Anda di halaman 1dari 16

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

TUGAS INDIVIDU
ILMU TERNAK UNGGAS

MAKALAH
PENGARUH CAHAYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
TERJADINYA GUGUR BULU

NAMA

ANDI SUKMA INDAH

NIM

I111 12 275

KELAS

GANJIL

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Unggas menerima

cahaya

melalui retina

mata

mereka

(retinal

photoreceptor) dan melalui sel-sel photosensitive di otak (extra retinal


photoreceptor). Cahaya biru memiliki efek menenangkan pada unggas, sedangkan
merah akan meningkatkan patukan ke bulu dan kanibalisme. Cahaya biru-hijau
menstimulasi pertumbuhan anak ayam, sedangkan orange-merah menstimulasi
reproduksi. Cahaya dari panjang gelombang yang berbeda memiliki efek
stimulasi yang berbeda pada retina dan dapat menghasilkan perubahan perilaku
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.
Pencahayaan

adalah

parameter

penting

dari

produksi

unggas.

Pencahayaan merupakan keterpaduan dengan penglihatan, termasuk ketajaman


visual dan pembedaan warna.

Pencahayaan memungkinkan unggas untuk

menetapkan keserasian dan mensinkronkan atau menyamakan banyak fungsi


esensial, termasuk temperatur tubuh dan berbagai langkah metabolis yang
mempermudah kegiatan makan dan pencernaan. Pencahayaan juga menstimulasi
pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol sebagian besar pertumbuhan,
kematangan atau kedewasaan dan reproduksi.
Cahaya antara lain mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, produksi
maupun reproduksi

Pencahayaan memungkinkan unggas untuk menetapkan

keserasian dan mensinkronkan/menyamakan banyak fungsi esensial, termasuk

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

temperatur tubuh dan berbagai langkah metabolis yang mempermudah kegiatan


makan dan pencernaan. Pencahayaan juga menstimulasi pola sekresi beberapa
hormon yang mengontrol sebagian besar pertumbuhan, kematangan/kedewasaan
dan

reproduksi. Jelaslah pencahayaan menjadi penting karena berhubungan

dengan produksi dan kesejahteraan unggas. Hal inilah yang melatarbelakangi


disusunya makalah mengenai Pengaruh Cahaya Terhadap Pertumbuhan Bulu
dan Terjadinya Gugur Bulu (Molting).

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Unggas
Unggas adalah hewan anggota kelas aves, secara taksonomi masuk dalam
ordo Galliformis, Famili Phasianidae, dan genus Gallus. Unggas mampu
menyajikan produk atau jasa bagi manusia, sebagai imbalan atas campur tangan
manusia pakta pengelolaan dan pengembangbiakannya. Termasuk ke dalam
golongan unggas ialah ayam, itik, angsa, kalkun, puyuh dan merpati. Beberapa
spesies lain kadang-kadang dimasukkan juga ke dalam golongan unggas walau
bersifat inkonvensional, misalnya burung Pheasant, burung Guinea. Unggas
didefinisi-kan sebagai ternak bersayap, berkaki dua, berparuh dan berbulu, yang
mencakup segala jenis burung, dapat dipelihara dan diternakkan sebagai
penghasil pangan (daging dan telur) (Prayitno, 2004).
Unggas termasuk hewan berdarah panas, bersayap, berkaki dua, dan pada
setiap kakinya memilliki 4 jari, berparuh dan berjengger. Unggas dapat hidup di
darat dan di air. Unggas darat antara lain ayam, merpati, kalkun, puyuh.
Sedangkan contoh dari unggas air antara lain itik, angsa, 'enthog'. Sebagai hewan
berdarah panas, unggas akan selalu mempertahankan temperature tubuh yang
tetap agar dapat melaksanakan fungsi fisiologis secara normal (Prayitno, 2004).
B. Pencahayaan
Pencahayaan adalah pemberian cahaya, yang diartikan sebagai sinar
atau terang dari suatu sumber cahaya, seperti matahari, bulan dan lampu

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

yang memungkinkan mata menangkap bayangan benda-benda di sekitarnya


(Sulistyoningsih, et al., 2013).
Performans unggas, termasuk ayam ditentukan oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor eksternal yang penting antara lain pencahayaan. Unggas
menerima cahaya melalui retina mata mereka (retinal photoreceptor) dan melalui
sel-sel photosensitive di otak (extra retinal photoreceptor). Cahaya biru memiliki
efek menenangkan pada unggas, sedangkan merah akan meningkatkan patukan
ke bulu dan kanibalisme. Cahaya biru-hijau menstimulasi pertumbuhan anak
ayam, sedangkan orange-merah menstimulasi reproduksi. Cahaya dari panjang
gelombang yang berbeda memiliki efek stimulasi yang berbeda pada retina dan
dapat menghasilkan perubahan perilaku yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan. Pencahayaan merupakan

keterpaduan dengan penglihatan,

termasuk ketajaman visual dan pembedaan warna Pencahayaan menjadi penting


karena

berhubungan

dengan

produksi

dan kesejahteraan unggas

(Sulistyoningsih, et al., 2013).


Cahaya melalui retina mata akan diteruskan melalui saraf mata menuju
hipotalamus anterior, kemudian merespon dengan melepaskan substansi yang
menstimulir kelenjar hipofise untuk memproduksi hormon gonadotropin. Hormon
ini akan bersama aliran darah merangsang ovarium serta organ reproduksi lain, di
samping itu juga akan membantu proses pematangan folikel telur di gonad,
perkembangan bulu dan jengger pada ayam petelur. Cahaya di sisi lain juga
akan menggertak kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon pertumbuhan untuk
mengatur proses metabolism. Cahaya gelap juga akan menggertak/memicu

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

dilepaskannya hormon androgen. Hormon androgen ikut serta dalam proses


pembentukan tulang (Sulistyoningsih, et al., 2013).
Lingkup cahaya yang berpengaruh terhadap fisiologis unggas ada empat
macam, yaitu photoperiod, intensitas, warna dan sumber cahaya. Photoperiod
adalah lama waktu terang dari pencahayaan alami, untuk aktifasi hormon yang
ideal 11-12 jam. Intensitas adalah kekuatan cahaya yang diberikan pada unggas,
umumnya berkisar 5-20 lux (Sulistyoningsih, 2009).
C. Pertumbuhan Bulu
Unggas mempunyai ciri-ciri yang spesifik dengan adanya alat penutup
tubuh yang berupa bulu (pulmae/feather) dan kulit. Bulu menutup hampir seluruh
tubuh ayam dan ciri ini yang membedakan dengan hewan bertulang belakang
yang lain. Bulu tumbuh pada beberapa tempat, yaitu: bahu (shoulder), paha
(thigh), ekor (rump), dada (breast), leher (neck), perut (abdomen), punggung
(back), sayap (wing), kaki (leg) dan kepala (head) (Nuhriawangsa, 2011).
Bulu-bulu besar pada sayap dan ekor pada waktu dan umur tertentu akan
meluruh dan tumbuh kembali, hal ini menunjukkan waktu tertentu ayam petelur
saat keluar dari masa produksi telur. Proses dari peluruhan bulu hingga
tumbuhnya bulu baru tersebut disebut molting dan proses ini dibawah kontrol
kerja hormon. Penentuan jenis kelamin ayam juga dapat ditentukan dengan
adanya gen sex likage dengan melihat pertumbuhan bulu dan warna bulu
(Nuhriawangsa, 2011).
D. Kejadian Ranggas (Molting)

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

Ranggas adalah suatu proses fisiologis yaitu rontoknya bulu lama dan
tumbuhnya bulu baru yang terjadi pada unggas . Ranggas umumnya terjadi
setahun sekali setelah umur dewasa. Tetapi pada itik, sering terjadi ranggas dua
kali dalam setahun dan jarang terjadi sekali dalam dua tahun Pada ayam ras
petelur, karena adanya pengaruh domestikasi dan manipulasi genetik untuk
meningkatkan

produksi

telur,

maka

periode

bertelur

secara

bertahap

diperpanjang, sehingga produksi telur bertumpang tindih dengan ranggas alami.


Pada ayam dilaporkan bahwa ranggas alami terjadi selama empat bulan
sedangkan pada itik dilaporkan ranggas alami di Amerika biasanya dimulai pada
akhir bulan Mei yaitu pada awal musim panas dan berakhir pada bulan Nopember
(Setioko, 2005).
Ada perbedaan pendapat tentang kejadian ranggas pada itik petelur di
Indonesia. Pada pemeliharaan itik secara intensif di Jawa Barat, ranggas alami
terjadi secara reguler setiap musim penghujan antara bulan Nopember sampai
Maret dan terjadi selama 4-8 minggu. Dilaporkan dari data yang diambil dari
kelompok itik gembala di Jawa Barat bahwa ranggas dapat terjadi setiap saat baik
secara spontan (bersamasama) maupun secara sporadis. Hasil pengamatan di
lapang menunjukkan bahwa itik yang digembalakan maupun dikandangkan akan
meranggas bila ketersediaan pakan mulai fnenurun, yaitu pada akhir musim
panen dan mulai musim mengolah sawah atau adanya perubahan susunan ransum
untuk itik yang dikandangkan. Selain itu, hasil pengamatan sementara di lapang
juga menunjukkan bahwa adanya faktor-faktor cekaman seperti perpindahan itik,
adanya hewan pengganggu, dan lingkungan yang tidak nyaman dapat

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

menyebabkan itik mengalami ranggas, namun semua itu perlu diuji kebenarannya
(Setioko, 2005).
Ada dua fenomena dalam proses ranggas alami yaitu perontokan bulu
lama (ecdesis) dan pertumbuhan bulu baru (endesis). Para peneliti berpendapat
bahwa kedua proses tersebut terjadi secara berurutan, bahkan ada yang
berpendapat bahwa bulu lama harus rontok terlebih dahulu untuk memberi jalan
bagi bulu baru
untuk tumbuh. Dalam pengamatan kasus ranggas beberapa kali, perontokan bulu
lama diakibatkan oleh pertumbuhan awal bulu baru yang mendorong bulu lama
keluar dari folikel. Oleh sebab itu, kejadian ranggas pada unggas merupakan
proses pertumbuhan tunggal. Proses pendorongan bulu lama oleh bulu barn, dan
ini merupakan hat yang normal terjadi pada lima spesies unggas. Fenomena
ranggas ini dipengaruhi oleh kontrol hormon endokrin dalam tubuh. Walaupun
secara umum diketahui bahwa rontok dan tumbuhnya bulu baru dipengaruhi oleh
hormon thyroid, namun mekanismenya masih belum diketahui (Setioko, 2005).

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengaruh Cahaya Terhadap Pertumbuhan Bulu dan Terjadinya Gugur


Bulu (Molting)
Pencahayaan terdiri dari tiga aspek yaitu: intensitas, durasi dan panjang
gelombang. Intensitas cahaya, warna dan aturan photoperiod (waktu penyinaran)
mempengaruhi aktivitas fisik unggas. Hipotalamus akan berkembang dengan
rangsangan cahaya. Cahaya merupakan stimulan positif bagi hipotalamus.
Cahaya yang memancar membawa gelombang elektromagnetik yang menggertak
ayam merangsang aktivitas hipotalamus. Cahaya secara tidak langsung akan
meningkatkan konsumsi ransum, dalam hal ini termasuk konsumsi protein, dan
dapat disamakan sebagai metode pemberian ransum (Sulistyoningsih, et al.,
2013).
Bulu yang hilang dan digantikan selama masa mabung atau meranggas ini
menyerap 25% dari total protein yang ada di dalam tubuh burung. Inilah mengapa
selama masa mabung perlu ditambahkan juga protein sebesar seperempat total
protein dalam tubuh burung (Cahyono, 2009).
Bulu-bulu dan selongsong bulu terdiri atas lebih dari 90% protein,
khususnya protein yang disebut keratins. Protein bulu berbeda dengan protein
pada tubuh dan telur serta memerlukan jumlah proporsional yang berbeda atas
asam amino (pembangun sel atau blok protein). Burung harus mengonsumsi
makanan dengan kandungan asam amino jenis ini kemudian menyerap dan

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

disimpan sebagai protein (keratin) khusus bagi keperluan pertumbuhan bulu.


Proses ini sangat penting bagi burung dan tubuh burung harus bekerja ekstra
untuk mendapatkan gizi yang cukup untuk membentuk bulu secara sempurna
(Cahyono, 2009).
Ketika burung mabung, mereka juga memerlukan energi yang besar untuk
memproduksi bulu baru. Keperluan energi yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan protein, menyebabkan burung harus mengonsumsi lebih banyak
makanan selama meranggas untuk dapat mempertahankan pertumbuhan bulu
baru. Untuk diketahui saja, energi yang diperlukan burung selama masa mabung
sebesar dua setengah kali lebih banyak ketimbang burung yang sedang
memproduksi telur (Cahyono, 2009).
Hal yang paling utama untuk diingat adalah bahwa pada saat burung
mabung, Anda harus memberikan suplai pakan yang cukup sehingga mereka bisa
mengembangkan bulu-bulu sesempurna mungkin (Cahyono, 2009).
Untuk menyediakan protein yang diperlukan untuk peningkatan produksi
bulu, Anda harus meningkatkan asam amino yang mengandung sulfur seperti
metionin dan sistin. Protein seperti itu bisa ditemukan di dalam daging hewan.
Daging dapat diberikan kepada kebanyakan burung yang sedang mabung dalam
jumlah kecil plus pemberian suplemen makanan yang baik. Suplemen
multivitamin dan multimineral yang baik seharusnya mengandung berbagai
vitamin dan mineral serta asam amino untuk memungkinkan tumbuhnya bulu
secara normal (Cahyono, 2009).Bagi

anak ayam, bulu berperan menjaga kehangatan.

Ketersediaan asam amino akan membantu pertumbuhan bulu ayam sehingga lebih cepat
melindungi ayam dari cekaman suhu dan angin.

10

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

Intensitas cahaya selama masa pertumbuhan paling optimal adalah 0,5 fc


(5 lux). Intensitas yang lebih besar dari itu akan menyebabkan unggas saling
mematuk. Penambahan penerangan melebihi angka optimal di atas dapat
menyebabkan kanibalisme, saling patuk, kerontokan bulu dan berpengaruh pada
konsumsi pakan dan minum. Intensitas cahaya antara 2 - 50 lux masih dapat
digunakan dan tidak mengganggu pertumbuhan. Penurunan intensitas cahaya dari
34 lux menjadi ~1,75 lux tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Penelitian
menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata antara pengaruh intensitas cahaya dan
panas terhadap tingkah laku unggas (Prayitno, 2004).
Banyak observasi telah dilakukan pada unggas dalam kaitannya dengan
warna cahaya. Pemberian cayaha biru menyebabkan unggas menjadi tenang dan
mengurangi respons stres; cahaya merah dapat mengurangi kanibalisme, memacu
pertumbuhan bulu sayap, dan memacu masak kelamin; serta pemberian cahaya
hijau akan menstimualsi pertumbuhan (Kasiyati, et al., 2012).
Ayam merupakan hewan yang peka terhadap cahaya, sehingga cahaya
dianggap sebagai faktor primordial terhadap sekresi hormon khususnya hormon
reproduksi. Cahaya berhubungan dengan horlog biologi yang diatur oleh glandula
pineal untuk mensekresikan melatonin.yang mampu mengatur aktivitas harian
ayam (Elisa, 2012).
Glandula pineal atau glandula epipise menghasilkan hormon melatonin
(disebut juga enzim epipise atau N-asetil transferase) yang pada ayam
disekresikan pada malam hari (kondisi gelap) sehingga tidak mempunyai
aktivitas di malam hari. Hormon melatonin ini merupakan mata ketiga bagi ayam

11

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

karena mampu berperan sebagai horlog biologi circadian clock), mengatur ritme
harian dan fungsi fisiologi dari bagian-bagian tubuh. Cahaya merupakan mata
utama bagi ayam yang diikuti dengan transmisi cahaya ke mata dan ke glandula
pineal, Namun meskipun tidak ada cahaya, reseptor cahaya di kulit khususnya di
daerah kepala mampu memanupulasi cahaya tersebutuntuk dikirim ke
hipotalamus yang akhirnya akan memerintahkan kepada semua organ target
melakukan aktivitasnya. Secara

sepintas, berikut ini adalah nama kelenjar

endokrin dan hormon yang diproduksi serta fungsi fisiologis dari hormon pada
ayam (Elisa, 2012).
Cahaya yang diterima oleh reseptor mata di transmisikan ke hipotalamus
kemudian ke hipofisis (pituitaria) melalui Faktor Relesing Hormon. Hipofisis
anterior kemudian mensekresikan hormon gonadotropin yang terdiri dari Folicle
Stimulating Hormon (FSH) dan Luteinizing Hormon (LH) yang berpengaruh
terhadap ovarium (ayam betina) atau testes (ayam jantan). FSH pada ayam betina
berperan terhadap pemasakan ovum dan LH berperanan terhadap robeknya
epitelium superfisial pada bagian stigma untuk terjadinya ovulasi Pada ayam
jantan kedua hormon ini mempengaruhi perkembangan testis dan tubuli
seminiferi untuk terjadinya spermatogenesis. Selain hormon gonadotropin
Pituitaria anterior menghasilkan hormon somatotropin yang bersama-sama
dengan tiroksin mempengaruhi pertumbuhan. Somatotrofin dari pituitaria anterior
memacu kelenjar adrenal untuk mengatur elektrolit tubuh. Tirotrofin dari
pituitaria anterior memacu kelenjar tiroid yang akan memsekresikan tiroksin
untuk pertumbuhan dan pigmentasi bulu serta molting (Elisa, 2012).

12

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

Cahaya tidak hanya diterima oleh mata, tetapi cahaya juga mampu
menembus tengkorak kepala dan berpengaruh mengaktifkan pituitary untuk
mensekresikan hormone gonadotropin. Pengaruh sesungguhnya penyinarana
adalah memacu saraf reseptor mata. Rangsangan tersebut kemudian akan
diteruskan pada hippotalamus sehingga tersekresikan somatotropic hormone
factor (STH-RF) dan tirotropik releasing hormone (TRH). Faktor releasing
tersebut akan merangsang glanu;a pituitary anterior untuk mensekresikan STH
dan tiroid stimulating hormone (TSH), TSH akan merangsang kelenjar tiroid
untuk melepaskan tiroksin. Hormon sometrotopik dalam tubuh berfungsi memacu
aktiviras sintesis protein, pembentukan kolagen, metabolism ion, metabolism
lipid, metabolism karbohidrat dan metabolism mineral. Tiroksin dalam tubuh
berfungsi

memacu

aktivitas-aktivitas:

peningkatan

konsumsi

oksigen,

mempercepat denyut nadi, meningkatkan aktivitas metabolism, meningkatkan


cadangan

nitrogen,

meningkatkan

penyediaan

energy

dan

merangsang

pembentukan hormon somatotropik (Imaroh, 2011).


Selain hormone gonadotropin, pituitaria anterior menghasilkan hormone
somatrotopin yang bersama-sama dengan tiroksin mempengaruhi pertumbuhan.
Somatrotopin pituitaria anterior memacu kelenjar adrenal untuk mengatur
elektrolit tubuh. Tirotropin dan pituitaria anterior memacu kelenjar tirod yang
akam mensekreksikan tiroksin bagi pertumbuhan dan pigmentasi bulu serta
molting (Imaroh, 2011).

13

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai pengaruh cahaya terhadap
pertumbuhan bulu dan terjadinya gugur bulu (molting) maka dapat disimpulkan
bahwa cahaya memiliki pengaruh yang nyata terhadap pertubuhan bulu pada
unggas dan juga kejadian rangga.
B. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai pengaruh cahaya terhadap
pertumbuhan bulu dan terjadinya gugur bulu (molting) agar peternak mengatur
ventilasi kandang dengan sesuai agar kondisi unggas dapat bertumbuh dengan
baik yang berpengaruh terhadap bulunya.

14

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Manajemen Brooding. http://info.medion.co.id/index.php/artikel/


broiler/tata-laksana/manajemen-brooding. Diakses tanggal 7 Maret
2014.
Cahyono, Duta Sri. 2009. Mengapa metionin dan sistin perlu diberikan selama
burung molting?. http://omkicau.com/2009/12/15/mengapa-metionindan-sistin-perlu-diberikan-selama-burung-molting/. Diakses tanggal 7
Maret 2014.
Elisa. 2012. Satuan Acara Pengajaran (SAP) IX Pokok Bahasan : Sistem
Regulasi Hormonal. UGM. Yogyakarta.
Imaroh. 2011. Dampak Pencahayaan Berselang Pada Dua Jenis Alas Kandang
Terhadap Panjang Tibia, Femur dan Panjang Sayap Ayam Kampung
Fase Grower. IKIP PGRI Semarang. Semarang
Kasiyati, A.B. Silalahi, dan I. Permatasari. 2012. Optimasi Pertumbuhan Puyuh
(Coturnix coturnix japonica L.) Hasil Pemeliharaan dengan Cahaya
Monokromatik. ANFIS.
Nuhriawangsa, Adi Magna Patriadi. 2011. Eksterior (Bagian-Bagian Luar Tubuh
Ayam).

http://pertanian.uns.ac.id/~adimagna/IlmuTernak%20Unggas

Eksterior.htm. Diakses tanggal 7 Maret 2014.


Prayitno, Dwi Sunarti. 2004. Pidato Pengukuhan Guru Besar: Pencahayaan
Sebagai

Upaya

Pencegahan

Cekaman

Pada

Unggas

Berwawasan Animal Welfare. Universitas Diponegoro. Semarang.

15

Tropis

Andi Sukma Indah ~ I111 12 275

Setioko, Argono Rio. 2005. Ranggas Paksa (Forced Molting): Upaya


Memproduktifkan Kembali Itik Petelur. Wartazoa Vol. 15 No . 3 Th.
2005.
Sulistyoningsih, Mei. 2009. Pengaruh Pencahayaan (Lighting) Terhadap
Performans Dan Konsumsi Protein Pada Ayam. Prosiding Seminar
Nasional ISBN 978-602-95207-0-5, 15-16 Juli 2009, UPI Bandung.
Sulistyoningsih, Mei, Rivanna C.R, Eko Retno M, dan M.A. Dzakiy. 2013.
Lighting Stimulation Sebagai Upaya Peningkatan Performans Ayam
Kampung Dengan Implementasi Panjang Gelombang Cahaya Yang
Berbeda. Bioma, Vol. 2, No. 1, April 2013.

16

Anda mungkin juga menyukai