Anda di halaman 1dari 12

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi
dari peradangan akut saluran empedu (Anggunweb, 2010).
Pada umumnya abses hati dibagi dua yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses

hati

pyogenik

(AHP).

AHA merupakan

komplikasi

amebiasis

ekstraintestinal yang sering dijumpai di daerah tropik/ subtropik, termasuk


indonesia. Abses hepar pyogenik (AHP) dikenal juga sebagai hepatic abscess,
bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess
(Anggunweb, 2010).
B. Etiologi
Abses Hati Amebik (AHA) merupakan infeksi hepar oleh Amuba yang
menghasilkan bentuk pus. Dari semua spesies amuba, hanya Entamoeba
Hystolitica yang patogen terhadap manusia. Infeksi dari organisme ini biasanya
terjadi setelah menelan air atau sayuran yang terkontaminasi, selain itu transmisi
seksual juga dapat terjadi. Kista adalah bentuk infektif dari organisme ini yang
dapat bertahan hidup di feses, tanah atau air yang sudah diberi klor. Infeksi
amuba ini umumnya terjadi pada daerah dengan sanitasi yang buruk yang hal ini
dapat dilihat pada negara-negara berkembang dengan suplai air yang
terkontaminasi dan higiene perorangan yang jelek. Daerah endemic penyakit ini
terletak pada daerah tropis dan subtropis dari belahan bumi, khususnya di daerah
Afrika, Amerika Latin, Asia Tenggara dan India (Ilmubedah.info, 2011).
Abses Hepar Piogenik (AHP) umumnya polimikrobial. Sebagian besar
kuman penyebabnya ditemukan dalam saluran cerna, seperti : E.Coli, Klebsiella
pneumoniae, Bacteroides sp, Enterococcus, Anaerobic sreptococcus sp,
Streptococcus milleri group Kuman lain yang dapat menyebabkan abses
piogenik yang tidak berasal dari saluran cerna adalah staphylococcus sp dan

haemolytic streptococcus sp. Secara historis abses hepar piogenik lebih banyak
menyerang pria daripada wanita (Ilmubedah.info, 2011).
C. Patofisiologi
Jika suatu infeksi terjadi dibagian mana pun di sepanjang saluran cerna,
mikroorganisme penyebab infeksi dapat mencapai hati melalui system bilier,
system vena porta, atau system arterial hepatic atau system limfatik. Sebagian
besar bakteri akan dihancurkan dengan segera, tapi sebagian lagi kadang-kadang
dapat hidup dan tumbuh. Toksin bakteri akan menghancurkan sel-sel hati
disebelahnya, dan jaringan nekrotik yang dihasilkan bekerja sebagai dinding
pelindung bagi mikroorganisme tersebut (Brunner & Suddarth, 2001).
Sementara itu, leukosit akan bermigrasi kedaerah yang terinfeksi. Akibat
bermigrasi ini adalah terbentuk rongga abses yang penuh dengan cairan yang
berisi leukosit yang mati dan hidup, sel-sel hati yang mencair serta bakteri.
Abses piogenik tipe ini dapat soliter, multiple dan berukuran kecil. Contohcontoh penyebab abses piogenik hati adalah kolangitis dan trauma abdomen
(Brunner & Suddarth, 2001).
D. Manifestasi klinik
Gambaran kliniknya berupa sepsis tanpa atau dengan beberapa tanda
yang terbatas. Gejala deman disertai menggigil dan diaphoresis, malaise,
anoreksia, mual, muntah serta penurunan berat badan dapat terjadi. Pasien dapat
mengeluh nyeri tumpul pada abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen. Hepatomegali, Asites, ikterus, anemia, dan efusi pleura dapat terjadi.
Sepsis dan syok juga dapat terjadi dan menyebabkan kematian (Brunner &
Suddarth, 2001).
Manifestasi sistemik AHP lebih berat dari pada abses hati amebik.
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri
spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan
dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Apabila AHP letaknya dekat
digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu
sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah,
berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional
(Anggunweb, 2010).
E. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering adalah rupture abses sebesar 5 - 5,6 %.


Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit
(Junita, Widita & Soemohardjo, 2006).
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk abses hepar adalah ((Ilmubedah.info, 2011).
Laboratorium.
Pada AHA, Leukositosis ditemukan pada 70 % penderita,
sedangkan anemia ditemukan pada 50 % penderita. Tes fungsi hati
kurang berperan dalam penentuan diagnosis. Pada analisa feses hanya 15
50 % kasus ditemukan bentuk Amuba kista atau troposoit.
Pada AHP, ditemukan Leukositosis dengan shift to the left
terjadi pada 2/3 penderita, anemia dan hipoalbuminemia juga sering
ditemukan. Abnormalitas dari tes fungsi hati terjadi pada hampir semua
penderita dan hal ini merupakan penanda yang cukup sensitif untuk
penyakit ini. Kenaikan kadar alkali fosfatase dan gamma-glutamil
transpeptidase terjadi pada 90 % kasus. Hiperbilirubinemia terjadi jika
sumber infeksi berasal dari traktus biliaris. Pada kasus-kasus abses hepar
piogenik sebaiknya dilakukan kultur darah tepi, hal ini penting untuk
diagnostik, penanganan dan prognosis dari penderita.
Radiologi.
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan

pilihan

dengan

sensitivitas 70 80 % dibanding CT scan dengan sensitivitas 88 95 %.


Gambaran abses amuba seperti homogenitas lesi, gambaran echo
parenkim hati yang menurun dan dinding abses yang tipis.
Pada AHP, USG adalah pemeriksaan pertama yang dilakukan jika
dicurigai adanya space occupying lession pada hepar, sensitivitasnya
terhadap abses hepar 80 95 %. Lesi hanya dapat terlihat jika
mempunyai > 2 cm. Abses terlihat sebagai massa hypoechoic
dengan batas yang tidak teratur, tampak cavitas-cavitas/septum di dalam
rongga abses.
MRI cukup sensitif akan tetapi penemuannya tidak spesifik.
Tm99 berguna untuk membedakan abses amuba dan piogenik. Dimana
abses amuba tidak mengandung leukosit sehingga tampak sebagai cold
lessions dengan hot halo disekelilingnya, sedangkan abses piogenik
mengandung banyak leukosit sehingga tampak sebagai hot lessions

pada scanning.Pemeriksaan lain seperti Gallium scanning dan hepatic


angiography dinilai kurang bermanfaat.
Serologi
Biasanya sangat sulit untuk membedakan abses amuba dengan
piogenik berdasarkan kriteria klinis, laboratorium dan radiologi. Disini
prosedur pemeriksaan serologi penting untuk memastikan adanya infeksi
amuba. Saat ini tes-tes serologi yang biasa digunakan antara lain Indirect
Hemaglutination (IHA), Gel Diffusion Precipitin (GDP),The EnzimLinked Immunosorbent Assay (ELISA), Counterimmun electrophoresis,
Indirect Immunofluorescent dan Complement Fixation. Yang paling
sering dan umum digunakan adalah IHA dan GDP. IHA merupakan tes
yang paling sensitif, dengan hasil positif mencapai 90 100 % pada
penderita dengan abses amuba.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abses hepar sebagai berikut (Junita, Widita &
Soemohardjo, 2006) :
1. Obat-obatan
Metronidazole,

merupakan

derivat

nitroimidazole.

Dosis

yang

dianjurkan untuk kasus abses hati ameba adalah 3 x 750 mg per hari
selama 7 10 hari. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan
adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5 hari.
Dehydroemetine (DHE, Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis
yang direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg
perhari selama 10 hari.
Chloroquin, Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan
diikuti 500 mg/hari selama 20 hari.
2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara
tersebut di atas tidak berhasil (72 jam atau bila terapi dcngan
metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan.
3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru,
peritoneum, dan perikardial.
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak
berhasil mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif. Juga diindikasikan
untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita,

disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia


karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan
untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak
berhasil Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam
mengevaluasi terjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian keperawatan
Data dasar pengkajian pasien dengan Abses Hepar, meliputi. Doenges,E.M
(2000):
Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu

lemah, latergi, penurunan massa otot/tonus.


Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia,

bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen.


Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus,
distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah
liat, melena, urine gelap pekat.

Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap


makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan

dan peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.


Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma,

bicara tidak jelas.


Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan
atas, pruritas, sepsi perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri

sendiri.
Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan

dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia


Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, angioma

spider, eritema.
B. Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Rasional
a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/muntah.
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan yang berlebihan melalui muntah dan diare.
d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi
garam empedu dalam jaringan.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi dengan
proses penyakit.
f. Hipertermi berhunbungan dengan proses infeksi.
g. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar.
C. Rencana keperawatan.
DX.I . Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : Klien menunjukkan perbaikan terhadap aktifitas.
Kriteria hasil :
Mengekspresikan pemahaman tentang pentingnya perubahan tingkat

aktifitas.

Meningkatkan aktifitas yang dilakukan sesuai dengan perkembangan


kekuatan otot.

Intervensi
Rasional
1. Tingkatkan tirah baring, Meningkatkan ketenangan istirahat dan
ciptakan lingkunga yang menyediakan energi yang digunakan untuk
tenang.
2. Tingkat

penyembuhan.
aktifitas

sesuai Tiarah baring lama dapat menurunkan

toleransi

kemampuan.

Ini dapat

terjadi karena

keterbatasan aktifitas yang mengganggu


periode istirahat.
3. Awasi kadar enzim hepar.

Membantu menurunkan kadar aktifitas


tepat, sebagai peningkatan prematur pada
potensial resiko berulang.

DX . II. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/ muntah
Tujuan : Klien menunjukkan status nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil :

Nafsu makan baik.

Tidak ada keluhan mual/muntah.

Mencapai BB , mengarah kepada BB normal .

Intervensi
Rasional
1. Awasi keluhan anoreksia, Berguna dalam mendefinisikan derajat
mual/muntah.

luasnya masalah dan pilihan intervensi


yang tepat.

2. Awasi

pemasukan Makan banyak sulit untuk mengatur bila

diet/jumlah kalori. Berikan klien anoreksia. Anoreksia juga paling


makanan

sedikit

dalam buruk pada siang hari, membuat masukan

frekwensi sering.

makanan sulit pada sore hari.

3. Lakukan perawatan mulut Menghilangkan


sebelum makan.

rasa

tidak

enak

dan

meningkatkan nafsu makan.

4. Timbang berat badan.

Penurunan

BB

menunjukkan

tidak

adekuatnya nutrisi klien.


5. Berikan

obat

vit.

B Memperbaiki kekurangan dan membantu

kompleks,

vit

dan proses penyembuhan.

tambahan diet lain sesuai


indikasi.
DX. III. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan edema
Tujuan : pemulihan kepada volume cairan yang normal.
Intervensi
Rasional
Batasi
asupan Meminimalkan pembentukan asites dan

1.

Natrium dan cairan jika edema.


diinstruksikan
2.

Berikan
suplemen

diuretic, Meningkatkan ekskresi cairan lewat ginjal


kalium

dan dan mempertahankan keseimbangan cairan

protein.
3.

serta elektrolit yg normal.

Catat

asupan

haluaran cairan.
4.

Ukur

dan

dan Menilai efektivitas terapi dan kecukupan


asupan cairan.
catat Memantau perubahan pembentukan asites

lingkar abdomen setiap dan pembentukan cairan.


hari.

DX. IV. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi
garam empedu dalam jaringan .
Tujuan : Klien menunjukkan jaringan kulit yang utuh.
Kriteria hasil :

Melaporkan penurunan proritus atau menggaruk.

Ikut serta dalam aktifitas untuk mempertahankan integritas


kulit.

Intervensi
1. Lakukan perawatan kulit Mencegah
dengan

sering,

Rasional
kulit
kering

berlebihan.

hindari Memberikan penghilang gatal

sabun alkali.
2. Pertahankan kuku klien Untuk menurunkan resiko kerusakan kulit
terpotong

pendek. bila menggaruk.

Instruksikan

klien

menggunakan ujung jari


atau menggunakan ujung
jari untuk menekan pada
kulit

bila sangat perlu

menggaruk.
3. Pertahankan

liner

dan Pakaian basah dan berkeringat adalah

pakaian kering.

sumber ketidaknyamanan .

DX. V. Kurang pengetahuan berhubungan kurangnya informasi tentang proses


penyakit.
Tujuan : Klien dan keluarga mengetahui tentang proses penyakitnya.
Kriteria hasil :

Mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit.

Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada


pengobatan.

1.

Intervensi
Rasional
Kaji
tingkat Mengidentifikasi area kekurangan/salah
pemahaman
penyakit,

proses informasi

dan

memberikan

informasi

harapan tambahan sesuai keperluan.

/prognosis, kemungkinan
pilihan pengobatan.
2.

Berikan
khusus

Kebutuhan

atau

tentang individu.
Aktifitas perlu dibatasi sampai hepar
kembali normal.

jelaskan

akan

informasi bervariasi karena tipe hepatitis dan situasi

penyakitnya.
3.

rekomendasi

pentingnya

istirahat dan latihan

DX. VI. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan : Klien menujukkan suhu tubuh dalam batas normal


Kriteria hasil :

Klien tidak mengeluh panas

Badan tidak teraba hangat

Suhu tubuh 36 37 0C
Intervensi

1. Kaji

adanya

Rasional

keluahan

Peningkatan

suhu

tubuh

akan

tanda tanda peningkatan

menujukkan berbagai gejala seperti

suhu tubuh

uka merah, badan teraba hangat.

2. Monitor tanda tanda


vital terutama suhu tubuh

Demam disebabkan efek efek dari


endotoksin pada hipotalamus dan
efinefrin yang melepaskan pirogen

3. Berikan kompres hangat


pada aksila/ dahi

Akxila merupakan jaringan tipis


dan

terdapat

pembulu

darah

sehingga akan mempercepat pross


konduksi dan dahi berada didekat
hipotalamus

sehingga

cepat

memberikan

respon

dalam

mengatur suhu tubuh.

DX. VII. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar


Tujuan : klien mengungkapkan nyeri berkurang / teratasi
Intervensi

1. Kaji tingkat nyeri

Rasional

Mengetahui persepsi dan reaksi klien


terhadap

nyeri

serta

sebagai

dasar

keefektifan untuk intervensi selanjutnya


Perubahan
2. Monitor tanda tanda
vital

frekuwensi

menujukkan

bahwa

jantungatau
pasien

TD

mengalami

nyeri, khususnya bila alasan lain untuk


perubahan tanda vital talah terlihat
Tindakan non analgetik diberikan dengan
sentuhan

3. Berikan

lembut

dapat

menghilangkan

tindakan ketidaknyamanan

kenyamanan

misalnya

perubahan posisi relaksasi

DX. VIII. Pola napas tidak efektif berhubunagn dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat asites, distensi abdomen serta adanya
cairan dalam rongga toraks.
Tujuan : Perbaikan status pernapasan
Intervensi

Rasional

1. Tinggikan bagian kepala Mengurangi


tempat tidur.

tekanan

diafragma

dan

abdominal

pada

memungkinkan

pengembangan toraks dan ekspansi paru yg


maksimal.
2. Hemat tenaga pasien.

Mengurangi

kebutuhan

metabolic

dan

oksigen pasien.
3. Bantu
menjalani

pasien

dalam Paresentesis dan torakosintesis merupakan

parasentesis tindakan yang menakutkan bagi pasien.

atau torakosintesis

Bantu pasien untuk bekerjasama dalam


menjalani prosedur ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anggun.Web. (2011). Abses Hati. Web Paling Anggun. Diakses tanggal 16 Juli 2011.
<http://www.anggun.web.id/abses-hati-liver-abscesses.html>.
Artikel bedah. (2011). Abses Hepar. Ilmubedah.Info. diakses tanggal 16 juli 2011.
<http://ilmubedah.info/Abses-Hepar-20110321.html>.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Robin S.L. dan Kumar V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC.
Junita, A., Widita, H & Soemohardjo, S. ( 2006). Beberapa Kasus Abses Hati Amuba.
Jurnal Penyakit Dalam. V. 7 (2). p. 121-128

Anda mungkin juga menyukai