Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

ODS RETINOPATI HIPERTENSIF DENGAN CHRONIC KIDNEY


DISEASE

Pembimbing / Penguji :

Dr. Rosalia, Sp. M

Disusun oleh:

Sharania Manivannan
11.2014.182

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT MATA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
PERIODE 25 MEI 2015- 27 JUNI 2015
1

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS KES BESAR ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RS MARDI RAHAYU, KUDUS, JAWA TENGAH

Nama : Sharania Manivannan


Nim : 11-2014-182

Tandatangan
............................................

Dr Pembimbing / Penguji : Dr Rosalia, Sp.M

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Agama
Pekerjaan
Tanggal pemeriksaan
Pemeriksa
Moderator

II.

............................................
.

: Sdr. M
: 21 tahun
: Islam
: Pembina bangunan
: 27 Mei 2015
: Sharania Manivannan
: Dr Rosalia, Sp.M

PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
Auto anamnesis tanggal : 27 Mei 2015, jam 15.00
Keluhan utama
Mata kanan dan kiri terasa kemeng sejak dua minggu yang lalu.
Keluhan tambahan
Mata kanan dan kiri buram dan sukar membaca sejak satu bulan yang lalu. Pasien
juga sering pusing disertai muntah dan sakit kepala di bagian belakang sejak satu
bulan yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke poliklinik mata RS Mardi Rahayu mengeluh mata kanan dan kiri
terasa kemeng sejak dua minggu yang lalu. Pasien mengatakan pandangannya
2

menjadi buram dan sukar membaca sejak satu bulan yang lalu. Pasien mengeluh
mula sukar membaca koran dan sering merasa pusing disertai muntah sejak
dirawat inap di RS Mardi Rahayu satu bulan yang lalu karena tekanan darah
tinggi.
Menurut pasien tidak pernah merasakan nyeri, mata merah, atau gatal-gatal
melainkan pandangan buram dan rasa kemeng pada mata dan kiri. Riwayat
pengobatan mata disangkal. Riwayat trauma mata disangkal. Alergi obat-obatan
dan makanan disangkal dan riwayat penggunaan kacamata disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat inap di RS Mardi Rahayu karena hipertensi tiga tahun
yang lalu. Pasien juga menderita gagal ginjal kronis dan pasien baru sadar tentang
penyakitnya dua minggu yang lalu. Alergi obat disangkal. Riwayat trauma mata
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menceritakan ayahnya pernah menderita hipertensi dan telah meninggal
dunia 6 tahun yang lalu karena tekanan darah yang tidak terkontrol.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
Tanda Vital
Tekanan darah
Nadi
Respiration rate
Suhu
Kepala
Telinga
Hidung
Tenggorokkan
Thoraks
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas

: Tampak sakit sedang


: 150/110 mmHg
: 90x/menit
: 22x/menit
: 36,7C
: Normosefali, rambut hitam, distribusi merata
: Normotia, serumen (-), secret (-)
: Deviasi septum (-), secret (-)
: Tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
: BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
: SN vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
: Nyeri tekan (-), bising usus (+) 6x/menit, supel.
: Akral hangat, udem -/-

STATUS OPHTHALMOLOGIS

OD
2/60
Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal.
Enopthalmus (-)
Exopthalmus (-)
Strabismus (-)
Nyeri tekan (-)
Edema (-)
Hiperemsi (-)
Blefarospasme (-)
Lagopthalmus (-)
Lagopthalmus (-)
Ektropin (-)
Entropion (-)
Edem (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-)
Bangunan patologis (-)
Infiltrat (-)
Kemosis (-)
Sekret serous (-)
Normal, warna putih
Bulat, jernih
Edem (-)
Infiltrat (-)
Sikatrik (-)
Jernih
Kedalaman cukup
Hipopion (-)
Hifema (-)
Kripta (-)
Warna coklat
Edema (-)

PEMERIKSAAN
Visus
Koreksi
Bulbus Oculi

Palpebra

Conjuctiva

Sclera
Kornea

Camera Oculi Anterior

Iris

OS
2/60
Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal.
Enopthalmus (-)
Exopthalmus (-)
Strabismus (-)
Nyeri tekan (-)
Edema (-)
Hiperemsi (-)
Blefarospasme (-)
Lagopthalmus (-)
Lagopthalmus (-)
Ektropin (-)
Entropion (-)
Edem (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-)
Bangunan patologis (-)
Infiltrat (-)
Kemosis (-)
Sekret serous (-)
Normal, warna putih
Bulat, jernih
Edem (-)
Infiltrat (-)
Sikatrik (-)
Jernih
Kedalaman cukup
Hipopion (-)
Hifema (-)
Kripta (-)
Warna coklat
Edema (-)
4

Sinekia (-)
Atrofi (-)
Reguler
Letak sentral,
Diameter 3 mm
Refleks pupil L/TL : (+/
+)
jernih
jernih
positif
Eksudat (+)
Perdarahan (+)
Cotton wool
appearance (+)
Mikroaneurisme (+)
Neovaskularisasi (-)
Normal
Normal

V.

Pupil

Lensa
Vitreus
Fundus Refleks
Retina

Tekanan Intra Okuler


Sistem Lakrimasi

Sinekia (-)
Atrofi (-)
Reguler
Letak sentral,
Diameter 3 mm
Refleks pupil L/TL : (+/
+)
jernih
jernih
positif
Eksudat (+)
Perdarahan (+)
Mikroaneurisme (+)
Neovaskularisasi (-)

Normal
Normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan gula darah sewaktu


- Pemeriksaan HbA1c
VI.

RESUME
Subjektif
Pasien datang ke poliklinik mata RS Mardi Rahayu mengeluh mata kanan dan kiri
terasa kemeng sejak dua minggu yang lalu. Pasien mengatakan pandangannya
menjadi buram dan sukar membaca sejak satu bulan yang lalu. Pasien mengeluh
mula sukar membaca koran dan sering merasa pusing disertai muntah sejak
dirawat inap di RS Mardi Rahayu satu bulan yang lalu karena tekanan darah
tinggi. Menurut pasien tidak pernah merasakan nyeri, mata merah, atau gatalgatal melainkan pandangan buram dan rasa kemeng pada mata dan kiri.
Obyektif
Pada pemeriksaan ophtalmologis :
OD ditemukan :

Visus: 2/60
Palpebra, konjungtiva, kornea, dan iris, pupil, lensa dalam batas normal
5

Refleks fundus (+)


Retina didapatkan mikroaneurisma, perdarahan, exudat dan cotton wool

appearance
Tekanan intra okuler digital normal

OS ditemukan :

VII.

Visus : 2/60
Palpebra, konjungtiva,kornea, dan iris, pupil, lensa dalam batas normal
Refleks fundus +
Retina didapatkan mikroaneurisma, perdarahan, exudat
Tekanan intra okuler digital normal

DIAGNOSIS BANDING
1. ODS Retinopati diabetika stadium nonproliferatif
2. ODS Retinopati diabetika stadium proliferatif
3. ODS Katarak senilis stadium imatur

VIII. DIAGNOSIS KERJA


ODS Retinopati hipertensif
IX.

PENATALAKSANAAN
Non-medika Mentosa
Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg
Medica Mentosa
Nifedipine
Kaptopril

X.

PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanationam
Ad Cosmetikum

XI.

OD
Dubia ad malam
Dubia ad malam
Dubia ad malam
Dubia ad bonam

OS
Dubia ad malam
Dubia ad malam
Dubia ad malam
Dubia ad bonam

USUL
-

XII.

S1 dd tab 1 (10mg)
S3 dd tab 1 (2.5 mg)

Minum obat teratur


Diet sesuai kebutuhan kalori

SARAN
6

- Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan.


- Kontrol berat badan dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan
seharusnya.
- Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake
lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah
- Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan olahraga yang teratur.

Tinjauan Pustaka
RETINOPATI HIPERTENSIF

Pendahuluan
Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada
penderita hipertensi.1 Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan
tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan
komplikasi pada

retina maka terjadi retinopati hipertensi. Sejak tahun 1990, beberapa

penelitian epidemiologis telah dilakukan pada sekelompok populasi penduduk yang


menunjukkan gejala retinopati hipertensi. Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi,
didapatkan prevalensi lesi vaskuler untuk retina dengan perdarahan retina sebesar 8,3%,
7

penyempitan arteri fokal sebesar 9,6%, dan 7,7% untuk arteriovenous nicking. Kelainan ini
banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan
pada orang berkulit hitam dibandingkan orang kulit putih.1
Etiopatogenesis terjadinya retinopati hipertensi adalah karena peningkatan tekanan
darah yang akan mengakibatkan pembuluh darah retina mengalami beberapa perubahan
patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah tersebut. Pada tahap awal
biasanya belum terdeteksi atau belum terjadi perubahan yang signifikan pada pembuluh darah
retina. Tahap selanjutnya sudah mulai terjadi penyempitan dan kelainan fokal pada pembuluh
darah retina. Kemudian selain terjadi penyempitan pada pembuluh darah retina dapat juga
ditemukan perdarahan retina dan cotton woll spot. Setelah itu pada tahap akhir dapat
terjadi penyempitan disertai perdarahan pada pembuluh darah retina kemudian terbentuk
eksudat dan edema diskus optikus.2
Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan dan
menghindari komplikasi pada retina. Penatalaksanaan yang diberikan berdasarkan tingkat
kerusakan retina, berupa konservatif dan laser fotokoagulasi. Prognosis visual ini tergantung
kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi
sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal.1
2.1 Anatomi Retina

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang
dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada system temporal
dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk
dengan membran Bruch, koroid, dan sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata
dan 0.23 mm pada kutub posterior.1
Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat
didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal
(xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral
diskus optikus, terdadapt fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang
merupakan pantulan khusus bila dilihat dengan opthlasmoskop. Fovea merupakan jaringan
zona avaskular diretina pada angiografi flourosensi. Secara histologis, fovea ditandai dengan
menipisya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan parenkim karena akson - akson sel
9

fotoreseptor (lapisan serat henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan
retina yang lebih dekat ke permukaaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah
pada fovea, fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina yang paling tipis.7
Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari sisi
dalam adalah sebagai berikut:7,8
1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
2. Lapisan serabut saraf,yang mengandung akson akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus Optikus.
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sambungan sel ganglion
dalam sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal. Lapisan
ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sambungan sel bipolar dan
sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina.

10

Gambar 2. Penampang histologis lapisan retina


Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris dan arteri retina
sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch, memperdarahi sepertiga
bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis memperdarahi dua pertiga bagian sebelah
dalam. Arteri retina sentralis berasal dari cabang pertama arteri ophtalmika, menembus bola
mata dibagian medial bawah 12 mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata. Setelah
masuk ke dalam bola mata, arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio), yaitu cabang
superior dan inferior. Setelah percabangan pertama, pembuluh darah menjadi arteriol dan
kehilangan lapisan otot serta lamina elastik internanya.3
Arteriol retina yang berada dilapisan serat saraf akan bercabang- cabang akhirnya
menjadi jaringan kapiler yang luas, yang terletak pada semua lapis retina dalam sampai
membrana limitan eksterna. Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan
dindingnya lebih tebal. Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak terputus,
dikelilingi oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan endotel pembuluh darah yang
bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina bagian dalam (inner barrier), sedangkan
sawar darah retina bagian luar dibentuk oleh ikatan yang erat bagian lateral sel-sel epitel
pigmen retina pada zonula adherens dan zonula occludens (outer barrier).2
Vena mengikuti distribusi arteri. Secara histologi vena terdiri dari lapisan enotelial
dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri. Pada tempat-tempat
tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana 70% arteri berada di atas vena. Pada
11

persilangan arteri dan vena juga akan dijumpai perselubungan (sheating) yang berasal dari
tunika adventisia dari pembuluh darah.2
2.2 Fisiologi Retina
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi
sebagai alat optik, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu tranduser yang elektif.
Sel sel batang dan kerucut di lapisan foto reseptor mampu mengubah rangsang cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf
optikus dan pada akshirnya ke koretks penglihatan.7
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui
saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk
ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya
adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor
kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang
paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama,
dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah
bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan
fototopik), sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor
batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).7
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak dilapisan terluar yang avaskular pada retina
sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu
pigmen penglihatan fotosensitif. Rodopsin adalah suatu glukolipid membran yang separuh
terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan
cahaya puncak pada rodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak
di daerah biru hijau spektrum cahaya.7
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada
bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam macam nuansa abu-abu, tetapi
warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah berdapatasi sepenuhnya, sensitivitas
spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsi 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul
sensasi warna. Suatu benda akan berwarna bila benda tersebut mengandung fotopigmen yang
12

menyerap panjang gelombang tertentu dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan
panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400 700 nm). Penglihatan
siang hari terutama oleh fotoreseptor kerucut, sore atau senja diperantarai oleh kombinasi sel
batang dan kerucut, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang. Warna retina biasanya
jingga.7
2.3 Pemeriksaan Funduskopi / Oftalmoskopi Retina
Pada pemeriksaan oftalmoskop yang di periksa adalah Nervus Optik, retina, makula
dan fovea, koroid dan pembuluh darah retina. Selain itu dapat juga dapat diperiksan jaringan
lain seperti kornea, COA, iris, koroid dan badan kaca, meskipun dengan slitlamp pemeriksaan
untuk jaringan ini lebih baik hasilnya.7
Pada pemeriksaan tampak fundus bewarna merah, papil batas tegas, berwarna agak
kemerahan, di tengahnya lebih pucat kurang lebih sepertiga diameter pupil. Di tengah
tengah papil keluarlah arteri dan vena retina sentral yang bercabang ke atas, ke bawah,
kemudian ke nasal dan ke temporal. Arteri dibedakkan dengan vena, arteri berbentuk lurus
berwarna merah terang, lebih kecil, sedangkan vena lebih berkelok kelok, warna lebih tua,
dsn lebih besar. Perbandingan diameter arteri dan vena adaah 2 : 3. Pada daerah makula lutea,
yang letaknya 2 papil diameter temporal dari papil dan keluhatan sebagai bercak yang
berwarna lebih merah dari sekitarnya, di tengahnya terdapat fovea sentralis yang terlihat
seolah olah ada cahaya pada tempat itu, karena ini disebut refleks fovea (+). 6,7

Gambar 3. Funduskopi Retina Normal.3

13

2.4 Retinopati Hipertensi


Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada
penderita hipertensi.1 Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan
tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan
komplikasi pada retina maka terjadi retinopati hipertensi.2
2.4.1 Klasifikasi Retinopati Hipertensi
Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith
Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada hubungan antara
temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi.

Tabel 1 . Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939) 1

Stadium

Karakteristik

Stadium I

Penyempitan ringan, sklerosis dan hipertensi ringan, asimptomatis.


Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal

Stadium II

Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking


arteriovenous
Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal

Stadium III

Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik)


Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal

Stadium IV

Edema neuroretinal termasuk papiledema


Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal

14

Tabel 2. Klasifikasi Scheie (1953) 1

Stadium

Karakteristik

Stadium I

Penciutan setempat pada pembuluh darah kecil

Stadium II

Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-kadang


penciutan setempat sampai seperti benang, pembuluh darah arteri
tegang, embentuk cabang keras

Stadium III

Lanjutan stadium II, dengan eksudasi cotton, dengan perdarahan yang


terjadi akibat diastol di atas 120 mmHg, kadang-kadang terdapat
keluhan berkurangnya penglihatan

Stadium IV

Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure,
disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan diastol kira-kira
150 mmHg
Tabel 3. Modifikasi klasifikasi Scheie 2

Stadium

Karakteristik

Stadium 0

Tidak ada perubahan

Stadium I

Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi

Stadium II

Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal


15

Stadium III

Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IV

Stadium III + papiledema

Tabel 4. Klasifikasi Retinopati Hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda tanda
yang terlihat pada retina. 4

Retinopati

Deskripsi

Asosiasi sistemik

Mild

Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi


Penyempitan

arteioler

menyeluruh penyakit

atau fokal,

AV nicking,

dinding jantung

arterioler lebih padat (silver-wire)


Moderate

ringan

dengan

stroke,

penyakit

koroner

mortalitas kardiovaskuler

Retinopati mild dengan satu atau lebih Asosiasi

berat

tanda berikut : Perdarahan retina (blot, penyakit

stroke,

dot

atau

mikroaneurisma,

dan

dengan
gagal

flame-shape), jantung, disfungsi renal dan


cotton-wool, hard mortalitas kardiovaskuler

exudates
Accelerated

Tanda-tanda

retinopati

moderate Asosiasi

berat

dengan

dengan edema papil dan dapat disertai mortalitas dan gagal ginjal
dengan kebutaan

Tabel 5. Klasifikasi Retinopati Hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSCM

Tipe

Funduskopi

Tipe 1 :

Arteri menyempit dan pucat, arteri meregang

Fundus

hipertensi

dengan

atau

tanpa

dan percabangan tajam, perdarahan ada atau

16

retinopati, tidak ada sklerose, dan terdapat tidak ada, eksudat ada atau tidak ada.
pada orang muda.
Tipe 2 :
Fundus

Pembuluh darah mengalami penyempitan,


hipertensi

dengan

atau

tanpa

retinopati sklerose senile, pada orang tua.


Tipe 3 :

pelebaran, dan sheating setempat. Perdarahan


retina, tidak ada edema papil
Penyempitan

Fundus dengan retinopati hipertensi dan


arteriosklerosis, terdapat pada orang muda.
Tipe 4 :

arteri,

kelokan

bertambah

fenomena crossing, perdarahan multiple,


cotton wall patches, macula star figure.
Edema papil, cotton wall patches, hard

Hipertensi progresif

exudates, soft exudates, star figure yang


nyata.

2.4.2 Patofisiologi Retinopati Hipertensi


Peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan vasokonstriksi
arteriol. Vasokonstriksi terjadi karena adanya proses autoregulasi pada pembuluh darah.
Hasil penelitian wallow diketahui sel-sel perisit yang ada didinding pembuluh darah
yang berperan pada proses vasokonstriksi. Vasokontriksi biasanya terjadi secara merata
(difus) di seluruh pembuluh darah retina, tetapi bisa juga ditemukan pada sebagian
pembuluh darah (segmental). Hipertensi yang berlangsung lama atau kronik akan
menyebabkan terjadinya perubahan dinding pembuluh darah (arteriosklerosis dan
aterosklerosis).2
Arteriosklerosis adalah perubahan yang terjadi pada arteriol. Dinding arteriol
secara histologik terlihat menebal, karena pada tunika media terjadi hipertrofi jaringan
otot. Tunika intima mengalami proses hialinisasi, dan endotel kapiler mengalami proses
hipertofi, sehingga membentuk jaringan konsentrik yang berlapis-lapis seperti kulit
bawang (union skin). Proses yang terjadi diatas menyebabkan lumen pembuluh darah
menjadi kecil.9
Arteriosklerosis akan menyebabkan gangguan pada persilangan arteri dengan
vena (arteriovenous crossing). Dinding arteri yang kaku akan menekan dinding vena
yang lebih lembut. Dalam keadaan normal tidak terjadi penekanan dan elevasi pada
17

persilangan arteri dan vena. Penekanan pada vena oleh arteri yang sklerosis dapat
terjadi dalam beberapa tahap, vena yang berada di bawah arteri tidak terlihat karena
arteri yang sklerosis maka vena seolah terputus dan akan muncul lagi secara perlahan
setelah melewati persilangan arteri (arteriovenous nicking). Hal ini dikenal dengan
nama Gunns phenomenon. Bentuknya bervariasi tergantung dari beratnya sklerosis,
bila sklerosis lebih berat menyebabkan vena menjadi defleksi pada daerah persilangan,
yang terlihat seperti huruf S atau Z (salus sign). Pada keadaan tertentu vena berada di
atas arteri, sehingga akan terlihat elevasi vena di atas arteri. Tahap selanjutnya akan
terjadi stenosis vena di bagian distal persilangan karena proses sklerosis arteri yang
berat.4,9
Lumen vena yang menyempit karena penekanan oleh arteri yang sklerosis,
menyebabkan aliran darah menjadi lebih cepat, dapat menimbulkan proliferasi endotel
dan kadang-kadang terbentuk trombus. Trombus menyebabkan tersumbatnya aliran
darah, sehingga akan menyebabkan timbulnya tanda-tanda oklusi vena retina sentral.
Dalam keadaan normal dinding arteriol tidak terlihat, yang terlihat adalah sel-sel darah
merah di dalam lumen. Bertambahnya ketebalan dinding arteriol karena proses
arterioseklerosis maka terjadi perubahan refleks cahaya arteriol. Pantulan cahaya dari
permukaan dinding arteriol yang konveks terlihat seperti garis tipis yang mengkilat di
tengah kolom darah (refleks cahaya normal). Pada pembuluh darah yang menebal,
pantulan refleks cahaya normal hilang dan cahaya terlihat lebih luas dan buram. Hal ini
dianggap sebagai tanda awal terjadinya arteriosklerosis.9
Pada funduskopi akan terlihat sebagian pembuluh darah seperti tembaga
(copper wire), karena meningkatnya ketebalan dinding dan lumen berkurang kemudian
terjadi perubahan pada refleks cahaya arteriol. Bila proses sklerosis berlanjut, dinding
arteri semakin menebal dan lumen mengecil yang akhirnya hampir tidak terlihat
sehingga waktu penyinaran hanya berbentuk garis putih saja, yang dikenal sebagai
refleks kawat perak (silver wire reflex).2,4
Perdarahan akan terjadi bila hipertensi berlangsung lama dan tidak terkontrol.
Proses yang kronik ini akan menyebabkan kerusak inner blood barrier, sehingga terjadi
ekstravasasi plasam dan sel darah merah ke retina (hard exudates). Perdarahan biasanya
terjadi pada lapisan serabut saraf retina, distribusinya mengikuti alur serabut saraf,
sehingga terlihat seperti lidah api (flame shape). Kerusakan ditingkat kapiler maka
18

perdarahan terjadi pada lapisan inti dalam atau pleksiform dalam, bentuknya lebih bulat
(blot like appearance). 2,4
Iskemik fokal atau area non perfusi yang terjadi pada lapisan serabut saraf
retina, maka serabut saraf akan berdegenerasi menjadi bengkak dan secara histologi
tampak seperti suatu kelompok cystoid bodies. Kelainan ini dikenal dengan cotton wool
spot (soft exudates), yang pada pemeriksaan funduskopi terlihat sebagai area putih
keabuan seperti kapas dengan batas yang tidak tegas.4
Papil edema disebabkan oleh adanya iskemia didaerah papil yang akan
menyebabkan hambatan aliran axoplasma, sehingga terjadi pembengkakan axon di
papil nervus optikus.10
Ateroskelrosis adalah proses sklerosis yang terjadi pada pembuluh darah retina
yang lebih besar. Pada ateroskelrosis sering ditemukan fibrosis dan kalsifikasi pada
tunika intima. Pada keadaan hipertensi accelerated terjadi pembentukan plak yang
besar di intra lumen yang akan menyumbat pembuluh darah besar sehingga akan timbul
komplikasi dalam bentuk oklusi cabang retina sentralis (BRAO) atau arteri retina
sentralis (CRAO).2,9

2.4.3 Gejala Klinik


Retinopati hipertensi merupakan penyakit yang berjalan secara kronis
sehingga gejala penyakit awal sering tidak dirasakan. Penderita retinopati hipertensi
biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata. 6 Penurunan penglihatan
atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV oleh karena
perubahan vaskularisasi akibat hipertensi seperti perdarahan, cotton wool spot, telah
mengenai makula.2
2.4.4 Diagnosis
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada anamnesis
(riwayat hipertensi), pemeriksaan fisik (tekanan darah), pemeriksaan oftalmologi
(funduskopi), dan pemeriksaan penunjang dengan angiografi fluorosens. Pada
anamnesis penglihatan yang menurun merupakan keluhan utama yang sering
diungkapkan oleh pasien. Pasien mengeluhkan buram dan seperti berbayang apabila
19

melihat sesuatu. Penglihatan biasanya turun secara perlahan sehingga tidak disadari.
Pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan diastol > 90 mmHg dan tekanan sistol
> 140 mmHg , sudah mulai terjadi perubahan pada pembuluh darah retina.2
Pemeriksaan

tajam

penglihatan

dan

funduskopi

adalah

pemeriksaan

oftalmologi paling mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopti hipertensi. Melalui


pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai kelainan retina pada pasien
retinopati hipertensi. Hasil pemeriksaan dengan oftlamoskop, sebagai berikut

Gamb
ar 4. Funduskopi pada penderita hipertensi.4

Gambar 5. Mild Hypertensive Retinopathy.


Ket : A. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan arteriol lokal (panah hitam) .

20

B. Terlihat AV nicking (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arteriol
(panah putih).

Gambar 6. Moderate Hypertensive Retinopathy


Ket : A. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam).
B. Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih)

21

Gambar 7. Gambaran cotton wool spot dan perdarahan retina


Ket : Multipel cotton wool spot (panah putih) , perdarahan retina (panah hitam).

Gambar 8. Hard exudate

Gambar 9. Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil edema
Ket : Panah biru : Cotton wool spot ; Panah putih : perdarahan (blot shape) ; Panah hijau :
eksudasi retina dan macular star (star figure) ; panah hitam : papil edema
22

Gambar 10. Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi


Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan setelah pemeriksaan funduskopi adalah
angiografi fluoresein. Kontras berupa bahan fluoresein dimasukkan melalui vena di lengan.
Ketika kontras sudah mencapai pembuluh darah retina, gambaran pembuluh darah tersebut
difoto dengan kamera khusus yang menggunakan sinar biru. Pemeriksaan ini dapat
menentukan dengan tepat lokasi terjadinya neovaskularisasi dan kebocoran kapiler retina. 2

23

Gambar 11. Perbandingan foto retina dengan angiografi fluorosein


Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain
retinopati selain dari hipertensi. Untuk pemeriksaan laboratorium terutama diperiksa
kadar gula darah, lemak darah dan fungsi ginjal. 11
2.5 Komplikasi
Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina sentralis
(CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO), oklusi vena retina cabang (BRVO) .2,12
Penyebab dari oklusi arteri retina paling umum akibat adanya emboli. Arteri
oftalmika merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna. Embolus bisa berasal
dari jantung atau arteri karotis yang secara jelas mengarah langsung ke mata. Emboli
dari jantung terdiri dari empat tipe, antara lain emboli terkalsifikasi dari katup aorta
atau mitral, vegetasi dari endokarditis bakterial, trombus yang berasal dari jantung
bagian kiri, dan materi miksomatosa akibat miksoma atrial.13
Penyakit arteri karotis juga dapat menjadi sumber emboli. Emboli retina dari
arteri karotis terdiri dari tiga tipe yaitu emboli kolesterol (plak Hollenhorst), emboli
fibrinoplatelet, dan emboli terkalsifikasi.13
Gambaran klinis dari oklusi arteri retina dapat berupa oklusi arteri retina
sentral, dan oklusi arteri retina cabang.13

24

CRAO (oklusi arteri retina sentral) biasanya diakibatkan oleh ateroma,


meskipun hal ini dapat disebabkan akibat emboli terkalsifikasi. Keluhan yang dialami
pasien biasanya bersifat akut dan hilangnya lapang pandang. Tanda-tanda yang dapat
ditemukan berupa pupil Marcus Gunn atau amaurotik, retina tampak putih akibat
pembengkakan dan terdapat cherry-red spot. Dengan pemeriksaan angiografi
menunjukkan penundaan pengisian arteri dan karena terdapat edema retina maka
fluoresensi ke bagian koroid tertutupi.13
BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh karena
emboli. Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara melintang atau
sektoral dan terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan berupa retina menjadi
putih di area yang dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan menjernih, tetapi
bagian dalam retina menjadi atrofi dan berhubungan dengan hilangnya lapang pandang
sektoral yang permanen, dan pada beberapa kasus juga dapat ditemukan rekanalisasi
arteriol yang tersumbat. Pada fluoresensi angiografi menunjukkan area yang terlibat
menunjukkan gambaran tidak adanya perfusi.13
BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran
funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat putih pada
retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat
akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya
edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen terhadap pembuluh darah.
Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli. 12,13
2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, adalah : 1

1. Retinopati Diabetik
Gambaran Retinopati diabetik pada funduskopi hampir sama dengan retinopati
hipertensi yaitu ditemukan blotlike apperance, mikroaneurisma, dilatasi vena dan
berkelok-kelok, hard exudate, soft exudate, neovaskularisasi, dan edema retina.
Selain itu juga didapatkan gula darah yang tidak terkontrol yaitu > 200 mg/dl.

25

2. Katarak
Penurunan visus perlahan pada pasien katarak akibat kekeruhan lensa yang
terjadi secara berangsur. Pada funduskopi direk didapatkan refleks fundus yang
hitam.
3. Glaukoma
Pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intraokular, defek lapang pandang,
atrofi papil saraf optik. Tekanan intraokular > 20mmHg, dan pada pemeriksaan
funduskopi terlihat atrofi papil saraf optik yang terlihat warnanya dari merah
kekuningan menjadi pucat, selain itu dapat ditemukan pula edema papil.
4. Kelainan refraksi
Miopia, hipermetrop, astigmatisme adalah kelainan refraksi yang dapat
menyebabkan visus turun. Pada miopia panjang bola mata anteroposterior yang
lebih besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat, sehingga
bayangan dari benda jatuh didepan retina pada mata yang tidak berakomodasi,.
Pada hipermetropia gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Astigmatisme
jika berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan
tetapi pada dua garis titik yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan
kelengkungan kornea.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan yang sudah
terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi, Mengobati faktor primer adalah sangat
penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus
diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat
arteriosklerosis, maka kelainan klinis yang terjadi tidak dapat diobati lagi tetapi dapat dicegah
progresivitasnya. 2,6
Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda
retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Penggunaan
26

obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) terbukti dapat mengurangi penebalan
dinding arteri akibat hipertrofi. 5
Tabel 6. Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia 14

Obat
Nifedipin

Dosis
(Ca 5-10 mg

Efek

Lama kerja

Perhatian khusus

5-15 menit

4-6 jam

Gangguan

antagonis)
Kaptopril

koroner
12,5-2,5 mg

15-30 menit

6-8 jam

(ACE inhibitor)

Stenosis

arteri

renalis

Klonidin (alfa-2 75-150 mg

30-60 menit

8-16 jam

agonis

Mulut

kering,

mengantuk

adrenergik)
Propanolol

10-40 mg

15-30 menit

3-6 jam

(beta blocker)

Bronkokonstriksi
, blok jantung

Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan dan diturunkan
jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak
jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah.
Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan olahraga yang teratur. 4,5
Pengawasan oleh dokter mata dilakukan untuk mengevaluasi progresivitas retinopati
hipertensi dan komplikasinya. Komplikasi yang dapat terjadi seperti oklusi arteri retina
sentralis dan oklusi cabang vena retina merupakan perburukan dari retinopati hipertensi yang
tidak terkontrol secara baik. Jika sudah terjadi eksudat di makula, KWB stadium III, dan
sudah terjadi komplikasi maka fotokoagulasi laser dapat dipertimbangkan. 6
Fotokoagulasi laser merupakan salah satu terapi dalam penanganan komplikasi
tersebut. Terapi laser retina terbukti memperbaiki oksigenasi retina bagian dalam.
Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi konsumsi oksigen di bagian luar retina dan
27

menyebabkan oksigen lebih mudah berdifusi dari koroid ke bagian dalam retina, sehingga
meningkatkan tekanan oksigen dan mengurangi hipoksia. Peningkatan tekanan oksigen di
bagian dalam retina mengakibatkan mekanisme autoregulasi berupa vasokonstriksi dan
peningkatan tekanan arteriol, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler dan venula.
Menurut hukum Starling, hal ini akan menurunkan aliran cairan dari kompartemen
intravaskular ke dalam jaringan dan menurunkan edema jaringan, bila berasumsi tekanan
onkotik konstan. Penurunan tekanan hidrostatik pada saat yang bersamaan menyebabkan
venula konstriksi dan memendek menurut hukum Laplace dan studi Kylstra dkk. 15
2.8 Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang
serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat
oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada beberapa kasus, komplikasi tetap tidak dapat di
hindari walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik. 2,5
Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate berdasarkan tidak diberikan
terapi medikamentosa yaitu antara lain grade I : 4%, grade II : 20%, grade III : 80% , grade
IV : 98%. 2
Kesimpulan
Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada
penderita hipertensi. Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan
tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan
komplikasi pada

retina maka terjadilah retinopati hipertensi. Pada keadaan hipertensi,

pembuluh darah retina akan mengalami perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap
peningkatan tekanan darah. Pada tahap awal, pembuluh darah retina mengalami
vasokonstriksi secara generalisata. Kemudian terjadi perubahan refleks pada pembuluh darah
retina (copper wire), perubahan pada arteriovenous nicking, cotton wool spot, perdarahan
retina. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap akhir, dan merupakan indikasi telah
terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat. Perjalanan penyakit inilah yang
mengklasifikasikan derajat penyakit.

28

Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang


serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat
komplikasi oklusi vena atau arteri lokal. Untuk itu mengobati faktor primer dengan obat
hipertensi yang salah satunya adalah golongan ACE inhibitor (kaptopril) sangat penting jika
ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Fotokoagulasi laser juga dapat
dipertimbangkan sebagai penatalaksanaan yang terbukti memperbaiki oksigenasi bagian
dalam retina.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas Sidarta, SpM. Ilmu Penyakit Mata. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta ; 2007
2. Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreus Section 12. The Foundation
of The American Academy of Ophtalmology ; 2002
3. Wong TY, et al. The prevalence and Risk Factors of Retinal Microvascular
Abnormalities in Older Persons. The Cardiovascular Health Study. 2003; 658-666.
4. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The New
England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25 [cited 2008
May21]:
[8screens].Availablefrom:URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf
5. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al,
editors. Hypertension. [Online]. 2007 Jan 4 [cited 2008 May 21]: [7 screens].
Available from: URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm
6. American Academy of Ophtalmology. Update on General Medicine. USA : AAO ;
2009.
7. Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P. Oftalmologi Umum 14th ed.Penerbit
Widya Merdeka. Jakarta ; 2000
8. Wijana Nana, S, D. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 6. Abdi Tegal. Jakarta 1993

29

9. Murphy RP, Chew EY. Hypertension. In Ryan SJ. ed. Retina. Vol 2. St.Louis : CV
Mosby : 2002
10. Gerald Liew, MD, editors. Retinal Vascular. Journal Of The American Heart
Association. 2008;1;156-161
11. Wong YT, McIntosh R, editors. Hypertensive retinopathy signs as risk indicators
of cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin 2005;73 and
74;57-70. [Online]. 2005 July 13 [cited 2008 May 21]: [14 screens]. Available
from: URL:http://bmb.oxforsjournals.org/cgi/reprint/73-74/1/57
12. C.D Regillo,et al. Vitroretinal Disease : The Essentials. Thieme Medical Publisher,
New York.1999

30

Anda mungkin juga menyukai