Ujian THT Arum
Ujian THT Arum
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi
maupun non infeksi. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari sekret hidung dan
ludah orang yang menderita faringitis.1
1.2. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan tinjauan pustaka ini adalah untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik senior di departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan
Bedah Kepala Leher. Dalam tinjauan pustaka ini dibahas tentang definisi, etiologi, insidens,
patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan terapi dari faringitis.
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
a.
Memberikan informasi pada dokter maupun tenaga kesehatan tentang Faringitis serta
berbagai hal lain yang berhubungan dengan penyakit ini.
b.
c.
Sebagai sumber informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian atau hal lain
yang ada kaitannya dengan penyakit ini.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian
atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus
resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan
terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6.8
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa 14 cm dan bagian ini merupakan
bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap
bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otototot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor
ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.1,8
struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus,
Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian
petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 1,8
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan laringofaring.
Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
4
sekum.
2.4. Etiologi
Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri (540%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi
dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada Influenza virus,
Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A,
cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan
terjadinya faringitis. 1
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15%
penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis
yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun.
Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae,
Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema
pallidum, Mycobacterium tuberculosis. 1
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis.
Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
2.5. Insidens
Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada dewasa.
Sekitar 15 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia 4 7 tahun, dan sekitar
10%nya diderita oleh dewasa. Faringitis ini jarang terjadi pada anak usia <3 tahun.
Penyebab tersering dari faringitis ini yaitu streptokokus grup A, karena itu sering disebut
faringitis GAS (Group A Streptococci). Bakteri penyebab tersering yaitu Streptococcus pyogenes.
Sedangkan, penyebab virus tersering yaitu rhinovirus dan adenovirus. Masa infeksi GAS paling
sering yaitu pada akhir musim gugur hingga awal musim semi.
2.6. Patogenesis
Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet udara yang
berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri ini
hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini
menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan
jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring. 10 Periode inkubasi
faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 72 jam.11
6
Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular melalui
udara
Alergi
Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur
dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol (isoprenosine)
diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali
pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 46 kali pemberian/hari. 1
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A
diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg
selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid
karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid
yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3
mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik,
antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau
antiseptik. 1
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik
faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk
antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis
kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya
ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut. 1
2.12. Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis
biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.
2.13. Komplikasi
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler.
Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis,
otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien
dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan
baru.
Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan
toxic shock syndrome, peritonsiler abses
Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barr syndrome,
encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring. 7
11
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS
1. Nama
: An. S
2. Umur
: 25 thn
II.
4. Pekerjaan
: Mahasiswi
5. Alamat
6. MR
: 150327
7. Masuk RS
: 27 Agustus 2015
ANAMNESA
Keluhan utama
: Nyeri menelan
12
menjalar ke bagian leher sebelah kiri, tidak menjalar ke telinga, keluhan disertai
demam, tidak batuk dan tidak ada hidung tersumbat. Riwayat mengorok (-).
III.
PEMERIKSAAN FISIK
13
1. Status Present
Keadaan Umum
: Sakit Ringan
Kesadaran
: Compos mentis
Nadi
: 72 x/menit
Pernapasan
: 22x/ menit
Suhu
: 38,3C
Sianosis
: (-)
Stridor inspirasi
: (-)
: (-)
2. Status Generalis
Kepala
o Bentuk
: Normocephal
o Mata
: anemia (-)
o Hidung
: Status THT
14
: Status THT
o Tenggorok
: Status THT
Leher
o
KGB
: Tidak membesar
Thoraks
o Jantung
o Paru
: Vesikuler(+/+)
Abdomen
o Hepar
: Tidak teraba
o Lien
: Tidak teraba
Ekstremitas
15
IV.
Kanan
Kiri
Normal
Normal
(-)
(-)
Nyeri Tarik
(-)
(-)
Nyeri Retroauriculer
(-)
(-)
Lapang/sempit
Lapang
Lapang
Sekret
(-)
(-)
Serumen
(+)
(+)
Membran timpani
Intak
Intak
Reflek cahaya
Jam 7
Jam 5
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Rinne
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Schwabach
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
16
Weber
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Audiogram
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
2. Pemeriksaan Hidung
17
Kanan
Kiri
Normal
Normal
Deformitas
(-)
(-)
Nyeri tekan
(-)
(-)
Dahi
Pipi
Krepitasi
(-)
(-)
Nyeri tekan
(-)
(-)
Nyeri ketuk
(-)
(-)
Cavum nasi
lapang
Lapang
Mukosa
tenang
Tenang
Konka inferior
Eutrofi, tidak
hiperemis
Eutrofi, tidak
hiperemis
Konka media
Eutrofi, tidak
hiperemis
Eutrofi, tidak
hiperemis
Konka superior
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Sinus paranasal
Rhinoskopi anterior
Meatus nasi
18
Sekret
(-)
Septum
(-)
Tidak deviasi
Tidak deviasi
Rhinoskopi Posterior
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Transluminasi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Gambar Hidung
3. Pemeriksaan tenggorok
19
Kanan
Kiri
Uvula
Warna
Edema
Simetris
Hiperemis
(-)
Hiperemis
(-)
Permukaan faring
Permukaan
Licin
Licin
Merah muda
Merah muda
Ukuran
T3
T3
Warna
Hiperemis
Hiperemis
Licin
Licin
Melebar
Melebar
Detritus
(-)
(-)
Eksudat
(-)
(-)
Perlengketan dengan
pilar
(-)
(-)
Warna
Tonsil
Permukaan
Kripta
20
Gambar tenggorok
4. Pemeriksaan Keseimbangan
V.
Tes romberg
Tidak dilakukan
Tandem Gait
Tidak dilakukan
Finger to nose
Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
21
VI.
Darah lengkap
RESUME
-
Os datang dengan keluhan nyeri tenggorokan disertai demam sejak 1 minggu yang
lalu. Ibu os mengaku sejak 1 tahun yang lalu amandel os semakin membesar.
Sejak saat itu os sering mengalami demam dan nyeri tenggorokan. Os juga
mengeluh sulit menelan. Os mudah sakit dan sering terbangun saat malam hari. Os
selalu ngorok saat tidur. Os juga mengeluh batuk dan nafsu makan menurun. Os
sudah pernah berobat. riwayat batuk pilek berulang (+), riwayat KDS sampai
3. Riwayat Kebiasaan
Os sering makan ciki ciki snack yang dibeli diwarung dan sering minum es. Ibu os
sehari-hari memasak masakan menggunakan penyedap rasa. Ketika tidur os juga
mengorok
22
VII.
DIAGNOSA KERJA
Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut
IX.
Ca tonsil
Abses peritonsil
PROGNOSA
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
X.
PENATALAKSANAAN
23
PEMBAHASAN
dan
pada pasien
ini
pemeriksaan
fisik.
sudah
Pada
tepat.
Diagnosa berdasarkan
anamnesa
didapatkan
nyeri
24
tenggorokan dan demam yang berulang. Keluhan ngorok saat tidur. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan ukuran tonsil kiri dan kanan T3/T3, hiperemis
dan kripta melebar. Temuan klinis ini sesuai dengan teori yang menyebutkan
bahwa Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel
mati, dan bakteri pathogen dalam kripta. Gejala dan tanda yang sering
ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri waktu menelan dan pada kasus
berat penderita menolak makan dan minum melalui mulut.
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat. Penatalaksaan sudah sesuai dengan
teori. Langkah pertama diberikan antibiotik spektrum luas cefadroksil 2 x 2 cth dan anti
piretik parasetamol 2 x 2 cth. Terapi ini diberikan dengan alasan pasien mengalami fase
eksaserbasi akut. Dimana pada teori menyebutkan penderita dengan tonsillitis akut serta
demam sebaiknya tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral
efektif untuk mengurangi nyeri serta pemberian antibiotik untuk mengatasi keadaan
infeksi bakteri.
Tonsilektomi dilakukan sampai kondisi baik. Tindakan tonsilektomi pada kasus
ini di indikasikan berdasarkan Indikasi absolut yaitu Pembesaran tonsil yang
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas, disfagia yang sangat mengganggu dan
gangguan tidur. Indikasi relatif yaitu Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi lebih
tiga kali atau lebih dalam setahun dan telah diberi penatalaksanaan medis yang adekuat).
Penundaan tindakan tonsilektomi dikarenakan adanya infeksi akut pada penderita yang
merupakan kontraindikasi untuk dilakukannya tonsilektomi.
25
26