Formulasi
merupakan
pembuatan
berbagai
bentuk
sediaan
yang
mengandung bahan aktif yang telah dikenal dan diketahui serta pembuatan
berbagai bentuk sediaan dengan bahan aktif baru. Tujuan formulasi sediaan obat
adalah untuk menentukan semua variabel yang diperlukan dalam mengembangkan
dan memproduksi sediaan farmasi secara optimal.
Dalam melakukan formulasi ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan
meliputi bahan aktif, bahan tambahan, bahan pengemas. Menurut Dirjen POM
(2006), bahan (zat) aktif adalah setiap bahan atau campuran bahan yang akan
digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam
pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam pengertian lain, bahan aktif
adalah bahan yang ditujukan untuk menghasilkan khasiat farmakologi atau efek
langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan, atau
pencegahan penyakit, atau untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh.
Bahan tambahan dalam Handbook of Pharmaceutical Excipient adalah zat
tambahan yang digunakan untuk merubah zat aktif menjadi bentuk sediaan
farmasi yang sesuai untuk digunakan pada pasien.
Bahan pemgemas dalam sediaan yang dimaksud adalah wadah atau tutup
atau selubung sebelah luar dari suatu produk. Bahan kemas ini sangat penting
karena dapat mempengaruhi stabilitas dan mutu produk akhir. Terdapat dua
macam bahan kemas produk farmasi yaitu bahan kemas primer dan bahan kemas
sekunder. Bahan kemas primer merupakan bahan kemas yang langsung
bersentuhan dengan bahan obat, dimana yang termasuk bahan kemas primer yaitu
gelas, strip / blister, plastik, dan lain-lain. Sedangkan bahan kemas sekunder yaitu
bahan kemas yang membungkus bahan kemas primer, contohnya seperti kardus,
dus botol sirup, dan lain-lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam formulasi, yaitu:
1. Kelarutan
2. Absorbsi dan kecepatan disolusi
3. Stabilitas kimia dan enzimatik
4. Ketersediaan di pasaran
5. Kemudahan penggunaan
6. Kenyamanan pemakaian
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan bentuk sediaan dalam suatu
formulasi, yaitu
1. Harus melindungi zat aktif dari kerusakan, baik dari luar maupun dalam
tubuh.
2. Harus menutupi rasa tidak enak atau pahit bahan obat.
3. Harus menjaga stabilitas bahan obat.
4. Harus meningkatkan ketaatan penggunaan obat.
Aspek dalam studi formulasi, yaitu:
1. Studi fisika kimia
2. Studi pemasok
3. Studi pasar
4. Studi harga
5. Studi farmakologi
6. Studi interaksi dengan bahan lain
FORMULASI SEDIAAN LIQUID
1. Larutan
Menurut FI IV 1995, larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan
kimia terlarut kcuali dinyatakan lain sebagai pelarut digunakan air suling.
Faktor-faktor yang mempengaruhi larutan:
a.
b.
c.
petit.
Kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang
sukar larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang
digunakan dalam farmasi umumnya adalah:
1) Dapat larut dalam air
Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2. Semua
garam nitrat larut kecuali nitrat base. Semua garam sulfat larut
kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4.
e.
dipanaskan, misalnya :
1) Zat-zat yang atsiri, Contohnya : Etanol dan minyak atsiri.
2) Zat yang terurai, misalnya : natrium karbonas.
3) Saturatio
4) Senyawa-senyawa kalsium, misalnya : Aqua calsis.
Salting Out
Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan
kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia.
Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam
f.
g.
mengandung Nicotinamida.
Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara
senyawa tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam
kompleks. Contohnya: Iodium larut dalam larutan KI atau NaI jenuh.
Kecepatan kelarutan dipengauhi oleh:
1. Ukuran partikel : Makin halus solute, makin kecil ukuran partikel ;
makin luas permukaan solute yang kontak dengan solvent, solute
makin cepat larut.
2. Suhu : Umumnya kenaikan suhu menambah kenaikan kelaruta
solute.
3. Pengadukan.
Formula Umum Larutan
1.
2.
3.
4.
2. Suspensi
Suspensi adalah sediaan cairan yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terspersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah:
a. Suspeni oral adalah sediaan cair mengandung partikel dapat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai
dan ditujukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi
etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam golongan ini. Beberapa
suspensi dapat langsung digunakan sedangkan yang lain berupa
campuran padat yang harus dikonstitusikan terlabih dahulu dengan
pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan.
b. Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk pengguanan pada
kulit. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai lotio termasuk
dalam kategori ini.
c. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel
halus yang ditujukan untuk diteteskan telinga bagian luar.
d. Suspensi optalmik adalah sedaan cair steril yang mengandung partikelpartikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada
mata. Obat dalam suspensi haru dalam bentu termikronisasi agar tidak
menimbulka iritasi atau goresan pada kornea. Supensi obat mata tidak
boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau menggumpal.
e. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam
medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau
kedalam larutan spinal.
f. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuklaruatan yang memenuhi semua
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan yang
sesuai.
Formula Umum
1.
Bahan aktif.
Contoh: sulfur praicipitat, calamin, titanium dioksida
2.
Bahan tambahan
Pewarna : metilen blue, metamil yellow
Pengawet : nipagin 2-5%, nipasol 0,05-0,025%
3.
Suspending Agent
a.
Akasia (PGA)
Bahan ini diperoleh dari eksudat tanaman akasia sp. Dapat larut dalam
air, tidak larut dalam alcohol, dan bersifat asam, viskositas optimum
mucilagonya adalah PH 5-9. Mucilage gom arap dengan kadar 35 %
memeiliki kekentalan kira-kira sama dengan gliserin. Gom ini mudah
dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspense harus ditambahkan
b.
pengawet.
Tragakhan
Mengandung tragakhan 2% dan dibuat dengan jalan menggerus
dahulu serbuk tragakan dengan air 20x banyaknya sampai diperoleh
suatu masa yang homogen. Kemudian diencerkan dengan sisa dari
tragakan lambat mengalami hidrasi. Sehinggan untuk mempercepat
hidrasi biasanya dilakukan pemanasan mucilago tragakan juga lebih
c.
d.
e.
mengencerkannya.
Mucilago saleb
Dibuat dengan serbuk saleb 1 % seharusnya dengan serbuk yang telah
dihilangkan patinya dengan pengayakan, dimana diperoleh suatu
f.
mucilage.
Solution gummosa
Mengandung pulvis gummosus 2% dan dibuat dengan jalan
menggerus dahulu pulvis gummosus dengan air 7x banyaknya sampai
diperoleh suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit
demi sedikit
3. Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan pembawa yang membentuk butiran-butiran kecil dan distabilkan dengan zat
pengemulsi/surfaktan yang cocok.
Formulasi umum
Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam
emulsi, terdiri atas:
a.Fase dispersi: zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair
lainnya.
b.Fase pendispersi: zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar
(bahan pendukung ) emulsi tersebut.
c.Emulgator: bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
Contoh emulgator :
Gom Arab
Tragacanth
Agar-agar
Condrus
CMC-Na
Emulgator alam
Kuning telur: emulsi dengan kuning telur dalam mortir luas dan digerus
dnegan stemper kuat-kuat, setelah itu dimasukkan minyaknya sedikit demi
Emulgator mineral
Emulgator buatan/sintesis
Tween
Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping mengandung ikatan eter
dengan oksi etilen, berikut macam-macam jenis tween :
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
Span
Ester dari sorbitan dengan asam lemak. Berikut jenis span :
Span 20 : Sorbitan monobiurat, cairan
Span 40 : Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam
Span 60 : Sorbitan monooleat, cair seperti minyak
tambahan berbentuk serbuk dan relatif satbil serta kering. Serbuk dapat digunakan
untuk obat luar dan obat dalam. Serbuk untuk obat dalam disebut pulveres (serbuk
yang terbagi berupa bungkus-bungkus kecil dalam kertas dengan berat umumnya
300mg sampai 500mg dengan vehiculum umumya Saccharum lactis) dan untuk
obat luar disebut Pulvis adspersorius (Serbuk tabur).
Sifat Pulvis untuk obat dalam :
TABLET
Tablet adalah sediaan padat yang kompak, yang dibuat secara kempa
cetak, berbentuk pipih dengan kedua permukaan rata atau cembung, dan
mengandung satu atau beberapa bahan obat, dengan atau tanpa zat tambahan.
( Berat tablet normal antara 300 600 mg ).
Sifat :
Tidak tepat untuk : obat - obat yang dapat dirusak oleh asam lambung dan
enzim pencernaan - obat yang bersifat iritatif.
Merupakan pilihan lain BSO, terutama untuk terapi lokal batuk dan
sumbatan nasal.
Contoh : FG Trochees
3. TABLET SUBLINGUAL.
Tablet yang digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah
lidah, sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.
Sifat :
Daya kerja cepat karena kelarutan dalam air tinggi dan efek obat
dapat bertahan lama
Tidak cocok untuk bahan obat yang rasanya pahit dan orang tua
yang tak bergigi.
10
6. TABLET SALUT
Tujuan penyalutan tablet :
Dengan
penyalutan
memperlambat
tersedianya
11
obat
dirusak
oleh
asam
lambung
dan
enzim
pencernaan.
12
KAPSUL
Sediaan obat yang bahan aktifnya dapat berbentuk padat atau setengah
padat dengan atau tanpa bahan tambahan dan terbungkus cangkang yang
umumnya terbuat dari gelatin. Cangkang dapat larut dan dipisahkan dari isinya.
1) Kapsul Lunak ( Soft Capsule ): berisi bahan obat berupa minyak/larutan
obat dalam minyak.
13
Absorbsi obat lebih baik daripada kapsul keras karena bentuk ini
setelah cangkangnya
Contoh : Natur E
2. Kapsul keras ( Hard Capsule ) : berisi bahan obat yang kering.
Sifat :
14
pada kulit atau selaput lendir (DepKes RI, 1995). Salep merupakan
tidak mengandung
air
dan
mengandung
bahan
aktif
yang
dilarutkan atau didispersikan dalam suatu pembawa. Pembawa atau basis salep
digolongkan dalam 4 tipe yaitu basis hidrokarbon, basis serap, basis yang dapat
dicuci dengan air, dan basis larut air.
Basis hidrokarbon merupakan basis salep yang benar-benar bebas dari air.
Formulasi basis hidrokarbon dibuat dengan mencampur hidrokarbon cair (minyak
mineral dan paraffin cair) dengan hidrokarbon yang mempunyai rantai alkyl lebih
panjang dan titik leleh lebih tinggi misalnya paraffin putih ataupin paraffin
kuning. Penggunaan basis salep hidrokarbon sebagai system penghantaran
obat topical sangat terbatas, karena sebagaian obat relatif tidak larut dalam
minyak hidrokarbon. Masalah ini dapat diatasi dengan meningkatkan kelarutan
obat dalam basis hidrokarbon, yaitu dengan mencampurkan pelarut-pelarut
yang
salep
serap
merupakan
hidrokarbon (berlemak/berminyak)
akan
basis
tetapi
salep
dapat
seperti
basis
bercampur
atau
menyerap air dalam jumlah tertentu.Basis salep serap dapat dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu : basis salep yang dapat bercampur dengan air membentuk
emulsi air dalam minyak (paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat) dan basis
yang terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan
sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Basis salep serap juga bermanfaat
sebagai emolien (DepKes RI, 1995).
Basis salep yang dapat dicuci dengan air merupakan basis yang
bersifat dapat
air.
dicuci
dari
kulit
dan
pakaian
dengan
menggunakan
15
salep ini. Contoh basis salep yang dapat tercuci dengan air adalah basis
yang terdiri dari alkohol stearat dan petrolatum putih (fase minyak), propilen
glikol dan air (fase air), serta Na lauril sulfat sebagai surfaktan.
Basis salep yang larut air merupakan basis yang hanya mengandung
komponen larut air, sehingga dapat tercuci air dengan mudah. Dalam
formulasi, basis jenis ini digunakan untuk mencampur bahan obat yang tidak
berair atau bahan padat. Contoh basis salep yang larut air adalah salep PEG yang
merupakan kombinasi antara PEG 3350 dengan PEG 400 dengan perbandingan
4:6.
Dalam pemilihan basis salep untuk memformulasi suatu bahan aktif
menjadi sediaan semisolida, harus dipertimbangkan faktor-faktor sebagai
berikut (DepKes RI, 1995)
1.Khasiat yang diinginkan
2.Sifat bahan obat yang dicampurkan
3.Ketersediaan hayati
4.Stabilitas dan ketahanan sediaan jadi
Pembuatan formulasi sediaan salep dapat dilakukan dengan dua
metode umum yaitu metode pencampuran dan metode peleburan. Dalam
metode pencampuran,
komponen
salep
dicampur
bersama-sama
sampai
tidak
kasar
diperlukan
dapat
dihasilkan
salep
sehingga
yang
lebih
tinggi
daripada
titik
berukuran
kecil,
sedangkan
16
sediaan likuida. Sediaan krim terdiri dari dua fase yang tidak saling ampur,
yaitu fase internal (fase terdispersi) dan fase eksternal (fase pendispersi)
yang digabungkan dengan adanya surfaktan. Pada umumnya sediaan krim dibagi
menjadi dua tipe yaitu tipe minyak dalam air terdiri dari tetes-tetes kecil
minyak
(fase
internal)
termodinamika.
Surfaktan
yang
sering
digunakan
adalah
yang
campuran
dari
beberapa
surfaktan
dalam
satu
tersebut
harus
bahan
aktif
dan
bahan-bahan
memenuhi persyaratan aman, efektif, stabil dan dapat diterima oleh masyarakat.
Aman berarti sediaan tersebut memiliki kandungan bahan aktif yang sesuai
dengan monografi dan tidak memberikan pelepasan bahan aktif dalam
jumlah yang sesuai dari sediaan pada tempat penggunaannya. Stabil berarti
sediaan tidak mengalami perubahan sifat dan konsistensi baik secara fisika,
kimia, mikrobiologi, toksikologi, maupun farmakologi.
Krim dengan basis minyak dalam air memiliki sifat yang lebih
nyaman dan
cenderung
disukai
oleh
17
masyarakat,
karena
memberikan
ditujukan
yang
ditujukan
untuk
pemakaian
topikal
sehingga komponen pasta terdiri dari bahan untuk salep misalnya vaselin dan
bahan bedak seperti talcum, oxydum zincicum. Pasta merupakan salep padat, kaku
yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung
pada bagian yang diolesi. Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep,
mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep. Sediaan
berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit. Bentuk sediaan ini lebih
dominan sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak meleleh pada suhu
tubuh. Pasta berlemak saat diaplikasikan di atas lesi mampu menyerap lesi
yang basah seperti serum.
4. GEL
Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Gel pada
umumnya memiliki karakteristik yaitu strukturnya yang kaku. Gel dapat
berupa sediaan yang jernih atau buram, polar, atau non polar, dan
hidroalkoholik tergantung konstituennya. Gel biasanya terdiri dari gom alami
(tragacanth, guar, atau xanthan), bahan semisintetis (misal : methylcellulose,
carboxymethylcellulose, atau hydroxyethylcellulose), bahan sintetis (misal :
carbomer), atau clay (misal
: silikat).
18
Viskositas
gel
pada
umumnya
sebanding
dengan
jumlah
dan
ditambahkan.
Gel dapat dikelompokkan menjadi : lipophilic gels dan hydrophilic
gels. Lipophilic gels (oleogel) merupakan gel dengan basis yang terdiri dari
parafin cair, polietilen atau minyak lemak yang ditambah dengan silika koloid
atau sabun- sabun aluminium atau seng. Sedangkan hydrophylic gels, basisnya
terbuat dari air, gliserol atau propilen glikol, yang ditambah gelling agent seperti
amilum, turunan selulosa, carbomer dan magnesium-aluminum silikat (Gaur et al,
2008).
Berdasarkan sifat pelarut terdiri dari hidrogel, organogel, dan xerogel.
Hydrogel (sering disebut juga aquagel)merupakan bentuk jaringan tiga
dimensi dari rantai polimer hidrofilik yang tidak larut dalam air tapi dapat
mengembang di dalam air. Karena sifat hidrofil dari rantai polimer, hidrogel
dapat
menahan
(superabsorbent)
Organogel merupakan bahan padatan non kristalin dan thermoplastic yang
terdapat dalam fase cairan organic yang tertahan dalam jaringan cross-linked tiga
dimensi. Cairan dapat berupa pelarut organic, minyak mineral, atau minyak sayur.
Xerogel berbentuk gel padat yang dikeringkan dengan cara penyusutan.
Xerogel biasanya mempertahankan porositas yang tinggi (25%),luas
permukaan yang besar (150-900 m2/g), dan ukuran porinya kecil (1-10 nm).
Saat pelarutnya dihilangkan di bawah kondisi superkritikal, jaringannya tidak
menyusut dan porous, dan terbentuk aerogel.
Gelling agent bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Gom alam dan
polimer berfungsi dengan membentuk lapisan tipis pada permukaan partikel. Pada
saat dikempa, partikel cenderung beraglomerasi. Bahan sangat larut seperti
gula, mengikat
partikel
bersama
dengan
membentuk
jembatan
kristal.
Pengikat untuk proses granulasi basah biasanya dilarutka dalam air atau
suatu pelarut biasanya berupa
alkohol
dan
larutan
pengikat
digunakan
19
berperan adalah ikatan van der walls dan ikatan hidrogen. Contoh : mikrokristalin
selulosa, gom arab.
Penggunaan gelling agent dengan konsentrasi yang tinggi mengakibatkan
viskositas dari gel meningkat pula sehingga bisa mengakibatkan gel akan
sulit dikeluarkan dari wadahnya. Temperature yang tinggi pada saat penyimpanan
akan mengakibatkan konsistensi dari basis berubah, misalnya pada hydrogel
yang sebagian besar solvennya berupa air maka temperature yang tinggi
akan mengakibatkan sebagian
20
DAFTAR PUSTAKA
Ansel Howard C., 1990. Introduction to phamaceutical Dosage Forms. Lea &
Febiger, Philadelphia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Gaur, R., Azizi, M., Gan, J., Hansal, P., Harper, K., Mannan, R.,
Panchal, A., Patel, K., Patel, M., Patel, N., Rana, J., Rogowska,
A.,2008. British Pharmacopoeia 2009. (Electronic version).
Gibson, M. 2007. Pharmaceutical Preformulation and Formulation. 2nd edition.
Informa Healthcare. New York.
Nanizar Z.J., 1994. Ars Prescribendi Resep yang rasional. Jilid 1,2 dan 3.
Universitas Airlangga Press, Surabaya
21