Karakteristk Fisik Dan Organoleptik Tortilla Corn Chips Dengan Penambahan Tepung Putih Telur Sebagai Sumber Protein PDF
Karakteristk Fisik Dan Organoleptik Tortilla Corn Chips Dengan Penambahan Tepung Putih Telur Sebagai Sumber Protein PDF
SKRIPSI
R. MOCH. TAUFIK HIDAYAT
RINGKASAN
R. MOCH. TAUFIK HIDAYAT. D14203074. 2008. Karakteristik Fisik dan
Organoleptik Tortilla Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Sebagai Sumber Protein. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
ABSTRACT
Physics and Organoleptic Characteristic of Tortilla Corn Chips with White Egg
Powder Adding as Protein Source
Hidayat, R. M. T., Z. Wulandari, and B. N. Polii
Different concentration of white egg flour adding method were conducted as
treatment, to study the effect of white egg flour adding to physics and organoleptic
characteristic of tortilla corn chips. The treatment are F1 as control (0%), F2 (5%),
F3 (10%), F4 (15%). Measured observations were colour of product, crispiness,
gelatinization degree, product size growth degree, water absorption index, water
solubility index, and also include organoleptic test (sensory testing) to study the
acceptance of product. The observation was analyzed using randoming complete
design with there block of period. The result showed that the treatment were not
influencing product crispiness, average value of cripspiness were F1 (363,33 gf), F2
(403,33 gf), F3 (1025 gf), F4 (1065 gf). Treatment also did not influence the colour
of tortilla corn chips, average value for each colour component content of L, a, and b
value were F1 (74,52; +8,536; +25,76), F2 (69,481; +8,64; +28,965), F3 (67,395;
+9,706; 28,743), F4 (67,456; +9,188; +26,148). Treatment also did not influence the
product size growth degree, water absorption index, and water solubility index value.
Average value for product size growth degree were F1 (157,216), F2 (131,83), F3
(144,583), F4 (145,88), average value for water absorption index were F1 (3,045), F2
(2,692), F3 (3,6827), F4 (3,48), and average value for water solubility index were F1
(0,02305), F2 (0,0177), F3 (0,0171), F4 (0,0164). But treatment was succeeded
influence the gelatinization degree of tortilla corn chips, average value for
gelatinization degree were F1 (3,96), F2 (5,598), F3 (10,07), F4 (11,658). Treatment
also influence to all organoleptic test result.
Keywords : Tortilla corn chips, white egg flour, corn, physics, organoleptic
Oleh
R. MOCH. TAUFIK HIDAYAT
D14203074
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 April 1985 di Jakarta, DKI Jakarta. Penulis
adalah anak ke-empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak R. M. Hardiman
Soehardjono dan Ibu Dra. Fitri Mardinah.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SD Islam P.B. Soedirman
Jakarta, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di
SLTP Islam P.B. Soedirman Jakarta, dan pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 62 Jakarta
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Teknologi Hasil Ternak,
Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
melalui Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2003. Selama
menjalani pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak
(HIMAPROTER), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim.
Alhamdulillahirobbilalamiin. Segala puji syukur bagi Allah SWT, yang telah
melimpahkan segala Karunia serta Hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis
berkemampuan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
terlimpah kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa dan
menyampaikan risalah Islam kepada seluruh umat manusia.
Skripsi berjudul Karakteristik Fisik dan Organoleptik Tortilla Corn
Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur Sebagai Sumber Protein ini
dibuat dengan memperhatikan peluang tepung putih telur sehingga dapat
diaplikasikan sebagai sumber protein pada berbagai macam produk panganan.
Penelitian ini hanyalah langkah awal dan kecil untuk membuka peluang penelitian
yang lebih mendalam dan matang. Meskipun penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari sempurna sebagai suatu sumber informasi yang baik, penulis tetap
berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat baik kebaikan dan menjadi amal
penulis kepada pendidikan. Amin.
Bogor, Juli 2008
vi
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN.........................................................................................
ii
ABSTRACT...........................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN...................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................
RIWAYAT HIDUP...............................................................................
vi
KATA PENGANTAR...........................................................................
vii
DAFTAR ISI.........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................
xii
PENDAHULUAN..................................................................................
1
2
3
4
6
8
10
10
12
13
17
METODE...............................................................................................
19
19
19
19
20
20
22
24
25
33
33
34
34
36
36
37
38
39
41
43
43
44
44
45
46
48
49
51
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
12
6.
22
7.
25
8.
33
34
9.
10.
11.
12. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Indeks Penyerapan Air Tortilla
Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur............
38
13. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Indeks Kelarutan Air Tortilla
Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur............
38
14. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Warna Tortilla Corn Chips
dengan Penambahan Tepung Putih Telur................................
39
15.
42
46
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.
Halaman
Macam macam produk olahan jagung dengan berbagai variasi
pemasakan.
13
2.
14
3.
21
4.
5.
31
6.
41
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
55
2.
57
3.
58
4.
58
5.
58
6.
58
7.
58
8.
58
9.
59
10.
59
11.
59
12.
59
13.
59
14.
60
15.
60
16.
60
17.
60
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang secara kuantitatif
akan perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Oleh karena
itu, masalah penyediaan pangan memiliki posisi yang penting dalam program yang
dilaksanakan pemerintah. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
ketersediaan pangan adalah swasembada pangan. Penganekaragaman
pangan
terkandung dalam tortilla corn chips ini akan dapat menghasilkan produk yang syarat
gizi dan juga disenangi oleh berbagai kalangan.
Tujuan
1. Optimasi formulasi pembuatan tortilla corn chips dengan penambahan
tepung putih telur sebagai sumber protein.
2. Menganalisa karakteristik fisik dan organoleptik tortilla corn chips dengan
penambahan tepung putih telur sebagai sumber protein.
TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi Gizi Telur Ayam
Telur merupakan protein hewani yang memiliki kandungan asam amino yang
lengkap dan seimbang. Telur adalah sumber protein hewani yang dapat dijangkau
bagi seluruh lapisan masyarakat. Telur merupakan bahan utama yang sering
digunakan pada proses pembuatan kue, dan roti. Zat zat makanan yang terdapat
pada telur sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein, mineral, vitamin,
lemak, serta memiliki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986).
Telur secara fisik dibagi menjadi 3 komponen yaitu kerabang telur (egg shell)
12,3%, putih telur (egg white) 55,8%, dan kuning telur (egg yolk) 31,9% (Stadelman
dan Cotterril, 1977). Kerabang telur merupakan bagian paling keras dan kaku.
Kerabang memiliki fungsi utama sebagai pelindung isi telur terhadap kontaminasi
mikroorganisme (Sirait, 1986). Kerabang telur sebagian besar terdiri dari kalsium
karbonat. Kerabang telur memiliki banyak pori pori. Jumlah pori pori pada
kerabang bervariasi antara 100 200 buah per cm2 (Winarno dan Sutrisno, 2002).
Kuning telur berbentuk bulat dengan warna kuning atau oranye yang terletak
pada pusat dan bersifat elastis. Warna kuning
kandungan pigmen karotenoid yang berasal dari pakan. Posisi kuning telur akan
bergeser bila telur mengalami penurunan kualitas (Buckle et al., 1987).
Putih telur terdiri dari empat lapisan yang tersusun dari lapisan encer luar
(23,2%), lapisan kental luar (57,3%), lapisan encer dalam (16,8%), dan lapisan kental
dalam atau khalazaferouz (2,7%) (Stadelman dan Cotterril, 1977). Menurut Zayas
(1997) komponen terbesar dalam putih telur mengandung protein dan air. Komponen
penyusun putih telur sebagian besar tersusun oleh air. Air akan mempengaruhi daya
simpan suatu bahan pangan. Air berpengaruh dalam pengolahan dan pengawetan
bahan pangan. Perbedaan tingkat kekentalan putih telur dipengaruhi oleh kandungan
air yang menyusunnya (Romanoff and Romanoff, 1963). Telur mengandung
komponen komponen lain selain air dan protein seperti lemak, karbohidrat,
kalsium, phospor, besi, vitamin A yang masing masing jumlahnya dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras (per 100 gram bahan)
Komposisi Kimia
Telur Ayam Segar
Telur Utuh
Kuning Telur
Putih Telur
Kalori (kal)
159,0
332,0
52,0
Air (g)
72,9
52,0
86,7
Protein (g)
13,2
14,8
10,9
Lemak (g)
11,1
29,5
0,4
Karbohidrat (g)
1,5
1,9
1,3
Kalsium (g)
56,0
133,0
10,0
Fosfor (mg)
200,0
482,0
14,0
Vitamin A (SI)
327,0
630,0
0,0
dalam jumlah besar. Beberapa jenis protein yang dikenal antara lain adalah
ovalbumin, conalbumin, globulin (G1, G2,
Jumlah
Titik
Berat Molekul
Karakteristik
Ovalbumin
(%)
54,0
Isoelektrik
4,6
45.000
Phospoglikoprotein
Conalbumin
13,0
6,6
80.000
Mengikat Fe
Ovomucoid
11,0
3,9-4,3
28.000
Menghambat tripsin
Lysozym (G1)
3,5
10,7
14.600
Mengurai bakteri
G2-globulin
4,0
5,5
30.000-45.000
G3-globulin
4,0
5,8
Ovomucin
1,5
Sialoprotein
Flavoprotein
0,8
4,1
35.000
Mengikat riboflavin
Ovoglikoprotein
0,5
3,9
24.000
Sialoprotein
Ovomakroglobulin
0,5
4,5-4,7
760.000
Menghambat protease
Avidin
0,05
9,5
53.000
Mengikat Biotin
warna, ketidaklarutan dan pengurangan daya buih pada produk tepung putih telur
(Buckle, 1987). Desugarisasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme
yang sesuai pada substrat organik. Terjadinya proses desugarisasi dapat
menyebabkan perubahan sifat bahan pangan akibat pemecahan kandungan
kandungan bahan pangan tersebut
Pertumbuhan Saccharomyces sp. dalam putih telur memerlukan beberapa
nutrisi, diantaranya adalah karbon. Karbon dapat diperoleh dari karbohidrat seperti
glokusa, fruktosa, dan manosa.
tepung putih telur. Pengeringan foaming drying digunakan untuk bahan cair yang
dapat dibusakan. Tujuan pembusaan bahan tersebut adalah untuk memperluas
permukaan dan mempercepat proses pengeringan. Metode pengeringan freeze drying
merupakan proses pengeluaran air dari satu produk dengan cara sublimasi dari
bentuk beku (es) menjadi uap (gas).
Metode pan drying biasanya digunakan untuk membuat tepung putih telur.
Pengeringan dengan metode ini umummya dilakukan pada suhu sekitar 45,56
47,78oC. Romanoff dan Romanoff (1963), melaporkan bahwa metode pengeringan
pan drying pada suhu sekitar 40 45oC, tebal lapisan bahan sekitar 6 mm selama 22
jam akan diperoleh produk kering dengan kadar air sekitar 5 %.
Produk yang dihasilkan dari proses pengeringan putih telur adalah berupa
remah (flake) putih telur, dan tepung putih telur. Kedua bentuk ini dapat dihasilkan
dengan metode pan drying, sedangkan pada spray drying hanya berupa tepung putih
telur. Kadar air remah (flake) putih telur sekitar 12,16 % dengan pH 4,5 7,0, dan
kadar air tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode pan drying sekitar
6 - 14%. Tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode pan drying adalah
sekitar 4 8 % (Stadelman dan Cotterril, 1977).
Jagung
Jagung (Zea Mays) merupakan tanaman berumah satu Monoeciecious, letak
bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk
genus Zea dan famili Poaceae (Muhadjir, 1988).
Biji jagung terdiri dari empat bagian yaitu pericarp (15%), endosperm (82%),
lembaga (2%), dan tip cap (1%). Menurut Phang (2001), komposisi kimia jagung
tergantung varietas, cara penanaman, dan iklim serta tingkat kematangan. Komposisi
kimia jagung dapat dilihat pada Tabel 3.
Komponen dasar biji jagung secara kimiawi terdiri atas karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, dan mineral. Pati merupakan karbohidrat utama dalam jagung.
Granula pati jagung umumnya mengandung amilosa (27%) dan amilopektin (73%).
Total gula pada biji jagung adalah 1 3%. Fraksi fraksi protein jagung terdiri atas
albumin (3,2%), globulin (1,5%), prolamin atau zein (47,2%) dan glutein (35,1%)
(Munarso et al., 1988). Tepung jagung adalah produk hasil penggilingan jagung
secara kering setelah sekam, biji lembaga dan dedak dihilangkan. Menurut Ahza
8
(1996), untuk membuat berasan jagung (grits) biji jagung pada umumnya diolah
dengan proses giling kering sehingga terpisahkan bagian lembaganya (germ), kulit
ari, dan dedak dari bagian endosperm yang lebih halus akan menjadi bekatul jagung
(corn meal) dan tepung jagung (corn flour).
Tabel 3. Komposisi Kimia Jagung
Komposisi
Air
Kalori
362 g
Protein
Lemak
3,4 g
Karbohidrat
74,5 g
Serat
Abu
1,1 g
Ca
178 mg
Fe
1,8 mg
g
mg
Nilai Kandungan
Harper (1981)
Rakhmawaty (1998)
--------------------- % ----------------------Air
13,0 14,5
13,72
Protein
6,5 8,0
8,59
Abu
0,2 0,3
0,55
Lemak
0,5 1,0
1,29
Serat
0,2 0,4
1,32
Karbohidrat
By difference
75,85
9
Tepung Tapioka
Tapioka adalah pati yang berasal dari ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot
Ultilisma POHL) yang telah dicuci dan dikeringkan. Tapioka banyak digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan berbagai jenis kerupuk, seperti kerupuk atom,
kerupuk udang, dan kerupuk ikan. Alasan penggunaan tapioka, selain harganya
murah dan mudah didapat juga mempunyai daya ikat yang tinggi dan membentuk
struktur kuat (Widowati, 1987).
Tepung tapioka hampir seluruhnya terdiri dari pati, sedangkan pati
merupakan senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau (bland flavor), sehingga
modifikasi citarasa pada tepung tapioka mudah dilakukan (Wurzburg, 1968).
Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh Mulyandari (1992), pati ubi kayu
mengandung 29,01% (db) amilosa dan 69,06% (db) amilopektin.
Kandungan molekul amilosa akan mempengaruhi sifat sifat pati yang
tergelatinisasi. Polimer molekul D-glukosa yang berantai lurus sangat mudah
berhubungan dengan polimer rantai lurus lainnya. Penggabungan seperti ini
menyebabkan penurunan kestabilan pati tergelatinisasi (Collison, 1968).
Amilosa merupakan polimer berantai lurus yang panjang dan berbentuk
heliks dalam larutan (Hodge dan Osman, 1976). Bagian matriks yang berada diantara
molekul molekul pati di dalam lingkaran - lingkaran heliks dapat menangkap
senyawa senyawa pembentuk citarasa, minyak atsiri, vitamin, dan karoten sehingga
tidak mudah hilang selama proses pengolahan (Scoch, 1969). Tapioka mempunyai
sifat yang sangat mirip dengan amilopektin karena tapioka sebagian besar terdiri dari
amilopektin. Sifat sifat amilopektin antara lain : 1). dalam bentuk pasta,
amilopektin menunjukkan penampakan yang sangat jernih sehingga dapat
meningkatkan penampakan produk akhir, 2). pada suhu normal pasta dari
amilopektin tidak mudah menggumpal dan kembali menjadi keras, 3). mempunyai
daya rekat yang tinggi (Tjokrodikosoemo, 1968).
Snack
Makanan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang
dikonsumsi selain atau antara waktu makan utama dalam sehari (Lusas dan Rooney,
2001). Makanan ini biasa disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat mengobati
kelaparan dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh. Jenis makanan ini
1
sering terdiri dari bahan makanan tambahan seperti pemanis, pengawet, dan bahan
tambahan (Purwanti, 2005).
Makanan ringan sudah merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan
dalam kehidupan sehari hari, terutama pada kalangan anak anak dan remaja.
Harper (1981) menyatakan bahwa makanan ringan dibedakan menjadi dua macam
berdasarkan bahan dasarnya. Kelompok makanan ringan pertama adalah makanan
ringan yang menggunakan bahan baku utama seperti produk ekstrusi dari jagung dan
kemudian ditambah garam dan bumbu penyedap. Kelompok makanan ringan yang
kedua yaitu makanan ringan yang memakai campuran dari beberapa sumber pati
seperti campuran jagung dan beras, bahkan dicampur pula dengan kacang
kacangan seperti kedelai, kacang hijau, dan lain lain. Kalsium dan fosfor dapat
ditambahkan dalam pembuatan snack untuk meningkatkan kandungan gizi, biasanya
yang sering ditambahkan adalah trikalsium fosfat (Matz, 1984).
Makanan ringan berminyak merupakan jenis makanan ringan yang
mengandung minyak nabati, baik berasal dari bahan baku maupun dari minyak yang
digunakan untuk menggoreng. Pembuatan atau pengolahan makanan ringan dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem penggorengan merendam (deep frying) dan
sistem penggorengan biasa (pan frying) (Purwanti, 2005). Minyak yang terkandung
dalam snack dapat menyebabkan oksidasi sehingga menurunkan citarasa (Lusas dan
Rooney, 2001).
Bentuk makanan ringan bervariasi tergantung dari cetakannya (Purwanti,
2005). Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 makanan
ringan yaitu produk siap santap yang terbuat dari bahan baku utama karbohidrat
berbumbu dengan atau penambahan bahan bahan lain. Bahan baku utama yang
digunakan bisa berasal dari terigu, beras, dan bahan pangan karbohidrat lainnya.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 menyatakan bahwa bahan lain
yang dapat ditambahkan adalah garam, gula, dan turunannya, bahan penyedap rasa
dan aroma yang diizinkan, rempah rempah dan produk olahannya, daging ternak,
unggas, produk perairan, dan produk olahannya, susu dan produk olahannya, sayur
dan produk olahannya, vitamin dan mineral, coklat dan turunannya, minyak dan
lemak serta turunannya. Syarat mutu makanan ringan menurut Badan Standarisasi
Nasional Indonesia 01-6630-2002 dapat dilihat pada Tabel 5.
No.
1
Persyaratan
1.1
Tekstur
1.2
Aroma
1.3
Rasa
1.4
Warna
Benda asing
Kadar air
Maks. 7,0
Kadar protein
Min. 5,0
Tortilla Chips
Jagung merupakan sumber serealia bagi penyediaan tortilla di Mexico dan
Amerika Tengah. Kira kira 10 % dari produksi jagung di Amerika Serikat
digunakan untuk bahan pangan, sedangkan di Meksiko, 72% dari total produksi
jagung diperuntukkan bagi bahan pangan, terutama tortilla. Khususnya, bagi
golongan sosial ekonomi yang rendah bergantung pada tortilla sebagai sumber kalori
dan protein yang utama (Rooney dan Serna-Salvidar, 1987).
Menurut Rooney dan Serna-Salvidar (1987), Serealia siap santap (Ready to
eat) dibuat dengan cara memasak serealia tersebut hingga terjadi gelatinisasi pati dan
terbentuk adonan atau memasak partikel partikel menjadi serpihan serpihan
(flakes), irisan irisan (shreds), dan butiran butiran. Rasa, aroma, dan tekstur yang
diinginkan dipertahankan dengan mengontrol proses pemanggangannya. Tekstur
menjadi crispy (renyah) selama dehidrasi. Selain itu, reaksi karamelisasi dan
Maillard berperan dalam pengembangan rasa dan warna yang diinginkan. Proses
proses konvensional masih digunakan untuk memproduksi sereal sereal tersebut
yang terus populer, seperti halnya corn flakes. Variasi dari produk olahan jagung
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Adonan
Ekstrusi/
Perataan
Perataan dan
Pemotongan
Perataan dan
Pemotongan
Perataan dan
Pemotongan
Penggorengan
Pemanggangan
Pemanggangan
Pemaganggan
Corn Chips
Penggorengan
Table Chips
Penggorengan
Tortilla Chips
Taco Shells
Tortilla
chips
merupakan
panganan
khas
Meksiko,
namun
diperkenalkan dan diproduksi secara massal untuk pertama kali di Amerika serikat
pada akhir tahun 1940. Tortilla chips umumnya terbuat dari bahan dasar jagung yang
ditambahkan minyak sayur, garam, dan air. Jagung yang biasa digunakan dalam
pembuatan tortilla chips adalah jagung kuning, namun dapat juga digunakan jagung
putih, jagung biru, maupun jagung merah. (www.Wikipedia.com, 2007).
Karakteristik Fisik
Derajat Gelatinisasi
Menurut Wooton et al. (1971) yang dimaksudkan derajat gelatinisasi adalah
rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati. Tingkat derajat gelatinisasi
produk menunjukkan tingkat pemasakan yang terjadi, artinya derajat gelatinisasi
yang tinggi menunjukkan bahwa produk lebih mudah dicerna oleh tubuh.
Pati tidak larut dalam air dingin (Collison, 1968), tetapi bagian amorfus
granula dapat menyerap air sampai 30 persen tanpa merusak struktur misel (Hodge
dan Osman, 1976). Jika suspensi air-pati dipanaskan maka akan terjadi
pembengkakan granula. Pembengkakan granula tersebut pada awalnya bersifat
reversibel, artinya granula yang telah mengalami pembengkakan dapat kembali
seperti kondisi semula. Namun jika pemanasan diteruskan, maka setelah mencapai
suhu tertentu sifat pembengkakan granula menjadi ireversibel. Proses itulah yang
disebut gelatinisasi (Winarno, 1997).
Suhu gelatinisasi merupakan suatu kisaran, karena granula granula dari
jenis pati yang sama mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi sehingga energi
yang diperlukan untuk pembengkakan granula yang berbeda. Damardjati (1986)
mengemukakan bahwa granula yang berukuran besar biasanya membengkak pada
suhu yang lebih rendah. Sehingga suhu pemanggangan pada saat pemasakan juga
menentukan tingkat derajat gelatinisasi yang terjadi pada produk.
Menurut Winarno (1997), mekanisme gelatinisasi pati terdiri dari tiga tahap.
Pertama, air berpenetrasi secara bolak balik ke dalam granula. Kemudian pada
suhu 60C - 85C granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan
sifat birefringence-nya. Pada tahap ketiga, jika temperatur terus naik maka molekul
molekul pati akan terdifusi dari granula.
Mekanisme gelatinisasi pati diawali dengan berpenetrasinya molekul air ke
dalam granula pati, selanjutnya granula pati akan mengembang akibat adanya proses
pemanasan. Pada suhu tertentu yang disebut suhu gelatinisasi, granula yang telah
mengembang menjadi bersifat ireversibel sehingga tidak dapat kembali menjadi
ukuran semula. Mekanisme gelatinisasi pati dapat dilihat pada Gambar 2.
Granula pati yang terdiri dari amilosa (rantai lurus)
dan amilopektin (rantai bercabang)
Granula
mengembang,
penambahan
air
akan
dari amilopektin
Derajat Pengembangan
Menurut Shukla (1995) derajat pengembangan dipengaruhi oleh jumlah pati
yang terdapat dalam bahan baku. Jumlah pati tersebut erat hubungannya dengan
jumlah pati tergelatinisasi. Besar kecilnya derajat pengembangan produk ditentukan
oleh banyak sedikitnya jumlah pati yang tergelatinisasi pada saat pemanggangan.
Menurut Harper (1981) dan Linko et al. (1981), derajat gelatinisasi yang semakin
tinggi diikuti derajat pengembangan yang semakin tinggi.
Derajat pengembangan dapat dipengaruhi sifat sifat pati yang terdapat
dalam adonan. Selain itu, derajat pengembangan dipengaruhi pula oleh komposisi
yang digunakan diantaranya adalah gula. Kemampuan gula mengikat air juga
berpengaruh terhadap semakin meningkatnya nilai derajat pengembangan.
Kekerasan
Kekerasan suatu bahan pangan mengindikasikan seberapa banyak kekuatan
atau tekanan yang dibutuhkan untuk menghancurkan produk tersebut. Kekerasan
berbanding terbalik dengan kerenyahan suatu produk semakin tinggi kekerasan
produk menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki kerenyahan yang rendah,
begitupun sebaliknya semakin rendah nilai kekerasan suatu produk menunjukkan
semakin tinggi kerenyahannya (Buckle et al.,1987). Faktor lain yang dapat
mempengaruhi kekerasan dari suatu produk antara lain adalah komponen penyusun
produk, tingkat kematangan produk, serta kadar air bahan.
Kekerasan pada produk dapat dipengaruhi oleh perbandingan amilosa dan
amilopektin pada bahan baku. Tjokrodikosoemo (1968) menjelaskan bahwa
amilopektin pada pati memiliki sifat daya rekat yang tinggi, sehingga semakin tinggi
kadar amilopektin pada bahan baku yang digunakan akan menyebabkan semakin
tinggi kekompakan/kekerasan dari suatu produk.
Indeks Penyerapan Air (IPA)
Indeks penyerapan air (IPA) atau disebut juga daya serap air menunjukkan
kemampuan bahan untuk dapat berinteraksi dengan air. Cherry (1981) menyebutkan
bahwa interaksi protein dengan air menentukan sifat hidrasi, pengembangan produk,
viskositas, dan gelasi.
Cherry (1981) menambahkan bahwa daya serap air selain bergantung pada
sifat protein bahan, juga dipengaruhi oleh keberadaan dan jumlah gugus polar dan
non polar dalam bahan. Protein menjadi penting sebagai komponen yang
menentukan tingkat penyerapan air karena hampir semua protein mengandung
sejumlah rantai polar sepanjang kerangka peptidanya dan membuatnya bersifat
hidrofilik. Protein memegang peranan penting pada kemampuan menyerap air, untuk
itu perlu diketahui jenis dan jumlah protein yang terkandung dalam suatu bahan
pangan yang memiliki sifat hidrofilik maupun hidrofobik.
Indeks Kelarutan Air
Indeks kelarutan air atau disebut juga daya larut menunjukkan kemampuan
suatu bahan untuk dapat larut dalam air yang dinyatakan dengan banyaknya jumlah
partikel (g) yang terlarut dalam sejumlah air tertentu (ml). Kelarutan protein sering
mempengaruhi sifat fungsional protein dan berkontribusi pada pembentukan gel dan
emulsifikasi (Damodaran, 1996). Hilangnya kelarutan protein sering dijadikan
indikator denaturasi protein dan ikatan silang akibat perlakuan yang buruk.
Lehninger (1991) menambahkan bahwa sifat kelarutan protein sangat dipengaruhi
beberapa hal antara lain suhu, sifat garam larutan, dan sifat asam-basa larutan.
Warna
Warna adalah refleksi cahaya pada permukaan bahan yang ditangkap oleh
indera penglihatan dan ditransmisikan oleh sistem syaraf. Menurut Fellows (1992),
perubahan warna dapat ditentukan oleh penambahan bahan kimia dan perombakan
enzim menjadi pigmen. Warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan,
karena umumnya penerimaan bahan yang pertama kali dilihat adalah warna. Warna
yang menarik akan meningkatkan penerimaan produk. Warna dapat mengalami
perubahan saat pemasakan. Hal ini dapat disebabkan oleh hilangnya sebagian pigmen
akibat pelepasan cairan sel pada saat pemasakan atau pengolahan, intensitas warna
semakin menurun. Penerimaan warna suatu bahan berbeda beda tergantung dari
faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno, 2002).
Pengujian Organoleptik
Penilaian organoleptik adalah penilaian mutu suatu produk dengan
menggunakan indera manusia melalui syaraf sensori. Penilaian dengan indera banyak
digunakan untuk menilai hasil pertanian dan makanan. Penilaian dengan cara ini
banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Analisis
organoleptik dapat membantu pendugaan parameter untuk formula baru, sedangkan
pengukuran
menggunakan
alat
(instrumen)
dibutuhkan
untuk
meyakinkan
pulen keras untuk nasi, renyah lembek untuk mentimun, dan sebagainya.
Rentangan skala mutu hedonik berkisar dari ekstrim baik sampai ke ekstrim jelek.
Skala hedonik pada uji mutu hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik.
Jumlah tingkat skala juga bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang diinginkan
dan sensitifitas antar skala. Seperti halnya pada uji kesukaan, pada uji mutu hedonik,
data penilaian dapat ditransformasikan dalam skala numerik dan selanjutnya dapat
dianalisa statistik untuk interpretasinya. Pada uji mutu hedonik menggunakan metode
skoring dibutuhkan 15 25 orang panelis agak terlatih dengan jumlah contoh per
penyajian maksimal sebanyak 6 sampel (Soekarto, 1985).
Uji Kesukaan (Hedonik)
Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Soekarto (1985) menjelaskan bahwa
dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya ketidaksukaan. Di samping panelis mengemukakan tanggapan senang,
suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat
tingkat kesukaan yang dinyatakan oleh panelis disebut sebagai skala hedonik.
Dalam penganalisaan, skala hedonik ditransformasikan menjadi skala
numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan adanya skala
hedonik tersebut, uji hedonik secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk
mengetahui perbedaan, karena hal ini maka uji hedonik paling sering digunakan
untuk menilai komoditi sejenis atau produk pengembangan secara organoleptik. Jika
uji pembedaan banyak digunakan dalam program pengembangan hasil hasil baru
atau hasil bahan mentah, maka uji hedonik banyak digunakan untuk menilai hasil
akhir produksi.
Pada uji hedonik dibutuhkan setidaknya 15 25 orang panelis agak terlatih
dengan jumlah sampel per sajian sebanyak 1 12 sampel ringan, ataupun dapat
digunakan 80 orang panelis tidak terlatih dengan jumlah contoh per penyajian
maksimal sebanyak 6 sampel berat (Soekarto, 1985).
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Departeman
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, dan Laboratorium
Pengolahan Pangan, Departemen Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 3 bulan, yaitu
dari bulan Juli sampai dengan September 2007.
Materi
Bahan bahan yang digunakan dalam pembuatan tortilla corn chips antara
lain telur ayam ras (umur 1 hari) sebagai bahan pembuat tepung putih telur, grits
jagung didapatkan dari PT.Amylum Corn Mills, tepung tapioka, air, gula, dan garam.
Peralatan yang digunakan antara lain blender, roller, cetakan, pengaduk kayu,
loyang, timbangan analitik, autoclave, rheoner, chromameter, penangas air, kompor
listrik, micrometer, dan oven.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola searah dengan peubah perbedaan konsentrasi penambahan tepung putih
telur sebanyak 0%, 5%, 10%, dan 15% dari total adonan kontrol (0%) yang bersifat
komplementer (penambahan), masing masing 3 kali ulangan. Model matematika
menurut Steel and Torrie (1995) adalah sebagai berikut :
Yij = + Ai (x) + ij
keterangan :
Yijk
= nilai pengamatan
Prosedur
Penelitian ini diawali pembuatan tepung putih telur dengan menggunakan
metode pengeringan oven dan pembuatan tortilla corn chips berbahan baku grits
jagung dengan penambahan tepung putih telur dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, dan
15% dari total adonan kontrol (0%), dilanjutkan dengan pengujian karakteristik fisik
dan karakteristik organoleptik. Kemudian dilakukan penentuan produk terbaik dari
keseluruhan formula produk yang dibuat.
Pembuatan Tepung Putih Telur
Pembuatan tepung putih telur diawali dengan persiapan telur yang terdiri atas
seleksi telur dan pembersihan telur. Seleksi telur dilakukan dengan melakukan
pemilihan telur dengan kualitas yang baik yaitu memiliki bentuk normal (bulat
lonjong), bersih (bebas dari kotoran yang menempel maupun noda), utuh, serta
memiliki bobot yang seragam (60 65 gram). Pencucian telur dilakukan terhadap
telur kotor dengan cara dicuci menggunakan air hangat (35o 40oC) kemudian
ditiriskan. Selanjutnya telur dipecah dan dipisahkan bagian putih dan kuningnya,
kemudian putih telur dihomogenkan dengan pengaduk hingga tercampur rata.
Selanjutnya dilakukan pasteurisasi dengan sistem batch menggunakan penangas air
pada suhu 50C selama 3 menit.
Proses desugarisasi dilakukan dengan penambahan ragi roti (Saccharomyces
cereviceae) sebanyak 0,3% ke dalam cairan putih telur, lalu diaduk secara manual
menggunakan pengaduk kayu sampai penyebaran khamir merata, setelah itu putih
telur diinkubasi pada suhu ruang ( 30oC) selama 150 menit. Proses selanjutnya
setelah fermentasi yaitu telur dimasukkan ke dalam loyang dengan ketebalan kira
kira 6 mm, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC selama 42 jam hingga
menghasilkan flake (bentuk remah). Flake putih telur yang diperoleh dari hasil
pengeringan kemudian digiling menggunakan blender kering. Diagram alir proses
pembuatan tepung putih telur dengan penambahan tepung putih telur dapat dilihat
pada Gambar 3.
20
Telur Ayam
Persiapan Telur
Penambahan 0,3%
khamir
Saccaromyces
cereviceae
Penggilingan
Flake dengan
blender kering
Formula 1
digunakan
(g)
Formula 2
(g)
Formula 3
(g)
Formula 4
(g)
Grits Jagung
80
52,6
80
50,12
80
47,86
80
45,77
7,6
4,76
15,2
9,09
22,8
13,04
Garam
1,3
1,25
1,2
1,14
Gula
20
13,2
20
12,54
20
11,95
20
11,44
Tepung Tapioka
Jumlah
50
152
32,9
100
50
159,6
31,33
100
50
167,2
29,9
100
50
174,8
28,7
100
Keterangan :
Perhitungan Penambahan Tepung Putih Telur ke Dalam Adonan :
-
garam, air, dan tepung tapioka. Alir proses pembuatan tortilla corn chips didasarkan
pada penelitian terdahulu oleh Khasanah (2003) namun sudah dilakukan beberapa
perubahan. Diagram alir proses pembuatan tortilla corn chips dengan penambahan
tepung putih telur dapat dilihat pada Gambar 4.
22
Dihomogenisasi
Dipipihkan dengan
roller (flaking)
Dicetak lembaran
Gambar 4.
Pembuatan Adonan. Adonan dibuat dengan cara mencampurkan tepung putih telur
serta grits jagung sesuai formula dengan tepung tapioka, gula halus, dan garam
sampai homogen, penambahan air dilakukan sampai adonan menjadi kalis. Tepung
tapioka, gula, dan garam yang ditambahkan pada adonan masing masing sebanyak
50 gram, 20 gram dan 2 gram. Jumlah banyaknya bahan pembantu yang
dicampurkan dalam adonan berbeda dibandingkan pada penelitian Khasanah (2003).
Penggunaan tepung putih telur yang bersifat penambahan (melengkapi), sebanyak
0%, 5%, 10%, dan 15% dari total berat adonan kontrol (0%). Proses selanjutnya,
yaitu pengadukan secara manual menggunakan tangan untuk menghomogenkan
adonan yang terdiri dari tepung putih telur, grits jagung, tepung tapioka, gula, garam
dan air.
23
24
Standar Produk
Penentuan Nilai
Belum Ada
Belum Ada
Belum Ada
Normal/dapat diterima*
Normal/dapat diterima*
1. Berada
dalam
kisaran
standard
diberi nilai 4.
2. Untuk
beberapa
peubah yang belum
memiliki
acuan
diberi nilai tertinggi
4 dan nilai terendah
1.
Normal/dapat diterima*
Normal/dapat diterima*
Belum Ada
Normal/dapat diterima*
Normal/dapat diterima*
Kadar Air
1
_____
x 100%
25
Keterangan :
w
w1
x 100%
x 100%
w
26
x100%
27
1
___________
x 100%
w
Keterangan :
w = Bobot sampel (g)
w1 = Bobot lemak (g)
Kadar Karbohidrat (Winarno, 1997).
Kadar karbohidrat dihitung dengan by difference :
Persentase Kadar Karbohidrat = 100% - (% air + % lemak + % protein + % abu)
Analisa Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips
Derajat Gelatinisasi (Wooton, et al., 1971). Derajat gelatinisasi didefinisikan
sebagai rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati produk yang dihitung
dengan metode spektrofotometer dengan mengukur kompleks pati-iodin yang
terbentuk dari suspensi contoh sebelum dan sesudah dilarutkan dalam alkali.
Produk yang dihaluskan sampai ukuran 60 mesh, ditimbang sebanyak 1 g
dan didispersikan dalam 100 ml air dalam waring blender selama 1 menit. Suspensi
kemudian disentrifuse pada suhu ruang dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit.
Supernatan diambil duplo, lalu masing masing ditambah 0,5 ml HCl 0,5M dan
dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu tabung duplo tersebut ditambahkan
0,1 ml larutan iodium, lalu contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 600 nm, begitu juga dengan tabung yang tanpa iodium.
Suspensi disiapkan dangan cara mendispersikan produk yang sudah
dihaluskan sebanyak 1 gram dalam 95 ml air dan ditambah 5 ml NaOH 10M.
Suspensi dikocok selama 5 menit kemudian disentrifuse selama 15 menit pada suhu
ruang dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0,5 ml secara duplo,
ditambah 0,5 ml HCl 0,5M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu
tersebut ditambahkan 0,1 ml iodium dan diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 600 nm, begitu juga dengan tabung yang tanpa iodum.
Secara ringkas, pengamatan dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1. Larutan yang ditambahkan HCl digunakan sebagai standar untuk pati yang
tergelatinisasi.
28
2. Larutan bahan yang ditambahkan HCl dan larutan iodium, sebagai larutan pati
yang tergelatinisasi.
3. Larutan bahan yang ditambahkan NaOH dan HCl sebagai larutan standar untuk
total pati.
4. Larutan bahan yang ditambahkan NaOH, HCl, dan larutan iodium sebagai larutan
total pati.
Derajat gelatinisasi dihitung dengan rumus :
Derajat Gelatinisasi =
A1
x 100%
A2
Keterangan :
A1 = absorbansi standar pati yang tergelatinisasi absorbansi larutan pati
yang tergelatinisasi.
A2 = absorbansi larutan standar total pati absorbansi larutan total pati
Derajat Pengembangan (Linko et al., 1981). Pengukuran dilakukan di
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pengukuran volume produk dilakukan sebanyak 6 kali ulangan dengan
menggunakan alat jangka sorong digital, dengan mengukur panjang, lebar, dan
ketebalan dari tortilla corn chips sebelum dan setelah dipanggang, kemudian
dihitung volumenya dengan mengalikan nilai panjang, lebar, dan ketebalan yang
didapat. Derajat pengembangan ditentukan dengan rumus :
Derajat Pengembangan (%) =
29
Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Indeks Kelarutan Air (IKA) Metode
Sentrifugasi (Anderson et al., 1984 disitir oleh Muchtadi et al., 1988). Sampel
sebanyak satu gram dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge yang telah diketahui
beratnya. Sebanyak 10 ml aquades kemudian ditambahkan ke dalam tabung dan
diaduk dengan vibrator sampai semua bahan terdispersi secara merata. Tabung
selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu ruang selama 15
menit. Supernatan yang diperoleh dituang secara hati-hati ke dalam wadah lain,
sedangkan tabung sentrifuge beserta residunya dipanaskan dalam oven. Tabung
diletakkan dengan posisi miring (25o) dan oven diatur pada suhu 50oC selama 25
menit. Tabung berisi residu ditimbang untuk menentukan berat air terserap.
Supernatan yang diperoleh diambil sebagai contoh sebanyak 2 ml dan
dimasukkan ke dalam cawan timbang yang telah diketahui beratnya. Cawan lalu
dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 110oC sampai semua air
menguap. Cawan didinginkan dan ditimbang untuk mengetahui berat bahan kering
yang terdapat dalam supernatan. Indeks penyerapan air dan indeks kelarutan dalam
air ditentukan dengan persamaan berikut :
IPA (ml/g) =
IKA (g/ml) =
produk tortilla corn chips ini, menggunakan Hunter Lab System yang diukur dengan
menggunakan alat Minolta Chromameter CR-310. Metode Hunter ini diindikasikan
dengan beberapa komponen warna yang diukur, yaitu L, a, dan b, kemudian
parameter warna lain yang diukur dengan Minolta Chromameter CR-310 adalah C
dan ho (hue). Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) yang mempunyai
nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang
menghasilkan warna kromatik putih, abu-abu, dan hitam. Nilai a menyatakan warna
kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai 100 untuk
warna merah dan a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b
menyatakan warna kromatik campuran kuning-biru dengan nilai +b (positif) dari 0
30
sampai 70 untuk warna kuning dan nilai b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna
biru. Notasi C menyatakan parameter ketajaman warna yang dihasilkan produk,
dengan nilai antara 0 (tidak tajam) sampai 100 (sangat tajam), sedangkan nilai oHue
menyatakan spesifikasi perpaduan warna yang dihasilkan. Hasil pengukuran
kemudian dikonversi dengan menggunakan Munsell Conversion Program V.
31
produk, kriteria ini berkisar antara sangat keras hingga sangat renyah.
-
produk ini dikunyah dalam mulut, kriteria tekstur berkisar antara sangat kasar hingga
sangat halus.
-
32
Hasil Analisa*
5,97
3,01
Maks. 5
72,06
Min. 75
0,21
Maks. 1
5,59 6,62 b
10
10,07 4,56 c
15
Rataan Umum
11,65 3,15 c
-
34
35
Derajat Pengembangan
Derajat pengembangan tortilla corn chips memiliki nilai rataan umum
138,12% 8,24 dengan nilai rataan masing masing formula terdapat pada Tabel
10. Berdasarkan analisis ragam, perlakuan formula perbedaan konsentrasi tepung
putih telur tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap derajat pengembangan produk
(Lampiran 4).
Tabel 10. Nilai Rataan dan Standard Deviasi Derajat Pengembangan Tortilla
Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Konsentrasi Tepung Putih Telur (%)
Derajat Pengembangan (%)
0
130,21 4,81
5
131,83 17,01
10
144,58 14,2
15
Rataan Umum
145,88 0,90
138,12 8,24
36
5). Nilai nilai yang didapat masih sangat beragam dan memiliki nilai standar
deviasi yang besar. Metode pencetakan adonan yang masih kurang sempurna juga
dapat menjadi penyebabnya sehingga produk yang dihasilkan tidak seragam,
sehingga secara statistik penambahan tepung putih telur pada formula tidak
berpengaruh nyata pada kekerasan tortilla corn chips.
Tabel 11. Rataan dan Standard Deviasi Kekerasan Tortilla Corn Chips
dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Konsentrasi Tepung Putih Telur (%)
Kekerasan (gf)
0
363,3 230,23
5
403,3 122,10
10
1025 482,98
15
Rataan Umum
1065 459,02
714,15 382,73
37
Tabel 12. Rataan dan Standard Deviasi Indeks Penyerapan Air Tortilla Corn
Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Konsentrasi Tepung Putih Telur (%)
Indeks Penyerapan Air (ml/g)
0
3,04 0,76
5
2,69 0,21
10
3,68 0,51
15
Rataan Umum
3,48 0,35
3,22 0,44
Cherry dan McWaters (1981) menjelaskan bahwa daya serap air selain
bergantung pada sifat protein bahan, juga dipengaruhi oleh keberadaan dan jumlah
gugus polar dan non polar dalam bahan. Protein menjadi penting sebagai komponen
yang menentukan tingkat penyerapan air karena hampir semua protein mengandung
sejumlah rantai polar sepanjang kerangka peptidanya dan membuat bersifat
hidrofilik. Protein tepung putih telur memegang peranan penting pada kemampuan
menyerap air karena komponen ini paling banyak dikandung dalam tepung putih
telur, namun masih perlu diketahui jenis dan jumlah protein yang masih terkandung
dalam tepung putih telur yang memiliki sifat hidrofilik maupun hidrofobik.
Indeks Kelarutan Air
Indeks kelarutan air (IKA) atau disebut juga daya larut menunjukkan
kemampuan tortilla corn chips untuk dapat larut dalam air yang dinyatakan dengan
banyaknya jumlah partikel (g) yang terlarut dalam sejumlah air tertentu (ml). Nilai
rataan umum indeks kelarutan air tortilla corn chips dengan penambahan tepung
putih telur 0,018 g/ml 0,003 dengan nilai rataan masing masing formula terdapat
pada Tabel 13.
Tabel 13. Rataan dan Standard Deviasi Indeks Kelarutan Air Tortilla Corn
Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Konsentrasi Tepung Putih Telur (%)
Indeks Kelarutan Air (g/ml)
0
0,023 0,004
5
0,017 0,005
10
0,017 0,009
15
Rataan Umum
0,016 0,007
0,018 0,003
38
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 7), indeks kelarutan air (IKA) tidak
dipengaruhi secara nyata (P>0,05) oleh formula penambahan tepung putih telur.
Penurunan nilai indeks kelarutan air (IKA) pada tortilla corn chips dapat disebabkan
adanya penambahan garam pada adonan. Winarno (1984) menjelaskan bahwa bila
suatu protein ditambahkan garam, daya larut proteinnya akan berkurang, akibatnya
protein akan terpisah. Peningkatan penambahan tepung putih telur pada formula
menyebabkan jumlah protein yang larut pada air semakin berkurang.
Warna Tortilla Corn Chips
Warna tortilla corn chips dengan berbagai taraf penambahan tepung putih
telur
berdasarkan
konversi
warna
dengan
Munsell
Conversion
Program
menunjukkan kisaran warna yang sama yaitu kuning. Secara visual perbedaan
tortilla corn chips antar perlakuan terlihat pada tingkat kecerahan warna kuning yang
dihasilkan. Penambahan tepung putih telur yang semakin tinggi cenderung
menurunkan tingkat kecerahan tortilla corn chips, disamping itu adonan dan proses
pemanggangan juga mempengaruhi tingkat kecerahan tortilla corn chips,
keseluruhan nilai rataan hasil analisis warna terhadap tortilla corn chips dapat dilihat
pada Tabel 14.
Tabel 14. Rataan dan Standard Deviasi Warna Tortilla Corn Chips dengan
Penambahan Tepung Putih Telur
Konsentrasi
Tepung Putih
Telur (%)
0
74,52 1,30
8,53 1,62
69,48 4,59
10
15
Rataan
Warna
b
Hue
25,76 6,17
27,16 5,81
70,51 4,72
8,64 1,34
28,96 4,09
30,25 3,94
73,31 3,29
67,39 4,81
9,71 1,38
28,74 3,26
30,36 3,19
71,48 2,67
67,45 4,63
69,71 3,35
9,18 1,68
9,02 0,54
26,14 2,83
27,4 1,68
27,72 3,18
28,87 1,67
70,78 1,78
71,52 1,26
Nilai L. Penambahan tepung putih telur tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
nilai L (kecerahan) tortilla corn chips (Lampiran 8). Hasil pengukuran nilai L tortilla
corn chips dalam penelitian ini berkisar antara 67,45 sampai dengan 74,52 dengan
nilai rataan umum adalah 69,71 3,35, rincian nilai rataan tiap formula dapat dilihat
pada Tabel 14. Nilai L pada produk semakin menurun seiring dengan meningkatnya
kadar tepung putih telur yang ditambahkan dalam formula.
39
Nilai a. Perlakuan penambahan tepung putih telur dengan konsentrasi yang berbeda
tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai a tortilla corn chips (Lampiran 9).
Nilai a merupakan tingkat warna kromatik campuran merah-hijau, menunjukkan nilai
positif (+) dengan kisaran nilai +8,53 sampai dengan +9,18 (Tabel 14) dengan nilai
rataan umum adalah 9,02 0,54. Nilai yang positif tersebut berarti bahwa tingkat
warna kromatik yang dihasilkan mengarah pada daerah warna merah (skala 0 80).
Nilai b. Penambahan tepung putih telur tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
nilai b tortilla corn chips (Lampiran 10). Nilai b merupakan tingkat warna kromatik
campuran biru-kuning, menunjukkan nilai positif dengan kisaran +25,76 sampai
dengan +28,96 (Tabel 14) dengan nilai rataan umum yaitu 27,4 1,68. Nilai yang
positif diatas berarti bahwa tingkat warna kromatik yang dihasilkan mengarah pada
kisaran warna kuning (skala 0 70).
Nilai C. Penambahan tepung putih telur tidak berpengaruh secara nyata (P>0,05)
terhadap nilai C tortilla corn chips (Lampiran 11). Nilai C menunjukkan tingkat
ketajaman warna yang dihasilkan produk, dengan nilai antara 0 (tidak tajam) sampai
100 (sangat tajam). Nilai C yang dihasilkan berkisar antara 27,16 sampai dengan
30,36 (Tabel 14), dengan rataan umum 28,87 1,67 yang berarti warna yang yang
dihasilkan tortilla corn chips tidak terlalu tajam bahkan cenderung tidak tajam.
Nilai Hue. Penambahan tepung putih telur tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap nilai Hue (h) tortilla corn chips (Lampiran 12). Nilai oHue menyatakan
spesifikasi perpaduan warna yang dihasilkan. Nilai rataan umum oHue tortilla corn
chips dengan berbagai taraf penambahan tepung putih telur adalah 71,52 1,26
dengan kisaran nilai
kuning pada dasarnya merupakan warna adonan yang didominasi oleh grits jagung
yang merupakan bahan utama dalam pembuatan tortilla corn chips.
Karakteristik Organoleptik Tortilla Corn Chips
Sebelum melakukan uji mutu hedonik dan uji hedonik dilakukan terlebih
dahulu penilaian terhadap tampilan umum tortilla corn chips. Tortilla corn chips
yang dihasilkan secara umum memiliki penampilan fisik yang tidak terlalu berbeda.
Kombinasi penggunaan jagung, tepung tapioka, dan tepung putih telur menghasilkan
warna kuning kecoklatan. Penampilan produk tortilla corn chips dengan atau tanpa
penambahan tepung putih telur dapat dilihat pada Gambar 6.
terhadap
sifat
organoleptik
bertujuan
untuk
mengetahui
karakteristik mutu dan tingkat penerimaan produk tortilla corn chips berdasarkan
penilaian skor dari panelis. Kriteria yang dianalisa pada uji mutu hedonik meliputi
warna, kerenyahan, rasa gurih, tekstur, dan untuk uji hedonik dinilai hanya
penerimaan secara keseluruhan terhadap produk tortilla corn chips. Nilai rataan hasil
pengujian organoleptik dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Nilai Rataan dan Standard Deviasi Penilaian Organoleptik Tortilla
Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur
Kriteria Penilaian
Formula
1
2
3
4
Organoleptik
Mutu Hedonik :
- Warna
5,76 0,62A
4,50 0,78C
3,96 0,88D
4,22 0,81B
- Kerenyahan
6,62 0,77A
5,24 0,89A
3,92 0,68B
3,78 0,80C
- Rasa Gurih
4,20 1,10B
4,60 0,93A
4,00 0,79C
4,72 0,85A
- Tekstur
4,04 1,19A
4,48 1,05B
3,86 0,83C
3,10 0,80C
Hedonik :
5,16 0,81A
5,22 0,70A
4,50 0,98B
3,82 1,06C
Keterangan :
- Superscript menunjukkan perlakuan sangat berbeda nyata (P < 0,01)
-
Warna : 1 = Sangat Gelap; 2 = Gelap; 3 = Agak Gelap; 4 = Netral (tidak Cerah & tidak Gelap);
5 = Agak Cerah; 6 = Cerah; 7 = Sangat Cerah.
Kerenyahan : 1 = Sangat Keras; 2 = Keras; 3 = Agak Keras; 4 = Netral (tidak renyah & tidak
keras); 5 = Agak Renyah; 6 = Renyah; 7 = Sangat Renyah.
Rasa Gurih : 1 = Sangat Tidak Gurih; 2 = Tidak Gurih; 3 = Agak Tidak Gurih; 4 = Netral
(Tidak Gurih & Tidak Hambar); 5 = Agak Gurih; 6 = Gurih; 7 = Sangat Gurih.
Tekstur : 1 = Sangat Kasar; 2 = Kasar; 3 = Agak Kasar; 4 = Netral (tidak halus & tidak kasar);
5 = Agak Halus; 6 = Halus; 7 = Sangat Halus.
Hedonik : 1 = Sangat Tidak Suka; 2 = Tidak Suka; 3 = Agak Tidak Suka; 4 = Netral; 5 = Agak
Suka; 6 = Suka; 7 = Sangat Suka.
42
Mutu Hedonik
Warna. Warna produk dipengaruhi oleh formula bahan baku. Penilaian warna yang
dilakukan difokuskan terhadap tingkat kecerahan produk menurut panelis. Skala
penilaian berkisar antara sangat cerah sampai dengan sangat gelap (1 7). Rataan
penilaian panelis terhadap warna produk tortilla corn chips yaitu 3,96 sampai dengan
5,76.
Nilai rataan dari hasil pengujian mutu hedonik terhadap warna (Tabel 15) dari
tortilla corn chips, produk formula 1 yaitu 5,76 (cerah); formula 2 yaitu 4,22 (agak
cerah); formula 3 yaitu (agak cerah); dan formula 4 yaitu 3,96 (netral/tidak cerah &
tidak gelap). Hasil analisis ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa penilaian
warna tortilla corn chips dipengaruhi secara sangat nyata (P<0,01) oleh perbedaan
konsentrasi tepung putih telur. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa produk
formula 1 berbeda nyata dengan produk formula 2, 3, dan 4.
Warna pada tortilla corn chips dipengaruhi oleh formula bahan baku.
Penambahan tepung putih telur pada formula berpengaruh nyata terhadap warna
yang tampak. Semakin tinggi konsentrasi penambahan tepung putih telur berakibat
terhadap semakin gelap warna produk. Hal ini dikarenakan terjadinya reaksi
browning pada saat pemanasan, reaksi ini terjadi akibat bereaksinya lisin dengan
gula sederhana pada suhu tinggi, dan membentuk melanoidin (Winarno, 1984).
Peningkatan kadar lisin akibat peningkatan jumlah tepung putih telur yang
ditambahkan, menyebabkan semakin banyaknya lisin yang bereaksi dengan gula
sederhana, sehingga produk yang dihasilkanpun menampakkan warna yang semakin
gelap.
Kerenyahan. Nilai mutu hedonik terhadap kerenyahan (Tabel 15) berkisar antara
3,78 (tidak renyah & tidak keras) sampai dengan 6,62 (sangat renyah). Berdasarkan
analisis ragam (Lampiran 14), menunjukkan bahwa kerenyahan produk dipengaruhi
secara sangat nyata (P<0,01) oleh perbedaan formula. Selanjutnya dengan uji
Kruskal-Wallis dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan kerenyahan produk
formula 1 dan 2 namun keduanya berbeda nyata dengan produk formula 3 dan 4.
produk formula 3 juga berbeda nyata dengan produk formula 4.
Tabel 15 menunjukkan bahwa semakin banyak tepung putih telur yang
ditambahkan pada tortilla corn chips, secara subjektif dirasakan. Hasil ini selaras
43
dengan hasil pengukuran kekerasan produk secara objektif, dengan semakin tinggi
nilai mutu hedonik kerenyahan seiring dengan semakin turunnya nilai kekerasan
yang diuji secara objektif. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi nilai kekerasan
objektif seiring dengan menurunnya nilai kerenyahan dari panelis.
Kerenyahan dari tortilla corn chips dinilai berdasarkan bunyi yang
ditimbulkan apabila produk dipatahkan. Bunyi pada produk tortilla corn chips
disebabkan karena adanya rongga antar sel sel kaku dan rapuh yang berisi rongga
udara. Apabila diberikan gaya dari luar, sel sel tersebut akan patah dan
menimbulkan getaran udara pada rongga rongga tersebut. Getaran ini menimbulkan
bunyi yang kenyaringannya tergantung pada kekakuan sel. Peningkatan jumlah
penambahan tepung putih telur pada tortilla corn chips menyebabkan semakin
kompak dan padatnya sel - sel produk ini dikarenakan daya erat yang dihasilkan oleh
protein putih telur. Ketika dipatahkan, produk formula 4 (konsentrasi tepung putih
telur 15 %) menghasilkan suara yang tidak terlalu nyaring dibandingkan formula
yang lainnya.
Rasa Gurih. Nilai uji mutu hedonik terhadap rasa gurih (Tabel 15) dari produk
tortilla corn chips berkisar antara 4,0 (netral) sampai dengan 4,72 (agak gurih).
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 15), nilai mutu hedonik rasa gurih tortilla
corn chips dipengaruhi secara sangat nyata (P<0,01) oleh perbedaan formula.
Selanjutnya dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dapat diketahui bahwa produk
formula 2 dan 4 berbeda sangat nyata dengan produk formula 1 dan 3.
Nilai pada Tabel 15 menunjukkan dengan semakin meningkatnya konsentrasi
tepung putih telur dalam adonan, semakin meningkat pula penilaian panelis terhadap
rasa gurih pada produk. Peningkatan penggunaan tepung putih telur cenderung
meningkatkan rasa gurih pada produk. Rasa gurih ini dihasilkan oleh protein yang
terdapat pada tepung putih telur. Produk dengan konsentrasi penambahan tepung
putih telur tertinggi yaitu 15% (formula 4) secara subjektif memiliki tingkat rasa
gurih yang tertinggi pula dibandingkan dengan produk lainnya.
Tekstur. Tekstur yang dinilai pada pengujian ini yaitu tekstur yang dirasakan pada
saat tortilla corn chips dikunyah dalam mulut. Nilai uji mutu hedonik terhadap
tekstur (Tabel 15) dari produk tortilla corn chips berkisar antara 3,1 (agak kasar)
44
sampai dengan 4,48 (agak halus). Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 16), nilai
mutu hedonik tekstur tortilla corn chips dipengaruhi sangat nyata (P<0,01) oleh
perbedaan penambahan tepung putih telur. Selanjutnya dengan menggunakan uji
Kruskal-Wallis dapat diketahui bahwa produk formula 1 dan 2 berbeda sangat nyata
dengan formula 3 dan 4, namun produk formula 3 mempunyai tekstur yang sama dan
tidak berbeda nyata dengan produk formula 4.
Tekstur pada produk tortilla corn chips dipengaruhi oleh jumlah bahan baku
yang terdapat dalam adonan. Berdasarkan penilaian secara subjektif oleh panelis,
semakin tinggi konsentrasi tepung putih telur pada adonan menyebabkan produk
semakin kasar. Hal ini cenderung menunjukkan bahwa tingginya jumlah penggunaan
tepung baik tepung putih telur maupun tepung tapioka dalam adonan menyebabkan
menurunnya tingkat kematangan dari grits jagung pada saat pemanggangan karena
stukturnya sebagian besar tertutup oleh semakin banyaknya tepung pada adonan,
sehingga berakibat masih terasa kerasnya butiran grits jagung pada saat panelis
mengunyah sampel.
Hedonik
Uji hedonik hanya dilakukan terhadap produk tortilla corn chips secara
keseluruhan. Nilai yang diperoleh (Tabel 15) menunjukkan bahwa produk formula 2
(5%) memiliki nilai penerimaan yang tertinggi dengan rataan 5,22 (agak suka),
sedangkan produk dengan konsentrasi tepung putih telur tertinggi yaitu 15%
memiliki nilai terendah dibanding ketiga produk lainnya. Produk formula 2 lebih
disukai panelis dikarenakan produk ini memiliki warna, tekstur, kerenyahan, dan rasa
gurih yang lebih tinggi dibandingkan formula - formula lainnya. Dapat dikatakan
panelis lebih menyukai produk dengan warna yang cenderung cerah, memiliki
tekstur yang halus, renyah, dan rasa yang gurih. Hasil analisis ragam terhadap
penerimaan secara keseluruhan tortilla corn chips (Lampiran 17) menunjukkan
bahwa tingkat kesukaan panelis dipengaruhi sangat nyata (P<0,01) oleh perbedaan
formula. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan pula bahwa produk formula 1 dan 2
berbeda nyata dengan formula 3 dan 4.
Penilaian hedonik merupakan penilaian tingkat kesukaan terhadap produk
tortilla corn chips secara keseluruhan. Menurut Winarno (1997), satu hal yang
45
penting mempengaruhi penerimaan suatu produk adalah latar belakang dan selera
masing masing individu yang memberikan penilaian.
Penentuan Produk Terbaik
Tabel penentuan produk tortilla corn chips terbaik (Tabel 16) menunjukkan
bahwa jumlah nilai yang didapatkan oleh tortilla corn chips formula 1 dan 2 adalah
sama, yaitu 33, sedangkan formula 3 memiliki total nilai 23 dan formula 4 sebesar
21. Berdasarkan metode penentuan produk terbaik yang sudah ditentukan bahwa
nilai yang didapat diurutkan berdasarkan kondisi terbaik yang diharapkan ada pada
produk tortilla corn chips yang dibuat, jumlah nilai yang didapat tiap formula
dibandingkan satu dengan lainnya, formula yang memiliki jumlah nilai tertinggi
dianggap sebagai produk terbaik dibandingkan produk lainnya.
Tabel 16. Hasil Penentuan Produk Terbaik Tortilla Corn Chips dengan
Penambahan Tepung Putih Telur
1.
Karakteristik
D. Gelatinisasi
Formula 1
3,96 (4)
Formula 2
5,598 (3)
Formula 3
10,07 (2)
Formula 4
11,658 (1)
2.
I. P. A.
3,045 (3)
2,692 (4)
3,6827 (1)
3,48 (2)
3.
I. K. A.
0,02305 (4)
0,0177 (3)
0,0171 (2)
0,0164 (1)
4.
Kekerasan (gf)
363,33 (4)
403,33 (3)
1025 (2)
1065 (1)
5.
D. Pengembangan
130,216 (1)
131,83 (2)
144,583 (3)
145,88 (4)
6.
Warna :
74,52 (1)
69,481 (2)
67,395 (3)
67,456 (4)
8,536 (-)
8,64 (-)
9,706(-)
9,188 (-)
25,76 (-)
28,965 (-)
28,743 (-)
26,148 (-)
- Hedonik
5,16 (3)
5,22 (4)
4,50 (2)
3,82 (1)
- MH_Warna
5,76 (4)
4,22 (2)
4,50 (3)
3,96 (1)
- MH_Kerenyahan
6,62 (4)
5,24 (3)
3,92 (2)
3,78 (1)
- MH_Rasa Gurih
4,20 (2)
4,60 (3)
4,00 (1)
4,72 (4)
- MH_Tekstur
4,04 (3)
4,48 (4)
3,86 (2)
3,10 (1)
Jumlah ( x)
33
33
23
21
7. Organoleptik :
protein 2,94 % 0,15. Aplikasi tepung putih telur pada produk tortilla corn chips
spada penelitian ini mencapai kondisi terbaik pada penambahan konsentrasi tepung
putih telur sebanyak 5 %. Peningkatan kadar protein (Lampiran 2) diikuti dengan
kualitas fisik produk yang dapat diterima secara objektif dan subjektif menjadikan
produk tortilla corn chips formula 2 dianggap sebagai produk terbaik dibandingkan
produk yang ditambahkan tepung putih telur sebanyak 10 % dan 15 %. Rasa gurih
diamati dengan cara merasakan tingkatan kesan gurih yang dirasakan, kisaran kriteria
ini yaitu sangat tidak gurih hingga sangat gurih.
47
beserta Istri Muqitta Sinatrya atas bantuan dan kerjasama yang baik. Tidak lupa terima
kasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan THT40 dan THT41, Rekan - rekanku Asep,
Bowo, Ellan, Edi Sar, Doddy, Kautsar, terima kasih atas seluruh waktu, energi, dan
perhatian yang luar biasa selama ini. Serta kepada semua pihak yang turut membantu atas
pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pribadi.
Bogor, Juli 2008
Penulis
50
DAFTAR PUSTAKA
Ahza, A. B. 1996. Kondisi dan parameter operasional pada teknologi ekstruksi,
pemanggangan dan penggorengan. Modul 2 Pelatihan produk-produk olahan
ekstruksi, bakery, frying (Tambun-Bekasi, 2 3 Oktober 1996). Kerjasama
Pusat Studi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor dengan Kantor Menteri
Negara Urusan Pangan, Bekasi.
Aman, W. Subarna, M. Arpah. D. Syah dan S. I. Budiawati. 1992. Peralatan dan Unit
Proses Industri Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Anderson, Y. 1984. Quality Aspect in Extrusion Cooking. Dalam : P. Zuenthen (ed.)
Thermal Processing and Quality. Appl. Sci. Publ., London.
Apriyantono. A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasasri, S. Yasni, dan S. Budiyanto. 1989.
Analisis pangan : Petunjuk Laboratorium. IPB Press, Bogor.
ASEANFOOD. 2000. ASEAN Food Composition Tables. Institute of Nutrition,
Mahidol University, Thailand.
Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1995. Official Methods of
Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Published by
The Association of Official Analytical Chemist, Inc., Arlington.
Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan
Minuman. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 01-4323-1996. Tepung Putih Telur. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI 01-6630-2002. Makanan Ringan. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Berquist, D. H. 1964. Eggs. Dalam : Von Arsdel, W. B. and M, J. Coplej. Food
Dehydration. Volume II. The AVI Publishing Co., Inc., Westport, Conn.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987 . Ilmu Pangan.
Terjemahan: Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Cherry, J. P. and McWaters. 1981. Protein Functionality in Foods. American
Chemical Soviety, Washington.
Collison, R. 1968. Starch Retrogradation. Dalam : J. A. Redley (ed). Starch and its
Derivates. Chapman & Hall Ltd. London.
Cunningham, F. E. 1973. Egg Product Pasteurization. Dalam : W. J. Stadelman dan
O. J. Cotterill (eds). Egg Science and Technology, P. 153. The AVI
Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut.
Damardjati, D. S. dan B. H. Siwi. 1986. Potensi dan Prospek Produksi Jagung dan
Kedelai di Indonesia. Makalah pada Konsultasi Teknis Pengembangan
Industri Pengolahan Jagung dan Kedelai, 24 25 Maret 1986, Bogor.
Damodaran, S. 1996. Amino acid, Peptides, and Proteins. Dalam: O. R. Fennema
(Editor). Food Chemistry Third Edition. Marcell Dekker Inc., New York.
Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. Wijaya, dan N. Puspitasari. 1992. Teknik Analisa
Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Pusat Antar Universitas
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fellows, P. 1992. Food Processing Technology Principles and Practice. Ellis
Harwood, London.
Forsythe, R. H. dan J. F. Foster. 1949. Note on the Electrophoretic Composition of
Egg White. Poultry Sci. 28 (1) : 302.
Harper, J. M. 1981. Extrussion of Foods I. CRC Press, Inc., Boca Raton.
Hill, W. M. dan M. Sebring. 1973. Desugarization. Dalam : W.J. Stadelman dan O.
J. Cotterill (eds). Egg Science and Technology. The AVI Publishing Co. Inc.,
Westport, Connecticut.
Hodge, J. E. Dan E. M. Osman. 1976. Carbohydrate. Dalam : O. R. Fennema (ed).
Principle of Food Science. Marcel Dekker Inc., New York.
Hutching. J. B., 1999. Food Colour and Appeareance. 2 nd edition. Aspen Publ. Inc., Gaitersburg,
Maryland.
Grantham, G.J. 1981. Minced Fish Tech. : A Review. FAO U. N., Rome.
Kerry, J., J. Kerry dan D. Ledward. 2001. Meat processing. CRC press, New York.
52
Matz, S. A., and Matz, T. D. 1978. Cookies and Craker. Technology. 2nd edition. The
AVI Publishing Co., Inc., Westport, Conn.
Muchtadi, T. R., Purwiyanto dan A. Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi.
Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muhadjir, F. 1998. Karakteristik Tanaman Jagung. Dalam : Jagung Balai Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Mulyandari, S. H. 1992. Kajian perbandingan sifat sifat pati umbi umbian dan
pati biji bijian. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Munarso, J. S., B. A. S. Santosa dan D. S. Darmardjati. 1988. Struktur, Komposisi
dan Nilai Gizi Jagung. Dalam : Jagung. Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Bogor.
Panda, P. C. 1996. Text Book on Egg and Poultry Technology. Vikas Publishing
House. Publ., Ltd., Hisar.
Phang, L. 2001. Pemanfaatan bekatul, pollard, dan jagung pada media tumbuh
terhadap produksi tubuh buah jamur shitake (Lentinula edodes) di Dataran
Rendah Ciomas, Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Powrie, W. D. 1973. Chemistry of egg and egg products. Dalam : W. J. Stadelman
dan O. J. Cotterril (eds.) Egg Science and Technology, p.16. The AVI
Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut.
Powrie, W. D. And S. Nakai. 1985. Characteristics of edible fluids of animal origin;
eggs. Dalam : O. R. Fennema. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New
York, Basel.
Purwanti, D. E. 2005. Pemanfaatan pati jagung (corn starch) dan protein jagung
(corn gluten meal) dalam pembuatan snack mie jagung. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Puspitasari, R. 2006. Sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras dengan
waktu desugarisasi berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Insititut Pertanian
Bogor. Bogor.
Rahayu, W. P. 1999. Penuntun Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rakhmawati, A. 1998. Karakteristik fisik dan kimia sereal sarapan ekstrudat triplemix jagung-kedelai-pisang. Skripsi Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Romanoff, A. L., and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Wiley Sons, Inc.,
New York.
53
Rooney, L. W. and S. O. Serna-Salvidar. 1987. Food Uses of Whole Corn and DryMilled Fractions. Dalam : S. A. Watson and P. E. Ramstad (eds.). 1987. Corn
: Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc.
St. Paul, Minnesota, USA. Page : 399 426.
Scoch, T. J. 1969. Starch in Food. Dalam : H. W. Schulltz (ed). Carbohydrate and
Their Roles. The AVI Publishing Co., Westport, Connecticut.
Shukla. 1995. Factor Affecting Extrusion and Product Quality. Dalam : Snack Food
Food Breakfast Cereal Extrusion Training Program. July 11 13 1995. UIC
for Food Nutrition, IPB. Bogor.
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bhatara, Jakarta.
Stadelman, W. J, and O. J. Cotteril. 1977. Egg Science and Technology. The AVI
Publ., Co., Inc., Westport.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu
Pendekatan Biometrik. Terjemah : B. Soemantri. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Sukarno. 1984. Mempelajari sifat sifat fisiko kimia tepung albumin telur ayam
leghorn putih selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tjokrodikoesoemo, P. S. 1968. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT. Gramedia.
Jakarta.
Widowati, T. 1987. Pembuatan kerupuk kimpul (Xanthosoma Sagittifolium (L)
SHCOOT). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Wikipedia. 2007. Tortilla Chips. http://en.wikipedia.org/wiki/Tortilla Chips. [24
Agustus 2007]
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. dan Sutrisno K. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
Wirakartakusumah, M. A., K. Abdullah, dan A. M. Syarief. 1992. Sifat Fisik Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Wooton, M., D. Weeden, dan N. Munk. 1971. A Rapid Method for The Estimation
of Starch Gelatinisation in Processed Food. J. Food Tech. 2 : 612 615.
Wurzburg, O. B. 1968. Starch in The Food Industry. Dalam : T. E. Furia (ed).
Handbook of Food Additives. The Chemical Rubber Co., Ohio. Hal : 378
411.
Zayas, J. F. 1997. Functionality of Protein in Food. Springer, Berlin, Germany.
54
LAMPIRAN
Nama Panelis
Tanggal Pengujian
Jenis Contoh
Instruksi
Penilaian
Kode sampel
156
274
853
647
Sangat Cerah
Cerah
Agak Cerah
Netral(tidak cerah & tidak gelap)
Agak Gelap
Gelap
Sangat Gelap
Nama Panelis
Tanggal Pengujian
Jenis Contoh
Instruksi
Penilaian
Kode sampel
156
274
853
647
Sangat Renyah
Renyah
Agak Renyah
Netral(tidak renyah & tidak keras)
Agak Keras
Keras
Sangat Keras
Nama Panelis
Tanggal Pengujian
Jenis Contoh
Instruksi
Penilaian
Kode sampel
156
274
853
647
Sangat Gurih
Gurih
Agak Gurih
Netral(tidak gurih & tidak hambar)
Agak Tidak Gurih
Tidak Gurih
Sangat Tidak Gurih
55
Nama Panelis
Tanggal Pengujian
Jenis Contoh
Instruksi
Penilaian
Kode Sampel
156
274
853
647
Sangat Halus
Halus
Agak Halus
Netral(tidak halus & tidak kasar)
Agak Kasar
Kasar
Sangat Kasar
:
:
: Tortilla corn chips
: Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian
anda.
Penilaian
Kode sampel
156
274
853
647
Sangat Suka
Suka
Agak Suka
Netral(tidak suka & tidak tiadk suka)
Agak tidak suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
56
74,52 1,30
69,48 4,59
67,39 4,81
67,45 4,63
- Nilai a
8,53 1,62
8,64 1,34
9,71 1,38
9,18 1,68
- Nilai b
25,76 6,17
28,96 4,09
28,74 3,26
26,14 2,83
- C (Tingkat Ketajaman)
27,16 5,81
30,25 3,94
30,36 3,19
27,72 3,18
- Hue
70,51 4,72
73,31 3,29
71,48 2,67
70,78 1,78
2.
Derajat Gelatinisasi
3,96 0,47 %
5,59 6,62 %
10,07 4,56 %
11,65 3,15 %
3.
130,21 4,81
131,83 17,01
144,58 14,23
145,88 0,90
4.
3,04 0,76
2,69 0,21
3,68 0,51
3,48 0,35
5.
0.023 0,004
0,017 0,005
0,017 0,009
0,016 0,007
- Warna
5,76
4,22
4,50
3,96
- Kerenyahan
6,62
5,24
3,92
3,78
- Rasa Gurih
4,20
4,60
4,00
4,72
- Tekstur
4,04
4,48
3,86
3,10
7.
5,16
5,22
4,50
3,82
1. Kadar Air
2,13 0,58
2,69 0,36
3,75 0,20
6,43 0,50
2. Kadar Protein
2,94 0,15
8,51 0,19
13,45 0,20
17,98 0,96
3. Kadar Lemak
2,23 0,26
2,89 0,17
3,27 0,15
3,65 0,13
4. Kadar Abu
1,78 0,44
2,20 0,34
2,68 0,29
3,23 0,26
5. Kadar Karbohidrat
90,91 0,82
83,72 0,21
76,85 0,26
68,72 1,65
Karakteristik Organoleptik
6.
Mutu Hedonik :
Hedonik
57
58
P
0.704tn
59
60