Polineuropati DM
Polineuropati DM
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. (PERKENI, 2006)
Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf
penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes mellitus, (setelah
dilakukan eksklusi penyebab lainnya). (Boulton,2004; Syahrir, 2006)
II.2 Epidemiologi
Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien
dewasa dengan diabetes tipe 2 mempunyai suatu distal peripheral neuropathy
(DPN). DPN telah dihubungkan dengan berbgai faktor resiko mencakup derajat
tingkat hiperglikemi, indeks lipid dan tekanan darah, lama dan beratnya menderita
diabetes. Angka durasi diabetes juga akan meningkat sesuai umur dan durasi
diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa dengan tidak terkontrolnya
kadar gula maka akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya
neuropati, seperti halnya borok kaki dan amputasi. Suatu kenaikan kadar HbA1c
2% mempunyai resiko komplikasi neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu 4
tahun. (Sjahrir, 2006)
II.3 Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi neuropati diabetik
A: Clinical Classification of DNs
Polyneuropathy
Sensory
Acute sensory
Chronic sensorimotor
multiplex
Autonomic
Cardiovascular Isolated peripheral
Gastrointestinal
Genitourinary Truncal
Other
Proximal motor (amyotrophy)
Mononeuropathy
Isolated peripheral
Mononeuritis
Truncal
II.4 Patogenesis
Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu :
(Brushart, 2002)
a. Grade 1 (Neuropraksia)
Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan
umumnya secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya
kontinuitas aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian.
Pemulihan komplit terjadi dalam waktu 1 2 bulan.
b. Grade II (aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube),
perineurium dan epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di
distal sampai lesi, diikutu dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1
inch per bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti pada orang tua.
c. Grade III
Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis
(Schwann cell tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok
oleh skar endoneurial. Pemulihan tidak sempurna.
d. Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan
kontinuitas saraf berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
e. Grade V
Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan.
f. Grade VI
Kombinasi
dari
grade
II-IV
dan
hanya
bisa
didiagnosa
dengan
pembedahan.
Ada tiga proses patologi dasar yang bisa terjadi pada saraf perifer yaitu :
(Adam, 2005)
a. Degenerasi Wallerian
Terjadi degenerasi sekunder pada mielin oleh karena penyakit pada
akson yang meluas ke proksimal dan distal dari tempat akson terputus.
Perbaikan membutuhkan waktu sampai tahunaan, oleh karena pertama
terjadi regenerasi kemudian baru terjadi koneksi kembali dengan otot,
organ sensoris, pembuluh darah.
b. Demielinisasi segmental
Terjadi destruksi mielin tanpa kerusakan akson, lesi primer melibatkan
sel Schwann. Demielinisasimulai daro nodus ranvier meluas tak teratur
ke segmen-segmen internodus lain. Perbaikan fungsi cepat karena tidak
terjadi kerusakan akson.
c. Degenerasi aksonal
Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat
ujung akson sentral kolumna posterior medulla spinalis.
Basis patofisiologik pengembangan timbulnya periferal neuropati dari diabetes
tidaklah dipahami dengan sepenuhnya, dan berbagai hipotesis telah diajukan.
Faktor-faktor etiologik daripada diabetes neuropati diduga adalah vaskuler,
metabolisme, neurotrofik dan immunologik. (Sjahrir, 2006)
1. Faktor vaskular
Abnormalitas
vaskuler
yang
terjadi
pada
pasien
dengan
diabetik
hiperglikemia
yang
berkenaan
dengan
metabolisme
meliputi
2.1.
dalam
status
yang
normoglikemik,
kebanyakan
glukosa
Dibawah
kondisi-kondisi
hiperglikemi,
hexoginase
reductase,
yang
secara
normal
mempunyai
fungsi
glutathione.
Dengan
mengurangi
jumlah
stress.
Oxydative
stress
berperan
utama
didalam
dan merusak protein, lipid dan asam nukleat. Hasil dari oksidasi atau
nitrosilasi dari radikal bebas akan menyebabkan penurunan aktivitas
biologik, kehilangan kemampuan metabolisme energi, transport, dan
kehilangan kemampuan fungsi utama lainnya. Akumulasi dari proses
ini akan menyebabkan sel mati melalui mekanisme apoptosis atau
nekrotik. ( Vincent dkk, 2004)
Suatu teori mengatakan bahwa gula yang berlebihan dalam sirkulasi
darah di tubuh saling berinteraksi dengan suatu enzim di dalam sel
Schwann, yang disebut aldose reductase. Aldose reductase
mengubah bentuk gula ke dalam sorbitol, yang pada gilirannya
menarik air ke dalam sel Schwann, menyebabkan sel Schwann
membengkak.
Ini
pada
gilirannya
menjepit
serabut
saraf,
dalam
patogenesis
diabetic
peripheral
neuropathy.
bahwa
poly
Adenosine diphosphate
(ADP)-ribose
mitokhondria.
ROS
menerobos
inti
DNA,
yang
. Hyperglycemia activates many signaling mechanisms in cells. Four major pathways that
can lead to cell injury downstream of hyperglycemia are illustrated. 1) Excess glucose
shunts to the polyol pathway that depletes cytosolic NADPH and subsequently GSH. 2)
Excess glucose also undergoes autooxidation to produce AGEs that impair protein function
and also activate RAGEs that useROSas second messengers. 3) PKC activation both
further increases hyperglycemia and also exacerbates tissue hypoxia. 4) Overload and
slowing of the electron transfer chain leads to escape of reactive intermediates to produce
O2_. as well as activation of NADH oxidase that also produces O2 A unifying mechanism of
injury in each case is the production of ROS that impair protein and gene function. TCA,
Trichloroacetic acid; PAI-1, plasminogen activator inhibitor-1.
Dikutip dari : Vincent A.M, Russel JW, Low P, Feldman EL. 2004. Oxidative
Stress in the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Endocrine Reviews.
26(4):S12-S28.
3. Faktor neurotropik
Nerve growth factor diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan
pertumbuhan saraf. Pada penderita diabetes kadar NGF serum cenderung
turun dan berhubungan dengan derajat neuropati.
4. Faktor immunologi
Pada penderita diabetes dijumpai adanya antineural antibodies dalam serum
yang secara langsung dapat merusak struktur saraf sensorik dan motorik
yang bisa dideteksi dengan immunoflorens indeks.
Tabel 2. Abnormalitas yang paling banyak ditemukan dalam pathogenesis
neuropati diabetik sesuai dua kelompok utama
Vascular Etiology
Metabolic Etiology
Hyperglycemia
Hyperglycemia / Hypoinsulinemia
Dyslipidaemia
Glycogen accumulation
Painful
Prickling
Tingling
Knife-like
Electric shock-like
Squeezing
Constricting
Hurting
Burning
Freezing
Throbbing
Allodynia, Hyperalgesia
II.6 Diagnosis
Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih dari
empat kriteria dibawah ini : (Sjahrir,2006)
1. Kehadiran satu atau lebih gejala
2. Ketidakhadiran dua atau lebih refleks ankle atau lutut
3. Nilai ambang persepsi getaran/vibration-abnormal.
manajemen
terhadap
pasien
adalah
untuk
menghentikan
progresifitas rusaknya serabut saraf dengan kontrol kadar gula darah secara baik.
Mempertahankan kontrol glukosa darah ketat, HbA1c, tekanan darah, dan lipids
dengan terapi farmakologis dan perubahan pola hidup. Komponen manajemen
diabetes lain yaitu perawatan kaki, pasien harus diajar untuk memeriksa kaki
mereka secara teratur. (Sjahrir, 2006)
II.8 Gamma glutamyltransferase
Gamma
glutamyltranspeptidase
(Gamma-glutamyltransferase,
gamma-
hubungan yang kuat antara peningkatan kadar GGT dan insiden diabetes.
Walaupun GGT digunakan secara luas sebagai marker untuk konsumsi alkohol.
(Emdin dkk, 2001; Visvikis dkk, 2001)
Gamma glutamyltransferase memicu katabolisme GSH, menyediakan
pasokan sistein untuk sel dan memelihara rasio GSH intraselular, metabolisme
leukotriena C4 dan xenobiotik. Ekspresi GGT merupakan salah satu mekanisme
pertahanan antioksidan dan sangat sensitif terhadap stres oksidatif. (Simona dkk,
2005)
II.9 Elektromiografi
Elektromiografi adalah pemeriksaan elektrodiagnosis untuk memeriksa saraf
perifer dan otot. Prinsip kerjanya adalah merekam gelombang potensial yang
ditimbulkan baik oleh otot maupun saraf. (Poernomo, 2003)
Gelombang potensial dapat ditimbulkan dalam otot dengan memberikan
stimulus pada saraf motorik yang mengelolanya. Untuk mengukur kecepatan
hantaran saraf (KHS) motorik yaitu dengan merangsang saraf motorik pada dua
tempat disebelah proksimal dan distal. Latensi adalah waktu yang dibutuhkan
dalam menghantarkan impuls dari tempat perangsangan (stimulus) sampai ke
akson terminal dan transmisi dari akson terminal ke motor end plate, sehingga
timbul potensial aksi. Dengan memberi stimulus pada dua tempat, akan timbul
dua gelombang potensial yang masing-masing latensi distalnya berbeda. Agar
lebih akurat hasilnya, sebaiknya jarak antara 2 stimulus adalah
10 cm. KHS
motorik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
KHS (m/det) =
Distal stimulation
site
Other
stimulasion
site
Recording
site
Onset
latency
(ms)
Amp
(mv)
CV
(m/s)
Distance
(cm)
F-wave
latency
(ms)
Median
Wrist
Elbow
APB
< 4,2
> 4,4
>49
6-8
<31
Ulnar
Wrist
BG,AG
ADB
< 3,4
> 6,0
>49
5,5-7,5
<32
Radial
EIP
< 5,2
>4,0
>50
10
NA
Peroneal
Forearm Elbow,
SG
Ankle
BFH,AFP
EDP
< 5,8
>2,0
>42
6-11
<58
Peroneal
BFH
AFP
TA
< 3,0
>5,0
>42
10
NA
Tibial
Ankle
PF
AH
< 6,5
>3,0
>41
6-8
<59
Recording
Onset
Peak
Amp
CV
Distances
site
site
latency
latency
(V)
(m/s)
(cm)
(ms)
(ms)
Nerve
Median
Wrist
Dig2
<2,5
<3,5
>20
>52
13
Ulnar
Wrist
Dig.5
<2,1
<3,0
>15
>52
11
Radial
Forearm
Wrist
<1,9
<2,8
>20
>48
10
Sural
calf
ankle
<3,2
<4,4
>6
>42
14
Key : AG= above ulnar groove; BG= Below ulnar groove; AFP= above fibular head; BFH=
belof fibular head; SG= spiral groove; TA= tibialis anterior; EDB=extensor digital brevis;
EIP= extensor indicis proprius; ADM=abductor digiti minimi; APB=abductor policis brevis;
AH=abductor hallucis; PF=poplitea fossa
Dikutip dari : Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of
Neurology. 8nd. Ed. McGraw-Hill. New York.
Metabolik
Polyol pathway
Vaskuler
Protein kinase C
Haider(2004),
Sjahrir (2006)
oxidative stress
berperan utama
dalam
patogenesis
diabetik periferal
neuropati
Neurotropik
Mekanisme Imun
Peranan NGF
Vascular endothelial
Growth factor
(VEGF)
Cho(2010):
kadar GGT
mempengaru
hi KHS dan
berdampak
pada
neuropati
diabetik
Kecepatan Hantaran
saraf
Neuropati Diabetik
Metabolik
Nakanishi(2004) GGT
prediktor penting
perkembangan diabetes
Cho(2010) GGT
mempengaruhi KHS
KHS
Gamma
Glutamyltransferase
Diabetik neuropati