.3 Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sample adalah dengan menggunakan metode total
sampling yaitu semua populasi dijadikan sebagai sample.
4.3.4 Kriteria Seleksi
a. Kriteria Inklusi
Memiliki rekam medik

4.4 Jenis Data dan Instrument Penelitian.


4.4.1 Jenis data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui
rekam medik subjek penelitian.
4.4.2 Instrumen penelitian
Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang dipergunakan dalam
penelitian ini yaitu tabel-tabel tertentu untuk merekam atau mencatat data
yang dibutuhkan dari rekam medik.

42

4.5 Manajemen Penelitian


4.5.1 Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan setelah mengurus perizinan dari pihak
pemerintah dan RSU Haji. Kemudian nomor rekam medik penderita demam
berdarah dengue dalam periode yang telah ditentukan dikumpulkan dari
bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Haji. Setelah itu, dilakukan
pengamatan dan pencatatan langsung ke dalam kuisioner yang telah
disediakan.
4.5.2 Teknik pengelolaan data
Data yang dikumpulkan diolah secara manual dengan menggunakan
program computer SPSS 16.0 dan Microsoft Excel untuk memperoleh hasil
statistik deskriptif yang diharapkan.
4.5.3 Penyajian data
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram
dengan penjelasan untuk menggambarkan karakteristik penderita demam
berdarah dengue yang dirawat di Rumah sakit Umum Haji periode 1 Januari
2010 sampai dengan 31 Desember 2010.

4.6 Etika Penelitian


Hal-hal yang terkait etika dengan penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Menyertakan surat pengantar yang dirujukan kepada pihak pemerintah
setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.

43

2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam


medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas
penelitian yang dilakukan.
3. Diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak
yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan
sebelumnya.

44

BAB V
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
5.1 Sejarah
RSU. Haji merupakan bekas lokasi RS Kusta Jongaya, latar belakang
pendiriannya untuk mendukung kelancaran kegiatan pelayanan calon jemaah
haji wilayah Makassar, masyarakat disekitarnya termasuk seluruh lapisan
masyarakat. Latar belakang sebagai rumah sakit korban Syuhada Mina di
Mekkah Arab Saudi, diresmikan tanggal 16 Juli 1992. Tanggal 13 Desember
1993 DEPKES menetapkan RSU Haji sebagai RSU milik PEMDA Provinsi
Sul-Sel dengan Tipe C (Kep. No. 762/XII/l993). Pada tahun 2011 RSU Haji
mendapatkan kunjungan akreditasi dan mendapat peningkatan dari Tipe C
menjadi Rumah Sakit tipe B dengan 12 pelayanan.
Direktur RSU Haji Makassar saat ini yaitu drg. Nurhasanah Palinrungi,
M.Kes.
TRANSFORMASI I : RSU KUSTA
TRANSFORMASI II : RSU HAJI tahun 1992
TRANSFORMASI III: RSU (rencana menjadi pusat rujukan infeksi)
5.2 Visi
Visi RSU Haji makassar ialah Menjadi Rumah Sakit Terpercaya, Terbaik dan
Pilihan Utama di Sulawesi Selatan
5.3 Misi

Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Paripurna dan Professional


Meningkatkan cakupan pelayanan untuk meningkatkan pendapatan

Rumah Sakit
Meningkatkan kualitas pelayanan melalui pengembangan Sumber Daya
Manusia
45

Mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana rumah sakit


Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan staf sebagai aset yang berharga
bagi rumah sakit.

5.4 Tujuan
Membantu Pemerintah Daerah untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dan peningkatan PAD, melalui peningkatan SDM, efisiensi dan
kualitas pelayanan.
5.5 Falsafah
Sebagai Rumah Sakit penyelenggara pelayanan kesehatan paripurna yang
Professional berlandaskan perikemanusiaan, adil dan merata serta dijiwai

oleh Keimanan dan Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa


MOTTO:
"CEPAT"

Cepat
Etika
Profesional
Akurat

5.6 Fasilitas Pelayanan Kesehatan


5.6.1 Instalasi di RSU. Haji Makassar :
a. Rawat Jalan
b. Rawat Inap
c. IRD
d. Bedah Sentral
e. Radiologi
f.Perawatan Intensif
g. Farmasi
h. Gizi
i. Laboratorium
j. Rehabilitasi Medis
k. Pemeliharaan sarana RS
l. Kedokteran Forensik

46

Luas areal tanah RSU. HAJI Makassar seluruhnya adalah 6.297 m2, yang
meliputi:
Gedung Poliklinik (351 m2)
Gedung Perawatan (312 m2)
Gedung darurat/ kebidanan (500 m2)
Gedung Perawatan I (406 m2)
Gedung Perawatan II (406 m2)
Gedung Perawatan III (VIP + Anak) (538,08 m2)
Gedung Laboratorium (200 m2)
Gedung OK/ Operasi (450 m2)
Gedung Gizi/ Laundry (364 m2)
Gedung Radiology (340 m2)
Kamar Jenazah (63 m2)
Taman (2000 m2)
Parkir (7000 m2)
Farmasi ( 88,2m2)

5.6.2 Kegiatan Pelayanan Medis


Instalasi Rawat Jalan
Terdiri dari sebelas poliklinik yang melayani setiap hari kerja.
1) Poliklinik Penyakit Dalam (Interna)
2) Poliklinik Bedah
3) Poliklinik Syaraf
4) Poliklinik Mata
5) Poliklinik THT
6) Poliklinik Gigi dan Mulut
7) Poliklinik Anak
8) Poliklinik Kulit dan Kelamin
9) Poliklinik Kebidanan/ Kandungan
10) Poliklinik Penyakit Jiwa
11) Poliklinik Paru
Instalasi Gawat Darurat
Melayani penderita yang tergolong gawat darurat selama 24 jam,
namun tidak tertutup kemungkinan merawat penderita yang bukan gawat
darurat.
Instalasi Rawat Inap
1. 39 ruangan perawatan umum

47

2. 3 ruangan perawatan khusus (ruang bedah sentral, isolasi, kamar


bersalin)
3. Jumlah tempat tidur yang tersedia 122 TT
Instalasi Bedah Sentral
Dari empat ruangan operasi yang ada, yang digunakan hanya dua buah

ruangan saja, karena ruangan itu saja yang fasilitasnya memadai.


Pelayanan 24 jam selama 7 hari
Kegiatannya meliputi : Pembedahan kecil, sedang, dan berat Ruang di
Bedah Sentral meliputi ruang tunggu, ruang dokter, r. Gips/ suster, ruang
pemulihan, ruang Operasi (2), Spoolhox (2), r. ganti, persiapan, gudang,
sentralisasi, dan KM/WC

5.6.3 Kegiatan Penunjang Medis


Instalasi radiologi
Pelayanannya meliputi : Rontgen foto dengan atau tanpa kontras dan USG
Instalasi Laboratorium Patologi klinik
Memberikan pelayanan selama 24 jam. Jenis pelayanan yang dapat
diberikan:
1) Darah yaitu Hematologi, Kimia klinik, Imunoserologi
2) Cairan tubuh yaitu Air kemih, Tinja, Cairan otak
3) Pemeriksaan biologi
4) Pemeriksaan dahak
Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan :
> Peracikan, penyimpanan dan penyaluran obat-obatan, gas medis serta
>

bahan kimia.
Penyimpanan dan penyaluran alat kedokteran, alat perawatan dan alatalat kesehatan yang dilakukan oleh tenaga/pegawai dalam jabatan

fungsional.
> Pelayanan farmasi oleh instalasi farmasi diberikan selama 24 jam
setiap hari.

48

Unit Rehabilitasi Medis


Terdiri dari Fisioterapi, terapi wicara, latihan fisik dan aktino terapi.
Instalasi Gizi
Instalasi gizi melayani proses penyediaan makanan mulai dari bahan
mentah hingga siap dikonsumsi baik oleh pasien maupun karyawan rumah
sakit. Kegiatan diinstalasi gizi terdiri dari :
~ Kegiatan pengadaan makanan
~ Kegiatan penyuluhan dan konsultasi gizi
- Kegiatan pelayanan gizi diruang perawatan / rawat jalan
Instalasi pemeliharaan rumah sakit
Instalasi pemeliharaan rumah sakit mempunyai tugas :
~ Pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit.
~ Penyediaan air bersih
~ Sanitasi Lingkungan rumah sakit

49

BAB VI
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RSU Haji Makassar dari tanggal 5 September
2011- 16 September 2011, mengenai karakteristik penyakit Demam Berdarah
Dengue di RSU Haji Makassar periode 1 Januari 31 Desember 2010. Adapun
hasil yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Tabel 6.1 Distribusi pasien DBD berdasarkan umur, jenis kelamin, tempat
tinggal yang tercatat di RSU Haji Makassar periode 1 Januari
31 Desember 2010
Variabel
1. Umur
1-11 bulan
1 - 4 tahun
5 -14 tahun
15 -24 tahun
25 -44 tahun
45 -64 tahun
>64 tahun
2. Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
3. Tempat tinggal
Dalam Makassar
Luar Makassar

n (197)
2
29
95
37
28
4
2

(%)
1,02
14,72
48,22
18,78
14,21
2,03
1,02

99
98

50,25
49,75

160
37

81,22
18,78

Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik RSU Haji Makassar)

50

Grafik 6.1 Distribusi pasien DBD berdasarkan umur yang tercatat dalam
rekam medik RSU Haji Makassar periode 1 Januari-31
Desember 2010

Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik RSU Haji Makassar)


Pada pasien yang dirawat di RSU Haji Makassar berumur mulai dari 0,4
tahun sampai dengan 74 tahun dengan rata-rata pasien berumur 14 tahun. Jika
dikelompokkan maka kelompok tertinggi adalah usia 5-14 tahun dengan 95 kasus
(48,22%) dan kelompok terendah pada rentang usia lebih dari 64 tahun dengan 2
kasus (1,02%).
Untuk kategori jenis kelamin dari 197 pasien, 99 pasien (50,25%) adalah
perempuan dan laki-laki 98 pasien (49,75%).
Untuk kategori tempat tinggal, pasien terbanyak berasal dari kota Makassar
sendiri yang berjumlah 160 pasien (81,22%) dari total pasien DBD tersebut.

51

Tabel 6.2 Distribusi pasien DBD berdasarkan bulan masuk yang tercatat di
RSU Haji Makassar periode 1 Januari 31 Desember 2010
Bulan

n(197)

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

9
34
35
26
20
17
14
16
10
6
9
1

Persen(%)
4,57
17,26
17,77
13,2
10,15
8,63
7,11
8,12
5,08
3,05
4,57
0,51

Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik)


Grafik 6.2 Distribusi pasien DBD berdasarkan bulan masuk yang tercatat di
RSU Haji Makassar periode 1 Januari 31 Desember 2010

52

Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik)

Dari Tabel 6.2 diperoleh data distribusi penyakit DBD terbanyak pada bulan
Maret sebanyak 35 kasus (17.8%) dan distribusi terendah pada bulan Desember
dengan angka kejadian 1 kasus (0.5%).
Tabel 6.3 Distribusi pasien DBD berdasarkan jaminan pembayaran dan cara
masuk rumah sakit saat masuk di RSU Haji Makassar periode 1
Januari 31 Desember 2010
Variabel
n(197)
1.. Cara masuk rumah sakit
137
Datang sendiri (IRJ dan
IRD)
21
Rujukan luar kota
29
Rujukan dalam kota
10
Rujukan dr praktek
2. Jaminan pembayaran
26
ASKES
100
JAMKESDA
28
JAMKESMAS
11
32
JAMSOSTEK
UMUM
Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik)

Persen (%)
69,55
10,66
14,72
5,08
13,2
50,76
14,21
5,58
16,24

Berdasarkan tabel 6.2 tampak bahwa sebagian besar pasien DBD datang
sendiri yaitu 137 pasien (69,55%) dan pasien yang datang melalui rujukan dokter
praktek 10 pasien (5,08%). Jaminan pembayaran pasien di RSU Haji terbanyak
menggunakan JAMKESDA yaitu 100 pasien (50,76%) dan jaminan pembayaran
yang paling sedikit digunakan ialah JAMSOSTEK yaitu 11 pasien (5,58%).

53

Tabel 6.4 Distribusi pasien DBD berdasarkan gejala klinis yang tercatat di
RSU Haji Makassar periode 1 Januari 31 Desember 2010
Variabel
Gejala klinis
Demam
Menggigil
Sakit kepala
Gejala gastrointestinal

Frekuensi

Persen (%)

197
5
92
182

100
2,54
46,7
92,8

31
Batuk
7
Nyeri otot
11
Pendarahan spontan
Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik)

15,74
3,55
5,58

Tabel 6.4 menunjukkan distribusi gejala klinis, dimana gejala klinis demam
merupakan

gejala

dominan

dengan

197

kasus

(100%)

diikuti

gejala

gastrointestinal sebanyak 182 kasus (92,8%)


Tabel 6.5 Distribusi pasien DBD berdasarkan riwayat demam yang tercatat
di RSU Haji Makassar periode 1 Januari 31 Desember 2010
Variabel
Riwayat demam
<3 hari
3-5 hari
> 5 hari
NA
Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik)

n(197)

Persen (%)

31
137
22
7

15,74
69,54
11,17
3,55

Berdasarkan tabel 6.5 kelompok pasien yang mengalami demam 3 sampai 5


hari sebelum masuk rumah sakit merupakan kelompok dengan jumlah terbanyak
yaitu 137 pasien atau 69,54%.

54

Tabel 6.6 Distribusi pasien DBD berdasarkan derajat penyakit yang tercatat
di RSU Haji Makassar periode 1 Januari 31 Desember 2010
Variabel
Derajat penyakit
Derajat I DBD
Derajat II DBD
Derajat III DBD
Derajat IV DBD
Tidak ada data

n (197)

Persen (%)

77
45
4
1
70

39,09
22,84
2,03
0,51
35,53

Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik)


Berdasarkan derajat penyakit DBD yang dialami oleh pasien, tampak kasus
terbanyak adalah DBD derajat I dengan jumlah 77 pasien (39,09 %). Namun data
ini dapat menjadi bias diakibatkan ada 70 pasien (35,53%) yang tidak memiliki
derajat demam pada rekam medik.
Tabel 6.7 Distribusi pasien DBD berdasarkan keadaan keluar yang tercatat
di RSU Haji Makassar periode 1 Januari 31 Desember 2010
Variabel
n(197)
Keadaan keluar
153
Sembuh
34
Membaik
10
Pulang paksa
Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik)

Persen (%)
77,66
17,26
5,08

Dari tabel 6.7 diperoleh data dari 197 pasien yang dirawat dengan diagnosis
DBD, 153 pasien (77,66%) keluar rumah sakit dalam keadaan sembuh dan 10
pasien (5,08%) yang pulang paksa.

55

Tabel 6.8 Distribusi Pasien DBD berdasarkan pemeriksaan hematokrit dan


trombosit yang tercatat di RSU Haji Makassar periode 1 Januari
31 Desember 2010
Variabel
n(197)
Hematokrit
< rendah
63
normal
119
>normal
5
Tidak terlampir
10
Trombosit
<150000
160
150000-400000
30
>400000
0
Tidak terlampir
7
Sumber: Data Sekunder (Rekam Medik)

Persen (%)
31,98
60,41
2,54
5,08
81,22
15,23
0
3,55

Berdasarkan kadar hematokrit saat pemeriksaan di rumah sakit, kelompok


dengan kadar hematokrit dalam batas normal (37%-47%) merupakan kelompok
dengan jumlah terbanyak yaitu 119 pasien atau 60,41%. Sedangkan berdasarkan
jumlah trombosit yang juga diperiksa di rumah sakit, tampak bahwa jumlah pasien
dengan kategori di bawah nilai normal (<150.000ul) merupakan yang terbanyak
yaitu 160 pasien atau 81,22 %.

56

BAB VII
PEMBAHASAN

7.1 Karakteristik pasien DBD berdasarkan umur, jenis kelamin, tempat


tinggal
Dari tabel 6.1 dapat disimpulkan bahwa kelompok umur terbanyak 5
sampai 14 tahun (48,22%). Penelitian lain yang dilakukan di Palu Selatan
tahun 2008 juga memperlihatkan umur terbanyak penderita DBD pada umur
kurang dari 15 tahun (46,6%).13 Penelitian di negara Brasil pada tahun 2008
memperoleh hasil yang sama bahwa pasien DBD terbanyak pada umur
kurang dari 15 tahun (65,4%).14 Hal ini disebabkan pada pasien dengan usia
anak-anak dan remaja lebih sering melakukan aktifitas di luar rumah seperti
berkumpul dengan teman-teman atau bermain di saat sore hari yang sesuai
dengan waktu menghisap darah nyamuk Aedes aegypty.
Sedangkan penelitian di Makassar tahun 2011 di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo memperlihatkan kelompok umur terbanyak pada usia 15
sampai 24 tahun (45,3%) (Aqilah, tidak diterbitkan). Di Taiwan dalam kurun
waktu 2002-2007 diperoleh data pasien terbanyak pada umur 50 sampai 54
tahun.15 Penelitian di Singapore tahun 2009, pasien terbanyak pada umur 35
sampai 44 tahun (25,2%)16. Penelitian di Penambuco selama 11 tahun
diperoleh pasien terbanyak pada umur 20 sampai 49 tahun (55%) .17
Untuk jenis kelamin, pada penelitian ini ditemukan bahwa jumlah pasien
laki-laki hampir sebanding dengan jumlah perempuan dimana pasien laki-laki

57

99 orang (50,25%). Penelitian di Palu Selatan tahun 2008 diperoleh data lakilaki lebih banyak (52,48%).13 Hasil yang sama diperoleh pada penelitian di
Seluruh Indonesia pada tahun 2009 dimana pasien DBD berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 53,78%.9 Penelitian di Pakistan dalam kurun waktu 2002
sampai 2007 juga menyatakan bahwa penderita DBD laki-laki lebih banyak
(63,2%).18 Penelitian di Taiwan tahun 2007 menunjukkan penderita laki-laki
944 kasus (51,8%).15
Namun penelitian di Singapura tahun 2009 menunjukkan hal yang
sebaliknya. Angka pasien perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki
yaitu 2.094 pasien (50,4%).16 Prevalensi laki-laki yang lebih tinggi ini
mungkin disebabkan oleh karena aktifitas laki-laki yang lebih sering
dilakukan di luar rumah dibandingkan dengan perempuan yang lebih banyak
memiliki aktifitas di dalam rumah. Hal ini juga dikaitkan dengan umur pasien
terbanyak pada usia remaja yang lebih sering beraktifitas di luar.
Distribusi pasien berdasarkan suku tidak dapat diinterpretasikan
disebabkan tidak tercantumnya data suku di seluruh rekam medik pasien
DBD tahun 2010 di RSU Haji. Namun, berdasarkan penelitian yang
dilakukan di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2011
menunjukkan bahwa suku terbanyak adalah Makassar yang diikuti dengan
Toraja dan suku lain di luar Sulawesi. Namun, data ini juga tidak dapat
digunakan menjadi acuan oleh karena 70% dari data penelitian tersebut tidak
tercantum suku dalam rekam medik. (Aqilah, tidak diterbitkan)

58

Berdasarkan distribusi tempat tinggal pasien DBD RSU Haji tahun 2010,
mayoritas pasien berdomisili di dalam kota Makassar yaitu 160 pasien
(81,22%), yang tersebar di berbagai kecamatan seperti kecamatan Makassar,
Mamajang, Mangala, Mariso, Panakkukang, Rappocini, Tallo, dan yang
terbanyak berada di kecamatan Tamalate. Hal ini mungkin disebabkan letak
RSU Haji yang berada dalam wilayah Makassar dan terletak di daerah padat
penduduk. Hal ini juga didukung oleh fungsi RSU Haji sebagai salah satu
rumah sakit rujukan puskesmas di Makassar. Sedangkan yang berada di luar
kota Makassar hanya 37 pasien (18,78%) yang berasal dari daerah Bone,
Enrekang, Jeneponto, Takalar, Pinrang, Bulukumba, dan yang terbanyak dari
Gowa.

7.2 Karakteristik pasien DBD berdasarkan bulan kejadiannya


Berdasarkan tabel 6.2 menunjukkan bahwa bulan kejadian DBD
terbanyak dimulai pada bulan Februari dan mencapai puncak pada bulan
Maret sebanyak 35 pasien (17,77%) yang berangsur-angsur menurun sampai
akhir tahun. Penelitian serupa di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2011
diperoleh hasil kejadian terbanyak pada bulan Maret (19,2%) (Aqila, tidak
diterbitkan). Data tersebut sama halnya dengan data penelitian di Kalimantan
Timur tahun 2009 yang juga menunjukkan peningkatan angka kejadian DBD
di bulan Maret.9 Hal ini diduga berkaitan dengan awal musim penghujan pada
daerah Sulawesi yang dimulai pada awal Desember dengan puncak pada
bulan Januari sampai Februari.20

59

7.3 Karakteristik pasien DBD berdasarkan cara masuk rumah sakit dan
jaminan pembayaran
Dari tabel 6.3 terlihat bahwa 137 pasien (69,55%) masuk ke RSU haji
dengan cara datang sendiri. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan
pasien yang masuk ialah yang berdomisili dekat dengan rumah sakit sehingga
menjadikan RSU Haji sebagai pilihan pertama untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Tabel 6.3 menunjukkan kategori terbanyak untuk jaminan pembayaran
adalah menggunakan JAMKESDA (50,76%). Hal ini diduga disebabkan
karena RSU Haji Makassar merupakan salah satu rumah sakit milik
pemerintah kota Sulawesi Selatan yang mencanangkan program kesehatan
gratis bagi seluruh masyarakat. Namun, tidak berarti RSU Haji tidak
menerima pasien dengan jaminan lain, hal ini terlihat dengan adanya cara
pembayaran kategori umum sebanyak 16,24%.

7.4 Karakteristik Pasien DBD menurut

riwayat demam, gejala klinis,

derajat demam, keadaan pasien saat keluar rumah sakit


Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa sebagian besar pasien telah
mengalami demam selama 3-5 hari di rumah sebelum mengunjungi rumah
sakit (69,54%). Penelitian yang dilakukan di Bandung tahun 2003
menunjukkan 42% pasien mengalami demam selama kurang dari 4 hari

60

sebelum masuk rumah sakit.21 Pada penelitian di Rumah Sakit Tertiary


Makkah, Saudi Arabia tahun 2009 menunjukkan bahwa rata-rata pasien DBD
mereka telah mengalami demam berkisar 4,832,48 hari.22 Penelitian lain di
Taiwan tahun 2005 menunjukkan bahwa pasien mengalami demam selama 1
sampai 7 hari dengan rata-rata 4 hari sebelum masuk rumah sakit. 23 Riwayat
demam yang dialami pasien tidak dapat menjadi acuan karena riwayat demam
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengetahuan masyarakat,
pengetahuan orangtua, kesadaran masyarakat menuju tempat pelayanan
kesehatan, dan jarak tempat tinggal ke rumah sakit.
Berdasarkan gejala klinis, gejala yang dominan adalah demam dimana
gejala ini dialami oleh seluruh pasien DBD di RSU Haji Makassar, diikuti
gejala gastrointestinal (92,8%), dan sakit kepala (46,7%). Hasil penelitian di
Jakarta tahun 2004 menyatakan bahwa gejala demam dikeluhkan seluruh
pasien diikuti gejala mual dan muntah (90%). 24 Penelitian di Taiwan pada
tahun 2002 menunjukkan hal yang sama, dimana demam dikeluhkan oleh
96,1% pasien lalu diikuti sakit kepala sebanyak 55,1%.25 Demikian juga
penelitian lain yang dilakukan di Havana, Kuba tahun 2001 dimana demam
merupakan gejala yang dialami semua pasien dan 89 % diantaranya jugs
mengalami sakit kepala.26 Gejala tersebut sesuai dengan gejala umum pada
penyakit infeksi virus seperti demam, sakit kepala, mual-muntah dan nyeri
sendi.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa demam, gejala
gastrointestinal dan sakit kepala menjadi gejala yang dominan pada pasien

61

DBD di RSU Haji Makassar. Walaupun dalam beberapa penelitian lain seperti
yang dilakukan di Pakistan dari tahun 2003 sampai 2007 melaporkan gejala
mual sebagai gejala dominan (59,3%) diikuti gejala gatal sebanyak 36,4%.18
Derajat terbanyak pada penelitian ini ialah DBD grade I (39,09%),
namun data ini dapat menjadi bias disebabkan ada 70 kasus (35,53%) yang
tidak dilengkapi keterangan derajat DBD pada rekam medik. Pada penelitian
serupa yang dilakukan di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo, diperoleh data
bahwa DBD grade I (63,3%) merupakan grade yang terbanyak. (Aqila, tidak
diterbitkan). Sementara itu data yang diperoleh dari penelitian di Polinesia,
Perancis tahun 2001 menyatakan grade III dan IV adalah grade yang
terbanyak (20%).27 Adanya perbedaan data ini dapat disebabkan perbedaan
kelompok umur yang terinfeksi virus dengue dimana di Polinesia, Perancis
didominasi bayi sedangkan di Indonesia dialami oleh anak-anak dan remaja.
Dalam rekam medik pasien di RSU Haji Makassar, tidak terdapat data
mengenai pekerjaan pasien, sehingga tidak dapat dilakukan interpretasi hasil
untuk kategori pekerjaan ini. Tetapi dari penelitian lain yang dilakukan di
Singapore tahun 2005, pegawai swasta menempati 69,4% dari total pasien
DBD.16
Berdasarkan keadaan pasien saat keluar dari rumah sakit diperoleh
sebanyak 77,66% pasien keluar dari rumah sakit dalam keadaan sembuh,
17,26% pasien dalam keadaan membaik dan tidak didapatkan adanya pasien
yang meninggal. Kondisi ini membuktikan pelayanan kesehatan di RSU Haji
Makassar untuk pasien DBD sangat memuaskan.

62

Terdapat 10 orang pasien yang pulang paksa tiga diantaranya


menggunakan

JAMKESDA,

tiga

menggunakan

JAMKESMAS,

dua

menggunakan ASKES, dan dua umum. Alasan pasien untuk mengambil


tindakan pulang paksa tidak diketahui secara pasti namun beberapa pasien
melakukan tindakan ini dengan alasan ingin pindah ke rumah sakit lain.

7.5 Pasien DBD menurut pemeriksaan hematokrit dan trombosit pada


pemeriksaan pertama saat di rumah sakit
Tabel 6.8 menunjukkan pasien DBD yang hematokritnya dalam batas
normal (37%-47%) mencapai 60,41%. Penelitian di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo tahun 2011 menunjukkan bahwa kadar hematokrit terbanyak
yaitu dalam batas normal (54,2%) (Aqilah, tidak diterbitkan). Penelitian
dengan metode cross sectional di Jakarta tahun 2004 mendapatkan kadar
hematokrit

40,834,84%.24 Penelitian lain di Malaysia pada tahun 2010

menunjukkan nilai maksimum hematokrit yang tercatat adalah 43%. 28 Tidak


terjadinya peningkatan hematokrit semata-mata disebabkan peningkatan
hematokrit dibandingkan dengan laboratorium sebelumnya biasanya terjadi
mulai hari ke 3.1
Pada penelitian ini diperoleh data bahwa 81,22% pasien memiliki nilai
trombosit di bawah 150.000ul (trombositopenia). Hasil penelitian di RSUP dr.
Wahidin Sudirohusodo tahun 2011 diperoleh hasil pasien terbanyak ialah
dengan nilai hematokrit di bawah normal (81,1%). (Aqilah, tidak
dipublikasikan) . Penelitian di Jakarta dengan metode cross sectional tahun

63

2004 mendapatkan hasil hematokrit seluruh pasien di bawah nilai normal


(62,2433,43ul).24 Penelitian lain yang dilakukan di Pakistan tahun 2002
sampai

2007

diperoleh

data

bahwa

79,4%

pasien

mengalami

trombositopenia.18 Hal ini disebabkan oleh sifat virus dengue yang


menyebabkan supresi sumsum tulang, terjadinya pemendekan masa hidup
trombosit, dan reaksi imun yang menyebabkan terjadinya destruksi
trombosit.1 Keadaan ini tentunya sangat berbahaya mengingat rendahnya
trombosit dapat mengakibatkan kemungkinan pendarahan semakin besar.

64

BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 197 pasien DBD periode 1
Januari 31 Desember 2010, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan umur, kategori umur 5-14 tahun mendominasi penderita DBD
di RSU Haji Makassar pada tahun 2010.
2. Jumlah pasien DBD laki-laki dibanding pasien DBD perempuan hampir
sama.
3. Berdasarkan waktu kejadian, penyakit DBD terbanyak didapatkan pada
bulan Maret.
4. Angka kejadian berdasarkan tempat tinggal menunjukkan insiden tertinggi
terjadi di kota Makassar.
5. Pasien yang datang ke RSU Haji Makassar mayoritas menggunakan
pembayaran JAMKESDA.
6. Pasien yang datang terbanyak memiliki keluhan Demam, dengan riwayat
demam selama 3-5 hari dan derajat dengue grade I.
7. Sebagian besar pasien yang keluar rumah sakit dinyatakan dalam keadaan
sembuh.
8. Berdasarkan hasil laboratorium, mayoritas penderita DBD memiliki nilai
hematokrit normal dan trombosit dibawah normal.
8.2 Saran
Berdasarkan apa yang penulis lihat dan rasakan di lapangan ketika
melakukan penelitian, maka saran yang dapat penulis berikan antara lain:
1. Menyarankan kepada Dinas Kesehatan agar melakukan usaha preventif
untuk mengantisipasi terjadinya DBD terutama pada musim hujan

65

yang

dapat

dilakukan

dengan

kampanye

maupun

perbaikan

infrastruktur.
2. Mengingat tingginya insiden DBD pada usia anak-anak dan remaja,
diperlukan upaya kampanye maupun pengenalan mengenai gejala,
vektor, dan cara penanganan DBD pada tingkat sekolah dasar dan
sekolah menengah.
3. Mengingat banyaknya rekam medik yang tidak ditemukan, maka
sebaiknya kesadaran tentang pentingnya kelengkapan dan ketelitian
dalam menyimpan catatan medik yang ada di bagian Rekam Medik
RSU Haji Makassar ditingkatkan.
4. Perlu kiranya dokter-dokter di RSU Haji Makassar menganamnesis
secara lebih rinci lagi mengenai suku, pekerjaan, dan riwayat penyakit
sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Leonar Nainggolan, Khie Chen, Herdiman T. Pohan. Demam
Berdarah Dengue. In: Sudoyo, Aru, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi,
Marcellus Simadibrata, Sitti Setiati., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III ed IV. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007; 1709

66

2. Siregar, Faziah A. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue


(DBD) di Indonesia. Available at: www.scribd.com/doc/57457867/demamberdarah . Accesed Agustus 2011.
3. CDC.
Epidemiology

Dengue.

Available

at:

http://www.cdc.gov/Dengue/epidemiology/index.html. Accessed Agustus 2011.


4. Waspada
Demam
Berdarah.
Available
at:
http://datinkessulsel.wordpress.com/2010/01/15/waspada-demam-berdarah/
Accessed Agustus 2011.
5. Fathi, Soedjajadi K, Chatarina U.W. Peran faktor Lingkungan dan Perilaku
Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. J Kesehatan
Lingkungan Vol 2 No.1, Juli 2005; 2
6. Kementrian Kesehatan Indonesia. Demam Berdarah Dengue. In: Profil
Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta:Departemen Kesehatan. 2010; 47-9
7. Hairani, Lila Kesuma. 2009, Gambaran Epidemiologi Demam Berdarah
Dengue (DBD) dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Insidennya.
Skripsi Sarjana. Universitas Indonesia. Jakarta.
8. Agoes, Ridad. Nyamuk sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue .In
Natadisastra, Djaenudin. Ed Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ
Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC, 2009; 315-7
9. Sutjana, Primal. Demam Berdarah Dengue di Indonesia Tahun 1968-2009.
Buletin Jendela Epidemiologi ed Agustus Volume II. 2010; 1, 21-4
10. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. New edition. Geneva. 2009.
11. Aryati. The Role Of Dengue NS-1 Antigen As Diagnostic Tool. Available at
http://itd.unair.ac.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=686&Itemid=136.

accessed

Agustus

2011 .

67

12. Siregar, Nikodemus. 2011. Hubungan Hasil Pemeriksaan Jumblah Trombosit


Dengan Lama Rawat Inap Pada Pasien Demam Berdarah Dengue Di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan . Skripsi Sarjana.
Universitas Sumatra Utara. Medan.
13. Oslan, Daut. 2008. Studi Epidemiologik Kejadian Penyakit Demam Berdarah
Dengue Dengan Pendekatan Spasial Sistem Informasi Geografis Di
Kecamatan Palu Selatan Kota Palu. Tesis Sarjana. Universitas Gajah Mada
Yogyakarta.
14. Teixeira, Maria Gloria, Costa MCM, Coelho Giovanini, Bareto Maurico L.
Recent Shift in Age Pattern of Dengue Hemorrhagic Fever Brazil In
Emerging Infection Disease Vol 14 No10. Available at: www.cdc.gov/eid
accessed 23 September 2011
15. Lin, Chien Chou, Huang,Hsiung YH, Shu Yun Pei, Ho Sheng Wu, Yee Shin
Lin, et al. Characteristic of Dengue Disease in Taiwan: 20022007. Am. J.
Trop Med 2010; 82: 731-9.
16. Yew, Yik Ling, Tun Ye, Li weng Ang, Lee Ching Ng, Grace Yap, Lyn James,
et al. Seroepidemiology of Dengue Virus Infection Among Adult in
Singapore. Ann Acad Med Singapore 2009;38;667-75
17. Cordeiro, Marli Tenoiro, Hermann GS, Rita Maria RN, Valdate F de Oliver,
Wellinton T de Melo, et al. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever in The
State of Penambuco,1995-2006. Revista da Sociedade Brasileira de Medicina
Tropical 2007; 40(6); 605-11.
18. Khan Erum, Mehreen Kisat, Nabil Khan, Amna Nasir, Salma Ayub, Rumina
Hasan. Demographic and Clinical Features of Dengue Fever in Pakistan from
20032007: A Retrospective

Cross-Sectional

Study.

Avilable

at

68

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2938342/.Accessed

23

September 2011.
19. Lin, Chiao Wen, Chin Xian Wang, Chein Sheng Lim, Mei Ling Wu, et al.
Dengue Fever Epidemic in Tainan In Taiwan Epidemiologi Bulletin vol.25
No 6 page 401-21.
20. Jauhari, Muh Tantowi, Estika Wd Nelly. Karakteristik dan Upaya
Penanggulangan Dini Penderita Demam Berdarah dengue di Puskesmas
Jumpandang Baru Makassar. Skripsi Sarjana. Universitas Hasanuddin.
Makassar. 2006.
21. Chairulfatah Alex, Djatnika Setiabudi, Ridad Agoes, Robert Colebunders.
Thrombocytopenia and Platelet Transfusions in Dengue Haemorrhagic Fever
and Dengue Shock Syndrome. Dengue Bulletin Vol 27, 2003; 138-43.
22. W Shahin, A Nassar, M. Kalkattawi, H. Bokhari. Dengue Dengue fever in a
tertiary hospital in Makkah, Saudi Arabia. Dengue Bulletin Volume 33, 2009;
34-44.
23. Phing CL, Susan Sing Jl, Chih HK, Yao SY, Chun KH, Wey RL, et al.
Characteristics of dengue hemorrhagic fever outbreak in 2001 in Kaohsiung. J
Microbiol Immunol Vol 37, 2004; 266-70.
24. Pusparini. Kadar hematokrit dan trombosit sebagai indikator diagnosis infeksi
dengue primer dan sekunder. J Kedokteran Trisakti Volume 23, 2004; 51-6.
25. Lee, Min Sheng, Kao Pin Hwang, Tun C Chen, Po L Lu, Tyen PoChen.
Clinical Characteristics of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever in a
Medical Centre of Southern Taiwan During The 2002 Epidemic. J Microbiol
Immunol Infect 2006;39: 121-9.

69

26. Pelaez, Otto, Maria G Gusman, Gustavo Kouri, Raul Perez, Jose L, et al.
Dengue epidemic, Havana, 2001 in Emerging Infectious Disease Vol 10 No.4
April 2004. Available at: www.cdc.gov/eid accessed 23 September 2011.
27. Hubert Bruno, Halstead B Scott. Dengue 1 Virus and dengue Hemorrhagic
Fever, French, Polynesia, 2001 In Emerging Infectious Disease Vol 15 No 8
Aug 2009. Available at: www.cdc.gov/eid . Accessed 22 September 2011.
28. Appanna, Ramapraba, Ponnampalavanar, Sasheela, Luci, Sekaran Shamala.
Suceptible and Protective HLA class 1 Alleles Against Dengue Fever and
Dengue Hemorrhagic Fever patients in Malaysian Population. 2010 Vol 5 p
130.

70

Anda mungkin juga menyukai