Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya mencerdaskan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
alinea empat terkait pada beberapa aspek diantaranya adalah bahasa. Karena bahasa merupakan alat yang vital
bagi kehidupan manusia, dipergunakan untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan manusia lain. Manusia
memiliki naluri untuk hidup bersama selalu memerlukan hubungan dengan manusia lain sehingga wajarlah jika
bahasa dimiliki oleh setiap manusia. Karena bahasa merupakan sesuatu yang wajar dimiliki manusia, seakanakanbahasa menjadi barang yang biasa saja dalam kehidupan sehari-hari sehingga kurang mendapatkan
perhatian yang selayaknya sesuai dengan fungsi dan kedudukannya dalam masyarakat. Peranan bahasa sangat
penting sebab bahasa adalah alat komunikasi, menarik perhatian, untuk membentuk serta mengembangkan nilainilai kehidupan. Menurut Sabarti Akhadiyah, M.K., Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan, Zulfahnur Z.F., Mukti
U.S. (1993: 2) menyatakan bahwa bahasa merupakan sarana utama untuk berpikir dan bernalar. Manusia
berpikir tidak hanya dengan otaknya, dengan bahasa manusia menyampaikan hasil pemikiran atau penalaran,
sikap serta perasaannya. Di samping itu peranan bahasa yang lebih penting ialah sebagai alat penerus dan
pengembang kebudayaan. Melalui bahasa, nilai-nilai dalam masyarakat dapat diwariskan dari satu generasi ke
generasi selanjutnya. Dengan menggunakan bahasa pula, ilmu dan teknologi dikembangkan. Kemampuan
berbahasa merupakan kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Kemampuan inilah yang membedakan manusia
dengan binatang, serta yang memungkinkannya untuk berkembang. Tanpa bahasa tidak mungkin manusia dapat
berfikir lanjut serta mencapai kemajuan dalam teknologi seperti sekarang ini.
Dalam hidupnya, setiap saat, selama dalam keadaan sadar, manusia menggunakan bahasa dalam befikir,
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Namun, kemampuan menggunakan bahasa itu tidaklah
merupakan kemampuan yang bersifat alamiah, seperti bernafas dan berjalan. Kemampuan itu tidak dibawa sejak
lahir dan dikuasai dengan sendirinya, melainkan harus dipelajari. Pada saat anak memasuki sekolah dasar, ia
telah siap menerima informasi dalam bahasa yang dikuasainya, seperti bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
Karena itu, kedua bahasa tersebut dijadikan bahasa pengantar dalam pembelajaran di Sekolah Dasar. Pada
tanggal 28 Oktober tahun 1928 bahasa Indonesia dikukuhkan menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia.
Bahasa itulah yang kemudian menggantikan bahasa Belanda sebagai alat komunikasi, di antara para anggota
gerakan kebangsaan. Namun, sampai awal tahun 1940 bahasa itu belum dipergunakan sebagai bahasa resmi di
lembaga pemerintah maupun di sekolah. Kemudian setelah Indonesia merdeka dalam Undang-Undang dasar
tahun 1945 bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi negara. Ini berarti bahwa di dalam UndangUndang, Peraturan Pemerintah, serta pendidikan digunakan bahasa Indonesia.
Dengan penetapan di atas, bertambah besarlah fungsi bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia. Politik
bahasa nasional kita tahun 1975 menetapkan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia bertugas sebagai: (1) lambang kebanggaan nasional, (2)
lambang indentitas nasional, (3) sarana penyatuan bangsa, (4) sarana perhubungan antar budaya daerah. Sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia bertugas sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di
lembaga-lembaga pendidikan, (3) sarana perencana dan pelaksana pembangunan serta pemerintahan, (4) sarana
pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern ( Sabarti Akhadiyah
MK, dkk. 1993: 5 ).
Bagi bangsa Indonesia, bahasa Indonesia tidak hanya sekedar merupakan alat komunikasi atau alat
penyerap berbagai informasi. Bahasa itu juga merupakan kekayaan nasional yang sangat berharga yang
mempersatukan suku-suku bangsa, serta menunjukkan jati diri bangsa Indonesia. Sebagian besar anak Indonesia
lahir dan mulai kehidupannya sebagai anak daerah. Mereka berkembang dan belajar mengenali sekitarnya
melalui bahasa daerahnya. Melalui bahasa daerah itu mereka belajar berperilaku dan bersikap sebagai insan
daerah di sekitarnya. Namun di samping itu mereka juga anak Indonesia yang harus tumbuh menjadi warga
negara Indonesia yang baik. Karena itu, fungsi utama pendidikan sekolah dasar ialah mengindonesiakan mereka.
Dalam proses peng-Indonesiaan itu peranan bahasa Indonesia sangat penting, hal ini harus disadari oleh
semua guru. Melalui pengajaran bahasa Indonesia para guru harus dapat menjadikan anak-anak daerah itu
menjadi anak-anak Indonesia yang berfikir, bersikap, dan berperilaku sebagai anak Indonesia yang baik.
Walaupun sampai sekarang di Indonesia masih ada pengajaran yang diantarkan menggunakan bahasa daerah
terutama pada siswa kelas rendah. Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berfungsi sebagai bahasa pengantar
resmi di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Di samping itu

bahasa Indonesia sangat diperlukan untuk menguasai mata pelajaran yang diajarkan, semua bahan pengajaran,
kecuali pengajaran bahasa daerah, ditulis dan diantarkan dalam bahasa Indonesia. Karena itu jika anak-anak
tidak berhasil menguasai kemampuan berbahasa Indonesia yang memadai, sulitlah bagi mereka untuk mencapai
prestasi belajar yang baik dalam mata pelajaran yang lain.
Usaha yang dilakukan Pemerintah agar harapan di atas tercapai, maka bahasa Indonesia mulai
diajarkan di sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Berdasarkan Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah untuk kelas satu sekolah dasar ( 2006: 6 ), mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien
dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan, (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakan
dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan
intelektual serta kematangan emosional dan sosial, (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
memperluas wawasan, memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa,
(6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia
Indonesia. Namun agar bahasa Indonesia dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana kehidupan bangsa yang
modern perlu dilakukan pengembangan. Dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia,
Pemerintah membentuk Lembaga Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Pembinaan bahasa Indonesia
dilakukan melalui jalur formal maupun nonformal. Jalur formal ialah lembaga pendidikan mulai sekolah dasar
sampai perguruan tinggi, sedangkan jalur nonformal melalui organisasi, karang taruna, dan kelompok belajar.
Pembinaan bahasa melalui jalur formal adalah tugas semua guru. Dalam hal ini guru SD harus mampu
membentuk dasar yang kuat berupa kesadaran, sikap serta kemampuan berbahasa Indonesia. Untuk itu para guru
harus membekali dirinya dengan kesadaran, sikap serta kemampuan berbahsa Indonesia yang mantap. Guru
dalam pembelajaran bahasa Indonesia dituntut dapat menciptakan situasi yang menumbuhkan kegairahan belajar
dan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi secara profesional sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Permasalahan itu biasa terjadi pada kelas-kelas permulaan, sehingga guru harus memiliki pengetahuan tentang
anak-anak, kesabaran, ketekunan, dan pengabdian yang dilandasi kasih sayang.
Kemampuan berbahasa mencakup empat keterampilan pokok, yakni keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling berhubungan (Farris, 1993).
Berdasarkan aktivitas penggunaannya, keterampilan berbicara dan keterampilan menulis adalah kemampuan
produktif, sedangkan keterampilan menyimak dan membaca merupakan kemampuan reseptif (Ellis, dkk. 1989).
Pada hakikatnya, keempat keterampilan berbahasa itu sama-sama bersumber dari kemampuan kebahasaan
(language competence) dan kemampuan komunikatif (communicative competence) (Syafiie, 1993). Kedua
kemampuan tersebut merupakan target pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, baik pada jenjang pendidikan
dasar maupun pendidikan menengah.
Pembelajaran bahasa Indonesia terdiri atas komponen kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan.
Komponen kebahasaan berisi materi lafal, ejaan, tanda baca, kosakata, struktur, paragraf, dan wacana.
Komponen pemahaman berisi materi menyimak/mendengarkan dan membaca, sedangkan komponen
penggunaan berisikan materi berbicara dan menulis (Depdikbud, 1993 ).
Untuk dapat mengembangkan kemampuan dan menggunakan komponen-komponen tersebut, siswa
dilatih melalui pembelajaran keterampilan-keterampilan berbahasa, termasuk pembelajaran keterampilan
membaca. Sesuai dengan prinsip pembelajaran terpadu, pembelajaran setiap keterampilan itu dilaksanakan
secara terpadu dengan pembelajaran keterampilan berbahasa yang lain.
Membaca juga tidak mungkin terlepas dari persoalan bahasa, sebab membaca merupakan salah satu
aspek dari kemampuan berbahasa lainnya. Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah untuk kelas 1 SD
(2006: 6) menjelaskan bahwa Berbahasa dan bersastra meliputi empat aspek, yaitu: aspek mendengarkan, aspek
berbicara, aspek membaca, aspek menulis. Keempat aspek kemampuan berbahasa dan bersastra tersebut
memang berkaitan erat sehingga merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kemampuan membaca
merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera
memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang
studi pada kelas-kelas berikutnya.
Montessori (dalam Hainstock, 2002, h.103) mengatakan bahwa ada banyak metode yang
diterapkan untuk memberikan pelajaran membaca permulaan, tetapi sejauh ini belum ada yang mengetahui
efektifitas dari metodemetodeyang digunakan dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan

seseorang. Metode pembelajaran dengan kata ataupun kalimat dapat digunakan untuk memberikan
pelajaran membaca pada anak dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan.
Beberapa metode membaca permulaan diungkapkan oleh Purwanto dan Alim (1997, h.31) yaitu
metode eja (spell method), metode bunyi (klank method), metode lembaga kata, metode global dan metode
struktural analisis dan sintesa (SAS). Metode yang paling sering digunakan adalam metode lembaga kata
dan metode struktural analisis dan sintesis (SAS).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam kegiatan ini adalah:
1. Bagaimana penggunaan metode lembaga kata dan metode struktural sintetik dan analitik dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia kelas I SD se-Kecamatan Alian?
2. Adakah perbedaan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas I SD se-Kecamatan Alian yang dipengaruhi
oleh metode metode lembaga kata dan metode struktural sintetik dan analitik?
3. Adakah perbedaan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas I SD se-Kecamatan Alian ditinjau dari
kemampuan membaca siswa?
4. Apakah metode lembaga kata dan metode struktural sintetik dan analitik mempengaruhi kemampuan
membaca siswa terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas I SD se-Kecamatan Alian?
5. Apakah metode lembaga kata dan metode struktural sintetik dan analitik mempengaruhi hasil belajar Bahasa
Indonesia siswa kelas I SD se-Kecamatan Alian ditinjau dari kemampuan membaca siswa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Penelitian ini bertujun untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran keterampilan membaca siswa kelas
I SD dengan menggunakan metode lembaga kata dan metode struktural sintetik dan analitik di SD seKecamatan Alian.
2. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas I SD se-Kecamatan
Alian dengan menggunakan metode lembaga kata dan metode struktural sintetik dan analitik.
3. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas I SD se-Kecamatan Alian ditinjau
dari kemampuan membaca siswa.
4. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh metode lembaga kata dan metode
struktural sintetik dan analitik terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas I SD se-Kecamatan Alian.
5. Untuk meningkatkan pengetahuan guru Bahasa Indonesia mengenai pentingnya metode pembelajaran dalam
pengajaran Bahasa Indonesia.
6. Untuk meningkatkan kreatifitas guru Bahasa Indonesia dalam menerapkan metode lembaga kata dan metode
struktural sintetik dan analitik untuk pembelajaran keterampilan membaca.
D. Penegasan Istilah
Untuk menghindari perbedaan persepsi dan kesamaan konsep dalam mengartikan istilah, maka perlu
ditegaskan beberapa istilah sebagai berikut:
1. Pengaruh adalah hubungan sebab akibat yang ditimbulkan oleh dua variabel (variabel bebas dan variabel
terikat).
2. Metode pembelajaran adalah cara yang teratur dan terpikir oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang diharapkan adalah proses pembelajaran
dapat berlangsung secara efisien dan efektif.
3. Kemampuan membaca adalah kesanggupan seseorang dalam melakukan aktivitas komplek, baik fisik
maupun mental untuk meningkatkan keterampilan kerja, penguasaan bidang akademik, serta berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat.
4. Hasil belajar Bahasa Indonesia adalah capaian seseorang setelah melalui proses pengalaman dan latihan
untuk memperoleh kepandaian atau ilmu tentang bahasa, prosedur penggunaan bahasa dan untuk
mengembangkan bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Siswa dapat mengembangkan kemampuan membaca dengan metode lembaga kata dan metode SAS.
b. Mahasiswa sebagai peneliti mendapatkan pengalaman dan pengetahuan untuk mengembangkan
kemampuan membaca dengan menggunakan metode lembaga kata dan metode SAS.
c. Guru bahasa Indonesia memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan tentang metode lembaga kata
dan metode SAS khususnya dalam pembelajaran keterampilan membaca.

2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapan dapat memberikan masukan bagi guru bahasa Indonesia dalam
memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia.
b. Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya agar lebih baik.
c. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan menambah pengetahuan tentang pembelajaran
bahasa Indonesia.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hasil Belajar Bahasa Indonesia
a. Karakteristik Siswa kelas I SD
Pada usia anak sekolah dasar ditandai oleh tiga dorongan yaitu: kepercayaan anak untuk keluar
rumah dan masuk dalam kelompok sebaya, kepercayaan anak memasuki dunia permainan dan kegiatan
yang memperlukan keterampilan fisik, dan kepercayaan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan
simbolis serta komunikasi dengan orang dewasa. Menurut Elizabeth B. Hurlock (1994: 146), individu
berada pada fase akhir anak- anak yang berlangsung antara usia 6- 12 tahun.
Ada beberapa karakteristik anak di usia sekolah dasar yang perlu diketahui oleh para guru agar
lebih mengetahui keadaan peserta didik. Seorang guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang
sesuai dengan keadaan siswa, oleh karena itu sangat penting bagi seorang pendidik untuk mengetahui
karakteristik dan juga kebutuhan para peserta didik. Karakeristik dan kebutuhan peserta didik usia sekolah
dasar antara lain:
1.) Anak SD adalah fase anak senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan
kegiatan pembelajaran yang melibatkan berbagai bentuk permainan terutama untuk siswa kelas
rendah. Guru SD sebaiknya merancang dan mengembangkan model pembelajaran yang didalamnya
melibatkan sebuah permainan sehingga anak akan lebih mudah belajar dan memberikan motivasi
untuk belajar.
2.) Anak SD adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat
duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit dengan konsentrasi maksimal sekitar 7 menit
untuk siswa kelas I SD. Untuk siswa dikelas rendah anak akan merasa cepat bosan jika selalu duduk
memperhatikan penjelasan guru. Oleh karena itu, kita sebagai seorang guru harus tanggap terhadap
kondisi siswa yang demikian. Guru dapat melakukan kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa
untuk bergerak aktif mengikuti pembelajaran, sehingga memungkinkan anak untuk berpindah atau
bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, akan dirasakan anak
sebagai siksaan.
3.) Anak usia SD adalah anak senang bekerja dalam kelompok. Dalam pergaulannya dengan kelompok
sebaya, tanpa disadari mulai belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, misalnya:
belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada
diterimanya di lingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain
secara sehat (sportif), berolah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang metode
pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, melatih kerja
sama, serta belajar keadilan dan demokrasi. Guru dapat membagi siswa menjadi beberapa kelompok
kecil dengan anggota 3-5 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4.) Anak SD adalah senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Ditunjau
dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang
dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama.
Berdasarkan pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi
anggota badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa kelas usia SD berada pada
usia 8- 12 tahun. Karakteristik anak pada fase ini antara lain mempelajari keterampilan fisik, membangun
sikap yang sehat mengenai diri sendiri, belajar menyesuaikan diri dengan teman, mengembangkan

keterampilan (menulis, membaca, berhitung), mengembangkan pengertian- pengertian yang diperlukan


dalam kehidupan sehari- hari (moral dan tata nilai).
b. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
Pengajaran Bahasa Indonesia di SD mempunyai nilai yang sangat penting. Pada jenjang ini, bahasa
Indonesia pertama kalinya dilaksanakan secara berencana dan terarah. Kesempatan ini dapat digunakan
untuk menumbuhkan rasa memiliki, rasa bangga, dan mencintai akan bahasa Indonesia pada diri siswa.
Selain itu guru dapat menumbuhkan kemampuan berbahasa, kematangan emosional dan kematangan pada
siswa.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran umum yang ada dalam setiap jenjang
pendidikan. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kesatuan yang wajib dipelajari oleh setiap warga negara
Indonesia. Dengan mempelajari Bahasa Indonesia kita akan mencintai bangsa, karena bahasa merupakan alat
pemersatu bangsa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif dalam pergaulan sosial
( Conny,1999:147 ). Dari jenjang pendidikan pra sekolah sampai perguruan tinggi, pembelajaran bahasa
menjadi sesuatu yang inti dan wajib dipelajari.
Mata pelajaran Bahasa Indonesia diberikan di semua jenjang pendidikan formal. Dengan demikian
diperlukan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia yang memadai dan efektif sebagai alat
komunikasi, berinteraksi sosial, media pengembangan ilmu dan alat pemersatu bangsa.
Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia bersumber pada hakikat pemelajaran bahasa,
yaitu belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan
nilai-nilai kemanusiaannya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia mengupayakan peningkatan
kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis serta menghargai karya cipta bangsa
Indonesia (Depdiknas, 2003:5).
Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini merupakan kerangka tentang standar
kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia yang harus diketahui, dilakukan, dan dimahirkan oleh siswa
pada setiap tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam lima komponen utama, yaitu (1) Standar Kompetensi ,
(2) Kompetensi Dasar, (3) Hasil Belajar, (4) Indikator, dan (5) Materi Pokok. Standar kompetensi mencakup
aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek-aspek tersebut dalam pemelajarannya
dilaksanakan secara terpadu dan dalam porsi yang sama.
Dalam standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang dikenal dengan kurikulum 2006 disebutkan bahwa standar kompetensi mata pelajaran Bahasa
Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa. Hakikat pembelajaran bahasa adalah belajar
berkomunikasi,oleh karena itu pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam berkomunikasi Bahasa Indonesia baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Keterampilan Berbahasa Indonesia meliputi keterampilan mendengarkan, keterampilan berbicara,
keterampilan membaca dan menulis. Keempat keterampilan tersebut tidak dapat berdiri sendiri.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di arahkan pada pengembangan kompetensi dasar berbahasa yaitu
membaca. Hal ini dimaksudkan agar setelah murid belajar Bahasa Indonesia, mereka mampu menggunakannya
untuk berkomunikasi, baik lisan maupun tertulis. Hal ini juga sesuai dengan pendekatan komunikatif yang
digunakan dalam pembelajaran bahasa. Dengan pendekatan komunikatif, siswa diarahkan agar mampu
menggunakan bahasa secara fungsional dan kegiatan berbahasa dilaksanakan melalui berbagai latihan yang
bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa, khususnya dalam mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis.
Untuk mengembangakan kompetensi-kompetensi dasar berbahasa itu tentu dibutuhkan suatu situasi yang
mendukung, misalnya menyenangkan bagi murid. Merupakan hal yang menarik apabila dalam belajar siswa
memulai dari lingkungan yang terdekat atau hal-hal yang diketahui oleh murid. Siswa dapat belajar berbahasa
mulai dari siapa dirinya, keluarga, sekolah, lingkungan bermain serta binatang dan benda-benda kesukaannya.
Selanjutnya terbuka bagi guru untuk mengembangkan kompetensi dasar berbahasa lebih lanjut dengan tujuan
meningkatkan keterampilan berbahasa siswa.
Standar kompetensi keterampilan membaca mata pelajaran Bahasa Indonesia SD terdiri dari: Mampu
membaca huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf, berbagai teks bacaan, denah, petunjuk, tata tertib,
pengumuman, kamus, ensiklopedia serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan membaca hasil
sastra berupa dongeng, cerita anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan drama anak.
Kompetensi membaca juga diarahkan untuk menumbuhkan budaya membaca.

Secara umum tujuan pemelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: (1) Siswa menghargai dan
membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa Negara, (2) Siswa memahami
bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk
bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial, (4)
Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (5) Siswa mampu menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, (6) Siswa menghargai dan membanggakan sastra
Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (Depdiknas, 2003: 7).
Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia menurut keempat aspek berbahasa, adalah:
1.
Siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta
dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya dan hasil intelektual bangsa sendiri;
2.
Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa siswa dengan menyediakan
beragam kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
3.
Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar yang sesuai dengan kondisi lingkungan
sekolah dan kemampuan siswanya;
4.
Siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta
dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya dan hasil intelektual bangsa sendiri;
5.
Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa siswa dengan menyediakan
beragam kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
6.
Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar yang sesuai dengan kondisi lingkungan
sekolah dan kemampuan siswanya;
Sesuai Standar Isi lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2006, mengenai Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar, maka materi pembelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan pada Sekolah Dasar (SD)
khususnya pada semester satu kelas satu pada aspek membaca adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran Bahasa Indonesia Aspek Membaca pada
Kelas I Semester I
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Membaca
:
Membaca nyaring suku kata dan kata dengan lafal
yang tepat.
Memahami teks pendek dengan membaca nyaring
Standar Isi (Depdiknas, 2006).
Sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada kelas
satu semester satu SD khususnya tentang membaca nyaring diharapkan siswa mampu untuk menguasai
keterampilan membaca nyaring yang dimulai dari huruf, suku kata, kata, dan kalimat sederhana.
c. Pengertian Belajar
Istilah belajar sudah dikenal diberbagai kalangan walaupun sering disalahartikan atau diartikan secara
umum saja. Sehingga seolah- olah setiap orang sudah dengan sendirinya mengerti akan istilah belajar.
Morgan (1982/ 1981: 3) dalam ringkasannya menyatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan
yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Moh. Surya (1981/ 32) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Bell Gredler (1986: 1) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh individu
manusia untukmendapatkan aneka ragam kompetensi, skill, dan attitudes yng diperoleh secara bertahap dan
berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai tua melalui serangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Dari ketiga pendapat belajar di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku seseorang secara berkelanjutan, bertahap, dan menyeluruh (holistik) dalam
interaksinya dengan lingkungan sebagai akibat berbagai pengalaman, dimana perubahan tingkah laku dapat
ditinjau dari respon, bawaan, keadaan, dan kematangan individu.
d. Hasil Belajar Bahasa Indonesia

Hasil dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang diadakan (dibuat,
dijadikan, dll) oleh usaha (tanam- tanaman, sawah, tanah, ladang, dsb); pendapatan; perolehan; buah; akibat;
kesudahan (dari pertandingan, ujian, dsb); pajak; sewa tanah; berhasil; mendapat hasil; tidak gagal. Hasil
belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan atau perbuatan belajar
capaian seseorang setelah melalui proses pengalaman dan latihan untuk memperoleh kepandaian atau ilmu
tentang bahasa, prosedur penggunaan bahasa dan untuk mengembangkan bahasa dalam berkomunikasi
dengan orang lain.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah capaian seseorang setelah
melalui proses pengalaman dan latihan untuk mencapai ilmu. Kaitannya dengan bahasa Indonesia, maka
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa SD merupakan capaian yang diperoleh
siswa setelah melalui proses pengalaman dan latihan untuk memperoleh suatu ilmu tentang keterampilan
berbahasa yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
2. Metode Pembelajaran
Metode merupakan rencana keseluruhan penyajian bahasa secara rapi, tertib, yang tidak ada bagianbagiannya yang kontradiktif. Teknik merupakan suatu muslihat, tipu daya dalam penyajian bahan. Teknik harus
sejalan dengan metode dan serasi dengan pendekatan teknik bersifat implementasi (Tarigan, 1989). Fungsi dari
pendekatan adalah sebagai landasan merancang, melaksanakan dan menilai proses belajar mengajar bahasa.
Metode berfungsi sebagai jembatan penghubung antar teori dan praktik, antara pendekatan dan teknik.
Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam kurikulum 1994, maka dapat disusun rancangan peranan guru,
siswa, bahan pembelajaran, tujuan, kegiatan pembelajaran dan pengajaran.
a. Peranan Guru
1) Informator : Sumber informasi, penyampaian informasi berupa ilmu dan pengetahuan umum.
2) Fasilitator : Pemberi kemudahan belajar bagi siswa
3) Organisator : Pengelola kegiatan belajar mengajar
4) Katalisator : Pengantar kegiatan ke arah tujuan yang akan dicapai
5) Evaluator : Penilaian kegiatan proses belajar mengajar, menilai prestasi
b. Peranan Siswa Sebagai subyek pada proses belajar mengajar.
c. Pembelajaran Bahan pembelajaran yang akan diberikan kepada harus sesuai dengan tujuan, tema, dan materi
pembelajaran, sesuai dengan bakat, minat, kebutuhan dan lingkungan siswa.
d. Tujuan Tujuan pengajaran bahasa mengarah kepada ketrampilan berbahasa sebagai sarana telekomunikasi.
e. Kegiatan Pembelajaran dan Pengajaran Kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan pembelajaran yang akan
dilaksanakan dan menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Metode Pembelajaran merupakan cara melakukan atau menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan
memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Dapat dikatakan metode
pembelajaran merupakan bagian dari strategi instruksional. Tetapi tidak semua metode pembelajaran sesuai
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Penulisan mengenai metode di bawah ini tidak
mengikuti suatu urutan tertentu, tetapi dilakukan secara acak. Diungkapkan pula kapan baiknya metode tersebut
dilaksanakan serta keunggulan dan kekurangan metode tersebut
Metode pembelajaran adalah cara yang teratur dan terpikir oleh guru dalam menyampaikan materi
pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang diharapkan adalah proses
pembelajaran dapat berlangsung secara efisien dan efektif.
Dalam proses pembelajaran salah satu komponen yang sangat menentukan proses pencapaian hasil
belajar adalah metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan. Dalam penelitian ini, peneliti akan mencoba menerapkan metode pembelajaran metode lembaga
kata dan metode struktural sintetik dan analitik.
Menurut Mary Leohardt (1999) anak yang gemar membaca akan mempunyai tingkat kebahasan yang
tinggi. Tujuan dari pembelajaran bahasa Indonesia permulaan adalah agar siswa dapat membaca dan menulis
kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat. Beberapa metode membaca permulaan diungkapkan
oleh Purwanto dan Alim (1997, h.31) yaitu metode eja (spell method), metode bunyi (klank method), metode
lembaga kata, metode global dan metode struktural analisis dan sintesa (SAS). Metode yang paling sering
digunakan adalah metode lembaga kata dan metode struktural analisis dan sintesis (SAS).
1) Metode Lembaga Kata

Metode Lembaga Kata adalah metode pengenalan kata yang terdiri dari empat buah huruf dengan
dua suku kata. Metode lembaga kata merupakan metode yang menggunakan media kata dengan gambar.
Menurut Mercer (1979:202) bahwa metode lembaga kata atau metode kata adalah pendekatan yang
menekankan pada pengenalan simbol bahasa atau huruf.
Proses perangkaian suku kata menjadi kata , kata menjadi kalimat sederhana kemudian ditindaklanjuti
dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk- bentuk tersebut menjadi satuan- satuan bahasa terkecil di
bawahnya, yaitu dari kalimat ke dalam kata dan dari kata ke dalam suku kata. Langkah pembelajaran dengan
metode lembaga kata adalah sebagai berikut:
a) Tahap pertama adalah pengenalan huruf
b) Tahap kedua, perangkaian suku kata menjadi kata
c) Tahap ketiga, perangkaian kata menjadi kalimat
d) Tahap keempat, pengintegrasian kegiatan perangkaian dan penguraian
Pelatihan membaca permulaan dengan menggunakan Metode Lembaga Kata adalah salah satu
pelatihan membaca permulaan yang biasanya diterapkan untuk anak taman Kanak-kanak dengan
tujuan menyiapkan anak mengikuti kegiatan membaca lanjutan. Ciri khas metode ini adalah penggunaan
gambar yang disesuaikan dengan kata yang diajarkan. Menurut Mayer (1994), gambar dan tulisan
yang disajikan secara bersama-sama dalam pelajaran membaca mempunyai pengaruh yang positif
terhadap keberhasilan membaca. Melalui gambar yang menarik diharapkan anak bisa memahami
maksud dari kata yang diberikan dan tertarik untuk mengikuti proses pelatihan membaca permulaan.
Gambar menurut Witherington (1985, h. 33) adalah suatu simbol. Simbolisme diberikan kepada
anak-anak sebagai alat dalam belajar membaca untuk menyatakan benda atau menyatakan pengertianpengertian yang merupakan abstraksi dari benda atau pengalaman konkrit.
Montessori (Hainstock, 2002:102)mengatakan bahwa buku-buku bergambar dapat merangsang
imajinasi anak dan mendorong anak untuk membaca. Metode pengajaran dengan kartu-kartu
bergambar yang terdiri dari kata-kata fonetis tiga atau empat huruf, anak akan mencoba mengenal
bunyi dari huruf dan mencoba membacanya secara perlahan- lahan.
Dari pengertian di atas, maka metode lembaga kata merupakan metode yang menekankan pada
pengenalan huruf dengan dua suku kata. Metode ini dimulai dengan menuliskan kata dibawah gambar
kemudian kata diuraikan menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf, huruf digabungkan menjadi suku
kata dan suku kata dirangkaikan menjadi kata kembali.
Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti
ba, bi, bu, be, bo,
ca, ci, cu, ce, co,
da, di, du, de, do,
ka, ki, ku, ke, ko.
Suku-suku kata tersebut kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar
suku kata tadi guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna untuk
bahan ajar MMP. Kata-kata tadi misalnya:
ba bi
cu ci
da da ka ki
ba bu
ca ci du da ku ku
bi bi
ci ca
da du ka ku
Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat sederhana. Contoh
perangkaian kata menjadi kalimat seperti tampak pada contoh di bawah ini.
ka ki
ku da
ba ca
bu ku
cu ci
ka ki
Proses perangkaian suku kata mejadi kata, kata menjadi kalimat sederhana, kemudian ditindaklanjuti
dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan-satuan bahasa terkecil di
bawahnya, yakni dari kalimat ke dalam kata dan dari kata ke dalam suku kata. Proses pembelajaran MMP
yang melibatkan merangkai dan mengupas kemudian melahirkan istilah lain yaitu Metode Rangkai-kupas.
Metode suku kata/silaba, saat ini tampaknya sedang populer dalam pembelajaran baca tulis Al-Quran
yang disebut dengan metode Iqra. Proses pembelajaran MMP seperti yang digambarkan ke dalam langkahlangkah di atas, dapat pula dimodifikasi dengan mengubah objek pengenalan awalnya. Sebagai contoh
pembelajaran diawali dengan pengenalan sebuah kata tertentu, kemudian kata ini dijadikan lembaga tertentu
sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan huruf. Artinya kata dimaksud diuraikan atau dikupas menjadi
suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf. Selanjutnya dilanjutkan proses perangkaian huruf menjadi suku

kata, dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain hasil pengupasan tadi dikembalikaan lagi ke bentuk
asalnya sebagai kata lembaga (kata semula).
Alat pelatihan yang digunakan dalam metode lembaga kata berupa kartu lembaga kata. Gambar yang
digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan kata yang dipakai sebagai alat pelatihan. Susunan kata
yang digunakan adalah konsonan-vokal-konsonan-vokal (KVKV). Materi pelatihan terdiri dari kata
kuda, buku, pita, topi, mata dan bola.
Kelebihan dan kelemahan metode lembaga kata
Kelebihan
Kelemahan
1. Siswa cepat menghafal huruf abjad
1. Kemampuan membaca siswa menjadi
2. Siswa cepat mengeja sebuah tulisan
lambat
2. Memperlambat penguasaan kosa kata dan
konsep, sehingga menghambat kecerdasan
yang lainnya
3. Membuat siswa menjadi malas membaca
4. Siswa kurang paham akan tulisan yang
mereka eja/ baca
2) Metode Strutural Analitik dan Sintetik
Metode Struktural Analisis dan Sintesis adalah metode pengenalan kata yang terdiri dari satu
kalimat dengan dua kata dan masing-masing dua suku kata tanpa menggunakan gambar. Metode SAS adalah
salah satu jenis metode yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan
bagi siswa pemula.
Menuryut (Supriyadi, 1996: 334-335) pengertian metode SAS adalah suatu pendekatan cerita di sertai
dengan gambar yang didalamnya terkandung unsur analitik sintetik. Metode SAS menurut (Djuzak,1996:8)
adalah suatu pembelajaran menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai
mengajar menulis dengan menampil cerita yang diambil dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa.
Metode ini dimulai dengan menyajikan kalimat utuh, setiap kata dalam kalimat kemudian
diuraikan menjadi suku kata, suku kata kemudian menjadi huruf dan huruf dirangkaikan kembali
menjadi suku kata akhirnya akan kembali ke bentuk semula berupa kalimat utuh. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini berupa kalimat pendek terdiri dari dua kata dengan dua kombinasi kata terdiri dari
kalimat ini kuda, buku doni, pita nina, topi susi, mata ibu dan bola budi.
Langkah- langkah dalam pembelajaran dengan metode SAS;
a) Diawali dengan menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh
b) Melalui proses analitik, siswa diajak untuk mengenal konsep kata
c) Siswa didorong untuk melakukan kerja sintesis (menyimpulkan)
Contoh bahan ajar untuk pembelajaran dengan metode SAS sebagai berikut
ini mama
ini
mama
i ni
ma ma
ini
mama
i ni
ma ma
ini
mama
ini
mama
Pelatihan membaca permulaan dengan menggunakan Metode Struktural Analisis dan Sintesis (SAS)
merupakan salah satu jenis pelatihan membaca permulaan yang digunakan pada tahun kedua di Taman
Kanak-kanak yaitu pada saat anak masuk ke TK Besar dan pada tahun pertama pendidikan di Sekolah
Dasar pada saat anak kelas I (satu) untuk melatih kemampuan membaca. Perbedaannya terletak pada
jumlah kata yang digunakan, pada anak Taman kanakkanak hanya boleh dengan menggunakan dua kata
dengan susunan konsonanvokal- konsonan-vokal (KVKV) dengan konsonan-vokal-konsonan-vokal (KVKV)
atau perpaduan antara konsonan-vokal-konsonan-vokal (KVKV) dengan vokalkonsonan- vokal (VKV),
sedangkan pada anak Sekolah Dasar susunannya terdiri dari tiga atau lebih kata dengan susunan konsonanvokal yang lebih variatif.
Benedict dan Clark (dikutip Chaer, 2003, h. 237) mengatakan bahwa kata-kata yang diucapkan
anak Taman Kanak-kanak bentuknya sederhana, maknanya konkret dan mengacu pada benda, kejadian atau

orang yang berada disekitarnya. Hal ini menunjukkan masa dimana mereka sedang mengalami masa pesat
perkembangan kosakata.
Keunggulan dan kelemahan metode SAS
No Keunggulan
Kelemahan
1
Metode sejalan dengan prinsip Banyak anak yang belum dapat membaca
linguistik yang memandang satuan
bahasa terkecil yang bermakna untuk
berkomunikasai adalah kalimat
2
Mempertimbangkan
pengalaman Anak menghafal bacaan tanpa melhat detail
berbahasa anak
bacaan tersebut dalam bentuk kata atau huruf
3
Sesuai
dengan
prinsip
inkuiri Jika dihadapkan pada tulisan yang berbeda,
(menemukan sendiri)
anak tidak mampu lagi untuk membaca
3. Keterampilan Membaca
Membaca adalah salah satu ketrampilan yang berkaitan erat dengan ketrampilan dasar terpenting pada
manusia, yaitu berbahasa. Dengan bahasa manusia dapat berkomonikasi terhadap sesamanya. Tarigan (1979:7)
menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.
Menurut Sabarti Akhadiah dkk. (1993: 22) membaca merupakan suatu kesatuan kegiatan yang mencakup
beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkan bunyi serta maknanya, serta menarik
kesimpulan mengenai maksud bacaan. Sedangkan Anderson, dkk. Dalam Sabarti Akhadiah (1993: 22)
memandang membaca sebagai suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan. Kemampuan membaca
merupakan kemampuan yang kompleks yang menuntut kerjasama antara sejumlah kemampuan. Untuk dapat
membaca suatu bacaan, seseorang harus dapat menggunakan pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Menurut Mulyono Abdurahman (2003: 200) membaca merupakan aktivitas
kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan membaca adalah gerak mata dan
ketajaman penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat membaca dengan baik
jika mampu melihat huruf-huruf dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara lincah, mengingat simbulsimbul bahasa dengan tepat dan memiliki penalaran yang cukup untuk memahami bacaan. Menurut Puji Santoso
(2007: 6.3) aktivitas membaca terdiri dari dua bagian, yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai
produk. Membaca sebagai proses mengacu pada aktivitas fisik dan mental. Sedangkan membaca sebagai produk
mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan pada saat membaca.
Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia. Secara teoritis, membaca adalah suatu
proses rumit yang melibatkan aktivitas auditif (pendengar) dan visual (penglihatan), untuk memperoleh dari
makna dari simbol berupa huruf atau kata. Aktivitas membaca meliputi 2 proses, yaitu proses membaca teknis
dan proses memahami bacaan. (http://kawanpustaka.com) Membaca adalah semacam latihan, dan keprigelan
yang dilakukan secara terus menerus, konsisten dan memerlukan disiplin yang tinggi dalam mengeja huruf demi
huruf, kata demi kata, ataupun kalimat serta paragraf.
Berbagai definisi membaca telah dipaparkan diatas, dan dapat disimpulkan bahwa membaca adalah
kegiatan fisik dan mental, yang menuntut seseorang untuk menginterpretasikan simbol-simbol tulisan dengan
aktif dan kritis sebagai pola komunikasi dengan diri sendiri agar pembaca dapat menemukan makna tulisan dan
memperoleh informasi sebagai proses transmisi pemikiran untuk mengembangkan intelektualitas dan
pembelajaran sepenjang hayat (life-long learning).
Kemampuan membaca adalah ketepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan. Kemampuan
membaca dapat ditingkatkan dengan penguasaan teknik-teknik membaca secara efisien dan efektif.
(Tampubolon, 1987:7). Dalam pembelajaran membaca, ada beberapa kemampuan membaca yang diharapkan
guru dari peserta didik. Adapun kemampuan-kemampuan membaca tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kemampuan membaca kata.
Dalam komonikasi antar sesama manusia lewat bahasa, kata pada hakekatnya mempunyai fungsi
yang penting. Pemakaian bahasa pada hakekatnya selalu berurusan dengan pemakaian kata dalam bahasa
tersebut. Salah satu cara yang terbaik untuk memperoleh kata-kata baru adalah melalui bacaan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa kemampuan membaca kata mempunyai peranan yang penting bagi siswa untuk
memahami ide-ide atau gagasan yang disampaikan.
b. Kemampuan membaca kalimat.
Kalimat adalah satuan kumpulan terkecil dan mengandung pikiran yang lengkap. Gagasan atau
ide-ide tersebut dapat berupa pernyataan, perintah, keinginan atau seruan yang dalm penulisan dimulai
dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda titk atau tanda- tanda bacaan yang lain. Sehingga dapat

10

dikatakan bahwa kemampuan membaca kalimat dngan lancar dan dengan intonasi yang tepat merupakan hal
yang sangat penting bagi siswa, karena faktor tersebut menentukan dalam proses penguasaan bahasa,
khususnya pemahaman terhadap ide-ide atau gagasan yang disampaikan melalui kalimat tersebut.
Jenis-Jenis Ketrampilan Membaca
Di SD terdapat dua penggolongan besar dalam pembelajaran membaca, yakni membaca permulaan
(dilakukan di kelas I dan kelas II) dan membaca lanjutan (di kelas III sampai kelas VI). Membaca lanjutan
dibedakan dalam : (1) membaca teknis, (2) membaca cepat, (3) membaca dalam hati, dan (4) membaca bahasa.
Membaca teknis dilaksanakan dengan menyuarakan yang dibaca. Tjuan membaca teknis ialah menambah
kelancaran siswa dalam mengubah lambang-lambang tertulis menjadi suara atau ucapan yang mengandung
makna, makna itu dipahami oleh murid yang membaca (Depdikbud, 1983:25). Dalam membaca cepat
hendaknya diberikan bacaan yang sudah pernah dibaca siswa. Tujuan yang hendak dicapai ialah melatih mata
siswa untuk secepat-cepatnya bergerak (ketika membaca) sambil menjangkau sebanyak-banyaknya perkataan
yang hendak dibaca. (Depdikbud, 1983:27).
Membaca dalam hati ialah jenis membaca tanpa menyuarakan yang dibaca itu. Jenis membaca ini lebih
diutamakan, karena penelitian membuktikan bahwa membaca dalam hati lebih cepat jalannya dari membaca
dengan menyuarakan yang dibacanya. (Debdikbud, 1983:26). Tarigan (1990) menjelaskan bahwa membaca
dalam hati adalah membaca tanpa suara dengan tujuan untuk memperoleh informasi. Dalam suyatinah (1996)
disebutkan bahwa membaca dalam hati dibagi menjadi dua, yaitu membaca intensif (diperoleh pemahaman
relatif rendah) dan membaca ekstensif (diperoleh pemahaman yang mendalam). Rahim (2007:121) menjelaskan
bahwa membaca dalam hati memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami teks yang dibacanya lebih
mendalam. Membaca dalam hati memberikan kesempatan kepada guru untuk mengamati reaksi dan kebiasaan
membaca siswa.
Tujuan yang hendak dicapai dalam membaca bahasa ialah untuk menambah ketrampilan siswa
menggunakan hukum bahasa, makna kalimat yang digunakan dalam pelajaran. Bahan yang digunakan dalm
kegiatan ini adalah bahan yang telah dibaca dalam hati (Debdikbud, 1983:28). Dalam penelitian ini akan
difokuskan pada jenis ketrampilan membaca dalam hati, karena pelajaran membaca nyaring.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Peneltian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar se-Kecamatan Alian wilayah Kabupaten Kebumen yang
terdiri dari 78 sekolah.
2.

Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan selama lima bulan yaitu dari bulan November 2011 sampai bulan Mei 2012
yang diambil dari pengajuan judul sampai dengan penulisan laporan penelitian pada bulan Mei 2012. Langkahlangkahnya adalah:
1. Persiapan penelitian
2. Pelaksanaan penelitian di lapangan
3. Penyelesaian penulisan laporan penelitian
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi

11

Populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian yang akan dikenai generalisasi hasil penelitian
(Suharsimi Arikunto, 2006: 102). Populasi menurut Sutrisno Hadi (1990: 70) adalah seluruh individu yang akan
dikenai sasaran generalisasi dari sampel yang akan diambil dalam suatu penelitian. Menurut Sugiyono (2009:
80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek- obyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Dari pendapat- pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek penelitian
yang akan dikenai sasaran generalisasi yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu untuk dipelajari dan
kemudian diambil kesimpulan. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah sisiwa kelas I SD se-kecamatan
Alian dengan jumlah populasi sebanyak 78 SD. Untuk menjaga kesamaan karakteristik dari responden
penelitian, maka peneliti menentukan kriteria karakteristik responden sebagai berikut: (1) siswa tersebut
terdaftar sebagai siswa SD Negeri di Kecamatan Alian, (2) siswa masih aktif duduk di kelas I SD.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2006: 104). Penentuan
besarnya sampel, peneliti mengacu pada tabel yang dibuat oleh Harri King untuk menentukan pada tabel sampel
peneliti diambil 10% dari populasi 78 SD yaitu 8 SD, untuk sampel penelitian sebanyak 6 SD dan 2 SD untuk
mengujikan instrumen. Suharsimi Arikunto (1998:117) menyatakan bahwa, Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti. Hasil penelitian terhadap sampel ini akan digunakan untuk melakukan generalisasi
terhadap seluruh populasi yang ada.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian atau apa saja yang menjadi titik suatu penelitian (Suharsimi Arikunto,
2002:96). Variabel adalah gejala yang menjadi penelitian atau apa saja yang menjadi perhatian penelitian, yaitu :
1. Variabel bebas (X)
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab perubahan timbulnya variabel terikat (Sugiyono,
2002:21). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:
1). Metode pembelajaran (X1) yang mempunyai indikator: 1). Kemampuan belajar, 2) Kondisi siswa, 3)
Kemauan belajar siswa, 4). Upaya guru membelajarkan siswa, 5) Kemampuan menerima materi
menggunakan metode
2). Keterampilan membaca ( X2) yang mempunyai indicator: 1)membaca nyaring ( didengar siswa ), 2)
membaca nyaring kalimat sederhana dengan lafal intonasi yang tepat, 3) mengenali huruf huruf dan
membacanya sebagai suku kata, kata kata dan kalimat sederhana.
2. Variabel terikat ( Y )
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
bebas (Sugiyono, 2002:21). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar bahasa Indonesia yang
dilihat dari keterampilan membaca.
D. Definisi Operasional Variabel
1. Pengaruh adalah hubungan sebab akibat yang ditimbulkan oleh dua variabel (variabel bebas dan variabel
terikat).
2. Metode pembelajaran adalah cara yang teratur dan terpikir oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang diharapkan adalah proses pembelajaran
dapat berlangsung secara efisien dan efektif.
3. Kemampuan membaca adalah kesanggupan seseorang dalam melakukan aktivitas komplek, baik fisik
maupun mental untuk meningkatkan keterampilan kerja, penguasaan bidang akademik, serta berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat.
4. Hasil belajar Bahasa Indonesia adalah capaian seseorang setelah melalui proses pengalaman dan latihan
untuk memperoleh kepandaian atau ilmu tentang bahasa, prosedur penggunaan bahasa dan untuk
mengembangkan bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain.
E.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah:


1). Tes

12

Suharsimi Arikunto (1998:139) berpendapat bahwa, Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan
atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Tes ini berupa kumpulan kartu kata yang didesain untuk menguji apakah subjek bisa membaca
dengan lancar kata yang disajikan untuk melihat efektivitas dari metode lembaga kata dan metode struktural
analisis dan sintesis (SAS) dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak Taman Kanakkanak, sehingga penyusunan alat tes didasarkan pada materi pelatihan.
Alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan membaca dapat digolongkan menjadi dua
bagian. Pertama, tes membaca permulaan yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa (sekoah
dasar) dalam mengenali dan menyuarakan lambang-lambang bunyi dengan intonasi yang benar dalam
kalimat. Tes ini bersifat individual dan ditekankan pada kemampuan teknis membaca seperti, lafal, frasing,
kelancaran, perhatian terhadap tanda baca, dan intonansi. Untuk dapat menilai digunakan teknik nontes
misalnya lembar observasi. Alat evaluasi yang kedua, disebut dengan tes membaca lanjut atau tes memahami
bacaan.
Ada dua jenis yang dapat digunakan dalam pengukuran kemampuan membaca :
a). Tes pemahaman kalimat
Tes pemahaman kalimat digunakan untuk siswa yang belum dapat membaca secara lancar. Ada dua
teknik yang dapat dalam tes pemahaman kalimat yaitu dengan memberikan gambar atau menyajikan kata.
Frase dan pilihan jawaban. Dalam tes ini biasanya diukur kemampuan siswa dalam menguasai kosa kata
dan tata bahasa.
b). Tes Pemahaman
Tes pemahaman wacana merupakan tes kemampuan membaca yang intergratif atau terpadu. Dalam
tes ini banyak kemampuan yang bisa diukur seperti, struktur, kosa kata, pemahaman isi bacaan, gagasan,
gaya penulisan bacaan, paragraf. Tes ini dapat diberikan kepada siswa tingkat keterbacaan yang wacana
yang diinginkan tingkat kesulitan soal. Tingkat keterbacaan yang rendah dapat diberikan pada siswa
pemula.
Ada dua bentuk tes pemahaman wacana :
(1). Tes pilihan ganda biasa
Tes pilihan ganda harus diperhatikan panjangnya wacana yang digunakan biasanya 35-75 kata untuk
wacana pendek dan 100 sampai 300 kata untuk wacana panjang. Butir pertanyaan yang dibuat dapat
berkaitan dengan topic wacana, jenis wacana, judul wacana, informasi wacana, topic paragraf, kalimat
topic, jenis paragraf, kosa kata, dan struktur.
(2). Tes rumpang
Adalah tes yang didalamnya terdapat kata-kata yang dirumpangkan. Siswa dapat mengisi bagian
yang dihilangkan itu jika memahami seluruh wacana. Penghilangan kata dapat diatur dengan jarak yang
sama atau tidak tetap mengatur jarak kata yang dirumpangkan.
2). Metode dokumentasi.
Metode dokumentasi digunakan untuk mengambil data tentang prestasi belajar yang dapat diketahui
dari nilai hasil belajar berupa nilai-nilai dari raport. Dokumentasi, menurut Arikunto (1999) adalah teknik
mencari data atau hal-hal yang berupa catatan, trankrip, buku, notulen, agenda dan sebagainya. Dari
pengertian tersebut maka teknik dokumentasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah cara untuk
memperoleh informasi dari dokumen yang berupa catatan resmi yang menjadi sumber data siswa dan data
Hasil Belajar Siswa di SD Kecamatan Alian.
3). Metode Observasi
Metode observasi adalah metode mengumpulkan data atau informasi yang dilakukan dengan cara
pengamatan, baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap gejala- gejala atau peristiwa yang
hasilnya dicatat secara sistematis.

13

F.

Instrumen Pengumpulan Data

Langkah- langkah yang ditempuh dalam mengembangkan instrumen penelitian diantaranya adalah:
1. Mengadakan identifikasi terhadap variabel- variabel yang ada pada rumusan judul penelitian. Variabel dalam
penelitian ini adalah:
a.

Variabel bebas (X) terdiri dari metode pembelajaran (

1 ) dan keterampilan membaca (

2 ).

b. Variabel terikat (Y) adalah hasil belajar bahasa Indonesia.


2. Memberikan definisi operasional.
3. Membuat kisi- kisi dan butir- butir pernyataan.
Berdasarkan definisi operasional yang telah dijelaskan, maka tahap selanjutnya adalah membuat kisikisi instrumen pengumpul data sebagai berikut:
Tabel 1. Kisi-kisi metode pembelajaran
No

Indikator

Nomor Item

Kemampuan belajar

1, 2, 3

Kondisi siswa

4, 5, 6,

Kemauan belajar siswa

7, 8, 9, 10

Upaya guru dalam menerapkan metode

11, 12

Kemampuan menerima materi menggunakan


metode

13, 14, 15

Tabel 2. Kisi- kisi membaca


No

Kompetensi Dasar

Indikator

Aspek kognitif

Membaca nyaring suku


kata dan kata dengan
lafal yang tepat.

1. Membaca
nyaring (didengar
siswa )
2.Membaca nyaring
kalimat sederhana dengan
lafal dan intonasi yang
tepat.
3.Mengenali huruf huruf
dan membacanya sebagai
suku kata, kata kata dan
kalimat sederhana

Nomor Item

C2

1, 2

C2

3, 4, 5, 6

C4,C5

7, 8, 9, 10

Tabel 3. Kisi- kisi hasil belajar bahasa Indonesia


No
1

Indikator

Aspek

Menggerakkan telunjuk untuk membantu membaca

14

C3

Gerakkan bola mata saat membaca

C3

Posisi kepala saat membaca

C3

Sikap duduk siswa

C5

4. Melakukan uji coba instrumen.


Setelah skala tersusun lengkap, maka perlu dilakukan uji coba untuk mengetahui sejauh mana tingkat
validitas dan reabilitas skala yang akan digunakan dalam penelitian.
a. Uji validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan kevalidan atau kesahihan
suatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2002:144). Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan
Korelasi Product Moment dengan Angka Kasar.
Rumus Korelasi Product Moment dengan Angka Kasar adalah sebagai berikut:

rxy

NXY (X)(Y)

{NX (X) }{NY (Y) }


2 2 2 2

(Suharsimi Arikunto, 1993 : 220)


Keterangan
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
X = Skor butir yang akan diuji
Y = Skor total
N = Jumlah responden

b.

Nilai dari r hitung selanjutnya dikonsultasikan pada r tabel dengan taraf signifikansi 5%.
Kriteria seperangkat tes dinyatakan valid jika rxy r 0,05 tabel.
Uji Reabilitas
Alat ukur selain harus memiliki validitas yang tinggi juga harus memiliki reabilitas yang tinggi.
Reabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpil data karena instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi Arikunto,
2006:178).
Dalam penelitian ini tes prestasi belajar yang penulis gunakan adalah tes obyektif, dengan setiap
jawaban benar diberi skor 1, dan setiap jawaban salah atau tidak menjawab diberi skor 0. Sehingga
untuk menghitung tingkat reliabilitas tes ini digunakan rumus Kuder-Richardson dengan KR-20, yaitu :

n
r11 =

n -1

St 2 - p i q i

dengan :

St

r11

= indeks reliabilitas instrumen

15

n
St2
pi
qi

= banyaknya butir instrumen


= variansi total
= proporsi subyek yang menjawab benar butir ke-i
= 1 pi

(Budiyono, 2003: 69)


Sebuah instrumen dianggap baik atau dapat digunakan dalam kaitannya dengan uji reliabilitas
jika indeks reliabilitasnya lebih dari 0,7 atau r11 > 0,7 (Budiyono, 2003: 72)
G. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian komparatif dengan menggunakan metode
eksperimen. Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Posttest Only Control
Group Design (Latipun, 2004, h. 122).
Tabel Rancangan Penelitian
Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa (b)
Metode Pembelajaran (a)
Tinggi (b1)
Sedang (b2)
Rendah (b3)
Metode lembaga kata (a1)
ab11
ab12
ab13
Metode SAS (a2)
ab12
ab22
ab23
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah suatu cara yang digunakan untuk mengolah data hasil penelitian. Analisis
yang digunakan untuk menguji hipotesa adalah analisis varian satu jalur (one way anava)dilanjutkan
dengan Post Hoc Test. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik
deskriptif dan analisis statistik inferensial.
1.

Analisis Statistik Deskriptif

Analisis ini untuk mendapatkan gambaran penyebaran hasil penelitian masing-masing variabel secara
kategorikal. Hal ini bertolak dari konsep Azwar (1995) bahwa skor total individu yang semakin mendekati skor
total ideal dapat diinterpretasikan semakin positif. Analisis deskriptif yang dipakai adalah deskriptif persentase.
Dalam analisis ini semua skor dari masing-masing variable maupun dari setiap sub variabelnya dijumlahkan dan
dibandingkan dengan skor idealnya sehingga akan diperoleh persentase skor. Dari deskriptif persentase inilah
selanjutnya dibandingkan dengan kriteria yang digunakan dan diketahui tingkatannya.
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteritik data yang diperoleh dari
masing-masing siswa, meliputi statistik ukuran pemusatan yaitu rata-rata (mean), modus, range serta statistik
ukuan penyebaran yang meliputi Simpangan baku, distribusi frekuensi, persentase dan histogram.
No
1
2

Tabel 3. Kriteria Deskriptif Persentase


Interval presentase
Skor kriteria
81 < % skor < 100
Sangat tinggi (ST)
62 < % skor < 81
Tinggi (T)

3
4
5

5 < % skor < 62


36 < % skor < 52
20 < % skor < 36

Sedang (S)
Rendah (SR)
Sangat Rendah (SR)

Kriteria ini digunakan untuk setiap variabel maupun sub variabel dalam penelitian, karena banyak item
yang digunakan dari masing-masing variable maupun sub variabelnya berbeda-beda, sehingga jumlah skor dari
masing-masing responden harus diubah terlebih dahulu dalam bentuk persentase skor dengan cara
membandingkan jumlah skor dengan skor idealnya.
2.
a.

Uji Statistik Inferensial


Uji Normalitas Data

16

Untuk keperluan analisis data selanjutnya, maka akan lebih mudah dan lancar bila variabel-variabel yang
diteliti mengikuti distribusi tertentu. Dari teori kemungkinan apabila populasi yang diteliti berdistribusi normal
maka konklusi bisa diterima, tetapi apabila populasi tidak berdistribusi normal maka konklusi berdasarkan teori
tidak berlaku. Oleh sebab itu, sebelum mengambil keputusan berdasarkan teori tersebut perlu diperiksa terlebih
dahulu normalitas distribusinya, apakah pada taraf signifikansi tertentu atau tidak. Pengujian normalitas data
dimaksudkan untuk mengetahui normal tidaknya distribusi penelitian masing-masing variabel penelitian.
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil berasal dari populasi yang
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode Lilliefors. Adapun
prosedur ujinya adalah sebagai berikut:
1) Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
2) Taraf signifikansi : = 0,05
3) Statistik Uji
L = Maks F z i S z i , dengan:
zi =

xi x
, (s = standar deviasi)
s

F(zi) = P (Zzi);
Z N(0,1);
S(zi) = proporsi cacah Z zi terhadap seluruh zi
4) Daerah kritik
DK = {L L>L;n}dengan n adalah ukuran sampel.
5) Keputusan Uji
H0 ditolak jika harga statistik uji berada di daerah kritik. (Budiyono, 2000:169)
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah k sampel mempunyai variansi yang sama. Untuk
menguji homogenitas ini digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat sebagai berikut:
1) Hipotesis
H0 : 12 = 22 = ... k2 (populasi- populasi homogen)
H1 : tidak semua variansi sama (populasi- populasi tidak homogen)
2) Taraf signifikansi : = 0,05
3) Statistik Uji

2.203
2
f logRKG f j log s j
c

dengan 2 2(k-1)
k = banyaknya sampel
f = derajat kebebasan untuk RKG = N-k
fj = derajat kebebasan untuk sj2 = nj 1, dengan j = 1, 2, 3,...,k
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j
c=1+

RKG =

3 k 1

SS
f

fj

; SSj =

2
j

X
j

nj

n j 1 s j

4) Daerah kritik
DK = {2
22;k-1}Untuk beberapa dan (k-1), nilai 2;k-1dapat dilihat pada tabel nilai chi kuadrat
dengan derajat kebebasan (k-1).
5) Keputusan Uji
3. Uji Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang peneliti laksanakan akan diuji dengan teknik analisis variansi dua jalan 2 x 3
(anava factorial 2 jalur/ Analisis variance two way), yaitu:

17

1)

2)

3)

4)

5)

Menghitung jumlah kuadrat (sum of squares) total (Jk T), antar A (Jk a) antar
B (Jk b) interaksi A x B (Jk ab) dan dalam kelompok (Jk d)
Menghitung derajat kebebasan total (db t), antar A (dbA ) antar B (dbB )
interaksi A x B (dbAB )
db t = N 1

dbA = K 1

dbB = K 1

dbAB = dbA x dbB

dbd = db t - (dbA + dbB + dbAB)

Dimana N = Jumlah subjek, K = Jumlah Kelompok


Menghitung rata-rata kuadrat antar A (RkA) antar B (RkB), interaksi A x B
(RkAB) dan Dalam Kelompok (RkD)
RkA = Jk A : dbA

RkB = Jk B : dbB

RkAB = Jk AB : dbAB

RkD = Jk D : dbD

Menghitung Rasio FA, FB dan FAB


F
=
Rk
Rk
A
A:
d

FB = Rk B : RkB

FAB = Rk AB : Rkd

Melakukan interpretasi dan uji signifikansi pada semua rasio F yang di


peroleh (F hitung ) dengan F teoritik yang terdapat dalam tabel nilai-nilai F ( F tabel )
Jika F hitung lebih besar dari pada F tabel maka dapat di interpretasikan bahwa terdapat perbedaan
significant pada Hasil belajar bahasa Indonesia siswa setelah dilakukan pengajaran dengan metode yang
berbeda.

18

Anda mungkin juga menyukai