Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

Daftar Isi ...1


I.

SPIRITUALITAS

BARU

DALAM

AGAMA

II.

HINDU (Gedong Bagoes Oka) ....2


IDENTITAS BARU DI ABAD XXI (Sri Pannavaro

Sanghanayaka Theara) .....6


III. SPIRITUALITAS BARU DAN KEPEDULIAN
TERHADAP SESAMA (Eka Darmaputera) ....9
IV. MEROMBAK
PRIMORDIALISME
DALAM
AGAMA (Mohamad Sobary) .13
Daftar Pustaka 16

SPIRITUALITAS BARU DALAM AGAMA HINDU


Gedong Bagoes Oka

Satu-satunya di antara agama-agama dunia yang tidak mengenal dogma atau dokrin
adalah agama hindu. Karenanya hinduisme memberi peluang senantiasa bagi
perkembangan pikiran ataupun tafsiran.
Ciri khas dari agama Hindu pula ialah gerak revolusi dan involusi yang terdapat
padanya.
Pengertian evolusi mengakui adanya suatu perubahan, peningkatan sampai
mencapai titik puncaknya, sedangkan involusi menunjukan proses yang bertolak belakang,
yakni berangsur-angsur menghilang kasat mata.
Secara umum agama Hindu menampilkan dua segi, yakni ortodoks dan nonortodoks. Yang satu tetap berpegang pada hal-hal tertentu seperti tradisi Saddhu, Guru,
Pandit beserta sangkut-paut upacara-upacaranya. Yang kedua lebih bersandar pada Yoga,
Samkhya dan Adhikariyakni, istilah untuk orang yang telah diakui kemahirannya dalam
suatu segi dari Veda dan Vedanta. Vedanta adalah filsafat yang dikembangkan dari seluruh
tulisan suci Veda serta semua Satra yang berasal dari Veda dari zaman purba sampai kini.
Arti kata Vedanta secara harfiyah adalah akhir atau penutup Veda-Veda, atau paham
arti lebih mendalam berartu intinya, dan terutama mengacu pada Upanishads, yakni bagian
dari Vedanta
Berkat Hinduisme yang tidak ortodoks anilah maka hinduisme mampu
mengeluarkan gagasan-gagasan baru. Dengan pengertian inilah kita harus terima ungkapan
spiritualitas baru. Segala sesuatu yang hidup senantiasa bergerak, berubah, demikian juga
agama.
Tentunya sampai tiba saatnya keadaan ini mencapai kejenuhannya dan Roh atau
Spirit in man berontak. Rupanya di India situasi ini mulai muncul ke permukaan pada awal
abad ke 19. Roh manusia pada Ram Mohan Roy, Keshad Chunder Sen, Maharsi
Devandranath Tagoe, ayah sang pujangga Rabindranath Tagoe, Shri Ramakrishna
Paramahamsa, Vivekananda, Gandhi dan Aurobindo Ghose memperlihatkan merontanya
the spirit in man terhadap panjajahan dirinya. Masing-masing menyumbangkan menurut
Swandharmanya pada pembangkitan spiritualitas Hindu.
Bila diperinci Swandharma mereka masing-masing itu adalah :

a. Ram Mohan Roy di bidang pendidikan untuk memajukan bangsanya dan


memilih jalan berkiblat pada barat.
b. Keshad Chunder Sen sangat terpengaruh oleh hidunya sang Kristus dan
akibatnya dia membentuk gereja baru bernama The New Dispensation untuk
membebaskan Hinduisme dari kemunafikan, kebodohan dsb.
c. Swami Dayananda Saraswati seorang pembaharu yang amat berkuasa dan
berpengaruh. Ia dari latarbelakang Brahmana kaya dan saleh. Pembawaan
pribadinya sebagai pemikir/filsafat terpadu dengan kemampuan brtindak/aksi
disempurnakan dengan bakat kepemimpinan luar biasa menjadikan kekuatan
tiada tandingan dalam pembaharuan spiritualitas Hindu. Munculnya Swami ini
di pentas India sungguh menggemparkan benua itu. Hasratnya ialah
mempersatukan dan memajukan Hindu, tetapi atas kekuatan sendiri yang di
serap dari sumber Hindu asli, bukan dari barat.
d. Parahamsa Shri Ramakrsha adalah tokoh utama dalam kehidupan spiritual
Hindu modern dan pikiran maupun pengalaman orang suci ini disebarluaskan
oleh muridnya yakni Swami Vivekananda.
e. Swami Vivekananda, penafsir dan komertator Veda dan Vedanta yang tiada
duanya. Tafsiran dan pemikirannya tajam, menggunkan logika ilmiah yang
tidak dapat disahkan mistik murni. Pribadi ini dikisahkan kembang agung nan
harum, hasil budaya Veda ribuan tahun.
f. Keluarga Tagoe mulai dengan Maharsi Devandranath Tagoe berpribadi mistik,
lebih disemarakkan oleh nyanyian dan tulisan Daiwa dari kavi/pujangga agung
Rabidranath Tagoe. Sastranya menjadi wahana untuk kebangkitan jiwa Hindu
universal di abad ke-20
g. Aurobindo Ghose menampilkan seorang pemikir yang tajam dengan visi yang
menjangkau jauh lebih ke depan dunia filsafat timur dalam pekembangannya
menjadi filsafat universal, diman tidak ada lagi pembatasan anatara Timur
dengan Barat.
h. M.K.Gandhi ialah keberhasilanya menempuh jalan Ahimsa dan kebenaran
tanpa menyimpang sedikitpun dari prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari
di segala bidang. Jasa khas dari M.K. Gandhi jauh dari kehidupan spiritualitas
dapat disingkat demikian :
Keberhasilanya dengan mengikuti cara-cara Veda, yakni menjalankan
tapas, Karama Yoga secara ketat, secara penuh ia memperoleh
penguasaan diri yang disebut Swaraj ( swa berate diri sendiri; Raj berate
raja)

Kesadarannya bahwa ia berada senantiasa berdekatan dengan Widhi,


Yang Mahakuasa, hal mana merupakan esensi dari spiritualitas. Dan

kesadaran tersebut diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.


Memperlihatkan bagaimana manusia bisa menjadikan dirinya alat Yang
Mahakuasa yang sempurna.

Pada akhirnya kita dapat saksikan spiritualitaslah yang mampu membantu suatu
agama membebaskan dirinya dari segala muatan yang dihasilkan oleh waktu dan
Ahamkara/Ego manusia, hingga tetaplah spiritualitas merupakan penyelamat agama serta
kedamaian hati manusia.

Saya setuju dengan apa yang di sampaikan GedongBagoes Oke bahwa


spiritualitaslah yang mampu membantu suatu agama membebaskan dirinya dari segala
muatan yang dihasilkan oleh waktu dan Ahamkara/Ego manusia, hingga tetaplah
spiritualitas merupakan penyelamat agama serta kedamaian hati manusia(Spiritualitas
baru dalam agama hindu hal 36).
Jika menguraikan ari kata spiritualitas dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan atau semangat jiwa tentang sesuatu, jadi

spiritualitas berarti keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta. Dengan adanya spiritualitas manusia menjadi memiliki arti, tujuan hidup,
perasaan misteri, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan. Jadi dengan adanya hal itu
sangat jelas bahwa spiritualitas memiliki andil besar dalam kehidupan manusia melalui
peranan para tokoh agama dan agama itu sendiri, yang tujuannya bukan untuk memberikan
kebenaran hakiki, tetapi untuk membantu orang-orang tumbuh ke tingkat kesadaran yang
lebih tinggi di mana mereka dapat menerima ajaran spiritual lebih maju. Hal itu di
lasdaskan atas
Agama adalah bentuk komunikasi antara dunia spiritual dan dunia materi.
Agama yang diberikan kepada kita dari alam spiritual untuk tujuan
mengingatkan kita tentang sumber kami dan membantu kami untuk
menyambung kembali ke sumber itu( SPIRITUALITAS BLOGS).

IDENTITAS BARU DI ABAD XXI


Sri Pannavaro Sanghanayaka Theara
Sudah menjadi kesepakatan kita bersama selaku bangsa bahwa ilmu pengetahuan
dan teknologi adalah sekutu untuk mencapai kesejahtraan.

Nilai-nilai keagamaan akan menjadi penjaga agar iptek tidak menjelma menjadi
kekuatan anti kemanusiaan yang akan menghancurkan manusia itu sendiri, sebab itu iptek
harus diabadikan kepada semua orang, tanpa kecuali.
Bahasa ilmu pengetahuan
Kebutuhan akan ilmu pengetahuan adalah tuntutan kehidupan semua orang ilmu
pengetahuan berbicara dengan bahasa yang sama bagi semua orang yaitu: penalaran sehat,
penelitian, kebenaran, dan kebebasan.
Dunia ilmu pengetahuan masih sulit menerima norma-norma agama yang tidak
mudah dicerna oleh bahasa para pengelola ilmu.
Hanya proses semacam itu tidak bisa dipaksakan. Semua itu tergantung pada
kematangan pribadi masing-masing. Seperti kata Nurcholish Madjid: biarkanlah semua
orang mengalami perjuangan spiritual.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi dunia ilmu pengetahuan untuk menyatakan
bahwa agama adalah penghabat ilmu-ilmu sekuler. Demikian juga sebaliknya, tidak ada
alasan lagi agama-agama untuk menganggap iptek sebagai musuh dari iman keagamaan.
Nilai-nlai universal
Sebagaimana ilmu pengetahuan yang tidak dikembangkan hanya oleh manusia
tertentu, dan untuk manusia tertentu pula, maka agama yang mempunyai nilai-nilai
universal itu harus mampu bertemu dengan ilmu pengetahuan dalam ke universalannya.
Dharama tidak menuntut umat Buddha harus menunjukkan identitsanya dengan
upacara atau tatacara agamis. Dharma tidak tergantung pada seseorang, bahkan juga tidak
pada agama Buddha Gotama sendiri. Dhrama tidak hanya ada di dalma ajaran Buddha,
tetapi juga di dalam ajaran agama-agama lain, bahkan di dalam peristiwa atau fenomena
kehidupan masyarakat sehari-hari.
Nilai-nilai tersebut bukan diungkapkan dengan ancaman, paksaan, tekanan, tetapi
dengan penuh simpati.
Dialog sebagai jalan

Toleransi terhadap mereka yang berbeda pendapat. Toleransi semacam ini jauh
lebih bermakna dalam kehidupan bersama manusia yang berbeda latar belakangnya.
Apapun perbedaan yang ada pada setiap orang, masing-masing harus belajar membuka
diri, menerima yang lain sebagaimana ia ada, tidak menutup diri bagi dan di dalam
kelompok sendiri, tetapi dengan penuh ketulusan, mengakui bahwa sumber-sumber
karunia yang ada adalah milik bersama oleh sebab itu perlu saling membari, saling
memperhatikan dan saling menerima serta melengkapi. Sudah tidak masanya lagi kalau
ada umat beragama tetap berpegang pada pandangan sepihak, bahawa hanya agamanya
yang benar, yang baik, dan agama diluar agamanya itu salah.
Menjadi umat Dharma
Orang beragama bukan karena peryataan, tertapi sikap dari hidup sehari-hari yang
sesuai dengan Dharma.
Manusia Buddha modern ini mungkin pada akhirnya hanya akan di kenal sebagai
umat Dharma atau umat Tuhan. Yaitu umat bisa menterjemhakan dan mempraktekan dan
menjalankan Dharma dalam kehidupan sehari-hari.

Saya sependapat dengan Sri Pannavaro Sanghanayaka Theara


yang mengatakan bahwa Nilai-nilai keagamaan akan menjadi penjaga
agar iptek tidak menjelma menjadi kekuatan anti kemanusiaan yang
akan menghancurkan manusia itu sendiri, sebab itu iptek harus
diabadikan kepada semua orang, tanpa kecuali(Identitas Baru di Abad
XXI hal 16).

Dalam Budha pun hubungan antara IPTEK dan Agama harus


saling mendukung. Meskipun hubungan yang terjadi antara Agama dan
IPTEK adalah pola hubungan netral yang saling tidak mengganggu,
tetapi di harapkan pengembangan iptek itu dijiwai, digerakkan, dan
dikendalikan oleh nilai-nilai Agama. Karena itu harus menguasai prinsip
dan pola pikir keduanya (IPTEK dan Agama).
Karena menurut Albert Einstei.
Pengetahuan tanpa agama adalah pincang. Sedang agama
tanpa pengetahuan adalah buta.
Itu berarti dalam diri manusia tidak hanya ada tempat yang hanya
boleh disentuh oleh agama, dan ada tempat lainnya yang hanya boleh
disentuh oleh IPTEK. Karena manusia adalah suatu wujud totalitas.
Bersama dengan bagaimana seseorang itu sungguh-sungguh beriman
dan

pada

saat

yang

sama

juga

sungguh-sungguh

aktif

pengupayaan IPTEK.

SPIRITUALITAS BARU DAN KEPEDULIAN TERHADAP SESAMA

Suatu Perspektif Kristen

dalam

Eka Darmaputera
Budaya teknologi
Di dalam budaya ini, keahlian dan keterampilan mengukuhkan posisi dengan
pongahnya, menjadi sembahan semesta. Tidak heran produktivitas segera merebut
pasaran sebagai kata kunci. Bukan apa yang dihasilkannya dan bagaimana kualitasnya,
melainkan berapa banyak. Agama telah semakin berubah fungsi, tidak lagi mempunyai
makna pada dirinya. Sebab ketika agama sedang naik daun sekarang ini, agama adalah
asset yang paling menguntungkan untuk memperoleh keuntungan-keuntungan social,
polotik, bahkan bisnis. Itulah yang terjadi, ketika agama berubah fungsi menjadi teknik.
Oleh karenanya, kebutuhan telah semakin mendesak-desak untuk mulai berbicara
dengan serius tentang spiritualitas. Untuk mulai menggali dan menggali, agar kita tidak
Cuma memperoleh abunya, tetapi menemukan apinya. Sebab apabila agama bisa
berdaya untuk menghancurkan, sesungguhnya ia juga bisa Berjaya untuk mensejahtrakan.
Tidak berlebihanlah untuk mengatakan, bahwa ini merupakan salah satu missi
kemanussiaan yang paling penting dalam era budaya teknologi sekarang ini.
Pengalaman agamaniah
Pengalaman agamaniah dikatakan sebagai pengalaman yang amat personal dan
amat eksistensial. Yang di tandai oleh kekhusyukan serta komitmen pribadi yang total.
Rutinitas
Rutinitas artinya proses yang memungkinkan pengalaman yang terjadi sekali pada
satu orang itu dapat menjadi bagian dari pengalaman yang dapat diulang-ulang bagi
banyak orang, bahkan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya. Proses selanjutnya
dari rutinitas adalah apa yang disebut sebagai institusionalisasi atau pelembagaan. Melalui
institusionalisasi, pengalaman religious seseorang yang amat personal dan subyektif,
menjadi sebuah organisasi (dan sekaligus organisme) yang besar, kuat dan mantap.
Dilema
Agama dalam bentuknya yang ada sekarang ini adalah produk dari proses
rutinitas dan institusionalisasi. Sebuah proses yang memang tidak terelakkan, bila kita
tidak mengiginkan pengalaman agamaniah yang asli itu hilang begitu saja. Terutama

setelah generasi pertama hilang, semakin hilang pula penghayatan akan pengalaman
agamaniah yang asli itu. Itulah dilema yang senantiasa dialami oleh setiap dan semua
agama. Sehingga ia mewujud dalam bentuk sebuah gerakan fundamentalisme (gerakan
pemurnian) dan sektarianisme (memurnikan dari dalam mengalami kegagalan dan
kemudian merasa tidak mempunyai pilihan lain kecuali memisahkan diri dari induknya
yang di anggap penyelewengan serta penyimpangan tidak dapat ditolerir lagi).
Spiritualitas
Spiritualitas disini ialah sari pati religious yang sering kali tersembunyi di balik
ajaran-ajaran dan aturan-aturan formal agama. Spiritualitas pada hakekatnya adalah jiwa,
roh, sumber dinamika dari sebuah agama. Spiritualitas kristiani pada hakekatnya tidak lain
adalah sebuah gaya hidup orang Kristen sebagai murid Yesus Kristus. Oleh karena itu,
spiritualitas kristiani eka mengerti sebagai kemuridan(discipleship).
Spiritualitas seperti yang di jelaskan di atas, berarti berbalik dari kecenderungan
orang beragama sekaarang ini, yaitu dari kecenderungan doktriner yang dogmatis dan
intelektualistis kepada semangat religiositas yang lain, yaitu semangat religiositas yang
fungsional dan eksistensial. Agama untuk hidup, bukan hidup untuk agama.
Spiritualitas Yesus
Misi Yesus adalah untuk mengembalikan agama Yahudi kepada intinya yang
murni.
Yesus datang untuk memperkenalkan sebuah spiritualitas yang baru. Spiritualitas
yang bagaimana? Paling sedikit ada dua dimensinya. Dimensi pertama, adalah ketaatan
yang total kepada Allah. Dan dimensi yang kedua adalah kepedulian yang eksistensial
kepada sesama. Kedua dimensi itu menjadi begitu menyatu , oleh karena Yesus memahami
keedatangannya ke dalam dunia ini adalah di utus oleh Allah dan untuk melaksanakan
kehendak Allah, dan tidak ada ynag lain dari pada itu.
Apabila Yesus memahami misinya sebagai menaati rencana dan kehendak Allah,
dan ia memahami rencana serta kehendak Allah itu sebagai penyelamatan manusia, maka
tidak dapat lain Yesus memahami seluruh

hidup dan keberadaaNya adalah demi

keselamatan serta kesejahtraan manusia yang holistic itu! Inilah kunci dan seluruh fondasi
dari kepedulian Yesus kepada sesama.

10

Saya sepandangan dengan Eka Darmaputera yang mengatakan


ketika agama berubah fungsi menjadi teknik,Agama untuk hidup, bukan
hidup untuk agama( Spiritualitas baru dan kepedukian terhadap sesame hal
60).

11

Arti dari kalimat diatas ketika agama berubah fungsi menjadi teknik itu berarti
agama tidak memiliki nilai yang sebenarnya atau ajaran-ajaran tentang nilai-nilai
kepedulian terhadap sesama mulai kabur di karenakan zaman modern dan era globalisaisi
yang sekarang ini lebih memeningkan produktivitas dari tiap individu yang menjadikan
manusia berlomba-lomba mencari keuntungan dengan memanfaatkan aspek-aspek agama
demi sebuah keuntungan, hal seperti ini adalah fakta social yang tidak bisa diganggu
gugat. Kita harus bisa menerima keadaan yang sudah memaksa hal ini , tentu ini bagian
dari fakta social yang memaksa tiap individu.
Jika agama untuk hidup berarti menganggap agama sebagai sumber moral,
petunjuk kebenaran, pembimbing dikala suka maupun duka yang bertujuan meningkatkan
kualitas batin, berbeda dengan hidup untuk agama yang berarti seluruh hidupnya rela mati
demi membela agama, dan menghabiskan hidupnya untuk mendalami agama tanpa di
seimbangi penalaran yang mendalam. Seperti kitupan Fungsi Agama dalam Masyarakat
Agama sangat berpengaruh pada kehidupan politik, ekonomi, dan
budaya.

MEROMBAK PRIMORDIALISME DALAM AGAMA


Mohamad Sobary

12

Sudah pasti bahwa ada kebenaran mutlak dalam agama. Tetapi dalam komunikasi
antar budaya, mungkain kita tak bisa memutlakkan kebenaran itu sebab begitu kebenaran
mutlak tadi di serahkan Tuhan ke tangan kita untuk menata kehidupan, segera kita jadi
ragu, adakah kita telah mengoperasikan kebenaran tadi dengan benar.
Dialog antar agama, proyek yang sekarang ini sedang kita kerjakan bersama untuk
menumbuhkan saling pengertian, dan bila mungkin untuk kerjasama antar agama dalam
mengurusi hidup keduniaan kita, pada initnya adalah usaha mendialogkan kebenaran dari
tanpa menutunkan derajat keluhuran dan kesucian yang kita yakini. Dialog antar agama
pada dasarnya berbicara tentang kebenaran historis, kebenaran duniawi yang padanya
terbuka sejumlah jalan untuk sejenis kompromi. Kebersamaan itu penting karena mustahil
bila tugas ini dibebankan hanya pada umat suatu agama tertentu.
Bila dalam hidup sehari-hari kita telah mencoba menghayati dan mewujudkan
pemihakan semacam itu, dengan catatan Allah tetap nomor satu dalam hidup ini, maka
dalam beragama, kita akan lebih berusaha mengembangkan suatu pemahaman bahwa
tatanan agama menyuruh kita mengamalkan apa saja yang harus diamalkan,
demikemaslahatan seluruh alam raya, terutama manusia. Acuan sikap keberagamaan ini
akan dengan sendirinya enak diterima, dan tak akan menakutkan, umat penganut agama
lain.
Kerunyeman barang kali memang sudah merupakan bagian tak terpisahkan dari
dunia. Juga kerunyeman dalam hubungan antar agama. Tapi dalam beragama, berTuhan,
mestinya kita jauhi kecenderungan politik mengutamakan barisan dan kuantitas.
Tiap agama tentu memiliki kearifannya sendiri-sendiri mengenai bagaimana
menghadapi persoalan seperti itu.
Dialog antar agama, dengan demikian, tidak menjadi sekedar sebuah ritus penuh
basa-basi, melainkan merupakan arena pengembangan budaya cosmopolitan yang harus
ada di dalam pergaulan masyarakat yang serba plural dan belum bebas dari sikap saling
curiga. Sekarang ini, masing-masing pemeluk agama lebih cenderung bersikukuh
memegang aneka corak symbol luar yang mempertegas adanya social grouping yang
memisahkan dengan tajam aku dari dia atau kami dari mereka. Pemisahan seperti
ini dipandang penting karena keterpisahan dibuat dengan suatu jarak sorga-neraka. kami,
sudah jelas, bagian ari calon komunitas penghuni sorga dan mereka, sebaliknya calon

13

penghuni neraka jahanam. Atau kami adalah pemeluk keyakinan yang lurus, benar,
sejati, sedang mereka golongan domba-domba yang sesat, tidak Islami atau tidak
Kristiani dan lain-lain. Pengelompokan kami v.s mereka (taka da konsep kita konsep
kebersamaan dalam agama) terjadi tidak cuma dalam hubungan antar, melainkan juga
inter agama. Ini selain karena kelewat ngugemi simbol-simbol, juga terjadi karena
bersikukuh pada kebenaran primordial masing-masing. Begitu kuatnya berpegang pada
kebenaran itu, hingga lupa bahwa diam-diam telah menjadikannya sejenis berhala,
sesuatu yang mestinya di rombak dan dirobohkan. Kita, dengan kata lain, diminta
membuka jendela-jendela agama kita agar kita tidak gerah, tidak sumpek dalam
kepompong, dan sekaligus bisa belajar mengakui bahwa kita imani atau tidak tak jadi
soal, orang lain pun memiliki juga kebenaran. Dan fanatisme yang kelewat beku dan
kental dengan begini bisa kita caikan.

Saya setuju dengan Mohamad Sobary yang mengatakan Dialog antar agama,
dengan demikian, tidak menjadi sekedar sebuah ritus penuh basa-basi, melainkan
merupakan arena pengembangan budaya cosmopolitan yang harus ada di dalam pergaulan
masyarakat yang serba plural dan belum bebas dari sikap saling curiga (Membongkar
Primordialisme Dalam Agama).

14

Karena Tujuan dialog bukanlah untuk mengubah keyakinan pihak lain, juga bukan
untuk membuktikan bahwa agama seseorang salah, bahkan bukan permasalahan preferensi
atau pilihan bebas. Setiap dialog harus didasarkan pada norma-norma dan nilai-nilai
bersama. Satu pihak tidak dapat dijadikan acuan untuk pihak yang lain. Melainkan untuk
menghancurkan batas tembok yang menjadikan umat beragama agar saling memahami
agama lain yang berbeda dan yang dipeluk oleh orang lain sebagaimana apa adanya yang
diarasakan, dipikirkan dan dialami. Dengan demikian, saling pengertian dan menghormati
akan terwujud dengan sendirinya, ketika kita mengerti dan memahami agama yang
berbeda, secara langsung dan utuh . Kita akan mengetahui nilai-nilai baik dan informasi
yang utuh akan agama mereka.
Dialog agama, pada hakikatnya adalah suatu percakapan bebas, terus
terang dan bertanggung jawab, yang didasari oleh saling pengertian dalam
menanggulangi masalah kehidupan bangsa, baik material maupun spiritual
(Konfik Antar Umat Beragama di Indonesia dan Alternatif
Pemecahannya).

Daftar Pustaka
(SPIRITUALITAS BLOGS) http://badru2.wordpress.com/agama-adalah-suatubentuk-komunikasi-antara-spiritual-dan-alam-materi/

Spiritualitas*Menurut Albert Einstein


http://warmada.staff.ugm.ac.id/Life/spiritualitas.html

15

Fungsi Agama dalam Masyarakat http://yuliaputri94.blogspot.com/2013/01/fungsi-agamadalam-masyarakat.html


(Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia dan Alternatif

Pemecahannya).

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20Marzuki,%20M.Ag./Dr.
%20Marzuki,%20M.Ag_.%20%20Konflik%20antar%20Umat%20Beragama%20di
%20Indonesia%20dan%20Alternatif%20Pemecahannya.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai