1.
Definisi
Sefalosporin merupakan antibiotika betalaktam spectrum luas yang bersifat bakterisid
yang aksi utamanya mirip dengan penisilin. Sefalosporin dibentuk dari jamur Cephalosporium
acremonium dan bahan kimia yang berhubungan dengan penisilin. Terdiri dari cincin beta laktam
yang menyatu membentuk cincin dihydrothiazine. (Singh, Surender. 2007. Pharmacology For
Dentistry : hal 322)
Sefalosporin bereaksi dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri . Enzim autolytic
di dinding sel juga dapat diaktifkan sehingga menyebabkan kematian bakteri.( Singh, Surender.
2007. Pharmacology For Dentistry: hal 322)
2.
Aktivitas antibakteri
Sefalosporin aktif terhadap bakteri gram positif dan negatif , termasuk Pneumokokus, C.
3.
Klasifikasi Sefalosporin
1)
Generasi pertama
Generasi ini memiliki aktivitas yang baik terhadap bakteri gram positif kokus kecuali
enterokokus, methicilin-resistant, S. aureus dan S. epidermidis. Generasi ini memiliki
efek yang kurang baik terhadap mikroorganisme gram negatif. Kebanyakan bakteri
anaerob dalam rongga mulut sensitif terhadap generasi ini kecuali bakteri B. Fragalis.
2)
Generasi kedua
Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan dengan generasi
pertama, tetapi lebih aktif terhadap gram negatif,misalnya H. Influenzae, Pr. mirabilis, E.
coli dan Klebsiella. Golongan ini tidak efektif terhadap Ps. Aeruginosa dan enterokokus.
Untuk infeksi saluran empedu golongan ini tidak dianjurkan karena dikhawatirkan
enterokokus termasuk salah satu penyebab infeksi. Secara umum dapat digunakan di
kedokteran gigi karena memiliki aktivitas yang baik dalam melawan bakteri anaerob.
3)
Generasi ketiga
Golongan ini umunya kurang efektif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap
kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain
penghasil penisilinase. Di antara sediaan golongan ini ada yang aktif terhadap P.
aeruginosa.
4)
Generasi keempat
Antibiotika golongan ini mempunyai spektrum aktivitas lebih luas dari generasi ketiga
dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh beta laktamase. Antibiotika tersebut dapat
berguna untuk mengatasi infeksi bakteri yang resisten terhadap generasi ketiga.
4.
Farmakokinetik
Dari sifat farmakokinentiknya, sefalosporin dibedakan dalam dua golongan, ada yang
(https://www.scribd.com/doc/114438742/SEFALOSPORIN)
Sefalosporin yang diberikan secara oral dapat diabsorbsi dengan baik kecuali sefadroksil
dan sefrozil. Adsorbs tidak dipengaruhi oleh makanan. Sefalsporin memiliki sifat lebih hidrofilik
dan dapat didisribusikan secara luas melalui cairan ekstrasel tetapi tidakmasuk ke dalam sel yang
berhubungan dengan system imun tubuh seperti maktofag, polimorfonuklear leukosit. Hanya
golongan sefuroksim dari generasi pertama dan kedua dapat menembus cairan serebrospinal.
Ikatan dengan protein plasma berkisar dari 10 % untuk seftibuten, dan 80-90% untuk
sefazolin,sefoxitin, dan sefoperazon. Ikatan plasma protein yaitu 10% untuk sepalexin, 25%
untuk sefaklor dan 8-17 % untuk sephradin. Waktu paruh dari sefaloporin yang diberikan peroral
adalah 50-80 menit untuk sefaleksin, 48-80 menit untuk sefradin dan 35-54 menit untuk sefaklor.
Pada pasien dengan penyakit ginjal, waktu paruh mungkin meningkat sampai 19-22 jam untuk
sefalexin, 8-15 jam untuk sefradin dan 2-3 jam untuk sefaklor. (Pharmacology and Therapeutics
for Dentistry 5th ed, Yagiela : 617)
Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal, dengan proses
sekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu. Karena itu
dosisnya harus dikurangi pada penderita insufisiensi ginjal. Sefalotin, sefapirin dan sefotaksim
mengalami deasetilasi; metabolit yang aktivitas antimikrobanya lebih rendah juga diekskresi
melalui ginjal.
Suatu langkah metabolisme yang penting adalah deasetilasi. Turunan deasetilnya
mempunyai aktivitas setengah sampai sepersepuluh aktivitas senyawa asalnya. Sefalosporin yang
tidak mempunyai gugus asetil, sebagian besar akan diekskresi dalam bentuk tidak berubah.
Ekskresi terjadi melalui ginjal dan sebagian melalui empedu. Pada insufisiensi ginjal ekskresi
sefalosporin umumnya diperlambat, karena itu pengaturan dosis harus disesuaikan dengan
tingkat insufisiensi ginjalnya.
(Craig, C.R, and Stitzel, R.E. (2005). Modern Pharmacology with Clinical Applications. 5
Edition : hal 529)
5.
Farmakodinamik
Sefalosporin bersifat bakterisid, dengan mekanisme kerja menghambat sintesis
Dosis
Pengaturan dosis disesuaikan dengan parah ringannya penyakit, pada sefalosporin oral
berkisar rata-rata 1-4 g per hari, sedangkan pada sefalosporin yang digunakan secara parenteral
2-6 atau hingga 12 g per hari.
7.
Indikasi
Setiap jenis sefalosporin baik dari generasi pertama sampai generasi keempat mempunyai
indikasi yang hampir sama, yang membedakan hanya spectrum, jenis bakteri, dan bakteri yang
rentan.
Kontraindikasi
kontrindikasi pada pasien alergi terhadap obat ini dan pada individu dengan sejarah reaksi
berat alergi terhadap penisilin atau reaksi tes kulit positif terhadap obat dengan campuran sedikit
penicilin tertentu.( Pharmacology and Therapeutics for Dentistry 5th ed, Yagiela, John A :
halaman 618)
9.
Efek samping
Efek samping yang paling umum yaitu reaksi yang ruam (1-5%), eosinofilia (3-10%),
gejala gastrointestinal (3%), kelainan hematologi (1-2%), flebitis (2%), dan demam (<1%).
Anafilaksis reaksi terhadap sefalosporin (< 0,02%). ( Craig, C.R, and Stitzel, R.E. (2005).
Modern Pharmacology with Clinical Applications : hal 533)
Sefalosporin generasi ketiga dapat menimbulkan terjadinya pseudomembran colitis dan
jarang terjadi pada generasi pertama dan kedua. Sefalosporin dapat menurunkan sintesis dari
vitamin K yang berguna dalam proses pembekuan darah sehingga dapat menimbulkan terjadinya
hipoprotrombinemia. .( Pharmacology and Therapeutics for Dentistry 5th ed, Yagiela, John A:
hal 617)
10. Interaksi Obat
Penggunaan bersama dengan antacid dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari sefaklor,
sefdinir, dan sefodoksim, tetapi penggunaan bersamaan dengan antihistamin 2 dapat menurunkan
konsentrasi plasma serosoksim dan sefuroksim. Suplemen zat besi dapat menurunkan absorbs di
lambung dari sefuroksim dan sefpodoksim. Efek seperti disulfiran dapat terjadi apabila
digunakan bersamaan dengan etanol serta merangsang terjadinya hipoprotombinemia. Hindari
penggunaan dengan aminoglikosid karena dapat menimbulkan terjadinya nefrotoksik.
(Pharmacology and Therapeutics for Dentistry 5th ed, Yagiela, John A: hal 617)