Anda di halaman 1dari 26

Delirium

Agustinus(406081005)

BAB I.
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Gangguan kognitif pada pasien akan mempengaruhi kemampuan
berpikir rasional seseorang. Respon kognitif yang ditimbulkan berbeda,
tergantung pada bagian yang mengalami gangguan. Perubahan dalam
perilaku juga akan terjadi.
Pada

kasus

delirium

akan

terjadi

gangguan

pada

proses

berpikir,sedangkan pada demensia akan mengalami respon kognitif yang


mal-adaptif.
Untuk mengetahui lebih lanjut masalah yang terjadi pada pasien
perlu dikaji lebih lanjut tentang Gangguan kognitif dan mental organic pada
pasien.
Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran
secara umum tentang informasi penting pasien dengan gangguan kognitif,
sehingga dapat membantu para praktisi medis dalam penatalaksanaan
penyakit gangguan kognitif yang diaplikasikan dalam hal :
- Pengkajian
- Penegakan diagnosa
- Intervensi
- Implementasi
- Evaluasi.
Pemberian informasi yang maksimal dapat membantu pasien untuk
menghadapi masalahnya dan meminimalkan resiko yang akan terjadi.

1
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

GANGGUAN KOGNITIF DAN MENTAL ORGANIK


I.

Definisi :
Kognitif adalah : Kemampuan berpikir dan memberikan

rasional,termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan


memperhatikan1)
Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karena
kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak .
II.

Fungsi Otak :

1. Lobus Frontalis
Pada bagian lobus ini berfungsi untuk :
- Proses belajar
- Abstraksi
- Alasan
2. Lobus Temporal
Secara umum berfungsi untuk :
- Diskriminasi bunyi
- Prilaku verbal
- Bicara
3. Lobus Parietal
Berfungsi untuk :
- Diskriminasi waktu
- Fungsi somatik
- Fungsi motorik

2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

4. Lobus Oksipitalis
Berfungsi untuk :
- Diskriminasi visual
- Diskriminasi beberapa aspek memori
5. Sisitim Limbik
Hal ini akan berpengaruh pada fungsi :
- Perhatian
- Flight of idea
- Memori
- Daya ingat
Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan
mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu
:
1. Gangguan pada lobus frontalis , akan ditemukan gejala-gejala sebagai
berikut :
- Kemampuan memecahkan masalah berkurang
- Hilang rasa sosial dan moral
- Impilsif
- Regresi
2. gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala sebagai
berikut:
- Amnesia
- Demensia

3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

3. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala


gejala yang hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi
4. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang
bervariasi antara lain :
- Gangguan daya ingat
- Memori
- Disorientasi
RENTANG RESPON KOGNITIF SECARA UMUM :2)
Respon Adaptif ----------------------------------------- Respon Maladaptif
---------------------------------------------------------------------------------- Decisiveness -

Periodic indecisiveness

- Tidak mampu membuat


keputusan

- Memori baik
- Orientasi penuh

-Pelupa

- Kerusakan memori

- Persepsi akurat

- Kadang-kadang bingung

- Kerusakan penilaian

- Perhatian terfokus

- Ragu

- Disorientasi

- Koheren

- Mispersepsi

- Mispersepsi

- Berfikir logis

- Pikiran kacau
- Kadang-kadang
pikiran tidak

- Perhatian tidak fokus


- Sulit memberikan alasan
yang logis

jernih

4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

BAB II.
PENGKAJIAN KHUSUS.
II.

1 .Definisi
Gangguan kognitif dapat menyebabkan gangguan perilaku,antara

lain dapat berupa delirium maupun demensia. Pada kasus refrat ini saya
akan membahas lebih dalam pada gangguan kognitif yaitu delirium.
Delirium adalah suatu kondisi yang dikarakterisasi dengan adanya
perubahan kognitif akut (defisit memori,disorientasi,gangguan berbahasa)
dan gangguaan pada sistem kesadaran manusia. Delirium bukanlah suatu
penyakit melainkan suatu sindrom dengan penyebab multipel yang terdiri
atas berbagai macam pasangan gejala akibat dari suatu penyakit dasar.
Delirium didefinisikan sebagai disfungsi cerebral yang reversible,akut dan
bermanifestasi klinis pada abnormalitas neuropsikiatri.
Delirium

sering

salah

diintrepretasikan

dengan

demensia,depresi,mania, schizophrenia akut, atau akibat usia tua, hal ini


dapat terjadi karena gejala dan tanda dari delirium juga muncul pada
demensia,depresi,mania,psikosis dll. Kata delirium berasal dari bahasa
latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini pernah dilaporkan pada masa
Hippocrates dan pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai delirium
tremens,kemudian

Wernicke

menyebutnya

sebagai

Encephalopathy

Wernicke.3)

5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

II.

2. Patofisiologi
Berdasarkan pada bangkitan, terdapat 3 tipe delirium.3)

1. Delirium hiperaktif : didapatkan pada pasien dengan gejala putus


substansi antara lain; alkohol,amfetamin,lysergic acid diethylamide
atau LSD.
2. Delirium hipoaktif : didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic
encephalopathy dan hipercapnia.
3. Delirium campuran : pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang
hari mengantuk tapi pada malam hari terjadi agitasi dan gangguan
sikap.
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara
seutuhnya. Delirium menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan
structural dan fisiologik. Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada
pasien dengan hepatic encephalopathy dan pada pasien dengan putus
alcohol. Hipotesis utama yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang
reversibel dan abnormalitas dari multipel neurotransmiter. 3)
a. Asetilkolin
data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah
satu dari neurotransmiter yang penting dari pathogenesis
terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa
obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan
bingung,pada pasien dengan transmisi kolinergik yang
terganggu juga muncul gejala ini. Pada pasien post operatif
delirium serum antikolinergik juga meningkat.

6
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

b. Dopamine
Pada otak,hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan
dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari
dopaminergik,pengobatan simptomatis muncul pada pemberian
obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat
dopamine.
c. Neurotransmitter lainnya
Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan
encephalopati hepatikum.
GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan hepatic
encephalopati,peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan.
Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien hepatic
encephalopati,yang menyebabkan peningkatan pada asam
amino glutamat dan glutamine (kedua asam amino ini
merupakan precursor GABA). Penurunan level GABA pada
susunan saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang
mengalami gejala putus benzodiazepine dan alkohol.
d. Mekanisme peradangan/inflamasi
Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti
interleukin-1 dan interleukin-6,dapat menyebabkan delirium.
Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan paparan
toksik,bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan
dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering dihubungkan
dengan delirium,terdapat hubungan respon otak yang dimediasi
oleh interleukin-1 dan interleukin 6.
e. Mekanisme reaksi stress
Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya
delirium.
f. Mekanisme struktural
7
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang


mendukung hipotesis bahwa jalur anatomi tertentu memainkan
peranan yang lebih penting daripada anatomi yang lainnya.
Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting
dari bangkitan delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan
dari formation retikularis mesensephalon ke tectum dan
thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium.
Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan
delirium,mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neuro
toksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus otak.

II.

3. DIAGNOSTIK

Kriteria diagnostik untuk delirium :4)


a. Gangguan kesadaran
Penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar ,dengan
penurunan kemampuan untuk fokus,mempertahankan atau
mengganti perhatian.
b. Perubahan kognitif ( defisit memori, disorientasi, gangguan
berbahasa )
c. Gangguan perkembangan dalam periode waktu yang singkat
d. Bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan
laboratorium yang mengindikasikan bahwa gangguan disebabkan
oleh konsekuensi fisiologik langsung atau akibat kondisi medis yang
umum.

II.

4. Onset/ level fluktuasi dari kesadaran

Delirium ditandai dari perubahan mental akut dari pasien,perubahan


fluktuatif pada kognitif termasuk memori,berbahasa dan organisasi. 4)
8
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

A. Gangguan atensi
Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk
memperhatikan. Mereka mudah melupakan instruksi dan
mungkin dapat menanyakan instruksi dan pertanyaan untuk
diulang berkali-kali. Metode untuk mengidentifikasi gangguan
atensi yaitu dengan menyuruh pasien menghitung angka terbalik
dari 100 dengan kelipatan 7.
B. Gangguan memori dan disorientasi
Defisit memori, hal yang sering jelas terlihat pada pasien
delirium. Disorientasi waktu,tempat dan situasi juga sering
didapatkan pada delirium.
C. Agitasi
Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari
disorientasi dan kebingungan yang mereka alami. Sebagai
contoh; pasien yang disorientasi menggangap mereka dirumah
meskipun ada dirumah sakit,sehingga staff rumah sakit dianggap
sebagai orang asing yang menerobos kerumahnya.
D. Apatis dan menarik diri terhadap sekitar/withdrawal.
Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan
withdrawal. Mereka dapat terlihat depresi,penurunan nafsu
makan,penurunan motivasi dan gangguan pola tidur.
E. Gangguan tidur.
Pada pasien delirium sering tidur pada waktu siang hari tapi
bangun pada waktu malam hari. Pola ini digabungkan dengan
disorientasi,kebingungan dapat menimbulkan situasi yang
berbahaya pada pasien yang resikonya dapat jatuh dari tempat
tidur,menarik kateter atau iv dan pipa nasogastric.
F. Emosi yang labil
Delirium dapat menyebabkan emosi pasien yang labil seperti
gelisah,sedih,menangis dan kadang kadang gembira yang

9
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

berlebih. Emosi ini dapat muncul bersamaan ketika seseorang


mengalami delirium.
G. Gangguan persepsi
Terjadi halusinasi visual dan auditori
H. Tanda tanda neurologis
Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain : tremor
gait, asterixis mioklonus,paratonia dari otot terutama leher,sulit
untuk menulis dan membaca dan gangguan visual.

II.

5. Gejala delirium

Gejala-gejala utama dari delirium :4)

Kesadaran yang terganggu


Kesulitan untuk mempertahankan atau mengubah perhatian
Disorientasi
Ilusi
Halusinasi
Kesadaran yang berubah fluktuasi

Gejala gejala neurogikal:

Disfasia
Disarthria
Tremor
Asterixis pada encephalopati hepatikum dan uremia
Abnormalitas pada motorik

II.

6. Perbedaan antara delirium dan demensia. 2)

Onset
Lama

Delirium
Biasanya tiba-tiba
Biasanya singkat/ < 1 bulan

Stressor

Racun, infeksi, trauma,

Demensia
Biasanya perlahan
biasanya lama dan
progressif.
Paling banyak dijumpai
pada usia > 65 th.
Hipertensi, hipotensi,
10

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

Hipertermia

Perilaku

Fluktuasi tingkat kesadaran


- Disorientasi
- Gelisah
- Agitasi

anemia. Racun, defisit


vitamin, tumor atropi
jaringan otak
Hilang daya ingat
- Kerusakan penilaian
- Perhatian menurun
- Perilaku sosial tidak sesuai
- Afek labil
- Gelisah
- Agitasi

- Ilusi
- Halusinasi
- Pikiran tidak teratur
-Gangguan penilaian dan
pengambilan keputusan
- Afek labil
DELIRIUM MNEMONICS (suatu rangkaian kata yang dapat dipakai untuk
membedakan diagnosis delirium):

4)

I WATCH DEATH
Infection

HIV,sepsis,pneumonia

Withdrawal

alcohol, barbiturate, hipnotik-sedatif

Acute metabolic

asidosis,alkalosis,gangguan elektrolit, gaGal hepar, gagal ginjal

Trauma

luka kepala tertutup,heat stroke,postoperative,


Subdural hematoma,abses et causa terbakar

CNS patologis

infeksi,stroke,tumor, metastasis,vaskulitis,
Encephalitis, meningitis,sifilis

Hipoksia

anemia,keracunan gas CO, hipotensi, gagal


pulmoner atau gagal jantung.

Defisiensi

vitamin B12, folat, niacin, thiamine


11

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

Endorinopati

hiper/hipoadenokortism,hiper/hipoglikemi,mixUdem, hiperparatiroidism.

Acute vaskuler

hipertensif encephalopati,stroke,arrhythmia,
Shock

Toxin atau obat

obat yang diresepkan,pestisida,pelarut berBahaya

Heavy metals

mangan,air raksa,timah hitam

II. 7.faktor resiko delirium.


Faktor resiko delirium dapat dibagi menjadi 2 yaitu: 5)

Pasien dengan karakteristik


Pasien dengan kondisi medis

Pasien dengan kharakteristik antara lain :


Orang tua yang masuk rumah sakit
Sakit stadium terminal
Anak kecil
Gangguan tidur
Pasien dengan pengobatan multi drugs
Gangguan sensori (pendengaran atau visual)

Pasien dengan kondisi medis antara lain :


Demensia
Status postoperasi (jantung,transplantasi,panggul)
Luka bakar
12

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

Gejala putus terhadap alcohol maupun obat


Malnutrisi
Penyakit hati kronis
Pasien dengan hemodialisis
Penyakit Parkinson
Infeksi HIV
Status post stroke

II. 8. Penyebab /etiologi delirium


hampir semua penyakit medis,intoksikasi atau medikasi dapat
menyebabkan delirium. Seringkali delirium merupakan multifaktorial dalam
etiologinya. Dibawah ini merupakan multifaktorial etiologi : 6)

Penyebab reversible antara lain :


1. Hipoksia
2. Hipoglikemia
3. Hipertermia
4. Antikolinergik delirium
5. Putus alcohol atau sedative
Perubahan structural :
1. Trauma tertutup kepala atau perdarahan cerebral
2. Kecelakaan cerebrovaskular antara lain : infark cerebri,perdarahan
subarachnoid,hipertensif encephalopathy
3. Tumor kepala primer maupun metastase
4. Abses otak
Akibat metabolic
1. Gangguan air dan elektrolit, gangguan asam basa,hipoksia
2. Hipoglikemia
3. Gagal ginjal atau gagal hati
4. Defisiensi vitamin terutama Thiamine dan cyanocobalamin
13

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

5. Endokrinopati terutama berhubungan dengan tiroid dan paratiroid


Keadaan hipoperfusi :
1. Shock
2. CHF (Congestif heart failure)
3. Cardiac aritmia
4. Anemia
Infeksi :
1. Infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis
2. Ensephalitis
3. Infeksi otak yang berhubungan dengan HIV
4. Septicemia
5. Pneumonia
6. URTI (urinaria tractus infection )
Toksik :8)
1. Intoksikasi substansi illegal : alkohol,heroin,ganja,LSD
2. Delirium yang dipicu oleh obat antara lain :
Antikolinergik(Benadryl,tricyclic antidepressant)
Narkotik (meperidine)
Hipnotik sedative (benzodiazepine)
Histamine-2 bloker (cimetidine)
Kortikosteroid
Antihipertensif ( methyldopa,reserpine)
Antiparkinson (levodopa)
Penyebab lainnya :
1. Lingkungan yang tidak nyaman bagi pasien demensia menjadi
pencetus delirium
2. Retensio urin, gangguan tidur, perubahan lingkungan

II. 9. Tata laksana.6)


Pengobatan terutama pada pasien delirium adalah untuk
mengkoreksi kondisi medis yang menyebabkan gangguan-gangguan utama.
14
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

Langkah pertama pada tata laksana pasien dengan delirium adalah


melakukan pemeriksaan yang hati hati terhadap riwayat
penderita,pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Informasi dari
pasien tentang riwayat pasien terdahulu maupun status penderita sekarang
sangat membantu para praktisi medis untuk melakukan tata laksana yang
baik untuk mengobati delirium.
Anamnesa terbaik dari pasien delirium dapat menyingkirkan
differensial diagnose lain terutama hasil laboratorium juga dapat
memperjelas etiologi dari delirium.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain :6)
1. Darah rutin ; untuk mendiagnosa infeksi dan anemia
2. Elektrolit ; untuk mendiagnosa low atau high elektrolit level
3. Glukosa ; untuk mendiagnosa hipoglikemi,ketoasidosis diabetikum,
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

atau keadaan hiperosmolar non ketotic


Test hati dan ginjal ; untuk mendiagnosa gagal ginjal atau hati
Analisis urine ; untuk mendiagnosa URTI
Test penggunaan pada urin dan darah
HIV test
Thiamine dan vit B12 level
Sedimentasi urine
test fungsi tiroid

Test neuroimaging :9)


1. CT Scan kepala
2. MRI berfungsi untuk mendiagnosa dari stroke,perdarahan, dan lesi
structural
Pemeriksaan elektrofisiologi:9)

15
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

1. Pada delirium,umumnya perlambatan pada ritme dominan posterior


dan peningkatan aktifitas gelombang lambat pada hasil pencatatan
EEG.
2. Pada delirium akibat putus obat/alcohol, didapatkan peningkatan
aktifitas gelombang cepat pada pencatatan.
3. Pada pasien dengan hepatic encephalopati, didapatkan peningkatan
gelombang difuse.
4. Pada toksisitas atau gangguan metabolik didapatkan pola gelombang
triphasic, pada epilepsy didapatkan gelombang continuous discharge,
pada lesi fokal didapatkan gelombang delta.
Foto radiologi dada :9)
Digunakan untuk melihat apakah terdapat pneumonia atau CHF ( congestive
heart failure).
Test lainnya antara lain :10)
1. Pungksi lumbal, dilakukan apabila curiga terdapat infeksi susunan
saraf pusat
2. Pulse oximetry, dilakukan untuk mendiagnosa hipoksia sebagai
penyebab delirium
3. ECG ( elektrokardiogram) dilakukan untuk mendiagnosa iskemia dan
arrhythmia sebagai penyebab delirium.

II. 10. Terapi medis5)


Prinsip terapi pada pasien dengan delirium yaitu mengobati gejala
gejala klinis yang timbul (medikasi) dan melakukan intervensi personal dan
lingkungan terhadap pasien agar timbul fungsi kognitif yang optimal.

16
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

Medikasi yang dapat diberikan antara lain :


1. Neuroleptik (haloperidol,risperidone,olanzapine)
Haloperidol (haldol)
Suatu antipsikosis dengan potensi tinggi. Salah satu antipsikosis efektif
untuk delirium.
DOSIS :
Dewasa :
gejala ringan ; 0,5-2 mg per oral
Gejala berat ; 3-5 mg per oral
Geriatric ; 0,5- 2 mg per oral
Anak :
3-12 tahun ; 0,05mg/kg bb/hari
6-12 tahun ; 0,15mg/kg bb/hari
Risperidone (risperdal)
Antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih sedikit
dibandingkan dengan haldol. Mengikat reseptor dopamineD2 dengan
afinitas 20 kali lebih rendah daripada 5-ht2-reseptor.
DOSIS :
Dewasa :
0,5-2 mg per oral
Geriatric ; 0,5 mg per oral
2. Short acting sedative ( lorazepam )
Digunakan untuk delirium yang diakibatkan oleh gejala putus obat atau
alcohol. Tidak digunakan benzodiazepine karena dapat mendepresi
nafas, terutama pada pasien dengan usia tua,pasien dengan masalah
paru.
DOSIS :
Dewasa :

0,5-2 mg per oral/iv/im

3. Vitamin ,thiamine(thiamilate) dan cyanocobalamine


(nascobal,cyomin,crystamine).11)
Seperti telah diungkapkan diatas bahwa defisiensi vitamin b6 dan
vitamin b12 dapat menyebabkan delirium maka untuk mencegahnya
maka diberikan preparat vitamin b per oral.
DOSIS :
Dewasa :
100 mg per iv (thiamilate)
17
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

100 mcg per oral/hari (nascobal,cyomin,crystamine)


Anak :

50 mg per iv (thiamilate)
10-50 mcg per im/hari (nascobal,cyomin,crystamine)

4. Terapi cairan dan nutrisi.

Intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien delirium juga


sangat berguna untuk membina hubungan yang erat terhadap pasien
dengan lingkungan sekitar untuk dapat berinteraksi serta dapat
mempermudah pasien untuk melakukan ADL (activity of daily living)
sendirinya tanpa tergantung orang lain.12)
Intervensi personal yang dapat dilakukan antara lain :13)
a. Kebutuhan Fisiologis
- Prioritas : menjaga keselamatan hidup
- Kebutuhan dasar dengan mengutamakan nutrisi dan cairan
- Jika pasien sangat gelisah perlu :
Pengikatan untuk menjaga therapi, tapi sedapat mungkin harus
dipertimbangkan dan jangan ditinggal sendiri
- Gangguan tidur :
* Kolaborasi pemberian obat tidur
Gosok punggung apabila pasien mengalami sulit tidur
Beri susu hangat

18
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

Berbicara lembut
Libatkan keluarga
Temani menjelang tidur
Buat jadwal tetap untuk bangun dan tidur
Hindari tidur diluar jam tidur
Mandi sore dengan air hanngat
Hindari minum yang dapat mencegah tidur seperti : kopi, dll
Lakukan methode relaksasi seperti : napas dalam
- Disorientasi :
Ruangan yang terang
Buat jam, kalender dalam ruangan
Lakukan kunjungan sesering mungkin
Orientasikan pada situasi linkumngan
Beri nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada ruangan/ kamar
Orientasikan pasien pada barang milik pribadinya ( kamar, tempat tidur,
lemari, photo keluarga, pakaian, sandal ,dll)
Tempatkan alat-alat yang membantu orientasi massa
Ikutkan dalam terapi aktifitas kelompok dengan program orientasi
(orang, tempat, waktu).
b. Halusinasi
- Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku merusak diri
- Ruangan :
Hindari dari benda-benda berbahaya
Barang-barang seminimal mungkin
19
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

- Perawatan 1 1 dengan pengawasan yang ketat


- Orientasikan pada realita
- Dukungan dan peran serta keluarga
- Maksimalkan rasa aman
- Sikap yang tegas dari pemberi/ pelayanan perawatan (konsisten)
c. Komunikasi
- Pesan jelas
- Sederhana
- Singkat dan beri pilihan terbatas
d. Pendidikan kesehatan
- Mulai saat pasien bertanya tentang yang terjadi pada keadaan
sebelumnya
- Seharusnya perawat harus harus tahu sebelumnya tentang :
Masalah pasien
Stressor
Pengobatan
Rencana perawatan
Usaha pencegahan
Rencana perawatan dirumah
- Penjelasan diulang beberapa kali
- Beri petunjuk lisan dan tertulis
- Libatkan anggota keluarga agar dapat melanjutkan perawatan dirumah
dengan baik sesuai rencana yang telah ditentukan.

20
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

A Picture of ICU Delirium (foto deskripsi seorang pasien delirium di


intensive care unit )

14)

Tulisan untuk gambar diatas :


aku perlahan-lahan bangun pada ICU setelah operasi dan mencoba untuk
membuka mataku dan menggerakkan tangan kananku. Tetapi hey? Perasaan
aneh apa yang terdapat pada tanganku? Aku mengangkat kepalaku dan
melihat beberapa mahluk kecil merayap pada kasurku dan tanganku. Aku
mencoba untuk berteriak kepada perawat : SUSTER,SUSTER!! Tolong aku
21
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

untuk bangun dari tempat tidur. Aku berjuang dan berjuang untuk
memanggil namun tidak satupun yang dating. Tidak ada seorang pun yang
sepertinya mendengar teriakanku, aku merasa sendiri. Akhirnya seseorang
dating. Dia tertawa kepadaku dan saya mencoba untuk melihatnya lebih
dekat. Dia mendekat dan saya melihat sesuatu melingkar di lehernya. Apa
itu ? itu merayap dan makin besar dan membesar! Apa..apakah itu ular?
Tidak, itu tidak mungkin,tetapi saya dapat melihatnya bergerak! Ini tidak
baik! Bagaimanakah saya dapat keluar dari sini? Perawat berkata kepada
seseorang yang tidak dapat saya lihat. Mereka mentertawakan dan
membuatku malu, apakah mereka mentertawakan saya ? saya harap
seseorang datang dan menolong saya untuk keluar dari tempat mengerikan
ini. Sekarang saya dapat melihat dengan siapakah perawat itu bicara.
Apakah orang ini datang untuk menolong saya? Saya mencoba melihatnya
lebih dekat, dan kelihatanya dia berbulu dan aneh. Dia mirip seperti
seseorang.ataukah seekor hewan? Oh ,tidak dia membuka mulutnya dan
mengaum seperti singa! Saya sangat takut,apakah tidak ada seseorang pun
yang dapat menolongku ?....
Text disadur asli dari Peter Spronk MD, Netherlands

22
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

BAB III.
KESIMPULAN
Gangguan kognitif pada pasien yang mengalami gangguan jiwa,
erat hubungannnya dengan gangguan mental organik. Hal ini terlihat dari
gambaran secara umum perilaku/ gejala yang timbul akan dipengaruhi pada
bagian otak yang mengalami gangguan, misalnya pada lobus oksipitalis,
lobus parietalis, lobus temporalis, lobus frontalis maupun sistim limbik.
Pada delirium gangguan fungsi kognitif harus dapat diidentifikasi
dengan gangguan psikiatri yang lainnya, antara lain dengan demensia
,psikosis, depresi dikarenakan karena pada delirium dan gangguan psikiatri
lainnya terdapat gejala gejala yang hampir mirip.
Dari intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah pasien ,
hal utama yang dilakukan adalah : selalu menerapkan tehnik komunikasi
terapeutik. Pendekatan secara individu dan kelompok, juga keterlibatan
keluarga dalam melakukan perawatan sangat penting untuk mencapai
kesembuhan pasien.
Berdasarkan hal diatas masalah dengan gangguan kognitif sangat
penting diketahui apa penyebab terjadinya . Sehingga intervensi yang
diberikan tepat dan sesuai untuk mengatasi masalah pasien. Akhirnya pasien

23
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

diharapkan dapat seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhannya dan


terhindar dari kecelakaan yang ,membahayakan keselamatan pasien.
Teknik teknik penatalaksanaan juga diharapkan dapat membantu
untuk mendiagnosis secara tepat dan akurat disamping itu penatalaksanaan
yang baik dapat meliputi hasil antara lain, Pasien dapat mencapai fungsi
kognitif yang optimal,Menjaga keselamatan hidup,pemenuhan kebutuhan
bio-psiko-sosial disamping itu diperlukan juga untuk meliibatkan keluarga
dalam menyampaikan Pendidikan kesehatan mental.

24
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

DAFTAR PUSTAKA
1. ( Stuart and Sundeen, 1987. Hal.612).
2. Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi
dan Demensia.St.louis : Mosby year book
3. White S. The neuropathogenesis of delirium. Rev Clin
Gerontol. 2002;12:62-67.
4. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-IV-TR). 4th ed. Washington, DC: American
Psychiatric Association; 2000.
5. American Psychiatric Association. Practice guideline for the treatment of
patients with delirium. Am J Psychiatry. May 1999;156(5 Suppl):120. [Medline]
6. Inouye SK, van Dyck CH, Alessi CA, Balkin S, Siegal AP, Horwitz RI.
Clarifying confusion: the confusion assessment method. A new method
for the detection of delirium. Ann Intern Med 1990;113:941-8.
7. www.aafp.org
8. Alagiakrishnan K, Wiens CA. An approach to drug induced delirium in
the elderly. Postgrad Med J. Jul 2004;80(945):388-93. [Medline].
9. Alsop DC, Fearing MA, Johnson K, Sperling R, Fong TG, Inouye SK. The
role of neuroimaging in elucidating delirium pathophysiology. J
Gerontol A Biol Sci Med Sci. Dec 2006;61(12):1287-93. [Medline].
10. Bergeron N, Dubois MJ, Dumont M, Dial S, Skrobik Y. Intensive Care
Delirium Screening Checklist: evaluation of a new screening
tool. Intensive Care Med. 2001;27:859-864.
25
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Delirium

Agustinus(406081005)

11. Day JJ, Bayer AJ, McMahon M. Thiamine status, vitamin supplements
and postoperative confusion. Age Ageing. Jan 1988;17(1):2934. [Medline].
12. Towsend, M.C (1993). Psychiatric Mental Health Nursing : Concept of
Care ,Philadelphia, 2nd, Davis Company
13. Wilson, H.S, and Kneils, C.R . (1992). Psychiatric Nursing . California :
Addison Wesley Nursing.
14. www.icudelirium.org

26
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei 14 Juni 2009

Anda mungkin juga menyukai