Anda di halaman 1dari 76

KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK TORTILLA

CORN CHIPS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG PUTIH


TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN

SKRIPSI
R. MOCH. TAUFIK HIDAYAT

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN
R. MOCH. TAUFIK HIDAYAT. D14203074. 2008. Karakteristik Fisik dan
Organoleptik Tortilla Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Sebagai Sumber Protein. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota

: Zakiah Wulandari, S.TP., MSi.


: Ir. B. Nenny Polii, S.U.

Pembuatan tortilla corn chips merupakan salah satu usaha difersivikasi


pangan dengan tujuan memperoleh produk makanan camilan yang dapat menjadi
sumber gizi bagi konsumen. Penelitian ini bertujuan mempelajari pembuatan produk
tortilla corn chips dengan penambahan tepung putih telur sebagai sumber protein,
terutama ditinjau dari sifat fisik dan organoleptiknya. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Juli sampai September 2007 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan
Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Perlakuan yang diberikan adalah penambahan konsentrasi tepung putih telur
yang berbeda, yaitu sebanyak 0% (F1) sebagai kontrol, 5% (F2), 10% (F3), dan 15%
(F4). Peubah yang diukur adalah : kekerasan, warna, derajat pengembangan, derajat
gelatinisasi, indeks penyerapan air (IPA), indeks kelarutan air (IKA), serta pengujian
organoleptik yang berupa uji mutu hedonik terhadap warna, kerenyahan, rasa gurih,
tekstur, dan uji hedonik (tingkat kesukaan). Rancangan percobaan yang digunakan
adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola searah dengan tiga kali ulangan
pembuatan produk, sedangkan data dianalisa secara statistik menggunakan ANOVA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode penambahan tepung putih telur
berpengaruh secara nyata terhadap derajat gelatinisasi produk, perlakuan juga
berpengaruhnya terhadap keseluruhan pengujian organoleptik baik hedonik maupun
mutu hedonik. Perlakuan penambahan tepung putih telur tidak berpengaruh secara
nyata terhadap karakteristik fisik lain yang diujikan yaitu kekerasan, derajat
pengembangan, indeks penyerapan air (IPA), indeks kelarutan air (IKA), dan warna
dari tortilla corn chips.
Kata kata kunci : Tortilla corn chips, tepung putih telur, jagung, fisik, organoleptik

ABSTRACT
Physics and Organoleptic Characteristic of Tortilla Corn Chips with White Egg
Powder Adding as Protein Source
Hidayat, R. M. T., Z. Wulandari, and B. N. Polii
Different concentration of white egg flour adding method were conducted as
treatment, to study the effect of white egg flour adding to physics and organoleptic
characteristic of tortilla corn chips. The treatment are F1 as control (0%), F2 (5%),
F3 (10%), F4 (15%). Measured observations were colour of product, crispiness,
gelatinization degree, product size growth degree, water absorption index, water
solubility index, and also include organoleptic test (sensory testing) to study the
acceptance of product. The observation was analyzed using randoming complete
design with there block of period. The result showed that the treatment were not
influencing product crispiness, average value of cripspiness were F1 (363,33 gf), F2
(403,33 gf), F3 (1025 gf), F4 (1065 gf). Treatment also did not influence the colour
of tortilla corn chips, average value for each colour component content of L, a, and b
value were F1 (74,52; +8,536; +25,76), F2 (69,481; +8,64; +28,965), F3 (67,395;
+9,706; 28,743), F4 (67,456; +9,188; +26,148). Treatment also did not influence the
product size growth degree, water absorption index, and water solubility index value.
Average value for product size growth degree were F1 (157,216), F2 (131,83), F3
(144,583), F4 (145,88), average value for water absorption index were F1 (3,045), F2
(2,692), F3 (3,6827), F4 (3,48), and average value for water solubility index were F1
(0,02305), F2 (0,0177), F3 (0,0171), F4 (0,0164). But treatment was succeeded
influence the gelatinization degree of tortilla corn chips, average value for
gelatinization degree were F1 (3,96), F2 (5,598), F3 (10,07), F4 (11,658). Treatment
also influence to all organoleptic test result.
Keywords : Tortilla corn chips, white egg flour, corn, physics, organoleptic

KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK TORTILLA


CORN CHIPS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG PUTIH
TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN

R. MOCH. TAUFIK HIDAYAT


D14203074

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK TORTILLA


CORN CHIPS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG PUTIH
TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN

Oleh
R. MOCH. TAUFIK HIDAYAT
D14203074

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 11 Juli 2008

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si.


NIP. 132 206 246

Ir. B. N. Polii, SU.


NIP. 130 816 350

Dekan Fakultas Peternakan


Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr.


NIP. 131 955 531

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 April 1985 di Jakarta, DKI Jakarta. Penulis
adalah anak ke-empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak R. M. Hardiman
Soehardjono dan Ibu Dra. Fitri Mardinah.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SD Islam P.B. Soedirman
Jakarta, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di
SLTP Islam P.B. Soedirman Jakarta, dan pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 62 Jakarta
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Teknologi Hasil Ternak,
Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
melalui Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2003. Selama
menjalani pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak
(HIMAPROTER), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim.
Alhamdulillahirobbilalamiin. Segala puji syukur bagi Allah SWT, yang telah
melimpahkan segala Karunia serta Hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis
berkemampuan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
terlimpah kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa dan
menyampaikan risalah Islam kepada seluruh umat manusia.
Skripsi berjudul Karakteristik Fisik dan Organoleptik Tortilla Corn
Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur Sebagai Sumber Protein ini
dibuat dengan memperhatikan peluang tepung putih telur sehingga dapat
diaplikasikan sebagai sumber protein pada berbagai macam produk panganan.
Penelitian ini hanyalah langkah awal dan kecil untuk membuka peluang penelitian
yang lebih mendalam dan matang. Meskipun penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari sempurna sebagai suatu sumber informasi yang baik, penulis tetap
berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat baik kebaikan dan menjadi amal
penulis kepada pendidikan. Amin.
Bogor, Juli 2008

vi

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN.........................................................................................

ii

ABSTRACT...........................................................................................

iii

LEMBAR PERNYATAAN...................................................................

iv

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................

RIWAYAT HIDUP...............................................................................

vi

KATA PENGANTAR...........................................................................

vii

DAFTAR ISI.........................................................................................

viii

DAFTAR TABEL .................................................................................

DAFTAR GAMBAR..............................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................

xii

PENDAHULUAN..................................................................................

Latar Belakang ...........................................................................


Tujuan ........................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................

Komposisi Gizi Telur Ayam......................................................


Putih Telur...................................................................................
Proses Pembuatan Tepung Putih Telur.......................................
Jagung.........................................................................................
Tepung Tapioka..........................................................................
Snack...........................................................................................
Tortilla Chips..............................................................................
Karakteristik Fisik......................................................................
Pengujian Organoleptik..............................................................

3
4
6
8
10
10
12
13
17

METODE...............................................................................................

19

Lokasi dan Waktu.......................................................................


Materi.........................................................................................
Rancangan Percobaan.................................................................
Prosedur .....................................................................................
Pembuatan Tepung Putih Telur......................................
Formula dan Proses Pembuatan Tortilla Corn Chips
dengan Penambahan Tepung Putih Telur.......................
Penentuan Produk Terbaik.............................................
Peubah yang Diamati......................................................

19
19
19
20
20
22
24
25

HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................

33

Tepung Putih Telur.....................................................................


Karakteristik Fisik......................................................................
Derajat Gelatinisasi.........................................................
Derajat Pengembangan...................................................
Kekerasan.......................................................................
Indeks Penyerapan Air....................................................
Indeks Kelarutan Air......................................................
Warna.............................................................................
Karakteristik Organoleptik.........................................................
Warna.............................................................................
Kerenyahan.....................................................................
Rasa Gurih......................................................................
Tekstur............................................................................
Hedonik (Tingkat Kesukaan)..........................................
Penentuan Produk Terbaik.........................................................

33
34
34
36
36
37
38
39
41
43
43
44
44
45
46

KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................

48

UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................

49

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

51

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Komposisi Kimia Telur Ayam Ras (per 100 gram bahan)........

2.

Jenis, Sifat, dan Karakteristik Protein Putih Telur...................

3.

Komposisi Kimia Jagung.........................................................

4.

Komposisi Kimia Grits Jagung.................................................

5.

Syarat Mutu Makanan Ringan..............................................

12

6.

Formula Pembuatan Tortilla Corn Chips dengan Penambahan


Tepung Putih Telur...................................................................

22

7.

Tabel Penentuan Produk Terbaik.............................................

25

8.

Hasil Pengujian Tepung Putih Telur dan Standar Tepung Putih


Telur..

33

Nilai Rataan dan Standar Deviasi Derajat Gelatinisasi Tortilla


Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur.............

34

9.

10.

Nilai Rataan dan Standar Deviasi Derajat Pengembangan Tortilla


Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur............
36

11.

Nilai Rataan dan Standar Deviasi Kekerasan Tortilla Corn Chips


dengan Penambahan Tepung Putih Telur................................
37

12. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Indeks Penyerapan Air Tortilla
Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur............

38

13. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Indeks Kelarutan Air Tortilla
Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur............

38

14. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Warna Tortilla Corn Chips
dengan Penambahan Tepung Putih Telur................................

39

15.

Nilai Rataan dan Standar Deviasi Penilaian Organoleptik Tortilla


Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur............

15. Hasil Penentuan Produk Terbaik Tortilla Corn Chips dengan


Penambahan Tepung Putih Telur............................................

42

46

DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.

Halaman
Macam macam produk olahan jagung dengan berbagai variasi
pemasakan.

13

2.

Mekanisme Derajat Gelatinisasi...............................................

14

3.

Diagram Alir Pembuatan Tepung Putih Telur..........................

21

4.

Diagram Alir Pembuatan Tortilla Corn Chips dengan Penambahan


Tepung Putih Telur...................................................................
23

5.

Diagram Kromameter Munsell.................................................

31

6.

Tortilla Corn Chips dengan Penambahan Konsentrasi Tepung


Putih Telur................................................................................

41

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Contoh Formulir Uji Organoleptik...........................................

55

2.

Nilai Rataan Hasil Analisa Karakteristik Fisik, Organoleptik


dan KimiaTortilla Corn Chips..................................................

57

3.

Analisis Ragam Derajat Gelatinisasi....................................... .

58

4.

Analisis Ragam Kekerasan Tortilla Corn Chips.......... .

58

5.

Analisis Ragam Derajat pengembangan....................................

58

6.

Analisis Ragam Indeks Penyerapan Air....................................

58

7.

Analisis Ragam Indeks Kelarutan Air........................................

58

8.

Analisis Ragam nilai L (kecerahan)...........................................

58

9.

Analisis Ragam nilai a (tingkat kromatik merah-hijau)..............

59

10.

Analisis Ragam nilai b (tingkat kromatik kuning-biru)..............

59

11.

Analisis Ragam nilai C...............................................................

59

12.

Analisis Ragam nilai Hue..........................................................

59

13.

Analisis Ragam mutu hedonik (warna).......................................

59

14.

Analisis Ragam mutu hedonik (kerenyahan)..............................

60

15.

Analisis Ragam mutu hedonik (rasa gurih)................................

60

16.

Analisis Ragam hedonik (tekstur)...............................................

60

17.

Analisis Ragam hedonik (tingkat kesukaan)...............................

60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang secara kuantitatif
akan perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Oleh karena
itu, masalah penyediaan pangan memiliki posisi yang penting dalam program yang
dilaksanakan pemerintah. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
ketersediaan pangan adalah swasembada pangan. Penganekaragaman

pangan

diharapkan dapat melepaskan ketergantungan masyarakat terhadap bahan pokok


tertentu dan memanfaatkan sumberdaya lokal sebagai alternatif potensial pemenuhan
nutrisi pokok yang dibutuhkan untuk aktivitas setiap harinya.
Makanan camilan (snack) merupakan salah satu jenis pangan yang memiliki
cukup kandungan vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh disamping fungsinya
sebagai sumber energi. Selain itu, makanan camilan cenderung menjadi favorit
terutama bagi kalangan anak anak, sehingga dapat dijadikan sumber asupan gizi
dalam masa pertumbuhan. Tortilla corn chips merupakan salah satu contoh makanan
camilan (snack).
Protein dari telur memiliki susunan asam amino yang lengkap untuk
memenuhi kebutuhan asam amino yang tidak dapat disintesa oleh tubuh. Asam
amino yang terkandung dalam sebutir telur terdapat dalam jumlah banyak dan
seimbang, sehingga protein telur dapat digunakan untuk melengkapi kebutuhan
makanan lain. Protein dalam albumen (putih telur) merupakan salah satu komponen
yang terdapat dalam jumlah besar. Beberapa jenis protein yang dikenal antara lain
adalah ovalbumin, conalbumin, ovomucin, globulin (G1, G2, dan G3), ovomucid,
flavoprotein, ovoglikoprotein, ovomakroblobulin, ovoinhibitor, dan avidin.
Tortilla corn chips merupakan salah satu jenis panganan camilan yang terbuat
dari bahan baku jagung, panganan berasal dari kawasan Amerika tepatnya Meksiko.
Penambahan tepung putih telur dalam proses pembuatan tortilla corn chips pada
penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kadar protein. Karakteristik protein
yang dapat menghasilkan rasa gurih, dapat menjadi alternatif pengganti bahan
tambahan (MSG) yang biasa digunakan untuk memberi efek rasa gurih, didapat dari
putih telur yang kaya akan protein. Kombinasi dari keseluruhan bahan yang

terkandung dalam tortilla corn chips ini akan dapat menghasilkan produk yang syarat
gizi dan juga disenangi oleh berbagai kalangan.
Tujuan
1. Optimasi formulasi pembuatan tortilla corn chips dengan penambahan
tepung putih telur sebagai sumber protein.
2. Menganalisa karakteristik fisik dan organoleptik tortilla corn chips dengan
penambahan tepung putih telur sebagai sumber protein.

TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi Gizi Telur Ayam
Telur merupakan protein hewani yang memiliki kandungan asam amino yang
lengkap dan seimbang. Telur adalah sumber protein hewani yang dapat dijangkau
bagi seluruh lapisan masyarakat. Telur merupakan bahan utama yang sering
digunakan pada proses pembuatan kue, dan roti. Zat zat makanan yang terdapat
pada telur sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein, mineral, vitamin,
lemak, serta memiliki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986).
Telur secara fisik dibagi menjadi 3 komponen yaitu kerabang telur (egg shell)
12,3%, putih telur (egg white) 55,8%, dan kuning telur (egg yolk) 31,9% (Stadelman
dan Cotterril, 1977). Kerabang telur merupakan bagian paling keras dan kaku.
Kerabang memiliki fungsi utama sebagai pelindung isi telur terhadap kontaminasi
mikroorganisme (Sirait, 1986). Kerabang telur sebagian besar terdiri dari kalsium
karbonat. Kerabang telur memiliki banyak pori pori. Jumlah pori pori pada
kerabang bervariasi antara 100 200 buah per cm2 (Winarno dan Sutrisno, 2002).
Kuning telur berbentuk bulat dengan warna kuning atau oranye yang terletak
pada pusat dan bersifat elastis. Warna kuning

pada kuning telur disebabkan

kandungan pigmen karotenoid yang berasal dari pakan. Posisi kuning telur akan
bergeser bila telur mengalami penurunan kualitas (Buckle et al., 1987).
Putih telur terdiri dari empat lapisan yang tersusun dari lapisan encer luar
(23,2%), lapisan kental luar (57,3%), lapisan encer dalam (16,8%), dan lapisan kental
dalam atau khalazaferouz (2,7%) (Stadelman dan Cotterril, 1977). Menurut Zayas
(1997) komponen terbesar dalam putih telur mengandung protein dan air. Komponen
penyusun putih telur sebagian besar tersusun oleh air. Air akan mempengaruhi daya
simpan suatu bahan pangan. Air berpengaruh dalam pengolahan dan pengawetan
bahan pangan. Perbedaan tingkat kekentalan putih telur dipengaruhi oleh kandungan
air yang menyusunnya (Romanoff and Romanoff, 1963). Telur mengandung
komponen komponen lain selain air dan protein seperti lemak, karbohidrat,
kalsium, phospor, besi, vitamin A yang masing masing jumlahnya dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras (per 100 gram bahan)
Komposisi Kimia
Telur Ayam Segar
Telur Utuh
Kuning Telur
Putih Telur
Kalori (kal)
159,0
332,0
52,0
Air (g)

72,9

52,0

86,7

Protein (g)

13,2

14,8

10,9

Lemak (g)

11,1

29,5

0,4

Karbohidrat (g)

1,5

1,9

1,3

Kalsium (g)

56,0

133,0

10,0

Fosfor (mg)

200,0

482,0

14,0

Vitamin A (SI)

327,0

630,0

0,0

Sumber : ASEANFOOD (2000)

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa komponen kimia telur terbesar


adalah air diikuti protein, lemak, abu dan karbohidrat. Komposisi antara putih telur
dan kuning telur terlihat jauh berbeda, terutama pada kandungan lemaknya. Selain
lemak, kuning telur mengandung banyak vitamin - vitamin yang larut lemak dan
phospolipid, termasuk lesitin yaitu zat pengemulsi. Pada putih telur air membentuk
dispersi koloidal bersama protein telur, sedangkan pada kuning telur air membentuk
emulsi bersama lemak (Panda, 1996).
Matz (1984) menjelaskan bahwa fungsi telur dalam pengolahan bahan pangan
adalah untuk menimbulkan buih, sebagai emulsifier, dan koagulasi. Protein putih
telur memiliki komponen yang dapat memberikan kestabilan terhadap buih. Volume
dan kestabilan buih menurut beberapa peneliti terdahulu, dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya umur telur, pengocokan dan penambahan bahan bahan kimia
atau stabilisator, komposisi protein, pH, pemanasan, adanya garam dan komposisi
fase cair yang mungkin mengubah konfigurasi dan stabilitas molekul protein
(Stadelman dan Cotterill, 1977).
Putih Telur
Putih telur merupakan suatu sistem protein yang terdiri dari serat serat
ovomucin didalam sejumlah larutan protein globular. Komposisi protein pada setiap
lapisan putih telur berbeda pada kandungan ovomucinnya (Forsythe dan Foster,
1949). Di dalam putih telur, protein merupakan salah satu komponen yang terdapat

dalam jumlah besar. Beberapa jenis protein yang dikenal antara lain adalah
ovalbumin, conalbumin, globulin (G1, G2,

dan G3), ovomucoid, flavoprotein,

ovoglikoprotein, ovomakroglobulin, ovoinhibitor, dan avidin. Jenis jenis protein


putih telur, sifat dan karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut Powrie dan
Nakai (1985), karbohidrat terdapat dalam bentuk kompleks dengan protein maupun
dalam keadaan bebas, sekitar 98% karbohidrat bebas pada putih telur adalah glokusa,
sedangkan pada kuning telur terkandung karbohidrat sebanyak 1,0%. Romanoff dan
Romanoff (1963) juga menyatakan bahwa karbohidrat yang terdapat dalam putih
telur dapat dalam bentuk bebas maupun berikatan dengan protein membentuk
glikoprotein.
Sejumlah karbohidrat umumnya terdapat sebagai glukosa sebanyak 0,4% dari
total putih telur dan 0,5% dari putih telur terdapat dalam bentuk glikoprotein yang
mengandung unit unit galaktosa dan manosa. Kuning telur mengandung
karbohidrat bebas sebanyak 70% dan yang berkombinasi dengan protein sebanyak
0,3%. Jenis karbohidrat yang berikatan dengan protein pada kuning telur adalah
manosa glukosamin polisakarida (Powrie dan Nakai, 1985).
Tabel 2. Jenis, Sifat, dan Karakteristik Protein Putih Telur
Jenis

Jumlah

Titik

Berat Molekul

Karakteristik

Ovalbumin

(%)
54,0

Isoelektrik
4,6

45.000

Phospoglikoprotein

Conalbumin

13,0

6,6

80.000

Mengikat Fe

Ovomucoid

11,0

3,9-4,3

28.000

Menghambat tripsin

Lysozym (G1)

3,5

10,7

14.600

Mengurai bakteri

G2-globulin

4,0

5,5

30.000-45.000

G3-globulin

4,0

5,8

Ovomucin

1,5

Sialoprotein

Flavoprotein

0,8

4,1

35.000

Mengikat riboflavin

Ovoglikoprotein

0,5

3,9

24.000

Sialoprotein

Ovomakroglobulin

0,5

4,5-4,7

760.000

Menghambat protease

Avidin

0,05

9,5

53.000

Mengikat Biotin

Sumber : Powrie (1973)

Proses Pembuatan Tepung Putih Telur


Pengolahan telur banyak dilakukan diantaranya adalah dengan membuat
tepung putih telur. Pengeringan bertujuan mengurangi dan mencegah aktivitas
mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Pembuatan telur
menjadi tepung telur dapat mengurangi ruang penyimpanan, mempermudah
penanganan dan transportasi (Winarno dan Sutrisno, 2002). Menurut Romanoff dan
Romanoff (1963) dan Berquist (1964) keuntungan pengeringan telur adalah
mempermudah dan mengurangi ruang penyimpanan, menghemat biaya transportasi,
memperpanjang daya simpan, serta mempermudah dalam penggunaannya. Proses
yang dilakukan dalam pembuatan tepung putih telur adalah pemisahan putih telur,
pengaturan pH berkisar antara 6,0 7,0 (Stadelman dan Cotterril, 1995), pasteurisasi,
desugarisasi, pengeringan, penggilingan, dan kemudian menghasilkan tepung putih
telur.
Pasteurisasi
Pasteurisasi cairan telur utuh dan cairan kuning telur pertama kali dilakukan
oleh industri pada tahun 1930. Tahap yang dilakukan pada proses pasteurisasi telur
sama dengan pasteurisasi susu yaitu dengan menggunakan metode HTST. Suhu yang
digunakan dalam proses ini adalah 60C. Suhu tersebut merupakan kondisi yang
efektif dalam pengolahan putih telur untuk membunuh Salmonella yang terdapat
dalam telur. United States Departement of Agriculture (USDA) mengatakan bahwa
suhu pemananasan yang sesuai dan digunakan pada proses pasteurisasi telur adalah
60C selama 3,5 menit. Pentingnya kombinasi yang tepat antara suhu dan waktu
pasteurisasi adalah agar didapat hasil yang baik pada produk tersebut (Cunningham,
1995). Menurut Stadelman dan Cotterril (1995) perlakuan pemanasan pada putih
telur mentah (tanpa fermentasi dan tanpa penambahan bahan lain) dengan kisaran
suhu pasteurisasi dapat merusak sifat fungsional cairan putih telur.
Desugarisasi
Desugarisasi dilakukan sebelum proses pengeringan untuk menghilangkan
glukosa yang terkandung dalam putih telur. Glukosa yang terkandung dalam putih
telur akan menyebabkan terjadinya reaksi Maillard selama proses pengeringan,
sehingga akan menimbulkan penyimpangan penyimpangan seperti bau, cita rasa,
6

warna, ketidaklarutan dan pengurangan daya buih pada produk tepung putih telur
(Buckle, 1987). Desugarisasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme
yang sesuai pada substrat organik. Terjadinya proses desugarisasi dapat
menyebabkan perubahan sifat bahan pangan akibat pemecahan kandungan
kandungan bahan pangan tersebut
Pertumbuhan Saccharomyces sp. dalam putih telur memerlukan beberapa
nutrisi, diantaranya adalah karbon. Karbon dapat diperoleh dari karbohidrat seperti
glokusa, fruktosa, dan manosa.

Saccharomyces sp. merupakan khamir yang

memiliki bentuk oval. Pertumbuhan khamir dipengaruhi oleh beberapa faktor,


diantaranya adalah nutrisi, pH, suhu, ketersedian oksigen, dan ada tidaknya senyawa
penghambat. Khamir dapat tumbuh pada suhu 25 - 30C dengan nilai pH yang
optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 4,0 4,5 (Fardiaz, 1992).
Proses desugarisasi sangat membantu dalam mempertahankan daya buih
putih telur serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah dalam
penanganan (Hill dan Sebring, 1973). Tepung putih telur yang telah mengalami
proses desugarisasi setelah disimpan selama empat bulan pada suhu ruang masih
memiliki warna seperti awal akan tetapi tepung putih telur yang tidak mengalami
desugarisasi memiliki warna merah kecoklatan.
Pengeringan
Pengeringan telur pada prinsipnya adalah mengurangi kandungan air pada
bahan sampai batas agar mikroorganisme tidak tumbuh. Pengeringan telur memiliki
beberapa keuntungan, yaitu; (1) mengurangi dan mempermudah ruang penyimpanan,
(2) menghemat biaya transportasi, (3) memperpanjang daya simpan dan (4)
mempermudah penggunaannya (Romanoff dan Romanoff, 1963; Berquist, 1964).
Metode pengeringan yang dapat digunakan untuk membuat tepung telur ada 4
macam yaitu pengeringan semprot, foaming drying, pengeringan secara lapis (pan
drying), dan pengeringan beku (Matz dan Matz, 1978). Metode pengeringan semprot
tidak biasa digunakan untuk membuat tepung putih telur, karena dapat menyebabkan
penggumpalan dan penyumbatan pada nozzel alat pengering semprot (Berquist,
1964).
Menurut Aman et al., (1992), metode pengeringan secara lapis (pan drying)
dan secara pengeringan busa (foaming drying) biasa digunakan untuk pembuatan
7

tepung putih telur. Pengeringan foaming drying digunakan untuk bahan cair yang
dapat dibusakan. Tujuan pembusaan bahan tersebut adalah untuk memperluas
permukaan dan mempercepat proses pengeringan. Metode pengeringan freeze drying
merupakan proses pengeluaran air dari satu produk dengan cara sublimasi dari
bentuk beku (es) menjadi uap (gas).
Metode pan drying biasanya digunakan untuk membuat tepung putih telur.
Pengeringan dengan metode ini umummya dilakukan pada suhu sekitar 45,56
47,78oC. Romanoff dan Romanoff (1963), melaporkan bahwa metode pengeringan
pan drying pada suhu sekitar 40 45oC, tebal lapisan bahan sekitar 6 mm selama 22
jam akan diperoleh produk kering dengan kadar air sekitar 5 %.
Produk yang dihasilkan dari proses pengeringan putih telur adalah berupa
remah (flake) putih telur, dan tepung putih telur. Kedua bentuk ini dapat dihasilkan
dengan metode pan drying, sedangkan pada spray drying hanya berupa tepung putih
telur. Kadar air remah (flake) putih telur sekitar 12,16 % dengan pH 4,5 7,0, dan
kadar air tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode pan drying sekitar
6 - 14%. Tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode pan drying adalah
sekitar 4 8 % (Stadelman dan Cotterril, 1977).
Jagung
Jagung (Zea Mays) merupakan tanaman berumah satu Monoeciecious, letak
bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk
genus Zea dan famili Poaceae (Muhadjir, 1988).
Biji jagung terdiri dari empat bagian yaitu pericarp (15%), endosperm (82%),
lembaga (2%), dan tip cap (1%). Menurut Phang (2001), komposisi kimia jagung
tergantung varietas, cara penanaman, dan iklim serta tingkat kematangan. Komposisi
kimia jagung dapat dilihat pada Tabel 3.
Komponen dasar biji jagung secara kimiawi terdiri atas karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, dan mineral. Pati merupakan karbohidrat utama dalam jagung.
Granula pati jagung umumnya mengandung amilosa (27%) dan amilopektin (73%).
Total gula pada biji jagung adalah 1 3%. Fraksi fraksi protein jagung terdiri atas
albumin (3,2%), globulin (1,5%), prolamin atau zein (47,2%) dan glutein (35,1%)
(Munarso et al., 1988). Tepung jagung adalah produk hasil penggilingan jagung
secara kering setelah sekam, biji lembaga dan dedak dihilangkan. Menurut Ahza
8

(1996), untuk membuat berasan jagung (grits) biji jagung pada umumnya diolah
dengan proses giling kering sehingga terpisahkan bagian lembaganya (germ), kulit
ari, dan dedak dari bagian endosperm yang lebih halus akan menjadi bekatul jagung
(corn meal) dan tepung jagung (corn flour).
Tabel 3. Komposisi Kimia Jagung
Komposisi
Air

Jumlah per 100 gram


12 g

Kalori

362 g

Protein

Lemak

3,4 g

Karbohidrat

74,5 g

Serat

Abu

1,1 g

Ca

178 mg

Fe

1,8 mg

g
mg

Sumber : Phang, 2001

Pada pembuatan snack (makanan camilan) biasanya ditambahkan grits


jagung untuk meningkatkan kerenyahan karena grits jagung mempunyai kandungan
gizi yang cukup baik untuk membuat produk snack (Harper, 1981). Kandungan gizi
dari grits jagung menurut peneliti yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Grits Jagung
Kandungan Gizi

Nilai Kandungan
Harper (1981)

Rakhmawaty (1998)

--------------------- % ----------------------Air

13,0 14,5

13,72

Protein

6,5 8,0

8,59

Abu

0,2 0,3

0,55

Lemak

0,5 1,0

1,29

Serat

0,2 0,4

1,32

Karbohidrat

By difference

75,85
9

Tepung Tapioka
Tapioka adalah pati yang berasal dari ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot
Ultilisma POHL) yang telah dicuci dan dikeringkan. Tapioka banyak digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan berbagai jenis kerupuk, seperti kerupuk atom,
kerupuk udang, dan kerupuk ikan. Alasan penggunaan tapioka, selain harganya
murah dan mudah didapat juga mempunyai daya ikat yang tinggi dan membentuk
struktur kuat (Widowati, 1987).
Tepung tapioka hampir seluruhnya terdiri dari pati, sedangkan pati
merupakan senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau (bland flavor), sehingga
modifikasi citarasa pada tepung tapioka mudah dilakukan (Wurzburg, 1968).
Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh Mulyandari (1992), pati ubi kayu
mengandung 29,01% (db) amilosa dan 69,06% (db) amilopektin.
Kandungan molekul amilosa akan mempengaruhi sifat sifat pati yang
tergelatinisasi. Polimer molekul D-glukosa yang berantai lurus sangat mudah
berhubungan dengan polimer rantai lurus lainnya. Penggabungan seperti ini
menyebabkan penurunan kestabilan pati tergelatinisasi (Collison, 1968).
Amilosa merupakan polimer berantai lurus yang panjang dan berbentuk
heliks dalam larutan (Hodge dan Osman, 1976). Bagian matriks yang berada diantara
molekul molekul pati di dalam lingkaran - lingkaran heliks dapat menangkap
senyawa senyawa pembentuk citarasa, minyak atsiri, vitamin, dan karoten sehingga
tidak mudah hilang selama proses pengolahan (Scoch, 1969). Tapioka mempunyai
sifat yang sangat mirip dengan amilopektin karena tapioka sebagian besar terdiri dari
amilopektin. Sifat sifat amilopektin antara lain : 1). dalam bentuk pasta,
amilopektin menunjukkan penampakan yang sangat jernih sehingga dapat
meningkatkan penampakan produk akhir, 2). pada suhu normal pasta dari
amilopektin tidak mudah menggumpal dan kembali menjadi keras, 3). mempunyai
daya rekat yang tinggi (Tjokrodikosoemo, 1968).
Snack
Makanan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang
dikonsumsi selain atau antara waktu makan utama dalam sehari (Lusas dan Rooney,
2001). Makanan ini biasa disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat mengobati
kelaparan dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh. Jenis makanan ini
1

sering terdiri dari bahan makanan tambahan seperti pemanis, pengawet, dan bahan
tambahan (Purwanti, 2005).
Makanan ringan sudah merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan
dalam kehidupan sehari hari, terutama pada kalangan anak anak dan remaja.
Harper (1981) menyatakan bahwa makanan ringan dibedakan menjadi dua macam
berdasarkan bahan dasarnya. Kelompok makanan ringan pertama adalah makanan
ringan yang menggunakan bahan baku utama seperti produk ekstrusi dari jagung dan
kemudian ditambah garam dan bumbu penyedap. Kelompok makanan ringan yang
kedua yaitu makanan ringan yang memakai campuran dari beberapa sumber pati
seperti campuran jagung dan beras, bahkan dicampur pula dengan kacang
kacangan seperti kedelai, kacang hijau, dan lain lain. Kalsium dan fosfor dapat
ditambahkan dalam pembuatan snack untuk meningkatkan kandungan gizi, biasanya
yang sering ditambahkan adalah trikalsium fosfat (Matz, 1984).
Makanan ringan berminyak merupakan jenis makanan ringan yang
mengandung minyak nabati, baik berasal dari bahan baku maupun dari minyak yang
digunakan untuk menggoreng. Pembuatan atau pengolahan makanan ringan dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem penggorengan merendam (deep frying) dan
sistem penggorengan biasa (pan frying) (Purwanti, 2005). Minyak yang terkandung
dalam snack dapat menyebabkan oksidasi sehingga menurunkan citarasa (Lusas dan
Rooney, 2001).
Bentuk makanan ringan bervariasi tergantung dari cetakannya (Purwanti,
2005). Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 makanan
ringan yaitu produk siap santap yang terbuat dari bahan baku utama karbohidrat
berbumbu dengan atau penambahan bahan bahan lain. Bahan baku utama yang
digunakan bisa berasal dari terigu, beras, dan bahan pangan karbohidrat lainnya.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 menyatakan bahwa bahan lain
yang dapat ditambahkan adalah garam, gula, dan turunannya, bahan penyedap rasa
dan aroma yang diizinkan, rempah rempah dan produk olahannya, daging ternak,
unggas, produk perairan, dan produk olahannya, susu dan produk olahannya, sayur
dan produk olahannya, vitamin dan mineral, coklat dan turunannya, minyak dan
lemak serta turunannya. Syarat mutu makanan ringan menurut Badan Standarisasi
Nasional Indonesia 01-6630-2002 dapat dilihat pada Tabel 5.

No.
1

Tabel 5. Syarat Mutu Makanan Ringan


Kriteria
Satuan
Keadaaan

Persyaratan

1.1

Tekstur

Normal / dapat diterima

1.2

Aroma

Normal / dapat diterima

1.3

Rasa

Normal / dapat diterima

1.4

Warna

Normal / dapat diterima

Benda asing

Tidak boleh ada

Kadar air

Maks. 7,0

Kadar protein

Min. 5,0

*) Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002

Tortilla Chips
Jagung merupakan sumber serealia bagi penyediaan tortilla di Mexico dan
Amerika Tengah. Kira kira 10 % dari produksi jagung di Amerika Serikat
digunakan untuk bahan pangan, sedangkan di Meksiko, 72% dari total produksi
jagung diperuntukkan bagi bahan pangan, terutama tortilla. Khususnya, bagi
golongan sosial ekonomi yang rendah bergantung pada tortilla sebagai sumber kalori
dan protein yang utama (Rooney dan Serna-Salvidar, 1987).
Menurut Rooney dan Serna-Salvidar (1987), Serealia siap santap (Ready to
eat) dibuat dengan cara memasak serealia tersebut hingga terjadi gelatinisasi pati dan
terbentuk adonan atau memasak partikel partikel menjadi serpihan serpihan
(flakes), irisan irisan (shreds), dan butiran butiran. Rasa, aroma, dan tekstur yang
diinginkan dipertahankan dengan mengontrol proses pemanggangannya. Tekstur
menjadi crispy (renyah) selama dehidrasi. Selain itu, reaksi karamelisasi dan
Maillard berperan dalam pengembangan rasa dan warna yang diinginkan. Proses
proses konvensional masih digunakan untuk memproduksi sereal sereal tersebut
yang terus populer, seperti halnya corn flakes. Variasi dari produk olahan jagung
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Adonan
Ekstrusi/
Perataan

Perataan dan
Pemotongan

Perataan dan
Pemotongan

Perataan dan
Pemotongan

Penggorengan

Pemanggangan

Pemanggangan

Pemaganggan

Corn Chips

Penggorengan

Table Chips

Penggorengan

Tortilla Chips

Taco Shells

Gambar 1. Macam macam produk olahan jagung dengan berbagai variasi


pemasakan (Rooney dan Serna Salvidar, 1987)
Tortilla chips merupakan makanan camilan (snack) yang dibuat dari tortilla
jagung yang dipotong potong menjadi bentuk lembaran kemudian digoreng atau
dipanggang.

Tortilla

chips

merupakan

panganan

khas

Meksiko,

namun

diperkenalkan dan diproduksi secara massal untuk pertama kali di Amerika serikat
pada akhir tahun 1940. Tortilla chips umumnya terbuat dari bahan dasar jagung yang
ditambahkan minyak sayur, garam, dan air. Jagung yang biasa digunakan dalam
pembuatan tortilla chips adalah jagung kuning, namun dapat juga digunakan jagung
putih, jagung biru, maupun jagung merah. (www.Wikipedia.com, 2007).
Karakteristik Fisik
Derajat Gelatinisasi
Menurut Wooton et al. (1971) yang dimaksudkan derajat gelatinisasi adalah
rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati. Tingkat derajat gelatinisasi
produk menunjukkan tingkat pemasakan yang terjadi, artinya derajat gelatinisasi
yang tinggi menunjukkan bahwa produk lebih mudah dicerna oleh tubuh.
Pati tidak larut dalam air dingin (Collison, 1968), tetapi bagian amorfus
granula dapat menyerap air sampai 30 persen tanpa merusak struktur misel (Hodge
dan Osman, 1976). Jika suspensi air-pati dipanaskan maka akan terjadi
pembengkakan granula. Pembengkakan granula tersebut pada awalnya bersifat
reversibel, artinya granula yang telah mengalami pembengkakan dapat kembali
seperti kondisi semula. Namun jika pemanasan diteruskan, maka setelah mencapai

suhu tertentu sifat pembengkakan granula menjadi ireversibel. Proses itulah yang
disebut gelatinisasi (Winarno, 1997).
Suhu gelatinisasi merupakan suatu kisaran, karena granula granula dari
jenis pati yang sama mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi sehingga energi
yang diperlukan untuk pembengkakan granula yang berbeda. Damardjati (1986)
mengemukakan bahwa granula yang berukuran besar biasanya membengkak pada
suhu yang lebih rendah. Sehingga suhu pemanggangan pada saat pemasakan juga
menentukan tingkat derajat gelatinisasi yang terjadi pada produk.
Menurut Winarno (1997), mekanisme gelatinisasi pati terdiri dari tiga tahap.
Pertama, air berpenetrasi secara bolak balik ke dalam granula. Kemudian pada
suhu 60C - 85C granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan
sifat birefringence-nya. Pada tahap ketiga, jika temperatur terus naik maka molekul
molekul pati akan terdifusi dari granula.
Mekanisme gelatinisasi pati diawali dengan berpenetrasinya molekul air ke
dalam granula pati, selanjutnya granula pati akan mengembang akibat adanya proses
pemanasan. Pada suhu tertentu yang disebut suhu gelatinisasi, granula yang telah
mengembang menjadi bersifat ireversibel sehingga tidak dapat kembali menjadi
ukuran semula. Mekanisme gelatinisasi pati dapat dilihat pada Gambar 2.
Granula pati yang terdiri dari amilosa (rantai lurus)
dan amilopektin (rantai bercabang)
Granula

mengembang,

penambahan

air

akan

memecahkan kristalinitas dan merusak keteraturan


bentuk amilosa.
Penambahan panas dan air yang berlebihan
menyebabkan pengembangan lebih lanjut, amilosa
mulai terdifusi keluar granula
Granula sebagian besar terdiri

dari amilopektin

saja, dan terperangkap dalam struktur matriks


amilosa

Gambar 2. Mekanisme Gelatinisasi Pati


(Harper, 1981)
1

Derajat Pengembangan
Menurut Shukla (1995) derajat pengembangan dipengaruhi oleh jumlah pati
yang terdapat dalam bahan baku. Jumlah pati tersebut erat hubungannya dengan
jumlah pati tergelatinisasi. Besar kecilnya derajat pengembangan produk ditentukan
oleh banyak sedikitnya jumlah pati yang tergelatinisasi pada saat pemanggangan.
Menurut Harper (1981) dan Linko et al. (1981), derajat gelatinisasi yang semakin
tinggi diikuti derajat pengembangan yang semakin tinggi.
Derajat pengembangan dapat dipengaruhi sifat sifat pati yang terdapat
dalam adonan. Selain itu, derajat pengembangan dipengaruhi pula oleh komposisi
yang digunakan diantaranya adalah gula. Kemampuan gula mengikat air juga
berpengaruh terhadap semakin meningkatnya nilai derajat pengembangan.
Kekerasan
Kekerasan suatu bahan pangan mengindikasikan seberapa banyak kekuatan
atau tekanan yang dibutuhkan untuk menghancurkan produk tersebut. Kekerasan
berbanding terbalik dengan kerenyahan suatu produk semakin tinggi kekerasan
produk menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki kerenyahan yang rendah,
begitupun sebaliknya semakin rendah nilai kekerasan suatu produk menunjukkan
semakin tinggi kerenyahannya (Buckle et al.,1987). Faktor lain yang dapat
mempengaruhi kekerasan dari suatu produk antara lain adalah komponen penyusun
produk, tingkat kematangan produk, serta kadar air bahan.
Kekerasan pada produk dapat dipengaruhi oleh perbandingan amilosa dan
amilopektin pada bahan baku. Tjokrodikosoemo (1968) menjelaskan bahwa
amilopektin pada pati memiliki sifat daya rekat yang tinggi, sehingga semakin tinggi
kadar amilopektin pada bahan baku yang digunakan akan menyebabkan semakin
tinggi kekompakan/kekerasan dari suatu produk.
Indeks Penyerapan Air (IPA)
Indeks penyerapan air (IPA) atau disebut juga daya serap air menunjukkan
kemampuan bahan untuk dapat berinteraksi dengan air. Cherry (1981) menyebutkan
bahwa interaksi protein dengan air menentukan sifat hidrasi, pengembangan produk,
viskositas, dan gelasi.

Cherry (1981) menambahkan bahwa daya serap air selain bergantung pada
sifat protein bahan, juga dipengaruhi oleh keberadaan dan jumlah gugus polar dan
non polar dalam bahan. Protein menjadi penting sebagai komponen yang
menentukan tingkat penyerapan air karena hampir semua protein mengandung
sejumlah rantai polar sepanjang kerangka peptidanya dan membuatnya bersifat
hidrofilik. Protein memegang peranan penting pada kemampuan menyerap air, untuk
itu perlu diketahui jenis dan jumlah protein yang terkandung dalam suatu bahan
pangan yang memiliki sifat hidrofilik maupun hidrofobik.
Indeks Kelarutan Air
Indeks kelarutan air atau disebut juga daya larut menunjukkan kemampuan
suatu bahan untuk dapat larut dalam air yang dinyatakan dengan banyaknya jumlah
partikel (g) yang terlarut dalam sejumlah air tertentu (ml). Kelarutan protein sering
mempengaruhi sifat fungsional protein dan berkontribusi pada pembentukan gel dan
emulsifikasi (Damodaran, 1996). Hilangnya kelarutan protein sering dijadikan
indikator denaturasi protein dan ikatan silang akibat perlakuan yang buruk.
Lehninger (1991) menambahkan bahwa sifat kelarutan protein sangat dipengaruhi
beberapa hal antara lain suhu, sifat garam larutan, dan sifat asam-basa larutan.
Warna
Warna adalah refleksi cahaya pada permukaan bahan yang ditangkap oleh
indera penglihatan dan ditransmisikan oleh sistem syaraf. Menurut Fellows (1992),
perubahan warna dapat ditentukan oleh penambahan bahan kimia dan perombakan
enzim menjadi pigmen. Warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan,
karena umumnya penerimaan bahan yang pertama kali dilihat adalah warna. Warna
yang menarik akan meningkatkan penerimaan produk. Warna dapat mengalami
perubahan saat pemasakan. Hal ini dapat disebabkan oleh hilangnya sebagian pigmen
akibat pelepasan cairan sel pada saat pemasakan atau pengolahan, intensitas warna
semakin menurun. Penerimaan warna suatu bahan berbeda beda tergantung dari
faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno, 2002).

Pengujian Organoleptik
Penilaian organoleptik adalah penilaian mutu suatu produk dengan
menggunakan indera manusia melalui syaraf sensori. Penilaian dengan indera banyak
digunakan untuk menilai hasil pertanian dan makanan. Penilaian dengan cara ini
banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Analisis
organoleptik dapat membantu pendugaan parameter untuk formula baru, sedangkan
pengukuran

menggunakan

alat

(instrumen)

dibutuhkan

untuk

meyakinkan

konsistensi kualitas suatu produk (Kerry, et al., 2001).


Uji Skor
Uji skor digunakan dalam metode pengujian hedonik dan mutu hedonik pada
penelitian ini. Soekarto (1985) menjelaskan, pemberian skor ialah memberikan angka
nilai atau menepatkan nilai mutu sensori terhadap bahan yang diuji pada jenjang
mutu atau tingkat skala hedonik maupun mutu hedonik. Uji skor dapat dilakukan
pada penilaian sifat sensori yang spesifik seperti tekstur kekerasan pada nasi, warna
merah pada tomat, rasa langu pada hasil olahan kedelai atau sifat sensori umum
seperti sifat hedonik atau juga sifat sifat sensori kolektif seperti pada pengawasan
mutu komoditi (Soekarto, 1985). Seperti halnya pada skala mutu, pemberian skor
dapat juga dikaitkan dengan skala hedonik.
Soekarto (1985), juga menerangkan bahwa, banyaknya skala hedonik
tergantung dari tingkat perbedaan yang ada dan juga tingkat kelas yang dikehendaki.
Dalam pemberian skor, besarnya skor tergantung pada kepraktisan dan kemudahan
pengolahan atau interpretasi data. Banyaknya skala hedonik biasanya dibuat dalam
jumlah tidak terlalu besar, untuk skala hedonik biasanya dipilih jumlah ganjil.
Uji Mutu Hedonik
Soekarto (1985) menyatakan bahwa uji mutu hedonik berbeda dengan uji
kesukaaan (hedonik), uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka
melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruknya suatu objek yang diuji.
Kesan baik buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Kesan mutu hedonik lebih
spesifik daripada sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat
umum yaitu baik buruk, dan bersifat spesifik seperti empuk - keras untuk daging,

pulen keras untuk nasi, renyah lembek untuk mentimun, dan sebagainya.
Rentangan skala mutu hedonik berkisar dari ekstrim baik sampai ke ekstrim jelek.
Skala hedonik pada uji mutu hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik.
Jumlah tingkat skala juga bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang diinginkan
dan sensitifitas antar skala. Seperti halnya pada uji kesukaan, pada uji mutu hedonik,
data penilaian dapat ditransformasikan dalam skala numerik dan selanjutnya dapat
dianalisa statistik untuk interpretasinya. Pada uji mutu hedonik menggunakan metode
skoring dibutuhkan 15 25 orang panelis agak terlatih dengan jumlah contoh per
penyajian maksimal sebanyak 6 sampel (Soekarto, 1985).
Uji Kesukaan (Hedonik)
Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Soekarto (1985) menjelaskan bahwa
dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya ketidaksukaan. Di samping panelis mengemukakan tanggapan senang,
suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat
tingkat kesukaan yang dinyatakan oleh panelis disebut sebagai skala hedonik.
Dalam penganalisaan, skala hedonik ditransformasikan menjadi skala
numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan adanya skala
hedonik tersebut, uji hedonik secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk
mengetahui perbedaan, karena hal ini maka uji hedonik paling sering digunakan
untuk menilai komoditi sejenis atau produk pengembangan secara organoleptik. Jika
uji pembedaan banyak digunakan dalam program pengembangan hasil hasil baru
atau hasil bahan mentah, maka uji hedonik banyak digunakan untuk menilai hasil
akhir produksi.
Pada uji hedonik dibutuhkan setidaknya 15 25 orang panelis agak terlatih
dengan jumlah sampel per sajian sebanyak 1 12 sampel ringan, ataupun dapat
digunakan 80 orang panelis tidak terlatih dengan jumlah contoh per penyajian
maksimal sebanyak 6 sampel berat (Soekarto, 1985).

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Departeman
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, dan Laboratorium
Pengolahan Pangan, Departemen Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 3 bulan, yaitu
dari bulan Juli sampai dengan September 2007.
Materi
Bahan bahan yang digunakan dalam pembuatan tortilla corn chips antara
lain telur ayam ras (umur 1 hari) sebagai bahan pembuat tepung putih telur, grits
jagung didapatkan dari PT.Amylum Corn Mills, tepung tapioka, air, gula, dan garam.
Peralatan yang digunakan antara lain blender, roller, cetakan, pengaduk kayu,
loyang, timbangan analitik, autoclave, rheoner, chromameter, penangas air, kompor
listrik, micrometer, dan oven.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola searah dengan peubah perbedaan konsentrasi penambahan tepung putih
telur sebanyak 0%, 5%, 10%, dan 15% dari total adonan kontrol (0%) yang bersifat
komplementer (penambahan), masing masing 3 kali ulangan. Model matematika
menurut Steel and Torrie (1995) adalah sebagai berikut :
Yij = + Ai (x) + ij
keterangan :
Yijk
= nilai pengamatan

= nilai rataan umum


Ai (x) = pengaruh konsentrasi penambahan tepung putih telur pada taraf ke-i;
ij
= galat percobaan untuk taraf ke-i dan ulangan ke-j;
i (x) = perbedaan konsentrasi penambahan tepung putih telur (0%, 5%, 10%, dan
15%) dari total adonan kontrol (0 %)).
k
= ulangan dari masing masing perlakuan.
Data yang diperoleh dianalisis dengan software MINITAB 14 dan apabila
menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk
melihat perbedaan antar perlakuan.

Prosedur
Penelitian ini diawali pembuatan tepung putih telur dengan menggunakan
metode pengeringan oven dan pembuatan tortilla corn chips berbahan baku grits
jagung dengan penambahan tepung putih telur dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, dan
15% dari total adonan kontrol (0%), dilanjutkan dengan pengujian karakteristik fisik
dan karakteristik organoleptik. Kemudian dilakukan penentuan produk terbaik dari
keseluruhan formula produk yang dibuat.
Pembuatan Tepung Putih Telur
Pembuatan tepung putih telur diawali dengan persiapan telur yang terdiri atas
seleksi telur dan pembersihan telur. Seleksi telur dilakukan dengan melakukan
pemilihan telur dengan kualitas yang baik yaitu memiliki bentuk normal (bulat
lonjong), bersih (bebas dari kotoran yang menempel maupun noda), utuh, serta
memiliki bobot yang seragam (60 65 gram). Pencucian telur dilakukan terhadap
telur kotor dengan cara dicuci menggunakan air hangat (35o 40oC) kemudian
ditiriskan. Selanjutnya telur dipecah dan dipisahkan bagian putih dan kuningnya,
kemudian putih telur dihomogenkan dengan pengaduk hingga tercampur rata.
Selanjutnya dilakukan pasteurisasi dengan sistem batch menggunakan penangas air
pada suhu 50C selama 3 menit.
Proses desugarisasi dilakukan dengan penambahan ragi roti (Saccharomyces
cereviceae) sebanyak 0,3% ke dalam cairan putih telur, lalu diaduk secara manual
menggunakan pengaduk kayu sampai penyebaran khamir merata, setelah itu putih
telur diinkubasi pada suhu ruang ( 30oC) selama 150 menit. Proses selanjutnya
setelah fermentasi yaitu telur dimasukkan ke dalam loyang dengan ketebalan kira
kira 6 mm, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC selama 42 jam hingga
menghasilkan flake (bentuk remah). Flake putih telur yang diperoleh dari hasil
pengeringan kemudian digiling menggunakan blender kering. Diagram alir proses
pembuatan tepung putih telur dengan penambahan tepung putih telur dapat dilihat
pada Gambar 3.

20

Telur Ayam

Persiapan Telur

Pemecahan dan pemisahan


putih dari kuning telur
Kerabang Telur dan
Kuning Telur
Pasteurisasi pada suhu 50C
selama 3 menit

Penurunan suhu hingga


30 oC

Penambahan 0,3%
khamir
Saccaromyces
cereviceae

Pengadukan putih telur dan khamir

Desugarisasi pada suhu ruang


30oC selama 150 menit

Pengeringan dengan oven suhu 50


o
C selama 42 jam

Flake Putih Telur

Penggilingan
Flake dengan
blender kering

Tepung Putih Telur

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Putih Telur (Puspitasari, 2006)


21

Formula dan Proses Pembuatan Tortilla Corn Chips


Penelitian tahap selanjutnya merupakan pembuatan tortilla corn chips dengan
menggunakan formula bahan dasar grits jagung dengan penambahan tepung putih
telur. Formula Tortilla Corn Chips yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Formula Pembuatan Tortilla Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih
Telur.
Bahan yang

Formula 1

digunakan

(g)

Formula 2

(g)

Formula 3

(g)

Formula 4

(g)

Grits Jagung

80

52,6

80

50,12

80

47,86

80

45,77

Tepung putih telur

7,6

4,76

15,2

9,09

22,8

13,04

Garam

1,3

1,25

1,2

1,14

Gula

20

13,2

20

12,54

20

11,95

20

11,44

Tepung Tapioka
Jumlah

50
152

32,9
100

50
159,6

31,33
100

50
167,2

29,9
100

50
174,8

28,7
100

Keterangan :
Perhitungan Penambahan Tepung Putih Telur ke Dalam Adonan :
-

Formula 1 (0 % Tepung Putih Telur) :


0 % x 152 gram (Total Adonan Kontrol) = 0 gram

Formula 2 (5 % Tepung Putih Telur) :


5 % x 152 gram (Total Adonan Kontrol) = 7,6 gram

Formula 3 (10 % Tepung Putih Telur) :


10 % x 152 gram (Total Adonan Kontrol) = 15,2 gram

Formula 4 (15 % Tepung Putih Telur) :


15 % x 152 gram (Total Adonan Kontrol) = 22,8 gram
Bahan pembantu dalam pembuatan tortilla corn chips yaitu gula halus,

garam, air, dan tepung tapioka. Alir proses pembuatan tortilla corn chips didasarkan
pada penelitian terdahulu oleh Khasanah (2003) namun sudah dilakukan beberapa
perubahan. Diagram alir proses pembuatan tortilla corn chips dengan penambahan
tepung putih telur dapat dilihat pada Gambar 4.

22

Tepung Putih Telur + Grits Jagung


Tepung Tapioka + Gula Halus + Garam

Dihomogenisasi

Dipipihkan dengan
roller (flaking)

Dicetak lembaran

Dipanggang dalam oven pada


suhu 150C selama 20 menit

Tortilla Corn Chips

Gambar 4.

Diagram Alir Proses Pembuatan Tortilla Corn Chips (Modifikasi


Khasanah (2003)).

Pembuatan Adonan. Adonan dibuat dengan cara mencampurkan tepung putih telur
serta grits jagung sesuai formula dengan tepung tapioka, gula halus, dan garam
sampai homogen, penambahan air dilakukan sampai adonan menjadi kalis. Tepung
tapioka, gula, dan garam yang ditambahkan pada adonan masing masing sebanyak
50 gram, 20 gram dan 2 gram. Jumlah banyaknya bahan pembantu yang
dicampurkan dalam adonan berbeda dibandingkan pada penelitian Khasanah (2003).
Penggunaan tepung putih telur yang bersifat penambahan (melengkapi), sebanyak
0%, 5%, 10%, dan 15% dari total berat adonan kontrol (0%). Proses selanjutnya,
yaitu pengadukan secara manual menggunakan tangan untuk menghomogenkan
adonan yang terdiri dari tepung putih telur, grits jagung, tepung tapioka, gula, garam
dan air.

23

Pemipihan Adonan. Adonan yang telah menjadi homogen kemudian dipipihkan


menggunakan roller kayu untuk mendapatkan lembaran yang pipih. Adonan
dipipihkan hingga memiliki ketebalan sebesar 0,5 1,0 mm.
Pencetakan Lembaran (Khasanah, 2003).

Lembaran adonan hasil proses

pemipihan kemudian dicetak. Dalam penelitian ini, pencetakan dilakukan secara


manual menggunakan sudip plastik, sehingga didapatkan bentuk persegi panjang.
Lembaran tortilla corn chips memiliki ukuran panjang 35 mm dan lebar 25 mm,
serta ketebalan 1 mm.
Pemanggangan (Khasanah, 2003). Lembaran tortilla corn chips yang masih basah
disusun pada loyang dan dilakukan pemanggangan dalam oven pada suhu 150C
hingga berwarna kecoklatan. Proses pemanggangan tortilla corn chips pada
penelitian ini dilakukan selama 20 menit, lebih lama 10 menit dibandingkan
penelitian Khasanah (2003). Hal ini dikarenakan ketebalan tortilla corn chips
berbeda dengan corn flakes sehingga penetrasi panas ke dalam tortilla corn chips
membutuhkan waktu yang berbeda pula. Proses pemanggangan akan mempengaruhi
flavour, kerenyahan, dan penampakan pada produk akhir.
Penentuan Produk Tortilla Corn Chips Terbaik
Pada tahap ini dilakukan penentuan produk tortilla corn chips dengan
penambahan tepung putih telur yang terbaik dengan cara melakukan pemberian nilai
(scoring) terhadap peubah yang dianalisa yaitu karakteristik fisik dan organoleptik
terhadap keseluruhan formula tortilla corn chips yang dibuat, yang kemudian
dibandingkan dengan acuan produk yang sudah ada di pasaran.
Nilai yang diberikan pada sifat fisik dan organoleptik (seperti : derajat
pengembangan, derajat gelatinisasi, dan warna) berdasarkan urutan hasil terbaik yang
diperoleh. Untuk beberapa peubah yang belum memiliki acuan diberikan nilai
tertinggi 4 dan nilai terendah 1. Jika diperoleh hasil yang berada dalam kisaran
standard, maka diberikan nilai yang sama yaitu 4. Apabila hasil yang diperoleh tidak
berada dalam kisaran standard, maka pemberian nilai berdasarkan peringkat hasil
terbaik (nilainya 1 - 4). Jika tidak ada yang berada dalam kisaran standard, penilaian
berdasarkan peringkat hasil terbaik (yang diharapkan).

24

Tabel 7. Tabel Penentuan Produk Terbaik


Kriteria Produk
Karakter Fisik
1. Derajat Gelatinisasi
2. Indeks Penyerapan Air
3. Indeks Kelarutan Air
4. Kekerasan
5. Warna
Karakter Organoleptik
1. Kerenyahan
2. Warna
3. Rasa Gurih
4. Tekstur
5. Hedonik

Standar Produk

Penentuan Nilai

Belum Ada
Belum Ada
Belum Ada
Normal/dapat diterima*
Normal/dapat diterima*

1. Berada
dalam
kisaran
standard
diberi nilai 4.
2. Untuk
beberapa
peubah yang belum
memiliki
acuan
diberi nilai tertinggi
4 dan nilai terendah
1.

Normal/dapat diterima*
Normal/dapat diterima*
Belum Ada
Normal/dapat diterima*
Normal/dapat diterima*

*) Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002

Peubah yang Diamati


Peubah yang diamati pada tepung putih telur meliputi karakteristik kimia yang terdiri
dari kadar air, abu, serat kasar, protein, lemak, dan karbohidrat. Peubah yang diamati
terhadap tortilla corn chips pada tiap pengamatan meliputi karakteristik sifat fisik
terdiri dari derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, kekerasan, indeks kelarutan
air (IKA), indeks penyerapan air (IPA), dan warna; serta karakteristik organoleptik
yang diuji menggunakan uji hedonik dan uji mutu hedonik.
Analisa Karakteristik Kimia Tepung Putih Telur
Kadar Air sesuai SNI 01-2891-1992 (Badan Standardisasi Nasional, 1992).
Pengukuran kadar air ini dilakukan dengan menggunakan metode oven. Sampel
sebanyak 1 - 2 g dimasukkan ke dalam sebuah cawan yang sudah diketahui
bobotnya. Setelah itu dikeringkan pada oven dengan suhu 105oC selama 3 jam, lalu
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Pekerjaan ini dilakukan hingga
diperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar air dilakukan dengan cara perhitungan
sebagai berikut :
w

Kadar Air

1
_____

x 100%

25

Keterangan :
w

= Berat sampel sebelum dikeringkan (g)

w1

= Kehilangan bobot setelah dikeringkan (g)

Kadar Abu sesuai SNI 01-2891-1992 (Badan Standarisasi Nasional, 1992).


Sampel dalam cawan porselen ditimbang sebanyak 2 3 gram, lalu diarangkan di
atas nyala pembakar. Kemudian diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum
550OC sampai pengabuan sempurna, hingga didapatkan abu berwarna abu-abu atau
sampai beratnya tetap. Setelah itu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai
bobotnya tetap. Kadar abu dihitung dengan rumus :
Kadar abu =

Berat Abu (g)


Berat Sampel (g)

x 100%

Kadar Serat Kasar sesuai SNI 01-2891-1992 (Badan Standardisasi Nasional,


1992). Sampel sebanyak 2 - 4 gram, dibebaskan dari lemak dengan cara ekstraksi
sokhlet atau dengan cara mengaduk contoh dalam pelarut organik sebanyak 3 kali,
lalu dikeringkan. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml,
ditambahkan 50 ml H2SO4 1,25%, dipasang pendingin tegak lalu dididihkan selama
30 menit. Campuran tersebut ditambahkan 50 ml larutan NaOH 3,25% lalu dimasak
lagi selama 30 menit. Dalam keadaan panas disaring dengan corong Buchner yang
berisi kertas saring yang telah diketahui bobotnya (kertas saring terlebih dahulu
dikeringkan pada suhu 105OC sampai bobot tetap). Endapan yang terdapat pada
kertas saring dicuci berturut turut menggunakan H2SO4 1,25% panas, air panas, dan
etanol 96%. Setelah itu cawan, isi dan kertas saring dipanaskan dalam oven sampai
bobot tetap lalu ditimbang. Kadar serat kasar dihitung dengan rumus :
w1
Kadar serat kasar =

x 100%
w

Keterangan : w = bobot sampel


w1 = bobot endapan dalam kertas saring

26

Kadar Protein sesuai SNI 01-2891-1992 (Badan Standarisasi Nasional, 1992).


Sampel seberat 0,51 g dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 100 ml, kemudian
ditambahkan 2 gram campuran selen (2,5 g SeO2, 100 g K2SO4, dan 20 g
CuSO4.5H2O) dan 25 ml H2SO4 pekat. Campuran dipanaskan diatas pemanas listrik
sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau hijauan (sekitar 2 jam).
Setelah dingin, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan
sampai tepat tanda garis. Pipet 5 ml larutan dan dimasukan ke dalam alat penyuling,
ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Campuran ini
disulingkan selama kurang lebih 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml
larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator (10 ml bromocresol green 0,1%
dan 2 ml larutan metil merah 0,1%). Kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 N. Hal
yang sama dilakukan untuk blanko. Persentase nitrogen dan kadar protein kasar
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar Protein (%) =

(V1 - V 2) x N HCl x 0,014 x fk x fp


w

x100%

Keterangan : w = bobot sampel


V1 = volume HCl 0,01 N yang digunakan penitaran contoh
V2 = Volume Hcl yang digunakan penitaran blanko
N = Normalitas HCl
fk = Faktor Konversi
fp = Faktor Pengenceran
Kadar Lemak sesuai SNI 01-2891-1992 (Badan Standarisasi Nasional, 1992).
Sampel sebanyak 1 - 2 g dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi
dengan kapas, lalu selongsong kertas yang berisi sampel disumbat dengan kapas.
Kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80C selama kurang
lebih 1 jam, lalu dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan
labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya.
Sampel diekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6
jam. Setelah itu heksana disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven
pengering pada suhu 105C. Proses pengeringan ini diulangi hingga tercapai bobot
tetap. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan cara perhitungan sebagai berikut :

27

Kadar Lemak (%) =

1
___________

x 100%

w
Keterangan :
w = Bobot sampel (g)
w1 = Bobot lemak (g)
Kadar Karbohidrat (Winarno, 1997).
Kadar karbohidrat dihitung dengan by difference :
Persentase Kadar Karbohidrat = 100% - (% air + % lemak + % protein + % abu)
Analisa Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips
Derajat Gelatinisasi (Wooton, et al., 1971). Derajat gelatinisasi didefinisikan
sebagai rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati produk yang dihitung
dengan metode spektrofotometer dengan mengukur kompleks pati-iodin yang
terbentuk dari suspensi contoh sebelum dan sesudah dilarutkan dalam alkali.
Produk yang dihaluskan sampai ukuran 60 mesh, ditimbang sebanyak 1 g
dan didispersikan dalam 100 ml air dalam waring blender selama 1 menit. Suspensi
kemudian disentrifuse pada suhu ruang dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit.
Supernatan diambil duplo, lalu masing masing ditambah 0,5 ml HCl 0,5M dan
dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu tabung duplo tersebut ditambahkan
0,1 ml larutan iodium, lalu contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 600 nm, begitu juga dengan tabung yang tanpa iodium.
Suspensi disiapkan dangan cara mendispersikan produk yang sudah
dihaluskan sebanyak 1 gram dalam 95 ml air dan ditambah 5 ml NaOH 10M.
Suspensi dikocok selama 5 menit kemudian disentrifuse selama 15 menit pada suhu
ruang dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0,5 ml secara duplo,
ditambah 0,5 ml HCl 0,5M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu
tersebut ditambahkan 0,1 ml iodium dan diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 600 nm, begitu juga dengan tabung yang tanpa iodum.
Secara ringkas, pengamatan dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1. Larutan yang ditambahkan HCl digunakan sebagai standar untuk pati yang
tergelatinisasi.

28

2. Larutan bahan yang ditambahkan HCl dan larutan iodium, sebagai larutan pati
yang tergelatinisasi.
3. Larutan bahan yang ditambahkan NaOH dan HCl sebagai larutan standar untuk
total pati.
4. Larutan bahan yang ditambahkan NaOH, HCl, dan larutan iodium sebagai larutan
total pati.
Derajat gelatinisasi dihitung dengan rumus :
Derajat Gelatinisasi =

A1
x 100%
A2

Keterangan :
A1 = absorbansi standar pati yang tergelatinisasi absorbansi larutan pati
yang tergelatinisasi.
A2 = absorbansi larutan standar total pati absorbansi larutan total pati
Derajat Pengembangan (Linko et al., 1981). Pengukuran dilakukan di
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pengukuran volume produk dilakukan sebanyak 6 kali ulangan dengan
menggunakan alat jangka sorong digital, dengan mengukur panjang, lebar, dan
ketebalan dari tortilla corn chips sebelum dan setelah dipanggang, kemudian
dihitung volumenya dengan mengalikan nilai panjang, lebar, dan ketebalan yang
didapat. Derajat pengembangan ditentukan dengan rumus :
Derajat Pengembangan (%) =

Volume Produk Akhir (mm 3 )


x 100 %
Volume Produk Awal (mm 3 )

Kekerasan. Kekerasan produk ditentukan secara objektif menggunakan rheoner.


Sampel ditekan dengan plunger berbentuk silinder yang berdiameter 4 mm.
pengukuran dilakukan dengan chart speed 60 mm/menit. Beban (load) yang
digunakan adalah 2 valve sehingga skala penuh pada chart adalah 200 gf. Table
speed yang digunakan 0,5 mm/detik dengan preset nomor 1 (pergerakan 10 mm).
Tingkat kekerasan produk dinyatakan dalam gram gaya (gf), yang berarti besarnya
gaya tekan yang diperlukan untuk deformasi produk sampai pecah.

29

Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Indeks Kelarutan Air (IKA) Metode
Sentrifugasi (Anderson et al., 1984 disitir oleh Muchtadi et al., 1988). Sampel
sebanyak satu gram dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge yang telah diketahui
beratnya. Sebanyak 10 ml aquades kemudian ditambahkan ke dalam tabung dan
diaduk dengan vibrator sampai semua bahan terdispersi secara merata. Tabung
selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu ruang selama 15
menit. Supernatan yang diperoleh dituang secara hati-hati ke dalam wadah lain,
sedangkan tabung sentrifuge beserta residunya dipanaskan dalam oven. Tabung
diletakkan dengan posisi miring (25o) dan oven diatur pada suhu 50oC selama 25
menit. Tabung berisi residu ditimbang untuk menentukan berat air terserap.
Supernatan yang diperoleh diambil sebagai contoh sebanyak 2 ml dan
dimasukkan ke dalam cawan timbang yang telah diketahui beratnya. Cawan lalu
dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 110oC sampai semua air
menguap. Cawan didinginkan dan ditimbang untuk mengetahui berat bahan kering
yang terdapat dalam supernatan. Indeks penyerapan air dan indeks kelarutan dalam
air ditentukan dengan persamaan berikut :
IPA (ml/g) =

IKA (g/ml) =

Warna (Hutching, 1999).

berat air yang terserap


berat awal - berat bahan terlarut

berat bahan yang terlarut dalam 2 ml larutan


2 ml larutan

Metode Hunter, parameter warna yang diukur pada

produk tortilla corn chips ini, menggunakan Hunter Lab System yang diukur dengan
menggunakan alat Minolta Chromameter CR-310. Metode Hunter ini diindikasikan
dengan beberapa komponen warna yang diukur, yaitu L, a, dan b, kemudian
parameter warna lain yang diukur dengan Minolta Chromameter CR-310 adalah C
dan ho (hue). Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) yang mempunyai
nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang
menghasilkan warna kromatik putih, abu-abu, dan hitam. Nilai a menyatakan warna
kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai 100 untuk
warna merah dan a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b
menyatakan warna kromatik campuran kuning-biru dengan nilai +b (positif) dari 0

30

sampai 70 untuk warna kuning dan nilai b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna
biru. Notasi C menyatakan parameter ketajaman warna yang dihasilkan produk,
dengan nilai antara 0 (tidak tajam) sampai 100 (sangat tajam), sedangkan nilai oHue
menyatakan spesifikasi perpaduan warna yang dihasilkan. Hasil pengukuran
kemudian dikonversi dengan menggunakan Munsell Conversion Program V.

Gambar 5. Diagram Kromameter Munsell


Analisa Karakteristik Organoleptik (Soekarto, 1985).
Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji mutu hedonik terhadap
kerenyahan, warna, rasa, tekstur, rasa gurih, dan uji hedonik (tingkat kesukaan)
terhadap produk tortilla corn chips secara keseluruhan. Pengujian mutu hedonik dan
hedonik dilakukan dengan menggunakan panelis agak terlatih sebanyak 50 orang.
Pengujian mutu hedonik yang dilakukan menggunakan uji skoring yaitu
penilaian menggunakan angka sebagai parameter penentuan suatu kesan dari suatu
rangsangan yang ditimbulkan oleh produk. Penggunaan skoring dapat memberikan
informasi besaran kesan yang diperoleh dari suatu komoditi sehingga dapat diketahui
mutu dari komoditi tersebut (Rahayu, 1998). Panelis menuliskan kesan pada formulir
yang disediakan, pada setiap formulir terdapat 7 pilihan/tingkatan, setiap angka yang
dipilih oleh panelis menunjukkan tingkat mutu yang berbeda tergantung dari kesan
yang didapatkan oleh panelis. Pada pengujian mutu hedonik dan hedonik, pilihan
kesan yang ada terdiri dari :

31

Warna diamati secara visual dengan membandingkan tingkat kecerahan


warna kuning dari produk tortilla corn chips, kriteria warna berkisar antara sangat
gelap hingga sangat cerah.
-

Warna : 1 = Sangat Gelap; 2 = Gelap; 3 = Agak Gelap; 4 = Netral (Tidak


Cerah & Tidak Gelap); 5 = Agak Cerah; 6 = Cerah; 7 = Sangat Cerah.
Kerenyahan produk pada uji organoleptik dinilai dengan cara mengunyah

produk, kriteria ini berkisar antara sangat keras hingga sangat renyah.
-

Kerenyahan : 1 = Sangat Keras; 2 = Keras; 3 = Agak Keras; 4 = Netral (tidak


renyah & tidak keras); 5 = Agak Renyah; 6 = Renyah; 7 = Sangat Renyah.

Rasa Gurih : 1 = Sangat Tidak Gurih; 2 = Tidak Gurih; 3 = Agak Tidak


Gurih; 4 = Netral (Tidak Gurih & Tidak Hambar); 5 = Agak Gurih; 6 =
Gurih; 7 = Sangat Gurih.
Tekstur tortilla corn chips diamati dengan cara merasakan tekstur pada saat

produk ini dikunyah dalam mulut, kriteria tekstur berkisar antara sangat kasar hingga
sangat halus.
-

Tekstur : 1 = Sangat Kasar; 2 = Kasar; 3 = Agak Kasar; 4 = Netral (tidak


halus & tidak kasar); 5 = Agak Halus; 6 = Halus; 7 = Sangat Halus.
Tingkat kesukaan (hedonik) ditentukan setelah produk diamati oleh panelis

kemudian menuangkan kesan terhadap produk secara keseluruhan, kesan hedonik


memiliki kisaran antara sangat tidak suka hingga sangat suka.
-

Hedonik : 1 = Sangat Tidak Suka; 2 = Tidak Suka; 3 = Agak Tidak Suka; 4 =


Netral; 5 = Agak Suka; 6 = Suka; 7 = Sangat Suka.

32

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tepung Putih Telur
Pada awal penelitian ini, dilakukan pembuatan tepung putih telur yang
dijadikan objek utama pada penelitian ini. Tepung putih telur pada penelitian ini
dibuat dengan metode pan drying (pengeringan lapis), pengeringan dilakukan
menggunakan loyang yang dipanaskan dalam oven. Hasil analisa terhadap tepung
putih telur yang dibuat dan digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Pengujian Tepung Putih Telur dan Standard Tepung Putih Telur
Peubah
1. Kadar air (%)

Hasil Analisa*
5,97

Standard Tepung Putih Telur**


Maks. 8

2. Kadar abu (%)

3,01

Maks. 5

3. Kadar protein (%)

72,06

Min. 75

0,21

Maks. 1

4. Kadar serat kasar (%)


5. Kadar lemak (%)

6. Kadar karbohidrat (%)


18,69
Sumber : *) Hasil analisa Laboratorium Pengolahan Pangan, FATETA, IPB.
**) SNI 01-4323-1996
Nilai nilai diatas menunjukkan tepung putih telur yang dibuat pada
penelitian ini memenuhi standard yang ada, walaupun terjadi perbedaan pada nilai
kadar protein. Kadar protein yang lebih rendah dibandingkan standard yang ada
dapat disebabkan oleh metode pembuatan tepung putih telur yang dilakukan. Pada
metode pan drying yang digunakan pada penelitian ini dilakukan pengeringan
dengan oven dalam jangka waktu yang cukup lama yaitu 42 jam. Hal ini dapat
menyebabkan denaturasi protein yang terdapat pada putih telur dikarenakan
pemanasan yang terus - menerus. Winarno (1997) menyatakan bahwa denaturasi
protein dapat disebabkan oleh berbagai macam cara diantaranya oleh panas, pH,
bahan kimia, mekanik, dan sebagainya. Rendahnya kadar protein tepung putih telur
dibandingkan standard juga dapat dikarenakan meningkatnya kadar karbohidrat
tepung putih telur, hal ini dimungkinkan terjadi karena pada saat proses fermentasi
tidak digunakan khamir murni sehingga proses penyerapan dan fermentasi glukosa
pada putih telur yang seharusnya dilakukan oleh Saccharomyces cerevisiae murni,
tidak berlangsung secara maksimal.

Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips


Karakteristik fisik bahan pangan menunjukkan informasi tentang sifat fisik
bahan pangan tersebut, yang umumnya terdiri dari bentuk, ukuran volume, luas
permukaan, densitas, porositas, warna dan penampakan (Wirakartakusumah, 1992).
Karakteristik fisik yang diujikan pada penelitian ini yaitu derajat gelatinisasi, derajat
pengembangan, kekerasan, indeks penyerapan air, indeks kelarutan air, dan warna.
Hasil pengujian karakteristik fisik tortilla corn chips secara keseluruhan dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Derajat Gelatinisasi
Derajat gelatinisasi adalah rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total
pati (Wooton et al., 1971). Pengukuran derajat gelatinisasi pada tortilla corn chips
sangat penting dilakukan karena gelatinisasi merupakan proses utama yang terjadi
pada pati yang melalui proses pemasakan. Derajat gelatinisasi tortilla corn chips
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Rataan dan Standard Deviasi Derajat Gelatinisasi Tortilla Corn
Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Konsentrasi Tepung Putih Telur (%)
Derajat Gelatinisasi (%)
0
3,96 0,47 a
5

5,59 6,62 b

10

10,07 4,56 c

15
Rataan Umum

11,65 3,15 c
-

Keterangan : Superscript menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P < 0,05)

Derajat gelatinisasi produk tortilla corn chips dengan penambahan


konsentrasi tepung putih telur yang berbeda berkisar antara 3,96% sampai 11,65%
dengan nilai rataan masing masing untuk formula 1 yaitu 3,96% 0,47; formula 2
yaitu 5,59% 6,62; formula 3 yaitu 10,07% 4,56; dan formula 4 yaitu 11,65%
3,15 (Tabel 9). Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 3) diketahui derajat
gelatinisasi dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh perbedaan formula. Selanjutnya
dengan uji duncan terhadap data pada selang kepercayaan 95% dapat diketahui
bahwa nilai derajat gelatinisasi tortilla corn chips yang dibuat dengan menggunakan

34

formula 1 berbeda nyata dengan formula 2, 3 dan 4. Derajat gelatinisasi formula 2


berbeda nyata dengan formula lainnya, dan formula 3 dan 4 tidak berbeda nyata.
Pati yang bersumber dari jagung dan tepung tapioka menyerap air yang
ditambahkan pada saat pencampuran adonan. Jika suspensi airpati dipanaskan maka
akan terjadi pembengkakan granula. Pembengkakan granula itu mulanya bersifat
reversibel, artinya granula pati yang telah mengalami pembengkakan dapat kembali
seperti kondisi semula. Jika pemanasan diteruskan, maka setelah mencapai suhu
tertentu sifat pembengkakan menjadi ireversibel, proses itulah yang disebut
gelatinisasi (Winarno, 1984).
Derajat gelatinisasi meningkat dengan adanya peningkatan penambahan
tepung putih telur pada pembuatan tortilla corn chips. Hal ini dapat terjadi
disebabkan oleh semakin banyaknya molekul air yang terlepas dari proses
pembentukan ikatan dipeptida pada protein. Hal ini mengakibatkan semakin
banyaknya air yang terserap ke dalam granula pati, kemudian tergelatinisasi.
Ketersediaan air sangat penting dalam kelangsungan proses gelatinisasi. Winarno
(1984) menyatakan bahwa protein terdiri atas asam amino asam amino yang saling
berikatan, gugus karboksil suatu asam amino yang berikatan dengan gugus amino
dari molekul asam amino lain menghasilkan suatu dipeptida dengan melepaskan
molekul air.
Peningkatan konsentrasi protein menyebabkan bertambahnya jumlah
pemecahan pati oleh protein yang berasal dari tepung putih telur sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan total pati pada adonan, hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan nilai derajat gelatinisasi produk. Secara tidak langsung
terlihat bahwa dengan meningkatnya penggunaan tepung putih telur akan
meningkatkan jumlah pati yang tergelatinisasi. Semakin banyak jumlah pati yang
tergelatinisasi akan meningkatkan nilai derajat gelatinisasi.
Menurut Muchtadi et al., (1988), gelatinisasi dipengaruhi oleh bahan mentah
yaitu ukuran granula, rasio antara amilosa dan amilopektin dan komponen
komponen yang terdapat di dalam bahan pangan seperti kadar air, gula, protein,
lemak, dan serat kasar. Menurut Ahza (1996), faktor luar yang mempengaruhi yaitu :
(1) energi, (2) jumlah air yang ditambahkan pada saat proses (rasio pati dan pati),
dan (3) waktu untuk berlangsung reaksi.

35

Derajat Pengembangan
Derajat pengembangan tortilla corn chips memiliki nilai rataan umum
138,12% 8,24 dengan nilai rataan masing masing formula terdapat pada Tabel
10. Berdasarkan analisis ragam, perlakuan formula perbedaan konsentrasi tepung
putih telur tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap derajat pengembangan produk
(Lampiran 4).
Tabel 10. Nilai Rataan dan Standard Deviasi Derajat Pengembangan Tortilla
Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Konsentrasi Tepung Putih Telur (%)
Derajat Pengembangan (%)
0
130,21 4,81
5

131,83 17,01

10

144,58 14,2

15
Rataan Umum

145,88 0,90
138,12 8,24

Nilai nilai yang didapat menunjukkan bahwa perbedaan penambahan


tepung putih telur tidak berpengaruh terhadap nilai derajat pengembangan produk.
Hal ini salah satunya dapat dipengaruhi oleh perbandingan kandungan amilosa yang
terdapat pada pati jagung dan tapioka (pati jagung : 27% & pati tapioka : 29,1%).
Kandungan amilosa akan mempengaruhi sifat sifat pati yang telah tergelatinisasi,
polimer molekul D-glukosa yang berantai lurus sangat mudah berhubungan dengan
polimer rantai lurus lainnya, penggabungan seperti ini menyebabkan penurunan
kestabilan pati yang telah tergelatinisasi (Collison, 1968). Penurunan kestabilan pati
ini dapat menyebabkan pengembangan produk tidak terjadi secara maksimal, karena
tidak semua pati yang telah tergelatinisasi ikut mengembang dikarenakan kondisi
pati yang tidak stabil untuk membengkak/mengembang.
Kekerasan Tortilla Corn Chips
Pengukuran kekerasan tortilla corn chips dilakukan dengan alat rheoner yang
dimaksudkan untuk menilai secara objektif kekerasan tortilla corn chips. Nilai rataan
umum kekerasan tortilla corn chips adalah 714,15 gf 382,73 dengan nilai rataan
masing masing formula terdapat pada Tabel 11. Perbedaan penambahan tepung
putih telur tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tortilla corn chips (Lampiran

36

5). Nilai nilai yang didapat masih sangat beragam dan memiliki nilai standar
deviasi yang besar. Metode pencetakan adonan yang masih kurang sempurna juga
dapat menjadi penyebabnya sehingga produk yang dihasilkan tidak seragam,
sehingga secara statistik penambahan tepung putih telur pada formula tidak
berpengaruh nyata pada kekerasan tortilla corn chips.
Tabel 11. Rataan dan Standard Deviasi Kekerasan Tortilla Corn Chips
dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Konsentrasi Tepung Putih Telur (%)
Kekerasan (gf)
0
363,3 230,23
5

403,3 122,10

10

1025 482,98

15
Rataan Umum

1065 459,02
714,15 382,73

Peningkatan kekerasan dari tortilla corn chips seiring dengan peningkatan


nilai derajat gelatinisasi dan derajat pengembangan pada tiap formula. Meningkatnya
kekompakan struktur pati dengan semakin banyaknya jumlah pati yang
tergelatinisasi serta semakin mengembangnya produk menyebabkan semakin sulitnya
produk untuk dipecahkan oleh plunger dari rheoner, sehingga nilai yang dihasilkan
pun semakin tinggi. Kadar protein yang semakin tinggi menyebabkan produk
menjadi semakin kompak dikarenakan sifat fungsional protein yang dapat mengikat
air dan komponen gizi lainnya (Winarno, 2002).
Indeks Penyerapan Air
Indeks penyerapan air produk berbagai formula berkisar antara 2,69 3,68
ml/g dengan nilai rataan umum indeks penyerapan air (IPA) adalah 3,22 ml/g 0,44
dengan nilai rataan masing masing formula terdapat pada Tabel 12. Berdasarkan
analisis ragam, indeks penyerapan air (IPA) tidak dipengaruhi secara nyata (P>0,05)
oleh perbedaan penambahan tepung putih telur pada tiap formula (Lampiran 6). Nilai
indeks penyerapan air yang didapat cenderung fluktuatif, sehingga peningkatan
penambahan konsentrasi protein tepung putih telur pada formula secara statistik tidak
berpengaruh terhadap indeks penyerapan air produk.

37

Tabel 12. Rataan dan Standard Deviasi Indeks Penyerapan Air Tortilla Corn
Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Konsentrasi Tepung Putih Telur (%)
Indeks Penyerapan Air (ml/g)
0
3,04 0,76
5

2,69 0,21

10

3,68 0,51

15
Rataan Umum

3,48 0,35
3,22 0,44

Cherry dan McWaters (1981) menjelaskan bahwa daya serap air selain
bergantung pada sifat protein bahan, juga dipengaruhi oleh keberadaan dan jumlah
gugus polar dan non polar dalam bahan. Protein menjadi penting sebagai komponen
yang menentukan tingkat penyerapan air karena hampir semua protein mengandung
sejumlah rantai polar sepanjang kerangka peptidanya dan membuat bersifat
hidrofilik. Protein tepung putih telur memegang peranan penting pada kemampuan
menyerap air karena komponen ini paling banyak dikandung dalam tepung putih
telur, namun masih perlu diketahui jenis dan jumlah protein yang masih terkandung
dalam tepung putih telur yang memiliki sifat hidrofilik maupun hidrofobik.
Indeks Kelarutan Air
Indeks kelarutan air (IKA) atau disebut juga daya larut menunjukkan
kemampuan tortilla corn chips untuk dapat larut dalam air yang dinyatakan dengan
banyaknya jumlah partikel (g) yang terlarut dalam sejumlah air tertentu (ml). Nilai
rataan umum indeks kelarutan air tortilla corn chips dengan penambahan tepung
putih telur 0,018 g/ml 0,003 dengan nilai rataan masing masing formula terdapat
pada Tabel 13.
Tabel 13. Rataan dan Standard Deviasi Indeks Kelarutan Air Tortilla Corn
Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Konsentrasi Tepung Putih Telur (%)
Indeks Kelarutan Air (g/ml)
0
0,023 0,004
5

0,017 0,005

10

0,017 0,009

15
Rataan Umum

0,016 0,007
0,018 0,003

38

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 7), indeks kelarutan air (IKA) tidak
dipengaruhi secara nyata (P>0,05) oleh formula penambahan tepung putih telur.
Penurunan nilai indeks kelarutan air (IKA) pada tortilla corn chips dapat disebabkan
adanya penambahan garam pada adonan. Winarno (1984) menjelaskan bahwa bila
suatu protein ditambahkan garam, daya larut proteinnya akan berkurang, akibatnya
protein akan terpisah. Peningkatan penambahan tepung putih telur pada formula
menyebabkan jumlah protein yang larut pada air semakin berkurang.
Warna Tortilla Corn Chips
Warna tortilla corn chips dengan berbagai taraf penambahan tepung putih
telur

berdasarkan

konversi

warna

dengan

Munsell

Conversion

Program

menunjukkan kisaran warna yang sama yaitu kuning. Secara visual perbedaan
tortilla corn chips antar perlakuan terlihat pada tingkat kecerahan warna kuning yang
dihasilkan. Penambahan tepung putih telur yang semakin tinggi cenderung
menurunkan tingkat kecerahan tortilla corn chips, disamping itu adonan dan proses
pemanggangan juga mempengaruhi tingkat kecerahan tortilla corn chips,
keseluruhan nilai rataan hasil analisis warna terhadap tortilla corn chips dapat dilihat
pada Tabel 14.
Tabel 14. Rataan dan Standard Deviasi Warna Tortilla Corn Chips dengan
Penambahan Tepung Putih Telur
Konsentrasi
Tepung Putih
Telur (%)
0

74,52 1,30

8,53 1,62

69,48 4,59

10
15
Rataan

Warna
b

Hue

25,76 6,17

27,16 5,81

70,51 4,72

8,64 1,34

28,96 4,09

30,25 3,94

73,31 3,29

67,39 4,81

9,71 1,38

28,74 3,26

30,36 3,19

71,48 2,67

67,45 4,63
69,71 3,35

9,18 1,68
9,02 0,54

26,14 2,83
27,4 1,68

27,72 3,18
28,87 1,67

70,78 1,78
71,52 1,26

Nilai L. Penambahan tepung putih telur tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
nilai L (kecerahan) tortilla corn chips (Lampiran 8). Hasil pengukuran nilai L tortilla
corn chips dalam penelitian ini berkisar antara 67,45 sampai dengan 74,52 dengan
nilai rataan umum adalah 69,71 3,35, rincian nilai rataan tiap formula dapat dilihat
pada Tabel 14. Nilai L pada produk semakin menurun seiring dengan meningkatnya
kadar tepung putih telur yang ditambahkan dalam formula.
39

Nilai a. Perlakuan penambahan tepung putih telur dengan konsentrasi yang berbeda
tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai a tortilla corn chips (Lampiran 9).
Nilai a merupakan tingkat warna kromatik campuran merah-hijau, menunjukkan nilai
positif (+) dengan kisaran nilai +8,53 sampai dengan +9,18 (Tabel 14) dengan nilai
rataan umum adalah 9,02 0,54. Nilai yang positif tersebut berarti bahwa tingkat
warna kromatik yang dihasilkan mengarah pada daerah warna merah (skala 0 80).
Nilai b. Penambahan tepung putih telur tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
nilai b tortilla corn chips (Lampiran 10). Nilai b merupakan tingkat warna kromatik
campuran biru-kuning, menunjukkan nilai positif dengan kisaran +25,76 sampai
dengan +28,96 (Tabel 14) dengan nilai rataan umum yaitu 27,4 1,68. Nilai yang
positif diatas berarti bahwa tingkat warna kromatik yang dihasilkan mengarah pada
kisaran warna kuning (skala 0 70).
Nilai C. Penambahan tepung putih telur tidak berpengaruh secara nyata (P>0,05)
terhadap nilai C tortilla corn chips (Lampiran 11). Nilai C menunjukkan tingkat
ketajaman warna yang dihasilkan produk, dengan nilai antara 0 (tidak tajam) sampai
100 (sangat tajam). Nilai C yang dihasilkan berkisar antara 27,16 sampai dengan
30,36 (Tabel 14), dengan rataan umum 28,87 1,67 yang berarti warna yang yang
dihasilkan tortilla corn chips tidak terlalu tajam bahkan cenderung tidak tajam.
Nilai Hue. Penambahan tepung putih telur tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap nilai Hue (h) tortilla corn chips (Lampiran 12). Nilai oHue menyatakan
spesifikasi perpaduan warna yang dihasilkan. Nilai rataan umum oHue tortilla corn
chips dengan berbagai taraf penambahan tepung putih telur adalah 71,52 1,26
dengan kisaran nilai

Hue antara 70,51 sampai dengan 73,31 sebagaimana

ditampilkan pada Tabel 14.


Proses pemanggangan akan menimbulkan karamelisasi adonan, sehingga
tortilla corn chips yang dihasilkan secara visual berwarna kuning kecoklatan
coklatan. Komponen adonan yang sangat mempengaruhi karamelisasi adalah gula
(Winarno, 1997). Matz dan Matz (1978) menyatakan bahwa gula berperan
membentuk warna coklat pada tortilla corn chips melalui reaksi pencoklatan
nonenzimatis selama pemanggangan (reaksi Maillard) dan karamelisasi. Warna
40

kuning pada dasarnya merupakan warna adonan yang didominasi oleh grits jagung
yang merupakan bahan utama dalam pembuatan tortilla corn chips.
Karakteristik Organoleptik Tortilla Corn Chips
Sebelum melakukan uji mutu hedonik dan uji hedonik dilakukan terlebih
dahulu penilaian terhadap tampilan umum tortilla corn chips. Tortilla corn chips
yang dihasilkan secara umum memiliki penampilan fisik yang tidak terlalu berbeda.
Kombinasi penggunaan jagung, tepung tapioka, dan tepung putih telur menghasilkan
warna kuning kecoklatan. Penampilan produk tortilla corn chips dengan atau tanpa
penambahan tepung putih telur dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Tortilla Corn Chips dengan Konsentrasi Tepung Putih Telur 0%


(156), 5% (274), 10% (853), dan 15% (647).
Warna yang dihasilkan seperti Gambar 6 di atas terjadi akibat reaksi Maillard
selama proses pemanggangan dilakukan. Reaksi Maillard yang terjadi disebabkan
oleh pemanasan dalam temperatur tinggi campuran gula bersama dengan protein atau
asam amino yang berasal dari jagung dan tepung putih telur. Seperti dinyatakan oleh
41

Winarno (2002) bahwa reaksi Maillard menghasilkan senyawa melanoidin yang


dapat menimbulkan warna coklat pada bahan. Terdapat pula bintik bintik kuning
yang terlihat pada permukaan tortilla corn chips yang memperlihatkan adanya
jagung didalam produk ini. Jagung yang digunakan merupakan jagung kering yang
digiling kembali dengan ukuran 10 mesh, sehingga walaupun butirannya tampak
tetapi tidak terlalu terasa pada saat produk ini dikonsumsi.
Pengujian

terhadap

sifat

organoleptik

bertujuan

untuk

mengetahui

karakteristik mutu dan tingkat penerimaan produk tortilla corn chips berdasarkan
penilaian skor dari panelis. Kriteria yang dianalisa pada uji mutu hedonik meliputi
warna, kerenyahan, rasa gurih, tekstur, dan untuk uji hedonik dinilai hanya
penerimaan secara keseluruhan terhadap produk tortilla corn chips. Nilai rataan hasil
pengujian organoleptik dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Nilai Rataan dan Standard Deviasi Penilaian Organoleptik Tortilla
Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Kriteria Penilaian
Formula
1
2
3
4
Organoleptik
Mutu Hedonik :
- Warna
5,76 0,62A
4,50 0,78C
3,96 0,88D
4,22 0,81B
- Kerenyahan

6,62 0,77A

5,24 0,89A

3,92 0,68B

3,78 0,80C

- Rasa Gurih

4,20 1,10B

4,60 0,93A

4,00 0,79C

4,72 0,85A

- Tekstur

4,04 1,19A

4,48 1,05B

3,86 0,83C

3,10 0,80C

Hedonik :

5,16 0,81A

5,22 0,70A

4,50 0,98B

3,82 1,06C

Keterangan :
- Superscript menunjukkan perlakuan sangat berbeda nyata (P < 0,01)
-

Warna : 1 = Sangat Gelap; 2 = Gelap; 3 = Agak Gelap; 4 = Netral (tidak Cerah & tidak Gelap);
5 = Agak Cerah; 6 = Cerah; 7 = Sangat Cerah.

Kerenyahan : 1 = Sangat Keras; 2 = Keras; 3 = Agak Keras; 4 = Netral (tidak renyah & tidak
keras); 5 = Agak Renyah; 6 = Renyah; 7 = Sangat Renyah.

Rasa Gurih : 1 = Sangat Tidak Gurih; 2 = Tidak Gurih; 3 = Agak Tidak Gurih; 4 = Netral
(Tidak Gurih & Tidak Hambar); 5 = Agak Gurih; 6 = Gurih; 7 = Sangat Gurih.

Tekstur : 1 = Sangat Kasar; 2 = Kasar; 3 = Agak Kasar; 4 = Netral (tidak halus & tidak kasar);
5 = Agak Halus; 6 = Halus; 7 = Sangat Halus.

Hedonik : 1 = Sangat Tidak Suka; 2 = Tidak Suka; 3 = Agak Tidak Suka; 4 = Netral; 5 = Agak
Suka; 6 = Suka; 7 = Sangat Suka.

42

Mutu Hedonik
Warna. Warna produk dipengaruhi oleh formula bahan baku. Penilaian warna yang
dilakukan difokuskan terhadap tingkat kecerahan produk menurut panelis. Skala
penilaian berkisar antara sangat cerah sampai dengan sangat gelap (1 7). Rataan
penilaian panelis terhadap warna produk tortilla corn chips yaitu 3,96 sampai dengan
5,76.
Nilai rataan dari hasil pengujian mutu hedonik terhadap warna (Tabel 15) dari
tortilla corn chips, produk formula 1 yaitu 5,76 (cerah); formula 2 yaitu 4,22 (agak
cerah); formula 3 yaitu (agak cerah); dan formula 4 yaitu 3,96 (netral/tidak cerah &
tidak gelap). Hasil analisis ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa penilaian
warna tortilla corn chips dipengaruhi secara sangat nyata (P<0,01) oleh perbedaan
konsentrasi tepung putih telur. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa produk
formula 1 berbeda nyata dengan produk formula 2, 3, dan 4.
Warna pada tortilla corn chips dipengaruhi oleh formula bahan baku.
Penambahan tepung putih telur pada formula berpengaruh nyata terhadap warna
yang tampak. Semakin tinggi konsentrasi penambahan tepung putih telur berakibat
terhadap semakin gelap warna produk. Hal ini dikarenakan terjadinya reaksi
browning pada saat pemanasan, reaksi ini terjadi akibat bereaksinya lisin dengan
gula sederhana pada suhu tinggi, dan membentuk melanoidin (Winarno, 1984).
Peningkatan kadar lisin akibat peningkatan jumlah tepung putih telur yang
ditambahkan, menyebabkan semakin banyaknya lisin yang bereaksi dengan gula
sederhana, sehingga produk yang dihasilkanpun menampakkan warna yang semakin
gelap.
Kerenyahan. Nilai mutu hedonik terhadap kerenyahan (Tabel 15) berkisar antara
3,78 (tidak renyah & tidak keras) sampai dengan 6,62 (sangat renyah). Berdasarkan
analisis ragam (Lampiran 14), menunjukkan bahwa kerenyahan produk dipengaruhi
secara sangat nyata (P<0,01) oleh perbedaan formula. Selanjutnya dengan uji
Kruskal-Wallis dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan kerenyahan produk
formula 1 dan 2 namun keduanya berbeda nyata dengan produk formula 3 dan 4.
produk formula 3 juga berbeda nyata dengan produk formula 4.
Tabel 15 menunjukkan bahwa semakin banyak tepung putih telur yang
ditambahkan pada tortilla corn chips, secara subjektif dirasakan. Hasil ini selaras
43

dengan hasil pengukuran kekerasan produk secara objektif, dengan semakin tinggi
nilai mutu hedonik kerenyahan seiring dengan semakin turunnya nilai kekerasan
yang diuji secara objektif. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi nilai kekerasan
objektif seiring dengan menurunnya nilai kerenyahan dari panelis.
Kerenyahan dari tortilla corn chips dinilai berdasarkan bunyi yang
ditimbulkan apabila produk dipatahkan. Bunyi pada produk tortilla corn chips
disebabkan karena adanya rongga antar sel sel kaku dan rapuh yang berisi rongga
udara. Apabila diberikan gaya dari luar, sel sel tersebut akan patah dan
menimbulkan getaran udara pada rongga rongga tersebut. Getaran ini menimbulkan
bunyi yang kenyaringannya tergantung pada kekakuan sel. Peningkatan jumlah
penambahan tepung putih telur pada tortilla corn chips menyebabkan semakin
kompak dan padatnya sel - sel produk ini dikarenakan daya erat yang dihasilkan oleh
protein putih telur. Ketika dipatahkan, produk formula 4 (konsentrasi tepung putih
telur 15 %) menghasilkan suara yang tidak terlalu nyaring dibandingkan formula
yang lainnya.
Rasa Gurih. Nilai uji mutu hedonik terhadap rasa gurih (Tabel 15) dari produk
tortilla corn chips berkisar antara 4,0 (netral) sampai dengan 4,72 (agak gurih).
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 15), nilai mutu hedonik rasa gurih tortilla
corn chips dipengaruhi secara sangat nyata (P<0,01) oleh perbedaan formula.
Selanjutnya dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dapat diketahui bahwa produk
formula 2 dan 4 berbeda sangat nyata dengan produk formula 1 dan 3.
Nilai pada Tabel 15 menunjukkan dengan semakin meningkatnya konsentrasi
tepung putih telur dalam adonan, semakin meningkat pula penilaian panelis terhadap
rasa gurih pada produk. Peningkatan penggunaan tepung putih telur cenderung
meningkatkan rasa gurih pada produk. Rasa gurih ini dihasilkan oleh protein yang
terdapat pada tepung putih telur. Produk dengan konsentrasi penambahan tepung
putih telur tertinggi yaitu 15% (formula 4) secara subjektif memiliki tingkat rasa
gurih yang tertinggi pula dibandingkan dengan produk lainnya.
Tekstur. Tekstur yang dinilai pada pengujian ini yaitu tekstur yang dirasakan pada
saat tortilla corn chips dikunyah dalam mulut. Nilai uji mutu hedonik terhadap
tekstur (Tabel 15) dari produk tortilla corn chips berkisar antara 3,1 (agak kasar)
44

sampai dengan 4,48 (agak halus). Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 16), nilai
mutu hedonik tekstur tortilla corn chips dipengaruhi sangat nyata (P<0,01) oleh
perbedaan penambahan tepung putih telur. Selanjutnya dengan menggunakan uji
Kruskal-Wallis dapat diketahui bahwa produk formula 1 dan 2 berbeda sangat nyata
dengan formula 3 dan 4, namun produk formula 3 mempunyai tekstur yang sama dan
tidak berbeda nyata dengan produk formula 4.
Tekstur pada produk tortilla corn chips dipengaruhi oleh jumlah bahan baku
yang terdapat dalam adonan. Berdasarkan penilaian secara subjektif oleh panelis,
semakin tinggi konsentrasi tepung putih telur pada adonan menyebabkan produk
semakin kasar. Hal ini cenderung menunjukkan bahwa tingginya jumlah penggunaan
tepung baik tepung putih telur maupun tepung tapioka dalam adonan menyebabkan
menurunnya tingkat kematangan dari grits jagung pada saat pemanggangan karena
stukturnya sebagian besar tertutup oleh semakin banyaknya tepung pada adonan,
sehingga berakibat masih terasa kerasnya butiran grits jagung pada saat panelis
mengunyah sampel.
Hedonik
Uji hedonik hanya dilakukan terhadap produk tortilla corn chips secara
keseluruhan. Nilai yang diperoleh (Tabel 15) menunjukkan bahwa produk formula 2
(5%) memiliki nilai penerimaan yang tertinggi dengan rataan 5,22 (agak suka),
sedangkan produk dengan konsentrasi tepung putih telur tertinggi yaitu 15%
memiliki nilai terendah dibanding ketiga produk lainnya. Produk formula 2 lebih
disukai panelis dikarenakan produk ini memiliki warna, tekstur, kerenyahan, dan rasa
gurih yang lebih tinggi dibandingkan formula - formula lainnya. Dapat dikatakan
panelis lebih menyukai produk dengan warna yang cenderung cerah, memiliki
tekstur yang halus, renyah, dan rasa yang gurih. Hasil analisis ragam terhadap
penerimaan secara keseluruhan tortilla corn chips (Lampiran 17) menunjukkan
bahwa tingkat kesukaan panelis dipengaruhi sangat nyata (P<0,01) oleh perbedaan
formula. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan pula bahwa produk formula 1 dan 2
berbeda nyata dengan formula 3 dan 4.
Penilaian hedonik merupakan penilaian tingkat kesukaan terhadap produk
tortilla corn chips secara keseluruhan. Menurut Winarno (1997), satu hal yang

45

penting mempengaruhi penerimaan suatu produk adalah latar belakang dan selera
masing masing individu yang memberikan penilaian.
Penentuan Produk Terbaik
Tabel penentuan produk tortilla corn chips terbaik (Tabel 16) menunjukkan
bahwa jumlah nilai yang didapatkan oleh tortilla corn chips formula 1 dan 2 adalah
sama, yaitu 33, sedangkan formula 3 memiliki total nilai 23 dan formula 4 sebesar
21. Berdasarkan metode penentuan produk terbaik yang sudah ditentukan bahwa
nilai yang didapat diurutkan berdasarkan kondisi terbaik yang diharapkan ada pada
produk tortilla corn chips yang dibuat, jumlah nilai yang didapat tiap formula
dibandingkan satu dengan lainnya, formula yang memiliki jumlah nilai tertinggi
dianggap sebagai produk terbaik dibandingkan produk lainnya.
Tabel 16. Hasil Penentuan Produk Terbaik Tortilla Corn Chips dengan
Penambahan Tepung Putih Telur
1.

Karakteristik
D. Gelatinisasi

Formula 1
3,96 (4)

Formula 2
5,598 (3)

Formula 3
10,07 (2)

Formula 4
11,658 (1)

2.

I. P. A.

3,045 (3)

2,692 (4)

3,6827 (1)

3,48 (2)

3.

I. K. A.

0,02305 (4)

0,0177 (3)

0,0171 (2)

0,0164 (1)

4.

Kekerasan (gf)

363,33 (4)

403,33 (3)

1025 (2)

1065 (1)

5.

D. Pengembangan

130,216 (1)

131,83 (2)

144,583 (3)

145,88 (4)

6.

Warna :

74,52 (1)

69,481 (2)

67,395 (3)

67,456 (4)

8,536 (-)

8,64 (-)

9,706(-)

9,188 (-)

25,76 (-)

28,965 (-)

28,743 (-)

26,148 (-)

- Hedonik

5,16 (3)

5,22 (4)

4,50 (2)

3,82 (1)

- MH_Warna

5,76 (4)

4,22 (2)

4,50 (3)

3,96 (1)

- MH_Kerenyahan

6,62 (4)

5,24 (3)

3,92 (2)

3,78 (1)

- MH_Rasa Gurih

4,20 (2)

4,60 (3)

4,00 (1)

4,72 (4)

- MH_Tekstur

4,04 (3)

4,48 (4)

3,86 (2)

3,10 (1)

Jumlah ( x)

33

33

23

21

7. Organoleptik :

Tabel penentuan produk tortilla corn chips terbaik di atas menunjukkan


bahwa produk formula 1 dan 2 merupakan produk dengan jumlah nilai tertinggi yaitu
33, namun produk formula 2 dianggap lebih baik karena memiliki kandungan protein
yang lebih tinggi seperti yang diharapkan yaitu 8,51 % 0,19, karena pada produk
formula 1 tidak dilakukan penambahan tepung putih telur hanya memiliki kadar
46

protein 2,94 % 0,15. Aplikasi tepung putih telur pada produk tortilla corn chips
spada penelitian ini mencapai kondisi terbaik pada penambahan konsentrasi tepung
putih telur sebanyak 5 %. Peningkatan kadar protein (Lampiran 2) diikuti dengan
kualitas fisik produk yang dapat diterima secara objektif dan subjektif menjadikan
produk tortilla corn chips formula 2 dianggap sebagai produk terbaik dibandingkan
produk yang ditambahkan tepung putih telur sebanyak 10 % dan 15 %. Rasa gurih
diamati dengan cara merasakan tingkatan kesan gurih yang dirasakan, kisaran kriteria
ini yaitu sangat tidak gurih hingga sangat gurih.

47

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Perlakuan penambahan tepung putih telur dalam taraf yang berbeda (5%,
10%, dan 15%) tidak berpengaruh terhadap karakteristik fisik yang diuji, kecuali
pada derajat gelatinisasi. Perlakuan penambahan tepung putih berpengaruh nyata
terhadap keseluruhan pengujian mutu hedonik organoleptik, hasil penilaian terhadap
warna, kerenyahan, tekstur, dan rasa gurih produk ini masih dalam taraf dapat
diterima oleh panelis. Pada pengujian hedonik, perlakuan juga berpengaruh nyata
terhadap tingkat kesukaan panelis kepada produk, panelis cenderung lebih menyukai
produk dengan penambahan tepung putih telur konsentrasi terendah (5%), hal ini
dapat disebabkan oleh kemiripan tekstur, kerenyahan, dan warna produk ini dengan
produk kontrol dan produk komersil. Produk terbaik dari penelitian ini yaitu produk
dengan penambahan tepung putih telur sebanyak 5 % (Formula 2), hasil ini diperoleh
berdasarkan penilaian fisik, organoleptik, dan kimia yang telah dilakukan terhadap
produk.
Saran
Penelitian perlu dilanjutkan untuk memperbaiki kekurangan dari penelitian
ini, penggunaan peralatan yang lebih canggih dalam proses pembuatan produk
(contoh : cetakan) akan meningkatkan tingkat produktifitas dari produk ini.
Pengujian umur simpan dari produk ini juga perlu dilakukan untuk mengetahui
ketahanan produk ini selama penyimpanan. Disamping itu, perlu juga dilakukan
penyempurnaan formula sehingga dapat mengoptimalkan nilai gizi produk, dengan
sifat fisik yang baik dan penampilan yang menarik bagi konsumen.

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga segenap
usaha dan doa penulis bernilai ibadah di hadapan-Nya. Amin.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada Zakiah Wulandari, STP., M.Si. dan Ir. Bernadeth Nenny Polii, SU. sebagai dosen
pembimbing yang memberi arahan dengan penuh kesabaran serta nasihatnya selama
proses penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. Kemudian kepada Ir. Niken
Ulupi, MS. dan Ir. A. Djamil Hasjym, MS. sebagai penguji ujian lisan, juga kepada Dr.
Ir. Rarah R. A. Maheswari yang kerap memberi masukan yang berharga serta dukungan
dan semangat pada penulis. Kepada Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si. selaku dosen
pembimbing akademik yang membantu dalam menyelesaikan studi. Semoga Allah SWT
melimpahkan kepada para dosen yang telah menuntun penulis selama ini.
Terima kasih penulis haturkan untuk kedua orang tua yaitu Bapak R. M.
Hardiman Soehardjono dan Ibu Dra. Fitri Mardinah yang telah memberikan cinta, kasih
sayang, dan doa, serta kesempatan pada penulis untuk dapat mengeyam pendidikan
tinggi. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan pahala atas kebaikan dan ketulusan
mereka. Juga kepada kakak kakak tercinta Halimah Restu Hapsari dan suami Sunyoto
Rahanditya, M. Isya R. H. beserta keluarga, dan R. Moch. Adha Rozki atas doa dan
dukungan semangat yang tak terbatas. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
keluarga besar R. M. Soehardjono atas doa dan dukungan yang tidak terbatas kepada
penulis, terutama kepada sepupu sepupu penulis (Bowo, Ari, Oki, Widi, Kripton, Titan,
Yossi, Ninuk, dan alm. Sufi.) atas dukungan semangat, bantuan, dan doa yang tidak ada
hentinya kepada penulis.
Teruntuk para sahabat penulis, Ari, Rendi, Budi, serta Bowo yang telah ikhlas
berbagi waktu bersama dalam suka dan duka, semoga Allah SWT berkenan menjaga
persahabatan ini tetap abadi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada staf Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak terutama kepada Ibu Iyom dan Pak Parta, teknisi Laboratorium Pengolahan
Pangan serta staf dosen dan pegawai DIPTP. Ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada tim Tortilla Corn Chips, terutama kepada Laila Wahyuni serta Syamsul Huda

beserta Istri Muqitta Sinatrya atas bantuan dan kerjasama yang baik. Tidak lupa terima
kasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan THT40 dan THT41, Rekan - rekanku Asep,
Bowo, Ellan, Edi Sar, Doddy, Kautsar, terima kasih atas seluruh waktu, energi, dan
perhatian yang luar biasa selama ini. Serta kepada semua pihak yang turut membantu atas
pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pribadi.
Bogor, Juli 2008
Penulis

50

DAFTAR PUSTAKA
Ahza, A. B. 1996. Kondisi dan parameter operasional pada teknologi ekstruksi,
pemanggangan dan penggorengan. Modul 2 Pelatihan produk-produk olahan
ekstruksi, bakery, frying (Tambun-Bekasi, 2 3 Oktober 1996). Kerjasama
Pusat Studi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor dengan Kantor Menteri
Negara Urusan Pangan, Bekasi.
Aman, W. Subarna, M. Arpah. D. Syah dan S. I. Budiawati. 1992. Peralatan dan Unit
Proses Industri Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Anderson, Y. 1984. Quality Aspect in Extrusion Cooking. Dalam : P. Zuenthen (ed.)
Thermal Processing and Quality. Appl. Sci. Publ., London.
Apriyantono. A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasasri, S. Yasni, dan S. Budiyanto. 1989.
Analisis pangan : Petunjuk Laboratorium. IPB Press, Bogor.
ASEANFOOD. 2000. ASEAN Food Composition Tables. Institute of Nutrition,
Mahidol University, Thailand.
Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1995. Official Methods of
Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Published by
The Association of Official Analytical Chemist, Inc., Arlington.
Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan
Minuman. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 01-4323-1996. Tepung Putih Telur. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI 01-6630-2002. Makanan Ringan. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Berquist, D. H. 1964. Eggs. Dalam : Von Arsdel, W. B. and M, J. Coplej. Food
Dehydration. Volume II. The AVI Publishing Co., Inc., Westport, Conn.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987 . Ilmu Pangan.
Terjemahan: Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Cherry, J. P. and McWaters. 1981. Protein Functionality in Foods. American
Chemical Soviety, Washington.
Collison, R. 1968. Starch Retrogradation. Dalam : J. A. Redley (ed). Starch and its
Derivates. Chapman & Hall Ltd. London.
Cunningham, F. E. 1973. Egg Product Pasteurization. Dalam : W. J. Stadelman dan
O. J. Cotterill (eds). Egg Science and Technology, P. 153. The AVI
Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut.

Damardjati, D. S. dan B. H. Siwi. 1986. Potensi dan Prospek Produksi Jagung dan
Kedelai di Indonesia. Makalah pada Konsultasi Teknis Pengembangan
Industri Pengolahan Jagung dan Kedelai, 24 25 Maret 1986, Bogor.
Damodaran, S. 1996. Amino acid, Peptides, and Proteins. Dalam: O. R. Fennema
(Editor). Food Chemistry Third Edition. Marcell Dekker Inc., New York.
Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. Wijaya, dan N. Puspitasari. 1992. Teknik Analisa
Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Pusat Antar Universitas
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fellows, P. 1992. Food Processing Technology Principles and Practice. Ellis
Harwood, London.
Forsythe, R. H. dan J. F. Foster. 1949. Note on the Electrophoretic Composition of
Egg White. Poultry Sci. 28 (1) : 302.
Harper, J. M. 1981. Extrussion of Foods I. CRC Press, Inc., Boca Raton.
Hill, W. M. dan M. Sebring. 1973. Desugarization. Dalam : W.J. Stadelman dan O.
J. Cotterill (eds). Egg Science and Technology. The AVI Publishing Co. Inc.,
Westport, Connecticut.
Hodge, J. E. Dan E. M. Osman. 1976. Carbohydrate. Dalam : O. R. Fennema (ed).
Principle of Food Science. Marcel Dekker Inc., New York.
Hutching. J. B., 1999. Food Colour and Appeareance. 2 nd edition. Aspen Publ. Inc., Gaitersburg,
Maryland.
Grantham, G.J. 1981. Minced Fish Tech. : A Review. FAO U. N., Rome.
Kerry, J., J. Kerry dan D. Ledward. 2001. Meat processing. CRC press, New York.

Khasanah, U. 2003. Formulasi, karakterisasi fisiko-kimia dan organoleptik produk


makanan sarapan ubi jalar (Sweet Potato Flakes). Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lehninger, A. L. 1991. Dasar-Dasar Biokimia II. Terjemahan M. Thenawijaya.
Erlangga, Jakarta.
Linko, P. P., P. Colonna and C. Mercier. 1981. HTST Extrusion Cooking. Dalam: Y.
Pomeron Z (ed); Advanced in Cereal Science and Technology. The
AVIAACC Inc., St. Paul. Minnesota.
Lusas, E. W. and L. W. Rooney. 2001. Snack Food Technology. Boca Raton London
New York Washington, D.C.
Matz, S. A. 1984. Snack Food Technology. AVI Publishing Company, Inc.
Westport. Connecticut.

52

Matz, S. A., and Matz, T. D. 1978. Cookies and Craker. Technology. 2nd edition. The
AVI Publishing Co., Inc., Westport, Conn.
Muchtadi, T. R., Purwiyanto dan A. Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi.
Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muhadjir, F. 1998. Karakteristik Tanaman Jagung. Dalam : Jagung Balai Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Mulyandari, S. H. 1992. Kajian perbandingan sifat sifat pati umbi umbian dan
pati biji bijian. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Munarso, J. S., B. A. S. Santosa dan D. S. Darmardjati. 1988. Struktur, Komposisi
dan Nilai Gizi Jagung. Dalam : Jagung. Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Bogor.
Panda, P. C. 1996. Text Book on Egg and Poultry Technology. Vikas Publishing
House. Publ., Ltd., Hisar.
Phang, L. 2001. Pemanfaatan bekatul, pollard, dan jagung pada media tumbuh
terhadap produksi tubuh buah jamur shitake (Lentinula edodes) di Dataran
Rendah Ciomas, Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Powrie, W. D. 1973. Chemistry of egg and egg products. Dalam : W. J. Stadelman
dan O. J. Cotterril (eds.) Egg Science and Technology, p.16. The AVI
Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut.
Powrie, W. D. And S. Nakai. 1985. Characteristics of edible fluids of animal origin;
eggs. Dalam : O. R. Fennema. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New
York, Basel.
Purwanti, D. E. 2005. Pemanfaatan pati jagung (corn starch) dan protein jagung
(corn gluten meal) dalam pembuatan snack mie jagung. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Puspitasari, R. 2006. Sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras dengan
waktu desugarisasi berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Insititut Pertanian
Bogor. Bogor.
Rahayu, W. P. 1999. Penuntun Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rakhmawati, A. 1998. Karakteristik fisik dan kimia sereal sarapan ekstrudat triplemix jagung-kedelai-pisang. Skripsi Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Romanoff, A. L., and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Wiley Sons, Inc.,
New York.

53

Rooney, L. W. and S. O. Serna-Salvidar. 1987. Food Uses of Whole Corn and DryMilled Fractions. Dalam : S. A. Watson and P. E. Ramstad (eds.). 1987. Corn
: Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc.
St. Paul, Minnesota, USA. Page : 399 426.
Scoch, T. J. 1969. Starch in Food. Dalam : H. W. Schulltz (ed). Carbohydrate and
Their Roles. The AVI Publishing Co., Westport, Connecticut.
Shukla. 1995. Factor Affecting Extrusion and Product Quality. Dalam : Snack Food
Food Breakfast Cereal Extrusion Training Program. July 11 13 1995. UIC
for Food Nutrition, IPB. Bogor.
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bhatara, Jakarta.
Stadelman, W. J, and O. J. Cotteril. 1977. Egg Science and Technology. The AVI
Publ., Co., Inc., Westport.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu
Pendekatan Biometrik. Terjemah : B. Soemantri. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Sukarno. 1984. Mempelajari sifat sifat fisiko kimia tepung albumin telur ayam
leghorn putih selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tjokrodikoesoemo, P. S. 1968. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT. Gramedia.
Jakarta.
Widowati, T. 1987. Pembuatan kerupuk kimpul (Xanthosoma Sagittifolium (L)
SHCOOT). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Wikipedia. 2007. Tortilla Chips. http://en.wikipedia.org/wiki/Tortilla Chips. [24
Agustus 2007]
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. dan Sutrisno K. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
Wirakartakusumah, M. A., K. Abdullah, dan A. M. Syarief. 1992. Sifat Fisik Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Wooton, M., D. Weeden, dan N. Munk. 1971. A Rapid Method for The Estimation
of Starch Gelatinisation in Processed Food. J. Food Tech. 2 : 612 615.
Wurzburg, O. B. 1968. Starch in The Food Industry. Dalam : T. E. Furia (ed).
Handbook of Food Additives. The Chemical Rubber Co., Ohio. Hal : 378
411.
Zayas, J. F. 1997. Functionality of Protein in Food. Springer, Berlin, Germany.

54

LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh Formulir Uji Organoleptik


UJI MUTU HEDONIK (Warna)
:
:
: Tortilla corn chips
: Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian
anda.

Nama Panelis
Tanggal Pengujian
Jenis Contoh
Instruksi

Penilaian

Kode sampel
156

274

853

647

Sangat Cerah
Cerah
Agak Cerah
Netral(tidak cerah & tidak gelap)
Agak Gelap
Gelap
Sangat Gelap

UJI MUTU HEDONIK (Kerenyahan)


:
:
: Tortilla corn chips
: Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian
anda.

Nama Panelis
Tanggal Pengujian
Jenis Contoh
Instruksi

Penilaian

Kode sampel
156

274

853

647

Sangat Renyah
Renyah
Agak Renyah
Netral(tidak renyah & tidak keras)
Agak Keras
Keras
Sangat Keras

UJI MUTU HEDONIK (Rasa Gurih)


:
:
: Tortilla corn chips
: Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian
anda.

Nama Panelis
Tanggal Pengujian
Jenis Contoh
Instruksi

Penilaian

Kode sampel
156

274

853

647

Sangat Gurih
Gurih
Agak Gurih
Netral(tidak gurih & tidak hambar)
Agak Tidak Gurih
Tidak Gurih
Sangat Tidak Gurih

55

UJI MUTU HEDONIK (Tekstur)


:
:
: Tortilla corn chips
: Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian
anda.

Nama Panelis
Tanggal Pengujian
Jenis Contoh
Instruksi

Penilaian

Kode Sampel
156

274

853

647

Sangat Halus
Halus
Agak Halus
Netral(tidak halus & tidak kasar)
Agak Kasar
Kasar
Sangat Kasar

UJI HEDONIK (Tingkat Kesukaan)


Nama Panelis
Tanggal Pengujian
Jenis Contoh
Instruksi

:
:
: Tortilla corn chips
: Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian
anda.
Penilaian

Kode sampel
156

274

853

647

Sangat Suka
Suka
Agak Suka
Netral(tidak suka & tidak tiadk suka)
Agak tidak suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka

56

Lampiran 2. Nilai Rataan Hasil Analisis Karakteristik Fisik, Organoleptik, dan


Kimia Tortilla Corn Chips
Kriteria Penilaian
Formula
1
2
3
4
Karakteristik Fisik
1. Warna :
- L (Tingkat kecerahan)

74,52 1,30

69,48 4,59

67,39 4,81

67,45 4,63

- Nilai a

8,53 1,62

8,64 1,34

9,71 1,38

9,18 1,68

- Nilai b

25,76 6,17

28,96 4,09

28,74 3,26

26,14 2,83

- C (Tingkat Ketajaman)

27,16 5,81

30,25 3,94

30,36 3,19

27,72 3,18

- Hue

70,51 4,72

73,31 3,29

71,48 2,67

70,78 1,78

2.

Derajat Gelatinisasi

3,96 0,47 %

5,59 6,62 %

10,07 4,56 %

11,65 3,15 %

3.

Derajat Pengembangan (%)

130,21 4,81

131,83 17,01

144,58 14,23

145,88 0,90

4.

Indeks Penyerapan Air(ml/gr)

3,04 0,76

2,69 0,21

3,68 0,51

3,48 0,35

5.

Indeks Kelarutan Air(gr/ml)

0.023 0,004

0,017 0,005

0,017 0,009

0,016 0,007

- Warna

5,76

4,22

4,50

3,96

- Kerenyahan

6,62

5,24

3,92

3,78

- Rasa Gurih

4,20

4,60

4,00

4,72

- Tekstur

4,04

4,48

3,86

3,10

7.

5,16

5,22

4,50

3,82

1. Kadar Air

2,13 0,58

2,69 0,36

3,75 0,20

6,43 0,50

2. Kadar Protein

2,94 0,15

8,51 0,19

13,45 0,20

17,98 0,96

3. Kadar Lemak

2,23 0,26

2,89 0,17

3,27 0,15

3,65 0,13

4. Kadar Abu

1,78 0,44

2,20 0,34

2,68 0,29

3,23 0,26

5. Kadar Karbohidrat

90,91 0,82

83,72 0,21

76,85 0,26

68,72 1,65

Karakteristik Organoleptik
6.

Mutu Hedonik :

Hedonik

Karakteristik Kimia (Laila, 2008)

57

Lampiran 3. Analisis Ragam Derajat Gelatinisasi


Source
DF
SS
MS
F
P
Formula
3
125.312 41.771 88.39 0.000*
Error
8
3.781
0.473
Total
11
129.093
S = 0.6874 R-Sq = 97.07% R-Sq(adj) = 95.97%
Keterangan : * = Perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05)
Lampiran 4. Analisis Ragam Derajat Pengembangan
Source
DF
SS
MS
F
P
Formula
3
970
323
1.57
0.270tn
Error
8
1643
205
Total
11
2613
S = 14.33 R-Sq = 37.12% R-Sq(adj) = 13.53%
Lampiran 5. Analisis Ragam Kekerasan Tortilla Corn Chips
Source
DF
SS
MS
F
P
Formula
3 1318208
439403
3.43
0.072tn
Error
8 1023783
127973
Total
11 2341992
* (P>0,05) = tidak berbeda nyata
S = 357.7 R-Sq = 56.29% R-Sq(adj) = 39.89%
Lampiran 6. Analisis Ragam Indeks Penyerapan Air (IPA)
Source
DF
SS
MS
F
P
Formula
3
1.774
0.591
2.33 0.151
Error
8
2.034
0.254
Total
11
3.807
S = 0.5042 R-Sq = 46.59% R-Sq(adj) = 26.56%
Lampiran 7. Analisis Ragam Indeks Kelarutan Air (IKA)
Source
DF
SS
MS
F
P
Formula
3
0.0000497 0.0000166 0.37 0.776
Error
8
0.0003562 0.0000445
Total
11
0.0004059
S = 0.006673 R-Sq = 12.24% R-Sq(adj) = 0.00%
Lampiran 8.Analisis Ragam Warna (Nilai L atau kecerahan)
Source
DF
SS
MS
F
P
Formula
3
100.9
33.6
1.99
0.194tn
Error
8
135.0
16.9
Total
11
235.9
S = 4.109 R-Sq = 42.76% R-Sq(adj) = 21.29%

58

Lampiran 9. Analisis Ragam Warna (Nilai +a atau Kromatik Merah-Hijau)


Source
DF
SS
MS
F
P
Formula
3
2.63
0.88
0.38
0.769tn
Error
8
18.39
2.30
Total
11
21.02
S = 1.516 R-Sq = 12.53% R-Sq(adj) = 0.00%
Lampiran 10. Analisis Ragam Warna (Nilai +b atau Kromatik Biru-Kuning)
Source
DF
SS
MS
F
P
Formula
3
25.5
8.5
0.46
0.717tn
Error
8
147.3
18.4
Total
11
172.7
S = 4.291 R-Sq = 14.74% R-Sq(adj) = 0.00%
Lampiran 11. Analisis Ragam Warna (Nilai C)
Source
DF
SS
MS
F
Formula
3
25.2
8.4
0.48
Error
8
139.4
17.4
Total
11
164.6
S = 4.175 R-Sq = 15.28% R-Sq(adj) = 0.00%

P
0.704tn

Lampiran 12. Analisis Ragam Warna (Nilai hue0)


Source
DF
SS
MS
F
P
Formula
3
14.4
4.8
0.44
0.731tn
Error
8
87.1
10.9
Total
11
101.5
S = 3.300 R-Sq = 14.16% R-Sq(adj) = 0.00%
Lampiran 13. Analisis Ragam Mutu Hedonik (Warna)
Formula
N
Median
Ave Rank
Z
1
50
6.000
162.2
8.70
2
50
4.000
80.7
-2.79
3
50
4.000
96.1
-0.62
4
50
4.000
63.0
-5.30*
Overall
200
100.5
H = 83.94 DF = 3 P = 0.000
H = 90.31 DF = 3 P = 0.000 (adjusted for ties)
Keterangan : * = Perlakuan Berpengaruh Sangat Nyata

59

Lampiran 14. Analisis Ragam Mutu Hedonik (Kerenyahan)


Formula
N
Median
Ave Rank
Z
1
50
6.000
150.1
7.00
2
50
5.000
130.5
4.23
3
50
4.000
61.7
-5.47
4
50
4.000
59.7
-5.76*
Overall
200
100.5
H = 97.55 DF = 3 P = 0.000
H = 105.92 DF = 3 P = 0.000 (adjusted for ties)
Keterangan : * = Perlakuan Berpengaruh Sangat Nyata
Lampiran 15. Analisis Ragam Mutu Hedonik (Rasa Gurih)
Formula
N
Median
Ave Rank
Z
1
50
4.000
87.7
-1.80
2
50
5.000
108.5
1.13
3
50
4.000
84.2
-2.30*
4
50
5.000
121.5
2.96
Overall
200
100.5
H = 13.94 DF = 3 P = 0.003
H = 15.31 DF = 3 P = 0.002 (adjusted for ties)
Keterangan : * = Perlakuan Berpengaruh Sangat Nyata
Lampiran 16. Analisis Ragam Mutu Hedonik (Tekstur)
Formula
N
Median
Ave Rank
Z
1
50
4.000
102.9
0.34
2
50
4.000
129.6
4.11
3
50
4.000
99.9
-0.08
4
50
3.000
69.6
-4.37*
Overall
200
100.5
H = 27.04 DF = 3 P = 0.000
H = 29.99 DF = 3 P = 0.000 (adjusted for ties)
Keterangan : * = Perlakuan Berpengaruh Sangat Nyata
Lampiran 17. Analisis Ragam Karakteristik Hedonik (Tingkat Kesukaan)
Formula
N
Median
Ave Rank
Z
1
50
5.000
127.3
3.78
2
50
5.000
130.1
4.17
3
50
4.500
85.5
-2.12
4
50
4.000
59.1
-5.83*
Overall
200
100.5
H = 52.69 DF = 3 P = 0.000
H = 56.84 DF = 3 P = 0.000 (adjusted for ties)
Keterangan : * = Perlakuan Berpengaruh Sangat Nyata

60

Anda mungkin juga menyukai