PENDAHULUAN
Kutil anogenital yang sering disebut kondiloma akuminata adalah penyakit
menular seksual yang disebabkan oleh Human Papilomavirus (HPV). 1 Infeksi
HPV dapat menyebar melalui kontak langsung atau autoinokulasi. Masa inkubasi
bervariasi dari 1-12 bulan dengan rata-rata 2-3 bulan. Infeksi HPV pada genital
diduga subklinis sampai 70%, dan tidak disadari oleh pasien tetapi terdeteksi
dengan pemeriksaan klinis lengkap, histologis, dan sitologis atau analisis
molekular.1,2
Kondiloma akuminata memiliki infektivitas yang tinggi, di mana
permukaan mukosa yang lebih tipis akan lebih rentan terhadap inokulasi virus
dibanding kulit yang memiliki keratin tebal. Infektivitas HPV genital dari ibu
sehubungan dengan papiloma pada anak tampaknya rendah, namun risiko
penularan dari ibu ke anak dengan perkembangan penyakit selanjutnya pada anak
diperkirakan 1 antara 80 dan 1 antara 1500.2
Selama kehamilan, kondiloma akuminata dapat berproliferasi dengan
cepat karena perubahan imunitas dan peningkatan suplai darah, dan kelainan ini
dapat muncul dalam bentuk klinis atau subklinis (laten). Bentuk klinis lebih
menyebabkan gangguan emosional dan fisik pada pasien karena ibu harus
melahirkan secara sectio caesaria dan jika melahirkan secara spontan akan
terdapat kemungkinan risiko kontaminasi HPV pada bayi.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
penyakit
papillomavirus/HPV).
ini
adalah
HPV adalah
virus
virus
golongan
DNA yang
paposa
(human
merupakan
virus
2,3
larynx, dan trachea telah dilaporkan. HPV-6 bahkan telah dilaporkan di area lain
yang tidak biasa (ekstremitas). Lesi simultan multiple juga sering dan melibatkan
keadaan subklinis sebagaimana anatomi yang berdifferensiasi dengan baik. Infeksi
subklinis telah ditegakkan dalam membawa keadaan infeksi dan potensi akan
onkogenik. 5
Terdapat bentuk klinis yang lain yang telah diketahui berhubungan dengan
keganasan pada genitalia, yaitu2,3,4:
1. Giant condyloma Buschke-Lowenstein
Bentuk ini diklasifikasikan sebagai karsinoma sel skuamosa dengan
keganasan derajat rendah. Hubungan antara kondiloma akuminata dengan giant
condyloma diketahui dengan ditemukannya HPV tipe 6 dan tipe 11. Lokalisasi lesi
yang paling sering adalah pada penis dan kadang-kadang pada vulva dan anus.
Klinis tampak sebagai kondiloma yang besar, bersifat invasif lokal dan tidak
bermetastasis. Secara histologis giant condyloma tidak berbeda dengan kondiloma
akuminata. Giant condyloma ini umumnya refrakter terhadap pengobatan.
2. Papulosis Bowenoid
Secara klinis berupa papul likenoid berwarna coklat kemerahan dan dapat
berkonfluens menjadi plakat. Ada pula lesi yang berbentuk makula eritematosa
dan lesi yang mirip leukoplakia atau lesi subklinis. Umumnya lesi multipel dan
kadang-kadang berpigmentasi. Berbeda dengan kondiloma akuminata, permukaan
lesi papulosis Bowenoid biasanya halus atau hanya sedikit papilomatosa.
Gambaran histopatologik mirip penyakit Bowen dengan inti yang berkelompok,
sel raksasa diskeratotik dan sebagai mitotik atipik. Dalam perjalanan penyakitnya,
papulosis Bowenoid jarang menjadi ganas dan cenderung untuk regresi spontan.
1. Kemoterapi
a. Tingtur podofilin
Yang digunakan tingtur podofilin 15-25%. Setelah melindungi kulit di
sekitar lesi dengan vaselin agar tidak terjadi iritasi, oleskan tingtur podofilin pada
lesi dan biarkan sampai 4-6 jam, kemudian cuci. Bila belum terjadi penyembuhan
boleh diulang setelah 3 hari. Pemberian obat dilakukan seminggu dua kali. Setiap
pemberian tidak boleh melebihi 0,5 cc karena akan diserap dan bersifat toksik.
Gejala toksisitas adalah mual, muntah, nyeri abdomen, gangguan alat nafas, dan
keringat yang disertai kulit dingin. Dapat pula terjadi kompresi sumsum tulang
yang disertai trombositopenia dan leukopenia. Tidak boleh diberikan pada wanita
hamil karena dapat menyebabkan kematian fetus. Cara pengobatan dengan
pedofilin ini sering dipakai. Hasilnya baik pada lesi yang baru, tetapi kurang
memuaskan pada lesi yang hiperkeratotik, lama atau yang berbentuk pipih.
11
c. Asam trikloroasetat
Digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap minggu.
Pemberiannya harus hati-hati karena dapat menimbulkan ulkus yang dalam. Dapat
diberikan pada wanita hamil.
d. 5-Fluorourasil
Konsentrasinya antara 1-5% dalam krim. Obat ini terutama untuk
kondiloma akuminata yang lesinya terletak pada meatus uretra atau di atas meatus
uretra. Pemberiannya setiap hari sampai lesi hilang. Sebaiknya penderitanya tidak
miksi selama 2 jam setelah pengobatan.
2. Tindakan bedah
1
0
3
3. Interferon4
Pemberiannya dalam bentuk suntikan (intra muscular atau intra lesi),
bentuk krim (topical) dan dapat diberikan bersama pengobatan yang lain. Secara
12
klinis terbukti interferon alfa-, beta-, gama- bermanfaat dalam pengobatan infeksi
HPV. Interferon alfa diberikan dengan dosis 406 mU secara intra muscular 3 kali
seminggu selama 6 minggu atau dengan dosis 1-5 mU intramuscular selama 6
minggu. Interferon beta diberikan dengan dosis 2 x 106 unit secara intramuskular
atau 2 kali 10 mega IU secara intramuskular selama 10 hari berturut-turut.
4. Immunoterapi
Pada penderita dengan lesi yang luas dan resisten terhadap pengobatan
dapat diberikan pengobatan bersama imunostimulator.
Pap smear secara teratur pada wanita usia lebih dari 18 tahun (* Pap
smear,
untuk
deteksi
dini
perubahan
tingkat
seluler
meliputi
Pemeriksaan HIV-AIDS
13
Vaksinasi HPV
sering
mengalami
residif,
prognosisnya
baik.
Faktor
predisposisi dicari, misalnya hygiene, adanya fluor albus, atau kelembaban pada
pria akibat tidak di sirkumsisi5.
14
Kondiloma meningkat dari pertama sampai trimester ketiga dan menurun secara
signifikan pada periode postpartum. Risiko kondiloma akuminata pada kehamilan
adalah dua kali lipat. Lesi HPV yang berupa kondiloma dapat terjadi pada daerah
cervik (kondiloma serviks) atau condilom avulva cenderung berkembang dalam
ukuran dan vaskularitas selama kehamilan karena adanya perubahan anatomi
termasuk vaskularisasi selama kehamilan dan adanya penurunan kekebalan alami
serta pengaruh hormonal. Keadaan ini dapat menghalangi saluran reproduksi dan
dapat berakibat terjadinya perdarahan banyak saat persalinan2,5.
Kehamilan dan obat-obat kontrasepsi oral merangsang pertumbuhan
kondiloma akuminata, karena peningkatan hormon estrogen saat itu. Demikian
juga pada pemakaian obat-obat imunosupresif yang menekan imunitas untuk
melawan virus, dapat mempersukar berhasilnya penatalaksanaan.
Prevalensi yang tinggi pada usia produktif membuat infeksi HPV dapat
terjadi pada saat kehamilan. Kondiloma akuminata tumbuh lebih cepat pada
wanita yang sedang hamil. Kondiloma akuminata pada wanita hamil dapat meluas
15
pada serviks, vagina, vulva, dan dapat begitu luasnya sehingga menutupi jalan
lahir. Penyebab perluasan lesi ini masih belum diketahui dengan pasti tetapi
memang terjadi penurunan kekebalan yang dihantarkan sel selama kehamilan. Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan lesi yang sangat cepat dengan
kemungkinan terjadinya CIN dan paparan pada fetus4,5.
2.13.2 Resiko Penularan HPV Kepada Neonatal
Neonatus terkena penularan infeksi virus terutama selama perjalanan
melalui jalan lahir. Transmisi bahkan dapat terjadi tanpa adanya lesi klinis jelas.
Meskipun modus klasik penularan HPV pada bayi baru lahir adalah selama
perjalanan janin melalui jalan lahir dan mengalami kontak dengan ibu yang
terinfeksi. Namun, dalam kasus tertentu, bayi baru lahir dapat mengalami infeksi
kongenital intra uterine, walaupun dengan kelahiran melalui sectio caesaria, dan
itu dapat disebabkan oleh infeksi ascending dari saluran vagina setelah terjadinya
ketuban pecah dini. Ada pula infeksi yang terjadi saat pembuahan dan terjadi
transmisi intra uterine melalui sperma yang membawa HPV carrier atau infeksi
transplasenta6.
Paparan pada fetus dapat berakibat terjadinya papilomatosis larings juvenil
, yang biasanya manifes pada usia 5 tahun. Insidensi papilomatosis larings juvenil
tidak tinggi dan patogenesisnya masih belum jelas, tetapi penyakit ini dapat
menimbulkan distress pernafasan akibat terjadinya obstruksi saluran pernafasan
karena edema pada larings serta memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. Pada ibu
dengan riwayat kondiloma akuminata didapatkan 50% bayi yang menderita
16
17
paling sedikit satu kali sehari, dapat menghambat proliferasi kutil tersebut, dan
mengurangi rasa sakit5.
Penatalaksanaan kondiloma akiminata pada wanita hamil merupakan hal
yang sulit. Pemberian podofilin, yang merupakan drug of choice, tidak dapat
dilakukan karena akan beresiko terjadinya absorpsi podofilin yang bersifat toksik.
Podofilin memiliki sifat antimitotik dan dicurigai bersifat teratogenik. Podofilin
mengakibatkan spasme vaskularisasi lokal, iskemik dan nekrosis jaringan. Pada
kehamilan,
lesi
sangat
profuse
dan
vaskularisasinya
banyak
sehingga
memudahkan untuk absorpsi sistemik podofilin. Pemakaian agen ini pada ibu
hamil dapat menyebabkan IUFD dan neuropati maternal2,5.
Krioterapi, elektrokauterisasi, terapi laser, dan asam trikloroasetat adalah
pilian terapi kondiloma akuminata yang dapat digunakan untuk wanita hamil.
Penatalaksanaan kondiloma akuminata pada ibu hamil secara eksisi lesi dengan
kauter atau cryosyrgery harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menyebabkan
skar yang ekstensif atau melukai jaringan. Penggunaan laser CO2 terbukti lebih
efektif untuk eksisi dan keberhasilan penggunaan laser sampai 90%. Laser juga
meminimalkan kerusakan jaringan sekitar lesi tetapi terapi ini sangat mahal dan
membutuhkan anestesi lokal. Namun, laser CO2 dan elektrokauterisasi dapat
menyebabkan perdarahan yang berat pada 33% pasien bila dilakukan pada
kehamilan, serta dapat menimbulkan infeksi dan nekrosis jaringan yang berat.
Sedangkan laser Nd YAG yang menembus lebih dalam dapat memberikan hasil
yang lebih baik tetapi sangat mahal dan tidak tersedia di setiap rumah sakit3,4,5.
18
digunakan setiap minggu seperti halnya podofilin. Agen ini tidak perlu dicuci
setelah penggunaannya tetapi rasa terbakarnya dapat bertahan 5-30 menit. Asam
trikloroasetat (TCA) merupakan zat yang bersifat kaustik dan dapat mengikis kulit
dan membrana mukosa. Mekanisme kerja TCA adalah dengan cara koagulasi
protein yang menyebabkan terjadi kekeringan sel dan jaringan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya destruksi yang berat pada kondiloma. Asam
trikloroasetat dinyatakan aman digunakan pada kehamilan karena tidak diabsorbsi
secara sistemik. Zat ini dapat diaplikasikan langsung ke permukaan lesi dengan
lidi/kapas lidi aplikator setiap minggu. Tingkat keberhasilan TCA untuk terapi
kondiloma adalah 56-81% dengan tingkat rekurensi 36%2.
Interferon ditemukan oleh Isaacs dan Lindeman pada tahun 1957,
didapatkan bahwa pada biakan sel yang terinfeksi virus menghasilkan protein
yang bisa menyebabkan resistensi terhadap berbagai macam virus, dengan cara
menghambat replikasi viral. Interferon diberikan secara parenteral, yaitu dengan
injeksi intra muscular, subkutan atau intradermal pada lesi. Ada dua jenis
interferon yang dapat digunakan dalam terapi kondiloma akuminata yaitu
interferon alfa-2b (Intron A) dan interferon alfa-n3 (Alferon N Injection). Cara
pemberian interferon dengan (1) injeksi intralesi 1 juta IU perlesi 3 kali seminggu
selama 3 minggu (Intron A); (2) injeksi intralesi 250.000 IU 2 kali seminggu
selama 8 minggu (Alferon N injection); (3) injeksi subkutan atau intradermal
1juta sampai 3 juta IU/m3 5 kali seminggu selama 2 minggu, diikuti 3 kali
seminggu selama 4 minggu. Beberapa penelitian menunjukkan terapi kondiloma
19
akuminata dengan interferon cukup efektif dan aman pada ibu hamil. Cara
pemberiannya tidak mempengaruhi hasil kesembuhan2.
20
BAB III
KESIMPULAN
21
terjadinya obstruksi saluran pernafasan karena edema pada larings serta memiliki
tingkat rekurensi yang tinggi.
Penatalaksaan terbaik untuk kondiloma akuminata pada wanita hamil
adalah dilakukan tindakan Sectio Caesaria apabila sudah cukup waktu untuk
melahirkan kemudian, eksisi lesi dengan kauter atau cryosurgery. Beberapa
penelitian menunjukkan terapi kondiloma akuminata dengan interferon cukup
efektif. Podofilin tidak bisa digunakan karena bersifat toksik, antimitotik, dan
teratogenik.
22