Anda di halaman 1dari 40

ADAKAH HUBUNGAN HUBUNGAN CARING PERAWAT DENGAN

KECEMASAN ANAK USIA TODLER (USIA 13 TAHUN) AKIBAT


HOSPITALISASI DI RUANG KALIMAYA ATAS
RSUD DR. SLEMET GARUT

BAB I
PENDAHULUAN

2.3 LATAR BELAKANG

Peran dan fungsi perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan 1989


yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat klien, edukator,
koordinator, kolaborator, konsultan dan pembaharu. Profesionalitas ejournal
Keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013 2 kerja perawat dapat
dilihat ketika ia mempu menjalankan peran dan fungsinya (Hidayat, 2008).
Perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain,
keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam
perilaku caring atau kasih sayang dalam menjalankan fungsi dan perannya.
Keperawatan dan caring merupakan suatu hal yang tak terpisahkan dan pada
saat yang sama mengindikasikan bahwa beberapa aktivitas praktik harus
didasarkan pada perilaku caring (Morison, 2009). Keperawatan anak
merupakan salah satu ruang lingkup pelayanan keperawatan, dimana perawat
menjalankan fungsi dan perannya untuk memberikan asuhan keperawatan
secara holistik kepada pasien anak yang juga perlu didasarkan pada perilaku
caring (Dwidiyanti, 2007).

Pasien akan mengeluh apabila perilaku caring yang dirasakan tidak


memberikan nilai kepuasan. Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator
dari mutu pelayanan keperawatan, oleh karenanya perilaku caring perawat
sangat dibutuhkan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien dalam
hal ini anak (Nursalam, 2011). Anak yang menjalani perawatan di rumah sakit
akan mengalami kecemasan dan stres. Respon emosi terhadap penyakit sangat
bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas perkembangan anak
(Hidayat, 2012). Penyebab stres dan kecemasan pada anak dipengaruhi oleh
banyak faktor, diantaranya perilaku yang ditunjukkan petugas kesehatan
(dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya), pengalaman hospitalisasi
anak, support system atau dukungan keluarga yang mendampingi selama
perawatan. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan anak menjadi semakin
stres dan hal ini dapat berpengaruh terhadap proses penyembuhan (Nursalam,
Susilaningrum & Utami, 2008).
Pelayanan kesehatan termasuk di dalamnya pelayanan keperawatan
pada pelaksanaannya harus memperhatikan tiga aspek penting, yaitu perluasan
pengetahuan,

peningkatan

ketrampilan,

dan

perubahan

perilaku.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sekarang ini maju dengan


pesat sehingga meningkatkan tuntutan klien akan pelayanan yang lebih baik.
Hal tersebut mendorong tenaga keperawatan yang profesional untuk
memberikan asuhan keperawatan yang bermutu. Salah satu peningkatan mutu
asuhan keperawatan yang bermutu adalah dengan menerapkan perilaku caring
(Seftiani, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2009), yang meneliti tentang
hubungan perilaku caring perawat dengan anak usia sekolah diruang perawatan
anak RSUD kota Yogyakarta menunjukan adanya hubungan bermakna antara

perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah, dimana
semakin tinggi perilaku caring perawat, maka semakin rendah tingkat kecemasan
anak.
Penelitian yang dilakukan oleh Malini (2009) yang meneliti hubungan
kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat di RS. DR. M. Djamil Padang
menunjukkan bahwa perilaku caring yang ditampilkan oleh responden masih
buruk, hal ini dimungkinkan karena beberapa faktor, misal beban kerja yang tidak
seimbang. Rasio antara perawat dan pasien di RS Dr.M.Djamil belum mencapai
rasio ideal, ditambah lagi dengan beban kerja yanbanyak (terutama untuk
pekerjaan yang bersifat non fungsional).
RSUD Dr. Slamet adalah rumah sakit negeri kelas B. Rumah sakit ini
mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas.
Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten.
Rumah Sakit ini Termasuk Besar karena memiliki Tempat ini tersedia 529 tempat
tidur inap, lebih banyak dibanding setiap rumah sakit di Jawa Barat yang tersedia
rata-rata 68 tempat tidur inap. Jumlah Dokter ada 45 dokter, yakni Dokter umum
19, Dokter Spesialis 24, Dokter Umum Gigi 1, Dokter Bedah 1. Dan Jumlah
Perawat ada 452 orang. Perlayanan Inap Termasuk Kelas Tinggi yaitu 59 dari 529
tempat tidur di rumah sakit ini berkelas VIP keatas.
Jumlah Kunjungan pasien untuk Rawat Inap 38.445 pasien/tahun, Rawat
jalan 189.460 pasien/tahun dan Kunjungan ke IGD sebanyak 33.256
pasien/tahun.Untuk Jumlah BOR sepanjang 2016 79% (Sumber Sub Bidang
Rekam Medis RSUD dr. Slamet).

2.4 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat


disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut: ADAKAH HUBUNGAN
HUBUNGAN CARING PERAWAT DENGAN KECEMASAN ANAK USIA
TODLER (USIA 13 TAHUN)

AKIBAT HOSPITALISASI DI RUANG

KALIMAYA ATAS RSUD DR. SLEMET GARUT?

2.5 TUJUAN PENELITIAN


1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan caring perawat dengan kecemasan anak usia


prasekolah akibat hospitalisasi di ruang Kalimaya Atas RSUD dr. Slemet
Garut.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui caring perawat di ruang Kalimaya Atas RSUD dr.

Slemet Garut.
b. Untuk mengetahui kecemasan anak usia prasekolah yang di rawat di

ruang Kalimaya Atas RSUD dr. Slemet Garut.


c. Untuk mengetahui hubungan caring perawat dengan tingkat kecemasan

anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di ruang Kalimaya Atas RSUD


dr. Slemet Garut.

2.6 MANFAAT PENELITIAN


1. Manfaat Teoritis Sebagai whana pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu keperawatan tentang caring perawa dengan kecemasan


anak usia prasekolah yang di rawat di ruang perawatan anak.

2. Manfaat Praktis Sebagai bahan masukan bagi tenaga keperawatan untuk

meningkatkan kinerjanya dalam usaha meningkatkan mutu pelayanan


kesehatan terkait dengan pelaksanaan tindakan dalam asuhan keperawatan
dengan perilaku caring perawat.
3. Bagi peneliti Dapat menerapkan metodologi penelitian secara nyata serta

menambah pengetahuan penelitian terutama dalam pemberian metode


asuhan keperawatan profesional.

2.7 KEASLIAN PENELITIAN

Penelitian terkait yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu:


1. Wahyuni (2009), dengan judul Hubungan Perilaku Caring Perawat

dengan Tingkat Kecemasan Anak Usia Sekolah yang Dirawat Inap


Diruang Perawatan anak RSUD Kota Yogyakarta. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan perilaku caring perawat dengan
tingkat kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap diruang perawatan
anak RSUD kota Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan
cross sectional, tekhnik pengambilan sampel menggunakan purposive
sampling Subyek penelitian ini adalah anak usia sekolah 6-12 tahun
dengan jumlah sampel 30 anak. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan menggunakan uji
korelasi tata jenjang dari spearman diperoleh nilai r -0,547 dengan nilai
signifikansi 0,002. Kesimpulannya ada hubungan bermakna antara
perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah,
dimana semakin tinggi perilaku caring perawat, maka semakin rendah
tingkat kecemasan anak. Persamaan dengan penelitian yang peneliti
lakukan adalah pada variabel bebasnya, yaitu perilaku caring perawat dan

menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Perbedaan pada


variabel terikat, sampel yang digunakan, dan tempat penelitian.
2. Solihuddin Harahap (2009). Judul Hubungan Perilaku Caring Perawat

dengan Kepuasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang Anak


Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Medan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi perilaku caring perawat dan kepuasan orangtua serta
hubungan perilaku caring perawat dengan kepuasan orangtua yang
anaknya dirawat di ruang anak RSU Dr. Pirngadi Medan dengan
menggunakan studi korelasional. Sampel diambil berdasarkan total
sampling yaitu sebanyak 70 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata perilaku caring perawat yang dirasakan oleh orangtua anak dan
kepuasan orangtua anak yang dirawat adalah 13,6 dan 9,91 yaitu pada
perilaku perawat menciptakan lingkungan fisik, mental, dan sosiokultural
yang mendukung. Variabel perilaku caring perawat dengan kepuasan
orangtua anak mempunyai hubungan bermakna dan sangat erat dengan pv
< a (0,000 < 0,05) dan r (0,547). Persamaan variabel bebasnya yaitu
perilaku caring perawat. Perbedaan variabel terikat, sampel yang
digunakan, tempat penelitian dan rancangan penelitian yang di gunakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN TEORI

Teori yang terkait dalam penelitian berdasarkan judul penelitian yaitu


Hubungan Caring Perawat Dengan Kecemasan Anak Usia Prasekolah akibat
Hospitalisasi di Ruang Kalimaya Atas RSUD dr. Slamet garut, maka teori
yang mendukung didalamnya adalah caring perawat, kecemasan, pertumbuhan
dan perkembangananak usia prasekolah, dan hospitalisasi.
1. Caring Perawat
a. Caring

Caring cience merupakan suatu orientasi human science dan


kemanusiaan terhadap proses, fenomena, dan pengalaman human caring.
Caring science, seperti juga science lainnya, meliputi seni dan kemanusiaan.
Transpersonal Caring mengakui kesatuan dalam hidup dan hubunganhubungan yang terdapat dalam lingkaran caring yang konsentrik dari
individu, pada orang lain, pada masyarakat, p ada dunia, pada planet Bumi,
pada alam semesta (Watson, 2004).

Marriner dan Tomey(1994) menyatakan bahwa caring merupakan


pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik
dan filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang
memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai
tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi
sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all,
1999).Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata
yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping
klien, dan bersikap caring sebagai media pemberi asuhan (Carruth et all,
1999).
Menurut Barnum (1998) Caring mempunyai tiga arti yang terpisah,
yang pertama caring berarti care yang dinyatakan dalam bentuk kontak fisik,
kedua caring sebagai sikap atau empati, dan yang ketiga caring berarti
perhatian, hati-hati, dan tepat. Beberapa ahli merumuskan konsep caring
dalam beberapa teori. Menurut Watson, ada tujuh asumsi yang mendasari
konsep caring.
Ketujuh asumsi tersebut adalah:
1) Caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktekkan secara

interpersonal.
2) Caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam

membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien.


3) Caring yang efektif dapat meningkatkankesehatan individu dan keluarga.
4) Caring merupakan respon yang dite rima oleh seseorang tidak hanya saat

itu saja namun juga mempengaruhiakan sep erti apakah seseorang


tersebut nantinya.

5) Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung

perkembangan seseo ran dan mempengaruhi seseorang dalam memilih


tindakan yang terbaikuntuk dirin ya sendiri.
6) Caring lebih kompleks daripada curing, praktik caring memadukan antara

pengetahuan

mengenai

perilaku

manusia

yang

berguna

dalam

peningkatan derajatkesehatan dan membantu klien yang sakit.


7) Caring merupakan inti dari keperawatan. Watson juga menekankan

dalam sikap caring ini harus tercermin sepuluh faktor karatif yang berasal
dari perpaduan nilai-nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar.
Faktor karatif membantu perawat untuk menghargai manusia dari
dimensi pekerjaan perawat, kehidupan, dan dari pengalaman nyata
berinteraksi dengan orang lain sehingga tercapai kepuasan dalam melayani
dan membantu klien. Sepuluh faktor karatif tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pembentukan

sistem

nilai

humanistik

dan

altruistic.

Perawat

menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada


klien. Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemampuan diri dengan
memberikan pendidikan kesehatan pada klien.
2) Memberikan kepercayaan-harapan dengan cara memfasilitasi dan

meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu,


perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan
kesehatan.
3) Menumbuhkan kesensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar

menghargai kesensitifan dan perasaa n klien, sehingga ia sendiri dapat


menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain.
4) Mengembangkan

hubungan saling percaya. Perawat memberikan

informasi dengan jujur,dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut

merasakan apa yang dialami klien. Sehingga karakter yang diperlukan


dalam faktor ini antara lain adalah kongruen, empati, dan kehangatan.
5) Meningkatkan dan menerimaekspresi perasaan positif dan negatif klien.

Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan


dan perasaan klien.
6) Penggunaan sistematis metoda penyelesaian masalah untuk pengambilan

keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai


pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien.
7) Penin gkatan pembelajar an dan pengajaran interpersonal, memberikan

asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan


kesempatan untuk pertumbuhan personal klien.
8) Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang

mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan


eksternal klien terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien.
9) Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi.Perawat

perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien. Pemenuhan


kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat
selanjutnya.
10)

Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomenologis agar


pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadangkadang seorang klien perlu dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang
bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan
pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri (Julia, 1995).
Dapat disimpulkan, bahwa caring adalah cara yang memiliki makna

dan memotivasi tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan


perhatian emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien.

Sikap dan perilaku ini diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat
baik. Perilaku caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam
aspek fisik, psikologis dan sosial .

b.

Perawat
Menurut Undang-Undang RI No 23 Tahun 1992 (Ali 2001), perawat
adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan
tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh
melalui pendidikan perawatan. Perawat profesional adalah perawat yang
bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperaw atan
secara mandiri dan berkolaborasi dengan petugas kesehatan lain sesuai deng
an kewenangannya (Depkes RI, 2002). Potter dan perry men ggambarkan
peran dan fungsi perawat, sebagai berikut:
1) Sebagai pemberi asuhan keperawatan
2) Membantu mempertahankan lingkungan yang aman dan menganbil

tindakan untuk mencegah kecelakaan ( advocate pasien)


3) Mengkoordinasi aktivitas anggota tim ketika mengatur kelompok yang

memberikan perawatan pada klien (koordinator)


4) Membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin, setelah sakit,

kecelakaan,

atau

kejadian

yang

menimbulkan

ketidakberdayaan

(pendidik)
5) Menjalin komunikasi yang baik dengan klien dan keluarga antara sesama

perawat dan tenaga kesehatan lain


6) Sebagai peneliti Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan

profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan yang


didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang bersikap bio-psiko-

sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga, dan


masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh kehidupan
manusia (Depkes RI, 2001).
Doengoes (2000) keperawatan adalah ilmu dan kiat yang berkenaan
dengan

masalah-masalah

fisik,

psikologis,

sosiologis,

budaya,

dan

spiritualindividu. Ilmu keperawatan di dasarkan pada kerangka teori yang


luas, kiat ini tergantung pada ketrampilan merawat dan kemampuan perawat
secara individu. Filosofi keperawatan anak merupakan keyakinan atau
pandangan yang dimilki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
pada anak yang berfokus pada keluarga,pencegahan terhadap trauma dan man
ajemen kasus (Hidayat, 2005).

2. Kecemasa

Kecemasan Kecemasan adalah respon emosional terh adap penilaian


(Tarwoto & watonah, 2004). Kecemasan merupakan suatu sinyalyang
menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam dan
memungkinkan anak mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman tersebut
(Kaplan & Sadock, 999). Menurut Wong & Whaley(1 991), kecemasan yang
terjadi pada anak selama hospitalisasi dapat di sebabkankarena:
a.

Perpisahan Respon terhadap perpisahan yang ditunjukan pada anak usia


prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis
walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan. Manifestasi cemas karena perpisahan terdiri dari 3 fase, yaitu:
1)

Fase protes (protest phase) Pada fase ini anak menangis,


menjerit/berteriak, mencari orang tua dengan pandangan mata,
meminta selalu bersama orang tua, menghindari, dan menolak

bertemu dengan orang yang tidak dikenal. Sikap protes tersebut akan
berlangsung dari hitungan jam sampai dengan hitungan hari. Sikap
protes seperti menangis akan berlanjut dan akhirnya akan berhenti
karena keletihan fisik. pendekatan orang yang tidak dikenal akan
mempercepat peningkatan sikap protes.
2)

Fase putus asa (Despair Phase) Perilaku yang dapat di amati pada
fase ini, yaitu anak tidak aktif, menarik diri dari orang lain, tertekan
dan sedih, tidak tertarik pada lingkungan sekitar, pendiam, menolak
untuk makan dan minum, menolak untuk bergerak.

3)

Fase penerimaaan (Detachment phase) Pada fase ini anak mulai


menunjukan ketertarikan padaling kugan sekitar, berinteraksi secara
dangkal dengan orang yang tidak dikenal(perawat) dan mulai tampak
genbira. Fase penerimaan biasanya terjadi se elah be rpisah dengan
orang tua dalam jangka waktu yang cukup lama, tetapi hal ini jarang
sekali terlihat pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit.

b.

Kehilangan control
Perawatan di rumah sakit mengharuskan anak u ntuk membatasi

aktivitas, hal ini menyebabkan anak merasakehilangankekuatan diri.


Ketergantungan merupakan karakteristik dari peran sakit Anak akan
bereaksi terhadap ketergantungan negativistik terutama anak akan menjadi
cepat marah dan agresif. Jika terjadi ketergantun gan dalam jangka waktu
yang panjang karena penyakit kronis, maka anak anak kehilangan
otonominya dan pada akhirnya akan menarik diri dari hubungan int
rpersonal(Nursalam dkk, 2005).
c.

Luka pada tubuh dan rasa sakit atau nyeri

Kecemasan terhadap luka pada tubuh dan rasa sakit atau nyeri
biasanya terjadi pada anak-anak. Konsep tentang citra tubuh ( body image),
khusus mengenai perlindungan tubuh (body boundaries) sedikit sekali
berkembang pada anak usia prasekolah. Menurut Nursalam,dkk (2005),
apabila dilakukan pemeriksaan telinga, mulut, atau suhu pada anus akan
membuat anak menjadi sangat cemas. Respon anak terhadap tindakan yang
tidak menyakitkan sama seperti respon terhadap tindakan yang sangat
menyakitkan. Anak akan berespon terhadap nyeri dengan menyeringaikan
wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata
dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif, seperti menggigit,
menendang, memukul,atau berlari keluar.
Menurut Hawari (2001), keluhan-keluhan yang sering dikemukakan
oleh orang yang mengalami kecemasan, antara lain:
a. Khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
c. Takut sendirian, takut keramaian, dan banyak orang.
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
f. Keluhan-keluhan somatik, contohnya rasa sakit pada otot dan tulang,

tinitus, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan


perkemihan, dan sakit kepala. Menurut Peplau dalam Stuart & Laraia
(2001), mengidentifikasi 4 tingkat kecemasan, yaitu:
1. Kecemasan ringan

Kecemasan ini ditandai oleh cepat marah dan waspada


2. Kecemasan sedang

Kecemasan ini ditandai dengan peningkatan denyut nadi,


berkeringat, gejala somatic ringan.
3. Kecemasan berat

Kecemasan berat ditandai dengan perilaku kurang terkoordinasi,


inpulsif, hiperventilasi, nyeri dada, menangis, hanya mampu
focus pada satu hal..
4. Panik

Panik ditandai dengan perilaku bingung, berteriak, gemetar, tidak


mampu berbicara, merasa seakan tersedak, tidak mampu focus dan
mungkin terjadi dilatasi pupil.
Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika
berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabkan keletihan dan
bahkan kematian.
Rentang respon kecemasan
Respon adaptif

Antisipasi

Respon maladaptive

Ringan

Sedang

Berat

Panik

Gambar 2.1
Skema Rentang Respon k cemasan (Stuart & Laraia, 2001)
Menurut Hawari (2001) me ngetahuisejauh mana tingkat kecemasan
pada anak digunakan alat ukur (instrumen) yang di kenal dengan nama
Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14
kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejalagejala yang lebih spesifik, yang terdiri dari: 1) perasaan cemas, 2)
ketegangan, 3) ketakutan, 4) gangguan tidur, 5) gangguan kecerdasan 6) per

saan depresi (murung), 7) gejala somatik/fisik (otot), 8) gejala somatik


sensorik, 9) gejala k ardiovaskuler, 10) gejala gastrointestinal, 11) gejala
respiratori, 12) gejala urogenital, 13) gejala autonom, 14) tingkah laku.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada anak usia
prasekolah, antara lain:
a. Kepribadian anak Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran,

emosi, dan perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang


menentukan gaya personal individu dan mempengaruhi interaksinya
dengan lingkungan (Farozin & Fathiya, 2004). Setiap anak mempunyai
tipe kepribadian yang berbeda-beda, dan tidak semua anak mengalami
cemas, hal ini tergantung pada kepribadiannya (Hawari, 2001). Menurut
Jung dalam Alwisol (2004), tipe kepribadian anak terdiri dari:
1) Tipe introvert

Sikap introvert mengarahkan pribadi ke pengalaman subyektif,


memusatkan diri pada dunia dalam, cenderung menyendiri,
pendiam, tidak ramah, bahkan antisosial. Anak juga mengamati
dunia luar, t etapi mereka melakukannya secara selektif ,dan
menggunakan

pandangan

subjektifnya

sendiri.

Menurut

Sujanto,dkk (2001) ciri-ciri anak introvert adalah sulit bergaul,


hatinya tertutup, sulit berhubungan dengan orang lain, kurang baik
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hal ini akan
menyebabkan anak sulit untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan rumah sakit, dimana akan dihadapkan dengan tindakan
keperawatan dan akan bertemu dengan orang-orang yang tidak
dikenal seperti, dokter, perawat, dan pasien lainnya.

2) Tipe

ekstrovert

Sikap

ekstrovert

mengarahkan

pribadi

kepengalaman objektif, memusatkan diri pada dunialuar cender ung


berinteraksi dengan orang lain. Ciricirinya anak ekstrovert adalah
muda h bergaul, ramah,hatinya terbuka, mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungan.
b. Posisi anak dalam keluarga
1) Anak tunggal

Anak tunggal merupakan tumpuan harapan orang tua. Orang tua akan
sangat khawatir dan sangat takut kehilangannya, oleh karena itu
orang tua akan berusah melindungi, memenuhi segala keinginannya,
dan membiarkan apa yang anak lakukan, akan tetapi melarang anak
melakukan sesuatu yang berat dan mengkawatirkan. Hal ini akan
membuat anak tidak mempunyai teman bicara dan beraktivitas,
kecuali orang tuanya sendiri. Oleh karena itu, kemampuan intelektual
anak tungggal akan cepat berkembang dan mengembangkan harga
diri yang positif, karena secara terus menerus bergaul dengan orang
dewasa. Anak akan lebih tergantung dan kurang mandiri, kebiasan
anak yang selalu diperhatikan oleh orang tua akan menyebabkan
kecemasan ketika dirawat di rumah sakit,anak cenderung tidak mau
ditinggal dan tidak mau dipegang oleh orang yang tidak dikenalnya.
2) Anak pertama

Anak pertama akan mendapatkan perhatian yang penuh karena belum


ada saudara yang lain. Orang tua belum punya pengalaman dalam
mengasuh anak, sehingga cenderung terlalu melindungi dan
memenuhi segala kebutuhan anak, hal ini menyebabkan anak pertama
tumbuh menjadi anak yang per feksionis dan cenderung pencemas

3) Anak tengah

Anak tengah berada di antara anak pertamadan anak terakhir.


Biasanya orang tua lebih percsya diri dalam mengasuhnya bahkan
cenderung kurang perduli. Anak mempunyai kesempatan untuk
berkomunikasi dan lebih mampu beradaptasi di bandingkan dengan
anak pertama dan anak terakhir. Hal tersebut membuat anak lebih
mandiri, sehingga ketika anak dirawat di rumah sakit yang awalnya
timbul rasa cemas, anakakan mampu beradaptasi dengan lingkungan
rumah sakit dan anak-anak lainnya yang sen a sib dengannya
4) Anak terakhir

Anak terakhi adalah yang ter muda di lingkungan keluarga dan


biasanya mendapatkan perhatian penuh dari seluruh anggota
keluarganya. Semua ini akan menjadikan anak berperilaku manja.
Sikap manja ini akan merugikan diri sendiri, karena anak tidak
mempunyai pengalaman untuk melakukan sesuatu yang seharusnya
anak mampu melakukannya. Anak terakhir biasanya mempunyai
kepribadian yang hangat, ramah, dan penuh perhatian terhadap orang
lain, akan tetapi anak akan mengalami cemas ketika ditinggal oleh
orang tua atau anggota keluarganya

c. Kelas dalam rumah sakit

Setiap rumah sakit mempunyai ruangan yang masing-masing memiliki


kelas yang berbeda. Kelas di rumah sakit disesuaikan dengan sarana dan
prasarana yang ada, sehingga setiap kelas memiliki fasilitas yang berbeda
sesuai dengan tingkatan kelasnya
d. Pendampingan orang tua

Pada umumnya orang tua lebih dekat dengan anaknya di bandingkan


dengan perawat, karena hubungan ini sudah terjalin lama dan orang tua
mengenal anak bukan sebagai orang luar, sehingga pendanpingan orang
tua akan bermanfaat bagi anak maupun perawat (Stevens et all, 2000).
Pendampingan orang tua di rumah sakit bertujuan untuk memperbaiki
kualitas perawatan. Orang tua bagi anak sangat penting, karena anak
hanya mau terbuka dengan orang tuanya. Anak akan menceritakan pada
orang tuanya apa yang dia rasakan ketika dirawatdi rumah sakit. Dalam
hal ini, orang tua akan memberitahukan perawat keluhan apayang anak
rasakan saat itu
3. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia pra sekolah

Anak adalah individu yang masih tergantung pada orang dewasa, dan
lingkungannya, dimana dapat memfasilitasi dalam m mnuhi kebutuhan
dasarnya dan untuk belajar mandiri (Supartini, 2004). Anak merupakan
individu yang berada dalam satu rentang perkembangan yang dimulai dari
bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Masa prasekolah yaitu antara usia 3
sampai 6 tahun dimana pertumbuhan fisik khususnya berat badan mengalami
kenaikan rata-rata per tahun nya adalah 2 kilogram dan tinggi badannya
bertambah rata-rata 6,75 sampai 7,5 centimeter setiap tahunnya (Supartini,
2004).
Masa anak prasekolah mengalami proses perubahan dalam pola
makan, dimana anak pada umumnya men galami kesulitan untuk makan.
Proses eliminasi pada anak sudah menunjukan proses kemandirian dan masa
ini merupakan masa dimana perkembangan kognitif sudah mulai menunjukan
perkembangan dan anak sudah mulai mempersiapkan diri untuk masuk
sekolah (Hidayat, 2005). Menurut Piaget dalam Supa tini (2004),

perkembangan kognitif pada anak usia prasekolah berada pada tahap pra
operasional. Pada tahap ini, karakteristik perkembangan intelektual didasari
oleh sikap egosentris, yaitu sifat keakuan yang kuat, sehingga segala sesuatu
yang di sukainya dianggap sebagai miliknya (Nursalam,dkk , 2005). Dalam
penelitian piaget, anak selalu menunjukan egosentrisnya ketika memilih
sesuatu yang ukurannya besar walaupun isinya sedikit (Hidayat, 2005).
Anak usia prasekolah mempunyai kosakata yang terus meningkat
secara cepat, diman anak sudah memiliki lebih dari 2000 kata yang dapat
mereka gunakan untuk menentukan benda yang dikenal, mengidentifikasi
warna, mengekspresikan keinginan, dan frustasi mereka (Potter & Perry,
2006). Dalam upaya mempermudah melakukan tindakan medis, petugas
medis dapat menggunakan tekhnik role playing dari pada menjelaskan kepada
anak secara verbal dalam perincian, misalnya ketika anak harus disuntik,
untuk memperagakan prosedurnya dengan boneka sehingga anak bersedia
untuk di suntik (Kaplan & Sadock, 1997).
Perkembangan psikososial pada anak usia prasekolah menurut
Erikson berada pada tahap inisiatif versus rasa bersalah. Pada tahap ini anak
berkembang rasa i ngin tahu dan daya imajinasinya, sehingga anak bertanya
tentang segala se suatu disekelilingnya yang tidak diketahui (Nursalam,dkk,
2005). Anak akan memulai inisiatifnya untuk belajar mencari pengalaman
baru secara aktif dalam melakukan aktifitasnya, dan apabila dilarang atau
dicegah, maka akan timbul perasaan b ersalah pada diri anak tersebut.
Perasaan di rumah sakit juga dipersepsikan oleh anak sebagai hukuman,
sehingga anak akan merasa bersalah (Supartini, 2004).
Menurut teori Sigmunt Freud dalam Nursalam,dkk (2005), anak usia
prasekolah berada pada fase falik, dimana anak s ud ah mulai men genal

perbedaan jenis kelamin lakilaki dan perempuan. Anak juga akan


mengidentifikasi figur atau perilaku orang tua, sehingga mempunyai
kecendeungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa di sekelilingnya.
Anak laki-laki c enderung lebih dekat dengan ibunya dibandingkan dengan
ayahnya, dan begitu juga sebaliknya anak perempuan lebih dekat dengan
ayahnya.

4. Hospitalisasi

Menurut Russel Borton dalm stevens et all (2000), hospitalisasi


diartikan adanya perubahan ps kis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di
rumah sakit. Hospitalisasi memberikan dampak ketakutan dan streesor bagi
anak-anak. Hal ini berkaitan dengan umur anak, semakin muda anak maka
akan semakin sulit menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di rumah
sakit (Sacharin, 1996).
Menurut Wong (1995), ada beberapa hal yang dapat menunjang
terjadinya hospitalisasi, antara lain:
a.

Tingkat perkembangan usia

b.

Pengalaman sebelumnya terhadap perawatn di rumah sakit

c.

Support system (sistem pendukung yang ada, baik dari orang tua
maupun tenaga kesehatan)

d.

Kemampuan koping yang dimiliki

e.

Jenis penyakit

f.

Status emosional anak.


Tingkah laku dari pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dilihat

menurut Borton, yaitu: 1) kelemahan untuk berinisitif, 2) kurang atau tidak


ada perhatian, 3) tidak berminat, 4) ketergantungan. Sedangkan Reaksi

hospitalisasi menur ut Wong (2003) adalah takut kesepian, kebosanan,


diasingkan, marah, menangis, ber musuhan, menarik diri, mencari informasi,
merintih, merengek, frustasi, dan dep resi.

2.2 KERANGKA TEORI

Anak usia prasekolah Karakt eristik 1.


Egosentris 2 perkembangan verbal meningkat
secara progresif 3. fase inisiatif versus rasa
bersalah 4. fase falik

Hospitalisasi

Respon anak cemas 1. Perpisahan 2.


Caring perawat

Kehilangan kontrol 3. Luka pada tubuh


dan rasa sakit /nyeri 4. Gangguan body
image

Kecemasan
1.Ringan
2.Sedang
3.Berat
4.Panik
Gambar 2.2 Kerangka Teori (Potter & Perry, 2006; Nursalam,dkk, 2005; Hawari,

2001; Hidayat, 2005; dan Stuart & Laraia, 2001)

2.3 KERANGKA KONSEP

variabel independen

Caring perawat

variabel dependen

Kecemasan anak prasekolah

Gambar2.3: Skema konsep penelitian


2.4 HIPOTESA

Ho : Tidak ada hubungan antara caring perawat dengan kecemasan anak usia
prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Melati RSUD Kebumen.
Ha : Ada hubungan antara caring perawat dengan kecemasan anak usia
prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Melati RSUD Kebumen.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif korelatif artinya


penelitian yang bertujuan menjelaskan suatu hubungan korelatif antara
variabel. Hubungan korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa variasi
suatu variabel diikuti oleh variabel yang lain. Sedangkan rancangan
penelitiannya menggunakan cross sectional artinya dengan melakukan
pengukuran atau pengamatan data variabel dependen dan independen hanya
satu kali dan satu saat (Nursalam, 2003).

3.2 POPULASI DAN SAMPEL


1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah subyek yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah

keluarga yang mendampingi klien (anak) usia prasekolah (umur 3-6 tahun)
di ruang Kalimaya Atas RSUD dr. Slamet Garut, dimana jumlah pasien
rawat inap untuk pasien anak usia prasekolah yaitu sebanyak 160 anak
dalam kurun waktu 1 tahun
2. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan teknik sampling jenuh.


Menurut Sugiyono (2010), teknik sampling jenuh adalah teknik penentuan
sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini
dilakukan karena jumlah populasi relatif kecil. Menurut Al Ummah (2007),
jika besar populasi < 1000, maka sampel bisa diambil 20 % - 30%.

n = 20% x N
= 20% x 160 = 32
Keterangan : n : perkiraan jumlah sampel
N : perkiraan jumlah populasi
Jadi, perkiraan jumlah sampel yang akan diambil pada penelitian ini adalah
32 responden.
Karakteristik sampel:
1. Kriteria inklusi
a. Keluarga klien anak usia 3-6 tahun yang dirawat di ruang Melati

RSUD Kebumen
b. Dapatmembaca dan menulis
c. Bersedia menjadi responden ditandai dengan persetujuan inform

consent responden d. Perawatan minimal 3 hari 2.


2. Kriteria eksklusi

a. Anak mengalami gangguan mental, gangguan tumbuh kembang,

atau kelainan kongenital yang mempengaruhi hasil observasi dan


interpretasi
b. Anak dengan kondisi kritis atau keadaan gawa

3.3 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang perawatan anak yaitu ruang


Kalimaya Atas RSUD dr. Slamet Garut pada bulan Januari Maret 2017

3.4 VARIABEL PENELITIAN


1. Variabel independen

Variabel

independen

atau

variabel

bebas

adalah

variabel

yang

mempengaruhi atau menyebabkan tergantung (Notoatmojo, 2002).


Variabel Independen dalam penelitian ini adalah caring perawat.
2. Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya di tentukan oleh variabel


lain (Nursalam, 2003).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecemasan anak usia
prasekolah akibat hospitalisasi di ruang Kalimaya Atas RSUD dr. Slamet
Garut.

3.5 DEFINISIOPERASIONAL

Tabel 3.1 Definisi Operasional hubun ganantara caring perawat dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hosptalisasi di
ruang Kalimaya Atas RSUD dr.Slamet garut
Variabel
Caring perawat

Definisi

Komponen ukur

Hasil ukur

Caring adalah tindakan memberikan asuhan

Lembar observasi yang terdiri dari 25 Nilai hasil kuesioner kemudian

keperawtan dengan mengutamakan faktor-

pertanyaan dengan nilai tertinggi 4

dikategorikan pengkategorian berdasarkan

faktor carative yang bersumber pada perspektif dan nilai terendah adalah 1, untuk

modifikasi Arikunto (1993), yaitu: 1. Baik

humanistik dan hubungan sesama manusia

jawaban tidak pernah bernilai 1,

: 76- 100% 2. Cukup : 56- 75% 3. Buruk :

yang dikombinasikan dengan dasar

kadangkadang bernilai 2, sering < 56 %

pengetahuan ilmiah:
bernilai 3, selalu bernilai 4. Skor
Parameter: 1. memperlakukan manusia secara
total pada semua item pertanyaan dari
wajar 2. memiliki kepercayaan diri 3.
jawaban responden adalah 25-100.
sensitifitas, empati, simpati 4. hubungan saling
mempercayai, tulus, tidak pura-pura 5.
membangkitkan pasien untuk mengekspresikan

perasaan. 6. memecahkan masalah klien 7.


menciptakan lingkungan terapeutik 8. kesiapan
fisik 9. memenuhi kebutuhan klien 10.
kekuatan spiritual
Kecemasan

Kecemasan adal ah respon individu terhadap

Check list ob ser vasi respon

Masing-masing nilai hasil observasi

sesuatu yang tidak menyenangkan dala m

kecemasan terdiri dari 28 item,

kecemasan dijumlahkan dan dari hasil

kehidupan sehari-hari.

jawaban ya bernilai 1, dan tidak penjumlahan tersebut dapat diketahui


bernilai 0. Skor total pada semua item derajat kecemasan seseorang Kategori
pertanyaan dari jawaban responden

kecemasan: 1. Kecemasan ringan 0-7 2.

adalah 0-28.

Kecemasan sedang 8-14 3. Kecemasan


berat 15-21 4. Panik 22-28

3.6 TEKNIK PENGUMPULAN DATA


1. Alat pengumpulan data

Instrumen

penelitian

merupakan

alat

yang

digunakan

untuk

mengumpulkan data. Penelitian ditujukan kepada keluarga klien sebagai


responden, terkait dengan analisa hubungan caring perawat dengan
kecemasan anak prasekolah akibat hospitalisasi. Instrumen disusun
melalui studi kepustakaan dilakukan dengan jalan mengkaji bahan
pustaka dan dokumen. Instrumen berbentuk kuesioner yang terdiri dari
data demografi, analisa hubungan caring perawat dengan kecemasan anak
prasekolah. Instrumen ini dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan
tinjauan teori, untuk mengukur caring perawat menggun akan kuesioner
yang terdiri dari 25 item. Pertanyaan yang digunakan adalah jenis
pertanyaan dengan jawaban tertutup dengan maksud responden memilih
jawaban tidak pernah, kadang-kadang, sering, selalu dan jika dipandang
dari bentuknya berbentuk check list dimana responden tingggal
membubuhkan tanda check ^) pada kolom yang disediakan (Arikunto,
1998). Tabel 3.2 kisi-kisi kuesioner caring perawat.
No

Komponen

Nomor
Item

Jumlah
Butir

1.

Memperlakukan manusia secara wajar

1,23

2.

Memiliki kepercayaan diri

4,5

3.

Sensitifitas, empati, simpati

7, 8, 9,
10, 11

12, 13

4.

5.

Hubungan saling mempercayai, tulus, tidak purapura


Membangkitkan pasien untuk mengekspresikan
perasaan

6.

Memecahkan masalah klien

14,15

7.

Menciptakan lingkungan terapeutik

16, 17

8.

Kesiapan fisik

18, 19, 20

21, 22,
23, 24

25

Memenuhi kebutuhan klien

9.
10.

Kekuatan spiritual
Total pertanyaan

25

Untuk mengukur kecemasan anak prasekolah terdiri dari 28 item dengan


menggunakan jenis pertanyaan berbentuk kuesioner dengan jenis jawaban
tertutup yakni ya dan tidak. Jika dipandang dari bentuknya berbentuk
check list dimana responden tinggal membubuhkan tanda check (^) pada
kolom yang disediakan.
Tabel 3.3: Kisi-kisi kuesioner kecemasan
No
1.

Komponen
Dampak perpisahan
Kehilangan kontrol dan tingkat kooperatif

2.
Ketakutan terhadap perlukaan,
3.

4.

nyeri, dan gangguan body image

Respo n fisi ologis

Total pertanyaan
2. Langkah pengumpulan data

Pngumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti dengan

Nomor Item

Jumlah
Butir

1, 2,3, 4

5, 6,7, 8, 9, 10,
11, 12

13,14

15, 16, 17, 18,


19, 4 20, 21,
22, 23, 24, 25,
26, 27, 28

14

28

a. Peneliti meminta ijin kepada Direktur RSUD Kebumen untuk

melakukan penelitian.
b. Peneliti meminta ijin kepada kepala ruang Melati.
c. Melakukan pendekatan dengan klien dan keluarga.
d. Memberikan inform consent sebagai persetujuan menjadi responden.
e. Memberikan penjelasan tatacara mengisi kuesioner kepada keluarga

klien
f.

Membagi kuesioner dan memberikan waktu kepada responden untuk


mengisi kuesioner.

g. Peneliti berada didekat responden agar bila ada pertanyaan dari

responden peneliti dapat langsung menjelaskan.


h. Menarik

kembali kuesioner yang telah diisi dan mengecek

kelengkapan jawaban dari responden, jika ada yang belum lengkap


akan dikembalikan dan meminta responden untuk melengkapi
jawaban pada saat itu juga.
i.

Mengumpulkan kuesioner untuk kemudian diolah.

3.7 VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN

Uji coba instrumen dilakukan untuk memperoleh kesesuaian


pernyataan yang terdapat pada alat ukur dalam menunjang kriteria yang
diharapkan dalam penelitian. Uji coba ini dilakukan sebelum penelitian
dengan menyebarkan instrumen yang diuji cobakan kepada 20 responden
yang bukan merupakan anggota sampel penelitian. Untuk menguji tingkat
validitas dan reliabilitas peneliti melakukan uji coba. Uji coba instrumen
dilakukan dengan uji validitas item dan reabilitas responden terhadap

instrumen caring perawat dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat


hospitalisasi.
Uji validitas diuji cobakan di ruang Kalimaya Atas, Nusa Indh
Atas, Mirah RSUD dr. Slamet Garut pada minggu kedua dan ketiga bulan
Desember 2016. Uji validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner dilakukan
dengan menggunakan komputerisasi progran SPSS 13 for windows, dengan
N = 20 dari hasil uji statistik menggunakan rumus Spearman rho dan taraf
signifikan (a) = 0,05 atau a = 5% dari 25 item yang diujikan semua item valid
dan reliabel, tingkat validitas 0,533 sampai 0,927 dengan membandingkan r
tabel = 0,4438 serta tingkat reliabilitas 0,952 pada variabel caring perawat.
Untuk variabel kecemasan dari 28 item yang diujikan semua item valid dan
reliabel, tingkat validitas 0, 455 sampai 0,882 dengan membandingkan r tabel
= 0,4438 serta tingkat reliabilitas 0,952.
Validitas adalah seberapa cermat suatu tes melakukan fungsi
ukurannya atau dapat didefinisikan sebagai ukuran yang menunjukan sejauh
mana instrument mampu mengukur apa yang diukur (Riwidikdo, 2007).
Untuk mengetahui kesahihan instrument atau butir- butir pertanyaan maka
diuji kevaliditasannya terlebih dahulu (Arikunto, 2006). Pengujian validitas
ini dilakukan dengan korelasi product moment.
Rumus:

{n x2 ( x )2
n xy( x )( y )
r xy =

2
2
}{n y ( y )
Keterangan :
Rxy = koefesian korelasi moment antara x dan y

n = jumlah responden

x = skor pertanyaan setiap nomor

y = skor total

instrumen penelitian dikatakan valid apabila r hitung > r tabel (0,4438) p ada
derajat signifikasi 5% (0,05), yang telah diujicobakan pada 20 responden.

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup


dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik. Reliabel menunjuk pada tingkat keterandalan
sesuatu (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas menggunakan rumus alpha cronbach
Rumus:
E
k
r=
+ 6 b2
k 1 6 t

Keterangan :

= koefesien alpa Cronbach

= banyaknya butiran atau banyaknya sooal


E6 b

62

= jumlah varian butiran


= Varian Total
Menurut Alhusin (2002) korelasi signifikan atau tidak, maka hasil uji

r hitung dap tdibandingkan dengan r tabel (0,4438). Jika r hitung lebih tinggi
dari r tabel maka reliabel.
3.8 TEKHNIK ANALISIS DATA
1. Pengolahan Data
a. Editing

Memeriksa ulang kelengkapan, kemungkinan kesalahan, dan melihat


konsistensi caranya dengan memeriksa kuisioner yang belum lengkap
dilengkapi pada saat itu juga.
b. Coding

Memberi kode data untuk melakukan koreksi dengan setiap item


pertanyaan.
c. Scoring

Penetapan scor untuk variabel independen dan dependen, masingmasing diberikan scoring dengan kategori data dan jumlah item
pertanyaan dari tiap-tiap variabel
d. Entry Data

Memasukan data dalam program komputer untuk di analisis


e. Cleaning data

Data yang telah dimasukan ke program komputer diperiksa


kebenarannya dengan cara melihat missing data, data yang salah, data
yang tidak konsisten untuk menghindari kesalahan analisis

2. Analisa data

Pengolahan data dilakukan menggunakanperangkat lunak dengan tahapan


sebagai berikut :
a. Analisis univariat Variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini

disusun secara deskriptif dengan tabel distribusi frekuensi.


b. Analisa bivariat Analisa bivariat pada penelitian ini meliputi

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen


menggunakan uji statistik Spearman rank-order correlation dengan
tingkat kemaknaan P< 0,05 Ha diterima, jika > 0,05 Ho ditolak.
N
N ( 21)
6 D 2
=1

Keterangan: = Koefisien
korelasi tata jenjang
Rumus:

D = Difference/beda antara jenjang setiap subjek


N = Banyaknya subyek
Artinya signifikansi < 0,05 Ha diterima, jika > 0,05 Ho ditolak

3.9 ETIKA PENELITIAN

Penelitian akan dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari institusi


pendidikan kemudian memajukan permohonan ijin kepada tempat penelitian
dengan menekankan masalah prinsip dan etika yang meliputi:
1. Prinsip Manfaat
a. Bebas

dari

penderitaan,

artinya

dalam

penelitian

ini

tidak

menggunakan tindakan yang dapat menyakiti atau membuat


responden menderita.
b. Bebas dari eksploitasi, artinya data yang diperoleh tidak digunakan

untuk hal yang merugikan responden.


2. Prinsip Menghargai Hak
a. Informed Consen

Sebelum dilakukan pengambilan dan penelitian, calon responden


diberi penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian yang
dilakukan. Apabila calon responden bersedia untuk diteliti maka calon
responden harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, dan
jika calon responden menolak untuk diteliti tidak boleh memaksa dan
tetap menghormatinya.
b. Anonymity

Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam pengelolaan data


penelitian, peneliti akan menggunakan nomor atau kode responden.
c. Confidientiality

Informasi yang diberikan oleh responden serta semua data yang


terkumpul dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

3.10

MEKANISME PENELITIAN

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini persiapan peneliti melaksanakan kegiatan meliputi


pengajuan judul, studi kepustakaan, pemilihan tempat penelitian,
konsultasi dengan pembimbing, permohonan perijinan kepada Direktur
RSUD dr. Slamet garut, melakukan studi pendahuluan, seminar proposal,
revisi proposal, pelaksanaan uji validitas dan reliabilitas di RSUD dr.
Slamet Garut
2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti mulai melakukan pengumpulan data Peneliti


bertemu langsung dengan responden di ruang Kalimaya Atas RSUD dr.
Slamet Garut. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mencari data
pasien anak dibuku register yang sesuai dengan kriteria inklusi dalam
penelitian. Peneliti mengobser vasi caring perawat dengan cara
mengamati setiap tindakan perawat bersamaan dengan pengisian
kuesioner tingkat kecemasan dengan mengamati gejala-gejala kecemasan
yang timbul pada anak yang telah ditetapkan sebagai responden. Setelah
data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan dengan komputerisasi.
3. Tahap akhir

Setelah pengumpulan dan pengolahan data selesai dilakukan, peneliti


menyusun laporan penelitian dalam bentuk tulisan yang lebih baik,
konsultasi dengan pembimbing, mengambil kesimpulan,

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, R. P & Nasution, N. (2012). Buku pintar asuhan keperawatan bayi


dan balita. Yogyakarta : Cakrawala Ilmu
Ardiana, A. 2010. Hubungan kecerdasan emosional perawat dengan perilaku
caring perawat menurut persepsi pasien di ruang rawat inap RSUD
Dr. H. Koesnadi Bondowoso.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20282484T%20Anisah
%20Ardiana.pdf Diakses tanggal 14 Mei 2013
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman indikator mutu
pelayanan keperawatan klinik di sarana kesehatan
Dwidiyanti, M. (2007). Caring. Semarang : Hapsari
Ferguson, F.B. (2013). Preparing young children for hospitalization:a comparison
of two methods. Journal of the American Academy of Pediatrics.
http://pediatrics.aappublications.org/co

ntent/64/5/656

Diakses

tanggal 4 Juli 2013


Grasso, D.J, Ford, J.D, Briggs,M.J. (2013). Early life trauma exposure and stress
sensitivity in young children. Journal Pediatric Psychology,
38(1):94-103.http://www.medscape.com/viewarticle/804324 Diakses tanggal 4
Juli 2013
Hidayat, A.A. (2008). Pengantar konsep dasar keperawatan (edisi 2). Jakarta:
Salemba Medika

Hidayat, A. A. (2012). Pengantar ilmu keperawatan anak (buku I). Jakarta :


Salemba Medika Morison, P. (2009). Caring and communicating.
Jakarta : EGC
Mulyaningsih. (2011). Hubungan berpikir kritis dengan perilaku caring perawat di
RSUD Dr Moewardi Surakarta.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20281876- T%20Mulyaningsih.
pdf. Diakses tanggal 27 April 2013
Ningsih, R. (2012). Hubungan perilaku caring perawat dengan stres hospitalisasi
pada anak usia 3-6 tahun di RSUD Ibnu Sina Gresik.
http://journals1.unair.ac.id/detail.php?id=65452&fk
tas=Keperawatan. Diakses tanggal 20 April 2013
Nursalam, Susilaningrum, R, & Utami, S. (2008). Asuhan keperawatan bayi dan
anak (cetakan ke II). Jakarta : Salemba Medika
Nursalam. (2011). Manajemen keperawatan : aplikasi dalam praktek keperawatan
profesional (edisi 3). Jakarta : Salemba Medika
Polit, D.F & Beck, C.T. (2006). Essential of nursing research: method, appraisal
and utilization (6 erd). Philadelphia: Lippincot Williams & Walkins
Pribadi, Angga, R.D. (2010). Analisa hubungan persepsi pasien tentang perilaku
caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur.
http://etd.eprints.ums.ac.id/4455/1/J21 0060048.pdf. Diakses 23 Juni
2013
Purwandari. (2011). Perbedaan tingkat kecemasan pasien anak usia pra sekolah
sebelum dan sesudah program mewarnai.
http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jnursing. Diakses tanggal 27
April 2013

Rahmi. (2008). Pengaruh terapi musik anak terhadap tingkat kecemasan anak
prasekolah yang mendapat tindakan invasive di IRNA D anak RSUP
Dr M. Djamil Padang. http://repository.unand.ac.id/id/eprint/ 7415.
Diakses 24 April 2011
Suyanto. (2011). Metodologi dan aplikasi penelitian keperawatan. Yogyakarta :
Nuha Medika
Wahyuningsih, A & Febriana, D. (2011). Kajian stres hospitalisasi terhadap
pemenuhan pola tidur anak usia prasekolah di ruang anak RS Baptis
Kediri.
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index
.php/stikes/article/view/18429. Diakses tanggal 2 Juli 2013
Widianti, R.C. (2011). Pengaruh senam otak terhadap stres hospitalisasi pada anak
usia 1-4 tahun di RS Panti Rapih Yogyakarta
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/...
%20Widianti. Diakses tanggal 21 Mei 2011

T%20Christina%20Ririn

Anda mungkin juga menyukai