WOC Plasenta Previa Obsgyn
WOC Plasenta Previa Obsgyn
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
: 31 tahun
Alamat
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
RM
: 01592019
II.
ANAMNESIS
Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir
Anamnesis khusus :
G2P1A0 merasa hamil 8 bulan mengeluh pendarahan jalan lahir sejak 1 jam
SMRS. Pendarahan banyak membasahi 1 kain panjang. Pendarahan ini bukan
merupakan yang pertama kali. Keluhan tidak disertai nyeri perut. Mules mules
semakin sering dan bertambah kuat belum dirasakan ibu. Keluar cairan banyak
dari jalan lahir belum dirasakan ibu, gerak anak masih dirasakan ibu. Riwayat
penyakit jantung, paru, dan darah tinggi tidak ada. Riwayat merokok diakui sejak
muda.
III.
KETERANGAN TAMBAHAN
Menikah :
Anak I
KB
: (-)
PNC
HPHT
: 5 September 2012
TP
: 12 Juni 2013
1|Page
Siklus
IV.
: 28 hari, teratur
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens :
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
: 120/80mHg
Nadi
: 80x/menit
Respirasi
: 16x/menit
Suhu
: 36,8 C
Kepala
Leher
: Tiroid: t.a.k
KGB
Thoraks
: ikterik (-/-)
: Cor
Pulmo
: t.a.k
: BJ I , BJ II , murni reguler . murmur(-)
: VBS ki=ka . rh(-) wh(-)
Abdomen
: Cembung Lembut
Hepar
: Sulit dinilai
Lien
: Tidak teraba
Edema
: -/-
Varices
: -/-
Berat badan
Tinggi badan
V.
STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan Luar
Fundus Uteri
Lingkar perut
: 88 cm
Letak anak
: Kepala , puka
BJA
His
:-
2|Page
TBBA
: 1900 gram
: TAK
Fluksus
: positif
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
11-04-2013 03:41
Hematologi
Darah Rutin
Hb
: 11,0 gr/dL
Lekosit
: 8.700/mm3
Trombosit
: 378.000/mm3
Eritrosit
: 3,77 juta/mm3
Hematokrit
: 33%
VII.
DIAGNOSIS
G2P1A0 gravida 33-34 minggu + Perdarahan Antepartum dengan susp. Plasenta
previa
VIII.
3|Page
RENCANA PENGELOLAAN
-
Nifedipin 3x20 mg
Dexametashone 2x5 gr IM
Rencana USG
Observasi
Tgl/jam
BJ
HIS
Perdarah
an
11/0413
04.00
05.00
06.00
07.00
08.00
Ket
-infus RL 20gtt/mnt
- Nifedipin 3x10 mg
120/80
110/70
110/70
110/70
110/70
80
80
80
80
80
20
20
20
20
20
142
140
143
144
144
+
+
+
+
+
p.o
- Dexametason 2x5 gr
IM
- foley kateter
Letak kepala
Dx
Rawat Konservatif
Dexametasone 2x5 gr
Dilakukan PD :
v/v : tak
P
4|Page
: tebal lunak
: 1 jari sempit
Operator
: dr. Alif
Ass I
: Zr. Eka
Ahli Anastesi
: SC + IUD
Jam 10:15
APGAR 1= 3 5=5
Jam 10:35
Uk = 19x19x2 cm
: operasi selesai
Perdarahan selama operasi : + 400 cc
Diuresis selama operasi
: + 200 cc
5|Page
SBR disayat konkaf bagian tengahnya, ditembus jari penolong, dan diperlebar ke
kiri dan ke kanan secara tumpul
PB : 41 cm
APGAR : 1= 3 5=5
Jam 10:17 : Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Berat : 400gr
Ukuran : 15x15x2 cm
SBR dijahit 2 lapis, lapisan pertama dijahit jelujur interlocking, lapisan kedua
dijahit secara overhecting matras.
Luka operasi dijahit lapis demi lapis, fascia dijahit dengan lexon II no.I, kulit
dijahit subkutikular.
6|Page
7|Page
Follow up jaga
11/04/13
T : 118/71 mmHg
- Metronidazole 3x500 mg iv
Post OP
R : 20x/m
- Cefotaxime 2x1 gr iv
N : 80 x/mnt
S : afebris
ASI -/-
- Observasi TNRS
PS/PP (-/-)
NT(-)
DM (-)
BU(-)
Perdarahan (+)
TFU sepusat , kontraksi baik
Luka Operasi : tertutup verband
BAB/BAK (-/-)
12/04/13
Flatus (-)
KU : CM
- Metronidazole 3x500 mg iv
POD I
T : 120/70 mmHg
- Cefotaxime 2x1 gr iv
R : 20x/m
N : 80 x/mnt
- Mobilisasi
S : 37,6O C
- Test Feeding
ASI -/-
- Observasi TNRS
NT(-)
BU(+)
Flatus (-)
T : 120/70 mmHg
POD II
R : 20x/m
- Cefadroxil 2x500 mg
N : 80 x/mnt
S : afebris
- Metronidazol 3x500mg
8|Page
ASI +/+
- Lepas kateter
- Lepas Infus
PS/PP (-/-)
- Mobilisasi
NT(-)
DM (-)
BU(+)
- Observasi TNRS
Perdarahan (-)
TFU 3 jbspt, kontraksi baik
Luka Operasi : tertutup verband
BAB/BAK (-/+)
14/04/13
Flatus (+)
T : 110/60 mmHg
- Cefadroxil 2x500 mg
POD III
R : 20x/m
N : 80 x/mnt
- Metronidazol 3x500mg
S : afebris
- Mobilisasi
ASI +/+
- Observasi TNRS
- Ganti verband
PS/PP (-/-)
- BLPL
NT(-)
DM (-)
BU(+)
Perdarahan (-)
TFU 3 jbspt, kontraksi baik
Luka Operasi : kering terawat
BAB/BAK (+/+)
Flatus (+)
9|Page
PERMASALAHAN
1. Bagaimana mendiagnosis plasenta previa?
2. Apakah faktor resiko dari pasien ini ?
3. Bagaimana pengelolaan pada pasien ini?
4. Bagaimana fungsi kesehatan reproduksi pada pasien ini?
10 | P a g e
PEMBAHASAN
Pendarahan Antepartum
Definisi
Perdarahan antepartum
adalah
perdarahan
pada
triwulan
terakhir
dari
kehamilan. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua adalah kehamilan 28
minggu tanpa melihat berat janin, mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus.
Perdarahan setelah kehamilan 28 minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya
daripada sebelum kehamilan 28 minggu, oleh karena itu memerlukan penanganan yang
berbeda.
Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa
hal itu bersumber pada kelainan plasenta, karena perdarahan antepartum yang berbahaya
umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan kelainan serviks tidak seberapa
berbahaya.
Komplikasi yang terjadi pada kehamilan trimester 3 dalam hal ini perdarahan
antepartum, masih merupakan penyebab kematian ibu yang utama. Oleh karena itu,
sangat penting bagi bidan mengenali tanda dan komplikasi yang terjadi pada penderita
agar dapat memberikan asuhan kebidanan secara baik dan benar, sehingga angka
kematian ibu yang disebabkan perdarahan dapat menurun.
Jenis-jenis perdarahan antepartum
Solusio Plasenta
Definisi
11 | P a g e
Klasifikasi
terlepas.
Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan
- Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
- Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi,
-
yang
amnion.
Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan
solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
- Ringan : perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan, janin hidup,pelepasan plasenta <1/6 bagian
-
12 | P a g e
Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi
predisposisi
Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi
pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya
13 | P a g e
tipis,
diameter
lebih
luas
dan
beberapa
abnormalitas
pada
mikrosirkulasinya
Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat
solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada
kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil
Gambaran Klinis
a) Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila
terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit
sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus
menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus
yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin
tegang karena perdarahan yang berlangsung.
b) Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3 luas
permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta
ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus
menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam.
Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya
mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok,
demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam
keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan
sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi
jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin
telah terjadi,walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat
c) Solusio plasenta berat
14 | P a g e
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal.
Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam
tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam
mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar
kemungkinan
telah
terjadi
kelainan
pada
pembekuan
darah
dan
Syok perdarahan
Gagal ginjal
Kelainan pembekuan darah
Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Diagnosis
Anamnesis
-
kehitaman
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.
Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
Pemeriksaan dalam
-
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat daerah
terlepasnya plasenta, Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian plasenta
15 | P a g e
Terapi
a. Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan
berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring
-
mempercepat persalinan
b. Solusio plasenta sedang dan berat
- Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di
rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
-
seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi
sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan.
16 | P a g e
Etiologi
Belum diketahui pasti, frekuensi plasenta previa menigkat pada grade multi para.
Primigravida tua. Bekas seksio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin dan
leiomioma uteri.
Anamnesis: Perdarahan jalan lahir berwana merah segar tanpa rasa nyeri. Tanpa
sebab terutama pada multi para.
Faktor Risiko Plasenta Previa
Faktor risiko timbulnya plasenta previa belum diketahui secara pasti namun dari
beberapa penelitian dilaporkan bahwa frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi pada
ibu yang berusia lanjut, multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi sebelumnya
17 | P a g e
serta gaya hidup yang juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko timbulnya
plasenta previa.
a. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (1998), faktor faktor yang dapat meningkatkan
kejadian plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20
tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang
cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan
endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena
plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas
persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor faktor predisposisi plasenta previa
yaitu: 1) Umur dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di
Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil.
Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana
endometrium masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat Endometrium
yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan
berulang ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage,
dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium
belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan
hamil pada umur muda.
b. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi
plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1)
Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan
parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi). 2)
Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut
Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar
dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan
multipel. Sebab sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani
18 | P a g e
seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang
memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena
endometrium kurang subur (Manuaba, 2001).
c. Faktor pendorong
Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan
atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi
dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari
20 batang sehari)
Menurut penelitian Wardana (2007) yang menjadi faktor risiko plasenta previa
yaitu:
1. Risiko plasenta previa pada wanita dengan umur 35 tahun 2 kali lebih
besar dibandingkan dengan umur < 35.
2. Risiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar
dibandingkan primigravida.
3. Risiko plasenta previa pada wanita dengan riwayat abortus 4 kali lebih
besar dibandingkan dengan tanpa riwayat abortus.
4. Riwayat seksio sesaria ditemukan sebagai faktor risiko terjadinya
plasenta previa. Melahirkan dengan operasi caesar mengakibatkan parut di
dalam rahim. Kejadian meningkat pada wanita yang sudah melakukan 2
kali atau lebih operasi caesar
Penyebab implantasinya blastokis pada segman bawah rahim belum diketahui
secara pasti. Namun teori lain mengemukakan bahwa yang menjadi salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang mungkin terjadi
karena proses radang maupun atropi.
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya
kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi
desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :
Mioma uteri
19 | P a g e
Umur lanjut
Pemeriksaan luar, bagian tebawah janin biasanya belum masuk pintu atas
20 | P a g e
Pemeriksaan diagnostic
-
Anamnesis.
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri
terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari
dicurigai.
Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung.
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi,
radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan
cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif
Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan perabaan secara langsung
melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada
ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai
upaya menetukan diagnosis.
Gambaran Kinik
Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja
biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal.
Perdarahan berikutnya hampir selalu banyak dari pada sebelumnya, apalagi kalau
sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20 minggu segmen
bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti
21 | P a g e
oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada saat ini dimulai terjadi perdarahan
darah berwarna merah segar.
Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta
dari dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidak mampuan serabut
otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan, tidak sebagai
serabut otot uterus untuk menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang
letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini perdarahan terjadi, oleh karena
itu perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak
rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.
Penatalaksanaan
Terapi ekopektif
Tujuan terapi ekopektif ialah supaya janin tidak terlahir premature, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non-infansif pemantauan klinis dipantau secara ketat
dan baik.
Syarat-syarat terapi ekopektif:
Kehamilan preterm dan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
Belum ada tanda-tanda inpartu.
Keadaan umum ibu cukp baik.
Janin masih hidup.
Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotic profilaksis.
Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui inplantasi plasenta, usia kehamilan,
profil biofisik, letak dan presentasi janin.
Berikan tokolitik jika ada kontaraksi.
- MgSO4 4 grm iv dosis awal dilanjutkan 4grm setiap 6 jam.
- Betametason 24 mg iv dosis tunggal untuk pematangan paru janin.
Uji pematangan paru janin dengan tes kocok(bubble tes) dan hasil amniosentesis.
Bila setelah usia kehamilan diatas 24 minggu, plasenta masuh berada disekitar
ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu
dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan
gawat janin.
Terapi aktif
22 | P a g e
Wanita hamil diatas 2 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan
banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang maturnitas
janin.
Untuk diagnosis plasenta previa dan menetukan cara menyelesaikan persalinan,
setelah semua persyaratan terpenuhi, lakukan PDMO jika:
- Infuse atau tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap.
- Kehamilan 37 minggu (BB 2500 grm) dan inpartu.
- Janin telah meniggal atau terdapat anomaly kongenital mayor (misal:
-
anensefali).
Perdarahan dengan bagian bawah janin telah jauh melewati pintu atas
panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
utama
dalam
melakukan
seksio
sesarea
adalah
untuk
Komplikasi
-
Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia
Insertio Velamentosa
23 | P a g e
Insertio velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput janin. Insersi
velamentosa sering terjadi pada kehamilan ganda. Pada insersi velamentosa, tali pusat
dihubungkan dengan plasenta oleh selaput janin. Kelainan ini merupakan kelainan insersi
funiculus umbilikalis dan bukan merupakan kelainan perkembangan plasenta. Karena
pembuluh darahnya berinsersi pada membran, maka pembuluh darahnya berjalan antara
funiculus umbilikalis dan plasenta melewati membran. Bila pembuluh darah tersebut
berjalan didaerah ostium uteri internum, maka disebut vasa previa. Vasa previa ini sangat
berbahaya karena pada waktu ketuban pecah, vasa previa dapat terkoyak dan
menimbulkan perdarahan yang berasal dari anak. Gejalanya ialah perdarahan segera
setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak maka dengan cepat
bunyi jantung anak menjadi buruk.
Vasa previa
Definisi
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin melintasi atau
berada di dekat ostium uteri internum (cervical os). Pembuluh darah tersebut berada
didalam selaput ketuban (tidak terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta)
sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.
Etiologi
24 | P a g e
Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi selaput ketuban yang berada di
depan ostium uteri internum. Pembuluh darah tersebut dapat berasal dari insersio
velamentosa dari talipusat atau bagian dari lobus suksenteriata (lobus aksesorius). Bila
pembuluh darah tersebut pecah maka akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga
terjadi eksanguisasi dan kematian janin.
Patofisiologi
Penyebab dari pendarahan vasa previa yakni adaya pembuluh darah janin melintasi
selaput ketuban yang berada di depan ostium uteri internum. Dimana pembuluh darah
tersebut berasal dari insersio velamentosa. Patofisologi pendarahan vasa previa disini
hampir sama dengan etiologinya karena hampir semua berhubungan.
Plasenta Sirkumvalata
Selama perkembangan amnion dan korion melipat kebelakang disekeliling tepitepi plasenta. Dengan demikian korion ini masih berkesinambungan dengan tepi plasenta
tapi pelekatannya melipat kebelakang pada permukaan foetal.
Pada permukaan foetal dekat pada pinggir plasenta terdapat cincin putih. Cincin
putih ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan disebelah luarnya terdiri dari
vili yang timbul ke samping, dibawah desidua. Sebagai akibatnya pinggir plasenta mudah
terlepas dari dinding uterus dan perdarahan ini menyebabkan perdarahan antepartum. Hal
ini tidak dapat diketahui sebelum plasenta diperiksa pada akhir kehamilan.
25 | P a g e
Dari anamnesa didapatkan : keluhan berupa perdarahan dari jalan lahir yang
terjadi pada kehamilan trimester akhir (bulan ke-9), tanpa disertai nyeri dan
perdarahan berulang.
26 | P a g e
: normal
Hamil
27 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.G, et al.
McGraw-Hill
2. Fadel, H.E. 1982. Diagnosis and Management of Obstetric Emergencies.
California. Addison-Wesley publishing company : 193-213.
3. Thompson, William dan M. Ann Harper. 2002. Postpartum haemorrhage and
abnormalities of the third stage of labour in Turnbulls Obstetrics. 3rd ed. London.
Churchill Livingstone. 619 632.
4. Sastrawinata, Sulaiman, et al. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri
Patologi. Jakarta : EGC: 171 - 178.
5. Wijayanegara, Hidayat, et al. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi RS. DR. Hasan Sadikin. Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi
FKUP/RSHS. Hal 118 121
6. Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
7. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
28 | P a g e