Anda di halaman 1dari 10

2nd Joint Colloquium on Graduate Studies in Built Environment 2019

SETTING RUANG FESTIVAL TRADISIONAL DI KOTA SURAKARTA

Ogif Ratuanar Rahmatulloh1, Kusumaningdyah Nurul Handayani 2, Hardiyati 3

1
Magister of Architecture Student, Sebelas Maret University
2
Magister of Architecture Lecture, Sebelas Maret University
3
Magister of Architecture Lecture, Sebelas Maret University

Abstract
Festival tradisional adalah festival yang merupakan tradisi dalam hal ini yang dibahas adalah grebeg, dimana
grebeg merupakan event Keraton Surakarta yang sudah turun temurun dilakukan dan merupakan tradisi yang
diwariskan. Saat ini banyak terdapat grebeg bentukan baru di Surakarta antara lain Grebeg Sudiro dan
Grebeg Astana Oetara. Kegiatan Festival tradisional sebagai sebuah kegiatan menggunakan ruang publik
dalam kota. Penggunaannya memiliki perbedaan antar Festival Grebeg asli dan buatan. Penempatan titik
keramaian besrta adanya PKL serta sektor parkir juga menjadi sorotan dalam kajian ruang publik. Setting
ruang pun juga tentunya memiliki perbedaan, serta streetscape yang terdapat pada area Grebeg berlangsung.
Tentunya akan ditemukan perbedaan perbedaan dalam penggunaan ruang maupun setting nya antara Festival
Grebeg asli Keraton dan Grebeg buatan di Kota Surakarta.

Keywords: Festival, Grebeg, setting, ruang publik, Keraton Surakarta, Sudiroprajan, Astana Oetara.

Ogif Ratunar
Magister of Architecture Student, Sebelas Maret University
e-mail: ogifratunar@gmail.com

PENDAHULUAN dengan banyaknya wisatawan yang datang (Satria,


2017). Issue tentang perkembangan festival dan event
Keberadaan festival merupakan acara yang budaya di Indonesia mulai tidak lepas dari munculnya
dilaksanakan dalam wilayah tertentu yang UU tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi.
mengangkat tema dan makna tertentu. Festival adalah Sebagaimana diketahui pada massa orde baru
peristiwa, fenomena sosial yang dijumpai dalam kebebasan untuk berekspresi dibatasi pada masa
budaya manusia diwujudkan dari beragam kegiatan pemerintahan ini dan dengan berakhirnya munculah
seperti koreografi, dramatikal dan estetika dinamis UU tentang HAM dan kebebasan berekspresi
yang dimaknai dari aspek-aspek, makna mendalam (Nugroho, 2015). Kemudian secara berangsur
yang melandasi akar sejarahnya (Falassi, 1987). masyarkat mulai dapat secara bebas menyampaikan
Bermulanya festival selalu memiliki akar sejarahnya pendapatnya termasuk juga berekspresi melalui event-
dan nilai yang diangkat. Fenomena saat ini festival event salah satunya event festival. Tahun 2000an
dilakukan hampir di setiap daerah di Indonesia salah menjadi pergerakan secara masif event festival, seperti
satunya untuk mempromosikan daerahnya. misalnya munculnya event Grebeg Sudiro pada tahun
Keberlangsungan event festival yang terjadwal dapat 2008 dan Festival Budaya Betawi di tahun 2006, trend
membantu promosi daerah sehingga mudah dikenal festival pun semakin bergulir. Keberadaan Festival ini

1
sendiri tak lepas dari campur tangan pejabat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
pemerintahan untuk menarik pelancong sehingga Tradisi menjadi suatu yang komersil dan menjadi
dapat mengonsumsi budaya yang disuguhkan konsumsi terutama konsumsi untuk pariwisata (Dewi,
(Falassi, 1987). 2016).
Festival tradisional sendiri merupakan acara festival Salah satu fenomena invensi tradisi yang terjadi saat
yang mengangkat nilai-nilai kebudayaan lokal sebagai ini adalah mengadopsi tradisi dari Keraton sebagai
warisan tradisi. Keanekareagaman budaya lokal pengidean kegiatan sebuah festival buatan. Diantara
sebagai warisan tradisi merupakan warisan nilai-nilai tradisi-tradisi yang ada salah satunya adalah Grebeg
unggul dari masyarakatnya (Karmadi, 2007), dimana yang merupakan ritual kerajaan yang melibatkan
budaya merupakan pengertian luas dari keseluruhan masyarakat dalam keraton, aparat kerajaan serta
kompleks yang meliputi pengetahuan, kesenian, seluruh rakyat dan pada penjajahan, pejabat kolonial
moral, keilmuan, hukum, kepercayaan, adat, istiadat pun juga ikut serta (Sularto, 1982). Grebeg sendiri
serta kebiasaan manusia dalam anggota masyarakat sejatinya merupakan tradisi peninggalan para Wali
sebagai makhluk sosial (Mulyana, 1990). yang diutarakan pada masa Kerajaan. Grebeg
Penyelenggaraan event festival dapat dibedakan dilakukan pada tanggal-tanggal penting untuk umat
menjadi festival tradisi asli atau yang benar Islam baik di Keraton Yogyakarta maupun Surakarta
diwariskan saecara turun temurun dan festival tradisi grebeg dilakukan 3 kali yakni: pada saat Idhul Fitri
buatan yang sengaja diciptakan dengan maksud yakni grebeg Syawal, Idhul Adha disebut Grebeg
tertentu. Festival tradisi asli yakni antaranya tradisi Besar, dan saat Maulid Nabi disebut Sekaten. Grebeg
yang dilaksanakan oleh Keraton Surakarta maupun ini dianggap sakral karena melibatkan ritual-ritual
Yogyakarta setiap tahunnya seperti: Grebeg dan Kirab. tertentu, memiliki nilai yang luhur dimana
Sedangkan festival tradisi buatan contohnya yakni keberlangsungannya merupakan wujud syukur akan
seperti: Grebeg Sudiro dan Grebeg Astana Oetara di karunia pencipta (Setyarini, 2011).
Surakarta. Keberadaan Grebeg buatan tidak dapat Keberlangsungan festival tradisional grebeg sebagai
lepas dari pencomotan komponen pada tradisi yang warisan tradisi asli saat ini merupakan event budaya
asli. yang memiliki daya tarik bagi wisatawan baik Grebeg
Pencomotan komponen-komponen tradisi asli yang Keraton yang memiliki pakem tertentu dan merupakan
diterapkan di festival tradisi buatan tersebut dapat tradisi asli maupun grebeg buatan. Event festival
dinamakan invensi tradisi. Wilayah atau masyarakat buatan merupakan suatau atraksi. Atraksi merupakan
yang tadinya tidak memiliki tradisi asli mengambil suatu wilayah yang dikembangkan sehingga terlihat
tradisi yang ada dan sengaja dibuat dan diformalkan menarik perhatian dan dapat menjadi daya tarik wisata
sehingga seakan menjadi tradisi yang otentik. Invensi Mill (2000:26). Pengalaman budaya merupakan salah
tradisi merupakan budaya yang benar-benar satu faktor yang membuat wisatawan datang ke suatu
diciptakan (Howbawm, 1992). Minoritas kreatif tempat, pengalaman yang berbeda adalah yang dicari
merupakan akar dari fenomena ini yang menciptakan (Urruy, 2002). Dengan adanya event festival tradisi
bentuk proses dalam kelompok masyarakat yang menarik maka warga akan berusaha
lingkungan untuk mencapai sesuatu (Sztompka, menyediakan fasilitas bagi wisatawan, salah satu
2011). Di Indonesia invensi tradisi terutama pada sebab kenapa event budaya saat ini banyak muncul
aspek eksistensi budaya melalui festival telah menjadi karena adanya permintaan akan pengalaman budaya
kecenderungan di berbagai wilayah (Musthofa, 2017). yang unik semakin meningkat (AlSayyad, 2001).
Banyak pengaruh yang menyebabkan maraknya Kota Surakarta tidak lepas dari perkembangan
invensi tradisi asli yang diwujudkan dalam festival di invensi tradisi asli. Festival tradisi Grebeg bentukan
Indonesia antara lain faktor ekonomi, sosial dan baru di Surakarta mencakup area kelurahan (diadakan
politik. Dengan adanya perkembangan globalisasi setingkat kelurahan) dengan tujuan utama acara ini
maka muncul inisiasi-inisiasi kreatif karena adalah untuk memperkenalkan kepada masyarakat
berkembangnya wawasan masyarakat. Saat ini bahwa di setiap kelurahan mempunyai potensi dan
perkembangan pelaksanaan festival tradisi di untuk meningkatkan penghasilan masyarakat dengan
Indonesia mempertimbangkan aspek ekonomi untuk menjual produk umkm yang dimiliki kelurahan

2 Ogif Ratunar Rahmatulloh


(Pemerintah Kota Surakarta n.d.). Sejauh mana sebuah pribadi dan kelompok dapat disebut sebagai ruang
tradisi asli grebeg diinvensi akan terlihat dari publik (Car, Ravlin, Stone, G, & M, 1992).
komponen-komponen yang digunakan dalam Festival Ruang publik merupakan elemen dalam kota yang
Grebeg tersebut. Bentuk tradisi yang ditunjukkan memberikan karakter tersendiri sebagai ruang
dalam festival grebeg invensi tersebut tentunya interaksi sosial bagai masyarakat, kegiatan ekonomi
berbeda dari grebeg tradisi asli, mulai dari sejarah serta apresiasi budaya (Darmawan, 2005). Festival
terbentuknya, pelaku kegiatan, rute dan waktu Tradisi ini melakukan aktivitasnya di dalam kota
pelaksanaan pun berbeda. Tentunya invensi tradisi dari Surakarta dengan batasan tertentu, kegiatan berupa
kasus tersebut mengambil komponen tradisi maupun prosesi-prosesi yang dilakukan untuk mengangkat
historis asli dan bertransformasi menjadi bentukan nilai-nilai yang inigin ditunjukkan. Dalam kajian ini
baru (Howbawm, 1992). Latar belakang dan nilai-nilai akan melihat bagaimana prosesi yang dilakukan di
yang terdapat pada grebeg invensi memiliki perbedaan ruang publik pada kegiatan festival tradisi asli maupun
dari grebeg Suro, Maulid maupun Grebeg Besar yang buatan. Kegiatan atau aktivitas Festival Tradisi
merupakan tradisi asli dimana mengangkat nilai dalam Grebeg Asli maupun Buatan tentunya membentuk
ajaran islam dan kejawen, grebeg bentukan baru pun setting tertentu dimana setting memiliki kaitan
memiliki nilai-nilai tersendiri yang membedakannya langsung dengan aktivitas yang terjadi pada tempat
dengan tradisi asli. Keberadaan Event festival infensi kegiatan itu berlangsung yakni ruang publik. Dengan
sendiri berfungsi sebagai kekuatan pemerintah kota kajian setting dan ruang publik maka akan dapat
untuk menarik wisatawan datang, dan dari segi mengidentifikasi penggunaan ruang aktivitas pada
perhelatan tergantung dengan kebijakan pemerintah perhelatan festival di Surakarta
kota berbeda dengan Grebeg Keraton yang meskipun
tidak ada bantuan dari pemerintah pun dapat bisa METODE
berjalan karena merupakan Hajat Agung yang Dalam penelitian ini digunakan pendekatan penelitian
dilakukan oleh pihak Keraton Sendiri. Dapat kualitatif studi kasus. Metode kualitatif merupakan
dikatakan keberlangsungan festival tradisi buatan prosedur penelitian dimana diarahkan pada latar dari
sangat bergantung pada program pemerintah dan sebuah subyek secara holistik dan menghasilkan data
dimungkinkan hilang jika fokus program deskriptif. Data deskriptif merupakan kata-kata tertulis
pemerintahan berubah, berbeda dengan tradisi asli dari subyek yang diteliti. Subyek dalam hal ini
yang akan tetap dilestarikan karena diturunkan dari individu atau organisasi yang diteliti tidak dibiarkan
generasi ke generasi. terikat dalam variabel maupun hipotesis (Maelong,
Secara penggunaan ruang dalam kota Surakarta 2007). Penelitian studi kasus adalah penelitian yang
tentunya aktivitas yang timbul karena Festival tradisi esensinya studi kasus secara teknis sebagai suatu
ini menempati ruang-ruang tertentu dalam dalam kota. inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam
Kegiatan Festival tradisi asli maupun buatan ini konteks kehidupan yang nyata dimana fenomena dan
menempati ruang yang berbeda dan juga konteks memiliki batas yang samar dan memanfaatkan
menggunakan rute yang berbeda sesuai dengan berbagai macam sumber untuk dalam strategi
konsepnya masing-masing. Secara jelas Festival yang penelitian ini (Yin, 2015). Dalam penelitian ini akan
diangkat oleh Keraton tentunya akan menggunakan digunkan multi kasus. Berikut merupakan skema alur
ruang-ruang yang berhubungan dengan area Keraton pikir dalam penelitian ini:
sedangkan festival buatan dalam hal ini akan Skema 1 Diagram Alur Pikir
menggunakan ruang kota yang lain dengan batasan Identifikasi dilakukan dengan kajian literatur dalam
tertentu. Penggunaan ruang untuk mewadahi kasus-kasus dilihat dalam aspek fisik dan nonfisik
kepentingan masyarakat umum menjadi penting, hingga menghasilkan temuan maupun pola dari kasus-
dimana di dalamnya terdapat interaksi, aktivitas kasus yang diidentifikasi
fungsional serta ritual dalam suatu ikatan baik Pengambilan data dilakukan dengan observasi saat
kehidupan sehari-hari maupun dalam perayaan event berlangsung baik Grebeg Sudiro, Grebeg Astana
berskala yang ditetapkan sebagai sesuatu yang Oetara dan Grebeg Keraton, maupun saat tidak
terbuka, tempat masyarakat melakukan aktivitas

Ogif Ratunar Rahmatulloh 3


berlangsung dapat didapatkan dari data sekunder Memiliki karakteristik yakni kegiatan tersebut
kemudian dilihat kondisi secara nyata di lapangan. dilakukan bersamaan dalam waktu tertentu dan
Karena keterbatasan waktu penelitian. Selain berada pada kawasan kegiatan perekonomian dan
observasi juga dilakukan wawancara dengan pihak- non ekonomi kota yang dimungkinkan dikunjugi
pihak yang bersanguktan dan dianggap mengerti dalam jumlah besar (Mc.Gee, 1977).
tentang aktivitas yang terjadi dalam Grebeg tersebut  Parkir adalah tempat untuk menaruh kendaraan
meliputi: latar belakang kegiatan, pelaku aktivitas, sementara dalam jangka waktu tertentu, menurut
penggunaan ruang dan komponen pelengkap. penempatannya dapat dibedakan menjadi parkir
Selanjutnya juga menggali dokumen-dokumen yang di tepi jalan dan parkir di luar jalan atau dalam
berkaitan. Dari data-data di lapangan maka akan area parkir tertentu (Sari, 2017).
didapatkna perbedaan dan persamaan antara Grebeg  Pejalan kaki dan pemanfaatan ruang yang ada
asli dan Grebeg buatan terutama dalam aktivitas dan Pola aktivitas dikaitkan dengan pemanfaatan ruang
ruang yang digunakan dan dapat menemukan sejauh yang ada, dibagi menjadi tiga jenis yaitu fixed
apa sebenarnya tradisi Grebeg diinvensi dalam kasus element/elemen tetap, semi-fixed elements/elemen
Grebeg Sudiro dan Astana Oetara semi-tetap dan non-fixed elements/elemen tidak tetap
(Rapoport, 1982).
KERANGKA TEORI Setting Ruang
Ruang Publik Dijelaskan oleh Rapoport (1997) dalam bahwa
Ruang publik adalah ruang yang mewadahi setting merupakan suatu interaksi antara manusia dan
kepentingan masyarakat umum berupa interaksi, lingkungannya, lingkungan ini mampu mencerminkan
aktivitas fungsional dan ritualnya dalam suatu ikatan nilai-nilai yang dianut, keinginan-keinginan dan
komunitas, baik kehidupan sehari-hari maupun dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakatnya. Dengan
perayaan berskala yang ditetapkan sebagai sesuatu demikian apabila nilai, keinginan dan kebiasaan
yang terbuka, tempat masyarakat melakukan aktivitas tersebut berubah, terjadi pula perubahan dalam
pribadi dan kelompok (Car, Ravlin, Stone, G, & M, konteks spasialnya. Konteks kultural dan sosial dapat
1992). Dalam ruang publik terjadi berbagai macam menentukan sistem aktivitas manusia (Rapoport ,
aktivitas dimana pelaku kegiatan pun bermacam- 1997). Sistem kegiatan termasuk juga cara hidup dapat
macam sesuai dengan kepentingan masing-masing menentukan wadah yagn digunakan yakni ruang yang
pelakunya. Dengan ini peran ruang publik merupakan saling berhubungan dalam suatu sistem tata ruang
suatu elemen dalam kota yang memberikan karakter yang memiliki kegunaan sebagai tempat kegiatan
tersendiri, memiliki fungsi sebagai ruang interaksi terjadi (Sunaryo, 2015). Dari penjabaran di atas dapat
sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi, apresiasi diartikan jika setting ruang juga dipengaruhi oleh adat
budaya (Darmawan, 2005). dan budaya yang berlaku di masyarakat, dalam arti
Sistem aktivitas dalam sebuah ruang publik lain ruang memiliki hubungannya tersendiri dengan
berkaitan erat dengan tiga elemen utama yaitu: pola aktivitas serta kebiasaan yang terjadi di
 Pedagang kaki lima sebagai activity support lingkungan masyarakat.
kawasan merupakan bentuk aktivitas sektor
informal, area PKL merupakan area kota yang Pola aktivitas dapat diketahui dengan mengamati
tumbuh secara tidak teratur, spontan dan ilegal. kegiatan yang terjadi dan mengarah pada behavior
setting. Menurut (Hantono, 2017) analisa setting
dapat dilakukan menggunakan kriteria:
 Pelaku kegiatan (person).
 Pola perilaku (standing pattern of behavior)
 Batasan fisik (physical milieu).
 Hubungan antara batasan dan pola aktivitas
(tynomorphyc).
 Wilayah kuasa (territory).

4 Ogif Ratunar Rahmatulloh


 Waktu tertentu pada saat aktivitas Keraton Surakarta dibuka untuk umum, hanya
berlangsung (temporal). beberapa tempat saja yang dibuka untuk publik seperti
Pengamatan pola perilaku tidak dapat dipisakan dari Alun-Alun dan museum Keraton, namun pada saat-
aktivitas yang dilakukan seseorang dalam lingkungan saat tertentu beberapa tempat akan dibuka.
dan waktu tertentu dan tidak dapat dilepaskan dari Pada perhelatan Grebeg beberapa ruang Keraton
wilayah ruang aktivitasnya. Oleh karena itu aspek digunakan dan kegiatan ini dibuat terbuka untuk
yang harus diperhatikan antara lain: pengguna serta publik, arak-arakan Grebeg Keraton dijadikan
jumlahnya, kegiatan yang dilakukan, ruang yang
digunakan, posisi dan waktu.

Streetscape
Streetscape merupakan istilah untuk
menggambarkan lingkungan terbangun maupun
kenampakan alam di sepanjang jalan dan didefinisikan
sebagai kualitas desain visual pada jalanan. Termasuk
di dalamnya penataan bangunan, permukaan jalan dan
juga kelengkapan-kelengkapan yang memfasilitasi
penggunanya seperti shelter, papan jalan dan petunjuk
arah (Charlwood, 2004). Streetscape merupakan tontonan oleh masyarakat umum dan dipercaya
elemen-elemen pendukung di sepanjang jalan baik memiliki berkah tersendiri.
untuk tujuan estetis maupun untuk fasilitas umum. Grebeg bermula dari Kori Kamandungan dan
Keberadaan streetscape merupakan elemen visual berakhir di Masjid Agung. Masjid Agung menjadi titik
jalan pada sebuah wilayah. Perpaduan elemen akhir dari ketiga grebeg yang dilakukan oleh Keraton
streetscape dapat membantu dalam memperindah (Purwadi, 2014) dan memiliki rute yang sama di
pengalaman visual penyatuan elemen streetscape setiap tahunnya. Aktivitas Grebeg membentuk
dapat membantu dalam kesuksesan pengalaman ruangnya dalam kota dan menggunakan ruang yang
visual. Menurut (Rehan, 2013) elemen streetscape secara teritori merupakan milik keraton, mulai dari
adalah komponen utama pada street urban desain Kori Kamandungan, Siti Hinggil, Pelataran, Alun-
antara lain terdiri atas penataan: trotoar, tanaman Alun dan Masjid Agung. Titik teramai terjadi di titik
jalan, street furniture, bangku, street corner, awal dan titik akhir arak-arakan Grebeg.
pepohonan, penerangan jalan, tempat sampah, tanda Gambar 1 Rute Grebeg Sekaten
jalan, halte bis dan pojokan pedestrian. Sumber: Ogif, 2018
Aktivitas grebeg menciptakan ruang publik dimana
HASIL DAN PEMBAHASAN merupakan wadah event kebudayaan yang dapat
dinikmati masyarakat umum. Rute yang digunakan
Ruang Publik dalam Festival di Surakarta yakni ruang-ruang milik keraton, diarak dari Kori
a. Ruang Publik Keraton Surakarta Kamandungan - Siti Hinggil – Pagelaran – Alun-Alun
Keraton memiliki nilai budaya, sosial serta religi Utara - Masjid Agung. Ruang Publik sebagai tempat
dari pendirian serta pemanfaatannya dan merupakan melihat perhelatan Grebeg berkonsentrasi pada depan
kiblat perkembangan budaya Jawa, saat ini lebih Kori Kamandungan dan Masjid Agung tempat
difungsikan sebagai tempat wisata, museum pusat berakhirnya rute Grebeg. Pagelaran juga menjadi area
kebudayaan Jawa dan sebagai tempat tinggal raja ruang publik dimana banyak terdapat pedagang yang
(KEMENDIKBUD). Keraton Surakarta menempati berdagang di tempat tersebut sehari hari.
ruang dalam kota Surakarta berlokasi di Kelurahan Sistem aktivitasnya menimbulkan adanya PKL,
Baluwarti. Keraton terdiri dari beberapa kompleks kantong parkir serta adanya pedestrian. Gambar 1
bangunan antara lain: Alun-Alun, Sasana Sumewa, menunjukkan rute grebeg dan pemetaan letak parkir
Kompleks Siti Hinggil, Sri Mangati, Kedaton, serta konsentrasi PKL yang tercipta. Pada Grebeg
Kamandungan serta Pagelaran. Tidak semua area Sekaten konsentrasi PKL terbanyak terjadi di Masjid

Ogif Ratunar Rahmatulloh 5


Agung, sedangkan kantong parkir tersebar dari Alun- diadakan mulai tahun 2011 dengan tujuan untuk
Alun, Pagelaran dan area Keraton. memperingati naik tahtanya Mangkunegaran VI juga
untuk melestarikan budaya jawa pada generasi muda,
b. Ruang Publik Kelurahan Sudiroprajan selain itu untuk menunjukkan bahwa masyarakat
Grebeg Sudiro merupakan acara festival buatan Kelurahan Nusukan memiliki potensi budaya dan nilai
yang bertempat di Kelurahan Sudiroprajan, Surakarta. (KODIMSOLO, 2018).
Merupakan festival Grebeg dengan spirit Rute Lapangan Prawit – Jl Piere Tendean – Jl. Nayu -
keberagaman budaya antara masyarakat Jawa dan Astana Oetara. Titik konsentrasi keramaian terjadi di
Tionghoa yang hidup bersama di Sudiroprajan. Rute Pasar Nusukan dan Astana Oetara. Ruang publik
Grebeg Sudiro bermula dan berakhir di depan Pasar terutama berada di Area Pasar Nusukan dimana
Gede. Ruang yang digunakan merupakan wilayah disana juga terdapat panggung tempat MC
Kelurahan Sudiroprajan yakni: Klenteng - Pasar Gede - mengomentari jalannya kegiatan festival.
Jl. Jenderal Sudirman - Jl. Mayor Kusmanto - Jl. Kapten
Mulyadi - Perempatan Ketandan - Jl. RE. Martadinata -
Jl. Cut Nyak Dien - Jl. Ir. H. Juanda - Perempatan
Warung Pelem - Jl. Urip Sumoharjo - Pasar Gede . Rute
melewati pusat-pusat kegiatan di Kota Surakarta yakni
perkantoran dan pertokoan. Pemanfaatan ruang publik
terutama berpusat pada area Pasar Gede.
Ruang publik tercipta pada rute yang dilewati arak-
arakan festival area sekitar rute menjadi tempat warga
masyarakat umum menonton pertunjukkan.
Konsentrasi penonton selain di Pasar Gede juga
berada pada jembatan tugu pemandengan sampai
Gapura Gladag.
Aktivitas PKL dan parkir serta pedestrian. Daya tarik
Grebeg Sudiro yang lain yakni ditatanya Lampion
sebagai penyemarak mulai dari depan Pasar Gede
sampai depan balai kota juga sepanjang jalan sampai
daerah Gladag. Keberadaan lampion ini termasuk Gambar 3 Rute Grebeg Astana Oetara
dalam komponen semi fix. Sumber: Ogif, 2018

Aktivitas Grebeg Astana Oetara merupakan hal


yang menarik perhatian, aktivitas yang dilakukan di
dalam kota yakni kawasan Kelurahan Nusukan ini
menarik masa untuk menonton. PKL berdatangan
dan lahan parkir dibuka. Konsentrasi PKL tentunya
paling ramai berada di sekitar Pasar Nusukan
demikian juga lahan parkir.

Setting Ruang dalam Festival di Surakarta


Dalam kajian ini akan dibahas setting berdasarkan
pola aktivitas yang mengarah pada behavior setting
Gambar 2 Rute Grebeg Sudiro menurut (Hantono, 2017) memiliki 6 kriteria yakni
Sumber: Ogif, 2018 pelaku, pola perilaku, batasan fisik, hubungan batasan
c. Ruang Publik Kelurahan Nusukan dan pola aktivitas, wilayah kekuasaan dan waktu.
Grebeg Astana Oetara merupakan grebeg yang Dalam kajian ini hanya akan membahas 3 kriteria
berlangsung di Kelurahan Nusukan. Grebeg ini yakni: pelaku, batasan fisik dan waktu saja.

6 Ogif Ratunar Rahmatulloh


a. Setting dalam Grebeg Keraton Surakarta Ruang yang digunakan dalam kegiatan festival
Grebeg merupakan tradisi peninggalan para Wali Grebeg Sudiro meliputi wilayah Kelurahan
yang diutarakan pada masa Kerajaan Demak dan Sudiroprajan dan sekitarnya karena dilihat dari
dilakukan terus menerus termasuk oleh Kesultanan
Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta. Latar
belakang grebeg merupakan salah satu media
penyebaran agama Islam karena adanya kesadaran
bahwa tradisi Hindu Budha tidak dapat secara
langsung dihilangkan begitu saja. Oleh karena itu
Grebeg dilakukan pada tanggal-tanggal penting untuk
umat Islam grebeg dilakukan 3 kali dalam setahun
yakni pada saat Maulid Nabi, Hari Raya Idhul Fitri penyelenggaraanya yakni pihak kelurahan. Dapat
dan Idhul Adha. dilihat dari rutenya yang memutari daerah milik
Pelaku Grebeg merupakan masyarakat Keraton Kelurahan Sudiroprajan.
meliputi raja, aparat kerajaan juga abdi dalem
(Sularto,1982). Aktivitas Grebeg Keraton identik c. Setting dalam Grebeg Astana Oetara
dengan gunungan yang merupakan bentukan seperti Pekan Grebeg Astana Oetara merupakan rangkaian
gunung yang berisi hasil bumi maupun olahan acara yang Grebeg Astana Oetara berlangsung selama
makanan sebagai wujud syukur serta simbol 5 hari dimulai dari tanggal 21 sampai 26 acaranya
keramahan hati raja kepada rakyatnya antara lain: wayangan, panggung seni budaya,
(keratonpedia.com). mocopatan, kethoprak kontemporer dan puncaknya
Batasan fisik penggunaan ruang dalam Grebeg kirab budaya di tanggal 26 November.
yakni area sekitar keraton, dapat dilihat dari rute yang Panitia kegiatan Grebeg ini dikoordinir oleh LPMK
digunakan yakni arak-arakan dimulai dari Kori Kelurahan Nusukan sedangkan pesertanya berasal dari
Kamandungan menuju ke Masjid Agung Surakarta. berbagai lapisan masyarakat Kelurahan Nusukan
yakni perwakilan RW se-Kelurahan Nusukan, Instansi
b. Setting dalam Grebeg Sudiroprajan sekolahan SD, SMP dan SMA juga diikuti oleh trah
Grebeg Sudiro dikomunikasikan melalui empat Mangkunegaran VI (KABARJOGLO, 2018).
simbol, yaitu gunungan, jodang karya seni, pawai Perhelatan ini didukung oleh Pemerintah Kota
kesenian, dan tematik tahunan Grebeg Sudiro yang Surakarta. Pembukaan dan pemberangkatan arak-
mencerminkan spirit keberagaman kultural arakan dilakukan oleh Walikota Solo.
(Widyaningsih & Purwasito, 2015). Setiap kontingen peserta menampilkan potensi dan
Grebeg Sudiro merupakan event tahunan dan saat budaya yang mereka miliki. Setiap RW
ini sudah menjadi event unggulan Pemerintah Kota mengeluarkan jodhang atau gunungan sebagai
Surakarta. Pelaku utama yang mengkoordinasi wujud syukur kepada pencipta. Kostum yang
jalannya acara Grebeg Sudiro berasal dari pihak digunakan peserta pun bermacam-macam sesuai
Kelurahan Sudiroprajan bekerjasama dengan berbagai kesepakatan kontingennya, mulai dari berpakaian
pihak. Pemerintah Kelurahan melalui sub bidang lurik, berpakaian adat jawa, baju adat suku-suku di
Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) membentuk Indonesia juga pakaian kostum kontemporer.
panitia grebeg dengan pengajuan nama dan Hampir sama dengan perhelatan festival
penunjukkan. Grebeg Sudiro melibatkan Pihak Pasar Sudiroprajan, event Grebeg Astana Oetara juga
Gede dan Klenteng Tien Kok Sie sebagai
penyelenggara dan partisipan Grebeg. Pihak Pasar
Gede dilibatkan mewakili pedagang-pedagang yang
terdapat di area Pasar Gede yang menduduki tanah
Kelurahan Sudiroprajan. Sedangkan keberadaan pihak
Klenteng merupakan perwakilan dari komunitas
Tionghoa yang ada di Surakarta.

Ogif Ratunar Rahmatulloh 7


menggunakan batasan fisik sesuai teritori Kelurahan ditunjukkan pada Grebeg Sudiro.
Nusukan. Rute sengaja disetting hanya dalam wilayah Gambar 5 Streetscape pada Grebeg Sudiro
Kelurahan Nusukan saja. Sumber: DLH Surakarta
c. Streetscape dalam perhelatan Grebeg Astana
Streetscape dalam Festival di Surakarta Oetara
a. Streetscape dalam perhelatan Grebeg di Keraton Grebeg Astana Oetara menempati ruang di area
Surakarta Kelurahan Nusukan. Streetscape didominasi oleh
Streetscape pada area keraton dalam rute yang pemandangan deretan ruko dan pemukiman. Pasar
dilewati rute Grebeg melewati ruang dalam keraton. Nusukan menjadi bagian dari streetscape dimana
Pohon-pohon besar menjadi nuansa pertama yang kepadatan terbanyak terjadi.
dilewati dalam rute ketika keluar dari Kori
Kamandungan. Memasuki area Alun-Alun Lor
terdapat jalan pedestrian dengan pemandangan dua
pohon beringin. Masuk ke Area Masjid agung terdapat
pula pedestrian dengan beberapa lampu penerangan di
kanan kiri. Gapura menjadi poin pemandangan juga
pada rute tersebut, keluar dari Kori Kamandungan
akan disambut dengan Gapura yang membatasi area
Kori Kamandungan dengan supit urang. Selain
komponen-komponen tersebut dengan adanya hajat
Grebeg di Keraton Surakarta, bagian depan Kori Gambar 6 Streetscape depan Pasar Nusukan
Kamandungan dihias dengan janur-janur. Sumber: Tribun Solo
Gambar 4 Streetscape pada Area Keraton Surakarta Perbedaan Festival Grebeg Asli dan Grebeg
Sumber: Ogif, 2018 Buatan
Grebeg Asli merupakan grebeg milik Keraton yang
b. Streetscape dalam perhelatan Grebeg menggunakan ruang-ruang milik Keraton. Kesakralan
Sudiroprajan prosesi dijaga karena melibatkan raja sebagai
Grebeg Sudiro berlangsung area Pasar Gede pembawa keberkahan melalui sedekah wujud syukur
dipenuhi lampion dari sisi ujung sampai jembatan Kali melalui gunungan jaler dan estri. Prosesi yang
Pepe. Pada jelang perhelatan festival Grebeg Sudiro ditampakkan dalam Grebeg Keraton adalah arak-
area sekitar Pasar Gede mulai dari depan Pasar Gede, arakan gunungan dari dalam keraton menuju Masjid
Klenteng dipenuhi dengan lampion sampai pada area Agung, di sepanjang jalannya arak-arakan terdapat
Gapura Gladhag. Trotoar terdapat pada sepanjang rute banyak pengunjung dari masyarakat umum.
Grebeg Sudiro, terutama pada jalan Jendral Sudirman Merupakan tradisi yang sudah ada sejak zaman
terdapat trotoar yang cukup lebar. Rute juga melalui Kerajaan Demak dan diinisiasi oleh Sunan Kalijaga
tugu dan tugu pemandengan. Gapura Gladhag tak sebagai prosesnya dalam berdakwah. Kemudian
luput dari perhatian dalam visual yang dilewati arak- tradisi ini diadopsi baik di Keraton Surakarta maupun
arakan. Kali Pepe menjadi bagian dari pemandangan Yogyakarta.
dimana area Kali Pepe dekat Pasar Gede juga diberi Festival Grebeg buatan sengaja diciptakan untuk
ornamen berupa lampion lampion. Pasar Gede mengembangkan kebudayaan yang ada di sana dan
menjadi tampilan yang paling dominan terlihat dan bermaksud untuk menjadikan event tersebut sebagai
menjadi pusat perhatian dalam visual yang sengaja pariwisata agar dapat menambah nilai bagi daerahnya,
ruang yang digunakan pun tentunya berbeda dengan
grebeg keraton, dalam hal ini ruang yang digunakan
adalah ruang seputar daerah kelurahan. Grebeg
invensi sengaja menggali identitas mereka dari budaya
dan sejarah yang ada di tanah mereka. Seperti Grebeg
Sudiro menggali nilai yang ada pada indentitas

8 Ogif Ratunar Rahmatulloh


mereka sebagai kawasan pecinan yang hidup harmonis Grebeg Keraton. Pasar tradisional dalam Grebeg
dengan warga keturunan jawa. Potensi ini yang Sudiro dan Astana Oetara menjadi pusat keramaian
mereka gunakan untuk mengadakan event grebeg. dan dipenuhi oleh warga yang ingin melihat juga
Sedangkan untuk Grebeg Astana Oetara mengambil terdapat PKL serta parkir.
kawasan pemakaman Mangkunegaran VI.
Dari segi aktor dalam perhelatan Grebeg asli dan KESIMPULAN
invensi sudah jelas sangat berbeda. Grebeg yang Grebeg Keraton merupakan tradisi asli yang
diadakan di Keraton Surakarta merupakan hajat raja diadopsi dan diinvensi diantaranya adalah Grebeg
yang persiapan dan keberlangsungannya dilakukan Sudiro dan Grebeg Astana Oetara. Kedua Grebeg
oleh orang-orang dalam Keraton tersebut, masyarakat tersebut memiliki spirit yang berbeda. Spirit digali
umum mengambil bagian sebagai penonton dalam dari element sejarah kawasan, Grebeg Sudiro
memeriahkan Grebeg Keraton. Grebeg invensi dalam mengambil spirit keberagaman digali dari wilayah
hal ini prosesnya diinisiasi dan dilakukan oleh yang berpenduduk Tionghoa dan Jawa yang rukun
pemerintahan Kelurahan melalui LPMK maupun sejak zaman dahulu, sedangkan Grebeg Astana Oetara
POKDARWIS. Panita yang melakukan pun bisa saja menggali historinya dari penobatan Mangkunegaran
diambil dari masyarakat umum maupun komunitas VI.
masyarakat. Instansi kelurahan merupakan Kegiatan fesitval tersebut baik festival asli maupun
koordinator kegiatannnya kemudian menerus kepada buatan namun memiliki area yang berbeda, jika pada
para ketua RW di lingkungan kelurahan . Grebeg Keraton menggunakan ruang publik milik
Gunungan menjadi simbol dalam Grebeg sebagai keraton pada Grebeg buatan digunakan ruang publik
wujud syukur. Grebeg Keraton terdapat gunungan dalam kawasan kelurahannya. Adanya sebuah festival
jaler dan estri, gunungan jaler berisi hasil bumi dan menarik PKL pada pusat keramaian serta parkir pada
gunungan estri berisi jajan pasar. Sedangkan dalam zona-zona tertentu. Ruang yang digunakan Grebeg
Grebeg Sudiro Gunungan dimodifikasi menjadi buatan adalah ruang-ruang pusat perekonomian seperti
gunungan kue keranjang sebagai simbol harmonisasi pertokoan dan pasar, rute sengaja mengambil ruang-
budaya Tionghoa dan Jawa. Selain itu terdapat ruang tersebut dengan rujukan agar Grebeg yang
jodhang yang dikeluarkan tiap RW juga terdapat diadakan banyak yang menonton. Pasar tradisional
gunungan buah yang dikeluarkan oleh pihak Pasar dimanfaatkan sebagai ruang publik wadah kegiatan
Gede sebagai simbol wujud syukur, buah dipilih budaya. Pada Grebeg Sudiro dan Grebeg Astana
karena merupakan salah satu komoditas yang Oetara titik teramai berada di area pasar yakni Pasar
diperdagangkan di Pasar Gede. Grebeg Astana Oetara Gede dan Pasar Nusukan.
juga menampilkan gunungan dan juga jodhang Dari segi setting waktu, pelaku dan batasan jelas
sebagai simbol wujud syukur kepada Sang Pencipta. Festival asli dan buatan memiliki perbedaan waktu
Keberlangsungan Grebeg invensi didukung disini disesuaikan dengan latar belakang event
sepenuhnya oleh Pemerintah Kota Surakarta tersebut diselenggarakan. Sedangkan untuk pelaku
ditunjukkan dengan pelepasan arak-arakan dilakukan juga terjadi perbedaan, jika Grebeg Keraton pelakunya
oleh Walikota Surakarta dan jajarannya. Pemerintah adalah masyarakat Keraton sedangkan Grebeg Buatan
kota menggalakan grebeg sebagai festival budaya dikoordinir pihak kelurahan setempat.
penarik wisatawan. Dengan demikian maka penggunaan ruang publik
Melihat penggunaan ruangnya Grebeg Asli dan setting diikuti streetscape memiliki perbedaan antara
invensi memiliki perbedaan, jika Grebeg Keraton Festival grebeg asli dan buatan. Diharapkan ada
menggunakan lingkunagn Keraton sebagai wadahnya penelitian selanjutnya agar hasil yang didapatkan lebih
maka Grebeg invensi menggunakan ruang teritori akurat untuk mengkaji ruang publik, setting maupun
kelurahannya. Grebeg buatan dalam hal ini Grebeg streetscape dengan mengemukakan kasus-kasus lain.
Sudiro dan Astana Oetara cenderung memilih rute
yang melewati pusat-pusat keramaian seperti
pertokoan dan area pemerintahan dan perkantoran.
Rute yang dipilih pun relatif lebih panjang daripada

Ogif Ratunar Rahmatulloh 9


REFERENSI 16) Mulyana, D. J. (1990). Komunikasi antarbudaya. Remaja
1) Adriana, T. C. (2013). TRADISI GREBEG SUDIRO di Rosdakarya.
SUDIROPRAJAN (Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dengan 17) Musthofa, B. M. (2017). Saung Angklung Udjo:Invensi Tradisi
Kebudayaan Jawa). Candi 5.1. Lokal yang Mendunia. Antropologi Indonesia No. 2, 137.
2) AlSayyad, N. (2001). Consuming Tradition Manufacturing 18) Purwadi. (2014). Harmony Masjid Agung Kraton Surakarta
Heritage. New York: Routledge. Hadiningrat. Jurnal Kebudayaan Islam, 72 - 85.
3) Car, S., Ravlin, Stone, G, M. F.-L., & M, A. (1992). Public 19) Rapoport, A. (1982). Human Aspect of Urban Form: Towards a
Space. USA: Cambridge University Press. Man Environment Approach to Urban Form and Design. USA:
4) Darmawan, E. (2005). RUANG PUBLIK DAN KUALITAS Pergamon Press.
RUANG KOTA. Proceding , Seminar Nasional PESAT 2005. 20) Sari, P. I. (2017). Penggunaan Ruang Publik dengan Pendekatan
5) Dewi, A. P. (2016). Komodifikasi Tari Barong di Pulau Bali Arsitektur Perilaku. Skripsi Arsitektur Universitas Sumatera
Berdasarkan Karakter Pariwisata. Panggung Vol. 26 No. 3, 225. Utara.
6) Galla, A. (2001). Guide book for the Participant of Young 21) Setyarini. (2011). Ritual Grebeg Besar Di Demak, Kajian
People in Heritage Conservation. Brisbane: Hall and Jones Makna, Fungsi dan Nilai. Jurnal PP, 169.
Advertising. 22) Sularto, B. (1982). Upacara Tradisional Daerah Istimewa
7) Hantono, D. (2017). Pola Aktivitas Ruang Terbuka Publik pada Yogyakarta. Jakarta: IDKD DEKDIKBUD.
Kawasan Taman Fatahillah Jakarta. Jurnal Aksitektur 23) Sztompka, P. (2011). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta:
KOMPOSISI, 265 - 277. Perdana Media Grup.
8) Haryadi, & Setiyawan, B. (2010). Arsitektur, Lingkungan, Dan 24) Urruy, J. (2002). Tourist Gaze . London: Sage Publication.
Perilaku, Pengantar Ke Teori, Metodologi Dan Aplikasi. 25) Widyaningsih, R., & Purwasito, A. (2015). “MISI SUCI”
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. GREBEG SUDIRO. Jurnal KOMMAS.
9) Howbawm, E. (1992). The Invention of Tradition. United
Kingdom: Cambridge University Press.
10) KABARJOGLO. (2018, November 24). Kabar NKRI. Retrieved
Desember 26, 2018, from KABARJOGLO:
https://kabarjoglo.com/2018/11/24/sinergitas-babinsa-dan-
bhabinkamtibmas-dalam-pengamanan-kirab-budaya-dan-pekan-
grebek-astana-oetara/
11) Karmadi, A. D. (2007). Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya
dan Upaya Pelestariannya. Makalah disampaikan pada Dialog
Budaya Daerah Jawa Tengah yang di sel enggarakan oleh Balai
Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta
bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Propinsi Jawa Tengah, di Semarang (2007): 8-9.
12) KEMENDIKBUD. (n.d.). Peta Budaya. Retrieved September
15, 2018, from Belajar Kemendikbud:
https://belajar.kemdikbud.go.id/PetaBudaya/Repositorys/kraton_
yogya/
13) Keraton, & Surakarta. (n.d.). Tentang Keraton. Retrieved
Desember 28, 2018, from Keraton Surakarta:
https://karatonsurakarta.com/grebeg/#1507190618643-
84d3fb31-fd60
14) KODIMSOLO. (2018, November 26). home. Retrieved
Desember 18, 2018, from KODIMSOLO:
https://kodimsolo.blogspot.com/2018/11/
15) Mc.Gee, T. a. (1977). Hawkers In South East Asian Cities:
Planning for The Bazaar Economy. Ottawa, Canada:
International Develop-ment Research.

10 Ogif Ratunar Rahmatulloh

Anda mungkin juga menyukai