Anda di halaman 1dari 17

Pemicu 2: Homeostasis

Ani, 19 tahun, seorang mahasiswi FKUI, merasa badannya meriang dan menggigil. Beberapa hari terakhir ini ia
memang banyak bergadang untuk belajar ujian modul dan menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya. Ani pergi ke
dokter dan hasil pengukuran suhu tubuhnya adalah 38oC. Dokter mengatakan Ani terkena infeksi dan meresepkan
antibiotik.
Kata Sulit:
1.
2.
3.
4.

Homeostasis
Antibiotik
Meriang
Menggigil

Kata Kunci:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Meriang dan menggigil


Ani, 19 tahun
Bergadang
Suhu tubuh 38oC
Terkena infeksi
Meresepkan antibiotik

Identifikasi Masalah
Apakah terdapat pengaruh antara banyak bergadang dengan penurunan sistem imun yang menyebabkan tubuh
mudah terinfeksi?
Analisis Masalah
Bergadang

Terganggunya homeostasis
Penurunan sistem imun
Definisi

Infeksi

Penyebab
Suhu tubuh naik

Meriang

Menggigil

Penanganan dokter (antibiotik)

Hipotesis
Ada pengaruh antara banyak bergadang dengan penurunan sistem imun yang menyebabkan tubuh mudah
terinfeksi.
Pertanyaan Terjaring
1. Apa definisi homeostasis?
2. Apa saja pengaruh dari penurunan sistem imun?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi homeostasis?
4. Bagaimana suhu tubuh yang normal dan tidak normal, serta jelaskan mengenai pengaturan suhu tubuh!
5. Apa definisi antibiotik?
6. Apa saja komponen dalam tubuh yang terlibat dalam mekanisme pertahanan tubuh?
7. Bagaimana reaksi tubuh terhadap infeksi?
8. Bagaimana mekanisme antibiotik terhadap infeksi dalam tubuh?
9. bagaimana kontribusi sistem tubuh terhadap homeostasis?
10. Apa saja faktor penyebab infeksi?
11. Bagaimana cara tubuh mempertahankan homeostasis?
12. Apa saja dampak negatif dari bergadang?
13. Apa saja dampak positif dan negatif antibiotik?
14. Mengapa bergadang dapat mempengaruhi homeostasis?
15. Bagaimana proses terjadinya demam?
16. Bagaimana komunikasi antar sel dalam menjaga homeostasis?
Jawaban
1. Homeostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan mencegah
perdarahan spontan. Homeostasis juga menjaga darah tetap cair.
2. Pengaruh dari penurunan sistem imun :
a. Infeksi bakteri rekuren
b. Kerentanan meningkat terhadap virus, jamur, dan protozoa
c. Infeksi sistemik oleh bakteri yang dalam keadaan biasa mempunyai virulensi rendah, infeksi bakteri
piogenik
d. Infeksi bakteri, autoimunitas
3. Faktor Yang Mempengaruhi Homeostasis
Salah satu fungsi dari homeostasis adalah menstabilkan atau menyeimbangan cairan, dan faktor yang
mempengaruhi keseimbangan cairan tersebut adalah:
1) Usia
Dengan bertambahnya usia organisme, maka organ yang mengatur keseimbangan akan menurun
fungsinya, dengan begitu hasil untuk kesimbangan pun akan menurun.
2) Temperatur lingkungan
Dengan sesuatu organisme banyak terdapat di lingkungan yang panas, maka akan terjadi proses
evaporasi, sehingga dimungkinkan cairan banyak yang keluar.

3) Makanan
4) Obat-obatan
5) Stres
Stres dapat mempengaruhi beberapa hal diantaranya adalah, Mempengaruhi metabolisme sel,
meningkatkan gula darah, meningkatkan osmotik dan ADH akan meningkatkan sehingga urine menurun.
6) Sakit
Misalnya gagal ginjal, maka organisme akan mengeluarkan cairan yang banyak sehingga dapat menggau
keseimbangan di dalam tubuh organism tersebut. (Irawan, 2008).
7) Variasi diurnal
Suhu tubuh akan bervariasi pada siang dan malam hari. Suhu terendah manusia yang tidur pada malam
hari dan bangun sepanjang siang terjadi pada awal pagi dan tertinggi pada awal malam. Pada hasil
pengamatan, hal ini dibuktikan dengan tingginya temperatur tubuh sebelum tidur malam (sekitar pukul
23.30 wib) yaitu 36,6C. Temperatur tubuh pada kegiatan yang lain rata rata berada dibawah temperatur
tersebut.
8) Kerja jasmani / aktivitas fisik
Setelah melakukan latihan fisik atau kerja jasmani suhu tubuh akan naik terkait dengan kerja yang
dilakukan oleh otot rangka. Setelah melakukan latihan berat, suhu tubuh dapat mencapai 40 C. Pada hasil
pengamatan, terlihat bahwa suhu tubuh setelah melakukan olahraga tergolong tinggi dibandingkan setelah
melakukan kegiatan lain, yaitu sebesar 36,5C.
9) Jenis kelamin
Sesuai dengan kegiatan metabolisme, suhu tubuh pria lebih tinggi daripada wanita. Suhu tubuh wanita
dipengaruhi daur haid. Pada saat ovulasi, suhu tubuh wanita pada pagi hari saat bangun meningkat 0,3
0,5 C.
1)
2)
3)
4)
5)

Yang kedua adalah faktor-faktor yang dapat menstabilkan lingkungan internalnya yaitu :
Konsentrasi molekul-molekul nutrien
konsentrasi O2 dan CO2
konsentrasi zat-zat sisa
pH
konsentrasi air, garam dan elektrolit lain.

4. Suhu jaringan dalam tubuh (core temperature, suhu inti) tetap konstan dalam kisaran 1 oF ( 0,6 oC)
meskipun suhu lingkungan berfluktuasi tajam. Suhu tubuh normal rerata diperkirakan antara 98 oF dan 98,6
o
F jika diukur melalui mulut dan sekitar 1 oF lebih tinggi di rektum. Biasanya, nilai normal untuk suhu oral
manusia adalah 37 C (98,6 oF), tetapi pada sebuah penelitian besar terhadap orang-orang muda normal, suhu
oral pagi hari rerata adalah 36,7 C dengan simpang baku 0,2 C. Suhu rektum dapat mencerminkan suhu
pusat tubuh (core temperature). Suhu oral pada keadaan normal 0,5 C lebih rendah daripada suhu rektum,
tetapi suhu ini dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk makanan/minuman panas atau dingin, mengunyah
permen karet, merokok, dan bernafas melalui mulut. Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot
asimilasi makanan dan oleh semua proses vital yang berperan dalam tingkat metabolisme basal. Panas

dikeluarkan tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran), dan penguapan air di saluran napas dan kulit.
Sejumlah panas juga dikeluarkan melalui urine dan feses. Keseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran panas menentukan suhu tubuh. Menurut Guyton dan Hall, pengeluran panas terjadi melalui:
1
1. Radiasi menyebabkan Pengeluran panas dalam bentuk berkas infra merah
2. Pengeluaran panas secara konduksi terjadi melalui kontak langsung dengan suatu benda
3.

Pengeluaran panas secara konveksi terjadi karena gerakan udara

4. Penguapan adalah mekanisme penting pengeluaran panas ketika suhu sangat tinggi
5.

Area preoptik dari hipotalamus memiliki kemampuan yang berfungsi sebagai termostatik pusat
pengaturan suhu tubuh. Walupun sinyal yang ditimbulkan oleh reseptor suhu di hipotalamus sangat kuat
dalam mengatur suhu tubuh, reseptor suhu di bagian lain dari tubuh mempunyai peranan tambahan dalam
pengaturan suhu. Hal ini terjadi pada reseptor suhu di kulit dan beberapa jaringan khusus di tubuh bagian
dalam. Suhu inti tubuh, sekitar 37,1oC atau 36,5oC sampai 37,5oC, disebut set-point.

5. Antibiotika dikenal sebagai agen antimikroba, adalah obat yang melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Pada tahun 1927, Alexander Fleming menemukan antibiotika pertama yaitu penisilin. Setelah penggunaan
antibiotikapertama di tahun 1940-an, mereka mengubah perawatan medis dan secara dramatis mengurangi
penyakit dan kematian dari penyakit menular. Istilah "antibiotik" awalnya dikenal sebagai senyawa alami yang
dihasilkan oleh jamur atau mikroorganisme lain yang membunuh bakteri penyebab penyakit pada manusia atau
hewan. Beberapa antibiotika merupakan senyawa sintetis (tidak dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga
dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Secara teknis, istilah "agen antibakteri" mengacu pada
kedua senyawa alami dan sintetis, akan tetapi banyak orang menggunakan kata "antibiotika" untuk merujuk
kepada keduanya. Meskipun antibiotika memiliki banyak manfaat, tetapi penggunaannya telah berkontribusi
tehadap terjadinya resistensi. Pemilih terapi antibiotika yang rasional harus mempertimbangkan berbagai faktor,
antara lain faktor pasien, bakteri dan antibiotika. Terapi empirisdiarahkan pada bakteri yang dikenal
menyebabkan infeksi yang bersangkutan.
6. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara. Secara umum mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit disebut patogen. Patogen
yang telah masuk akan menimbulkan penyakit dengan pelbagai mekanisme. Segala macam mikroorganisme
yang menginvasi vertebrata akan berhadapan dengan imunitas innate sebagai pertahanan pertama yang terjadi
beberapa menit setelah infeksi. Imunitas adaptif akan timbul apabila pertahanan pertama ini tidak mampu
mengeliminasi patogen yang masuk.

Respon terhadap infeksi terdiri dari tiga fase.


Fase tersebut adalah fase imunitas innate spontan, fase imunitas innate tidak spontan, dan fase imunitas
adaptif. Dua fase pertama tidak memerlukan spesifikasi antigen, artinya semua antigen akan dikenali oleh
sistem imun yang bekerja pada dua fase pertama ini. Fase ketiga adalah fase imunitas adaptif. Fase ini
memerlukanreseptor yang spesifik yang terbentuk dari gene rearrangement. Imunitas adaptifbekerja pada
fase akhir, sebab sangat sedikit sel B dan sel T yang mengenali antigen yang masuk. Sebelum sel B dan
sel T berdiferensiasi menjadi sel efektor yang dapat mengeliminasi patogen, sel limfosit tersebut
melakukan proliferasi. Pertahanan pertama tidak dapat menuntaskan tugasnya antara lain karena besarnya
jumlah invader yang masuk, cacat genetik, maupun lemahnya sistem pertahanan itu sendiri akibat kurang
gizi.
Sel-sel epitel pada permukaan tubuh mempunyai peran penting sebagai penghalang masuknya
mikroorganisme dalam tubuh. Sekresi kelenjar minyak maupun keringat juga mempunyai peran dalam
sistem pertahanan pertama. Makrofag dan neutrofil merupakan komponen selluler pertahanan pertama
yang bersifat fagosit, sedangkan NK berperan sebagai sitotoksik pada pertahanan pertama. NK
merupakan sel yang memiliki jalur sama dengan sel limfosit hanya saja tidak mempunyai antigen khusus
yang dikenali pada targetnya. NK mengenali sel yang mengalami kanker dengan cara mendeteksi
penurunan ekspresi molekul MHC. Permukaan sel-sel epitel menyebabkan patogen tetap berada di luar
dan sulit mengadakan penetrasi. Kulit misalnya, menghalangi penempelan patogen dengan cara
menghasilkan enzim antimikrobia dan peptida. Kulit juga menghasilkan minyak yang dapat membunuh
beberapa patogen. Virus, bakteri, dan parasit yang berhasil menjebolkan pertahanan pertama akan segera
berhadapan dengan makrofag pada jaringan. Makrofag mempunyai reseptor permukaan yang dapat
mengikat dan memfagosit bermacam-macam patogen. Peristiwa ini pada gilirannya akan menyebabkan
respon inflamasi yang dapat menyebabkan terjadinya akumulasi protein plasma, termasuk komponen
komplemen yang menjadi bagian humoral imunitas innate , dan aktivitas fagosit oleh neutrofil pada
daerah infeksi. Imunitas innate merupakan garis pertahanan pertama yang secara langsung dapat bekerja
nonspesifik jika ada patogen yang masuk. Imunitas innate ini tidak berubah kemampuannya jika pada
waktu yang lain terinfeksi baik patogen yang sama maupun berbeda, karena tidak mempunyai memori

setelah terjadinya infeksi. Kerja imunitas innate ini pada umumnya berhasil menghalangi terjadinya
infeksi.
Sel-sel yang berperan pada sistem kekebalan tubuh :
1.Sel limfosit
Ada 2 jenis sel limfosit yaitu sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit mempunyai peran pada
kekebalan terutama terhadap infeksi yang menyerang ke dalam sel tubuh. Sel limfosit T4 (CD4) atau
sering disebut sebagai sel limfosit T helper mempunyai peran utama dalam mengatur reaksi kekebalan
tubuh. Pada penyakit AIDS sel ini rusak karena virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
menyebabkan rontoknya sistem kekebalan tubuh manusia. Sel limfosit T8 (CD8) yang juga disebut sel T
supressor mempunyai peran dalam menekan sistem kekebalan tubuh yang berlebihan supaya tidak
merusak tubuh sendiri. Sel limfosit B mempunyai peran dalam pembentukan antibodi yang dalam
pembentukannya diatur oleh sel limfosit T. Selain sel limfosit T dan sel limfosit B ada jenis di antaranya
yaitu sel limfosit non T dan non B yang disebut sel Natural Killer (sel pembunuh jasad renik alami).
2.Sel fagosit (sel penghancur jasad renik/mikroba)
Sel ini berfungsi mengancurkan mikroba yang menyerang tubuh kita. Ada beberapa jenis sel fagosit yaitu
sel leukosit berinti banyak, sel eosinofil serta sel monosit/makrofag. Sel eosinofil mempunyai peran
terutama dalam penghancuran parasit (misalnya cacing) serta peran dalam reaksi alergi.
3.Sel basofil dan sel mast
Sel-sel ini mengandung zat histamin dll. yang bila sel ini pecah zat ini akan dikeluarkan dan
menimbulkan gejala alergi pada organ tubuh misalnya kulit (biduran, eksim ), saluran napas (asma), mata
(radang mata alergi), hidung (pilek alergi), saluran cerna (diare). Pecahnya sel-sel tersebut disebabkan
masuknya zat penyebab alergi(alergen) misalnya makanan (seafood, susu sapi, telur dll.), tungau debu
rumah atau pengaruh lingkungan (udara dingin, panas dll).
Komponen sistem kekebalan tubuh
Secara garis besar komponen sistem kekebalan tubuh terdiri atas:
Sistem kekebalan humoral, Sistem kekebalan ini terdiri dari 5 jenis antibodi (imunoglobulin) yaitu
imunoglobulin M, G,A, E dan D.
1. Imunoglobulin M: Antibodi ini berperan pada reaksi kekebalan awal misalnya terhadap penyakit
infeksi tahap awal. Antibodi ini tidak dapat ditransfer dari ibu ke janin melalui plasenta (ari-ari).
2. Imunoglobulin G :
Berperan pada reaksi kekebalan sekunder (lanjutan).

a. Imunoglobulin A :
b. Terdapat pada permukaan selaput lendir misalnya saluran cerna atau saluran napas. Berfungsi
menangkal masuknya kuman atau zat berbahaya lain dari luar yang masuk melalui saluran tersebut.
c. Imunoglobulin
E
:
Imunoglobulin ini menempel pada sel mast (lihat di atas) yang bila berikatan dengan zat asing akan
menyebabkan pecahnya sel mast, yang mempunyai fungsi untuk menimbulkan reaksi peradangan
yang bertujuan untuk memusnahkan kuman atau zat berbahaya dari luar. Pada penderita yang
sensitive, reaksi ini berlebihan yang disebut reaksi alergi yang menimbulkan gejala alergi di berbagai
organ tubuh misalnya gejala asma di paru, eksim di kulit dan lain-lain.
Imunoglobulin ini juga berperan dalam pemusnahan penyakit parasit lain bekerjasama dengan sel
eosinofil (lihat di atas).
3. Imunoglobulin D :
Kadarnya sangat kecil dan fungsinya belum jelas. Sistem kekebalan selular (Imunitas selular), diperankan
oleh sel limfosit T dan sel jmonosit/makrofag. Untuk melaksanakan fungsinya, sel kekebalan akan
berhubungan satu sama lain (kontak antar sel) melalui zat yang disebut sitokin yang diproduksi oleh sel
terkait

7.

Reaksi tubuh terhadap infeksi terjadi dalam beberapa jenjang tahapan.

Tahap awal:
Tahap pertama bersifat nonspefisik, yaitu:
Respons inflamasi tubuh merupakan salah satu sel tubuh yang timbul sebagai akibat invasi mikroba pada
jaringan. Respons ini terdiri dari aktivitas sel-sel inflamasi, antara lain sel leukosit (polimorfonuklear,
limfosit, monosit), sel makrofag, sel mast, sel natural killer, serta suatu sistem mediator kimia yang kompleks
baik yang dihasilkan oleh sel (sitokin) maupun yang terdapat dalam plasma. Sel fagosit, mononuklear
maupun polimorfonuklear berfungsi pada proses awal untuk membunuh mikroba, dan mediator kimia dapat
meningkatkan fungsi ini. Mediator kimia ini akan berinteraksi satu dengan lainnya, juga dengan sel radang
seperti komponen sistem imun serta fagosit, baik mononuklear maupun polimorfonuklear untuk memfagosit
dan melisis mikroba. Mediator tersebut antara lain adalah histamin, kinin/bradikinin, komplemen,
prostaglandin, leukotrien dan limfokin. Respons inflamasi ini bertujuan untuk mengeliminasi dan
menghambat penyebaran mikroba.
Histamin yang dilepaskan sel mast akibat stimulasi anafilatoksin akan menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskular untuk memfasilitasi peningkatan aliran darah dan keluarnya sel radang
intravaskular ke jaringan tempat mikroba berada. Kinin/bradikinin adalah peptida yang diproduksi sebagai
hasil kerja enzim protease kalikrein pada kininogen. Mediator ini juga menyebabkan vasodilatasi dan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Faktor Hageman yang diaktifkan oleh karena adanya kerusakan
pembuluh darah serta endotoksin bakteri gram negatif, juga sel dalam menginduksi mediator kimia lainnya.
Produk aktivasi komplemen yang pada mulanya melalui jalur alternatif dapat meningkatkan aliran darah,
permeabilitas pembuluh darah, keinotaksis dan fagositosis, serta hasil akhir aktivasi komplemen adalah lisis
mikroba. Prostaglandin, leukotrien dan fosfolipid lainnya yaitu mediator yang merupakan hasil metabolit
asam arakidonat dapat menstimulasi motilitas leukosit yang dibutuhkan untuk memfagosit mikroba dan
merangsang agregasi trombosit untuk memperbaiki kerusakan pembuluh darah yang ada. Prostaglandin juga
dapat bekerja sebagai pirogen melalui pusat termoregulator di hipotalamus. Dikatakan bahwa panas juga
merupakan mekanisme sel tubuh, tetapi sukar dibuktikan. Mikroba tertentu memang tidak dapat hidup pada
suhu panas tetapi suhu tubuh yang tinggi akan memberikan dampak yang buruk pada pejamu.
Protein fase akut seperti C-reactive protein (CRP), protein yang mengikat lipopolisakarida, protein
amiloid A, transferin dan 1-antitripsin akan dilepaskan oleh hati sebagai respons terhadap inflamasi.
Peranannya dapat sebagai stimulator atau inhibisi. Protein 1-antitripsin misalnya akan menghambat protease
yang merangsang produksi kinin. Transferin yang mempunyai daya ikat terhadap besi, akan menghambat
proliferasi dan pertumbuhan mikroba. Protein yang mengikat lipopolisakarida akan menginaktifkan
endotoksin bakteri Gram negatif.
Limfokin, yaitu sitokin yang dihasilkan limfosit, merupakan mediator yang kuat dalam respons inflamasi.
Limfokin ini dan sebagian diantaranya juga disekresi oleh makrofag akan meningkatkan permeabilitas
vaskular dan koagulasi, merangsang produksi prostaglandin dan faktor kemotaksis, merangsang diferensiasi
sel induk hematopoietik dan meningkatkan pertumbuhan serta diferensiasi sel hematopoietik, serta
mengaktivasi neutrofil dan sel endotel. Sel radang yang ada akan memfagosit mikroba, sedangkan monosit
dan makrofag juga akan memfagosit debris pejamu dan patogen yang tinggal sebagai hasil penyerangan
enzim neutrofil dan enzim lainnya. Fungsi makrofag akan ditingkatkan oleh faktor aktivasi makrofag seperti
komponen C3b, interferon dan faktor aktivasi makrofag yang disekresi limfosit.
Tahap kedua
Jika mikroba berhasil melampaui mekanisme sel nonspesifik, terjadi tahapan kedua berupa
pertahanan spesifik yang dirangsang oleh antigen mikroba itu sendiri, atau oleh antigen yang
dipresentasikan makrofag. Tahapan ini terdiri atas imunitas humoral dan imunitas selular.
Imunitas humoral yang diperankan oleh antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai hasil
aktivasi antigen mikroba terhadap limfosit B, akan menetralkan toksin yang dilepaskan mikroba sehingga
tidak menjadi toksis lagi. Antibodi juga akan menetralkan mikroba sehingga tidak infeksius lagi. Antibodi
juga bersifat sebagai opsonin, sehingga memudahkan proses fagositosis mikroba (lihat bab tentang
imunitas humoral). Antibodi juga berperan dalam proses ADCC (Antibody Dependent Cell
Cytotoxicity) baik oleh sel Tc maupun sel NK sehingga terjadi lisis sel yang telah dihuni mikroba.
Antibodi juga dapat mengaktifkan komplemen untuk melisis mikroba. Imunitas selular yang diperankan
oleh limfosit T melalui limfokin yang dilepas sel T akan meningkatkan produksi antibodi oleh sel plasma,
fungsi sel fagosit untuk memfagosit mikroba; dan sel NK untuk melisis sel yang dihuni virus (lihat Bab

3). Limfokin juga meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel prekursor Tc serta fungsi sel Tc untuk
melisis sel yang dihuni mikroba. Inteleukin (IL)- 2, IL-12 dan IFN- meningkatkan imunitas selular.
Imunitas selular adalah mekanisme utama tubuh untuk terminasi infeksi mikroba intraselular seperti
infeksi virus, parasit dan bakteri intraselular.
Tahap akhir
Tahapan terakhir ini terdiri atas peningkatan respons imun baik melalui aktivasi komplemen jalur klasik
maupun peningkatan kemotaksis, opsonisasi dan fagositosis. Sel makrofag dan limfosit T terus
memproduksi faktor yang selanjutnya akan meningkatkan lagi respons inflamasi melalui ekspresi
molekul adesi pada endotel serta merangsang kemotaksis, pemrosesan antigen, pemusnahan intraselular,
fagositosis dan lisis, sehingga infeksi dapat teratasi.
8. Antimikroba atau antibiotik adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat/membasmi mikroba lain (jasad renik / bakteri), khususnya mikroba yang
merugikan manusia yaitu mikroba penyebab infeksi pada manusia. Penggunaan antibiotik khususnya
berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus,
jamur, atau nonbakteri lainnya, dan setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan
berbagai jenis bakteri. Penggunaan antibiotik tentu diharapkan mempunyai dampak positif, akan tetapi
penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif dari
penggunaan antibiotik yang tidak rasional antara lain muncul dan berkembangnya bakteri yang resisten
terhadap antibiotik, munculnya penyakit akibat superinfeksi bakteri resisten, terjadinya toksisitas / efek
samping obat. Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi.
Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme,
hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau
nonbakteri lainnya, dan setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis
bakteri. Ada antibiotika yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang
spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik
mencapai lokasi tersebut. Antibiotika oral (yang dimakan) mudah digunakan bila efektif, dan antibiotika
intravena (melalui infus) digunakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotika kadangkala dapat
digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.
Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan mekanisme kerja senyawa tersebut. Ada lima kelompok
antibiotika berdasarkan mekanisme kerjanya :
1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penisilin, Sefalosporin,
Basitrasin, Vankomisin, Sikloserin.
2. Antibiotik yang menghambat/mengganggu fungsi selaput/membran sel bakteri, mencakup Polimiksin.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel bakteri, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama
dari golongan Makrolid, Aminoglikosid, Tetrasiklin, Kloramfenikol, Linkomisin.
4. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri, mencakup golongan Quinolone,
Rifampisin.
5. Antibiotik yang menghambat metabolisme sel bakteri, mencakup golongan Sulfonamide, Trimetoprim,
Asam p-AminoSalisilat (PAS), Sulfon.

9. Kontribusi sistem tubuh terhadap homeostasis :


a. Sistem sirkulasi
Mengangkut nutrien, O2, CO2, zat sisa, elektrolit, dan hormon ke seluruh tubuh.
b. Sistem pencernaan
Mengambil nutrien, air, dan elektrolit dari lingkungan eksternal dan memindahkannya ke dalam plasma;
mengeluarkan sisa makanan yang tidak tercerna ke lingkungan eksternal.
c. Sistem pernapasan
Mengambil O2 dari dan mengeluarkan CO2 ke lingkungan eksternal; membantu mengatur pH dengan
menyesuaikan kecepatan pengeluaran CO2 pembentuk asam.
d. Sistem kemih
Penting dalam mengatur volume, komposisi elektrolit, dan pH lingkungan internal; mengeluarkan zat sisa
dan kelebihan air, garam, asam, dan elektrolit lain dari plasma dan membuangnya ke dalam urin.
e. Sistem otot dan tulang
Mendukung dan melindungi bagian-bagian tubuh dan memungkinkan tubuh bergerak; kontraksi otot yang
menghasilkan panas penting dalam mengatur suhu.
f. Sistem integumen
Berfungsi sebagai sawar protektif antara lingkungan eksternal dan bagian tubuh lainnya; kelenjar keringat
dan penyesuaian aliran darah ke kulit penting dalam mengatur suhu tubuh.
g. Sistem imun
Mempertahankan tubuh dari invasi asing dan sel kanker; melicinkan jalan untuk proses perbaikan
jaringan.
h. Sistem endokrin
Bekerja melalui horman yang disekresikan ke dalam darah untuk mengatur proses-proses yang lebih
mengutamakan durasi daripada kecepatan.
10. Infeksi terjadi akibat adanya mikroorganisme,termasuk bakteri,virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme
di kulit dapat merupakan flora residen atau transien. organisme residen berkembang biak pada lapisan kulit
superfisial, namun 10-20% mendiami lapisan epidermis. Organisme transien melekat pada kulit saat
seseorang kontak dengan objek lain dalam aktivitas atau kehidupan normal.
11. Cara tubuh mempertahankan homeostasis:

Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh masing-masing sistem tubuh member kontribusi bagi homeostasis
sehingga lingkungan di dalam tubuh dapat dipertahankan untuk kelangsungan hidup dan fungsi semua
sel.
Factor eksternal maupun internal secara terus-menerus mengancam untuk menggangu homeosatsis. Jika
suatu factor mulai menggerakkkan lingkungan internal menjauhi kondisi optimal maka sistem-sistem
tubuh akan memulai reaksi tandingan yang sesuai untuk memperkecil perubahan tersebut.
Sebagai contoh, pajanan suhu lingkungan yang dingin (suatu factor eksternal) cenderung menurunkan
suhu internal tubuh. Sebagai tanggapannya, pusat control suhu di otak memulai tindakan-tindakan
kompensasi misalnya menggigil, untuk meningkatkan suhu tubuh ke normal. Sebaliknya produksi panas
tambahan oleh otot-otot yang aktif selama olah raga (factor internal) cenderung meningkatkan suhu
internal tubuh. Sebagai resposns, pusat control suhu memicu proses berkeringat dan tindakan
kompensional lain untuk menururnkan suhu tubuh ke normal.
Sebelas sistem tubuh yang berperan mempertahankan homeostasis :

a. Sistem sirkulasi adalah sistem transportasi yang membawa berbagai zat, misalnya zat gizi, O2,
CO2, zat-zat sisa, elektrolit, dan hormone dari satu bagian tubuh ke bagian lainnya.
b. Sistem pencernaan menguraikan makanan menjadi molekul-molekul kecil zat gizi yang dapat
diserap ke dalam plasma untuk didistribusikan ke seluruh sel.
c. Sistem respirasi mengambil O2 dari dan mengeluarkan CO2 ke lingkungan eksternal.
d. Sistem kemih mengeluarkan kelebihan garam, air, dan elektrolit lain dari plasma melalui urin,
bersama zat-zat sisa selain CO2
e. Sistem rangka memberi penunjang dan proteksi bagi jaringan lunak dan organ-organ.
f. Sistem otot menggerakkan tulang-tulang yang melekat kepadanya.
g. Sistem interegumen berfungsi sebagai sawar protektif bagian luar yang mencegah cairan internal
keluar dari tubuh dan mikroorganisme asing masuk ke dalam tubuh
h. Sistem imun mempertahankan tubuh dari serangan benda asing dan sel-sel tubuh yang telah
menjadi kanker.
i. Sistem saraf adalah salah satu dari dua sistem pengatur (control) utama tubuh.sistem ini
mengontrol dan mengkoordinasikan aktivitas tubuh yang memerlukan respons cepat
j. Sistem endokrin adalah sistem control utama lainnya. Kelenjar-kelenjar penghasil hormon pada
sistem endokrin mengatur aktivitas yang lebih mementingkan daya tahan (durasi) daripada
kecepatan.
k. Sistem reproduksi tidak esensial bagi homeostasis, sehingga tidak penting bagi kelangsunan hidup
individu. Akan tetapi sistem ini penting bagi kelangsungan hidup suatu spesies.
Sistem control homeostatik jalinan komponen-komponen tubuh yang saling berhubungan secara
fungsional dan bekerja untuk mempertahankan suatu factor dalam lingkungan internal agar relatif konstan
si sekitar suatu tingkat optimal. Untuk mempertahankan homeostasis harus mampu mendeteksi
penyimpangan dari nilai normal faktor internal yang perlu diajaga dalam batas-batas yang sempit ;
mengintegrasikan informasi ini dengan informasi lain yang relevan dan melakukan penyesuain yang tepat
dalam aktivitas bagian-bagian tubuh yang bertanggung jawab memulihkan faktor tersebut ke nilai yang
diinginkan. Pengaturan aktivitas sistem tubuh untuk mempertahankan homeostasis:
1. Kontrol intrinsik (lokal) terdapat di dalam dan inheren bagi suatu organ
2. Kontrol ekstrinsik, mekanisme regulasi yang dimulai di luar suatu organ untuk mengubah
aktivitas organ tersebut, dilakukan oleh sistem saraf dan endokrin, dua sistem regulator utama
tubuh.

12. Dampak Negatif Begadang


1. Mengalami Insomnia
2. Obesitas
Tidur kurang dari enam jam semalam akan mengganggu metabolisme tubuh. Akibatnya, tubuh akan
lebih cepat menyimpan lemak dan membuat orang cepat gemuk. Secara ilmiah, pada keadaan tubuh yang
kurang tidur, terjadi gangguan pada hormon yang mengatur metabolisme glukosa yang nantinya akan
mempengaruhi nafsu makan. Selain itu, saluran pencernaan pada saat malam hari tidak bergitu aktif untuk
mencerna makanan kita, sehingga akan terjadi penumpukan. Penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur
bisa mengganggu kadar gula darah dan menyebabkan tubuh memproduksi sedikit leptin, hormon

pengendali nafsu makan, dan menghasilkan lebih banyak ghrelin (kebalikan dari leptin). Ghrelin
merangsang rasa lapar dan leptin memberi sinyal kenyang ke otak dan merangsang nafsu makan.
3. Menimbulkan gejala stroke
Dalam sebuah hasil penelitian, orang yang tidur kurang dari 6 jam akan empat kali lipat lebih beresiko
terkena stroke daripada orang yang tidur tujuh hingga delapan jam. Resiko tersebut berlaku untuk
seseorang yang memiliki indeks masa tubuh normal. Kurang istirahat bisa memberikan tekanan pada
jantung dan berujung pada stroke atau serangan jantung.
4. Bisa menyebabkan diabetes
Ternyata orang yang tidak tidur tubuhnya bisa mengalami resistensi insulin yakni kondisi dimana
insulin sudah tidak mampu mengatasi kadar gula darah. Gula adalah bahan bakar setiap sel dalam tubuh
Anda. Jika proses pengolahannya terganggu bisa menyebabkan efek buruk. Dalam penelitian yang
dilakukan Universitas Chicago, AS, yang meneliti sejumlah orang selama 6 hari, mendapatkan kondisi ini
bisa mengembangkan resistansi terhadap insulin, yakni hormon yang membantu mengangkut glukosa dari
aliran darah ke dalam sel. Mereka yang tidur kurang dari 6 jam per malam dalam penelitian 6 hari ini
menemukan, terjadi proses metabolisme gula yang tidak semestinya. Akibatnya bisa menyebabkan
timbulnya diabetes.
5. Dapat memicu penyakit hipertensi
Hipertensi yaitu kondisi ketka seseorang mengalami peningkatan tekanan darah secara kronis.
Hipertensi juga merupakan pemicu gejala stroke dan tak lain penyebab salah satunya adalah karena
kurangnya tidur.
6. Resiko serangan jantung
Kurang tidur mengakibatkan tubuh memproduksi senyawa kimia ataupun hormon yang kemudian
dapat memicu penyakit jantung. Jadi sering begadang bisa saja memicu terkena resiko serangan jantung.
7. Sulit berkonsentrasi
Dari hasil penelitian membuktikan orang yang tidurnya tidak teratur akan mudah pelupa hingga tak
bisa fokus dengan yang dihadapi termasuk pekerjaan. Tidur yang baik memainkan peran penting dalam
berpikir dan belajar. Kurang tidur dapat mengganggu kewaspadaan, konsentrasi, penalaran, dan
pemecahan masalah. Hal ini membuat belajar menjadi sulit dan tidak efisien. Kedua, siklus tidur pada
malam hari berperan dalam menguatkan memori dalam pikiran. Jika tidak cukup tidur, maka
kemampuan mengingat hal-hal yang dipelajari dan dialami selama seharian akan menurun.
8. Mempercepat Kematian
Studi pada tahun 2010 telah menyimpulkan apabila seseorang yang kurang tidur tidak lebih dari enam
jam sehari bisa menyebabkan meninggal lebih cepat dalam periode 14 tahun.
9. Mempengaruhi Otak

Kekurangan tidur dapat mempengaruhi kerja otak. Sebuah studi di UCSD Sekolah Obat-obatan dan
Sistem Pengobatan Maju di San Diego, dengan menggunakan teknologi imaging gelombang magnetis
untuk memantau kerja otak dalam keadaan kurang tidur, menunjukkan bahwa otak bagian cortex frontal
menunjukkan aktifitas yang lebih banyak. Meskipun demikian, kinerja memori menurun sangat drastis
pada kondisi ini. Penelitian pada hewan dalam keadaan kurang tidur juga menunjukkan peningkatan
dalam produksi hormon stress, yang bisa saja menghambat regenerasi sel pada otak orang dewasa.
Beberapa kejadian serangan syaraf yang berdampak kematian terjadi karena sang korban kurang atau
bahkan tidak pernah tidur malam.
Pelupa
Pada tahun 2009, peneliti dari Amerika dan Perancis menemukkan bahwa peristiwa otak yang disebut
sharp wave ripples bertanggung jawab menguatkan memori pada otak. Peristiwa ini juga mentransfer
informasi dari hipokampus ke neokorteks di otak, dimana kenangan jangka panjang disimpan. Sharp
wave ripples kebanyakan terjadi pada saat tidur.
Ceroboh
Para ahli mengungkapkan, kurang tidur akan membuat kemampuan motorik kita melambat dan kurang
gesit. Akibatnya, kita jadi sering gugup, menabrak atau menumpahkan sesuatu. Hal itu disebabkan refleks
kita berkurang dan otak kita kurang fokus sehingga kita jadi terlihat seperti orang ceroboh.
10. Mempengaruhi kesehatan kulit
Kebanyakan orang mengalami kulit pucat dan mata bengkak setelah beberapa malam kurang tidur.
Keadaaan tersebut benar karena kurang tidur yang kronis dapat mengakibatkan kulit kusam, garis-garis
halus pada wajah dan lingkaran hitam di bawah mata. Bila Anda tidak mendapatkan cukup tidur, tubuh
Anda melepaskan lebih banyak hormon stress atau kortisol. Dalam jumlah yang berlebihan, kortisol dapat
memecah kolagen kulit, atau protein yang membuat kulit tetap halus dan elastis. Kurang tidur juga dapat
menyebabkan tubuh lebih sedikit mengeluarkan hormon pertumbuhan. Ketika kita masih muda, hormon
pertumbuhan manusia mendorong pertumbuhan. Dalam hal ini membantu meningkatkan massa otot,
menebalkan kulit, dan memperkuat tulang. Ini terjadi saat tubuh sedang tidur nyenyak- yang kami sebut
tidur gelombang lambat (SWS) hormon pertumbuhan dilepaskan, kata Phil Gehrman, PhD, CBSM,
Asisten Profesor Psikiatri dan Direktur Klinis dari Program Behavioral Sleep Medicine Universitas
Pennsylvania, Philadelphia.
11. Mudah Sakit
Orang yang kekurangan waktu tidur lebih rentan terkena infeksi. Berbagai penelitian menunjukkan,
mereka yang cukup istirahat memiliki sistem imun yang lebih kuat.
Menurunnya sistem imun
Pada orang yang memiliki kebiasaan begadang, jam biologis otak akan memprogram sistem kekebalan
mencapai puncaknya di malam hari dan akan menurun di pagi hari. Padahal microorganisme jahat dan
bibit penyakit serta karsinogenik (senyawa penyebab kanker) sangat banyak di udara yang kita hirup di
pagi hari. Sering begadang tak hanya merusak sel otak melainkan juga menghancurkan sel darah putih

yang memperkuat sistem kekebalan tubuh. Itulah mengapa sering tidur larut malam akan melemahkan
imunitas tubuh dan membuat orang lebih mudah terserang penyakit.
Sel Rusak
Sebuah riset yang berlangsung dari 1987 oleh ahli kanker Steve Richards menunjukkan korelasi antara
kerja malam dan kemungkinan menderita kanker. Orang-orang yang bekerja di malam hari hingga subuh
atau pagi hari ternyata memiliki ketidakseimbangan hormon yang akhirnya mempengaruhi sistem
kekebalan tubuh khususnya pada perkembangan sel-sel rusak yang seharusnya dihancurkan oleh sel-sel
imun. Pada tubuh normal, yakni waktu kerja pagi-sore, siklus metabolisme tubuh akan meningkat di pagi
hari dan mulai menurun hingga malam hari. Saat seseorang memaksakan untuk terjaga di malam hari,
tubuh akan memompa darah sebanyak mungkin dan mendorong sistem imun untuk meningkatkan sel-sel
kekebalan tubuh seperti sel T dan CD4. Bila pemaksaan ini dilakukan satu-dua kali, tubuh masih dapat
memberikan toleransi tetapi saat menjadi kebiasaan, siklus tubuh yang diatur oleh jam biologis otak
(circadian time clock) akan berubah dari default (pagi-sore) menjadi sore-pagi. Ini membuat kekebalan
tubuh menurun di pagi hari dimana bibit penyakit dan bahan-bahan karsinogenik bertebaran di udara
akibat perubahan suhu dan angin. Hasil riset ini dipublikasikan dalam The Lancet Oncology.
Sakit kepala
Ini adalah salah satu akibat dari kurang tidur akibat banyak begadang. Sedikit demi sedikit bagian sel otak
akan mengalami masalah karena tak cukup istirahat. Selain itu, sebuah penelitian juga mengungkap
bahwa kurang tidur memiliki efek seperti benturan pada kepala.
Profesor Christian Benedict dari Uppsala University mengatakan, saat tidur, otak membersihkan diri dari
zat beracun. Namun pada mereka yang begadang, otak susah membersihkan diri. Karena itu, kandungan
zat NSE (neuron-specific enolase) dan S-100B (S100 calcium binding protein B) dalam darah meningkat.
Pada dasarnya, dua zat ini tak beracun. Keduanya adalah protein yang ditemukan dalam sel-sel dari
sistem saraf pusat. Dua zat ini lazim ditemukan pada mereka yang saraf otaknya rusak akibat cedera
kepala. Akibat peningkatan kandungan dua zat ini dalam otak, jaringan otak menghilang.Otak mereka
memang tak persis seperti korban cedera kepala, namun kadar dua zat ini sudah signifikan, ujar Profesor
Christian, Selasa, 31 Desember 2013. Dua zat ini biasanya meningkat dalam darah dalam kondisi
kerusakan otak. Kurang tidur dapat meningkatkan proses neurode generative.
Melemahkan saraf
Kurang tidur dan tidur di jam-jam yang tak wajar akan mempengaruhi sistem saraf pusat. Akibatnya,
sistem saraf akan semakin lemah, begitu juga refleks Anda. Tak hanya itu, penelitian juga mengungkap
bahwa jika begadang dijadikan pola hidup rutin, lama-kelamaan efeknya akan menumpuk dan bisa
mengurangi harapan hidup Anda.
12. Kanker
Penelitian Steve Richard yang dilansir The Lancet Oncology (sebuah jurnal kesehatan) menyatakan,
adanya hubungan kanker dan begadang. Hal serupa juga diungkapkan David Spiegel, MD., yang meneliti
mengenai kebiasaan tidur. Dua penelitian ini sama-sama menyimpulkan, jika kita tidak memenuhi waktu
tidur yang cukup, bisa mengakibatkan ketidakseimbangan hormon yang memengaruhi sistem kekebalan
tubuh, khususnya pada perkembangan sel-sel rusak yang seharusnya dihancurkan oleh sel-sel imun.
Penjabarannya seperti ini, metabolisme tubuh meningkat di pagi hari dan menurun pada malam hari. Di
saat sesjeorang memaksakan diri tetap terjaga di malam hari, tubuhnya akan memompa darah sebanyak

mungkin dan mendorong sistem imun untuk meningkatkan sel-sel kekebalan tubuh seperti sel T (sel
limfosit yang terdapat pada sel darah putih) dan CD4 (sel kekebalan tubuh yang terdapat pada sel
limfosit). Jika hal ini dilakukan terus menerus, siklus tubuh yang diatur oleh jam biologis otak (circadian
rhythms) akan menjadi terbalik, yaitu dari pagi ke sore menjadi sore ke pagi. Ini memungkinkan
kekebalan tubuh menjadi menurun di pagi hari dimana bibit penyakit dan bahan-bahan karsinogenik
bertebaran di udara akibat perubahan suhu dan angin. Dan, pada saat itulah sel kanker menggerogoti
tubuhnya.

13. Dampak positif dari antibotik adalah :


1. Meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik (efek sinergis atau aditif).
2. Mengatasi infeksi campuran yang tidak dapat ditanggulangi oleh satu jenis antibiotik saja.
3. Mengatasi kasus infeksi yang membahayakan jiwa yang belum diketahui bakteri penyebabnya
(Kementrian Kesehatan RI, 2011).
Dampak negatif dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional antara lain:
1. Muncul dan berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik
2. Munculnya penyakit akibat superinfeksi bakteri resisten
3. Terjadinya toksisitas/efek samping obat, sehingga perawatan penderita menjadi lebih lama, biaya
pengobatan menjadi lebih mahal, dan akhirnya menurunnya kualitas pelayanan kesehatan.
14. Sebuah riset yang berlangsung dari 1987 oleh ahli kanker Steve Richards . Orang-orang yang bekerja di
malam hari hingga subuh atau pagi hari ternyata memiliki ketidakseimbangan hormon yang akhirnya
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh khususnya pada perkembangan sel-sel rusak yang seharusnya
dihancurkan oleh sel-sel imun. Pada tubuh normal, yakni waktu kerja pagi-sore, siklus metabolisme tubuh
akan meningkat di pagi hari dan mulai menurun hingga malam hari. Saat seseorang memaksakan untuk
terjaga di malam hari, tubuh akan memompa darah sebanyak mungkin dan mendorong sistem imun untuk
meningkatkan sel-sel kekebalan tubuh seperti sel T dan CD4. Bila pemaksaan ini dilakukan satu-dua
kali, tubuh masih dapat memberikan toleransi tetapi saat menjadi kebiasaan, siklus tubuh yang diatur oleh
jam biologis otak (circadian time clock) akan berubah dari default (pagi-sore) menjadi sore-pagi. Ini
membuat kekebalan tubuh menurun di pagi hari dimana bibit penyakit dan bahan-bahan karsinogenik
bertebaran di udara akibat perubahan suhu dan angin.

15.

16. Komunikasi antar sel berperan penting untuk pengaturan dan pengendalian kegiatan sel, jaringan, organ
tubuh, dan untuk mempertahankan homeostasis. Dalam tubuh manusia terdapat dua jenis komunikasi antar sel,
yaitu: wired system (komunikasi melalui saraf atau listrik) dan non-wired system (komunikasi kimiawi).
Sedangkan komunikasi intra sel adalah komunikasi yang terjadi di dalam sel. Komunikasi intra sel merupakan
proses pengubahan sinyal di dalam sel itu sendiri.
Komunikasi listrik merupakan komunikasi yang cepat dengan hitungan milidetik. Informasi yang dihantarkan
sepanjang sel saraf berbentuk potensial aksi. Penghantaran informasi dari sel saraf ke sel target berlangsung
melalui sinaps, yang dikenal sebagai transmisi sinaps. Sedangkan komunikasi kimiawi berlangsung lebih lambat
namun efeknya lebih lama. Komunikasi saraf dan komunikasi kimiawi dapat terjadi secara tumpang tindih.
Beberapa zat kimia seperti neurotransmitter, hormon, dan neurohormon tidak dapat menembus sel. Informasi
yang akan dihantarkan harus dirubah dulu oleh protein membran sel ke sinyal kimia di dalam sel.
Komunikasi sel berperan penting dalam menyelenggarakan homeostasis karena tubuh harus senantiasa
memantau adanya perubahan-perubahan nilai berbagai parameter, lalu mengkoordinasikan respons yang sesuai
sehingga perubahan yang terjadi dapat diredam. Untuk itu sel-sel tubuh harus mampu berkomunikasi satu dengan
lainnya. Komunikasi antar sel merupakan media yang menopang pengendalian fungsi sel atau organ tubuh.
Pengendalian yang paling sederhana terjadi secara lokal (intrinsik) yaitu dengan komunikasi antar sel yang

berdekatan. Pengendalian jarak jauh (ekstrinsik) lebih kompleks dan dimungkinkan melalui refleks yang dapat
melibatkan sisitem saraf (lengkung refleks) maupun sistem endokrin (pengaturan umpan balik).

Anda mungkin juga menyukai