Di susun oleh:
Arief Amaluddin Suryo Prayogo
135050100111281
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, bahwa berkat rahmat dan
karunia-Nya, penulisan paper Karakteristik Sifat Alami Unggas pada mata kuliah
Ilmu Produksi Ternak Unggas ini dapat penulis selesaikan dengan lancar.
Ternak unggas seperti ayam adalah salah satu komoditas strategis yang besar
peranannya dalam pembangunan sektor peternakan. Sebagai penghasil daging dan
telur, ayam mempunyai peran yang sangat penting dalam pencapaian kebutuhan
protein hewani bagi masyarakat.
Paper ini diawali dengan informasi umum tentang ternak unggas, kemudian
dilanjutkan dengan pengetahuan tentang bagaimana sifat sifat pendenagaran pada
ternak unggas, bagaimana respon cahaya pada ternak unggas, apa itu molting pada
ternak unggas, apa penyebab dan cara penanganan molting pada ternak unggas,
bagaimana sifat mengeram pada ternak unggas, bagaimana system pengaturan suhu
tubuh pada ternak unggas, bagaimana sistem imun pada ternak unggas.
Bahan utama untuk menyusun paper ini adalah hasil studi pustaka dari bukubuku tentang sifat alami pada unggas, baik dari dalam maupun luar negeri.
Semoga paper ini dapat bermanfaat dan dapat memenuhi sebagian harapan
pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1 Karakteristik Pendengaran Pada Unggas ................................................. 3
2.2 Respon Unggas Terhadap Cahaya ........................................................... 4
2.3 Gugur Bulu Pada Unggas ........................................................................ 6
2.3.1 Foce Molting................................................................................... 7
2.4 Sifat Mengeram Pada Unggas ................................................................. 8
2.5 Pengaturan Suhu Tubuh Pada Unggas..................................................... 9
2.6 Sistem Imun Pada Unggas ....................................................................... 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 14
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
maju dan perlahan lahan mulai tahu akan bagaimana beternak unggas itu
sebenarnya, khususna ayam.
Kenaikan populasi ayam selama lima tahun terakhir ini adalah 4,25%/tahun
untuk ayam kampung dan dan 2,25%/tahun untuk itik. Sementara itu, terjadi
penurunan populasi ayam petelur dan ayam pedaging rata-rata 7,82%-7,85%/tahun
karena krisis keuangan yang melanda Indonesia sejak tahun 1998. Unggas
memberikan konstribusi penyediaan daging secara nasional sebanyak 56,60% dari
total 1.405,7 ribu ton. Dari angka tersebut, ternyata 62,8% berasal dari daging ayam
broiler, 32,34% dari ayam kampung dan sisanya dari daging ayam petelur serta itik.
Berlatarkan masalah tersebutlah kami menulis makalah ini dengan harapan agar
dapat menjelaskan tentang sifat sifat alami bangsa unggas serta dapat berkembang
lebih baik seiring dengan pemeliharaan ternak unggas dengan tingkat pengetahuan
yang ada.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana sifat sifat pendenagaran pada ternak unggas?
1.2.2 Bagaimana respon cahaya pada ternak unggas?
1.2.3 Apa itu molting pada ternak unggas?
1.2.4 Apa penyebab molting pada ternak unggas?
1.2.5 Bagaimana sifat mengeram pada ternak unggas?
1.2.6 Bagaimana sistem pengaturan suhu tubuh pada ternak unggas?
1.2.7 Bagaimana sistem imun pada ternak unggas?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui sifat sifat pendengaran pada ternak unggas.
1.3.2 Untuk mengetahui respon cahaya pada ternak unggas.
1.3.3 Untuk mengetahui molting pada ternak unggas.
1.3.4 Untuk mengetahui penyebab molting pada ternak unggas.
1.3.5 Untuk mengetahui sifat mengeram pada ternak unggas.
1.3.6 Untuk mengetahui sistem pengaturan suhu tubuh pada ternak unggas.
1.3.7 Untuk mengetahui sistem imun pada ternak unggas.
BAB II
PEMBAHASAN
untuk merontokkan bulu unggas secara serempak dan menghentikan produksi telur.
Ranggas paksa dilakukan untuk memberikan kesempatan pada unggas betina
beristirahat setelah berproduksi cukup lama. Sehingga ranggas paksa adalah suatu
prosedur untuk mengistirahatkan unggas betina sehingga unggas tersebut dapat
melanjutkan produksi pada siklus Produksi yang kedua. Ranggas paksa juga
dimaksudkan untuk memperpanjang masa bertelur sampai pada tingkat ekonomi
tertentu.
mengurung induk ayam pada suatu kandang lantai kawat yang memberikan ventilasi
yang baik.
Di bawah pengaruh hormone prolaktin dari pituitary anterior, ayam
menghasikan begitu banyak waktu untuk duduk diatas sarang dan menetaskan serta
mengasuh anak anaknya. Bila naluri keibuan ini sedemikian kuat sehinggga induk
ayam terus menerus duduk di atas sarang, hal ini diangggap sebagai suatu sifat yang
tidak disukai. Seekor induk yang sedang mengeram adalah seekor ayam yang
mengkerutkan bulunya, mematuk siapa saja yang memngganggu serta duduk diatas
sarang terus menerus.
Sifat mengeram dipengaruhi oleh adanya hormone prolaction dan memiliki
nilai heritabilitas cukup tinggi. Seleksi sifat mengeram agak sulit untuk
menghilangkannya. Winter pause atau istirahat pada musim dingin terdapat di daerah
bukan teropis saja, biasanya sekitar 7 hari tanpa adanya sifat mengeram. Mungkin
dengan makanan dan managemen yang modern winter pause ini dapat dihilangkan.
Panting. merupakan respon ayam yang nyata akibat cekaman panas dan
merupakan mekanisme evaporasi saluran pernapasan. Pada suhu lingkungan 23C,
sekitar 75% dari panas tubuh dikeluarkan dengan cara sensible yaitu melalui kenaikan
suhu lingkungan di sekitarnya ; 25% panas tubuh selebihnya dikeluarkan dengan
jalan penguapan (insensible) yaitu dengan mengubah air dalam tubuh menjadi uap air
. Pada suhu lingkungan 35C, sekitar 25% panas tubuh dikeluarkan melalui kulit dan
75% melalui penguapan, biasanya unggas terengah-engah sehingga lebih banyak air
dapat diuapkan dari permukaan paru-paru.
10
Fabricius, dan sel T, yang berkembang di timus. Kedua sel B dan sel T
mengekspresikan reseptor antigen pada permukaannya. Setiap B sel dan sel T
memiliki seperangkat homogen antigen-reseptor spesifik untuk antigen tertentu.
Secara kolektif, sel B dan kompartemen sel T masing-masing memiliki repertoar
hampir 109 berbeda antigen-kekhususan.
Setelah pertemuan pertama dengan antigen, misalnya patogen "A", relatif
sedikit terdapat sel T dan B dengan reseptor spesifik untuk antigen. Sebelum patogen
"A" bisa dihilangkan dengan komponen imun spesifik, sel T dan B dengan patogen
"A" - reseptor spesifik harus berkembang biak dan berdiferensiasi menjadi sel efektor
(misalnya antibodi yang memproduksi sel plasma). Namun, proliferasi dan
diferensiasi waktu, sering memberikan patogen "A" kesempatan untuk menyebabkan
penyakit. Alih-alih menjadi sel efektor, sel patogen "A" juga dapat berdiferensiasi
menjadi berumur panjang, Oleh karena itu, selama T atau sel B respons terhadap
patogen "A", jumlah patogen "A'- sel-sel spesifik meningkat, menghasilkan sejumlah
besar patogen "A" sel efektor specifik dan sel memori. Sel-sel efektor akan
berpartisipasi dalam penghapusan patogen "A", sedangkan sel-sel memori akan
disisihkan, siap untuk secara efektif merespon patogen "A" mengulangi pertemuan
di atas sebelum patogen "A" dapat menyebabkan penyakit. Namun, pathogen "A" sel
memori -specifik tidak akan melindungi individu dari patogen yang berbeda
(misalnya patogen "B"). Konsep memperluas kolam sel-antigen spesifik dan
memproduksi sel memori-antigen spesifik secara langsung digunakan dalam program
vaksinasi, dimana non pathogen bentuk patogen diperkenalkan untuk sistem
kekebalan tubuh seseorang. Itu sistem kekebalan tubuh akan meningkat respon
terhadap komponen tertentu dari patogen seperti yang dijelaskan di atas. Setelah
pertemuan kemudian dengan bentuk patogen patogen, kekebalan tubuh sistem akan
siap untuk merespon dan menghilangkan patogen yang sebelumnya dapat
menyebabkan penyakit.
Sel B antigen-reseptor (reseptor sel B atau BCR) terdiri dari antigen-spesifik,
membran-terikat imunoglobulin dan protein sinyal TCR-terkait. Ketika sel B bertemu
antigen yang memiliki BCR tertentu, dapat mengikat antigen melalui BCR.
11
Pengikatan antigen ke BCR memberikan sinyal pertama untuk aktivasi sel B. Dalam
kebanyakan interaksi sel-antigen B, sel B memerlukan sinyal kedua dari sel T, di
bentuk faktor larut atau langsung melalui T kontak sel-sel B, sebelum dapat menjadi
sepenuhnya diaktifkan. Setelah diaktifkan, mengalikan sel B dan membedakan baik
ke antibodi yang memproduksi sel plasma atau sel memori. Sebuah respon sel B yang
memerlukan sinyal kedua dari sel T disebut respon tergantung T. Antigen tertentu,
atau yang disebut T independen antigen, dapat mengaktifkan sel-sel B tanpa faktor
tambahan dari sel T (T independen respon).
Antibodi, daripada sel B itu sendiri, adalah efektor sebenarnya humoral yang
merespon imun. Karena kemampuan mereka untuk secara khusus berinteraksi dengan
antigen, antibodi bisa sangat meningkatkan efektivitas komponen non-spesifik imun.
Sebagai contoh antibodi meningkatkan kemampuan sel fagosit untuk menangkap dan
menghilangkan antigen, mengaktifkan sistem komplemen, dan mencegah antigen dari
mengikat dan menginfeksi sel. Pada ayam, tiga kelas molekul antibodi
(imunoglobulin; Ig) telah diidentifikasi. Ini adalah IgM, IgG (lgY), dan IgA.
Tergantung pada jenis dan tahap respon imun humoral, kelas yang berbeda
antibodi mendominasi. Mayoritas antibodi selama respon imun primer adalah dari
kelas IgM. Sebuah perubahan dari IgM ke IgY atau IgA dapat diamati menjelang
akhir respon imun primer, namun, Ig kelas beralih ke IgY atau IgA yang paling jelas
selama satu detik atau paparan berulang terhadap antigen yang sama. Selain itu, kelas
yang berbeda dari antibodi memiliki kemampuan fungsional yang berbeda. IgM
memiliki kemampuan untuk dengan mudah mengaglutinasi antigen besar dan
menyebabkan pengendapan antigen larut, sehingga sangat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh kemampuan untuk menghapus antigen melalui fagositosis. IgA
ditemukan dalam sekresi dan fungsi di permukaan mukosa, dan IgY dapat ditransfer
dari sirkulasi perifer dari ayam ke dalam telur (antibodi maternal).
Demikian seperti sel B, masing-masing sel T memiliki seperangkat homogen
reseptor antigen (sel T reseptor; TCR) khusus untuk antigen tertentu. Independen
antigen-kekhususan, sel T TCR bisa milik salah satu dari tiga kelas. Ini adalah: TCR
1, heterodimer yang terdiri dari gamma (y) dan delta () rantai protein; TCR 2,
12
heterodimer yang terdiri dari alpha () dan beta () rantai protein yang dikodekan
sebagian oleh gen V1; dan TCR 3, yaitu juga merupakan heterodimer tapi
rantai dikodekan sebagian oleh gen V2. Bagaimanapun jenis TCR T yang sel
diungkapkan, ekspresi TCR selalu dikaitkan dengan kelompok protein signaling,
secara kolektif disebut sebagai kompleks CD3. Sel T pertama mengekspresikan TCR
mereka selama pengembangan sel T thymus.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peranan unggas dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dapat
dimengerti karena unggas mampu memberikan kontribusi yang tinggi terhadap
pembangunan bidang pertanian, khususnya sub bidang peternakan. Dewasa ini
terdapat banyak sekali ayam hasil perbaikan mutu genetis sesuai dengan tujuan
pemeliharaannya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kualitas mutu genetis yang
baik, produksi yang berkelanjutan dengan hasil produksi maksimal, peternak harus
dapat melihat bagaimana sesungguhnya sifat sifat alami bangsa unggas tersebut.
Pengetahuan mengenai sifat sifat alami bangsa unggas seperti respon cahaya,
molting, sifat mengeram, pengaturan suhu tubuh, system imun, dan system
pendengaran ternak unggas perlu untuk dipahami lebih dalam agar dapat melakukan
pemeliharaan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bill, C. 2011. Small Flock Poultry Health. Poultry Veterinarian, Animal Health
Branch, BC Ministry of Agriculture, 1767 Angus Campbell Rd. Abbotsford,
BC.
14
Eekeren, N.V., Maas, A., Saatkamp, H.W., Verschuur, M. 2006. Small-scale chicken
production. Digigrafi, Wageningen, The Netherlands.
Manley, A.G., Popper, N.A., and Fay, R.R. 2004. Evaluation of the vertebrata
auditory sytem.Springer Science and Business Media.
Muir, M.W and Anggrey, S.E. 2003. Poulry Genetics, Breeding and Biotechonology.
CABI.
Pon, K and Pond, W. 2000. Introduction to Animal Science. United States of
Amerika: Lehingh Press.
Supriatna,.E.Atmomarsono,.U.dan Karta,.R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Whittow .,G.,Causey. 1999. Avian Physiology 5thEdition. Honolulu: Academic press.
Widodo.,W dan Hakim.,L. 1981. Pemuliaan Ternak. Malang: Universitas Brawijaya
Malang.
Williamson,.G and Payne,.W,.A,.W.(Darmadja,.SGN,.D).1959. An Introduction To
Animal Husbandry In The Tropics. (Pengantar peternakan di daerah Tropis).
Yogyakarta: Gajamada University Press.
Willis, K and Ludlow, R. 2009. Raising Chickens for Dummnies. John Wiley and
sons.
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta: Kanisius.
15