TAHUN 2012
PENGANTAR
Laporan ini disusun untuk memenuhi ketentuan dalam Inpres Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan kewenangan yang
dipercayakan melalui sistem akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah.
Selanjutnya penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja ini sepenuhnya mengikuti Pedoman yang
ditentukan oleh Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Nomor 589/IX/6/Y/99 tanggal 20 September
1999.
Data-data yang disajikan dalam laporan ini, adalah kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
dalam tahun anggaran 2012.
Jakarta,
Januari 2013
Ir. Ismono, MA
NIP. 195309251982031001
DAFTAR ISI
PENGANTAR........................................................................................................................................
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF....................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................................
1.1
1.2
1.3
Rencana Strategis.............................................................................................
14
2.1
14
2.2
Perjanjian Kinerja..............................................................................................
20
BAB II
BAB III
BAB IV
AKUNTABILITAS KINERJA
27
3.1
27
3.2
32
3.3
33
3.4
33
PENUTUP......................................................................................................................
39
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
LAMPIRAN II
LAMPIRAN III
LAMPIRAN IV
:
:
:
:
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah unsur pelaksana sebagian
tugas dan fungsi Badan Pembinaan Konstruksi dalam pelaksanaan pembinaan usaha dan kelembagaan yang
meliputi Pembinaan bidang pengembangan usaha, bidang regulasi usaha dan perizinan, bidang kelembagaan, dan
fasilitasi pelaksanaan tugas lembaga pengembangan jasa konstruksi nasional, serta pelaksanaan urusan tata usaha
pusat.
Sebagai penjabaran atas visi dan misi Badan Pembinaan Konstruksi maka tujuan yang akan dicapai Badan
Pembinaan Konstruksi dalam periode lima tahun ke depan adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha
konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi;
4.
Menjadikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tertib sehingga menjamin kesetaraan kedudukan antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban,
5.
pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal,
berdaya saing tinggi dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya pencapaian kondisi struktur usaha
konstruksi yang kokoh, andal, dan berdaya saing tinggi, dengan Indikator kinerja outcome
a.
Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi sebanyak 5 NSPK. (dalam proses review renstra
menjadi 16 NSPK)
b.
Meningkatnya kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40%
c.
Meningkatnya jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi dari 5000 menjadi 8000 PJT.
d.
Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku sebanyak 33
provinsi dan 1 nasional.
Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan bertanggung jawab atas kegiatan Pembinaan Usaha dan
Kelembagaan. Indikator kinerja utama output kegiatan adalah: Peningkatan pangsa pasar jasa konstruksi nasional
dan internasional oleh pengusaha jasa konstruksi nasional yang diukur dari:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah melaksanakan program-program kegiatan yang sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi sebagaimana telah diamanatkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010.
Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan terdiri dari dua satker yaitu;
1. Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
2. Satker Kesekretariatan LPJK
Adapun Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dalam tahun anggaran 2012 terdiri atas kegiatan
yang dilaksanakan secara swakelola dan dikontrakkan.
Berikut adalah kegiatan yang dilaksanakan secara swakelola:
A. Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
1. Pemberdayaan dan TOT PJT Badan Usaha Jasa Konstuksi Kualifikasi Kecil
2. Pemberdayaan PJT Badan Usaha Jasa Konstuksi Kualifikasi Non Kecil
3. Kinerja Proyek Konstruksi 2012
4. Forum Pendukungan Usaha Jasa Konstruksi
5. Bimbingan Teknis Percepatan Penerbitan Perda IUJK
6. Pengaturan dan Pengawasan Jasa Konstruksi
7. Monitoring dan Evaluasi Tertib Perizinan Usaha Jasa Konstruksi
8. Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan BUJKA
9. SIPJAKI
1. Permen PU No.08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi Dan Pemberian
Lisensi
2. Surat Edaran Menteri PU No. 10/SE/M/2012 tentang Pemberlakuan Sertifikat Badan Usaha (SBU),
Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan (SKT) Pada Pelaksanaan Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi dan Jasa Konsultansi serta Kualifikasi Penyedia Jasa Konstruksi untuk Tahun Anggaran 2013
3. Keputusan Menteri PU No. 383/KPTS/M/2012 tentang Pembentukan Tim Penyusun Pengaturan /
Kebijakan Struktur Industri Konstruksi Nasional
2) Perda Izin Usaha Jasa Konstruksi di 4 Kabupaten/kota
3) Meningkatnya jumlah Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa Konstruksi yang terberdayakan sebanyak;
-
PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2010 sebanyak 5725 PJT
PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 6135 PJT
(pada tahun 2011 terdapat penambahan sebanyak 410 orang)
PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 6744 PJT
(pada tahun 2012 terdapat penambahan sebanyak 285 orang, dari satker Pusat Pembinaan Usaha dan
Kelembagaan dan sebanyak 324 orang dari satker Kesekretariatan LPJK)
PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 670
PJT
PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 961
PJT (pada tahun 2012 terdapat penambahan sebanyak 291 orang)
4) Terkait dengan pembentukan kepengurusan LPJK, sudah terbentuk Kepengurusan LPJK tingkat nasional dan
LPJK tingkat provinsi yang sesuai dengan yang sesuai dengan UU 18 tahun 1999, PP 28 tahun 2000 tentang
usaha dan peran masyarakat jasa kosntruksi sebagaimana sudah diubah untuk terakhir kali dengan PP 92
tahun 2010 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/PRT/M/2010 tentang Tata Cara
Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, Serta Mekanisme Kerja Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah menjadi Permen PU No.24 tahun 2010.
Adapun dalam pelaksanaan kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012 terdapat beberapa
kendala, diantaraya ;
Integrasi dan koordinasi antar para pelaku jasa konstruksi masih lemah salah satunya dikarenakan
kurangnya informasi terkait dukungan dari supplier material, Peralatan, dukungan perbankan dan
Penjaminan
Mempertemukan antar pihak2 yang berkepentingan untuk mempersatukan visi dan tujuan tidak mudah
Terkait kegiatan yang bersifat Survey dan pengumpulan data butuh effort yang cukup tinggi
Menyikapi kendala-kendala yang dihadapi kedepannya Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan akan terus
berupaya meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait jasa konstruksi, karena pada dasarnya upaya pembinaan
jasa konstruksi harus dilakukan oleh dan untuk semua sektor. Adapun upaya yang akan dilakukan kedepan dengan
meningkatkan koordinasi dan dukungan baik itu koordinasi dengan Pusat-Pusat di BP Konstruksi, dukungan dari
pemerintah daerah , Dukungan dari LPJK Nasional maupun LPJK Provinsi, serta dukungan dari Balai Pusbin KPK
yang ada di daerah
Secara umum anggaran yang terserap pada tahun 2012 sebesar 87,33%..
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Penyusunan Kebijakan teknis, rencana dan program pembinaan konstruksi dan investasi di bidang
infrastruktur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi
serta kompetensi dan pelatihan konstruksi
b.
Pelaksanaan pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur meliputi usaha dan
kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi serta kompetensi dan pelatihan
konstruksi
c.
Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pembinaan konstruksi dan investasi di bidang
infrastruktur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi
serta kompetensi dan pelatihan konstruksi
d.
a.
Sekretariat Badan
b.
c.
d.
e.
f.
Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dibentuk untuk melaksanakan tugas merumuskan
pengembangan dan melakukan pembinaan dibidang usaha dan kelembagaan konstruksi berdasarkan
kebijakan Kepala Badan. Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
menyelenggarakan fungsi:
a.
b.
c.
d.
e.
Pelaksanaan penyiapan pembinaan dan pengembangan kemitraan usaha serta kinerja penyedia
jasa
Pelaksanaan penyiapan pembinaan terhadap akses material dan peralatan kerja konstruksi
Pelaksanaan penyiapan pembinaan terhadap akses modal usaha dan sistem penjaminan
Bidang Pengembangan Usaha terdiri dari:
Pengembangan produk pengaturan konstruksi, klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi
Pelaksanaan penyiapan pembinaan dan bantuan teknik perizinan usaha jasa konstruksi
10
1. Subbidang Regulasi
Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pengembangan produk
pengaturan konstruksi, pengaturan klasifikasi dan kuailfikasi usaha jasa konstruksi, serta
pemantauan dan evaluasi produk-produk pengaturan lembaga.
2. Subbidang Pendukung Perizinan
Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembinaan dan bantuan teknik perizinan usaha
jasa konstruksi, pelaksanaan administrasi perizinan penyedia jasa konstruksi asing, pemantauan
dan evaluasi perizinan usaha jasa konstruksi, pelaksanaan pengembangan sistem informasi
pembinaan jasa konstruksi nasional dan sosialisasi sistem informasi pembina jasa konstruksi
nasional.
c. Bidang Kelembagaan
Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan kelembagaan pengembangan jasa
konstruksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Kelembagaan menyelenggarakan fungsi:
-
Pengembangan kerja sama dan koordinasi antar instansi terkait pembinaan kelembagaan jasa
konstruksi
Pengembangan kinerja kelembagaan penyedia jasa konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja)
Bidang Kelembagaan terdiri dari:
11
Registrasi tenaga kerja konstruksi, meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan
keahlian kerja
Mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang Jasa Konstruksi
STRUKTUR ORGANISASI
Untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Badan
Pembinaan Konstruksi, saat ini terdapat 60 personil: (struktur organisasi terlampir)
12
Sampai dengan tahun 2009, tercatat sejumlah 145.260 badan usaha konstruksi. Peningkatan jumlah badan
usaha tersebut ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya. Hal ini tercermin pada
mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, serta
teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi tersebut
di antaranya disebabkan oleh persyaratan usaha serta persyaratan kualifikasi tenaga kerja terampil dan ahli
yang belum diatur sebagaimana mestinya untuk mewujudkan badan usaha konstruksi yang profesional dan
dapat diandalkan. Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut, pada umumnya pangsa pasar pekerjaan
konstruksi yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dikuasai oleh usaha jasa konstruksi nasional. Dari
seluruh pangsa pasar jasa konstruksi Indonesia (100%), hanya 40% yang dikuasai oleh pelaku jasa konstruksi
nasional yang jumlahnya 90 %, sedangkan 60% lainnya dikuasai oleh pelaku jasa konstruksi asing yang
jumlahnya hanya 10 %.
ditingkatkan, termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan
kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan,
kesehatan, dan lingkungan, agar dapat mewujudkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi
sebagaimana yang direncanakan.Bidang jasa konstruksi saat ini masih menghadapi berbagai permasalahan
seputar lemahnya penguasaan teknologi, sulitnya akses ke permodalan, serta masih kerap terjadi kegagalan
bangunan, kegagalan konstruksi, dan mutu konstruksi yang belum sesuai standar. Sementara itu, Undangundang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi masih dipandang secara sempit sebagai undang-undang
bidang pekerjaan umum. Sehingga, pembinaan jasa konstruksi lebih dianggap sebagai bagian dari
tanggungjawab Kementerian Pekerjaan Umum dan bukan menjadi tanggungjawab semua instansi terkait.
Asosiasi jasa konstruksi, hingga saat ini masih disibukkan oleh proses sertifikasi para anggotanya yang
sering penuh dengan konflik kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga, asosiasi jasa konstruksi belum dapat
berperan sebagai motor penggerak peningkatan kompetensi dan daya saing para anggotanya.Sementara itu,
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagai representasi dari masyarakat jasa konstruksi dalam
pengembangan jasa konstruksi belum dapat melaksanakan seluruh tugas yang diamanahkan dalam UndangUndang Jasa Konstruksi (UUJK) Nomor 18 Tahun 1999. Sebagian besar dari sumber daya yang ada masih
terfokus pada penyelenggaraan registerasi badan usaha dan tenaga kerja konstruksi. Pelaksanaan tugas-tugas
lain, yaitu penelitian dan pengembangan jasa konstruksi, pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi serta
arbitrase dan mediasi masih sangat terbatas. Di samping itu, forum jasa konstruksi yang diselenggarakan
secara rutin setiap tahun belum berjalan dengan efektif dan produktif dalam menyiapkan rekomendasi kebijakan
pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi. Meskipun pelaksanaannya senantiasa diperbaiki dari tahun ke
tahun, Ppenyelenggaraan forum jasa konstruksi masih terbatas pada pemenuhan aspek adimistrasi dan
prosedural serta masih menjadi ajang pelampiasan perbedaan kepentingan yang mencolok di antara pemangku
kepentingan.
13
Di sisi lain, pengembangan sumber daya manusia (SDM) konstruksi melalui pelatihan berbasis kompetensi
masih menghadapi berbagai keterbatasan, di antaranya terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana,
standar kompetensi kerja, modul pelatihan, standar uji, serta tenaga pelatih yang berkompetensi. Nota
kesepahaman antara Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian tTenaga Kerja dan Transmigrasi, dan LPJK
tentang penyelenggaraan pelatihan konstruksi serta pencanangan Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi
(GNPK) diharapkan dapat menggalang sumber daya yang tersedia di tiap-tiap instansi terkait guna mengatasi
kendala yang dihadapi. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia telah meratifikasi berdirinya
World Trade Organization (WTO) dan menjadi anggota dari 153 negara anggota yang tercatat di WTO.
Indonesia juga telah meratifikasi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) melalui Keppres Nomor 88
Tahun 1995. Seluruh kesepakatan dalam perundingan WTO dan AFAS bersifat menngikat. Oleh karena itu
Indonesia harus senantiasa aktif dalam setiap perundingan liberalisasi jasa, termasuk jasa konstruksi yang
diselenggarakan oleh WTO maupun ASEAN serta forum perundingan liberalisasi regional lainnya. Liberalisasi
jasa konstruksi akan menjadi ancaman sekaligus peluang untuk perluasan pangsa pasar jasa konstruksi di luar
negeri. Kualitas pelayanan infrastruktur yang ada saat ini tidak memadai untuk mempertahankan pertumbuhan
dan daya saing ekonomi yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena realisasi investasi infrastruktur hanya
mencapai kurang dari setengah kebutuhan yang diperlukan. Kapasitas fiscal tidak memungkinkan untuk
mencukupi kebutuhan dana pembangunan infrastruktur, bahkan hanya mampu menyumbangkan 1% dari PDB
padahal dana yang diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5% dari PDB.
TANTANGAN DAN ISU STRATEGIS SUB BIDANG JASA KONSTRUKSI
Ketersediaan infrastruktur yang berkualitas merupakan salah satu faktor penentu daya tarik suatu
kawasan/wilayah, di samping faktor kualitas lingkungan hidup, image, dan masyarakat (budaya). Sementara itu,
kinerja infrastruktur merupakan faktor kunci dalam menentukan daya saing global, selain kinerja ekonomi
makro, efisiensi pemerintah, dan efisiensi usaha. Dalam hal daya saing global tersebut, maka World
Competitiveness Yearbook 2009 menempatkan Indonesia pada ranking 54 dari 134
negara, di mana
ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai (peringkat 84 dengan nilai 3,2) merupakan penyumbang ketiga
sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha setelah akses pendanaan (25,1 %), birokrasi pemerintah
yang tidak efisen (18,5%), dan ketidak tersediaan pasokan infrastruktur (11,4 %)1. Dengan demikian, tantangan
pembangunan infrastruktur ke depan adalah bagaimana untuk terus meningkatkan ketersediaan infrastruktur
berkualitas dan kinerjanya semakin dapat diandalkan agar daya tarik dan daya saing Indonesia dalam konteks
global dapat membaik.
Salah satu isu strategis yang dihadapi adalah bagaimana pembangunan infrastruktur dapat membantu
mengatasi besarnya kesenjangan antar-kawasan nusantara : antara Kawasan Barat Indonesia (Kabarin)
dengan Kawasan Timur Indonesia (Katimin), antara Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya, antara kawasan
1
http://www.weforum.org/pdf/GCR09/GCR20092010fullreport.pdf
14
perkotaan dan kawasan perdesaan, antara kota Jakarta dan kota-kota lainnya. fenomena yang terkait adalah
urbanisasi yang cukup tinggi dengan laju antara 1% hingga 1,5% per tahun akibat tingginya mobilitas
penduduk. Secara teoritik, kota merupakan mesin pertumbuhan ekonomi (the engine of economic growth),
sehingga proses pengembangan wilayah terjadi karena adanya perkembangan kota sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi, yang lalu diikuti dengan penyebaran pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitarnya.
Diperkirakan dalam 20 hingga 25 tahun ke depan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia akan mencapai 50 65% (Pustra, 2007), dan pada akhir tahun 2014 jumlah penduduk perkotaan diperkirakan mencapai 53 54%.
Tingkat urbanisasi yang relatif tinggi belum disertai oleh kemampuan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur
yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk oleh urbanisasi tersebut maupun backlog yang telah ada
sebelumnya. Demikian juga ketersediaan infrastruktur belum merata ke semua golongan masyarakat, terutama
masyarakat miskin.
Tantangan lainnya adalah berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, dimana sejak bergulirnya
era reformasi 1 (satu) dekade yang silam, maka telah terjadi pemekaran wilayah dengan adanya 7 (tujuh)
provinsi baru, 135 kabupaten baru, dan 31 kota baru. Dengan demikian hingga saat ini di seluruh wilayah
Nusantara terdapat 33 provinsi, 399 kabupaten dan 98 kota. (Sumber Data : Ditjen Otonomi Daerah Depdagri,
Juni 2009).2 Masih adanya kemiskinan absolut yang tinggi (35 juta jiwa atau 15,4% dari total jumlah penduduk
pada tahun 2008) dan rendahnya ketersediaan lapangan kerja (9,2 juta jiwa pengangguran terbuka atau 8,5%
dari total jumlah usia produktif pada tahun 2008) menjadi bagian yang juga harus diperhatikan dalam
penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum. Pelayanan infrastruktur dasar di Indonesia saat ini kondisinya
relatif tertinggal dibandingkan beberapa negara Asia lainnya. Pengelolaan infrastruktur ke-PU-an selama 10
tahun terakhir belum dikelola secara baik seperti ditunjukkan oleh pendanaan infrastruktur yang masih underinvestment (< 2% PDB). Anggaran pemeliharaan terbatas, demand lebih besar dari supply terutama untuk
daerah cepat tumbuh, dan Standar Pelayanan Minimum (SPM) belum sepenuhnya terimplementasi. Sementara
di sisi lain kesepakatan MDGs untuk memenuhi sasaran mutu pelayanan infrastruktur terutama penyediaan air
bersih dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah sudah tidak bisa ditunda lagi. Selain itu, tidak
dapat diabaikan pula berbagai kesepakatan pembangunan infratruktur bersama, seperti pada kesepakatan
kerjasama ekonomi regional: APEC, AFTA, BIMP-EAGA, IMT-GT, SIJORI, Program ASEAN Highway, dan Asia
Railway yang akan menuntut upaya sungguh-sungguh dari segenap pelaku pembangunan infrastruktur ke-PUan. Karena itu upaya untuk memobilisasi berbagai sumber pembiayaan perlu terus diupayakan dengan
mengembangkan skema pembiayaan melalui kerja sama pemerintah-swasta (KPS), bank, dan dari lembaga
non bank khusus infrastruktur, serta dana preservasi jalan.
Secara khusus, tantangan pembangunan sub bidang jasa konstruksi dalam mendukung pemenuhan
pembangunan infrastruktur di atas dapat diuraikan sebagai berikut.
2
http://www.depdagri.go.id/basis-data/2010/01/28/daftar-provinsi
15
Badan Pembinaan Konstruksi (BP Konstruksi) Kementerian PU menerima mandat sebagai pembina jasa
konstruksi nasional untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi. Tantangan ke depan, pemerintah perlu terus meningkatkan pembinaan jasa konstruksi baik
dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, maupun pengawasan sesuai lingkup pembinaan yang telah
diuraikan di muka, sejalan dengan meningkatnya perhatian dan harapan berbagai pihak terhadap jasa
konstruksi.
Pembinaan jasa konstruksi selama ini dipersepsikan secara sempit sebagai bagian dari tugas Kementerian
PU semata dan belum menjadi tanggung jawab semua pihak sesuai tugas dan kewenangannya.
Meningkatnya perhatian pemerintah daerah terhadap pembinaan jasa konstruksi sebagai tindak lanjut
Surat Edaran Mendagri No. 601/2006 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah dengan
membentuk Tim Pembina yang mengkoordinasikan pembinaan jasa konstruksi daerah dan pengalokasian
APBD untuk pembinaan jasa konstruksi perlu mendapat apresiasi yang positif. Namun sayangnya unit
struktural pembina jasa konstruksi daerah yang telah terbentuk belum seluruhnya efektif. Hal ini terjadi di
antaranya karena PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah tidak secara eksplisit menyebutkan
bahwa pembinaan jasa konstruksi termasuk dalam rumpun urusan pekerjaan umum. Selain itu, petunjuk
teknis mengenai pembentukan unit struktural pembina jasa konstruksi di daerah belum tersedia dan Tim
Pembina jasa konstruksi di tingkat pusat sesuai PP 30/2000 yang bertugas untuk mengkoordinasikan
pembinaan jasa konstruksi antar Kementerian dan Lembaga terkait belum terbentuk.
Asosiasi konstruksi juga masih lebih cenderung mengutamakan kepentingan-kepentingan jangka pendek
kelompok masing-masing, sementara forum jasa konstruksi belum efektif dalam menumbuhkembangkan
usaha jasa konstruksi nasional serta memberi masukan bagi Pemerintah dalam menyelenggarakan
pembinaan jasa konstruksi.
Memperkuat pasar konstruksi dan meningkatkan profesionalisme industri konstruksi. Termasuk perlunya
memperkuat para pelaku usaha konstruksi kecil dan menengah antara lain yang disebabkan oleh lemahnya
penguasaan teknologi dan akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi.
Masih seringnya terjadi kegagalan bangunan dan mutu konstruksi yang tidak sesuai standar teknis yang di
antaranya disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan belum konsistennya penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (SMK3 Konstruksi) serta Sistem Manajemen Mutu
Konstruksi (SMM Konstruksi) yang belum berjalan secara konsisten.
Berbagai kebijakan percepatan investasi swasta beserta dukungan Pemerintah yang dapat disediakan
belum berjalan efektif.
Dari sekitar 145 ribu kontraktor di Indonesia hampir semuanya memperebutkan 40% pangsa pasar jasa
konstruksi nasional yang umumnya disediakan pemerintah (APBN dan APBD). Sedangkan 60% pasar jasa
konstruksi Indonesia lainnya, justru dikuasai oleh kontraktor asing terutama di sektor migas. Sementara itu
permintaan keterlibatan badan usaha/tenaga kerja konstruksi Indonesia di luar negeri terus meningkat.
16
Masih belum dimilikinya data base peralatan dan material konstruksi di tiap-tiap provinsi secara lengkap.
Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi masih menghadapi permasalahan pada proses sertifikasi
yang masih kurang obyektif dan mahal, sehingga langsung atau tidak langsung menyebabkan tenaga ahli
dan tenaga terampil bidang konstruksi masih jauh dari cukup yang di antaranya disebabkan oleh
pelaksanaan assessment sertifikasi belum sesuai ketentuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI).
Berbagai kebutuhan dana investasi infrastruktur yang harus dipenuhi dari investasi swasta (financing gap
sebesar Rp 978 Triliun).
Berbagai potensi sumber pendanaan investasi infrastruktur belum dimanfaatkan secara maksimal.
Sedangkan isu-isu strategis sub bidang jasa konstruksi dalam mendukung pemenuhan pembangunan
Meningkatkan kompetensi SDM konstruksi Indonesia dalam skala nasional maupun skala internasional.
Kementerian Pekerjaan Umum perlu melakukan pelatihan berbasis kompetensi yang mengacu pada
standar kompetensi internasional bagi lulusan perguruan tinggi yang akan bekerja di sektor konstruksi
sehingga lulusannya memiliki kompetensi berstandar internasional.
Meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi menuju tenaga ahli dan tenaga
terampil bidang konstruksi yang berdaya saing tinggi sesuai SKKNI.
Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana pelatihan mengacu pada kebutuhan pelatihan berbasis
kompetensi (kondisi prasarana dan sarana pelatihan saat ini sangat jauh tertinggal dibandingkan beberapa
negara tetangga).
Meningkatkan kualitas lembaga pelatihan dan lembaga uji/sertifikasi dalam proses pelatihan dan sertifikasi,
dengan pengembangan sarana dan prasarana pelatihan dan pendampingan instruktur dan asesor yang
berkualitas.
Penerapan konsep sustainable/green construction yang merupakan proses konstruksi yang menggunakan
metode/konsep serta bahan bangunan yang tepat, efisien, dan ramah lingkungan di bidang pembangunan
konstruksi dalam rangka merespon pemanasan global.
Lemahnya akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi dan belum adanya lembaga pertanggungan
untuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan, dan akses dalam memperoleh jaminan
pertanggungan risiko.
Praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam industri konstruksi nasional dan perilaku bisnis
jasa konstruksi masih menjadi sorotan publik sampai saat ini. Kondisi ini telah membuat persaingan di
industri konstruksi belum sepenuhnya berdasarkan kompetensi dan profesionalisme, tetapi lebih
berdasarkan pada kemampuan negosiasi atau lobby, sehingga menyebabkan kualitas konstruksi tidak
sesuai dengan yang diharapkan.
17
Pasar jasa konstruksi nasional masih terdistorsi akibat ketidakseimbangan antara supply dan demand.
Oleh karena itu perlu upaya pembinaan perusahaan jasa konstruksi melalui penerapan kualifikasi/klasifikasi
persyaratan kemampuan dalam pendirian badan usaha jasa konstruksi.
Liberalisasi perdagangan jasa konstruksi merupakan suatu proses yang sedang berjalan dan tidak perlu
diperdebatkan apakah Indonesia siap atau tidak siap. Yang lebih penting adalah menyiapkan penyedia jasa
konstruksi yang berdaya saing tinggi, baik di pasar domestik, maupun di pasar internasional.
Otonomi daerah sebagai instrumen desentralisasi akan menjadi pendorong perdagangan jasa konstruksi
nasional dengan diterapkannya kebijakan penanaman modal langsung ke daerah.
Pengarusutamaan gender dalam proses pelaksanaan kegiatan subbidang jasa konstruksi, baik dari segi
akses, kontrol, partisipasi, maupun manfaatnya.
Perlunya berbagai inovasi pola pembiayaan investasi infrastruktur, khususnya infrastruktur pekerjaan
umum.
Perlunya mempertajam kebijakan dukungan Pemerintah dalam kerangka Public Private Partnership (PPP)
agar kebijakan yang ada dapat berjalan efektif.
18
4. Prasarana dan sarana untuk pejabat struktural cukup memadai; Seluruh pejabat struktural sampai
Eselon IV memiliki alat pengolah data (unit komputer) masing-masing; sebagian besar staf juga
sudah memiliki alat pengolah data dan meja kursi masing-masing.
5. Pengalaman para pejabat struktural cukup baik, rata-rata berasal dari satminkal teknis (Ditjen
SDA, Bina Marga, Cipta Karya, Perkim, LPJK, dan BSP) sehingga memberikan dinamika dan
peluang koordinasi serta networking yang baik.
6. Memiliki mandat tugas pembinaan jasa konstruksi sesuai UU No. 18/1999 dan PP No. 4/2010, PP
No. 4/2010, PP 59/2010, dan PP No. 30/2000, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP
No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
7. Tugas pokok dan fungsi BP Konstruksi sudah cukup jelas dengan adanya Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 8/PRT/M/2010 tanggal 17 Juni 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum,
8. Motivasi kerja dan upaya untuk meningkatkan kapasitas karyawan cukup tinggi.
9. Staf Badan Pembinaan Konstruksi dikenal sebagai staf yang memiliki wawasan luas.
10. Tersedianya anggaran pembinaan jasa konstruksi yang memadai;
11. Sudah ada konsep road map pembinaan dan pengembangan jakon;
12. Terbentuknya balai pelatihan jasa konstruksi di beberapa wilayah di Indonesia sehingga
mengakomodir pembinaan jasa konstruksi secara optimal
13. Tersedianya media Informasi Sistem Pembinaan Jasa Konstruksi (SIPJAKI)
b. Kelemahan (Weakness)
1. Belum semua staf mendapat fasilitas alat pengolah data yang sesuai dengan standar kebutuhan
kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan.
2. Masih perlu ditingkatkan kinerja unit-unit di lingkungan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
sebagai satu kesatuan tim;
3. Budaya kerja dalam bentuk nilai-nilai strategis Bersama KITA Membangun belum tersosialisasi
dan tertanam secara baik dalam perilaku kerja sehari-hari.
4. Masih adanya staf yang kinerjanya di bawah standar;
5. Orientasi kerja staf masih belum sepenuhnya didasarkan pada pencapaian sasaran tugas Pusat
Pembinaan Usaha dan Kelembagaan;
6. Pejabat struktural (Eselon IV Eselon II) dan staff senior yang akan pensiun.
19
7. Kemungkinan promosi bagi jabatan yang ditinggalkan oleh pejabat yang pensiun atau mutasi diisi
dari luar BP KONSTRUKSI sehingga berpengaruh terhadap motivasi kerja;
8. Belum lengkapnya pengaturan (juknis) pembinaan jakon daerah;
9. Kurangnya pemantauan dan evaluasi (monev) serta penegakan hukum jasa konstruksi;
10. Belum lengkapnya data base pembinaan jasa konstruksi;
11. Rendahnya pembinaan daya saing badan usaha dan tenaga kerja konstruksi;
12. Staf junior belum memiliki kapasitas untuk pembinaan jasa konstruksi daerah,
13. Masih perlu pelaksanaan pembinaan konstruksi di luar bidang PU untuk ditingkatkan.
c. Kesempatan (Opportunity)
1. Terbitnya Undang-Undang
pelaksanaannya sebagai landasan hukum pengaturan Jasa konstruksi yang terencana, terarah,
terpadu, dan menyeluruh.
UUJK adalah modal utama bagi Pemerintah untuk mengembangkan industri jasa konstruksi
menuju tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan peningkatan kompetensi stakeholder jasa
konstruksi.
2. Terbitnya Surat Edaran Mendagri nomor: 601/476/SJ tanggal 13 Maret 2006 perihal
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah
SE Mendagri memberikan payung hukum bagi pembina jasa konstruksi pusat untuk bersamasama dengan pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan konstruksi di seluruh wilayah
Indonesia sampai tingkat kabupaten/kota.
3. Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 4/2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.
28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi dan Konstruksi dan Peraturan
Pemerintah No. 92/2010 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000
tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
Adanya perubahan PP 28/2000 akan mempengaruhi sistem kerja pembinaan usaha jasa
konstruksi dan Lembaga. Peraturan Pemerintah No. 4/2010 dan Peraturan Pemerintah No.
92/2010 akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap pengaturan usaha dan peran
masyarakat seperti klasifikasi dan kualifikasi usaha, lembaga. Adanya pengaturan yang baru
memungkinkan pemerintah untuk melakukan perubahan pada berbagai aspek usaha jasa
konstruksi seperti masalah proses sertifikasi yang lebih bertanggung jawab, proses IUJK yang
lebih terpantau, dan lain sebagainya.
4. Terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/PRT/M/2010 tentang Tata Cara Pemilihan
Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, Serta Mekanisme Kerja Lembaga
20
Pengembangan Jasa Konstruksi dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2010
Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 10/PRT/M/2010 Tentang Tata
Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, serta Mekanisme Kerja
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.
Dengan terbitnya Permen PU No. 10 tahun 2010 dan Permen PU No. 24 tahun 2010 sebagai
turunan dari Peraturan Pemerintah tahun 2010, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
memiliki kejelasan dalam mekanisme kerja serta tugas pokok dan fungsinya di dalam upaya
pengembangan jasa konstruksi di Indonesia.
5. Terbentuknya unit-unit kerja pembina jasa konstruksi daerah yang berada dibawah manajemen
Departemen Dalam Negeri
Terbentuknya unit-unit kerja pembina jasa konstruksi daerah dibawah Departemen Dalam Negeri
akan memungkinkan pembinaan jasa konstruksi lintas sektor, dan tidak terbatas pada bidang kePU-an saja.
6. Tersedianya dana pembinaan dalam bentuk APBN dan APBD serta dana dari pihak lain yang
tidak mengikat akan membantu kelancaran pembinaan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Tupoksi.
7. Meningkatnya Dukungan DPR serta perhatian pemda terhadap pembinaan jakon;
8. Permintaan keterlibatan badan usaha/ tenaga kerja konstruksi di luar negeri;
9. Pengaturan kesetaraan kompetensi keahlian di tingkat ASEAN (ACPE);
10. Tahun 2020 liberalisasi perdagangan dan jasa berlaku penuh yang akan memperluas wilayah
usaha;
11. Banyaknya program pendidikan dan kursus peningkatan kapasitas (capacity building) yang
diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian PU dan Kementerian terkait
lainnya maupun Lembaga Donor Internasional/ Multilateral.
12. Kepercayaan lembaga masyarakat jasa konstruksi (LPJK, Asosiasi Jasa Konstruksi, Badan Usaha
Jasa Konstruksi, Kementerian PU dan Kementerian terkait lainnya) terhadap Badan Pembinaan
Konstruksi dalam rangka mengkoordinasikan upaya-upaya mewujudkan usaha jakons yang
profesional, efisien dan berdaya saing.
13. Kepercayaan lembaga/ forum kerjasama internasional dalam perundingan kerjasama/ liberalisasi
internasional bidang konstruksi.
14. Komitmen Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk memberantas KKN di segala
bidang, termasuk jasa konstruksi;
15. Stabilitas makroekonomi semakin membaik;
16. Adanya lembaga ombudsman persaingan usaha (KPPU);
21
22
serta sertifikasi penyedia jasa konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja konstruksi)i. Selain itu
pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi belum merambah sektor swasta.
5. Tingginya pertumbuhan badan usaha jasa konstruksi tidak diiringi dengan kualitas kinerja
6. Terbatasnya SDM Pemerintah dari segi kualitas dan kuantitas
Disamping masalah kualitas, jumlah pembina jasa konstruksi dirasakan jauh dari cukup untuk
dapat menjalankan tugas pembinaan dengan baik. Sebagai ilustrasi, pemantauan IUJK untuk
proyek-proyek swasta sangat sulit dilakukan oleh Pemerintah mengingat luasnya wilayah
Indonesia.
7. Perubahan struktur organisasi akibat dinamika organisasi Kementerian Pekerjaan Umum dan
dinamika politik nasional;
8. Pengaruh penyedia barang/ jasa yang memberi peluang terjadinya KKN;
9. Perubahan tatanan organisasi di tingkat propinsi/kab./kota pasca PP 41/2007 yang menyebabkan
berkurang/hilangnya unit struktural Pembina konstruksi daerah;
10. Penolakan keterlibatan Pemerintah oleh oknum asosiasi perusahaan/profesi jasa konstruksi;
11. Penguasaan asing atas manajemen, teknologi, dan peralatan konstruksi yang lebih baik;
12. Rendahnya koordinasi antar instansi pembina jasa konstruksi;
13. Penyelenggaraan jasa konstruksi sektor swasta belum mengimplementasikan pengaturan jasa
konstruksi secara penuh;
14. Resesi ekonomi global;
15. Remunerasi beberapa sektor lain lebih menarik;
16. Dominasi penyelenggaraan konstruksi oleh badan usaha asing;
17. Masih ada penyedia barang/ jasa yang berkinerja di bawah standar
18. Kompensasi bagi sebagian staf (golongan II) belum memenuhi standar minimal kebutuhan fisik
minimum (KFM) hidup berkeluarga.
19. Kompensasi bagi sebagian staf (golongan III) belum memenuhi standar minimal hidup berkeluarga
yang berkualitas (Quality of Life).
20. Penguasaan informasi oleh badan usaha asing lebih baik dibandingkan pelaku industri konstruksi
Indonesia (asimetri informasi);
21. Daya saing industri negara lain umumnya lebih tinggi
22. Teknologi baru yang belum banyak dikuasai industri konstruksi nasional
23. Akses ke sumber permodalan belum kondusif.
24. Euphoria desentralisasi pemerintahan di tingkat provinsi dan kab./kota;
25. Persaingan antar negara semakin tinggi
26. Prosedur pengadaan infrastruktur dengan dana PHLN masih tergantung donor asing
27. Tuntutan global dan masyarakat dunia akan mutu konstruksi
23
24
Dari hasil pemantauan kegiatan-kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada tahun-tahun
anggaran sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pembina jasa konstruksi di daerah masih
memandang bahwa permasalahan jasa konstruksi hanya sebatas pada masalah proses pengadaan dan
hubungan antara penyedia jasa dan pemerintah sebagai pengguna jasa, serta sertifikasi penyedia jasa
konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja konstruksi). Selain itu pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi
belum merambah sektor swasta. Disamping masalah kualitas, jumlah pembina jasa konstruksi dirasakan
jauh dari cukup untuk dapat menjalankan tugas pembinaan dengan baik. Sebagai ilustrasi, pemantauan
IUJK untuk proyek-proyek swasta sangat sulit dilakukan oleh Pemerintah mengingat luasnya wilayah
Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 4/2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000 tentang
Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah No. 92/2010 tentang perubahan
kedua atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi akan
mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap pengaturan usaha dan peran masyarakat seperti
klasifikasi dan kualifikasi usaha, lembaga. Adanya pengaturan yang baru memungkinkan pemerintah untuk
melakukan perubahan pada berbagai aspek usaha jasa konstruksi seperti masalah proses sertifikasi yang
lebih bertanggung jawab, proses IUJK yang lebih terpantau, dan lain sebagainya. Sebagai ilustrasi, khusus
untuk pengaturan peran masyarakat, perubahan yang akan dilakukan terhadap struktur organisasi dan
kepengurusan LPJK akan memberikan kesempatan kepada Pemerintah untuk memperbaiki kinerja
Lembaga.
Penyedia Jasa
Sebagaimana kita maklumi, pasar cenderung memilih produsen yang mampu menyediakan produk akhir
yang sesuai dengan ekspektasi konsumennya. Apabila kemampuan penyedia jasa konstruksi nasional
tidak meningkat dan masih berada di bawah kemampuan penyedia jasa konstruksi asing, maka pasar akan
cenderung memilih penyedia jasa konstruksi asing. Oleh karena itu upaya pemerintah meningkatkan daya
saing penyedia jasa konstruksi nasional merupakan hal yang sangat penting, dan upaya pembinaan
tersebut harus menyentuh berbagai aspek daya saing penyedia jasa konstruksi.
Semakin banyak penyedia jasa konstruksi asing yang masuk ke pasar jasa konstruksi Indonesia, semakin
sedikit market share yang dapat diperebutkan oleh penyedia jasa konstruksi nasional. Respon
Pemerintah Republik Indonesia terhadap tuntutan ini harus melihat kesiapan kondisi/kemampuan penyedia
jasa konstruksi nasional serta iklim usaha industri-industri di Indonesia. Melihat kondisi sekarang, dan
sulitnya membendung masuknya perusahaan jasa konstruksi asing, pemerintah harus dapat menerapkan
25
regulasi yang mendorong terwujudnya transfer of knowledge dari penyedia jasa konstruksi asing kepada
penyedia jasa konstruksi nasional, serta memberikan manfaat untuk perkuatan modal dan perluasan
kesempatan kerja bagi penyedia jasa konstruksi nasional. Selain itu masuknya penyedia jasa konstruksi
asing harus dimanfaatkan sebagai pendorong peningkatan kinerja badan usaha jasa konstruksi nasional
sebagai akibat terjadinya persaingan memperebutkan market share jasa konstruksi.
Pengguna Jasa
Pengguna Jasa dalam hal ini adalah Pemerintah dengan dana APBN dan APBD nya serta sektor dari
swasta perlu mendapat perhatian terkait penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia. Menyikapi
bahwasanya penggguna jasa pada sektor konstruksi tidak hanya berasal dari Kementerian Pekerjaan
Umum saja, tetapi juga terdapat kementerian sektor terkait jasa konstruksi lainya, seperti Kementerian
ESDM, Perhubungan, Pendidikan, dan kementeraian terkait lainnya. Untuk tingkat provinsi sendiri
pengguna jasa berasal dari dinas pekerjaan umum provinsi dan dinas terkait sektor konstruksi lainnya. Dan
diluar itu semua ada pengguna jasa yang dananya berasal dari sektor swasta. Dengan sudut pandang
seperti ini sudah seharusnya Badan Pembinaan Konstruksi dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
dapat berperan aktif dan nyata dalam rangka menciptakan usaha jasa konstruksi yang handal, kokoh, serta
berdaya saing tinggi, dengan harapan sektor jasa konstruksi kedepannya dapat memberikan kontribusi
nyata bagi pembangunan di Indonesia.
Dalam mewujudkan usaha jasa konstruksi yang kokoh, handal dan berdaya saing tinggi, saat ini perlu
kiranya disadari serta dilaksanakan secara nyata, antara lain; perwujudan kesetaraan hak dan kewajiban
antara pengguna dan penyedia jasa,
konstruksi, Tertib penyelenggaraan jasa konstruksi dari berbagai aspek sehingga dapat diwujudkan kualitas
produk jasa konstruksi yang handal dan dapat dipertanggungjawabkan.
1.3 RENCANA STRATEGIS
1.3.1 Visi
Visi Kementerian Pekerjaan Umum
Tersedianya
Infrastruktur
Pekerjaan
Umum
dan
Permukiman
yang
Andal
26
1.3.2 Misi
Misi Kementerian Pekerjaan Umum:
a.
Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan nasional dan
daerah serta keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman berbasis
penataan ruang dalam rangka pembangunan berkelanjutan.
b.
Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk meningkatkan kelestarian
fungsi dan keberlanjutan pemanfaatan SDA serta mengurangi resiko daya rusak air.
c.
Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu
dan berkelanjutan.
d.
Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang layak huni dan produktif melalui pembinaan
dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang terpadu, andal dan berkelanjutan.
e.
f.
g.
Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang akuntabel dan
kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance.
h.
27
Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan SDM aparatur dan jasa konstruksi serta penelitian
dan pengembangan bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk meningkatkan kinerja
pelayanan bidang pekerjaan umum dan jasa konstruksi, sebagai upaya mewujudkan kemampuan
pemerintah daerah dan stakeholders jasa konstruksi serta masyarakat untuk mendukung tercapainya
penguasaan pangsa pasar domestik oleh pelaku konstruksi nasional serta pengurangan jumlah dan
dampak ekonomi, sosial dan lingkungan akibat kegagalan konstruksi/bangunan melalui peningkatan
sistem pembinaan teknis dan usaha jasa konstruksi
Sasaran Utama Badan Pembinaan Konstruksi adalah: Meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina
jasa konstruksi Pusat dan daerah, dengan Indikator kinerja: Indeks pembinaan jasa konstruksi nasional
dan daerah meningkat dari rata-rata 40 poin menjadi rata-rata 60 poin.
Tujuan-tujuan yang telah disebutkan di muka, dicapai melalui sasaran antara sebagai berikut:
1.
Tujuan 1: Meningkatkan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi dan dicapai melalui
sasaran antara: Meningkatnya kapasitas kelembagaan, SDM, dan kebijakan pembinaan jasa
konstruksi pusat dan daerah dengan Indikator kinerja outcome:
a.
b.
Jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang terbina sesuai dengan peraturan perundangundangan, dari 15 provinsi menjadi 33 provinsi dan dari 50-an kabupaten/kota menjadi 330
kabupaten/kota.
2.
28
Tujuan 3: Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan
struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi dan dicapai melalui sasaran
antara: Meningkatnya pencapaian kondisi struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, dan
berdaya saing tinggi, dengan Indikator kinerja outcome:
a. Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi sebanyak 5 NSPK.
b. Meningkatnya kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40%
c. Meningkatnya jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi dari 5000
menjadi 8000 PJT.
d. Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku
sebanyak 33 provinsi dan 1 nasional.
e. Persentase kenaikan investasi infrastruktur, 10 % tiap tahun.
f.
Persentase tingkat penguasaan pangsa pasar domestik oleh pelaku konstruksi nasional, dari
40 % menjadi 60 %.
g. Peningkatan daya saing industri konstruksi nasional dalam skala global sebesar 5 poin.
h. Jumlah dukungan kebijakan dalam membangun iklim investasi bidang infrastruktur; sejumlah
5 NSPK.
4.
5.
Tujuan 5: Mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; dan dicapai melalui sasaran
antara:
1) Hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas, dengan Indikator kinerja outcome:
a. Persentase pengurangan jumlah dan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan akibat
kegagalan konstruksi/bangunan sebesar 10%.
29
Perundang-undangan
yang
memayungi
dan
menjadi
landasan yuridis
Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Konstruksi;
Peraturan Pemerintah No. 92/2010 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah
No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi;
Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas Fungsi, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia;
Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementrian Negara Republik Indonesia;
30
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Pekerjaan Umum
Strategi
Untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan kebijakan, dalam rangka mencapai
tujuan, serta visi dan misi organisasi, maka perlu ditetapkan strategi-strategi yang akan
digunakan dalam implementasi program-program kegiatan.
Strategi-strategi Pusat Pembinaan Usaha dan kelembagaan adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
31
4.
5.
Kesiapan penyedia jasa konstruksi nasional untuk dijadikan dasar penentuan kebijakan
pembukaan pasar asing dalam proses perundingan liberalisasi perdagangan jasa
konstruksi
6.
7.
8.
9.
Pembinaan sumber daya, kelembagaan pembina jasa konstruksi provinsi serta dukungan
iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan industri konstruksi nasional, termasuk
liberalisasi perdagangan sektor konstruksi
dan
meningkatkan
peran
Pemerintah
Daerah
dalam
bentuk
dekonsentrasi/tugas pembantuan.
15. Meningkatkan pembinaan usaha konstruksi nasional yang kompetitif, profesional dan
berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun internasional.
32
33
BAB II
RENCANA KINERJA TAHUNAN DAN PERJANJIAN KINERJA
Sebagai langkah-langkah mencapai visi dan menjalankan misi Badan Pembinaan Konstruksi yang unggul
dan berdaya saing tinggi, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan perlu menetapkan strategi dalam kerangka
membangun konstruksi Indonesia yang handal, profesional, dan mandiri. Strategi pembinaan disektor konstruksi
perlu dilakukan secara taktis dan sinergis demi efisiensi pelaksanaan tugas-tugas pembinaan jasa konstruksi.
Strategi yang dilakukan adalah untuk memastikan bahwa konstruksi Indonesia akan berkelanjutan dalam
memberikan layanan kepada masyarakat. Hal ini dibutuhkan untuk mencapai konstruksi Indonesia yang handal dan
kokoh serta mampu menghasilkan produk yang berkualitas, bermanfaat dan berkelanjutan. Pertumbuhan dan
perkembangan konstruksi Indonesia juga akan menjadi modalitas bagi kemandirian konstruksi Indonesia. Disamping
itu, Badan Pembinaan Konstruksi juga harus mewujudkan penyelenggaraan konstruksi dengan tatakelola yang baik
agar seluruh rantai suplai sektor konstruksi mampu menghadirkan efisiensi, produktifitas, keseimbangan dan
keadilan. Selanjutnya, Badan Pembinaan Konstruksi juga harus mengintegrasikan pengelolaan sektor konstruksi
nasional secara berkesinambungan agar konstruksi Indonesia kokoh dan handal dalam merespon perubahan
global.
Bab ini akan memaparkan secara lengkap perencanaan strategi Pusat Pembinan Usaha dan Kelembagaan
yang merupakan penjabaran langkah-langkah yang harus diambil dalam rangka mewujudkan visi dan misi Badan
Pembinaan Konstruksi.
2.1
34
Sasaran Strategis
Meningkatnya
Kapasitas dan Kinerja
Pembina Jasa
Konstruksi Pusat dan
Daerah
Indikator Output
Target Output
1 NSPK
2%
NA
600 Orang
Sasaran Strategis
Meningkatnya
Kapasitas dan Kinerja
Pembina Jasa
Konstruksi Pusat dan
Daerah
Indikator Output
Target Output
14 Laporan
6 Laporan
5 Laporan
11 Laporan
1 Laporan
33 Laporan
2 Laporan
7 Laporan
3 Laporan
1 NSPK
8 Rekomendasi
27 Unit
1 Laporan
4 Unit
25 Unit
12 Bulan
35
2.2
PERJANJIAN KINERJA
PENETAPAN KINERJA PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN (OUTCOME)
Sasaran Strategis
Meningkatnya
Kapasitas dan Kinerja
Pembina Jasa
Konstruksi Pusat dan
Daerah
Indikator Output
Target Output
1 NSPK
2%
NA
600 Orang
Sasaran Strategis
Meningkatnya
Kapasitas dan Kinerja
Pembina Jasa
Konstruksi Pusat dan
Daerah
Indikator Output
Target Output
14 Laporan
6 Laporan
5 Laporan
11 Laporan
1 Laporan
33 Laporan
2 Laporan
7 Laporan
3 Laporan
1 NSPK
8 Rekomendasi
27 Unit
1 Laporan
4 Unit
25 Unit
12 Bulan
36
2.2.1.1
37
2.2.1.3
2.2.1.4
38
2.2.1.5
2.2.1.6
2.2.1.7
39
2.2.1.9
40
41
42
Kegiatan (Sub-Output)
Pemberdayaan dan TOT PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil
NA
Pembinaan tatalaksana
kelembagaan;
43
Output
Kegiatan (Sub-Output)
44
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN
Salah satu prinsip good governance adalah akuntabilitas yang merupakan wujud pertanggungjawaban instansi
pemerintah kepada publik pada umumnya dan pemberi delegasi pada khususnya. Akuntabilitas kinerja perlu
diketahui dan dievaluasi untuk mendapatkan umpan balik yang akan digunakan untuk peningkatan kinerja pada
waktu yang akan datang.
Bentuk akuntabilitas kinerja dapat dilihat dari tahap awal berupa perencanaan strategik yang mencerminkan
perwujudan visi dan misi, perencanaan kinerja dan penetapan indikator-indikatornya, serta evaluasi atas hasil kerja
yang telah direalisasikan.
3.1 EVALUASI DAN ANALISIS KINERJA
Capaian Kinerja Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan tahun anggaran 2012 adalah sebagai berikut ;
3.1.1
Realisasi
45
1) Kategori Pelaksanaan Bangunan gedung kurang dari 8 lantai, PT. Hutama Karya (Persero)
pada Proyek Alila Villas Bintan
2) Kategori Pelaksanaan Bangunan gedung lebih dari 8 lantai, PT. Total Bangun Persada, Tbk
pada Proyek Gedung Kampus UMN (Universitas Multimedia Nusantara)
3) Kategori Pelaksanaan Bangunan Sipil (Jalan/Jembatan), PT. Wijaya Karya-Jaya konstruksi
KSO pada Proyek Pembangunan Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu-Tanah Abang Paket
Casablanca
4) Kategori Pelaksanaan Bangunan Sipil Prasarana Sumber Daya Air, PT. Adhi Karya (Persero)
Tbk pada Proyek ICB Civil Work Construction of Spilway (Package I) Countermeasure For
Sediment in Wonogiri Multipurpose Dam Reservoir. JICA loan IP 552
3. Pemberdayaan PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil
Pagu kegiatan Pemberdayaan dan TOT Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa
Konstruksi Kualifikasi Kecil sebesar Rp 1.369.181.000,- dan realisasi penyerapannya sebesar Rp.
1.287.121.350,Pelaksanaan kegiatan ini berupa review materi PJT kualifikasi Non kecil dan pemberdayaan PJT
di 7 Provinsi.
Keluaran dari kegiatan ini adalah :
a) Jumlah Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa Konstruksi kualifikasi non kecil
sebanyak 291 Orang Penanggung Jawab Teknik
3.1.2
46
Seminar dan Lokakarya dalam rangka membangun Struktur Industri Konstruksi Nasional yang
Kokoh dan Menunjang Pemerataan Kesempatan Kerja bagi Seluruh Pelaku Jasa Konstruksi
Keluaran dari kegiatan ini adalah terbentuknya POKJA Penyusunan Paket Kebijakan Industri
Konstruksi ;
a. Restrukturisasi Industri Konstruksi,
b. Perkuatan Rantai Pasok Konstruksi,
c. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil & Menengah Konstruksi,
d. Revitalisasi Nilai SDM Konstruksi
3.1.3
47
3.1.4
dari kegiatan ini adalah tertib pelaksanaan kebijakan nasional dan peraturan
Perundang-undangan terkait jasa konstruksi yang melibatkan badan usaha jasa konstruksi asing
Serta untuk memastikan BUJKA Perwakilan Asing menjalankan kewajibannya sesuai amanat dari
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/2011.
3. Sistem Informasi Pembina Jasa Konstruksi
Pagu sebesar Rp. 1.480.166.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 1.424.824.000,Keluaran dari kegiatan ini adalah Terberdayakannya Administrator Sistem Informasi Pembina
Jasa Konstruksi dengan peserta Kabupaten/Kota dari seluruh provinsi di Indonesia sebanyak 128
(3 Angkatan) orang dari 66 kabupaten/kota di Indonesia. Selain itu pada tahun 2012 juga
dilaksanakan ToT sebanyak 3 angkatan yang menghasilkan 25 orang Trainer
3.1.5
48
2012 ini baik untuk tingkat nasional maupun untuk tingkat provinsi dan adanya pemotongan pagu
kementerian untuk penghematan anggaran, maka kegiatan Surveilen Unit Sertifikasi ini tidak
dilaksanakan (dilakukan pemotongan anggaran). Tidak dilaksanakannya kegiatan ini tidak berarti
mengurangi output sasaran dari kinerja pusat pembinaan usaha dan kelambagaan, karena pada
dasarnya output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat juga dilaksanakan leh
Satker Kesekretariatan LPJK.
Kegiatan Pada Satker Kesekretariatan LPJK untuk mendukung Output Pembinaan lembaga dan
asosiasi jasa konstruksi Pusat adalah
1. Peningkatan Kompetensi Tenaga IT LPJKN/LPJKD
Pagu kegiatan ini sebesar Rp 394.825.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp.
390.324.000,Adapun pelaksanaan kegiatan ini adalah pelaksanaan Workshop Peningkatan Kompetensi admin
IT Bapel LPJK Nasional dan LPJK Provinsi yang diikuti sejumlah 102 orang peserta yang berasal
dari 2 admin Bapel Nasional, Direktur Ekseskutif Bapel Nasional, 2 admin Bapel Provinsi dan 1
Manajer Eksekutif Bapel Provinsi
2. TOT Admin SIKI.Net Badan Usaha dan Tenaga Kerja LPJKN/Daerah
Pagu kegiatan ini sebesar Rp 353.850.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp.
339.475.000,Adapun pelaksanaan kegiatan ini adalah pelaksanaan Workshop bagi Admin SIKI.Net yang diikuti
sejumlah 99 orang peserta yang berasal dari perwakilan 3 orang tiap provinsi
3. Penyempurnaan dan Pengembangan Sistem dan Update IT LPJKN/Daerah
Pagu kegiatan ini sebesar Rp 459.492.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp.
441.726.000,Adapun pelaksanaan kegiatan ini adalah penyempurnaan aplikasi Sistem Informasi Konstruksi
Indonesia (SIKI) . Pada kegiatan ini menggunakan Tenaga Ahli Perseorangan sebanyak 4 orang
selama 5 bulan . Selain itu juga dilakukan FGD sebanyak dua kali pelaksanan. Aplikasi siki yang
dikembangkan ini sudah mengakomodasi dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri 08 / 2011
mengenai subklasifikasi dan subkualifikasi .
4. Penyusunan Instrument Monitoring dan Evaluasi Lembaga
Pagu kegiatan ini sebesar Rp 149.055.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp.
145.255.000,-
49
Adapun pelaksanaan kegiatan ini adalah pelaksanan konsinyering mengenai juknis monitoring
evaluasi lembaga serta pelaksanaan konsinyering pembentukan komite lisensi.
5. Peningkatan Pemberdayaan SDM Sekretariat Bapel Nasional/Daerah
Pagu kegiatan ini sebesar Rp 665.712.500,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp.
664.412.500,Adapun pelaksanaan kegiatan ini Peningkatan Kapasitas SDM Bapel dalam bidang Keuangan,
adapun pelaksanan kegiatan ini setiap angkatannya diikuti oleh 40 orang peserta. Selain itu juga
dilakukan fasilitasi pelatihan dalam rangka Peningkatan Kapasitas SDM Bapel dalam bidang
Akuntansi yang tiap angkatannya diikuti sebanyak 40 orang peserta. Dan Pelatihan Peningkatan
Kapasitas SDM Bapel dalam bidang Persuratan yang diikuti sebanyak 40 orang peserta.
6. Fasilitasi Kegiatan MRA, AFAS, dan Asia Construct
Pagu kegiatan ini sebesar Rp 228.135.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp.
228.135.000,Adapun pelaksanaan kegiatan ini berupa fasilitasi, diantaranya FGD dalam rangka persiapan
mengikuti kegiatan Asia Construct di Singapura, Fasilitasi delegasi untuk mengikuti kegiatan Asia
Construct di Singapura . Selain itu juga dilakukan FGD dalam rangka persiapan study banding
sebagai langkah awal mempersiapkan Asia Construct pada tahun 2013 sebagai host .
7. Sosialisasi Pembentukan Unit Sertifikasi
Pagu kegiatan ini sebesar Rp 443.277.500,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp.
412.512.500,Adapun pelaksanaan kegiatan ini Sosialisasi secara regional provinsi mengenai pembentukan Unit
sertifikasi (petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis)
8. Workshop Norma-norma LPJK Nasional
Pagu kegiatan ini sebesar Rp 1.367.527.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp.
1.273.182.500,Adapun pelaksanaan kegiatan ini Konsinyering-konsinyering mengenai peraturan lembaga yang
menunjang tugas pokok lembaga dalam menyusun kebijakan lembaga dalam memajukan usaha
jasa konstruksi serta fasilitasi berupa Forum komunikasi publik sebagai sarana dengar pendapat
hasil dari konsinyering peraturan lembaga pada forum kelompok unsur.
50
Sumatera Barat
g) Jawa Tengah
h) DKI Jakarta
3.1.6
i)
Jawa Barat
j)
Sulawesi Tengah
Hasil kuisioner pencapaian kinerja Lembaga tingkat provinsi dan Asosiasi di tingkat daerah.
2.
Pengumpulan hasil kuisioner dan meresume menjadi laporan kinerja Lembaga tingkat provinsi
dan Asosiasi di tingkat daerah
3.
4.
5.
Kesepakatan rencana tindakan oleh Lembaga tingkat provinsi dan Asosiasi di tingkat daerah
sebagai tindak lanjut dari FGD.
51
Kegiatan Pada Satker Kesekretariatan LPJK untuk mendukung Output Pembinaan lembaga dan
asosiasi jasa konstruksi Daerah adalah
1. Rapat Koordinasi Nasional LPJK Nasional dan Daerah
Pagu kegiatan ini sebesar Rp 1.652.116.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp.
1.643.704.600,Adapun pelaksanaan kegiatan ini dalam rangka Rapat koordinasi antar Pengurus Lembaga
seluruh Indonesia yang diwakili 3 orang pengurus setiap provinsi dan dihadiri seluruh pengurus
lembaga Nasional. Kegiatan ini dilaksanakan 2 kali
diselenggarakan di D.I. Yogyakarta dan DKI Jakarta. Keluaran kegiatan ini adalah terkait fasilitasi
pemenuhan 5 tugas pokok lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
2. Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Nasional
Pagu kegiatan ini sebesar Rp 6.359.406.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp.
4.844.419.800,Adapun pelaksanaan kegiatan ini dalam rangka Fasilitasi Manajeman Operasional BApel LPJK
diantaranya adalah melaksanakan RKU dan Fit & Proper Test provinsi tersisa yang tidak dapat
terlaksana di tahun 2011, yakni pada provinsi jawa timur dan Sulawesi Tenggara. Melaksanakan
leveling pengurus lembaga dengan tujuan untuk menyamakan persepsi mengenai tugas pokok
pengurus lembaga. Selain itu dengan berkoordinasi dengan satker Pusat Pembinaan Usaha dan
Kelembagaan dan Instansi lain terkait pembentukan asesor, pada kegiatan fasilitasi manajemen
Bapel LPJK ini juga dilakukan kegiatan Pelatihan Asesor Badan Usaha Dan Pelatihan Asesor
Kemampuan Tenaga Kerja.
3. Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Daerah
Pagu kegiatan ini sebesar Rp 4.956.942.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp.
4.912.607.310,Adapun pelaksanaan kegiatan ini dalam rangka Fasilitasi Manajeman Operasional Bapel LPJK
diantaranya adalah melaksanakan Fasilitasi Sosialisasi tata peraturan jasa konstruksi khususnya
tata peraturan terkait Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, Fasilitasi pemberdayaan PJT
Badan Usaha Kualifikasi Kecil di 8 provinsi, dimana pada kegiatan ini berkoordinasi dengan
Bidang Pengembangan Usaha Pada Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan, serta
Fasilitasi Penelitian dan Pengembangan 14 Provinsi sebagai salah satu tupoksi Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi.
52
3.1.7
3.1.8
Keluaran dari kegiatan ini adalah jumlah Asesor badan usaha jasa konstruksi yang kredibel dan
kompeten. Adapun pada tahun 2012 ini telah dilakukan kegiatan asesor badan usaha sebanyak 1
angkatan yang menghasilkan 28 Asesor dan telah dilakukan RCC Asesor 4 Angkatan yang
menghasilkan 123 lulus.
3.1.9
Realisasi
penyerapannya sebesar Rp. 683.762.500,Kegiatan ini dilakukan dalam rangka fungsi manajemen pembinaan jasa konstruksi terutama dari
aspek perencanaan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan dan evaluasi, guna memberikan
dukungan yang optimal terhadap mekanisme kerja usaha dan kelembagaan jasa konstruksi.
Kegiatan yang dilakukan berupa evaluasi dan rencana kerja pusat pembinaan usaha dan
kelembagaan, Penyusunan SMM Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan, Kegiatan terkait
53
Peningkatan kapabilitas dan kompetni SDM, Kegiatan penyusunan stndar Kompetensi dan jabatan
serta kegiatan dalam rangka menunjang Reformasi birokrasi Kementerian Pekerjaan Umum.
3.1.10
diterbitkan NSPK ;
1.
2. Surat Edaran Menteri PU No. 10/SE/M/2012 tentang Pemberlakuan Sertifikat Badan Usaha
(SBU), Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan (SKT) Pada Pelaksanaan
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi serta Kualifikasi Penyedia Jasa
Konstruksi untuk Tahun Anggaran 2013
3. Keputusan Menteri PU No. 383/KPTS/M/2012 tentang Pembentukan Tim Penyusun
Pengaturan / Kebijakan Struktur Industri Konstruksi Nasional
Capaian Kinerja Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan tahun anggaran 2012 jika dibandingkan dengan
Kinerja tahun sebelumnya (2011) adalah sebagai berikut ;
a. Secara umum dari sub-output / paket kegiatan yang dilakukan tidak banyak perbedaan, seluruh kegiatan
sesuai dengan TUPOKSI Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
b. Terkait dengan sasaran (outcome) Pusat Pembinaan Usaha Kelembagaan,
I. Kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40%, sampai dengan akhir tahun
2012, Kabupaten kota yang memiliki Perda IUJK sesuai dengan Permen PU No.04/PRT/M/2011
tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional sebanyak 4
kab/kota.
II. Produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi pada tahun 2010 sebanyak 3 NSPK, pada tahun
2011 sebanyak 10 NSPK, dan pada tahun 2012 sebanyak 3 NSPK ;
a) Permen PU No.08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi Dan
Pemberian Lisensi
54
b) Surat Edaran Menteri PU No. 10/SE/M/2012 tentang Pemberlakuan Sertifikat Badan Usaha
(SBU), Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan (SKT) Pada Pelaksanaan
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi serta Kualifikasi Penyedia Jasa
Konstruksi untuk Tahun Anggaran 2013
c) Keputusan Menteri PU No. 383/KPTS/M/2012 tentang Pembentukan Tim Penyusun
Pengaturan / Kebijakan Struktur Industri Konstruksi Nasional
III. Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku (UU 18
tahun 1999, PP 92 tahun 2010 dan Permen 24 tahun 2010) sebanyak 33 provinsi dan 1 nasional.
Sampai dengan akhir tahun 2012 telah terbentuk kepengurusan LPJK Nasional dan 33 LPJK
Tingkat Provinsi.
IV. Jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi tahun 2011 yang diberdayakan
sebanyak kurang lebih 1100 PJT sedangkan pada tahun 2012 telah diberdayakan penanggung
jawab teknik badan usaha jasa konstruksi sebanyak kuranag lebih 900 PJT. Penurunan Jumlah
PJT ini dikarenakan berkurangnya anggaran untuk kegiatan Pemberdayaan Penanggung Jawab
Teknik, namun dialihkan untuk kegiatan Training of Trainer (ToT) yang bertujuan untuk mencetak
para Trainer Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha. Pada Tahun 2010 telah diberdayakan
sebanyak 30 Trainer, pada tahun 2011 telah diberdayakan sebanyak 80 Trainer, dan pada tahun
2012 ini telah diberdayakan sebanyak 40 Trainer
Pencapaian Sasaran (outcome)
Tabel 3.1 Pencapaian Sasaran sampai dengan TA 2012 yang Terkait Langsung dengan TUPOKSI
Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
No
Sasaran
% Pencapaian
Analisa
100 %
1.
55
2.
N/A
3.
100 %
4.
100 %
56
Secara keseluruhan kinerja kegiatan Pusat Pembinaan usaha dan Kelembagaan pada TA 2012 dapat dilihat pada
tabel 3.2 dan 3.3
Tabel 3.2 Pencapaian Kinerja Pelaksanaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
TA 2012, Pada Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
Output
Pembinaan Manajemen
Usaha
Target
Kinerja (Fisik)
Pencapaian
Kinerja (Fisik)
% Pencapaian
Kinerja (Fisik)
14 Laporan
14 Laporan
100%
6 Laporan
6 Laporan
100%
5 Laporan
5 Laporan
100%
11 Laporan
11 Laporan
100%
1 Laporan
Penghematan
APBN
NA
33 Laporan
33 Laporan
100%
2 Laporan
2 Laporan
100%
7 Laporan
7 Laporan
100%
3 Laporan
3 Laporan
100%
1 NSPK
1 NSPK
100%
Kegiatan (Sub-Output)
Pemberdayaan dan TOT PJT Badan
Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi
Kecil
Pemberdayaan PJT Badan Usaha
Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil
Kinerja Proyek Konstruksi
Pembinaan sarana
pendukung usaha,
Pembinaan regulasi usaha
dan kelembagaan,
Pembinaan perizinan
usaha,
57
3 Rekomendasi
3 Rekomendasi
100%
Tabel 3.3 Pencapaian Kinerja Pelaksanaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
TA 2012, Pada Satker Kesekretariatan LPJK
Output
Kegiatan (Sub-Output)
Peningkatan Kompetensi Tenaga IT
LPJKN/LPJKD
TOT Admin SIKI.Net BU & TK
LPJKN/LPJKD
Penyempurnaan dan Pengembangan
Sistem dan Update IT LPJKN/LPJKD
Penyusunan Instrumen Monitoring
dan Evaluasi Lembaga
Peningkatan Pemberdayaan SDM
Sekretariat Bapel Nasional/Daerah
Fasilitasi Kegiatan MRA, AFAS dan
Asia Construct
Target
Kinerja (Fisik)
Pencapaian
Kinerja (Fisik)
% Pencapaian
Kinerja (Fisik)
1 Laporan
1 Laporan
98,25%
33 Laporan
33 Laporan
100%
5 rekomendasi
5 rekomendasi
100%
Sosialisasi Pembentukan US
Workshop Norma-norma LPJKN
Fasilitasi Pembentukan US
58
Evaluasi kinerja dilakukan dengan membandingkan antara target kinerja kegiatan dengan realisasi kinerja
kegiatan. Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam
rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/ kegiatan di
masa yang akan datang. Perhitungan evaluasi kinerja Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk TA
2012 dapat dilihat pada formulir PKK.
Pencapaian kinerja secara Fisik seluruh kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada TA 2012
adalah sebesar 98 %, Pengukuran pencapaian kinerja secara fisik dilakukan dengan mengukur kinerja
output fisik pelaksanaan pekerjaan, seperti jumlah penyelenggaraan, jumlah provinsi yang menjadi objek
kegiatan, dan bentuk-bentuk pencapaian fisik lainnya. Pencapaian kinerja Pusat Pembinaan Usaha dan
Kelembagaan antara lain dapat dicapai dengan perencanaan yang komprehensif pada awal tahun anggaran
dengan mempertimbangkan kemampuan SDM internal Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan.
Secara umum target output (kegiatan) dan outcome (sasaran) Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
terealisasi seluruhnya, hanya ada beberapa klarifikasi terkait beberapa output dimana pada output tersebut
digunakan oleh 2 satker pada pusat pembinaan usaha dan kelembagaan, yaitu satker Pusat Pembinaan
Usaha dan Kelembagaan dan Satker Kesekretariatan LPJK. Selain itu juga ada kegiatan yang terlihat
overlapping, namun pada dasarnya kegiatan tersebut saling melengkapi demi sasaran yang telah diperjanjikan
sebelumnya. Berikut ini penjelasannya;
59
Sertifikasi baik untuk nasional dan untuk tingkat provinsi belum terbentuk. Selain itu juga dilakukan
penghematan dengan tujuan capaian kegiatan yang lebih optimal.
b. Pada Satker Kesekretariatan LPJK terdapat beberapa penghematan anggaran demi pelaksaan
capaian kegiatan yang lebih optimal.
2) Pada Tahun Anggaran 2012 Kagiatan Asesor Badan Usaha dilakukan oleh satker PPUK dan Satker
Kesekretariatan LPJK, untuk satker PPUK yang difasilitasi adalah untuk kegiatan RCC Asesor Badan
Usaha, sedangkan untuk kegiatan Asesor Badan Usaha dilakukan oleh Satker Kesekretariatan LPJK.
3) Kegiatan Pemberdayaan PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil dilakukan oleh Satker
Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sebagai kewajiban dalam rangka pemenuhan TUPOKSI pada bidang
pengembangan usaha, sedangkan Kegiatan tersebut juga dilakukan oleh kesekretariatan LPJK dalam
rangka dukungan fasilitasi pelatihan di daerah. Pada saat pelaksanaan dilakukan koordinasi sehingga tidak
terjadi tumpang tindih antar kegiatan yang dilakukan oleh kedua satker tersebut.
4) Pada output Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan Kelembagaan, targetnya adalah 1
NSPK, dan sampai dengan akhir tahun 2012 terealisasi 3 NSPK bidang jasa konstruksi, yaitu;
a. Permen PU No.08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi Dan Pemberian
Lisensi
b. Surat Edaran Menteri PU No. 10/SE/M/2012 tentang Pemberlakuan Sertifikat Badan Usaha (SBU),
Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan (SKT) Pada Pelaksanaan Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi dan Jasa Konsultansi serta Kualifikasi Penyedia Jasa Konstruksi untuk Tahun Anggaran
2013
c. Keputusan Menteri PU No. 383/KPTS/M/2012 tentang Pembentukan Tim Penyusun Pengaturan /
Kebijakan Struktur Industri Konstruksi Nasional
60
Tabel 3.4 Pencapaian Kinerja Pelaksanaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
s.d 2012, terhadap target 5 tahun (s.d 2014)
OUTPUT/ SUBOUTPUT
PENCAPAIAN
NO.
Pencapaian
S.D. 2012
Target
2013
Target
2014
Pencapaian
S.D. 2014
TARGET
RENSTRA
s/d 2014
Uraian
2010
2011
2012
10
11
14
26
16
10
52
33
15
12
33
33
14
21
33
25
11
15
20
10
45
33
33
33
68
33
33
134
134
11
17
33
33
16
13
33
33
16
10
10
10
13
16
16
11
19
33
30
12
12
12
12
36
12
12
60
60
Capaian Kinerja Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Sampai dengan TA 2012 sebagaimana terlihat pada
tabel 3.4 secara umum masih sesuai dengan kinerja output yang direncanakan dalam renstra Pusat Pembinaan
Usaha dan Kelembagaan. Pencapaian sampai dengan 2014 jika sesuai dengan perencanaan maka diharapkan
tidak ada output yang kurang atau lebih rendah dari target output yang tertuang dalam renstra Pusat Pembinaan
61
Usaha dan Kelembagaan, bahkan pada beberpa output terdapat capaian yang melebihi target, hal ini dikarenakan
upaya optimalisasi kegiatan sehingga dapat meningkatkan capaian kinerja output yang telah direncanakan.
Penyerapan
% Pencapaian
Kinerja
(Keuangan)
1.960.110.000
1.880.516.000
95.04%
1.369.181.000
1.287.121.350
92.19%
747.125.000
704.231.600
94.26%
1.720.018.000
1.591.895.000
92.55%
1.835.077.000
1.760.179.300
95.92%
1.394.389.000
1.250.526.998
89.68%
184.575.000
178.026.200
96.48%
601.907.000
289.417.000
48.08%
SIPJAKI
1.480.166.000
1.424.824.000
96.26%
Penghematan
APBN
NA
NA
854.186.000
826.917.700
96.81%
592.050.000
575.636.000
97.06%
1.502.880.000
1.469.162.700
97.76%
700.518.000
683.762.500
97.61%
279.920.000
263.945.000
94.29%
Output
Kegiatan (Sub-Output)
Pembinaan Manajemen
Usaha
Pembinaan sarana
pendukung usaha,
Pembinaan regulasi usaha
dan kelembagaan,
Pembinaan perizinan
usaha,
62
kelembagaan
Produk kajian, pembinaan
usaha dan kelembagaan
1.792.097.000
1.792.097.000
100 %
Tabel 3.5 Pencapaian Kinerja Keuangan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012, Pada Satker
Kesekretariatan LPJK
Output
Pagu
Penyerapan
% Pencapaian
Kinerja
(Keuangan)
394.825.000
390.324.000
98.86%
353.850.000
339.475.000
95.94%
492.999.000
476.745.000
96.70%
149.055.000
145.255.000
97.45%
665.712.500
664.412.500
99.80%
228.135.000
228.135.000
100%
Sosialisasi Pembentukan US
443.277.500
412.512.500
93.05%
1.367.527.000
1.273.182.000
93.10%
Fasilitasi Pembentukan US
542.510.000
446.316.000
82.27%
1.652.116.000
1.643.704.600
99.49%
6.359.406.000
4.844.419.800
76.17%
4.956.942.000
4.912.607.310
99.11%
555.952.000
508.592.100
91.48%
Kegiatan (Sub-Output)
Peningkatan Kompetensi Tenaga IT
LPJKN/LPJKD
TOT Admin SIKI.Net BU & TK
LPJKN/LPJKD
Penyempurnaan dan Pengembangan
Sistem dan Update IT LPJKN/LPJKD
Penyusunan Instrumen Monitoring
dan Evaluasi Lembaga
Peningkatan Pemberdayaan SDM
Sekretariat Bapel Nasional/Daerah
Fasilitasi Kegiatan MRA, AFAS dan
Asia Construct
63
455.892.000
420.184.000
92.17%
459.492.000
441.726.000
96.13%
485.532.000
443.593.200
91.36%
459.391.000
416.122.200
90.58%
Pencapaian kinerja secara keuangan seluruh kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada TA 2012
adalah sebesar 87,33 %.
Pengukuran pencapaian kinerja secara keuangang dilakukan dengan mengukur kinerja penyerapan anggaran pada
suatu kegiatan dimana hal ini juga terkait langsung dengan kondisi pelaksanaan pekerjaan di lapangan, seperti
jumlah peserta yang hadir, biaya paket meeting, harga tiket pesawat, dan bentuk-bentuk penyerapan dari segi
keuangan lainnya. Adapun alokasi dana yang tidak terserap bukan mengindikasikan target sasaran yang tidak
tercapai, namun dikarenakan beberapa hal sebagai berikut;
-
Penghematan belanja barang non operasional (penyelenggaraan kegiatan diadakan di tempat dengan
pagu yang lebih rendah)
Penghematan secara umum (sisa dana yang diblokir dan revisi anggaran untuk pemanfaatan)
ASPEK KEUANGAN
Anggaran yang teralokasi untuk Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada Tahun Anggaran 2012 berasal
dari satu kegiatan DIPA3, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dengan alokasi dana setelah penghematan
APBN-P sebesar Rp. 43.024.358.000,- (Empat Puluh Tiga Milyar Dua Puluh Empat Juta Tiga Ratus Lima Puluh
Delapan Ribu Rupiah). Anggaran yang terserap adalah sebesar Rp 37.576.784.357,- (Tiga Puluh Tujuh Milyar Lima
Ratus Tujuh Puluh Enam Juta Tujuh Ratus Delapan Puluh Empat Ribu Tiga Ratus Lima Puluh Tujuh Rupiah) atau
terserap sebesar 87,33%.
3
Nomenklatur DIPA untuk kegiatan adalah kumpulan dari beberapa Mata Anggaran Kegiatan (MAK), di mana
masing-masing MAK ini dijabarkan kembali dalam beberapa paket kegiatan. Hal ini agak berbeda dengan
nomenklatur LAKIP yang memberikan pengertian kegiatan sebagai penjabaran dari program. Secara sederhana,
istilah kegiatan dalam LAKIP sepadan dengan paket kegiatan dalam DIPA.
64
Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sasaran Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada Tahun Anggaran
2012 ini terdapat beberapa kendala yang mengakibatkan anggaran ataupun pencapaian secara fisik tidak maksimal,
namun dengan upaya tindak turun tangan serta koordinasi baik dari level pemututs kebijakan hingga ke level
pelaksana, kendala tersebut dapat diatasi sehingga hasil yang dicapai pada akhir tahun anggaran dapat mencapai
optimal serta dapat dipertanggungjawabkan
Adapun dalam pelaksanaan kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012 terdapat beberapa
kendala, diantaraya ;
Integrasi dan koordinasi antar para pelaku jasa konstruksi masih lemah salah satunya dikarenakan
kurangnya informasi terkait dukungan dari supplier material, Peralatan, dukungan perbankan dan
Penjaminan
Mempertemukan antar pihak2 yang berkepentingan untuk mempersatukan visi dan tujuan tidak mudah
Terkait kegiatan yang bersifat Survey dan pengumpulan data butuh effort yang cukup tinggi
Menyikapi kendala-kendala yang dihadapi kedepannya Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan akan terus
berupaya meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait jasa konstruksi, karena pada dasarnya upaya pembinaan
jasa konstruksi harus dilakukan oleh dan untuk semua sektor. Adapun upaya yang akan dilakukan kedepan dengan
meningkatkan koordinasi dan dukungan baik itu koordinasi dengan Pusat-Pusat di BP Konstruksi, dukungan dari
pemerintah daerah , Dukungan dari LPJK Nasional maupun LPJK Provinsi, serta dukungan dari Balai Pusbin KPK
yang ada di daerah
65
Mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang Jasa
Konstruksi
66
kedepannya, unit sertifikasi ini merupakan suatu atribut penting dalam pelaksanaan usaha jasa
konstruksi di Indonesia.
8. Pembinaan yang bersifat kontinuitas dan berkesinambungan terhadap badan usaha jasa
konstruksi serta asosiasi, baik itu asosiasi badan usaha maupun profesi, dimana kedepannya
badan usaha maupun profesi jasa konstruksi dapat menerapkan CPD (Continuous Profesional
Development) untuk profesi dan CBD (Continuous Business Development) untuk badan uasaha
dalam rangka meningkatkan kapabilitas serta kemampuannya baik itu dari segi skill maupun
manajemennya.
3.3.2
3.3.3
67
Agar hal ini dapat berjalan, maka fokus utama Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
kedepan untuk masalah ini adalah melakukan pengawasan yang sistematis dan intensif terhadap
pelaksanaan joint operation antara BUJK asing dengan penyedia jasa lokal. Bentuk pengawasan
antara lain dapat dilakukan dengan persyaratan administrasi yang mewajibkan persyaratan
melampirkan MoU joint operation pada setiap lelang baik pemerintah maupun swasta,
pengawasan langsung ke lapangan, dan memberdayakan masyarakat dalam hal pengawasan.
2. Perkuatan institusi baik di jajaran Pemerintah maupun Swasta melalui Lembaga (LPJK) dan para
Asosiasi Perusahaan serta Asosiasi Profesi perlu berbenah diri untuk menggalang konsep
pembinaan anggotanya dengan meluncurkan berbagai perangkat dalam bentuk rencana strastegi
secara nasional, keijakan, program dan kegiatan sebagai indikator kinerja institusi dimaksud
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Jasa Konstruksi berikut peraturan
pelaksanaannya.
3.4 PENGHARGAAN PIHAK KE-3 KEPADA UNIT KERJA ESELON II
Dalam rangka fasilitasi kegiatan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional dan Provinsi oleh Satker
Kesekretarian LPJK dan dukungan penuh dari Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Pusat Pembinaan
Usaha dan Kelembagaan menerima penghargaan dari pihak ketiga yaitu Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi Nasional.
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dalam hal ini adalah
Satker Kesekretarian LPJK Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan, yang telah banyak memfasilitasi dan
memberikan dukungan kepada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional dalam melaksanakan
tugas lembaga yang meliputi ;
1. Melakukan dan mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi
2. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi
3. Melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi
keterampilan dan keahlian kerja
4. Melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi
5. Mendorong dan meningatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi
68
BAB IV
PENUTUP
4.1 TINJAUAN UMUM
Dengan tersusunnya Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), yang merupakan perwujudan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan pada Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan, maka hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa:
Realisasi anggaran untuk program kegiatan rutin dan kegiatan pembangunan telah terserap sebesar 87%. Secara
umum pencapaian kinerja dari paket-paket kegiatan sudah dapat tercapai dengan baik, walaupun masih terdapat
beberapa kekurangan yang terjadi.
4.2 SARAN TINDAK LANJUT
Dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan, maka terdapat beberapa hal-hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan
hasil kinerja yang lebih baik pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dan
menjadi prioritas adalah sebagai berikut:
1. Penerapan Permen PU No.05/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan
Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing juga harus ditindaklanjuti dengan pengawasan terhadap Lembaga
untuk masalah proses sertifikasi badan usaha jasa konstruksi asing.
2. Untuk masalah kemitraan, pengawasan harus difokuskan pada pelaksanaan joint operation.
3. Sosialisasi diselenggarakan/dilaksanakan lebih mendasar dengan bahasa yang mudah dipahami dan
sampai kepada masalah yang bersifat teknis.
4. Sosialisasi harus berkelanjutan sesuai visi dan misi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dalam
rangka Pembinaaan, sehingga diharapkan ketentuan-ketentuan dalam UUJK 18/1999, PP 28/2000,
29/2000, 30/2000, 4/2010, 92/2010, 59/2010, dan 92/2010 serta Perpres 70/2012 dapat dipahami secara
merata.
5. Dengan telah diterbitkannya PP 04/2010 dan PP 92/2010, maka diperlukan upaya tindak lanjut untuk
menghadapi implementasi dari Peraturan Pemerintah tersebut.
6. Pembinaan oleh Pemerintah harus dioptimalkan dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, maupun
pengawasan sesuai lingkup pembinaan, sejalan dengan meningkatnya perhatian dan harapan berbagai
pihak terhadap jasa konstruksi.
69
7. Penyamaan persepsi di lintas sektor dalam pembinaan usaha jasa konstruksi, agar pembinaan jasa
konstruksi tidak dipersepsikan secara sempit sebagai bagian dari tugas Kementerian PU semata dan
belum menjadi tanggung jawab semua pihak sesuai tugas dan kewenangannya.
8. Unit struktural pembina jasa konstruksi daerah dan tim pembina jasa konstruksi baik di tingkat pusat
maupun didaerah harus efektif agar pembinaan sektor konstruksi dapat terkoordinasikan dengan baik.
9. Asosiasi konstruksi masih lebih cenderung mengutamakan kepentingan-kepentingan jangka pendek
kelompok masing-masing, sementara forum jasa konstruksi belum efektif dalam menumbuhkembangkan
usaha jasa konstruksi nasional.
10. Meningkatkan profesionalisme industri konstruksi. Termasuk perlunya memperkuat para pelaku usaha
konstruksi kecil dan menengah.
11. Belum tersedianya database peralatan dan material konstruksi di tiap-tiap provinsi secara lengkap.
12. Bantuan Teknis Penyusunan PERDA IUJK harus dilaksanakan secara intensif dengan cara memberikan
suatu standar PERDA penerbitan IUJK yang dapat langsung diadopsi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
13. Berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dalam hal mendorong agar tersedianya anggaran
pembinaan jasa konstruksi yang memadai bagi Unit Pembina Jasa Konstruksi dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan dan program kerja terkait pembinaan jasa konstruksi.
14. Mendorong setiap daerah untuk secara intensif melaksanakan rapat Tim Pembina Jasa Konstruksi dalam
rangka pembahasan masalah-masalah terkait jasa konstruksi yang bersifat lintas sektoral.
15. Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi masih menghadapi permasalahan pada proses sertifikasi
yang masih kurang obyektif dan mahal, sehingga langsung atau tidak langsung menyebabkan tenaga ahli
dan tenaga terampil bidang konstruksi masih jauh dari cukup.
16. Adanya liberalisasi perdagangan di sektor jasa konstruksi.
70
LAMPIRAN