Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEPERAWATAN

PENGARUH SUHU DAN pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM


Kelompok III
Herry Setiawan

I1B108227

Ema Norsantri

I1B108205

Ifa Hafifah

I1B108214

Fatimatuzzahrah

I1B108216

Melissa Effendie

I1B108217

Nurullah Azmy

I1B108220

Devi M. Siagian

I1B108224

Fitri Shoufia

I1B108226

Winda Anggraini

I1B108231

Husnul Khatimah

I1B108233

Raudhatul Jannah

I1B108234

Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran


Universitas Lambung Mangkurat
BANJARBARU
April, 2009

JUDUL PRAKTIKUM :
pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas enzim
TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan praktikum kali ini antara lain adalah sebagai berikut :
A. Tujuan Umum :
1. Memahami pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas enzim
B. Tujuan Khusus :
1. Menjelaskan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
2. Menjelaskan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Pipet tetes
2. Tabung reaksi
3. Jam/stopwatch
4. Pipet Ukur 5 ml dan 10 ml
5. Kalorimeter/Spektrofotometer
6. Inkubator
7. Lampu Bunsen
8. Gelas ukur
B. Bahan Praktikum
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Larutan enzim E 1 %
2. Larutan NaCl 0,9%
3. Larutan substrat S 1%
4. Larutan penyangga pH 6,5

5. KJ-KJO3 (akan melepaskan yod dalam suasana asam, bagaiman reaksinya),


terdiri dari :

KJ 5,0 g

KJO3 0,357 g

NaOH 1 N 2,0 ml

Aqua ad 1 iter

6. Larutan HCl 0,05 N


C. Cara Praktikum
Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
Persiapan
1. Tiap-tiap kelompok mahasiswa (2-3 orang) per meja melakukan percobaan
dengan satu macam suhu tertentu. (pilih salah satu suhu tertentu)
a. Untuk suhu 0oC dalam lemari es
b. Untuk suhu 27oC letakkan pada suhu kamar
c. Untuk suhu 37oC letakkan dalam inkubator
d. Untuk suhu 100oC letakkan dalam air mendidih
2.

Setelah 5 tabung reaksi, masing-masing beilah tanda


0, 5, 10, 15, 20 dan 1 erlenmeyer 50 ml.

Pelaksanaan
1. Isi erlenmeyer dengan 15 mL larutan buffer pH 6,5 + 3 mL larutan substrat
+ 6 mL larutan NaCl 0,9%. Campur hingga homogen, lalu letakkan pada
suhu 0oC (dalam lemari es), 27oC (pada suhu kamar), 37oC (dalam
inkubator), dan 100oC (dalam air mendidih) selama kira-kira 30 menit.
2. Sediakan tabung reaksi, beri tanda 0, 5, 10, 15, dan 20. Isi masingmasing tabung dengan 10 mL larutan HCl 0,05 N.
3. Pipet 1 mL larutan dari erlenmeyer, masukkan ke dalam tabung reaksi
dengan tanda 0. Lalu masukkan 1 mL larutan enzim ke dalam erlenmeyer
(erlenmeyer tetap pada suhu masing-masing). Setelah itu campur dengan
baik dan mencatat waktunya setelah 5 menit (tepat), kemudian pipet

larutan dalam erlenmeyer dan memasukkannya ke dalam tabung dengan


tanda 5.
4. Demikian seterusnya tiap 5 menit, ambil 1 mL larutan dalam erlenmeyer
dan masukkan berturut-turut ke dalam tabung reaksi dengan tanda 10,
15, dan 20.
5. Tambahkan 1 mL larutan KI-KIO3 ke dalam tiap-tiap tabung reaksi, dan
tunggu selama 5 menit.
6. Tentukan

intensitas

warna

yang

timbul

dengan

kalorimeter/

spektrofotometer pada panjang gelombang 550-560 nm. Sebagai titik nol


dipakai aquadest.
Perhitungan :
% substrat yang dicerna =100% - Pembacaan waktu t x 100%
Pembacaan waktu to
Keterangan :
Pembacaan waktu t = Pembacaan absorpsi pada waktu 5, 10, 15, 20.
Pembacaan waktu to = Pembacaan absorpsi pada waktu 0.
Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
Sebelum dilakukan percobaan, tiap-tiap kelompok mahasiswa (2-3 orang)
per meja melakukan percobaan dengan 1 macam pH. Kemudian sediakan 5
tabung reaksi, masing-masing berilah tanda 0, 5, 10, 15, 20, dan 1 erlenmeyer
50 ml
Masukkan 15 ml larutan penyangga (sesuai dengan pH yang telah
ditentukan yaitu 4 dan 7) ditambah 3 ml amilum + 6 ml larutan NaCl ke dalam
erlenmeyer dan mengocoknya. Isi tiap tabung reaksi dengan 10 ml larutan HCl.
Pipet 1 ml cairan dari erlenmeyer, mencampur dengan memasukkan ke dalam
tabung reaksi dengan tanda 0 dan mengocoknya. Tambahkan 1 ml saliva ke
erlenmeyer, mencampur dengan cepat dan memasukkan ke dalam inkubator 37 0.
Catat waktu yang tepat pada saat penambahan enzim.
Mendekati 5 menit setelah enzim masuk, pipet 1 ml larutan dari
erlenmeyer (erlenmeyer tetap dalam inkubator). Masukkan larutan dalam pipet ini

ke dalam tabung reaksi bertanda 5, tepat pada waktu penunjuk waktu


menunjukkan 5 menit. Kocok sebentar. Demikian seterusnya tepat setiap 5 menit,
memasukkan larutan dari erlenmeyer berturut-turut ke dalam tabung reaksi
dengan tanda 10, 15 dan 20 seperti diatas. Kocok sebentar.
Setelah semua selesai, tambahkan 1 ml KI-KIO3 dan campur pada masingmasing tabung reaksi, menunggu 5 10 menit. Tentukan intensitas warna yang
timbul dengan kalorimeter atau spektrofotometer pada panjang gelombang 550560 nm. Sebagai titik nol dipakai aquadest.
Perhitungan :
% substrat yang dicerna =100% - Pembacaan waktu t x 100%
Pembacaan waktu to
Keterangan :
Pembacaan waktu t = Pembacaan absorpsi pada waktu 5, 10, 15, 20.
Pembacaan waktu to = Pembacaan absorpsi pada waktu 0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum
Dari hasil praktikum, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil kerja enzim
Suhu
Tabung
0
5
0
0 C
10
15
20
0
5
0
27 C
10
15
20
0
5
0
37 C
10
15
20

Warna
Agak hitam
Kekuningan
Kekuningan
Kekuningan
Kekuningan
Agak hitam
Kekuningan
Kekuningan
Kekuningan
Kekuningan
Kekuningan
Kekuningan
Kekuningan
Kekuningan
Kekuningan

Absorbansi
0,622
0,154
0,086
0,080
0,052
0,770
0,093
0,073
0,068
0,063
0,034
0,053
0,066
0,067
0,044

1000 C

0
5
10
15
20

Agak hitam
Kekuningan
Kekuningan
Kekuningan
Kekuningan

0,730
0,885
0,861
0,938
1,031

Rumus : % substrat yang dicerna = 100% - Pembacaan waktu t x 100%


Pembacaan waktu to
Keterangan :
Pembacaan waktu t = Pembacaan absorpsi pada waktu 5, 10, 15, 20.
Pembacaan waktu to = Pembacaan absorpsi pada waktu 0.

Perhitungan % substrat yang dicerna


Pada suhu 0oC
-

Pada 0 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,622 x 100%


0,622
=0

Pada 5 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,154 x 100%


0,622
= 75,24 %

Pada 10 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,086 x 100%


0,622
= 86,71 %

Pada 15 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,080 x 100%


0,622
= 87,14 %

Pada 20 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,052 x 100%


0,622
= 91,64 %

Pada suhu 27oC


-

Pada 0 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,770 x 100%


0,770
=0

Pada 5 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,093 x 100%


0,770
= 87,92 %

Pada 10 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,073 x 100%


0,770
= 90,52 %

Pada 15 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,068 x 100%


0,770
= 91,17 %

Pada 20 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,063 x 100%


0,770
= 91,82 %

Pada suhu 37oC


-

Pada 0 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,034 x 100%


0,034
=0

Pada 5 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,053 x 100%


0,034
= -55,88 %

Pada 10 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,066 x 100%


0,034
= -94,11 %

Pada 15 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,067 x 100%


0,034
= -97,06 %

Pada 20 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,044 x 100%


0,034
= -29,41 %

Pada suhu 100oC


-

Pada 0 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,730 x 100%


0,730
=0

Pada 5 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,885 x 100%


0,730
= 21,23 %

Pada 10 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,861 x 100%


0,730
= 17,95 %

Pada 15 : % substrat yang dicerna = 100% - 0,938 x 100%


0,730
= 28,49 %

Pada 20 : % substrat yang dicerna = 100% - 1,031 x 100%


0,730
= 41,23 %
Tabel 2. Hasil kerja enzim
pH
Tabung
4
0
5

Absorbansi
0,806
0,665

10
15
20
0
5
10
15
20

0,561
0,703
0,445
0,784
0,747
0,871
0,857
0,784

Perhitungan % substrat yang dicerna


a. Pada pH 4
- 5
% substrat yang di cerna = 100% - 0,665 x 100%
0,806
= 17,49 %
- 10
% substrat yang di cerna = 100% - 0,561 x 100%
0,806
= 30,39 %
- 15
% substrat yang di cerna = 100% - 0,703 x 100%
0,806
= 12,78 %
- 20
% substrat yang di cerna = 100% - 0,445 x 100%
0,806
= 44,79 %
b. Pada pH 8
- 5
% substrat yang di cerna = 100% - 0,747 x 100%
0,784
= 4,72 %
- 10
% substrat yang di cerna = 100% - 0,871 x 100%
0,784
= 11,1 %
- 15
% substrat yang di cerna = 100% - 0,857 x 100%
0,784
= 9,31 %
- 20
% substrat yang di cerna = 100% - 0,784 x 100%
0,784

=0%
Grafik 1. Hubungan % substrat dan waktu pada pH 4 (harap diganti)!!!!!

Grafik 2. Hubungan % substrat dan waktu pada pH 8 (harap diganti)!!!!!

B. Pembahasan
Enzim adalah biokatalisator yang dihasilkan oleh sel-sel jaringan yang
dapat meningkatkan laju reaksi kimia yang berlangsung dalam jaringan. Semua
enzim yang diketahui hingga kini hampir semuanya protein, sehingga sifat-sifat
protein dimiliki oleh enzim seperti termolabil dan dapat rusak oleh adanya logam
berat.[1]
Enzim

merupakan

katalisator

protein

yang

mengatur

kecepatan

berlangsungnya berbagai proses fisiologis. Sebagai konsekuensinya cacat pada


fungsi enzim menyebabkan penyakit. Enzim yang mengkatalisis reaksi yang
melibatkan pemindahan gugus, isomerasi, oksidoreaksi atau sintesis ikatan
kovalen memerlukan kosubstrat yang dikenal sebagai koenzim.[2]
Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator, yaitu senyawa
yang dapat meningkatkan reaksi kimia. Enzim terdiri dari ikatan molekul dengan
berat molekul yang besar dan membentuk cincin asam amino. Sebagai katalisator
enzim mempercepat reaksi tetapi enzim sendiri tidak ikut bereaksi dan tidak

mengalami perubahan dalam struktur dasarnya. Selain itu, enzim juga mengatur
kecepatan reaksi dalam jalur metabolik tubuh.[3,4]
Percobaan pada praktikum kali ini menggunakan amilum pada saliva.
Komposisi dari saliva manusia terdiri dari bagian : [5]
1. Komponen inorganik dan sekkresi protein saliva dari kelenjar saliva
2. Bacteri oral dan sel serta sisa makanan.
Amilase saliva berperan sebagai substrat dan diamati perbedaan daya kerja
enzim pada beberapa suhu berbeda serta amilase saliva sebagai enzimnya.
Beberapa suhu yang digunakan adalah 0, 5, 10, 15 dan 20. Larutan buffer
yang digunakan adalah yang mempunyai pH 6,5. Penambahan HCl berfungsi
untuk membuat larutan menjadi bersifat asam sebab reaksi akan bekerja dengan
baik dengan penambahan HCl sehingga diharapkan enzim dapat mencapai kerja
optimum. Adapun fungsi NaCl 0,9 % adalah sebagai aktivator enzim amilase
yang terdapat dalam saliva. Oleh karena amilase merupakan enzim yang berasal
dari manusia, maka agar dapat bekerja sebagaimana kerjanya dalam tubuh maka
kondisi larutan harus dibuat sama atau hampir sama dengan kondisi tubuh
sehingga dengan penambahan NaCl 0,9% sebagai larutan isotonis akan dapat
membuat keadaan yang menyerupai keadaan fisiologis. KI-KIO3 merupakan
indikator perubahan warna yang terjadi karena KI-KIO3 dalam suasana asam yang
diciptakan oleh HCl akan melepaskan iod yang dapat berikatan dengan amilum
membentuk warna ungu. Penghitungan absorbansi menggunakan panjang
gelombang 550-560 nm, dengan alasan yaitu menggunakan panjang gelombang
minimuum untuk mendapatkan absorbansi maksimum.[6]
Amilase saliva adalah enzim yang temasuk kelas hidrolisis dan membantu
pemecahan amilum dalam mulut. Tetapi enzim ini tidak memiliki makna fisiologis
yang berarti karena waktu kontak dengan substrat hanya sebentar. Setelah
makanan masuk ke esophagus dan mencapai lambung enzim ini rusak karena pH
asam lambung yang rendah. Enzim ini kemudian digantikan oleh amilase
pankreas.

Amilum yang berfungsi sebagai substrat dalam hal ini akan dipecah
menjadi maltosa dan dekstrin-dekstrin.
Dari hasil praktikum, pada percobaan yang diperlakukan pada semua suhu
pada tabung yang bertanda 0 yaitu pada waktu 0 menit dan tidak diberikan enzim
semua memberikan warna yang sama yaitu ungu tua. Hal ini disebabkan karena
tidak adanya enzim sehingga iodium dapat masuk dalam uliran spiral amilosa dan
memberikan warna ungu.[7]
Pada tabung yang diperlakukan pada suhu 0, 27, 37, 100 dan bertanda
5, 10, 15, dan 20 memberikan hasil yang sama yaitu menunjukkan warna
kuning karena suhu mendukung kerja enzim dalam menguraikan substrat. Dalam
hal ini amilum telah terurai menjadi maltosa dan dekstrin-dekstrin sehingga
iodium tidak dapat lagi bereaksi dengan amilum dan warna yang ditimbulkannya
adalah kuning.
Pada suhu 0oC, enzim menjadi inaktif namun reversible. enzim dalam
keadaan tidak terdenaturasi dan karena suhu yang rendah aktivitas enzim
berkurang bila dibandingkan aktivitas enzim suhu optimum. Oleh karena enzim
menjadi inaktif sehingga tidak ada substrat yang teridrolisis. Hal ini menyebabkan
iod dari KI-KIO3 dapat berikatan dengan semua substrat dan menyebabkan larutan
berwarna biru. Ini tetap terjadi pada setiap waktu. Pada periode 0 pada setiap
suhu, larutan berwarna biru dikarenakan belum adanya enzim yang menghidrolisis
substrat (amilum), sehingga amilum berikatan dengan iod.
Pada suhu 27 kerja enzim dapat dikatakan normal. Pada keadaan ini
enzim telah berikatan sepenuhnya dengan substrat sehingga iodium tidak
mempunyai tempat lagi untuk bereaksi dengan enzim yaitu amilum dan warna
yang dihasilkan kuning.
Pada suhu 37 kerja enzim adalah efektif, hal ini karena suhu 37 adalah
suhu optimum yang sesuai dengan suhu tubuh manusia sehingga enzim pada suhu
ini akan bekerja secara maksimal.
Pada suhu 100 kerja enzim bersifat inaktif dan irreversibel karena pada
suhu ini enzim telah terdenaturasi. Dalam hal ini pengaruh suhu dapat dijelaskan

sebagai berikut kecepatan reaksi mula-mula meningkat dengan kenaikan suhu


dan peningkatan kecepatan reaksi ini disebabkan oleh peningkatan energi kinetik
pada molekul-molekul yang bereaksi (tiap naik 10 celcius, kecepatan reaksi naik
2x; P2 = 2,0 ). Akan tetapi pada akhirnya energi kinetik enzim akan melampaui
rintangan energi untuk memutuskan ikatan hydrogen dan hidrofobik yang lemah,
yang merusak struktur sekunder dan tersiernya. Pada suhu ini terjadi denaturasi
dengan disertai hilangnya aktivitas katalitik enzim, dengan demikian enzim
menunjukkan suhu optimal. Semakin lama enzim dipertahankan pada suhu
dimana strukturnya tidak begitu stabil, semakin besar kemungkinan enzim
denaturasi. Suhu kritis enzim umumnya antara 55-60 0 celcius.
Warna kuning pada tabung 5, 10, 15, dan 20 selain pada suhu 1000C yang
merupakan faktor variabel, disebabkan pada kondisi

tersebut enzim bekerja

dengan menguraikan amilum menjadi maltosa, sehingga hanya sedikit iod yang
diabsorpsi oleh amilum. Ion dari iod yang bebas akan berputar-putar di sekitar
larutan amilum yang telah berikatan dengan enzim dan memberikan warna kuning
terang pada larutan. Semakin banyak ion-iod yang terlarut, warna kuning akan
semakin tua yang masing-masing menunjukkan tahapan hidrolisis amilum oleh
enzim -amilase saliva. Enzim -amilase saliva menghidrolisis amilum dan
menghasilkan satuan maltosa kira-kira 60-70 % dari total amilum sedangkan
sisanya sebagai dekstran.[2,8]
Tahapan hidrolisis amilum oleh enzim -amilse saliva tersebut dapat
dilihat pada bagan berikut ini: [7]
Amilum ( dengan I2 berwarna biru )

Maltosa Amilodekstrin (dengan I2 berwarna biru)

Maltosa Eritrodekstrin (dengan I2 berwarna merah)

Maltosa Akrodekstrin (dengan I2 tak berwarna)

Maltosa Dekstrin-dekstrin sederhana


Maltosa
Glukosa
Di bawah ini adalah grafik-grafik dalam hubungan antara substrat (y) dan
waktu (x) selama reaksi enzimatik, pada masing-masing suhu :
1. Pada suhu 0oC
y
jumlah substrat tidak berubah
x
2. Pada suhu 27oC
y

x
jumlah substrat bekurang (t27oC > t37oC)
3. Pada suhu 37oC

x
Jumlah substrat berkurang (t37oC < t27oC)

4. Pada suhu 100oC


y
jumlah substrat tidak berubah
x
Pada praktikum ini akan diamati bagaimana pengaruh pH terhadap reaksi
enzimatik, dimana aktivitas enzim berguna menurut pH. Peningkatan pH akan
meningkatkan laju reaksi, akan tetapi kalau sudah melewati pH optimum, maka
aktivitas enzim akan menurun. Penurunan ini biasanya disebabkan oleh denaturasi
protein.
Pada praktikum ini digunakan saliva yang didalamnya terdapat enzim
amilase salivarius atau ptialin yang mempunyai pH optimum 6,8 (pH saliva) dan
inaktif pada pH 4 atau kurang.[4]
Air liur manusia mengandung komponen informatif yang dapat
dipergunakan seperti pencatat diagnostik untuk penyakit manusia. Laboratori kita
sedang mempergunakan patientbased genome lebar dan teknologi lebar proteome
untuk mengidentifikasi penyakit biomarkers dari air liur. [9]
Sebagai substrat digunakan amilum yang akan bereaksi dengan amilase.
Enzim amilase akan menghidrolisis amilum dan akan menghasilkan satuan-satuan
molekul maltosa (60-70 %) dan sisanya berupa dekstrin.[5]
Larutan NaCl 0,9% digunakan sebagai aktivator enzim amilase dalam saliva
dan sebagai larutan isotonis yang sesuai dengan kondisi tubuh. Penggunaan
inkubator (penangas air) pada suhu 37C untuk menjaga kestabilan suhu dan
menyesuaikan dengan suhu tubuh. Selain itu, NaCl juga berfungsi sebagai
pemberi elektrolit Cl- agar aktivitas dari ptialin meningkat.
Larutan buffer yang digunakan pada percobaan ini berada pada pH 5 dan 8
untuk mencapai pH optimum dari enzim amilase sehingga aktivitasnya
maksimum.

Fungsi dari KI-KIO3 adalah sebagai pendonor Iod yang akan dilepaskan pada
suasana asam dan akan memberikan warna biru jika masuk dalam uliran spiral
amilose. Sedangkan fungsi HCl adalah untuk memberikan suasana asam sehingga
KI-KIO3 akan melepaskan iod.
Hasil praktikum menunjukkan pada pH 4 dan 7 sama-sama terbentuk larutan
berwarna biru pada waktu 0. Hal ini karena pada waktu tersebut tidak
ditambahkan enzim amilase yang berfungsi untuk menghidrolisis amilum menjadi
monomernya sehingga iodin berikatan dengan uliran spiral amilosa dan mengubah
warna larutan menjadi biru. Sedangkan pada waktu 5, 10, 15, dan 20 terbentuk
larutan berwarna kuning. Hal ini karena pada larutan ditambahkan enzim amilase
dari saliva yang berfungsi untuk menghidrolisis amilum menjadi senyawa
monomernya, yaitu glukosa.

Adanya amilase ini menyebabkan uliran spiral

amilosa menjadi regang, sehingga iodin terlepas dari uliran spiral amilosa.
Larutan berubah menjadi warna kuning karena terdapat iodin bebas pada larutan.
Terdapat penurunan grafik pada menit ke 10 pada pH 4 maupun pH 8.
Seharusnya grafiknya selalu naik karena semakin bertambahnya waktu, semakin
banyaknya substrat yang dicerna. Ini terjadi karena adanya kesalahan praktikan
dan mungkin terjadinya ketidaksterilan alat yang digunakan.
Pada pH 7, yaitu pH dimana enzim mendekati pH optimumnya maka enzim
bekerja secara optimal sehingga substrat yang dicerna menjadi banyak.
Proses pembentukan pH tergantung dari substrat furin oleh perpecahan
selektif pemanfaatan lokasi dengan contoh oleh perpecahan autoproteolytic dari
ini prodomain sekeluarga. Selama pemindahan dari pH netral ER ke keasamasaman. Sistem TGN / endosomal, diorder dan spesifik kompartemen furin
prodomain memproses pemandu pelipatan dari non-aktip proenzyme ke matang,
endoprotease aktif. [10]
Semua enzim yang diketehui hingga kini seluruhnya adalah protein. Berat
molekul enzim sangat beraneka ragam, meliputi rentang nilai yang sangat luas.
Sebagai contoh enzim nibonuklease yang menghidrolisis asam nukleat yang
mengandung ribosa secara nisbi berukuran kecil, karena berat molekulnya kira-

kira 13.700. Sebaliknya aldolase, enzim yang berperan dalam metabolisme


glukosa mempunyai berat molekul kira-kira sebesar 156.500.[8]
Suatu enzim berikatan dengan substrat reaksi dan mengubah substrat
menjadi produk. Substrat berikatan dengan tempat pengikatan substrat spesifik
yang terdapat di enzim melalui interaksi dengan residu asam amino enzim.
Geometri ruang yang diperlukan untuk semua reaksi ( interaksi ) dengan substrat
dan enzim menyebabkan setiap enzim selektif bagi substratnya, dan memastikan
bahwa yang dihasilkan hanyalah produk spesifik. Efektivitas berbagai obat dan
toksin tergantung pada kemampuannya menghambat suatu enzim. Inhibitor paling
kuat membentuk ikatan kovalen dengan gugus reaktif di tempat reaktif enzim atau
merupakan analog dan stadium antara reaksi, misalnya stadium tramisi.[11]
Kecepatan suatu enzim dapat dipengaruhi oleh konsentrasi. substrat,
aktivator dan inhibitor. Bagi banyak enzim, hubungan antara kecepatan reaksi dan
konsentrasi substrat dijelaskan oleh persamaan Michales-Menten. Produk dan
inhibitor fisiologis reversibel lainnya dapat terkompentisi dengan substrat untuk
berikatan pada tempat aktif, sehingga reaksi menjadi lambat.[12]
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum, maka dapat ditarik
simpulan sebagai berikut :
1. Suhu optimum enzim berada pada 370 C.
2. Pada suhu di baah optimum, kecepatan reaksi meningkat seiring dengan
peningkatan suhu.
3. Pada suhu di atas suhu optimum terjadi denaturasi, sehingga aktivitasnya
menurun.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum, maka dapat ditarik
simpulan sebagai berikut :
1. pH optimum enzim berada pada 6,8.
2. Pada pH di bawah optimum, kecepatan reaksi meningkat seiring dengan
peningkatan pH.

3. pada pH di atas pH optimum maka akan terjadi deprotonasi NH 3+


terminal amino mengubah konformasi di tempat aktif dan aktivitas
menurun.
B. Saran
Saat melakukan praktikum tentang pengaruh suhu dan pH pada reaksi
enzimatik, praktikan diharapkan dapat memperhatikan prosedur yang ada dalam
buku petunjuk praktikum. Hal ini mungkin dianggap mudah namun dapat
berpengaruh sekali terhadap hasil yang didapatkan pada praktikum. Oleh sebab
itu, pemahaman dari prosedur yang dijalankan dapat mengurangi kesalahan hasil
praktikum yang didapat. Ketelitian dan kerapian praktikan dalam mengerjakan
percobaan ini juga sangat diperlukan karena dapat mempengaruhi data yang
didapat.

DAFTAR PUSTAKA
1)

Anonymous. 2008. Buku Ajar Biokimia Kedokteran. Banjarbaru : Bagian


Biokimia Kedokteran Fk Unlam.

2)

Murray, Robert K. 1997. Biokimia Harper. EGC, Jakarta.

3)

Marks, Dawn B., Allan D. Marks, Colleen M. Smith. 2000. Biokimia


Kedokteran Dasar. EGC, Jakarta

4)

Sargowo, Djanggan dan Faisal Barass. 1983. Enzim Sebagai Parameter


Dalam Menilai Kelainan Otot Jantung. Medika.

5)

Niino, Tatsuhiro et al. 2003. Characterization of Human Salivary Esterase


in Enzimatic Hydrolysis of Phthalate Esters. Journal of Health Science; 49(1):
76-81

6)

Staf Pengajar Biokimia Keperawatan. 2009. Modul Praktikum Biokimia


Keperawatan Edisi I. Banjarbaru : Bagian Biokimia Kedokteran Fk Unlam.

7)

Suwandi, M 1988. Kimia Organik Karbohidrat Lipid Protein. FK UI,


Jakarta

8)

Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta.

9)

Feliciangeli ,Sylvain, F et al. 2006. Identification of a pH Sensor in the


Furin Propeptide That Regulates Enzyme Activation. The Journal Of
Biological Chemistry. 281(23):1610816.

10)

Montgomery, Rex dkk. 1993. Biokimia Berorientasi pada Kasus Klinik


Jilid 1. Binarupa Aksara, Jakarta.

11)

Marks, B Dawn dkk.

2000.

Biokimia Kedokteran Dasar sebuah

Pendekatan Klinik. EGC, Jakarta


12)

Hu, S. et al. Human Saliva Proteome and Transcriptome. 2006. J Dent


Res 85(12):1129-33.
Banjarbaru, 1 April 2009
Ketua Kelompok

Dosen Praktikum

Herry Setiawan

Drs. Eko Suhartono, M. Si.

NIM. I1B108227

NIP 132064912

Anda mungkin juga menyukai