Anda di halaman 1dari 6

NAMA

: DINIK TRISIANI SITI MASKHANAH

UTUSAN

: PAC IPPNU KEC. WELERI

TTL

: KENDAL, 12 NOVEMBER 1996

ALAMAT

: SUMBERAGUNG 002/008 KEC.WELERI KENDAL 51355

HP/EMAIL

: 085727761043 / dinik.trisiani@gmail.com

PERUBAHAN ITU NYATA


Tak sedikit yang berpendapat bahwa wanita merupakan makhluk yang
paling lemah. Bahkan wanita sering kali dipandang sebelah mata, khususnya
dalam segi kemampuan dan kekuatan. Dapat kita lihat selama kita
mempelajari sejarah di sekolah, tokoh pahlawan yang sampai sekarang
terngiang di telinga kita sebagian besar merupakan pahlawan laki-laki,
bukan? Begitu pula dengan tokoh-tokoh pejuang Nahdlatul Ulama atau biasa
kita singkat NU. Mungkin sebagian besar dari pelajar NU ketika ada
pertanyaan mengenai tokoh pejuang NU akan menyebut KH. Hasyim Asyari
sebagai jawaban utama. Kemudian selebihnya ada kemungkinan tidak bisa
menjawab karena belum tahu mengenai siapa saja tokoh-tokoh yang
berjuang untuk NU sejak zaman nenek moyang kita itu. Terlebih tokoh-tokoh
wanita yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk kesuksesan NU baik pada
masanya maupun setelah itu. Padahal, sebenarnya ada banyak wanita NU
yang memiliki kiprah luar biasa. Salah satunya ialah Nyai Hj. Mahmudah
Mawardi. Siapakah beliau?
Beliau merupakan putri dari Kiai Masjhud, seorang tokoh pendiri NU di
kota Solo. Sejak kecil Mahmudah belajar kepada orang tuanya di Pondok
Pesantren yang kelak dikenal sebagai Pesantren Al-Masjhudiyah (Najmuddin,
2014). Dalam perkembangannya, Pesantren Al-Masjhudiyah kemudian
diasuh oleh Nyai Hj. Mahmudah Mawardi setelah ayah beliau meninggal
dunia pada tahun 1954.
Bukan hanya itu saja, beliau juga seorang single parent yang berjuang
seorang diri membesarkan dan mendidik anak-anaknya setelah suami beliau,
A.Mawardi meninggal dunia. Selain menjadi seorang ibu yang tangguh dan
pengasuh pesantren yang begitu telaten peninggalan ayahnya, beliau juga
berjuang menjadi seorang pemimpin dari Pimpinan Cabang Muslimat NU

Surakarta. Satu lagi, beliau juga merupakan ketua organisasi Federasi


Wanita Islam Indonesia di Solo.
Perjuangan yang begitu luar biasa ini dapat kita jadikan teladan
terlebih bagi para pelajar putri NU. Menjadikan IPPNU Agen of Changer
memang tak semudah mengedipkan mata. Dalam era modern ini, kita
sebagai pelajar dituntut tidak hanya mampu dalam bidang akademik semata,
melainkan juga harus mampu menguasai soft skill dan kemampuan bersosial
sebagai modal utama terjun dalam lingkungan masyarakat nantinya.
(Isnainissholihah, 2013)
Lingkungan masyarakat inilah yang menjadi sumber utama dalam
perubahan. Baik perubahan bangsa maupun perubahan dalam dinamika segi
kehidupan apapun. Dalam sebuah perubahan, diperlukan pula kekuatan dan
ketangguhan untuk menjadikan dinamika tersebut ke arah yang diharapkan.
Bukan tak mungkin untuk seorang IPPNU turut andil dalam sebuah gelora
perubahan besar yang lebih baik. Terbukti dalam gerakan program NU di
Bogor, program Muslimat NU selalu menjadi program terdepan yang
diwujudkan dalam tiga program tepat guna dalam bidang ekonomi,
pendidikan dan kesehatan. (Anonim, 2015)
Program-program

tersebut

merupakan

program

yang

sangat

menunjang kehidupan masyarakat. Dalam aspek ekonomi dapat mewujudkan


dengan beberapa usaha lokal masyarakat setempat. Aspek pendidikan
dengan membangun beberapa lembaga pendidikan NU di bawah naungan
PCNU daerah tersebut. Dan dalam aspek kesehatan dapat diwujudkan
dengan membangun klinik kesehatan yang juga digunakan untuk masyarakat
setempat. Hanya saja, kita sebagai bagian dari IPPNU belum sepenuhnya
mampu untuk mewujudkan program besar seperti program-program di atas.
Namun ada hal yang mampu kita lakukan dengan gelar kita yang tak lebih

dari seorang pelajar. Dalam segi ekonomi kita mampu mengembangkan dan
memaksimalkan potensi sumber daya yang terdapat dalam daerah kita, yang
pada akhirnya kita menjadikannya sebagai penunjang kearifan lokal daerah.
Kearifan lokal dapat dilihat dari potensi suatu daerah. Misalnya saja
Desa Sumberagung Weleri merupakan daerah penghasil pisang yang cukup
besar, hanya saja masyarakatnya kurang mampu memanfaatkan secara
maksimal. Melihat kasus ini, kita dapat bergerak untuk memaksimalkan
potensi hasil pisang tersebut dengan cara apapun. Peran IPPNU disini
mampu menggerakkan masyarakat untuk mampu memanfaatkan pisang
sebagai penunjang kearifan lokal.
Berbicara mengenai olah mengolah makanan memang identik dengan
wanita. Hal inilah yang menjadikan IPPNU begitu memungkinkan menuju
perubahan yang mumpuni. Perubahan mumpuni tidak begitu saja terjadi.
Hanya dengan contoh kecil di atas belum sepenuhnya berhasil karena
kehidupan tak sebatas dari perekonomian saja.
Dalam aspek pendidikan, kita bisa mengajar dan memberikan sedikit
sosialisasi

mengenai

pengetahuan

NU

(Nahdlatul

Ulama)

maupun

pengetahuan umum yang menunjang prestasi pada adik-adik kita di sekolah


yang nantinya akan menjadi penerus perjuangan kita di masa yang akan
datang. Pada dinamika masyarakat kampus atau sekolah misalnya, tak
jarang pula kita akan menemui pelajar putri NU yang minder terhadap
statusnya yang bukan lain bukan tidak adalah bagian dari NU.
Mengapa harus malu? Apa yang membuat pelajar NU malu? Cobalah
kita bertanya pada diri sendiri siapa sebenarnya saya dan kemana saya
harus pergi? Mengikuti arus atau justru melawan arus dan berdiri dengan
tegaknya bangga menyandang status kita sebagai bagian dari NU. Di luar
sana tak sedikit oknum tak bertanggung jawab yang membully NU dengan

kalimat yang kurang pantas disimak. Lalu bagaimana tindakan IPPNU


menghadapi ini? Menghadapi keluarga kita yang diinjak-ijak. Menangiskah?
Cengeng bukanlah karakter dari NU. Meskipun wanita, kita tetap harus
kuat dan tangguh menghadapi apapun celaan yang ada. Hadapi apapun itu,
namun tetap dengan hati yang lembut seperti yang diajarkan oleh KH.
Hasyim Asyari dan para sesepuh NU ketika menjadi tawanan pihak Jepang.
Saat para santri beliau memohon dengan berlutut dan mengumandangkan
sholawat di depan pihak Jepang. Akhirnya mereka luluh dan membebaskan
KH. Hasyim Asyari.
Sama seperti kita dalam menghadapi era ini. Bagitu banyak celaan yang
dilontarkan,

alangkah

baiknya

kalau

hati

kita

tetap

lembut

dan

menghadapinya dengan penuh keikhlasan. Dengan begitu, setidaknya kita


sudah mempunyai bekal untuk menjadi agen perubahan kelak.
Agen perubahan yang sesungguhnya pada dasarnya datang dari
dalam diri kita masing-masing. Dari kesadaran diri, maka akan menjadikan
perubahan besar ketika setiap individu mampu menyadarkan diri sendiri
terlebih dahulu. Pelajar putri NU bukanlah pelajar yang hanya bisa mengikuti
arus, namun pelajar putri NU hendaknya mampu melawan arus dan tangguh
menghadapi segala macam cobaan. Karena pada dasarnya hanya ikan mati
lah yang mengikuti arus.
IPPNU bukanlah ikan mati, karena IPPNU akan membuktikan
perubahan itu nyata dan akan benar-benar terlihat pada masanya. Kita
bukanlah makhluk lemah yang cengeng. Ibarat ikan kita mampu terus
berenang melawan arus. Apapun yang terjadi ini bukanlah akhir, karena
perjuangan tak akan pernah berakhir. Mungkin kita belum menuai apa yang
telah kita perbuat hari ini, tapi yakinlah suatu saat kita pasti akan
merasakannya. Semoga harapan dan cita-cita NU selalu berkembang dan

merekah sepanjang masa. Khususnya kita sebagai pelajar putri NU,


setidaknya kita menjadikan tokoh wanita pejuang NU sebagai motivasi untuk
maju dan menunaikan perubahan positif sebagai agen perubahan.

Reference:
Anonim. 2015.

Muslimat NU Kader Terdepan Pembangun Bangsa.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/08/08/nsrvm5282.
[Diakses 27 Agustus 2015].
Isnainissholihah. 2013. Dinamika Pelajar Nahdlatul Ulama di Kabupaten
Purworejo. Jurnal penelitian pelajar NU 7 (3) : 1-3.
Najmuddin, Adji. 2014. Mahmudah Mawardi Delapan Periode Memimpin
Muslimat.

http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,13-id,52482-

lang,id-. [Diakses 27 Agustus 2015].

Anda mungkin juga menyukai