AJI WIRAPATI
NRP 3106 100 012
Dosen Pembimbing:
Ir. Soewarno, M.Eng.
Ir. Moesdarjono Soetojo, M.Sc
Must a in Arif, ST., MT
: Aji Wirapati
: 3106 100 012
: Teknik Sipil FTSP - ITS
: Ir. Soewarno, M.Eng.
Ir. Moesdarjono Soetojo, M.Sc
Musta in Arif, ST., MT
ABSTRAK
Salah satu bagian dari pengembangan jalur lintas selatan propinsi Jawa Timur
adalah pembangunan Jembatan Kakap yang berada antara ruas Kabupaten Pacitan dan
Trenggalek (Km 11+735 11+835). Berdasarkan perencanaan awal, jembatan Kakap akan
menggunakan 2 buah abutmen dan 2 pilar yang memiliki ketinggian cukup besar dan
bervariasi.
Kedua abutment yang direncanakan memiliki ketinggian 8,45 m dan 9,95 m,
sedangkan kedua pilar memiliki ketinggian 12,4 m dan 13,1 m . Pondasi yang digunakan
dalam perencanaan ini adalah pondasi sumuran khusus untuk batuan.
Berdasarkan perhitungan, didapatkan diameter pondasi sumuran untuk abutment 1
adalah 3,5 m dengan kedalaman 5 m sedangkan pada abutment 2 diameternya adalah 3,5 m
dengan kedalaman 7 m. Untuk diameter pondasi Sumuran pada pilar adalah 3,5 m dengan
kedalaman 6 m. Baik Abutment maupun pilar, masing-masing menggunakan 2 buah pondasi
sumuran.
Dalam menganalisa pondasi pada batuan dibutuhkan proses klasifikasi sebelum
melakukan perhitungan pondasi. Salah satu metode klasifikasi batuan yang umum digunakan
adalah sistem RMR (Rock Mass Rating). Dengan metode ini dapat diketahui karakteristik
batuan, termasuk harga Kohesi (C) dan sudut geser () pada batuan.
Untuk menganalisa kestabilan retaining wall dan oprit di belakang abutment akan
digunakan program perhitungan Soil and Rocks Mechanics yaitu Plaxis V 8.2.
Kata Kunci : Jembatan Kakap, abutment, pilar tinggi, retaining wall, pondasi batuan,
RMR, Plaxis V 8.2.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jalur lintas selatan Pulau Jawa
merupakan salah satu jaringan jalan yang
terpenting di Pulau Jawa. Hal ini
dikarenakan jalur lintas selatan merupakan
penghubung utama antara berbagai kota
yang berada di bagian selatan Pulau Jawa.
Seiring dengan pesatnya perkembangan
perekonomian dan penduduk Pulau Jawa,
2
Memperlancar transportasi Jawa
Timur bagian selatan.
Mengurangi beban lalu lintas,
terutama Jawa Timur bagian utara
dan tengah.
Meningkatkan obyek pariwisata
khususnya daerah pantai selatan
Pulau Jawa.
Berdasarkan tataan fisiografi Van
Bemmelen
(1949),
daerah
Pacitan
termasuk dalam lajur pegunungan selatan
Jawa Timur. Morfologi wilayah Pacitan
dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
perbukitan, kras dan dataran. Penyusun
utama dari batuan Pacitan adalah batu
kapur (limestone).
Salah
satu
bagian
dari
pengembangan jalur lintas selatan adalah
pembangunan jembatan Kakap yang
berada antara ruas Kabupaten Pacitan dan
Trenggalek (Km 11+735
11+835).
Jembatan ini dibangun melintasi jurang
yang memiliki kedalaman 20 m dan
panjang 150 m, sehingga dibutuhkan
abutment dan pilar yang cukup tinggi
untuk menopang struktur jembatan ini.
Berdasarkan perencanaan, jembatan Kakap
akan menggunakan dua buah abutmen dan
dua pilar yang memiliki ketinggian cukup
besar dan bervariasi. Hal tersebut bertujuan
agar jembatan ini dapat menggunakan
bentang yang pendek (tidak lebih dari 40
meter).
Dua abutment yang direncanakan
memiliki ketinggian 8,45 m dan 9,95 m,
sedangkan kedua pilar memiliki ketinggian
12,4 m dan 13,1 m. Untuk itu diperlukan
analisa dan perencanaan khusus mengingat
besarnya ketinggian abutment dan pilar
yang akan dibangun.
Selain beberapa permasalahan di
atas, hal lain yang perlu diperhatikan
adalah kontur di sekitar jembatan yang
terjal dan tidak rata sehinnga dibutuhkan
urugan setinggi 8 m agar elevasi tanah
dasar dapat sesuai dengan elevasi pelat
lantai jembatan yang direncanakan. Untuk
urugan tinggi tersebut dibutuhkan tembok
3
3. Dapat menganalisa kestabilan
retaining wall dan oprit dengan
menggunakan program perhitungan
Plaxis V8.2.
4. Merencanakan
diameter
dan
kedalaman pondasi Sumuran untuk
Abutment dan pilar pada Jembatan
kakap sesuai dengan karakteristik
tanah
dasar
masing-masing,
bilamana diperlukan.
1.4
Batasan Masalah
Beberapa batasan masalah yang
didefinisikan dalam pembuatan Tugas
Akhir ini antara lain:
1. Tidak
membahas
perhitungan
superstructure jembatan.
2. Tidak
membahas
metode
pelaksanaan dan anggaran biaya
pelaksanaan.
3. Tidak
membahas
perhitungan
geometri jalan dan perkerasan baik
pada jembatan maupun pada daerah
setelah jembatan.
4. Tidak Merencanakan drainase
jalan.
5. Tidak membandingkan dengan
alternatif lain diluar alternatif
dalam tugas akhir ini.
6. Beban perkerasan jalan dan beban
kendaraan
diatas
timbunan
dianggap sebagai beban terbagi
merata.
7. Untuk balok memanjang jembatan,
pada bentang pertama dan ketiga
digunakan balok T BM 100.
Sedangkan untuk bentang kedua
(tengah) digunakan balok girder
pratekan dari WIKA.
1.5 Manfaat
Hasil perencanaan abutment dan
pilar serta timbunan dan tembok penahan
tanah ini akan sangat berguna sebagai
referensi dalam pembangunan Jembatan
Kakap dan beberapa jembatan lain yang
memiliki tipikal kemiripan dengan
jembatan Kakap di sepanjang jalur lintas
selatan Jawa Timur.
Lokasi
Longsoran (Sliding)
Longsoran adalah suatu proses
perpindahan massa tanah atau batuan
dengan arah miring dari kedudukan semula
(sehingga terpisah dari massa yang
mantap) karena pengaruh gravitasi dengan
gerakan berbentuk rotasi dan translasi.
Dalam longsoran sebenarnya, gerakan ini
terdiri dari perpindahan secara geser dan
peralihan sepanjang suatu bidang atau
beberapa bidang gelincir yang dapat
nampak secara visual. Gerakan ini dapat
bersifat progresif yang berarti bahwa
keruntuhan geser tidak terjadi seketika
pada seluruh bidang gelincir melainkan
merambat melalui suatu titik. Massa
bergerak menggelincir diatas lapisan tanah
atau batuan asli dan terjadi pemisahan
(separasi) dari kedudukan semula. Sifat
gerakannya lambat.
Longsoran berdasarkan bidang gelincir
dibagi menjadi:
1. Longsor batas
Longsor batas dalah yang paling
sering dijumpai oleh para engineer
sipil. Longsoran jenis ini dapat
terjadi pada batuan maupun tanah.
Pada kondisi tanah homogen,
longsoran rotasi ini dapat berupa
busur lingkaran, tetapi dalamnya
sering dipengaruhi oleh adanya
diskontinuitas oleh adanya geser,
lapisan lembek, dan lain-lain.
Analisa kestabilan lereng yang
mengasumsikan bidang longsoran
4
berapa busur lingkaran dapat
menyimpang
jika
tidak
memperhatikan hal ini.
2. Longsor translasi
Dalam longsoran translasi suatu
massa bergerak sepanjang bidang
gelincir berbentuk bidang miring.
Perbedaan terhadap longsoran
rotasi dan translasi merupakan
kunci
penting
dalam
penanganannya. Gerakan dari
longsoran
translasi
umumnya
dikendalikan oleh permukaan yang
lembek. Longsoran translasi ini
dapat bersifat menerus dan luas
atau dalam blok.
2.2 Timbunan Jalan Pendekat Jembatan
(Oprit)
Timbunan jalan pendekat jembatan
yaitu segmen yang menghubungkan
konstruksi perkerasan dengan kepala
jembatan (Abutment). Dengan kata lain,
Oprit merupakan segmen sepanjang jalan
yang dibatasi oleh lebar, tinggi tertentu
sesuai alinyemen horizontal, alinyemen
vertikal dan besarnya kelandaian melintang
berdasarkan gambar rencana
.
Timbunan jalan pendekat berfungsi
sebagai pondasi dasar yang mendukung
lapisan pondasi bawah, bila lapis pondasi
bawah tidak ada, maka lapisan tanah dasar
mendukung langsung timbunan. Timbunan
jalan pendekat mempunyai kekuatan dan
keawetan tertentu.
Dalam penentuan tebal timbunan
nilai CBR dapat dikorelasikan terhadap
daya dukung tanah (DDT). Timbunan
Jalan pendekat harus dipadatkan lapis demi
lapis sesuai dengan ketentuan kepadatan
lapisan (SNI 03-2832-1992 dan SNI 031738-1989).
Tinggi
timbunan
harus
dipertimbangkan terhadap adanya bahaya
longsor, sebaiknya pada lahan mencukupi
dibuat kelandaian lereng alami dan apabila
tidak mencukupi harus dibuat konstruksi
penahan tanah.
Timbunan jalan pendekat harus
direncanakan sedemikian rupa, sehingga
mendukung terhadap kekuatan dan
5
g = percepatan gravitasi = 9,8
m/det2.
2.4. Desain Abutment
2.4.1 Pembebanan
Beban dari pelat lantai jembatan
diteruskan kepada abutment melalui
perletakan. Beban vertikal maksimum pada
perletakan
didapatkan
dari
analisa
perhitungan pelat lantai jembatan. Dari
perhitungan pembebanan tersebut dapat
ditentukan jenis pondasi apakah yang
cocok untuk abutment dan juga tipe
perletakan yang akan digunakan.
2.5. Pondasi Sumuran Pada Batuan
2.5.1 Umum
Pondasi Sumuran biasa disebut
juga dengan Pondasi Pier atau dalam hal
tertentu dapat disebut juga dengan pondasi
Bor-Pile . Pelaksanaan pondasi Sumuran
ini dapat dilakukan dengan membuat
lubang bor atau lubang galian terlebih
dahulu lalu diberi penulangan dan dicor
dengan beton.
Diameter
pondasi
seringkali
dibuat cukup besar (> 60 cm) untuk dapat
mendukung beban yang berat. Pembuatan
lubang bor dapat dilakukan dengan
menggunakan auger spiral yang diputar
dengan mesin dan dapat menembus lapisan
batuan. Lapisan batuan tersebut antara lain
seperti batu lempung (Claystone), batu
pasir (Sandstone), batu gamping (Chalk),
batu kapur (Limestone) atau batuan
terlapuk lainnya. (Moesdarjono Soetojo,
2009).
2.5.2 Prosedur Menentukan Kedalaman
Pondasi
Sumuran Pada Lapisan
Batuan
Ladanyi (1977) memberikan prosedur
untuk menentukan panjang L dimana tiang
pondasi
seharusnya
diletakkan
di
kedalaman lapisan batuan. Prosedur
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Tentukan diameter dari Sumuran
( = 2a), beban Ptotal dan kekuatan
hancur beton.
2. Diasumsikan bahwa beban yang
didukung oleh pondasi sampai di
4. Bandingkan harga
dengan ini
harga all yang bisa didapat dari
persamaan berikut:
6
panjang L yang memenuhi syarat
sebagai berikut:
BAB III
METODOLOGI
7
3.7 Perencanaan Abutment dan Pilar
Untuk menambah faktor keamanan
disarankan abutment diurug setinggi
elevasi perletakannya. Hal tersebut akan
memberikan akses yang bagus pada
konstruksi pelat jembatan (Childs, 1993).
Daya dukung tanah dasar yang diijinkan
didapatkan dari survey penyelidikan tanah.
Besarnya
tekanan
yang
diijinkan
bergantung pada dimensi pondasi dan
beban yang bekerja pada abutment
jembatan. Beberapa penyebab kegagalan
gelincir antara lain:
a.
Abutment dibangun pada tanah yang
rawan longsor.
b.
Struktur abutment berdiri di atas
tanah lempung yang besar daya
dukungnya berbanding lurus dengan
kedalamannya.
c.
Struktur abutment berdiri pada
lapisan yang kuat namun dibawah
lapisan kuat tersebut terdapat lapisan
yang rapuh.
d.
Struktur abutment didirikan pada
lapisan yang memiliki tekanan air
pori yang tinggi (dapat disebabkan
keadaan alam atau sumber buatan).
Jika tidak satupun dari tanda-tanda
diatas ditemukan maka analisa kegagalan
gelincir tidak perlu dilakukan.
3.8 Perencanaan Desain Pondasi
Design pondasi yang direncanakan
adalah pondasi Sumuran atau Bore Pile
untuk batuan. Pondasi didesain agar
didapatkan hasil yang paling efisien dan
sesuai dengan kondisi pada tanah dasar
masing-masing abutment dan pilar pada
Jembatan Kakap, Pacitan.
BAB IV
DATA & ANALISA DATA
4.1 Data Jembatan
4.1.1 Bentang Jembatan
1. Untuk balok memanjang pertama dan
ketiga menggunakan standard Bina
Marga BM 80 (Balok T). Panjang
balok bentang pertama dan ketiga
adalah 21 m.
Lebar Jembatan
Lebar jalan lalu lintas
Bahu Jalan
Lebar Trotoar
Lebar Total
: 2x3m
: 2 x 1,675 m
: 2 x 0,4 m
: 10,15 m
8
lengket, sebagian terubah menjadi kaolin.
Dijumpai juga komponen batu gamping
dalam lapisan yang tebalnya lebih dari 2
m.
Formasi
Wonosari
memiliki
kandungan antara lain, batu gamping
terumbu, batu gamping berlapis, batu
gamping mengeping, dan pasiran. Batu
gamping terumbu berwarna putih kelabu,
kompak, tak berlapis. Permukaannya
berlubang-lubang, membentuk struktur
lapis. Ragam bentuk bukit gamping
terumbunya dipengaruhi oleh jenis,
susunan litologi & strukturnya.Tebalnya
beragam, antara 10 m hingga lebih dari 25
m.
Data tanah yang digunakan adalah
data tanah dengan menggunakan Bore log,
SPT dari hasil test laboratorium.Pada titik
1 (BH4 / A1) dengan koordinat X :
521443.353 dan Y : 9088340.699, titik 2
(BH
3 / P1) dengan koordinat X :
521462.201 dan Y : 9088349.136, titik 3
(BH
2 / P2) dengan koordinat X :
521490.769 dan Y : 9088361.924, dan titik
4 (BH
1 / A2) dengan koordinat X :
521509.617 dan Y : 9088370.361. Dari
data Bore Log pada titik-titik di atas,
didapatkan klasifikasi tanah dasar sebagai
berikut:
BAB V
PERENCANAAN ABUTMENT
5.1. Umum
Abutment adalah bangunan yang
digunakan
sebagai
pondasi
untuk
jembatan. Dalam Perencanaan ini abutment
akan direncanakan untuk pondasi jembatan
di atas sungai dengan bentang 70 m, serta
menahan beban timbunan setinggi 8 m.
5.2 Pembebanan Abutment 1 (A.1)
5.2.1 Pembebanan Struktur Atas
9
Beban Mati
Ada dua jenis balok yang
digunakan pada jembatan ini. Pertama
adalah balok T standard Bina Marga BM
100 dengan panjang 21 m untuk bentang
pertama dan ketiga. Sedangkan yang kedua
adalah balok girder pratekan WIKA
dengan panjang 31 m.
Luas Tulangan:
As Perlu = x b x dx
= 0,00350 x 6500 x 722,5
= 16437 mm2
Digunakan Tulangan 35 25
As=
17181 mm2.
Dipasang D25 dengan jarak 180 mm.
Luas Tulangan memanjang:
As Perlu = x b x dx
= 0,0035 x 10150 x 722,5
= 25667 mm2
Digunakan Tulangan 55 25
As=
26998 mm2.
Dipasang D25 dengan jarak 180 mm.
10
5.5 Perencanaan
Dimensi
Pondasi
Sumuran
Dalam perencanaan awal diasumsikan
dimensi pondasi Sumuran adalah sebagai
berikut:
Diameter Sumuran = 3,5 m.
Kedalaman Sumuran = 5 m.
Kontrol Terhadap Daya Dukung dan
Perhitungan Pondasi Sumuran
Ambles
3,633.10-7 m
Penurunan setempat maksimum
yang diijinkan untuk pondasi dari
bangunan berbentuk tembok penahan atau
abutment yang memiliki tanah dasar pasir
adalah 2,5 cm. (Sowers & Sowers, 1961).
3,633.10-7 m < 2,5.10-2 m . Ok!
Keterangan:
Pend=Tekanan pada ujung bawah
pondasi Sumuran.
r=Poisson s ratio.
Er=Modulus elastisitas batuan.
(Tabel 5.6 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).
a= Radius pondasi Sumuran.
n = Faktor kedalaman relatif
(Tabel 9.1 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).
Kontrol Beban Maximum Sumuran
(Pmax)
Beban maksimum yang bekerja pada
satu sumuran, dihitung berdasarkan gaya aksial
dan momen yang bekerja pada sumuran.
Momen pada tiang dapat menyebabkan gaya
tekan atau tarik pada tiang, namun yang
diperhitungkan hanya gaya tekan karena gaya
tarik dianggap lebih kecil dari beban gravitasi
struktur, sehingga berlaku persamaan:
11
12
5.11
Luas Tulangan:
As Perlu = x b x dx
= 0,00494 x 3500 x 722.5
= 12572 mm2
Digunakan Tulangan 27 25 As=
29452 mm2.
Dipasang D25 dengan jarak 120 mm.
Luas Tulangan memanjang
As Perlu = x b x dx
= 0,00494 x 10150 x 722.5
= 36457 mm2
Digunakan Tulangan 76
25
As= 37306 mm2.
Dipasang D25 dengan jarak 130 mm.
1,12.10-7 m
1,12.10-7 m < 2,5.10-2 m . Ok!
Keterangan:
Pend=Tekanan pada ujung bawah
pondasi Sumuran.
r=Poisson s ratio.
Er=Modulus elastisitas batuan.
(Tabel 5.6 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).
a= Radius pondasi Sumuran.
n = Faktor kedalaman relatif
(Tabel 9.1 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).
13
5.11.3 Kontrol
Sumuran (Pmax)
Beban
Maximum
14
BAB VII
PERHITUNGAN PILAR
7.1 Pilar 1 (P.1)
Pilar adalah bangunan yang
digunakan sebagai penopang sekaligus
penghubung antar bentang dalam satu
jembatan. Dalam Perencanaan ini pilar
akan direncanakan untuk pondasi jembatan
di atas sungai dengan bentang 70 m.
7.2 Pembebanan Pilar 1
7.2.1 Pembebanan Struktur Atas
Beban Mati
7.3 Perencanaan
Dimensi
Pondasi
Sumuran
Dalam perencanaan awal diasumsikan
dimensi pondasi Sumuran adalah sebagai
berikut:
Diameter Sumuran = 3,5 m
Kedalaman Sumuran = 6 m
15
Vpada 1 sumuran
Beban
Maksimum
Vmax/n
(jumlah
Sumuran)
= 1986,961/2 = 993,481 t
q1sumuran > V1sumuran ok! (digunakan 2
buah pondasi sumuran).
7.3.2
Kontrol
(Penurunan)
Terhadap
Ambles
7.5 Penulangan Pilar
7.5.1 Penulangan Dinding Pilar
Untuk
Perencanaan
dinding
abutment
direncanakan
berdasarkan
momen yang terjadi dari beban kombinasi
dari tabel 7.7 7.10 didapatkan My max =
3,03E+10 tm, maka direncanakan tulangan
abutment sebagai berikut:
Luas Tulangan:
4,132.10-8 m
4,132.10-8 m < 2,5.10-2 m . Ok!
Keterangan:
Pend=Tekanan pada ujung bawah
pondasi Sumuran. (Digunakan
karena pondasi masuk ke lapisan
batuan/socketed).
D = Diameter Sumuran.
= Poisson s ratio beton.
As Perlu = x b x dx
= 0,0116 x 12500 x 906
= 131307,04 mm2
Digunakan Tulangan 130 36 As=
132324 mm2.
Dipasang D36 dengan jarak 90 mm.
Luas Tulangan memanjang:
As Perlu = x b x dx
= 0,0116 x 10150 x 906
= 106621,32 mm2
16
17
Kontrol Terhadap Daya Dukung dan
Perhitungan Pondasi Sumuran
Kontrol
Terhadap
(Penurunan)
Ambles
As Perlu = x b x dx
= 0,0121 x 13100 x 906
= 143490,31 mm2
Digunakan Tulangan 142 36 As=
144538 mm2
Dipasang D36 dengan jarak 90 mm.
Luas Tulangan memanjang:
4,162.10
-8
m
4,162.10-8 m < 2,5.10-2 m
. Ok!
Keterangan:
Pend=Tekanan pada ujung bawah
pondasi Sumuran. (Digunakan
karena pondasi masuk ke lapisan
batuan/socketed).
D = Diameter Sumuran.
= Poisson s ratio beton.
= Poisson s ratio batuan.
= tan (sudut geser antara
batuan & beton).
r=Poisson s ratio.
As Perlu = x b x dx
= 0,0121 x 10150 x 906
= 111177,61 mm2
Digunakan Tulangan 112 36 As=
114002,1 mm2.
Dipasang D36 dengan jarak 90 mm.
18
kedalaman 5 m sedangkan pada
abutment 2 diameternya adalah 3,5 m
dengan kedalaman 7 m. Untuk pilar 1
dan pilar 2, pondasi Sumuran dapat
direncanakan dengan diameter 3,5 m
dengan kedalaman 6 m.
8.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan,
maka penulis menyarankan bebrapa hal
sebagai berikut:
1. Sebaiknya lebih sering diadakan sosialisasi
atau seminar mengenai desain bangunan
diatas pondasi batuan, dengan tujuan agar
para teknisi dan engineer lebih memahami
konsep dasar dari pondasi pada lapisan
batuan.
2. Untuk studi selanjutnya agar meninjau
metode pelaksanaan di lapangan dan
analisa perhitungan biaya. Agar proyek ini
dapat diaplikasikan langsung di lapangan.