Anda di halaman 1dari 20

TUGAS AKHIR - RC 091380

PERENCANAAN ABUTMENT DAN PILAR TINGGI SERTA OPRIT


DAN RETAINING WALL PADA JEMBATAN KAKAP, PACITAN

AJI WIRAPATI
NRP 3106 100 012
Dosen Pembimbing:
Ir. Soewarno, M.Eng.
Ir. Moesdarjono Soetojo, M.Sc
Must a in Arif, ST., MT

JURUSAN TEKNIK SIPIL


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2010

PERENCANAAN ABUTMENT DAN PILAR TINGGI SERTA OPRIT


DAN RETAINING WALL PADA JEMBATAN KAKAP, PACITAN
Nama Mahasiswa
NRP
Jurusan
Dosen Pembimbing

: Aji Wirapati
: 3106 100 012
: Teknik Sipil FTSP - ITS
: Ir. Soewarno, M.Eng.
Ir. Moesdarjono Soetojo, M.Sc
Musta in Arif, ST., MT

ABSTRAK
Salah satu bagian dari pengembangan jalur lintas selatan propinsi Jawa Timur
adalah pembangunan Jembatan Kakap yang berada antara ruas Kabupaten Pacitan dan
Trenggalek (Km 11+735 11+835). Berdasarkan perencanaan awal, jembatan Kakap akan
menggunakan 2 buah abutmen dan 2 pilar yang memiliki ketinggian cukup besar dan
bervariasi.
Kedua abutment yang direncanakan memiliki ketinggian 8,45 m dan 9,95 m,
sedangkan kedua pilar memiliki ketinggian 12,4 m dan 13,1 m . Pondasi yang digunakan
dalam perencanaan ini adalah pondasi sumuran khusus untuk batuan.
Berdasarkan perhitungan, didapatkan diameter pondasi sumuran untuk abutment 1
adalah 3,5 m dengan kedalaman 5 m sedangkan pada abutment 2 diameternya adalah 3,5 m
dengan kedalaman 7 m. Untuk diameter pondasi Sumuran pada pilar adalah 3,5 m dengan
kedalaman 6 m. Baik Abutment maupun pilar, masing-masing menggunakan 2 buah pondasi
sumuran.
Dalam menganalisa pondasi pada batuan dibutuhkan proses klasifikasi sebelum
melakukan perhitungan pondasi. Salah satu metode klasifikasi batuan yang umum digunakan
adalah sistem RMR (Rock Mass Rating). Dengan metode ini dapat diketahui karakteristik
batuan, termasuk harga Kohesi (C) dan sudut geser () pada batuan.
Untuk menganalisa kestabilan retaining wall dan oprit di belakang abutment akan
digunakan program perhitungan Soil and Rocks Mechanics yaitu Plaxis V 8.2.

Kata Kunci : Jembatan Kakap, abutment, pilar tinggi, retaining wall, pondasi batuan,
RMR, Plaxis V 8.2.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jalur lintas selatan Pulau Jawa
merupakan salah satu jaringan jalan yang
terpenting di Pulau Jawa. Hal ini
dikarenakan jalur lintas selatan merupakan
penghubung utama antara berbagai kota
yang berada di bagian selatan Pulau Jawa.
Seiring dengan pesatnya perkembangan
perekonomian dan penduduk Pulau Jawa,

maka jalur ini memerlukan adanya


perkembangan jaringan. Pengembangan
jaringan jalan Lintas Selatan Jawa, dimulai
dari Banten - Jawa Barat - Jawa Tengah D.I. Yogyakarta - Jawa Timur. Untuk
Provinsi Jawa Timur, dimulai dari Kota
Pacitan - Trenggalek - Tulungagung Blitar - Malang - Jember - Banyuwangi.
Tujuan utama dari pengembangan ini
adalah:
Untuk mengembangkan regional
wilayah selatan Pulau Jawa.

2
Memperlancar transportasi Jawa
Timur bagian selatan.
Mengurangi beban lalu lintas,
terutama Jawa Timur bagian utara
dan tengah.
Meningkatkan obyek pariwisata
khususnya daerah pantai selatan
Pulau Jawa.
Berdasarkan tataan fisiografi Van
Bemmelen
(1949),
daerah
Pacitan
termasuk dalam lajur pegunungan selatan
Jawa Timur. Morfologi wilayah Pacitan
dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
perbukitan, kras dan dataran. Penyusun
utama dari batuan Pacitan adalah batu
kapur (limestone).
Salah
satu
bagian
dari
pengembangan jalur lintas selatan adalah
pembangunan jembatan Kakap yang
berada antara ruas Kabupaten Pacitan dan
Trenggalek (Km 11+735
11+835).
Jembatan ini dibangun melintasi jurang
yang memiliki kedalaman 20 m dan
panjang 150 m, sehingga dibutuhkan
abutment dan pilar yang cukup tinggi
untuk menopang struktur jembatan ini.
Berdasarkan perencanaan, jembatan Kakap
akan menggunakan dua buah abutmen dan
dua pilar yang memiliki ketinggian cukup
besar dan bervariasi. Hal tersebut bertujuan
agar jembatan ini dapat menggunakan
bentang yang pendek (tidak lebih dari 40
meter).
Dua abutment yang direncanakan
memiliki ketinggian 8,45 m dan 9,95 m,
sedangkan kedua pilar memiliki ketinggian
12,4 m dan 13,1 m. Untuk itu diperlukan
analisa dan perencanaan khusus mengingat
besarnya ketinggian abutment dan pilar
yang akan dibangun.
Selain beberapa permasalahan di
atas, hal lain yang perlu diperhatikan
adalah kontur di sekitar jembatan yang
terjal dan tidak rata sehinnga dibutuhkan
urugan setinggi 8 m agar elevasi tanah
dasar dapat sesuai dengan elevasi pelat
lantai jembatan yang direncanakan. Untuk
urugan tinggi tersebut dibutuhkan tembok

penahan yang cukup tinggi dan kuat untuk


menahan beban urugan sendiri dan juga
beban lalu lintas.
Sebagai pemecahan bagi berbagai
permasalahan diatas, maka dalam TA ini
akan dibahas bagaimana perencanaan dan
analisa abutment dan pilar tinggi tersebut
beserta timbunan tinggi dan retaining wallnya yang berada pada Jembatan Kakap.
Perencanaan ini harus dibuat sedemikian
rupa hingga abutment dan pilar tinggi
dapat berdiri dengan kokoh serta stabil dan
mampu menopang jembatan Kakap. Selain
itu timbunan dan tembok penahan tanah
yang berada pada kedua ujung jembatan
juga harus dapat berdiri dengan stabil.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, masalah yang
akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut:
1. Analisa desain dan perhitungan
abutment dan pilar tinggi agar dapat
menopang Jembatan Kakap.
2. Jenis dan dimensi tembok penahan
tanah yang efisien untuk menahan
timbunan di belakang abutment.
3. Analisa kestabilan retaining wall dan
oprit dengan menggunakan program
perhitungan Plaxis V8.2.
4. Perhitungan diameter dan kedalaman
pondasi Sumuran pada Abutment dan
pilar yang memiliki karakter tanah
dasar
bervariasi,
bilamana
diperlukan.
1.3 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah:
1. Dapat
merencanakan
struktur
abutment dan pilar tinggi beserta
penulangannya
agar
dapat
menopang struktur atas Jembatan
Kakap.
2. Dapat merencanakan timbunan
serta jenis tembok penahan tanah
yang efisien untuk menahan
timbunan di belakang abutment
Jembatan Kakap.

3
3. Dapat menganalisa kestabilan
retaining wall dan oprit dengan
menggunakan program perhitungan
Plaxis V8.2.
4. Merencanakan
diameter
dan
kedalaman pondasi Sumuran untuk
Abutment dan pilar pada Jembatan
kakap sesuai dengan karakteristik
tanah
dasar
masing-masing,
bilamana diperlukan.
1.4
Batasan Masalah
Beberapa batasan masalah yang
didefinisikan dalam pembuatan Tugas
Akhir ini antara lain:
1. Tidak
membahas
perhitungan
superstructure jembatan.
2. Tidak
membahas
metode
pelaksanaan dan anggaran biaya
pelaksanaan.
3. Tidak
membahas
perhitungan
geometri jalan dan perkerasan baik
pada jembatan maupun pada daerah
setelah jembatan.
4. Tidak Merencanakan drainase
jalan.
5. Tidak membandingkan dengan
alternatif lain diluar alternatif
dalam tugas akhir ini.
6. Beban perkerasan jalan dan beban
kendaraan
diatas
timbunan
dianggap sebagai beban terbagi
merata.
7. Untuk balok memanjang jembatan,
pada bentang pertama dan ketiga
digunakan balok T BM 100.
Sedangkan untuk bentang kedua
(tengah) digunakan balok girder
pratekan dari WIKA.
1.5 Manfaat
Hasil perencanaan abutment dan
pilar serta timbunan dan tembok penahan
tanah ini akan sangat berguna sebagai
referensi dalam pembangunan Jembatan
Kakap dan beberapa jembatan lain yang
memiliki tipikal kemiripan dengan
jembatan Kakap di sepanjang jalur lintas
selatan Jawa Timur.

Lokasi

Gambar 1.1: Peta Lokasi


Pembangunan Jembatan Kakap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Longsoran (Sliding)
Longsoran adalah suatu proses
perpindahan massa tanah atau batuan
dengan arah miring dari kedudukan semula
(sehingga terpisah dari massa yang
mantap) karena pengaruh gravitasi dengan
gerakan berbentuk rotasi dan translasi.
Dalam longsoran sebenarnya, gerakan ini
terdiri dari perpindahan secara geser dan
peralihan sepanjang suatu bidang atau
beberapa bidang gelincir yang dapat
nampak secara visual. Gerakan ini dapat
bersifat progresif yang berarti bahwa
keruntuhan geser tidak terjadi seketika
pada seluruh bidang gelincir melainkan
merambat melalui suatu titik. Massa
bergerak menggelincir diatas lapisan tanah
atau batuan asli dan terjadi pemisahan
(separasi) dari kedudukan semula. Sifat
gerakannya lambat.
Longsoran berdasarkan bidang gelincir
dibagi menjadi:
1. Longsor batas
Longsor batas dalah yang paling
sering dijumpai oleh para engineer
sipil. Longsoran jenis ini dapat
terjadi pada batuan maupun tanah.
Pada kondisi tanah homogen,
longsoran rotasi ini dapat berupa
busur lingkaran, tetapi dalamnya
sering dipengaruhi oleh adanya
diskontinuitas oleh adanya geser,
lapisan lembek, dan lain-lain.
Analisa kestabilan lereng yang
mengasumsikan bidang longsoran

4
berapa busur lingkaran dapat
menyimpang
jika
tidak
memperhatikan hal ini.
2. Longsor translasi
Dalam longsoran translasi suatu
massa bergerak sepanjang bidang
gelincir berbentuk bidang miring.
Perbedaan terhadap longsoran
rotasi dan translasi merupakan
kunci
penting
dalam
penanganannya. Gerakan dari
longsoran
translasi
umumnya
dikendalikan oleh permukaan yang
lembek. Longsoran translasi ini
dapat bersifat menerus dan luas
atau dalam blok.
2.2 Timbunan Jalan Pendekat Jembatan
(Oprit)
Timbunan jalan pendekat jembatan
yaitu segmen yang menghubungkan
konstruksi perkerasan dengan kepala
jembatan (Abutment). Dengan kata lain,
Oprit merupakan segmen sepanjang jalan
yang dibatasi oleh lebar, tinggi tertentu
sesuai alinyemen horizontal, alinyemen
vertikal dan besarnya kelandaian melintang
berdasarkan gambar rencana
.
Timbunan jalan pendekat berfungsi
sebagai pondasi dasar yang mendukung
lapisan pondasi bawah, bila lapis pondasi
bawah tidak ada, maka lapisan tanah dasar
mendukung langsung timbunan. Timbunan
jalan pendekat mempunyai kekuatan dan
keawetan tertentu.
Dalam penentuan tebal timbunan
nilai CBR dapat dikorelasikan terhadap
daya dukung tanah (DDT). Timbunan
Jalan pendekat harus dipadatkan lapis demi
lapis sesuai dengan ketentuan kepadatan
lapisan (SNI 03-2832-1992 dan SNI 031738-1989).
Tinggi
timbunan
harus
dipertimbangkan terhadap adanya bahaya
longsor, sebaiknya pada lahan mencukupi
dibuat kelandaian lereng alami dan apabila
tidak mencukupi harus dibuat konstruksi
penahan tanah.
Timbunan jalan pendekat harus
direncanakan sedemikian rupa, sehingga
mendukung terhadap kekuatan dan

kestabilan konstruksi kepala jembatan.


Khusus untuk timbunan jalan pendekat
dengan timbunan tanah yang tinggi,
konstruksi
penahan
tanah
sangat
diperlukan agar badan jalan tidak longsor.
Perimbangan
perencanaan
timbunan
jalan
pendekat
terhadap
alinyemen horizontal harus direncanakan
sesuai dengan keamanan lalu lintas dan
perpanjangan
jembatan
terhadap
sungainya.Pertimbangan timbunan jalan
pendekat terhadap alinyemen vertical
tergantung pada muka air tertinggi, muka
air banjir dan kelandaian memanjang yang
sebaiknya tidak melebihi 5%.
2.3. Perhitungan Scouring (Gerusan)
Local scour terjadi karena arus
pusaran, sebagai akibat dari gangguan
terhadap aliran air dan akan terjadi pada
dasar sungai disekitar pilar
dan
embankment
jembatan.
Penempatan
elevasi alas pondasi haruslah disesuaikan
dengan rencana denah dan rencana
penampang sungai serta memperhatikan
kemungkinan
terjadinya
penurunan
permukaan dasar sungai akibat scouring
(penggerusan) oleh arus sungai .
Jadi kita dapat menentukan elevasi
alas pondasi dari abutment maupun pilar
jembatan harus di bawah daripada
perkiraan kedalaman gerusan sungai.
Elevasi alas pondasi = batas dasar sungai
terendah + batas
perkiraan
kedalaman gerusan
Adapun perumusan Scouring :
0 , 65
St
a
0 , 45
2.
Fr
d
d
v
Fr
g .d
dimana : St = kedalaman gerusan /
scouring ( m )
d = tinggi air
a = lebar pilar
Fr = angka Froude
v = kecepatan arus sungai ratarata ( m/det )

5
g = percepatan gravitasi = 9,8
m/det2.
2.4. Desain Abutment
2.4.1 Pembebanan
Beban dari pelat lantai jembatan
diteruskan kepada abutment melalui
perletakan. Beban vertikal maksimum pada
perletakan
didapatkan
dari
analisa
perhitungan pelat lantai jembatan. Dari
perhitungan pembebanan tersebut dapat
ditentukan jenis pondasi apakah yang
cocok untuk abutment dan juga tipe
perletakan yang akan digunakan.
2.5. Pondasi Sumuran Pada Batuan
2.5.1 Umum
Pondasi Sumuran biasa disebut
juga dengan Pondasi Pier atau dalam hal
tertentu dapat disebut juga dengan pondasi
Bor-Pile . Pelaksanaan pondasi Sumuran
ini dapat dilakukan dengan membuat
lubang bor atau lubang galian terlebih
dahulu lalu diberi penulangan dan dicor
dengan beton.
Diameter
pondasi
seringkali
dibuat cukup besar (> 60 cm) untuk dapat
mendukung beban yang berat. Pembuatan
lubang bor dapat dilakukan dengan
menggunakan auger spiral yang diputar
dengan mesin dan dapat menembus lapisan
batuan. Lapisan batuan tersebut antara lain
seperti batu lempung (Claystone), batu
pasir (Sandstone), batu gamping (Chalk),
batu kapur (Limestone) atau batuan
terlapuk lainnya. (Moesdarjono Soetojo,
2009).
2.5.2 Prosedur Menentukan Kedalaman
Pondasi
Sumuran Pada Lapisan
Batuan
Ladanyi (1977) memberikan prosedur
untuk menentukan panjang L dimana tiang
pondasi
seharusnya
diletakkan
di
kedalaman lapisan batuan. Prosedur
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Tentukan diameter dari Sumuran
( = 2a), beban Ptotal dan kekuatan
hancur beton.
2. Diasumsikan bahwa beban yang
didukung oleh pondasi sampai di

ujung bawah pondasi adalah nol


(Pend= 0). Kemudian tentukan
panjang maximum dari tiang
Sumuran yang masuk ke dalam
lapisan batuan (Lmax) dengan
rumusan:

Dengan menggunakan asumsi lagi untuk


panjang L2 < L1, gunakan rumusan (2.39)
untuk
menghitung
harga
, nilai ini menjadi
unit titik di ujung bawah pondasi
Sumuran.

Bandingkan harga dari


dengan
daya dukung yang diijinkan dari batuan
qp(all). Untuk menentukan harga daya
dukung batuan yang diijinkan ini dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
perumusan yang dijelaskan pada buku
Teknik Pondasi Pada Lapisan Batuan
bab 9.3.4. Apabila harga
> qp(all),
maka kembali ke langkah no.3 dan
membuat asumsi baru untuk harga L2.
3. Apabila harga
< qp(all),
maka hitung harga kekuatan geser
yang terjadi sepanjang selubung
tiang pondasi sumuran yang masuk
dalam lapisan batuan tersebut
dalam perhitungan terakhir. Harga
tersebut
dapat
digunakan
perumusan sebagai berikut:

4. Bandingkan harga
dengan ini
harga all yang bisa didapat dari
persamaan berikut:

FS = angka keamanan (Factor of


Safety).
5. Ulangi langkah dari no. 3 no. 6
di atas untuk mendapatkan harga

6
panjang L yang memenuhi syarat
sebagai berikut:
BAB III
METODOLOGI

3.3 Studi Literatur


Untuk menunjang pengetahuan
tentang desain abutment dan pilar tinggi
serta oprit dan retaining wall, maka
diperlukan pengumpulan referensi. Adanya
referensi
akan
mempermudah
dan
membantu dalam penyelesaian Tugas
Akhir ini. Referensi yang didapat berasal
dari buku diktat kuliah, buku-buku yang
berhubungan dengan penyelesaian Tugas
Akhir ini serta dari internet. Referensi yang
diperlukan antara lain:
a. Referensi
tentang
perencanaan
desain abutment dan pilar tinggi.
b. Referensi
tentang
perencanaan
desain oprit dan retaining wall.
c. Referensi
tentang
perencanaan
design pondasi Sumuran pada
batuan.
d. Referensi Permodelan dan analisa
dengan
menggunakan
program
perhitungan Plaxis V8.2.

3.4 Pengumpulan dan Analisa Data


Lapangan
Beberapa data yang diperlukan
dalam proses perhitungan antara lain:
1. Layout rencana proyek jembatan
Kakap
Data layout yang digunakan dalam
perencanaan
abutment,
oprit,
retaining wall serta pilar jembatan
Kakap dalam Tugas Akhir ini
diperoleh
dari
Departemen
Pekerjaan Umum Bina Marga
Propinsi Jawa Timur.
2. Data tanah dasar
Data tanah dasar daerah perbatasan
Pacitan dan Trenggalek ini diambil
dari Departemen Pekerjaan Umum
Bina Marga Propinsi Jawa Timur.
3. Data timbunan, meliputi: dimensi
timbunan (tinggi, lebar atas dan
bawah, kemiringan talud), material
timbunan ( t, , Cu) .
3.5 Perhitungan Beban
Beban
yang
dihitung
pada
perencanaan ini meliputi beban dari
struktur atas jembatan dan beban-beban
lain yang bekerja pada masing-masing
abutment dan pilar. Beban-beban tersebut
digunakan untuk mendesain dimensi
abutment dan pilar dan pondasi agar
didapatkan dimensi akhir yang efisien.
3.6 Penentuan Jenis Retaining Wall
Dinding penahan tanah merupakan
struktur yang digunakan untuk mencegah
material agar tidak longsor menurut
kemiringan alamnya. Struktur dinding
biasanya digunakan untuk menopang
tanah,air, material tambang dan lain
sebagainya. Kontrol stabilitas dinding
penahan tanah idealnya mencakup:
1. Kontrol terhadap geser (horizontal
displacement), F
1,2.
2. Kontrol terhadap guling/ rotasi, F
1,2.
3. Kontrol terhadap daya dukung
sebagai pondasi, F 1,2.
Untuk
menganalisa
kestabilan
Retaining Wall dan oprit, pada Tugas
Akhir ini digunakan program bantu Plaxis
V8.2.

7
3.7 Perencanaan Abutment dan Pilar
Untuk menambah faktor keamanan
disarankan abutment diurug setinggi
elevasi perletakannya. Hal tersebut akan
memberikan akses yang bagus pada
konstruksi pelat jembatan (Childs, 1993).
Daya dukung tanah dasar yang diijinkan
didapatkan dari survey penyelidikan tanah.
Besarnya
tekanan
yang
diijinkan
bergantung pada dimensi pondasi dan
beban yang bekerja pada abutment
jembatan. Beberapa penyebab kegagalan
gelincir antara lain:
a.
Abutment dibangun pada tanah yang
rawan longsor.
b.
Struktur abutment berdiri di atas
tanah lempung yang besar daya
dukungnya berbanding lurus dengan
kedalamannya.
c.
Struktur abutment berdiri pada
lapisan yang kuat namun dibawah
lapisan kuat tersebut terdapat lapisan
yang rapuh.
d.
Struktur abutment didirikan pada
lapisan yang memiliki tekanan air
pori yang tinggi (dapat disebabkan
keadaan alam atau sumber buatan).
Jika tidak satupun dari tanda-tanda
diatas ditemukan maka analisa kegagalan
gelincir tidak perlu dilakukan.
3.8 Perencanaan Desain Pondasi
Design pondasi yang direncanakan
adalah pondasi Sumuran atau Bore Pile
untuk batuan. Pondasi didesain agar
didapatkan hasil yang paling efisien dan
sesuai dengan kondisi pada tanah dasar
masing-masing abutment dan pilar pada
Jembatan Kakap, Pacitan.

BAB IV
DATA & ANALISA DATA
4.1 Data Jembatan
4.1.1 Bentang Jembatan
1. Untuk balok memanjang pertama dan
ketiga menggunakan standard Bina
Marga BM 80 (Balok T). Panjang
balok bentang pertama dan ketiga
adalah 21 m.

2. Untuk balok memanjang kedua


(bagian
tengah
bentang)
menggunakan
Girder
Pratekan
WIKA. Panjang balok bentang kedua
adalah 31 m.
4.1.2
1.
2.
3.
4.

Lebar Jembatan
Lebar jalan lalu lintas
Bahu Jalan
Lebar Trotoar
Lebar Total

: 2x3m
: 2 x 1,675 m
: 2 x 0,4 m
: 10,15 m

4.1.3 Gelagar Utama


Jumlah gelagar memanjang utama
pada jembatan adalah 15 buah yang dibagi
menjadi 3 bagian, sehingga setiap bagian
masing-masing memiliki 5 gelagar. Pada
bagian pertama dan ketiga (tepi) jarak
antar gelagar adalah 1,85 m, sedangkan
pada bagian kedua (tengah) jarak antar
gelagar adalah 2,3 m.
4.1.4 Jenis Perletakan
Jenis Perletakan yang digunakan
pada jembatan ini adalah perletakan yang
terbuat dari bahan karet sintetik (biasa
dikenal
dengan
nama
Bearing
Pad/Elastomere/Biprene/Neoprene) yang
dilapisi dengan pelat baja tipis. Pemakaian
perletakan ini harus mencantumkan
spesifikasi kekuatan bahan dari perusahaan
yang bersangkutan atau hasil uji
laboratorium dengan ijin direksi.
4.2 Data Tanah Dasar
4.2.1 Morfologi Tanah Dasar
Stratigrafi tanah dasar Pacitan
terdiri dari beberapa formasi antara lain,
formasi Kalipucung, formasi Wonosari,
formasi Nampol, formasi Wuni, formasi
Jaten dll. Karena hasil pengeboran hanya
mencapai formasi Wonosari
maka
pembahasan stratigrafi dibatasi hanya
untuk formasi Kalipucung & Wonosari.
Formasi Kalipucung memiliki
kandungan utama batuan konglomerat dan
lempung. Konglomerat yang berwarna
coklat kekuningan disusun oleh komponen
batu gamping, batu pasir, batu lempung,
tuf dan batuan gunung api. Tebal
lapisannya berkisar antara 0,5
1 m.
Lempung berwarna kelabu atau kebiruan,

8
lengket, sebagian terubah menjadi kaolin.
Dijumpai juga komponen batu gamping
dalam lapisan yang tebalnya lebih dari 2
m.
Formasi
Wonosari
memiliki
kandungan antara lain, batu gamping
terumbu, batu gamping berlapis, batu
gamping mengeping, dan pasiran. Batu
gamping terumbu berwarna putih kelabu,
kompak, tak berlapis. Permukaannya
berlubang-lubang, membentuk struktur
lapis. Ragam bentuk bukit gamping
terumbunya dipengaruhi oleh jenis,
susunan litologi & strukturnya.Tebalnya
beragam, antara 10 m hingga lebih dari 25
m.
Data tanah yang digunakan adalah
data tanah dengan menggunakan Bore log,
SPT dari hasil test laboratorium.Pada titik
1 (BH4 / A1) dengan koordinat X :
521443.353 dan Y : 9088340.699, titik 2
(BH
3 / P1) dengan koordinat X :
521462.201 dan Y : 9088349.136, titik 3
(BH
2 / P2) dengan koordinat X :
521490.769 dan Y : 9088361.924, dan titik
4 (BH
1 / A2) dengan koordinat X :
521509.617 dan Y : 9088370.361. Dari
data Bore Log pada titik-titik di atas,
didapatkan klasifikasi tanah dasar sebagai
berikut:

4.2.2 Klasifikasi Tanah Dasar


Berdasarkan rating dengan menggunakan
metode RMR (Bieniawski, 1989) maka
didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Tanah dasar pada abutment 1 dan
2:
Tabel 4.5: Nilai RMR A1 & A2

Dari hasil RMR maka dapat disimpulkan


bahwa batuan tersebut merupakan batuan
kelas II (poor Rock). Harga C (cohesi) =
163,16 kPa & = 210.
a. Tanah dasar pada pilar 1 & 2:
Tabel 4.6: Nilai RMR P1 & P2.
BAB V

Dari hasil RMR maka dapat disimpulkan


bahwa batuan tersebut merupakan batuan kelas
III (Fair Rock). Harga C (cohesi) = 236,84 kPa
& = 290.

BAB V
PERENCANAAN ABUTMENT
5.1. Umum
Abutment adalah bangunan yang
digunakan
sebagai
pondasi
untuk
jembatan. Dalam Perencanaan ini abutment
akan direncanakan untuk pondasi jembatan
di atas sungai dengan bentang 70 m, serta
menahan beban timbunan setinggi 8 m.
5.2 Pembebanan Abutment 1 (A.1)
5.2.1 Pembebanan Struktur Atas

9
Beban Mati
Ada dua jenis balok yang
digunakan pada jembatan ini. Pertama
adalah balok T standard Bina Marga BM
100 dengan panjang 21 m untuk bentang
pertama dan ketiga. Sedangkan yang kedua
adalah balok girder pratekan WIKA
dengan panjang 31 m.

Gambar 5.1: Cross Section


Penampang Balok Girder

Gambar 5.6: Desain Struktur Abutment 1

Luas Tulangan:
As Perlu = x b x dx
= 0,00350 x 6500 x 722,5
= 16437 mm2
Digunakan Tulangan 35 25
As=
17181 mm2.
Dipasang D25 dengan jarak 180 mm.
Luas Tulangan memanjang:
As Perlu = x b x dx
= 0,0035 x 10150 x 722,5
= 25667 mm2
Digunakan Tulangan 55 25
As=
26998 mm2.
Dipasang D25 dengan jarak 180 mm.

Gambar 5.10: Penulangan Abutment 1

10
5.5 Perencanaan
Dimensi
Pondasi
Sumuran
Dalam perencanaan awal diasumsikan
dimensi pondasi Sumuran adalah sebagai
berikut:
Diameter Sumuran = 3,5 m.
Kedalaman Sumuran = 5 m.
Kontrol Terhadap Daya Dukung dan
Perhitungan Pondasi Sumuran

Daya dukung untuk keruntuhan


geser menyeluruh (General Shear Failure)
dapat diestimasikan dengan menggunakan
teori daya dukung Terzaghi & Buisman
(1943) sebagai berikut:
Dari data tanah dasar diperoleh:
= 210, maka berdasarkan interpolasi
dari nilai pada tabel Caquot & Kerisel
didapatkan:
o N = tan2 (450 + /2)
= tan2 (450 + 210/2)
= 2,12
o Nc =
=
= 10,9
o Koreksi untuk pondasi Bulat
(Sowers 1979):
Cc x Nc = 1,2 x 10,9 = 10,9
o N =
=
= 5,1
o Koreksi untuk pondasi Bulat
(Sowers 1979):
C x N = 0,7 x 5,1 = 3,6
o Nq = N2 = 2,122 = 4,5
C = 163,16 Kpa = 16,316 t/m2 ,
dengan dimensi sumuran:
B = 3,5 m, L = 10,15 m dan D = 5 m.
Batu kapur memiliki harga dry= 2,7
g/cm3 (sumber: Richard E. Goodman,
Introduction to Rock Mechanics ,
1989 hal 33).
Maka daya dukung dapat dianalisa
sebagai berikut:

Vpada 1 sumuran = Vmax/2


= (594,516)/2
=297,258 t
q1sumuran > V1sumuran .ok! (Digunakan 2
buah pondasi sumuran).
Kontrol
Terhadap
(Penurunan)

Ambles

Poulos & Davis (1968) dan


Goodman (1960) mengenalkan persamaan
penurunan
(settlement)
dengan
menggunakan faktor kedalaman (n) untuk
ujung pondasi Sumuran atau pondasi tiang
yang diletakkan pada lapisan batuan yang
berada pada permukaan tanah. Rumus
tersebut adalah sebagai berikut:

3,633.10-7 m
Penurunan setempat maksimum
yang diijinkan untuk pondasi dari
bangunan berbentuk tembok penahan atau
abutment yang memiliki tanah dasar pasir
adalah 2,5 cm. (Sowers & Sowers, 1961).
3,633.10-7 m < 2,5.10-2 m . Ok!
Keterangan:
Pend=Tekanan pada ujung bawah
pondasi Sumuran.
r=Poisson s ratio.
Er=Modulus elastisitas batuan.
(Tabel 5.6 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).
a= Radius pondasi Sumuran.
n = Faktor kedalaman relatif
(Tabel 9.1 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).
Kontrol Beban Maximum Sumuran
(Pmax)
Beban maksimum yang bekerja pada
satu sumuran, dihitung berdasarkan gaya aksial
dan momen yang bekerja pada sumuran.
Momen pada tiang dapat menyebabkan gaya
tekan atau tarik pada tiang, namun yang
diperhitungkan hanya gaya tekan karena gaya
tarik dianggap lebih kecil dari beban gravitasi
struktur, sehingga berlaku persamaan:

11

5.9 Abutment 2 (A.2)


Abutment
adalah
bangunan
yang
digunakan
sebagai
pondasi
untuk
jembatan. Dalam Perencanaan ini abutment
akan direncanakan untuk pondasi jembatan
di atas sungai dengan bentang 70 m, serta
menahan beban timbunan setinggi 8 m.
5.10 Pembebanan Abutment 2
5.10.1 Pembebanan Struktur Atas
Beban Mati

Ada dua jenis balok yang


digunakan pada jembatan ini. Pertama
adalah balok T standard Bina Marga BM
100 dengan panjang 21 m untuk bentang
pertama dan ketiga. Sedangkan yang kedua
adalah balok girder pratekan WIKA
dengan panjang 31 m.

Gambar 5.13: Cross Section


Penampang Balok Girder

Gambar 5.18: Desain Struktur


Abutment A.2

12

5.11

Perencanaan Dimensi Pondasi


Sumuran
Dalam perencanaan awal diasumsikan
dimensi pondasi Sumuran adalah sebagai
berikut:
Diameter Sumuran = 3,5 m.
Kedalaman Sumuran = 7 m.

5.11.1 Kontrol Terhadap Daya Dukung


Tanah dasar pada abutment 2
identik dengan abutment 1, maka daya
dukung dapat dianalisa sebagai berikut:

Luas Tulangan:

As Perlu = x b x dx
= 0,00494 x 3500 x 722.5
= 12572 mm2
Digunakan Tulangan 27 25 As=
29452 mm2.
Dipasang D25 dengan jarak 120 mm.
Luas Tulangan memanjang

As Perlu = x b x dx
= 0,00494 x 10150 x 722.5
= 36457 mm2
Digunakan Tulangan 76
25
As= 37306 mm2.
Dipasang D25 dengan jarak 130 mm.

Vpada 1 sumuran = Vmax/2


= (644,846)/2
=322,423 t
q1sumuran > V1sumuran .ok! (Digunakan 2
buah pondasi sumuran).
5.11.2 Kontrol Terhadap Ambles
(Penurunan)

1,12.10-7 m
1,12.10-7 m < 2,5.10-2 m . Ok!
Keterangan:
Pend=Tekanan pada ujung bawah
pondasi Sumuran.
r=Poisson s ratio.
Er=Modulus elastisitas batuan.
(Tabel 5.6 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).
a= Radius pondasi Sumuran.
n = Faktor kedalaman relatif
(Tabel 9.1 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).

Gambar 5.22: Penulangan Abutment 2

13
5.11.3 Kontrol
Sumuran (Pmax)

Beban

Maximum

Gambar 6.4: Total displacements pada


timbunan
BAB VI
ANALISA OPRIT & RETAINING
WALL
6.1. Analisa Oprit & Retaining Wall
(R.1)
Desain retaining wall yang akan
direncanakan adalah sebagai berikut:

6.2. Analisa Oprit & Retaining Wall


(R.2)
Desain retaining wall yang akan
direncanakan adalah sebagai berikut:

Gambar 6.5: Layout Oprit & Retaining

Gambar 6.1: Layout Oprit & Retaining


Wall (R.1)
Oprit & retaining wall akan di
desain menggunakan software Plaxis 8.2.
Kalkulasi dan Penentuan Nilai Safety
Factor
Setelah semua parameter selesai di
input, maka tahap kalkulasi dapat
dijalankan. Dari hasil (output)
kalkulasi dapat dilihat gaya-gaya
pada timbunan serta nilai safety
factor.
Untuk Oprit & Retaining Wall 1,
semua phase dapat dijalankan serta
didapatkan nilai SF = 1,3.

Oprit & retaining wall akan di


desain menggunakan software Plaxis 8.2.
Untuk Oprit & Retaining Wall 2, semua
phase dapat dijalankan serta didapatkan
nilai SF = 1,229.

Gambar 6.8: Total displacements


pada timbunan

14
BAB VII
PERHITUNGAN PILAR
7.1 Pilar 1 (P.1)
Pilar adalah bangunan yang
digunakan sebagai penopang sekaligus
penghubung antar bentang dalam satu
jembatan. Dalam Perencanaan ini pilar
akan direncanakan untuk pondasi jembatan
di atas sungai dengan bentang 70 m.
7.2 Pembebanan Pilar 1
7.2.1 Pembebanan Struktur Atas
Beban Mati

Gambar 7.1: Cross Section


Penampang Balok Girder
7.2.2 Pembebanan Struktur Bawah

7.3 Perencanaan
Dimensi
Pondasi
Sumuran
Dalam perencanaan awal diasumsikan
dimensi pondasi Sumuran adalah sebagai
berikut:
Diameter Sumuran = 3,5 m
Kedalaman Sumuran = 6 m

7.3.1 Kontrol Terhadap Daya Dukung


Daya dukung untuk keruntuhan
geser menyeluruh (General Shear Failure)
dapat diestimasikan dengan menggunakan
teori daya dukung Terzaghi & Buisman
(1943) sebagai berikut:
Gambar 7.6: Desain Pilar 1

Dari data tanah dasar diperoleh:


= 290, maka berdasarkan
perhitungan didapatkan:
o N = tan2 (450 + /2)
= tan2 (450 + 290/2)
= 2,88
o Nc =
=
= 13,17
o Koreksi untuk pondasi Bulat
(Sowers 1979):
Cc x Nc = 1,2 x 13,17 = 15,8
o N =
=
= 12,38
o Koreksi untuk pondasi Bulat
(Sowers 1979):

15

C x N = 0,7 x 12,38 = 8,67


Nq = N2 = 2,882 = 8,29

C = 236,84 Kpa = 23,684 t/m2 ,


dengan dimensi sumuran:
B = 3,5 m, L = 10,15 m dan D = 6 m.
Batu kapur memiliki harga dry= 2,7
g/cm3 (sumber: Richard E. Goodman,
Introduction to Rock Mechanics ,
1989 hal 33).
Maka daya dukung dapat dianalisa
sebagai berikut:

= Poisson s ratio batuan.


= tan (sudut geser antara
batuan & beton).
r=Poisson s ratio.
Er/Ec = Ratio Modulus.
Er=Modulus elastisitas batuan
(Tabel 5.6 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).
a= Radius pondasi Sumuran.
n = Faktor kedalaman relatif
(Tabel 9.1 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).
7.3.3 Kontrol
Sumuran (Pmax)

Vpada 1 sumuran

Beban

Maksimum

Vmax/n
(jumlah
Sumuran)
= 1986,961/2 = 993,481 t
q1sumuran > V1sumuran ok! (digunakan 2
buah pondasi sumuran).

7.3.2
Kontrol
(Penurunan)

Terhadap

Ambles
7.5 Penulangan Pilar
7.5.1 Penulangan Dinding Pilar
Untuk
Perencanaan
dinding
abutment
direncanakan
berdasarkan
momen yang terjadi dari beban kombinasi
dari tabel 7.7 7.10 didapatkan My max =
3,03E+10 tm, maka direncanakan tulangan
abutment sebagai berikut:
Luas Tulangan:

4,132.10-8 m
4,132.10-8 m < 2,5.10-2 m . Ok!
Keterangan:
Pend=Tekanan pada ujung bawah
pondasi Sumuran. (Digunakan
karena pondasi masuk ke lapisan
batuan/socketed).
D = Diameter Sumuran.
= Poisson s ratio beton.

As Perlu = x b x dx
= 0,0116 x 12500 x 906
= 131307,04 mm2
Digunakan Tulangan 130 36 As=
132324 mm2.
Dipasang D36 dengan jarak 90 mm.
Luas Tulangan memanjang:

As Perlu = x b x dx
= 0,0116 x 10150 x 906
= 106621,32 mm2

16

Gambar 7.11: Penulangan Pilar 1


7.6
Pilar 2 (P.2)
Desain pilar 2 secara garis besar
hampir
identik
dengan
pilar
1.
Perbedaannya terdapat pada ketinggian
pilar 2 yang mencapai 13,1 m. Beberapa
beban dan gaya pada pilar 2 yang identik
dengan pilar 1 antara lain:
Beban pelat lantai kendaraan = 20,088
t/m
Beban air hujan = 2,009 t
Beban diafragma = 2,142 t
Beban angin = 3,495 t
Beban rem = 25 t
Beban tumbukan = 2, t
Perhitungan scouring: St = 1,4 m
Gaya seret (hanyutan) = 1,05 t
7.6.1 Pembebanan Struktur Bawah

7.6.3 Perencanaan Dimensi Pondasi


Sumuran
Dalam perencanaan awal diasumsikan
dimensi pondasi Sumuran adalah sebagai
berikut:
Diameter Sumuran = 3,5 m
Kedalaman Sumuran = 6 m

Gambar 7.12: Desain Pilar 2

17
Kontrol Terhadap Daya Dukung dan
Perhitungan Pondasi Sumuran

Tanah dasar pada pilar 1 identik


dengan pilar 2, maka daya dukung dapat
dianalisa sebagai berikut:

Er/Ec = Ratio Modulus.


Er=Modulus elastisitas batuan
(Tabel 5.6 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).
a= Radius pondasi Sumuran.
n = Faktor kedalaman relatif
(Tabel 9.1 Teknik pondasi
Pada Lapisan Batuan ).
Kontrol Beban Maximum Sumuran
(Pmax)

Vpada 1 sumuran = Vmax/n (jumlah


Sumuran)
= 2001,821/2 = 1000,91 t
q1sumuran > V1sumuran .ok! (digunakan 2
buah pondasi sumuran).

Kontrol
Terhadap
(Penurunan)

Ambles

7.6.6. Penulangan Dinding Pilar


Untuk Perencanaan dinding abutment
direncanakan berdasarkan momen yang
terjadi dari beban kombinasi dari tabel 7.13
7.16 didapatkan Mx max = 3146,366 tm,
maka direncanakan tulangan abutment
sebagai berikut:
Luas Tulangan:

As Perlu = x b x dx
= 0,0121 x 13100 x 906
= 143490,31 mm2
Digunakan Tulangan 142 36 As=
144538 mm2
Dipasang D36 dengan jarak 90 mm.
Luas Tulangan memanjang:

4,162.10
-8

m
4,162.10-8 m < 2,5.10-2 m

. Ok!

Keterangan:
Pend=Tekanan pada ujung bawah
pondasi Sumuran. (Digunakan
karena pondasi masuk ke lapisan
batuan/socketed).
D = Diameter Sumuran.
= Poisson s ratio beton.
= Poisson s ratio batuan.
= tan (sudut geser antara
batuan & beton).
r=Poisson s ratio.

As Perlu = x b x dx
= 0,0121 x 10150 x 906
= 111177,61 mm2
Digunakan Tulangan 112 36 As=
114002,1 mm2.
Dipasang D36 dengan jarak 90 mm.

18
kedalaman 5 m sedangkan pada
abutment 2 diameternya adalah 3,5 m
dengan kedalaman 7 m. Untuk pilar 1
dan pilar 2, pondasi Sumuran dapat
direncanakan dengan diameter 3,5 m
dengan kedalaman 6 m.
8.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan,
maka penulis menyarankan bebrapa hal
sebagai berikut:
1. Sebaiknya lebih sering diadakan sosialisasi
atau seminar mengenai desain bangunan
diatas pondasi batuan, dengan tujuan agar
para teknisi dan engineer lebih memahami
konsep dasar dari pondasi pada lapisan
batuan.
2. Untuk studi selanjutnya agar meninjau
metode pelaksanaan di lapangan dan
analisa perhitungan biaya. Agar proyek ini
dapat diaplikasikan langsung di lapangan.

Gambar 7.15: Penulangan Pilar 2


BAB VIII
KESIMPULAN
8.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa dan perhitungan
pada Bab IV, V, VI, VII dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Abutment 1, abutment 2, pilar 1, serta
pilar 2 telah didesain sesuai dengan
pembebanan struktur atas dengan
karakteristik dan dimensi seperti yang
telah dijelaskan pada perhitungan Bab
V dan Bab VII.
2. Jenis retaining wall yang cukup efisien
untuk menahan timbunan di belakang
abutment 1 dan abutment 2 adalah batu
kali.
3. Berdasarkan analisa menggunakan
program bantu Plaxis V 8.2 dapat
disimpulkan bahwa struktur Retaining
wall 1 dan oprit 1 serta retaining wall 2
dan oprit 2 telah stabil. Safety Factor
untuk retaining wall 1 dan oprit 1
adalah 1,3, sedangkan untuk retaining
wall 2 dan oprit 2 adalah 1,229.
4. Berdasarkan analisa dan perhitungan
pada bab V dan bab VII maka dapat
disimpulkan bahwa pondasi Sumuran
untuk abutment 1 dapat direncanakan
dengan diameter 3,5
m dengan

Anda mungkin juga menyukai