Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori merupakan sebuah keberadaan yang sangat penting dalam dunia hukum,
karena hal tersebut merupakan konsep dasar yang dapat menjawab suatu masalah.
Teori juga merupakan sarana yang memberikan rangkuman bagaimana memahami
suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan hukum. Penting untuk seorang
akademisi hukum mengetahui pengertian teori secara luas, sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam membuat karya-karya ilmiah yang merupakan proses kegiatan
seorang akademisi dalam kegiatan ilmiah maupun dalam suatu penelitian.
berikut ini merupakan pendapat beberapa pakar yang memberikan pengertian arti
teori.
1. Kartini Kartono menjelaskan bahwa teori adalah satu prinsip umum yang
dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala yang saling berkaitan.
2. Ronny Hanitijo Soemitro berpendapat bahwa teori adalah serangkaian konsep,
definisi, dan proposisi yang saling berkaitan dan bertujuan untuk memberikan
gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena.
3. M. Solly Lubis mengemukakan bahwa teori adalah pengetahuan ilmiah yang
mencakup penjelasan mengenai suatu sektor tertentu dalam disiplin keilmuan.

4. S. Nasution menguraikan bahwa teori adalah susunan fakta yang saling


berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat dipahami fungsi dan
peranan teori dalam penelitian ilmia, mengarahkan, merangkum pengetahuan
dalam sistem tertentu, serta meramalkan fakta.1
Teori menurut para pakar diatas berasal dari cabang-cabang ilmu lain,
tergantung dari sudut mana memandang substansi teori tersebut, begitu pula dengan
ilmu hukum yang luas sehingga terdapat banyak aliran teori atau mahzab yang lahir
dari para sarjana.
Teori hukum selalu berkembang mengikuti perkembangan manusia serta
mengikuti kebutuhan dan nilai-nilai yang hidup dalam manusia sehingga teori dapat
dikatakan sebagai kajian fundamental dalam sebuah karya tulis. Makalah ini mencoba
mengulas berbagai macam teori-teori hukum yang ada serta mahzab-mahzab yang
dikemukakan oleh para sarjana.
1.2 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup penjelasan mengenai macam-macam teori hukum dan
mahzab-mahzab serta menjelaskan secara eksplisit mengenai teori-teori tersebut.
Perkembangan teori-teori tersebut sesuai dengan perkembangan tiap-tiap zaman
menurut para pakar.

Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2008). Hlm. 192.

1.3 Tujuan dan Manfaat


Tujuan pembuatan makalah ini adalah
1. Membantu pembaca memahami Teori-teori hukum dan MahzabMahzabnya.
2. Menjelaskan secara umum bentuk-bentuk Teori-teori huukum dan
mahzab-mahzabnya.
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Memberikan pengetahuan macam-macam teori hukum dan mahzab
secara umum kepada pembaca.
2. Sebagai tugas akhir mata kuliah teori hukum.

BAB II
PEMBAHASAN

a. Teori-teori Yunani
Zaman romawi kuno dianggap sebagai sumber pemikiran tentang hukum dan filsafat,
karena pada zaman ini memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide dan
pendapatnya dan bersifat tidak menerima informasi begitu saja (receptive attitude)
namun dengan sikap senang menyelidiki sesuatu secara kritis (an inquiring attitude),
dengan sikap inilah muncul ahli hukum dan ahli pikir terkenal.
Plato hidup dalam (427-347 SM). Dilahirkan di kota Athena (Yunani) dan
mempunyai murid bernama Aristoteles (384-322 SM) Plato peletak ajaran idealism,
sedangkan Aristoteles mengembangkan ajaran realisme (kenyataan). Dalam pikiran
Aristoteles bahwa hukum harus dibagi dalam dua kelompok, yaitu
1. Hukum alam atau kodrat yang mencerminkan aturan alam. Hukum alam itu
merupakan suatu hukum yang selalu berlaku dan tidak pernah berubah karena
kaitannya dengan aturan alam, dan
2. Hukum positif yang dibuat manusia. Pembentukan hukum ini selalu harus
dibimbing oleh suatu rasa keadilan dengan prinsip equity (kesamaan) yang
kemudian melahirkan keadilan distributif yang kemudian dikembangkan

sebagai suatu perlakuan yang sama terhadap kesederajatan di hadapan hukum


(equality before the law), dan keadilan korektif (remedial).

b. Hukum Alam
Lahirnya hukum alam pada dasarnya merupakan sejarah umat manusia dalam
menemukan absolute justice (keadilan yang mutlak). Aliran hukum alam
menyebutkan hukum itu langsung bersumber dari Tuhan bersifat universal dan
abadi, serta antara hukum dan moral tidak dapat dipisahkan.
Hukum alam sesungguhnya merupakan konsep yang mencakup banyak teori
di dalamnya yang dikemukakan oleh para ahli hukum sehingga terdapat beberapa
perbedaan pandangan, penilaian dalam menafsirkan, dan mengartikan hukum alam
tersebut, berikut adalah pendapat menurut beberapa para ahli hukum.
1. Soedjono Dirdjosisworo menjelaskan, bahwa hukum alam adalah ekspresi
dari kegiatan manusia yang mencari keadilan sejati yang mutlak
2. Surojo Wignjodipuro menjelaskan, bahwa hukum alam adalah hukum yang
digambarkan berlaku adil, sifatnya kekal (tidak dapat diubah), berlaku
dimanapun dan pada zaman apapun juga.
3. Aristoteles mengatakan bahwa hukum alam adalah hukum yang oleh orangorang berpikiran sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat alam.2

Ishaq, ibid. hlm. 196.

c. Mazhab atau Aliran Sejarah (Historis)


Mahzab atau aliran sejarah tumbuh sebagai suatu reaksi terhadap dua kekuatan yang
berkuasa dari zamannya yaitu Rasionalisme dengan kepercayaannya kepada hukum
alam, kekuasaan akal dan prinsip, pada masa tersebut kepercayaan dan semangat
revolusi Perancis dengan pemberontakannya terhadap kekuasaan dan tradisi,
kepercayaannya pada akal dan kekuasaan kehendak manusia.
Ajaran pokok mazhab sejarah (historis) sebagai mana diuraikan oleh von
Savigny mengatakan bahwa hukum itu tak perlu diadakan kodifikasi, karena apa
yang menjadi isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup manusian ditentukan
dari masa ke masa.
Savigny dan beberapa pengikutnya menyimpulkan ajaran pokok mazhab
sejarah sebagai berikut
1. Hukum ditermukan, tidak dibuat. Perkembangan hukum pada dasarnya adalah
proses yang tidak disadari dan organis, oleh karena itu perundang-undangan
adalah kurang penting dibandingkan adat dan kebiasaan.
2. Hukum dipandang sebagai perkembangan hukum yang hidup dimasyarakat
primitif mudah dipahami menuju hukum yang lebih kompleks dalam
peradaban modern. Para ahli hukum merupakan suatu organ dari kesadaran
umum, terikat pada tugas untuk membentuk dasar perundang-undangan, oleh
karena itu ahli hukum sebagai badan pembuat perundang-undangan dianggap
lebih penting daripada undang-undang itu sendiri

3. Undang-undang tidak dapat berlaku atau dapat diterapkan secara universal


karena setiap masyarakat mengembangkan hukum kebiasaannya sendiri,
karena mempunyai bahasa, adat istiadat dan konstitusi yang khas.

d. Teori Teokrasi
Teori teokrasi berkembang pada zaman abad pertengahan antara abad ke-5
sampai abad ke-15. Teori ini mengajarkan bahwa hukum berasal dari Tuhan Yang
Maha Esa, oleh sebab itu manusia diharuskan tunduk kepada hukum. Perintah
tersebut dituliskan dalam kitab suci. Tinjauan mengenai hukum dikaitkan dengan
kepercayaan dan agama dan ajaran tentang legitimasi kekuasaan hukum didasarkan
atas kepercayaan dan agama.
Teori teokrasi mengajarkan pemimpin negara ditunjuk oleh Tuhan. Raja dan
pemimpin negara hanya bertanggung jawab terhadap Tuhan dan tidak kepada
siapapun, sehingga pelanggaran terhadap kekuasaan raja merupakan pelanggaran
terhadap Tuhan sehingga raja dianggap sebagai wakil Tuhan dan tangan Tuhan di
dunia.
Penganut teori teokrasi ini adalah Agustinus, Thomas Aquinas, dan Marsilius.
Agustinus mengajarkan bahwa yang menjadi waki Tuhan di dunia adalah Paus (dari
Vatikan). Thomas Aquinas mengajarkan bahwa Raja dan Paus mempunyai kekuasaan
yang sama, hanya saja bidangnya berbeda. Raja dalam bidang keduniaan, sedangkan
Paus bertugas dalam bidang keagamaan. Kemudian Marsilius berpendapat bahwa
kekuasaan yag mewakili Tuhan adalah raja.

e. Teori Kedaulatan Rakyat


Menurut teori ini, kekuasaan yang paling tinggi terdapat dari rakyat yang
diselenggarakan dari perwakilan berdasarkan suara terbanyak (general willvolonie
generale). Tindak negara merupakan cerminan dari rakyat, juga semua peraturan
perundang-undangan adalah penjelmaan kemauan rakyat.
Teori kedaulatan rakyat menjelaskan bahwa hukum adalah kemauan orang
seluruhnya yang telah menyerahkan kepada organisasi bernama negara yang terlebih
dahulu dibentuk dan diberi tugas membentuk hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Masyarakat sudah berjanji untuk mentaati hukum tersebut, maka teori ini dapat juga
dikatakan sebagai teori perjanjian masyarakat.
Pengantu teori ini adalah Jean Jacques Rousseau yang dalam karangan
bukunya berjudul Le Contract Social, yang mengajarkan bahwa dengan perjanjian
masyarakat,

secara

otomatis

individu

menyerahkan

kebebasan

hak

serta

wewenangnya kepada rakyat seluruhnya, sehingga suasana kehidupan alamiah


berubah menjadi kehidupan bernegara.

f. Teori Kedaulatan Negara


Teori ini adalah kebalikan daripada teori kedaulatan rakyat dimana kekuasaan
hukum tidak dapat didasarkan atas kemauan bersama seluruh masyarakat, tetapi
hukum adalah penjelmaan kemauan negara, eksistensi hukum berkaitan dengan
eksistensi negara. Karena itu kekuasaan tertinggi dipegang oleh negara.

Teori ini dipelopori oleh Hans Kelsen dalam karyanya berjudul Reine
Rechtslehre, berpendapat hukum adalah tidak lain dari pada kemauan negara (wille
des Staates). Menurut Hans Kelsen, orang taat kepada hukum karena merasa wajib
mentaatinya sebagai perintah negara bukan karena negara menghendakinya.

g. Teori Kedaulatan Hukum


Teori kedaualatan hukum timbul sebagai akibat dari penyangkalan terhadap
teori kedaulatan negara yang memposisikan hukum lebih rendah daripada kedudukan
negar. Negara tidak tunduk kepada hukum karena hukum diartikan sebagai perintah
negara.
Teori kedaulatan hukum (rechts souvereiniteit) mengajarkan yang memiliki
kekuasaan tertinggi adalah hukum. Karena raja ataupun penguasa, rakyat maupun
negara tunduk kepada hukum. Penggagas teori kedaulatan hukum ini adalah Leon
Duguit dalam karyanya Traite de Droit Constitusionel dan H. Krabbe dengan
karyanya Kritische Darstellung der Staatslehre.

h. Aliran Hukum Positivisme atau Utilitarisme


Aliran positivism muncul pada abad ke-19 dengan pemikiran para ahli yang kritis
terhadap idealism yang terdapat dalam pemikiran hukum alam, dengan melihat
kepada ralitas sosial yang terus berkembang pada masa itu. Aliran positivism
mengatakan bahwa kaedah hukum dari kekuasaan negara yang tertinggi, dan

sumbernya adalah hukum positif yang terpisah dari kaidah sosial, bebas pengaruh
politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Aliran posotivisme dirintis oleh John Austin (1790-1859) seorang ahli filsafat
hukum dari inggris dengan teorinya yang bernama Analytical Jurisprudence. Austin
berpendapat bahwa hukum merupakan perintah dari subyek pemegang kekuasan
tertinggi, atau pemegang kedaulatan, juga menganggap hukum sebagai suatu sistem
yang logis, tetap, dan bersifat tertutup. Hukum secara tegas dipisahkan dari keadilan
(dalam arti kesebandingan), dan hukum tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik
atau buruk, namun didasarkan atas kekuasaan yang lebih tinggi.

i. Teori Hukum Murni


Teori ini dikemukakan oleh Hans Kelsen (1881-1973) dalam karyanya yang
terkenal Reine Rechtslehre (ajaran hukum murni), Regemeine Staatslehre (ajaran
umumtentang negara), General Theory of Law and State (teori umum tentang hukum
dan negara)
Teori hukum murni bertentangan dengan ilmu hukum yang bersifat ideologis,
yaitu pengembangan hukum hanya sebagai alat pemerintahan negara-negara totaliter.
Teori hukum murni ini menghendaki hukum harus dibersihkan dari unsur-unsur yang
tidak yuridis seperti etis, sosiologis, politis dan sejarah. Teori hukum murni yang
menolak unsur-unsur non yuridis dan tidak memberikan ruang untuk hukum
kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hans Kelsen berpendapat
bahwa satu-satunya obyek penyelidikan ilmu pengetahuan hukum adalah bersifat

normative, artinya hukum berada dalam dunia sollen (yang seharusnya menurut
hukum), buakn dalam sein (kenyataan dalam masyarakat).
Kemudian Hans Kelsen membentuk konsep Grundnorm

atau Stufenbau

Theory, yaitu dalil yang menganggap bahwa semua hukum bersumber pada satu
induk. Lebih detailnya dalah semua peraturan hukum diturunkan dari norma dasar
(grundnorm). Norma dasar bersifat abstrak dan mengikat secara umum, yang
kemudian peraturan-peraturan hukum lainnya mengacu pada norma dasar bersifat
konkrit dan mengikat subyek tertentu.

j. Teori atau Aliran Sosiologis


Teori atau aliran sosiologis menjelaskan bahwa hukum merupakan kenyataan
apa yang menjadi kenyataan dalam masyarakat dan bagaimana secara fakta hukum
diterima, tumbuh, dan berlaku dalam masyarakat. Teori ini dipelopori oleh Roscou
Pound (Juris dari Amerika Serikat), Eugen Ehrlich (1826-1922), Emil Durkheim
(1858-1917), dan Max Weber (1864-1920).
Max Weber seorang pakar hukum dan dianggap sebagai tokoh dalam
sosiologi modern, Weber menganggap hukum merupakan segi yang sangat penting
yang mendominasi masyarakat. Menurut Weber ada empat tipe ideal hukum, yaitu
sebagai berikut.
1. Hukum irrasionil dan materiil, yaitu diamana pembentukan undang-undang
dan hakim mendasarkan keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional
tanpa merujuk kepada kaedah manapun

2. Hukum irrasionil dan formil, yaitu dimana pembentu undang-undang dan


hakim berpedoman pada kaedah-kaedah di luar akal, karena didasarkan pada
wahyu dan ramalan.
3. Hukum rasionil dan materiil, dimana keputusan para pembentuk undangundang dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan penguasa
atau ideology.
4. Hukum rasionil dan formil, yaitu dimana hukumdibentuk semata-mata atas
dasar konsep abstrak dari ilmu hukum,
Karena itu, hukum formil lebih cenderung untuk menyusun sistematika
kaedah-kaedah hukum, sedangkan hukum materiil lebih bersifat empiris. Akantetapi
kedua hukum tersebut dapat dirasionalisasikan kepada hukum formil didasarkan pada
logika murni, sedangkan materil pada kegunaannya.

k. Aliran Antropologi
Menurut aliran antropologi, hukum adalah norma yang tidak tertulis yang
tumbuh secara nyata dalam masyarakat seiring dengan perkembangan kebudayaan.
Pencetus aliran ini adalah Sir Hendry Maine (1822-1888), Radcliffe-Brown,
Malinowski, Paul J. Bohanna, dan E.A. Hoebel.
Paul J. Bohanna berpendapat bahwa pada dasarnya hukum adalah suatu
pelembagaan kembali (reinstitutionalization) kebiasaan dalam masyarakat atau juga

kebiasaan menjalani pelembagaan kembali untuk memenuhi tujuan yang leboih


terarah dalam kerangka apa yang disebut dengan hukum.

l. Aliran Realis
Gerakan aliran realis dalam ilmu hukum muncul di Amerika Serikat dan
Skandinavia, Kaum realis berfikir didasarkan oleh suatu konsepsi radikal mengenai
proses peradilan. Dan menurut aliran realis, hukum apa yang dibuat oleh hakim dan
hakim lebih layak disebut membuat hukum daripada menemukan hukum. Aliran
realis ini menekankan kepada hakikat manusiawi dalam pelaksanaan hukum.
Pencetus aliras realis dari Amerika Serikat adalah Karl Llewellyn (18931962), Jerome Frank (1889-1957), dan Hakim Agung Amerika Serikat Olive Wendell
Holmes (1841-1935). Kemudian dari Swedia dipelopori oleh Hagerstron (1868-1939)
dan dari Denmark adalah Alf Ross.
Esisnsi dari ajaran realisme hukum dari Holmes dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Perkembangan Ilmu hukum terletak pada pengujian-pengujian fakta
2. Kehidupan hukum pada dasarnya bukan logika, melainkan pengalaman (the
life of the law has been not logic, but experience).
3. Yang dianggap sebagai hukum adalah ramalan, dan tidak ada yang lebih
penting dari itu.

BAB III
KESIMPULAN

Teori hukum terus berkembang dan berevolusi seiring dengan perkembangan


dan perubahan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat ataupun negara, teori
hukum sendiri telah banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur lain karena kesadaran
daripada pembentukan hukum itu sendiri melalui proses yang panjang dan melibatkan
kehidupan manusia itu sendiri, penulis secara pribadi berpendapat bahwa dari
historisnya teori hukum sebagian besar dijadikan alat justifikasi dan berperan besar
dalam social engineering oleh pihak-pihak tertentu namun hal tersebut tidak dapat
dihindari karena manusia pada hakikatnya akan terus mencari hukum yang mampu
menyesuaikan diri dari zaman ke zaman dan mampu memenuhi kebutuhan manusia
untuk hidup, berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.
Namun pada akhirnya teori hukum akan tetap mencari bentuknya yang
mengikuti sifat manusia yang terus berubah-ubah perubahan tersebut tidak dapat
dikatakan menjadi lebih baik atau tidak, karena terjadinya pergeseran nilai-nilai yang
substansial dan mendasar, namun selama masih bisa memenuhi kebutuhan manusia
tersebut, maka teori hukum tersebut dapat berguna untuk manusia.

SARAN

Teori hukum sebaiknya selalu dikembangkan oleh para ahli hukum, karena
kebutuhan dan perubahan nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan manusia selalu
berubah-ubah tiap zaman. Hukum selalu dituntut untuk mengikuti perubahan tersebut
ataupun manusia harus dibatasi oleh hukum itu sendiri, semua bergantung pada citacita dan tujuan manusia yang menciptakan teori hukum itu sendiri.
Maka dari itu sebaiknya teori hukum dapat selalu dikembangkan hanya
melibatkan pakar hukum untuk menggali lebih dalam mengenai teori hukum secara
fundamental ataupun melibatkan ahli dari berbagai cabang ilmu pengetahuan agar
jurang antara idealisme hukum itu tercipta dan kenyataan lapangan dimana hukum itu
ditegakan tidak terlalu dalam.

Daftar Pustaka

Dirdjosisworo, Soedjono. 1994. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo


Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Garfika
Rasjidi, Lili. 2007. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung: Citra Aditya
Bakti

Anda mungkin juga menyukai