Chapter LL
Chapter LL
BAB 2
Tinjauan Pustaka
2.1.Sejarah
Kondiloma akuminata sudah dikenal sejak zaman Romawi dan Yunani
kuno. Kondiloma berasal dari bahasa Yunani yang artinya tumor bulat,
dan akuminata berasal dari bahasa latin yang artinya titik yang tajam.
Sepertinya kedua istilah ini digunakan karena dari jauh kondiloma
akuminata terlihat seperti tumor kulit yang bulat, tetapi dari dekat
permukaannya terlihat seperti kumpulan kutil dengan permukaan yang
tidak rata (G.Dyment, 1996).
2.2.Definisi
Kondiloma akuminata adalah kelainan kulit berbentuk vegetasi
bertangkai dengan permukaan berjonjot dan disebabkan oleh virus yaitu
Human Papilloma Virus (HPV) jenis tertentu (Harahap, 2000; Handoko
2010). Menurut Zubier (2003) pada pasien kondiloma akuminata terjadi
kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa.
2.3.Epidemiologi
Frekuensi terjadinya kondiloma akuminata pada pria dan wanita sama,
penyebarannya kosmopolit, dan transmisinya bisa melalui kontak kulit
langsung maupun hubungan seksual (Harahap, 2000; Handoko 2010).
2.4.Etiologi
Penyebab dari kondiloma akuminata adalah Human Papilloma Virus
(HPV). HPV adalah virus DNA yang merupakan virus epiteliotropik
2.5.Patogenesis
Kebanyakan infeksi HPV di daerah anogenital didapatkan
melalui hubungan seksual. Setelah akuisisi, HPV menginfeksi sel
basal dari anogenital epitelium. HPV bereplikasi dan berbentuk virion
saat sel basal berdiferensiasi dan tumbuh ke permukaan epitel.
Spektrum penyakit tergantung pada tingkat mitosis dan penggantian
epitel dengan sel basaloid yang immatur (V. Chin-Hong dan M.
Palefsky, 2007).
2.6.Gejala Klinis
Masa inkubasi kondiloma akuminata berlangsung antara 1-8
bulan (rata-rata 2-3 bulan). HPV masuk ke dalam tubuh melalui
mikrolesi pada kulit, sehingga kondiloma akuminata sering timbul
pada daerah yang mudah mengalami trauma pada saat melakukan
hubungan seksual (Zubier, 2003).
Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab, misalnya
di daerah genitalia eksterna. Pada pria tempat predileksinya di
perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, glans penis, muara
uretra eksterna, korpus dan pangkal penis. Pada wanita di daerah vulva
dan sekitarnya, introitus vagina, kadang pada porsio uteri. Pada wanita
yang banyak mengeluarkan fluor albus atau wanita yang hamil
pertumbuhan penyakit lebih cepat (Handoko, 2010).
Untuk kepentingan klinis kondiloma akuminata dibagi dalam 3 bentuk
yaitu (Zubier, 2003):
1. Bentuk akuminata
Terutama dijumpai pada lipatan dan lembab. Terlihat vegetasi
bertangkai dengan permukaan yang berjonjot-jonjot seperti jari.
Beberapa kutil dapat bersatu membentuk lesi yang lebih besar
sehingga tampak seperti kembang kol. Lesi yang besar ini sering
dijumpai pada wanita yang mengalami fluor albus, pada wanita
hamil, dan pada keadaan imunitas terganggu.
2. Bentuk papul
Lesi bentuk papul biasanya didapati pada daerah dengan
keratinisasi sempurna, seperti batang penis, vulva bagian lateral,
daerah perianal dan perineum. Kelainannya berupa papul dengan
permukaan yang halus dan licin, multipel dan tersebar secara
diskret.
3. Bentuk datar
Secara klinis, lesi bentuk ini terlihat sebagai makula atau
bahkan sama sekali tidak tampak dengan mata telanjang (infeksi
subklinis), dan baru terlihat setelah dilakukan tes asam asetat.
Dalam hal ini penggunaan kolposkopi sangat menolong.
Meskipun demikian perlu diingat bahwa tidak ada batasan yang
jelas antara ketiga bentuk tadi dan sering pula dijumpai bentuk-bentuk
peralihan. Selain ketiga bentuk klinis diatas, dijumpai juga bentuk
klinis yang lain yang telah diketahui berhubungan dengan keganasan
pada genitalia, yaitu:
1. Giant condyloma Buschke-Lowenstein
Bentuk ini diklasifikasikan sebagai karsinoma sel skuamosa
dengan keganasan derajat rendah. Hubungan antara kondiloma
akuminata
dengan
giant
condyloma
diketahui
dengan
ditemukannya HPV tipe 6 dan tipe 11. Lokalisasi lesi yang paling
sering adalah pada penis dan kadang-kadang pada vulva dan anus.
Klinis tampak sebagai kondiloma yang besar, bersifat invasif lokal
dan tidak bermetastasis. Secara histologis giant condyloma tidak
berbeda dengan kondiloma akuminata. Giant condyloma ini
umumnya refrakter terhadap pengobatan (Zubier, 2003; Kerdel dan
Jeminez-Acosta, 2003).
2. Papulosis Bowenoid
Secara klinis berupa papul likenoid berwarna coklat kemerahan
dan dapat berkonfluens menjadi plakat. Ada pula lesi yang
berbentuk makula eritematosa dan lesi yang mirip leukoplakia atau
lesi subklinis. Umumnya lesi multipel dan kadang-kadang
berpigmentasi. Berbeda dengan kondiloma akuminata, permukaan
lesi papulosis Bowenoid biasanya halus atau hanya sedikit
2.7.Pemeriksaan penunjang
1. Tes asam asetat
Bubuhkan asam asetat 5% dengan lidi kapas pada lesi
yang dicurigai. Dalam 1-5 menit lesi akan berubah warna
menjadi putih (acetowhite). Perubahan warna pada lesi di
daerah perianal perlu waktu lebih lama (sekitar 15 menit)
(Zubier, 2003; Wolff et al, 2008).
2. Kolposkopi
Merupakan tindakan yang rutin dilakukan di bagian
kebidanan, namun belum digunakan secara luas di bagian
penyakit kulit. Pemeriksaan ini terutama berguna untuk melihat
lesi kondiloma akuminata yang subklinis (Zubier, 2003).
Kolposkopi menggunakan sumber cahaya yang kuat dan lensa
binokular sehingga lesi dari infeksi HPV dapat diidentifikasi.
Biasanya kolposkopi digunakan bersama asam asetat untuk
membantu visualisasi dari jaringan yang terkena. Walaupun
awalnya kolposkopi didisain untuk memeriksa alat kelamin
wanita, aplikasi dari kolposkopi sudah dikembangkan untuk
memeriksa penis dan anus. Servikal kolposkopi dan anoskopi
resolusi tinggi biasanya dilakukan setelah tes sitologi yang
abnormal pada skrining dari kanker serviks dan anus (V. ChinHong dan M.Palefsky, 2007).
10
3. Tes sitologi
Tes pap adalah dasar dari skrining kanker serviks dan
Cervikal Intraepithelial Neoplasia (CIN). Tes ini terbukti
sangat bermanfaat penerapannya karena sukses menurunkan
insiden dan mortalitas kanker serviks. Penggunaan tes sitologi
tidak berperan untuk mendiagnosa kutil kelamin, tetapi wanita
yang terkena kutil kelamin tetap harus diskrining dengan tes
pap. US Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
merekomendasikan pada dokter untuk melakukan tes pap
serviks saat melakukan pemeriksaan pelvik untuk skrining
Infeksi Menular Seksual (IMS) pada wanita yang tidak pernah
melakukan tes pap selama 12-36 bulan. Hal tersebut
dikarenakan wanita yang datang ke klinik pelayanan IMS
memiliki prevalensi mengalami CIN 5 kali lebih tinggi dari
pada wanita yang datang ke klinik pelayanan keluarga
berencana, dan riwayat IMS adalah faktor resiko kanker
serviks yang invasif (V. Chin-Hong dan M. Palefsky, 2007;
Oats dan Abraham, 2005).
Gambaran pemeriksaan sitologi serviks bisa normal
ataupun abnormal. Yang termasuk kategori abnormal adalah
High-grade squamous intraepithelial lesion (HSIL), low-grade
squamous intraepithelial lesions (LSIL), atypical squamous
mungkin yang undetermined significance (ASC-US), atau yang
mencurigakan sebagai HSIL (ASC-H).
Sama dengan hubungan antara kondiloma akuminata
dengan CIN, ada resiko dari anal intra epithelial neoplasia
pada pria dan wanita dengan kutil anogenital. Diyakini bahwa
kelompok tertentu seperti homoseksual, pria dan wanita
terinfeksi HIV tanpa memperhatikan seksual orientasinya,
11
pada
homoseksual
penderita
HIV.
Sedangkan
untuk
membantu
mengidentifikasi
lesi
yang
menyebabkan gambaran sitologi yang abnormal (V. ChinHong dan M. Palefsky, 2007).
4. Histologi
Pemeriksaan histologis menunjukkan kelainan pada
epidermis, termasuk akantosis (menebalnya stratum spinosum),
parakeratosis (retensi nuklei di sel stratum korneum), dan
hiperkeratosis (menebalnya stratum korneum), menyebabkan
pembentukan papillomatosis yang khas. Karakteristik lain yang
12
menggunakan
RNA
probe
spesifik
untuk
13
6. Serologi
Enzym-lingked
imunoabsorbent
assay
(ELISA)
2.8.Diagnosis Banding
1. Pearly penile papules
Secara klinis tampak sebagai papul berwarna sama
seperti warna kulit atau putih kekuningan, berukuran 1-2 mm,
tersebar
diskret,
mengelilingi
sulkus
koronarius
dan
14
15
2.9.Penatalaksanaan
Pemilihan cara pengobatan yang dipakai tergantung pada
besar, lokalisasi, jenis dan jumlah lesi, serta keterampilan dokter
yang melakukan pengobatan (Zubier, 2003). Ada beberapa cara
pengobatan KA yaitu:
1. Kemoterapi
a. Tingtur podofilin
Yang digunakan tingtur podofilin 15-25%. Setelah
melindungi kulit di sekitar lesi dengan vaselin agar tidak
terjadi iritasi, oleskan tingtur podofilin pada lesi dan
biarkan sampai 4-6 jam, kemudian cuci. Bila belum terjadi
penyembuhan boleh diulang setelah 3 hari. Pemberian obat
dilakukan seminggu dua kali. Setiap pemberian tidak boleh
melebihi 0,5 cc karena akan diserap dan bersifat toksik.
Gejala toksisitas adalah mual, muntah, nyeri abdomen,
gangguan alat nafas, dan keringat yang disertai kulit dingin.
Dapat pula terjadi kompresi sumsum tulang yang disertai
trombositopenia dan leukopenia. Tidak\boleh diberikan
pada wanita hamil karena dapat menyebabkan kematian
fetus. Cara pengobatan dengan pedofilin ini sering dipakai.
Hasilnya baik pada lesi yang baru, tetapi kurang
memuaskan pada lesi yang hiperkeratotik, lama atau yang
berbentuk pipih (Zubier, 2003: Handoko, 2010; Hunter,
Savin, dan Dahl, 2002; Oats dan Abraham, 2005).
b. Podofilotoksin 0,5% (podofiloks)
Bahan ini merupakan zat aktif yang terdapat dalam
podofilin. Setelah pemakaian podofiloks, dalam beberapa
hari akan terjadi destruksi pada jaringan kondiloma
akuminata. Reaksi iritasi pada pemakaian podofiloks lebih
16
meatus
uretra
atau
di
atas
meatus
uretra.
17
2.10.
Pencegahan
Metode yang paling handal mencegah terinfeksi HPV adalah
menghindari hubungan seksual yang bebas dan berganti-ganti
pasangan. Setialah pada satu pasangan dan pastikan pasangan kita
juga setia pada kita. Kondom pria yang terbuat dari latex terbukti
memberi perlindungan terhadap infeksi dan juga penyakit yang
diakibatkan oleh HPV seperti kondiloma akuminata, CIN 2 atau3,
dan kangker serviks yang infasif. Walaupun tidak disarankan oleh
US Centers for Disease Control and Prevention (CDC), evaluasi
pasangan memberi kesempatan untuk skrining dan pemberian
edukasi tentang HPV dan IMS yang lain (V. Chin-Hong dan M.
Palefsky, 2007).
Pencegahan dengan vaksin menawarkan pilihan baru. Vaksin
multivalent terhadap 4 subtipe HPV (6, 11, 16, dan 18) sudah
diizinkan oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk
diberikan pada wanita berumur 9-26 tahun pada juni 2006. Di Cina
18
2.11. Komplikasi
Kondiloma akuminata memiliki resiko berkembang menjadi
kanker yang invasif. Bagaimanapun, individu dengan kondiloma
akuminata biasanya memiliki faktor resiko terkena HPV tipe
ongkogenik yang menyebabkan CIN dan anal intraepithelial
neoplasia.
Kondiloma
akuminata
dapat
berproliferasi
dan
kondiloma
akuminata
bisa
terjadi
respiratori
19
2.12. Prognosis
Walaupun sering mengalami residif, prognosisnya baik. Faktor
predisposisi dicari, misalnya hygiene, adanya fluor albus, atau
kelembaban pada pria akibat tidak di sirkumsisi (Handoko,
2010).