ISTIJABATUL ALIYAH
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA,
JURUSAN ARSITEKTUR, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET, SURAKARTA
PENDAHULUAN
UNESCO (2008) mendefinisikan
industri budaya (cultural industries)
sebagai industri yang memproduksi
output kreatif dan artistik baik
intangible
dan
tangible,
yang
memiliki potensi untuk daya kreasi
serta
pembangkit
pendapatan
melalui eksploitasi aset budaya dan
produksi
berbasis
pengetahuan
barang dan jasa. Industri budaya
merupakan tataran upstream dari
industri kreatif yang menempatkan
inovasi dan kreativitas sebagai mesin
pertumbuhan ekonomi.
Proses kreatif yang berkembang
dalam
suatu
industri
budaya
77
(hard)
(Landry,
2008).
Selain
memberi kontribusi langsung di
sektor perekonomian, klaster industri
budaya juga merupakan sarana city
branding yang baik.
Kota
Surakarta
merupakan
salah satu wilayah yang potensial
untuk dikembangkan menjadi daerah
industri kreatif Indonesia, bersama
dengan
DKI
Jakarta,
Denpasar,
Bandung, Yogyakarta, Jember dan
Batam. Hingga saat ini subesektor
industri kreatif yang berpotensi di
Kota Surakarta, antara lain adalah
subsektor kerajinan, fesyen dan seni
pertunjukkan (Depdag, 2010b: 31),
yang jika ditinjau dari klasifikasi
industri kreatif, ketiga subsektor
tersebut
termasuk
ke
dalam
golongan industri budaya (Depdag,
2010a).
Dalam
rangka
mendukung
pencitraan Kota Surakarta sebagai
kota budaya, maka pengembangan
klaster industri kreatif di Kota
Surakarta
prospektif
untuk
ditekankan pada subsektor industri
budaya, yang dapat menonjolkan
keunikan
lokal
setempat.
Pengembangan
klaster
industri
budaya dalam suatu kota, tidak
terlepas dari aspek tata ruang.
Analisis organisasi keruangan yang
terbentuk dari industri budaya yang
ada perlu dilakukan sebagai dasar
kajian untuk mengetahui karakter
keruangan
yang
terbentuk.
Organisasi keruangan adalah konsep
wilayah fungsionalsuatu area yang
didefinisikan oleh aktivitas ekonomi
di dalamnya. Organisasi keruangan
industri
budaya
dapat
ditinjau
melalui struktur dan pola keruangan
yang tercipta akibat hubungan
interdependensi yang terjadi antar
elemen industri budaya maupun
dengen infrastruktur keras dan lunak
yang menunjang.
Dengan adanya globalisasi yang
membawa
kota-kota
ke
dalam
kompetisi ekonomi skala dunia, maka
78
setiap
kota
akan
berusaha
memainkan perannya sebagai sentra
komando dan kontrol dari ekonomi
global baru, mewujudkan diri sebagai
lokasi yang lebih disukai oleh media,
aktivitas kreatif, dan pariwisata (Hall
dan Pfeiffer, 2000: 114). Maka dalam
satu dasawarsa terakhir, sebuah
paradigma
pembangunan
baru
muncul, menghubungkan ekonomi
dan
budaya,
mencakup
pembangunan
perekonomian,
kebudayaan, teknologi dan aspek
sosial baik pada tingkatan makro dan
mikro. Menurut UNESCO (2008),
industri
budaya
merujuk
pada
industri yang mengkombinasikan
kreasi, produksi dan komersialisasi
dari konten-konten kreatif yang
sifatnya
kebudayaan
dengan
menekankan pada warisan budaya,
elemen artistik dan tradisional dari
kreativitas manusia. Industri budaya
adalah
industri
yang
memproduksi
output kreatif dan artistic baik
intangible dan tangible, yang
memiliki potensi untuk daya
kreasi
serta
pembangkit
pendapatan melalui eksploitasi
aset budaya dan produksi
berbasis pengetahuan barang
dan
jasa
(baik
tradisional
maupun
kontemporer)
(UNESCO, 2008).
Istilah industri budaya seringkali
dipertukarkan dengan istilah industri
kreatif, namun sebenarnya keduanya
memiliki makna yang berbeda.
Industri budaya merupakan bagian
dari industri kreatif (UNCTAD, 2009).
Dimana
industri
kreatif
dapat
didefinisikan
sebagai
lingkaran
kreasi, produksi dan distribusi barang
dan
jasa
yang
menggunakan
kreativitas dan modal intelektual
sebagai input primer. UNCTAD (2009)
membuat
perbedaan
antara
aktivitas
upstream
(aktivitas
kultural tradisional seperti seni
pertunjukkan)
dan
aktivitas
downstream (lebih dekat pada
79
80
81
82
Keca
Klasteri
matan
sasi
Klaster
industri
kerajinan
dan batik
Sere
ngan
Klaster
industri
batik dan
kerajinan
Klasteri
matan
sasi
Banjarsari
Klaster
industri
mebel
Klaster
kerajinan
daur ulang
limbah
koran
Jebres
Klaster
industri
sangkar
burung
Keterangan
Merupakan klaster baru.
Memiliki kecenderungan
aglomerasi ekonomi berupa
kedekatan lokasi masing-masing
unit usaha, hubungan vertikal
dan horizontal di dalam satu
area, dan berada dalam satu
naungan struktur kelembagaan
(Paguyuban Pasar Mebel
Gilingan).
Ada kecenderungan aglomerasi
ekonomi berupa kedekatan lokasi
masing-masing unit usaha,
transfer pengetahuan, hubungan
vertikal dan horizontal di dalam
satu area, dan berada dalam satu
naungan struktur kelembagaan
(Paguyuban Bina Usaha Mandiri).
Ada kecenderungan aglomerasi
ekonomi berupa kedekatan lokasi
masing-masing unit usaha,
transfer pengetahuan, hubungan
vertikal dan horizontal di dalam
satu area, dan berada dalam satu
Keterangan
Klaster
industri
mebel
Pasar
Kliwon
Klaster
industri
batik dan
kerajinan
83
KESIMPULAN
Gagasan
mengenai
pengembangan
klaster
industri
budaya
untuk
memajukan
pembangunan
ekonomi
dan
regenerasi kota merupakan suatu
strategi yang perlu dipertimbangkan
dalam perencanaan tata ruang Kota
Surakarta. Lokasi klaster industri
budaya yang potensial di Kota
Surakarta dapat menjadi aset bagi
pengembangan ekonomi kreatif serta
place
branding.
Pengembangan
klaster industri budaya juga mampu
untuk menghubungkan berbagai isu
urban seperti daya saing ekonomi
lokal,
sustainabilitas,
dan
pemberdayaan masyarakat.
Keberadaan
industri
budaya
dalam ruang kota bukanlah sebuah
kebetulan yang acak atau hanya
didorong oleh kekuatan ekonomi
semata. Oleh karena itu, untuk
mendorong
terbentuknya
klaster
industri
budaya
yang
mapan,
diperlukan upaya untuk menstimulasi
terciptanya creative milieu pada tiaptiap
klaster
yang
potensial.
Infrastruktur keras dan lunak dapat
mengisi,
memerantarai,
dan
menguatkan kohesi antar kelompokkelompok industri eksisting, serta
memacu
pertumbuhan
unit-unit
industri kreatif baru. Selain itu,
dalam memformulasikan strategi
pengembangan
klaster
industri
budaya di Kota Surakarta, perencana
perlu menempatkan infrastruktur
lunak dan keras dalam posisi yang
sederajat. Kombinasi infrastruktur
penunjang
yang
tepat
akan
mendukung keberlanjutan klaster
84
industri
budaya
dalam
jangka
panjang.
Industri budaya di Kota Surakarta
yang tersusun dari unit-unit usaha
kecil dan mikro serta individuindividu kreatif seperti seniman dan
budayawan yang menciptakan nilai
ekonomi dengan berkesenian atau
berketerampilan, selanjutnya perlu
disinergikan dalam satu jalinan
klaster industri budaya yang terpadu
dan terintegrasi dengan creative
milieu secara menyeluruh. Creative
milieu di kawasan pusat kota
Surakarta dapat difungsikan sebagai
lokasi sentral dan meeting-point bagi
jalinan
klaster-klaster
industri
budaya. Dengan demikian dapat
tercipta hubungan (linkage) antara
industri budaya dan creative milieu
menjadi satu kesatuan simpul-simpul
pusat kegiatan kreatif (creative hubs)
yang utuh. Konstelasi dari pusatpusat
kegiatan
kreatif
dimana
berbagai produksi budaya berakar
dan tumbuh tersebut memiliki peran
vital dalam menguatkan identitas
Kota Surakarta sebagai kota budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Cooke, Philip dan Morgan, K. 1994.
The Creative Milieu: A Regional
Perspectives
on
Innovation.
Dalam Dodgson, M. dan Rothwell,
R. (ed). The Handbook of
Industrial Innovation. Aldershot:
Edgar.
Cooke, Philip dan Lazzeretti, L. (ed).
2007. Creative Cities, Cultural
Clusters and Local Economic
Development.
Cheltenham:
Edward Elgar.
Departemen
Perdagangan
RI
(Depdag).
2010a.
Klasifikasi
Industri
Kreatif.
(http://www.indonesiakreatif.net/t
entang-ekonomi-kreatif/industrikreatif/klasifikasi-subsektor/
diakses 13 Januari 2010, 19:30
WIB)
Departemen
Perdagangan
RI
(Depdag). 2010b. Pemutakhiran
Pemetaan
Industri
Kreatif
Indonesia
Tahun
2009.
(http://portal.indonesiakreatif.net/
upload/File/ diakses 7 Juli 2010,
09:37 WIB)
Hall, Peter dan Pfeiffer, U. (ed). 2000.
Urban Future 21: A Global
Agenda for Twenty-First Century
Cities.
Berlin:
Ministry
of
Transport, Building and Housing
of the Federal Republic Germany.
Heur, Bas van. 2009. The Clustering
of Creative Networks: Between
Myth and Reality. Urban Studies
46 (8), 1531-1552.
Jacobs, Jane. 1969. The Economy of
Cities. New York: Vintage.
Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisa
Spasial dan Regional: Aglomerasi
& Kluster Industri Indonesia.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Landry, Charles. 2008. The Creative
City:
A
Toolkit
for
Urban
Innovators (2nd edition). London:
Earthscan.
Mommass, Hans. 2004. Cultural
Cluster and The Post Industrial
City: Towards The Remapping of
Urban Cultural Policy. Urban
Studies 41 (3): 507-532.
Porter, Michael. 2000. Location,
Competition
and
Economic
Development: Local Clusters in a
Global
Economy.
Economic
Development Quarterly 14 (1):
15-34.
Shuangshuang,
Tang.
Creative
Industry Cluster in Shanghai:
Spatial Distribution and Cause
Analysis.
Disampaikan
pada
International
Conference
on
Chinas Urban Transition and City
Planning, University of Cardiff,
Wales, UK, 29 Juni 2007.
United Nations Conference on Trade
and
Development
(UNCTAD).
2009. Economy Creative Report
2008. Geneva: United Nations.
LAMPIRAN
86
87