BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang ekosistem.
Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dilingkungannya, oleh sebab itu
ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Makhluk hidup
dalam ekosistem tidak dapat dipisahkan
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Relung Ekologi
Relung ekologi adalah posisi atau status dari struktur adaptasi organisme,
respon psikologi, dan tingkah laku spesifik (Odum, 1993). Menurut Pidwirny
(2006) relung ekologi merupakan total kebutuhan suatu spesies terhadap seluruh
sumber daya dan kondisi fisik yang menjadi faktor penentu di mana dia hidup dan
seberapa melimpah spesies tersebut pada suatu lokasi dalam rentangan tersebut.
Suarsana (2011) menyatakan bahwa relung ekologi berbeda dengan habitat,
habitat adalah suatu tempat organisme hidup sedangkan relung merupakan status
organisme dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu yang merupakan
akibat adaptasi struktural, tanggap fisiologis, serta perilaku spesifik
organisme itu. Jadi relung suatu organisme bukan hanya ditetntukan oleh
tempat organisme itu hidup, tetapi juga oleh berbagai fungsi yang ada
disekitarnya.
Para
ahli
ekologi
menggunakan
istilah
Niche
untuk
mencoba
sehingga
mampu
berkembang
biak
dan
selanjutnya
dapat
lainnya.
Dalam
terminologi
Hutchinson,
setiap
n-dimensi
hypervolume termasuk bagian dari yang lain, atau beberapa poin dalam dua
kelompok yang membentuk mereka menyadari Niche adalah identik. Tumpang
tindih berakhir ketika dua unit organisme memiliki relung yang identik, dan tidak
ada tumpang tindih jika dua Niche benar-benar berbeda. Pada umumnya, relung
tumpang tindih hanya sebagian, dengan beberapa sumber dibagi dan lainlain yang digunakan secara eksklusif oleh masing-masing unit organisme.
10
Hutchinson
(1957)
dalam
Colinvaux
(1973)
mengatakan
bahwa
11
Keadaan ini terjadi pada suatu kedudukan dari suatu spesies berada
dalam kedudukan dari spesies yang lain. Keadaan ini digambarkan pada
grafik dibawah ini.
12
secara
bersama-sama
(tumpang
tindih/overlap
sebagian).
13
4) Abuting Niche
14
tidak ada satu spesies yang dapat berperan dalam relung yang sama. Teori dan
beberapa eksperimen menunjukkan bahwa jika hal tersebut terjadi maka salah satu
spesies akan keluar dari kompetisi atau mengeluarkan spesies lainnya.
Desmukh (1992) menyatakan bahwa berbagai jenis populasi dengan
keperluan sumber daya yang sama tidak dapat berkoeksistensi (hidup bersama
dalam satu habitat) untuk waktu yang tidak terbatas dan bahwa hal ini akan
menyebabkan terjadinya pemisahan relung ekologi dalam pemanfaatan sumber
daya. Suatu spesies biasanya memiliki relung yang lebih besar pada saat
ketidakhadiran predator dan kompetitor, Dengan kata lain, ada beberapa
kombinasi tertentu dari kondisi dan sumber daya alam yang dapat membuat suatu
spesies mempertahankan viabilitas (kehidupan) populasinya, hanya bila tidak
sedang diberi pengaruh merugikan oleh musuh-musuhnya.
Prinsip eksklusif kompetitif menyatakan bahwa dua spesies tidak dapat
hidup bersama-sama dalam suatu komunitas jika relungnya identik. Akan tetapi,
spesies yang secara ekologis serupa dapat hidup bersama-sama dalam suatu
komunitas, jika terdapat satu atau lebih perbedaan yang berarti dalam relung
mereka. Bila dua spesies bergantung pada sumber tertentu dalam lingkungannya,
maka mereka saling bersaing untuk mendapatkan sumber tersebut. Peristiwa yang
paling sering terjadi, sumber yang diperebutkan tersebut adalah makanan, tetapi
dapat pula hal-hal seperti tempat berlindung, tempat bersarang, sumber air.
Adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang memiliki
relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesies-spesies tersebut
tidak terkoeksistensi dalam habitat yang sama secara terus-menerus. Hal ini
menunjukkan bahwa suatu relung ekologi tidak dapat ditempati secara simultan
dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu spesies. Pernyataan ini dikenal
sebagai Asas eksklusif persaingan atau Aturan Gause.
Sehubungan dengan asas tersebut di atas, menurut Asas koeksistensi,
beberapa spesies yang dapat hidup secara langgeng dalam habitat yang sama ialah
spesies-spesies yang relung ekologinya berbeda-beda. Tentang pentingnya
perbedaan-perbedaan diantara berbagai spesies telah lama dikemukakan oleh
Darwin pada tahun 1859. Darwin menyatakan bahwa makin besar perbedaan-
15
perbedaan yang diperlihatkan oleh berbagai spesies yang hidup di suatu tempat,
makin besar pula jumlah spesies yang dapat hidup di suatu tempat itu. Pernyataan
Darwin tersebut dikenal sebagai asas Asas divergensi.
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa aspek relung ekologi yang
menyangkut dimensi sumberdaya, khususnya yang vital untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan, dari beberapa spesies harus berbeda (terpisah) agar dapat
berkoeksistensi dalam habitat yang sama. Perbedaan atau pemisahan relung itu
juga mencakup aspek waktu aktif.
2.3 Aplikasi Relung (Niche) pada Konservasi Hewan Langka
Konservasi adalah seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan situasi
dan kondisi setempat. Konservasi muncul akibat adanya suatu kebutuhan untuk
melestarikan sumber daya alam yang mengalami degradasi mutu secara tajam,
dampak degradasi tersebut dapat menimbulkan kepunahan, misalnya satwa
langka. Dengan memanfaatkan pengetahuan tentang relung ekologi maka aktivitas
konservasi dapat dilaksanakn dengan baik. Pengetahuan tentang relung ekologi
bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara hewan tersebut hidup seperti
tumbuh kembang, tempat tinggal yang sesuai dengan hewan tersebut, serta
interaksi hewan dengan hewan lainnya. Jadi, dalam sebuah konservasi maka
harus mempelajari segala hal yang berhubungan dengan hewan yang akan
kita lindungi tersebut, terutama kita mempelajari tentang relungnya agar kita
dapat melestarikannya dengan baik. Berikut beberapa contoh konservasi hewan
langka.
1) Penangkaran Penyu Hijau (Chelonia mydas L.)
Penyu hijau (Chelonia mydas L.) merupakan jenis penyu yang paling
sering ditemukan dan hidup di laut tropis. Dapat dikenali dari bentuk kepalanya
yang kecil dan paruhnya yang tumpul. Ternyata nama penyu hijau bukan karena
sisiknya berwarna hijau, tapi warna lemak yang terdapat di bawah sisiknya
berwarna hijau. Tubuhnya bisa berwarna abu abu, kehitam-hitaman atau
kecoklatcoklatan. Populasi penyu hijau di Indonesia terus menurun, penurunan
populasi penyu hijau di alam disebabkan oleh pencurian telur dan anak penyu
semakin meningkat, lalu lintas air yang semakin ramai oleh para nelayan serta
16
para pengunjung dan banyaknya vegetasi yang rusak akibat terjadinya abrasi yang
mengakibatkan terjadinya pendegradasi habitat penyu. Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya konservasi penyu hijau.
17
sebesar 73% merupakan kelembaban tertinggi bahwa penyu naik untuk bertelur
pada malam hari karena suhu relatif rendah dengan kelembaban udara yang tinggi.
Jenis vegetasi yang terdapat di Kawasan TWA Sungai Liku yang paling
mendominasi adalah jenis cemara (Casuarinaceae equisetifolia). Dari hasil
penelitian diketahui bahwa kondisi habitat tempat bertelur penyu hijau di
Kawasan TWA Sungai Liku masih sangat baik untuk habitat dan tempat bertelur
penyu yang dapat dilihat dari kondisi fisik dan bioligis pada kawasan tersebut,
walaupun masih terdapat beberapa gangguan yang terjadi namum gangguan
tersebut masih dapat bisa diatasi.
2) Konservasi Burung Maleo (Macrocephalon maleo)
Burung maleo (Macrocephalon maleo) adalah satwa endemik Sulawesi
yang statusnya dilindungi undang-undang, populasi burung maleo terus menurun
dengan drastis karena degradasi dan fragmentasi habitat, serta dipercepat oleh
eksploitasi terhadap telurnya. Degradasi habitat meliputi penurunan kualitas yang
disebabkan oleh kerusakan hutan dan pengurangan luas akibat konversi hutan.
Fragmentasi habitat disebabkan oleh konversi hutan di sekitar habitatnya sehingga
menjadi terisolasi dan terpencar-pencar dalam kantongkantong habitat yang kecil.
Hal ini disebabkan oleh rencana tata ruang wilayah yang kurang memperhatikan
aspek ekologiakibat kurangnya koordinasi antar sektor.
Komponen habitat burung maleo yang terpenting adalah lapangan tempat
mengeramkan telurnya, karena burung maleo tidak mengerami sendiri telurnya,
melainkan memendamnya didalam tanah atau pasir pada kedalaman tertentu di
pantai atau di hutan dengan cara menimbun tanah dan seresah dengan tinggi satu
setengah meter dan diameter sarang 3 4 meter tergantung jumlah pasangan yang
bertelur. Dalam rangka upaya konservasi burung maleo, diperlukan berbagai
informasi ekologis satwa tersebut. Salah satu aspek yang sangat penting untuk
diketahui adalah strategi burung tersebut dalam seleksi dan penggunaan habitat
tempat bertelurnya sehubungan dengan adanya perbedaan sumber panas,
perubahan struktur vegetasi, keragaman jenis vegetasi, ketersediaan pakan dan
meningkatnya gangguan oleh aktivitas oleh manusia.
18
19
20
21
Singkarak ke habitat baru di Danau Toba. Introduksi ikan bilih ke Danau Toba
dilakukan melalui proses penelitian yang cukup panjang. Kegiatan penelitian
pertama adalah mempelajari tingkah laku di habitat asli Danau Singkarak yang
meliputi aspek makanan dan kebiasaan makan, pertumbuhan, dan reproduksi serta
karakteristik habitat yang diperlukan, baik habitat pemakanan, asuhan dan
pemijahan (Kartamihardja dan Purnomo, 2006).
Faktor-faktor kunci keberhasilan introduksi ikan bilih antara lain adalah
karakteristik limnologis Danau Toba mirip dengan Danau Singkarak, habitat
pemijahan ikan bilih di Danau Toba lebih banyak/luas dari Danau Singkarak,
makanan alami sebagai makanan utama ikan bilih cukup tersedia dan belum
seluruhnya dimanfaatkan oleh jenis ikan lain yang hidup di Danau Toba. Selain
introduksi ikan, konservasi yang dilakukan pada ikan bilih adalah dengan
penetapan suaka perikanan di muara-muara sungai seperti Sungai Sipangolu di
Bakara, Sungai Sipiso-piso di Tongging, Sungai Sisodang di Tornok dan Sungai
Naborsahan di Ajibata. Upaya untuk melindung ikan bilih yang memijah
diantaranya dengan pengaturan alat tangkap baik jenis maupun jumlahnya dan
pengaturan ukuran ikan bilih yang tertangkap.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Relung ekologi adalah posisi atau status dari struktur adaptasi organisme,
respon psikologi, dan tingkah laku spesifik organisme. Relung ekologi
juga diartikan sebagai total kebutuhan suatu spesies terhadap seluruh
sumber daya dan kondisi fisik yang menjadi faktor penentu di mana dia
hidup dan seberapa melimpah spesies tersebut pada suatu lokasi dalam
rentangan tersebut. Relung ekologi berbeda dengan habitat, habitat adalah
suatu tempat organisme hidup sedangkan relung merupakan status
organisme dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu yang merupakan
akibat adaptasi struktural, tanggap fisiologis, serta perilaku spesifik
organisme itu.
22
22
Niche overlap (relung tumpang tindih) terjadi ketika ada dua organisme
yang menggunakan sumber daya alam yang sama atau variabel lingkungan
lainnya. Adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang
memiliki relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesiesspesies tersebut tidak terkoeksistensi dalam habitat yang sama secara
terus-menerus. Berbagai jenis populasi dengan keperluan sumber daya
yang sama tidak dapat berkoeksistensi (hidup bersama dalam satu habitat)
untuk waktu yang tidak terbatas dan bahwa hal ini akan menyebabkan
23
DAFTAR PUSTAKA
Chase, Jonathan M. dan Leibold, Mathew A. 2003. Ecological Niche. London:
University Of Chicago
Chase,
Timothy.
2014.
Evolutioan
And
Biodiversity.
(Online).
https://www.blendspace.com/lessons/Mc1YUCSxrVLZOA/evolutionbiodiversity). Diakses tanggal 10 September 2015
Colinvaux, Paul. 1986. Ecology 2. New york: John wiley & son, inc.
Desmukh. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika Terjemahan Kuswata dan Sarkat P.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Heddy, S., M. Kurniati. 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. Jakarta: P.T. Raja
Grafindo Persada.
Kartamiharja, E. S. dan Purnomo, K. 2006. Keberhasilan Introduksi Ikan Bilih
(Mystacoleucos padangens) ke Habitatnya yang Baru di Danau Toba,
Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur, Agustus 2930.
Odum, E.P. 1993. Dasar- Dasar Ekologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
24
Pianca, Eric.1974. Evolution Ecology. New York: Harper and Row Publisers
Pidwirny. 2006. Fundamentals of Physical Geography, 2nd Edition. (Online)
http://www.physicalgeography.net. Diakses tanggal 10 September 2015
Pradana, F. A., Said, S., Siahaan S.,. 2013. Habitat Tempat Bertelur Penyu Hijau
(Chelonia mydas L) di Kawasan Taman Wisata alam Sungai Liku
Kabupaten
Sambas
Kalimantan
Barat.
jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfkh/article/view/2688/2668
Smith, Robert leo. 1990. Ecologi and Field Biologi Fourt Edition. New York:
Harper Collins Publisher.Inc
Spurr, Stephen H and Burton V.barnes. 1980. Forest Ecology Third Edition.
Florida: Krieger publishing company
Suarsana, I made. 2011. Habitat Dan Niche Paku Air Tawar (Azolla pinnata Linn)
(Suatu Kajian Komponen Penyususn Ekosistem Sawah). Widyatech Jurnal
Sains dan Teknologi Vol 1 no 2
Tuhumury, A. A. Tanpa Tahun. Rencana pengelolaan Satwa Burung Maleo/
Maleo (Eulipoa wallace) di Maluku. (Online) http://www.kewangharuku.org. Diakses tanggal 10 September 2015