Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Stroke
II.1.1. Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi
Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).
II.1.2. Epidemiologi
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan
terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun
(Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000
insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian
per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup.
(Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada
kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07
pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85
tahun (Lloyd dkk, 2009).

II.1.3. Klasifikasi Stroke


5
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas

patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah)


(Misbach, 1999).
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a) Stroke iskemik
i) Transient Ischemic Attack (TIA)
ii) Trombosis serebri
iii) Emboli serebri
b) Stroke hemoragik
i) Perdarahan intraserebral
ii) Perdarahan subarakhnoid
2) Berdasarkan stadium:
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
b) Stroke in evolution
c) Completed stroke
3) Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):
a) Tipe karotis
b) Tipe vertebrobasiler
II.1.4. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan
berdasarkan

kemungkinannya

untuk

dimodifikasi

atau

tidak

(nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang


kuat (well documented atau less well documented) (Goldstein,2006).
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Berat badan lahir rendah
d. Ras/etnis
e. genetik
2. Modifiable risk factors
a. Well-documented and modifiable risk factors
1. Hipertensi
2. Paparan asap rokok
3. Diabetes
4. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
5. Dislipidemia
6. Stenosis arteri karotis
7. Sickle cell disease
8. Terapi hormonal pasca menopause
9. Diet yang buruk
10. Inaktivitas fisik
11. Obesitas

b. Less well-documented and modifiable risk factors


1. Sindroma metabolik
2. Penyalahgunaan alkohol
3. Penggunaan kontrasepsi oral
4. Sleep-disordered breathing
5. Nyeri kepala migren
6. Hiperhomosisteinemia
7. Peningkatan lipoprotein (a)
8. Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
9. Hypercoagulability
10. Inflamasi
11. Infeksi
II.1.5. Patofisiologi
II.1.5.1. Patofisiologi Stroke Iskemik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap (Sjahrir,2003)
Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan
melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan
energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium
ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal
bebas. (Sherki dkk,2002)

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.


Dikutip dari : Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant
Therapy in Acute Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev. 54:271284

II.1.5.2. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan
perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih
20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah
perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan

intraserebral

biasanya

timbul

karena

pecahnya

mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling


sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah
tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma
tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah
yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil.
Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan
pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini
pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar
(Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di
dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala
neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).

Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah


disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke
ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan
oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM).
II.2. Pneumonia Nosokomial
II.2.1. Definisi
Pneumonia Nosokomial (PNO) adalah infeksi pada parenkim paru
dimana pada saat masuk rumah sakit belum dijumpai (Fishman,2008).
PNO ini dapat terjadi di ruang perawatan umum atau di ICU.
II.2.2. Patogenesis
Pada pasien rawat inap penyebab infeksi dapat sampai ke saluran
pernafasan hawah melalui 3 cara (Fishman,2008) :
1) Aspirasi cairan gaster atau orofaring yang mengandung koloni kuman
patogen.
2) Penyebaran kuman secara hematogen ke paru misal pada pneumonia
candidiasis.
3) Penyebaran

melalui

udara

oleh

aerosol

atau

droplet

yang

mengandung mikroba.
Aspirasi cairan gaster atau orofaring yang mengandung koloni kuman
patogen merupakan cara yang paling sering terjadi akibat penurunan

refleks batuk dan muntah yang berhubungan dengan berbagai keadaan,


terutama akibat narkosa umum, sedative, intoksikasi dan penggunaan alat
bantu nafas atau tube sonde. Ventilator mekanik merupakan tempat
tumbuh dan jalan masuk terpenting kuman. Proses PNO tergantung pada
jumlah dan virulensi kuman yang mencapai saluran nafas bawah dan
kemampuan daya tahan tubuh untuk mengatasinya.
Faktor risiko dapat dilihat pada Tabel 1.
Kolonisasi orofaring biasanya terjadi oleh kuman Gram (-), dan
dipacu oleh penggunaan antibiotika (AB) spektrum lebar sebelumnya,
peningkatan pH lambung, penularan kuman dari pasien lain akibat
tindakan petugas kesehatan (Fishman,2008).

Tabel 1. Faktor risiko pneumonia nosokomial

PNO Umum (CDC)


Usia >70 tahun
Penyakit paru kronik
Penurunan kesadaran
Posisi pasien
Aspirasi dalam jumlah banyak
Trauma torak
Monitoring tekanan intrakranial
Penggunaan penghambat histamin
tipe II
Gangguan aliran ventilator yang
sering
Musim dingin
Peralatan:
Nebuliser langsung
Nasogastric feeding
Endotracheal tube

PNO di Intensive Care


Ventilasi mekanik
Perawatan ICu yang lama
Intubasi yang lama
Malnutrisi pada pasien sakit berat
Peyakit paru kronik
Antasid dan H2 Blocker
Usia lanjut
Obesitas
Gangguan refleks respirasi
Perokok
Pelembab udara
Enteral feeding

II.2.3. Etiologi
Bakteri adalah penyebab yang tersering dari PNO. Jenis kuman
penyebab ditentukan oleh berbagai faktor. Antara lain berdasarkan
imunitas pasien, tempat dan cara pasien terinfeksi. Kuman penyebab
PNO sering berbeda jenisnya antara di ruangan biasa dengan ruangan
perawatan intensif (ICU). Infeksi melalui selang infus sering berupa
Staphylococcus aureus sedangkan melalui ventilator Ps. aeruginosa dan
Enterobacter. Menurut Kriteria PNO dari CDC , PNO bakteril dapat dibagi
atas PNO onset awal dalam waktu kurang dari 4 hari biasanya disebabkan
oleh Streptococcus pneumonia, M. Catarrhalis dan H. influenza. PNO
onset lanjut bila lebih dari 4 hari, sering disebabkan oleh kuman Gram (-)
aerob berupa K. Pneumonia, Entcrobacter sp, Serratia sp., P. Aeruginosa
atau S. aureus . Kelompok kedua ini biasanya merupakan kuman yang
resisten terhadap antibiotika.
Akhir-akhir ini sejumlah kuman baru/oportunis telah menimbulkan
infeksi pada pasien dengan kekebalan tubuh yang rendah, misalnya
Legionella, Chlamydia ,Trachomatis, TB, M atypical, berbagai jenis jamur
(C albicans, Aspergillus fumigatus) dan virus (Danes,dkk,2002). Penyebab
PNO pada Rumah Sakit besar adalah seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Mikroba penyebab pneumonia nosokomial


Pathogen
Early-onset bacterial
pneumonia
S. pneumoniae
H. influenzae

Frequency (%)
520
<515

Endogenous; other patients


Respiratory droplet

Late-onset bacterial
pneumonia
Aerobic gram-negative
bacilli ;
P. aeruginosa
Enterobacter spp.
Acinetobacter spp.
K. pneumoniae
S. marcescens
E. coli

2060

Endogenous; other patients,


environment, enteral feeding;
health-care workers; equipment,
devices

Gram-positive cocci
S. aureus

2040

Early- and late-onset


pneumonia
Anaerobic bacteria
Legionella spp.

035
010

M. tuberculosis
Viruses

<1

Influenza A and B

<1

Respiratory syncytial
virus
Fungi/protozoa
Aspergillus spp.
Candida spp.
P. carinii

<1

Source of Organism

Endogenous; health-care workers;


environment

Endogenous
Potable water; showers, faucets;
cooling towers
Endogenous; other patients, staff
Other patients, staff
Other patients, staff; fomites

<1
<1
<1

Air; construction
Endogenous; other patients, staff
Endogenous; other patients (?)

II.2.4. Diagnosis
Diagnosis umumnya ditegakkan secara klinis dengan konfirmasi oleh
hasil kultur cairan pleura, punksi paru atau kultur darah. Diagnosis dengan
demikian dapat dibuat menurut kriteria diagnosis PNO dan CDC (Zul Dahlan
1994).

II.2.5. Gambaran Klinik


Dapat berupa gambaran pneumonia bakteril akut yang ditandai oleh
demam tinggi, batuk produktif, dahak purulen yang produktif, dan sesak nafas.
Tetapi pada pasien rawat inap tidak selalu hal ini dapat dikaitkan secara
langsung karena berbagai keadaan penyakit yang gejalanya mirip pneumonia.
Berbagai keadaan yang mengaburkan diagnosis PNO adalah proses yang
berhubungan dengan toksik dan alergi obat atau inspirasi, atelektasis, emboli
paru, ARDS gagal jantung kongestif, dan trakheobronkitis. Pneumonia aspirasi
bahan kimia bisa mirip dengan pneumonia bakteril.
II.2.6. Kriteria Diagnosis
Terdapat berbagai kriteria diagnosis PNO antara lain yang diajukan oleh
Center for Disease Control and Prevention/ CDC

(Tabel 3). Acuan ini

mengandalkan diagnosis kepada hasil kultur, gambaran radiologi dan gambaran


klinik yang melihat kepada perubahan sputum dan auskultasi.

Tabel 3. Kriteria diagnosis pneumonia nosokomial dari CDC


Harus memenuhi satu dari 4 kriteria :
1. Ronkhi atau Dullness pada perkusi torak. Ditambah salah satu :
a. Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya
b. Isolasi kuman dari darah
c. Isolasi kuman dari bahan yang didapat aspirasi transtrakheal, biopsi atau
sapuan bronkhus
2. Gambaran radialogik berupa infiltrat baru atau yang progresif, konsolidasi,
kavitasi, atau efusi pleura. Dan salah satu dari a, b, atau c di atas.
d. Isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret respirasi
e. Titer antibodi tunggal yang diagnostik (IgM), atau peningkatan 4 kali titer IgG
dari kuman
f. Bukti histopatologik dari pneumonia
3. Pasien berumur 12 bulan dengan 2 dari gejala-gejala berikut: apnea,
tachypnea, bradycardia, wheezing, rhonki atau batuk. Dan disertai salah satu
dari :
g. Peningkatan produksi sekresi respirasi atau salah satu dari kriteria no 2 di
atas
4. Pasien berumur 12 bulan yang menunjukkan infiltrat baru atau progresif,
kavitasi, konsolidasi atau efusi pleura pada foto torak. Ditambah salah satu dari
kriteria No.3 di atas

II.3. Pneumonia sebagai komplikasi dari Stroke Iskemik


Pnumonia merupakan komplikasi yang sering terjadi setelah stroke akut
yang menyulitkan penyembuhan sampai 7-22% pasien stroke. Kurang lebih 10%
menyebabkan kematian dan secara signifikan meningkatkan angka mortalitas
juga memperpanjang masa perawatan (Hassan,dkk,2005).
Insidens yang tinggi dari infeksi nosokomial merupakan masalah yang
sering terjadi di ruang rawat intensif yang biasanya akibat dari tingkat keparahan
penyakit pasien, pengobatan dan alat-alat bantu yang digunakan.

Beberapa studi menemukan bahwa disfagia berhubungan dengan pasien


yang tidak dapat makan secara normal atau yang menggunakan NGT memiliki
resiko yang tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan aspirasi dari bakteri dari
saliva atau akibat refluks (Langdon, 2009).
Berdasarkan Study on the Efficacy of Nosocomial Infection Control
(SENIC) dikatakan bahwa dengan adanya peningkatan jumlah staf yang ahli
tentang infeksi nosokomial dan dengan adanya sistem pelaporan tingkat kejadian
infeksi di rumah sakit, efektif untuk mengontrol kejadian infeksi nosokomial
(Dettenkofer, 2001).
II.4. Peranan Stroke Corner dalam Penatalaksanaan Stroke
Stroke Corner adalah suatu bentuk modifikasi perawatan unit stroke.
Letak stroke corner ada dalam perawatan neurologi umum ( Rasyid A, Soertidewi
L, 2007).
Lahirnya ide stroke corner karena adanya keterbatasan biaya, sarana dan
prasarana dari beberapa rumah sakit di Indonesia, terutama tipe B kebawah,
sedangkan perawatan stroke yang diberikan kepada pasien seharusnya sesuai
dengan standar pelayanan yang berlaku saat ini. Persiapan pendirian stroke
corner antara lain :
1. Sumber Daya Manusia :
- Neurolog
- Perawat mahir stroke (minimal 1 orang )
- Ada konsultan penyakit dalam, jantung, terapis, dan nutrisi

2. Rekaman EKG
3. Bila mungkin monitor EKG
4. Suction
5. Regulator Oksigen + Oksigen
6. Tempat tidur
7. Leaflet edukasi / Alat peraga edukasi keluarga
Tata laksana di stroke corner sama dengan di unit stroke, yaitu terbagi dalam :
1. Perawatan di Rumah Sakit pada keadaan hiperakut dan akut
- Aktifitas berupa tidur, duduk, beraktivitas dengan bantuan atau
beraktivitas dengan normal.
- Perawatan oleh perawat mahir stroke yang mampu memberikan
asesmen neurologi sederhana dan tanda vital, mengontrol level
oksigen, monitor jantung, perawatan kandung kemih, posisi bolak-balik
dan perawatan kulit, latihan ROM (Range of Motion)
- Hidrasi/ Nutrisi berupa cairan intra vena, asesmen menelan, diet sesuai
kondisi pasien misalnya diet rendah garam, rendah purin, dst.
- Medikamentosa sesuai Guideline Stroke Perdossi dibagi dalam terapi
stroke, simptomatis , dan concomitant disease
- Konsultan spesialis sesuai dengan kebutuhan pasien
- Terapis

- Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium atau


radiologi.
2. Rencana Kepulangan
- Komunikasi Edukasi Informasi pada pasien dan keluarga
- Pelayanan Sosial
Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa stroke corner merupakan
modifikasi dari unit stroke. Unit Stroke adalah fasilitas rumah sakit yang
menyediakan bentuk model perawatan spesialistik stroke dengan pendekatan
terapi komprehensif, meliputi terapi hiperakut (onset kurang dari 6 jam, biasanya
dengan terapi rt-PA), akut, rehabilitasi dan prevensi sekunder (Soertidewi L,
2007).
Unit Stroke merupakan perawatan high care, bukan intensive care.
Kelengkapan unit stroke sebagai high care adalah adanya peralatan monitoring
jantung, tekanan darah, oksigen dalam darah, tempat tidur 4 posisi, bladder scan
(Soertidewi L, 2007).
Komponen Unit Stroke berupa :
1. Peralatan :
- Jumlah tempat tidur tergentung kemampuan rumah sakit (4-14)
- Monitoring jantung
- Monitor tekanan darah
- Monitoring saturasi oksigen
- Bladder scan

- Bila mungkin : Peralatan rahabilitasi di ruangan yang mudah terjangkau


pasien.
2. Sumber Daya Manusia (SDM)
- Neurolog yang merupakan pimpinan unit stroke
- Dokter umum, residen yang bertugas di unit stroke
- Spesialis lain untuk konsultan
- Perawat terlatih stroke dan perawat penghubung
- Rehabilitasi : Fisioterapi, Terapi bicara, Terapi okupasi
- Ahli Gizi
- Farmasi
- Perencanaan program setelah keluar dari rumah sakit
- Pekerja sosial (biasanya untuk negara-negara maju)
3. Protokol Stroke di Indonesia menurut Guideline Nasional Stroke
- Terapi akut
- Monitoring komplikasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologik.
- Evaluasi kemajuan terapi menggunakan skor NIHSS dan Barthel Index
- Terapi prevensi sekunder

II.5. KERANGKA KONSEPSIONAL

STROKE

Sopena,dkk2000:Alat
bantunafasPneumonia
nosokomial

Dziewas,2007:
NGTpneumonia
nosokomialpadapasien
stroke
Langdon,dkk,2005:
NGTInfeksi
salurannafas

Chalela,dkk,2009:
NGTpneumonia
nosokomialpada
pasienstroke

PERAWATAN
Buke,dkk,2009:
Evaluasikejadian
infeksinosokomial
padaNeurology
IntensiveCare
Unit

BANGSAL

STROKE CORNER
Silver,dkk, 1984 :
Pneumonia penyebab
kematian setelah
minggu pertama pada
pasien yang dirawat di
Unit Stroke

PNEUMONIA NOSOKOMIAL

PNEUMONIA NOSOKOMIAL

Anda mungkin juga menyukai