Anda di halaman 1dari 14

VIRUSTATIKA

Virus adalah jasad biologis, bukan hewan, bukan tanaman, tanpa struktur sel dan tidak
berdaya untuk hidup dan memperbanyak diri secara mandiri. Mikroorganisme ini harus
menggunakan sistem enzim dari sel tuan-rumah untuk sintesis asam nukleat, protein dan
berkembang biak. Oleh metabolisme sel tuan rumah, maka sulit sekali untuk membuat obat-
obat dengan toksisitas selektif untuk virus tanpa merugikan sel tuan rumah. Oleh karena itu
vaksinasi merupakan cara utama untuk mengendalikan infeksi virus (polio, rabies, campak,
mumpus, rubella).

Perkembangbiakan virus dapat ditekan melalui beberapa cara :

- Memblokir masuknya virus ke dalam sel (amantadin, gamma-globulin)


- Menghindari sintesis asam inti (analoga nukleosida, asiklovir, gansiklovir dan obat-
obat anti-retroviral zidovudin, nevirapin)
- Inhibisi protease (saquinavir, ritonavir)
- Inhibisi neuraminidase (oseltamivir, zanamivir)

Struktur kimiawi virus sederhana ; setiap virion – bagian virus terkecil – mengandung
hanya satu dari dua asam inti DNA atau RNA (viral genome). Hal ini berbeda dengan
mikroorganisme lainnya dan manusia yang memiliki kedua jenis asam nukleat (Lat.nucleus =
inti). Inti virion dari DNA atau RNA dikelilingi oleh selubung (salut protein), yang disebut
capsid dan spesifik bagi setiap virus. Genome dan selubung protein inilah yang disebut
virion. Beberapa virus memiliki dinding yang terdiri dari lemak (fosfolipid) dan protein.
Selain itu virion memiliki beberapa enzim.

INFEKSI VIRUS

Penularan virus diawali dengan pelekatan virus pada dinding sel tuan-rumah yang
dihidrolisis oleh enzim-enzimnya. Lalu DNA/RNA memasuki sel sehat, sedangkan salut
proteinnya ditinggalkan di luar. Di dalam sel, virus bertindak sebagai parasit dan
menggunakan proses-proses asimilasi sel bersangkutan untuk membentuk virion-virion baru.
Dengan demikian perkembang-biakan (replikasi) tidak berlangsung melalui pembelahan
virion-induk seperti bakteri. Pada proses ini sel-sel yang dimasukinya di rusak, tetapi gejala-
gejala penyakit baru mulai tampak bila perbanyakan virion sudah mencapai puncaknya.

PENGGOLONGAN

Virus yang paling sering mengakibatkan penyakit pada manusia dapat dibagi dalam
dua kelompok besar, yakni virus DNA dan virus RNA, dengan masing-masing DNA atau
RNA di dalam intinya.

1
a. Virus DNA meliputi antara lain kelompok penyakit Herpes, yakni Herpes simplex
(penyebab a.l. penyakit kelamin), Herpes zoster (penyebab sinannaga atau
“shingles”), Varicella zoster (cacar air). Juga sejumlah virus lain termasuk kelompok
virus DNA ini, seperti virus Epstein-Barr (demam kelenjar/”kissing disease”/mono-
nucleosis infectiosa), parvovirus, adenovirus (gastroenteritis), variola (cacar,
“smallpox”), cytomegalovirus = CMV (pada pasien AIDS), hepadna virus (Hepatitis
B; HBV) dan juga Human papillomavirus (HPV) penyebab kutil genital dan knker
cervix.
b. Virus RNA terpenting adalah Retrovirus HIV (penyebab AIDS, ditemukan oleh Luc
Montagnier 1984), virus hepatitis (penyakit kuning), rhabdovirus (rabies), rhinovirus
(selesma), corona virus (SARS) dan poliovirus (penyebab penyakit lumpuh layuh
pada anak-anak, poliomyelitis). Begitu pula virus influenza (flu), rotavirus (diare),
virus rubella (“rode hond”), bermcam-macam paramyxovirus : virus rubeola =
morbili dan virus beguk (“mumps”) serta berbagai flavivirus, a.l. demam kuning
(yellow fever) dan Hepatitis C.

PENELITIAN OBAT ANTIVIRAL

Dalam memerangi infeksi virus, semua sistem tangkis dikerahi, a.l. sistem imun alami
maupun sistem imun spesifik yang diperoleh dan mencakup sel-sel B dan limfosit-T CD4 dan
CD8.

Populasi T-sel ini yang terdiri dari sel-sel memori terhadap berbagai virus spesifik
memiliki peranan sentral pada perlindungan dan pengontrolan infeksi virus.

Interferon adalah glycoprotein yang diproduksi oleh sel-sel yang terinfeksi virus,
makrofag dan T-limfosit. Ada 3 tipe interferon manusia, yakni alfa-, beta-, dan gamma-
interferon, yang sejak 1985 telah diperoleh murni dengan jalan teknik rekombinan DNA.
Pada proses ini, “sepotong” DNA dari lekosit yang mengandung gen interferon, dimasukkan
ke dalam plasmid kuman E. coli. Dengan demikian kuman ini mampu memperbanyak DNA
tersebut dan mensintesis interferon.

*interferon-alfa dan –beta (IFN-a/b) dibentuk oleh bermacam-macam sel sebagai


reaksi terhadap infeksi viral. Fungsinya mencegah infeksi lebih lanjut dengan jalan
menduduki reseptor-reseptor spesifik di membran-membran sel sehat, sehingga tidak dapat
dipenetrasi oleh virus. Di samping berkhasiat virustatik, juga berdaya sitostatik (antitumor),
yakni menghambat pertumbuhan sel-sel tumor dan menstimulasi makrofag dan NK-cells
(Natural Killer cells) yang dapat mendeteksi sel-sel tumor (dan sel-sel yang diinvasi virus)
untuk kemudian memusnahkannya. IFN-alfa digunakan antara lain pada hepatitis dan jenis-
jenis leukimia tertentu, sedangkan IFN-beta khusus pada MS (multiple sclerosis).

*interferon-gamma (IFN-g) (dan limfokin-limfokin lain) dibentuk oleh limfo-T dan


berfungsi mengatur proses-proses imun. Khasiat antiviralnya lemah dibandingkan IFN-a dan
IFN-b.

2
JENIS DAN MEKANISME KERJA ANTIVIRUS

a. Amantadin :Symmetrel

Amin trisiklis ini khusus berkhasiat terhadap virus-RNA dan hanya terhadap
virus influenza tipe-A2, juga sebagai profilaksis. Mekanisme kerjanya diperkirakan
berdasarkan pencegahan penetrasi virus ke dalam sel tuan-rumah. Jika diberikan
dalam waktu 48 jam setelah gejala influenza timbul, amantadin dapat mempersingkat
lamanya masa sakit. Oleh karena spektrum kerjanya sempit, vaksin influenza lebih
dianjurkan Amantadin juga digunakan pada penyakit Parkinson.

Dosis : oral 2 dd 100 mg p.c. selama 10 hari, sedini mungkin setelah kontak
dengan pengidap influenza. Di atas usia 65 tahun 1 dd 100 mg p.c.

b. Asiklovir : acycloguanosine, Zovirax, Clinovir, Poviral

Derivat-guanosin (asikloguanosin) ini (1981) berkhasiat spesifik terhadap


virus Herpes tanpa mengganggu fisiologi sel-sel tuan-rumah.

Ditemukan dan dikembangkan (1977-8) oleh peneliti dari Wellcome


Laboratories (UK) dan Burroughs Welcome (USA).

Mekanisme kerjanya khas, yakni obat baru menjadi aktif setelah difosforilasi
oleh enzim tymidinkinase, yang khusus terdapat dalam sel-sel yang diinfeksi virus.
Asiklovirtrifosfat yang terbentuk digunakan oleh virus untuk membangun DNA-nya.
Dengan demikian, pembentukan DNA virus dikacaukan dan terhenti sama sekali,
sedangkan pembentukan DNA dari sel-sel tuan-rumah tidak terganggu. Terutama
digunakan pada semua infeksi dengan Herpes simplex dan Herpes zoster, tetapi tidak
memusnahkannya. Kombinasi dengan zidovudin dapat bekerja sinergistis.

Resorpsinya dari usus buruk dengan BA hanya 12-20%, maka pentakaran oral
perlu tinggi sekali. PP-nya rata-rata 21%, plasma-t1⁄2 –nya lebih kurang 3 jam.
Ekskresinya untuk lebih kurang 75% secara untuh denga kemih. Bersifat cukup lipofil
untuk dapat melintasi CCS, maka juga digunakan pada infeksi otak (encephalitis
herpetica) sebagai infus.

Efek sampingnya berupa gangguan lambung-usus, ruam kulit dan pusing-


pusing. Adakalanya anoreksia, sukar tidur dan nyeri sendi. Penggunaan lokal sebagai
salep dapat menimbulkan nyeri untuk sementara, rasa terbakar, gatal-gatal dan
erythema, di mata : radang pinggir kelopak mata dan radang selaput mata.

Dosis : infeksi HSV : oral 5 dd 200 mg setiap 4 jam selama minimal 5 hari.
Profilaksis Herpes genitalis : 4 dd 200 mg, H. zoster : 5 dd 800 mg setiap 4 jam
selama 7 hari. Infus i.v. 3 dd 5mg/kg (perlahan) selama 5 hari. Salep kulit 5% dan
salep mata 3 % 5 dd setiap 4 jam selama 5 hari.

3
c. Gansiklovir (Cymevene) adalah derivat asiklovir (1988) yang khusus digunakan pada
infeksi cytomegalovirus pada pasien AIDS parah. Obat anti-CMV lainnya adalah
virustatikum foscarnet (Foscavir) dan cidofovir yang merupakan analogon dari
pirofosfat dan berbeda dengan analoga nukleosida dan nukleotida tidak membutuhkan
aktivasi di dalam sel.

Dosisnya : infus i.v. 2 dd 5 mg/kg setiap 12 jam selama 14-21 hari.

d. Ribavirin (Virazole, Rebetol) adalah analogguanosin sintetis (1986) dengan khasiat


terhadap banyak virus-RNA dan virus-DNA. Mekanisme kerjanya sama dengan IDU.
Obat ini digunakan sebagai inhalasi serbuk terhadap virus influenza, HSV dan SARS.

e. Zidovudin : azidothymidine, AZT, Retrovir,

*Combivir

Derivat-timidin ini (1987) berkhasiat terhadap retrovirus termasuk HIV,


dengan jalan menghambat enzim reverse-transcriptase (RT). Merupakan prodrug,
yang di dalam sel diubah secara enzimatis menjadi trifosfat aktifnya. Trifosfat bekerja
sebagai substrat penyaing dan penghambat bagi RT viral, juga diinkorporasi dalam
rantai RNA, sehingga pembentukan DNA-viral digagalkan. Sebagai efek terapi sistem
imun diperkuat, jumlah virus dalam darah agak menurun dan progres penyakit
diperlambat, harapan hidup diperpanjang. Mekanisme kerja ini juga berlaku untuk
semua derivatnya. Semakin dini terapi dimulai, semakin baik efeknya. Zidovudin
hanya bekerja rata-rata 6 bulan. Karena terjadi resistensi, maka tidak digunakan lagi
sebagai obat tunggal. Kini 10-15% dari pasien baru ternyata sudah resisten untuk
AZT.

Kombinasi dengan penghambat-RT lainnya (didanosin, zalcitabin atau


lamivudin) memperkuat dan memperpanjang daya kerjanya. Triple-theraphy, yakni
kombinasi dari dua penghambat-RT dengan satu penghambat-protease ternyata sangat
memperkuat efektivitasnya dengan menurunkan jumlah virus dan memperbanyak sel-
sel CD4+. Lagi pula menghindarkan terjadinya resistensi. Sediaan kombinasi dari
zidovudin dan lamivudin adalah *Combivir.

Resorpsinya cepat dengan BA 60-70%, PP-nya ±36%, plasma-t1⁄2-nya


kurang lebih 1 jam. Ekskresinya untuk ±75% sebagai glukuronida melalui kemih.
Juga dapat melintasi CCS.

Efek-efek samping. Paling serius adalah depresi sumsum tulang (leukopenia,


anemia) yang lazimnya timbul setelah 4-6 minggu. Selain itu mual, nyeri kepala,
nyeri otot (mylagia) dan sukar tidur.

Dosis : oral 4-5 dd 120-24- mg.

4
f. Interferon-alfa : IFN-alfa, Roferon-A (2a), Intron-A (2b).

Glikopeptida ini terdiri atas 165 asam-amino dan diperoleh dari E. coli dengan
teknik rekombinan-DNA. Interferon tersedia dalam bentuk 2a, 2b (dan 2c), dengan
masing-masing asam amino lysin dan argirin pada posisi 23, sedangkan angka 2
menunjukkan subtipenya. Intereron-alfa merupakan zat alamiah dengan daya kerja
antiviral dan imunomodulasi.

Khasiat antiviralnya diperkirakan melalui pengubahan metabolisme sel tuan-


rumah, sehingga replika virus terhambat. Kerja antitumornya berdasarkan supresi
proliferasi sel dan stimulasi NK-cells. Obat ini digunakan pada hepatits-B dan –C
kronis dan pada jenis-jenis kanker darah (leukimia), a.l. sarkoma Kaposi pada AIDS.
Penggunaannya sebagai obat AIDS (Kerlon) praktis sudah ditinggalkan karena
efeknya tidak tetap. Adakalanya dikombinasi dengan sitostatika dan virustatika
lainnya. Hanya dapat diberikan secara injeksi i.m. / s.c. karena terurai dalam saluran
lambung-usus. IF-alfa dalam kombinasi dengan ribavirin, ternyata efektif juga pada
hepatitis-C, pada mana khasiatnya dapat ditingkatkan bila diikat pada polietilenglikol
(peginterferon; Pegasys).

Penginterferon merupakan ikatan dari polietilenglikol (PEG) dengan


interferon.

Akibat dari proses pengikatan ini bersihan ginjal berkurang, t1⁄2 meningkat
dan terbentuk kelompok-kelompok interferon dalam serum yang stabil.

Kinetik. BA-nya setelah injeksi adalah di atas 80%, plasma-t1⁄2-nya rata-rata


5 jam. Dirombak terutama di ginjal dan metabolit-metabolitnya direabsorpsi lengkap
dan tidak dapat dideteksi dalam kemih.

Efek sampingnya tergantung dari dosis dan mirip gejala flu, yakni demam-
dingin, nyeri kepala, otot dan sendi, anoreksia dan perasaan sangat lelah. Selain itu
dapat pula terjadi gangguan lambung-usus, darah, hati dan jantung.

Interaksi. Interferon menghambat sistem enzim hati dan dalam kombinasi


dengan zidovudin dapat meningkatkan toksisitasnya, sehingga dosisnya perlu
diturunkan efek dan toksisitas sitostatika juga dapat diperkuat.

Dosis : hepatitis-B s.c. 3 x seminggu 2,5-5 juta UI/m2 permukaan tubuh


selama 4-6 bulan. Leukimia myeloid kronis s.c. / i.m. 1 x sehari 3-9 juta UI selama
minimal 3 bulan, pemeliharaan 3 x seminggu 9 juta UI.

*Interferon-β-1b (IFN-β 1b, Betaferon). Glikopeptida ini dengan 165 asam-


amino tersedia dalam bentuk-bentuk 1a dan 1b, yang memiliki masing-masing sistein
dan serin diposisi 17 (1993). Obat ini khusus digunakan pada MS (multiple sclerosis),
suatu penyakit autoimun kronis yang mungkin dipicu oleh infeksi virus. Bercirikan
lenyapnya salut-myelin urat saraf dan pembentukan plak-plak keras di otak dan

5
sumsum belakang. Selain berkhasiat antiviral, juga menekan aktivitas limfo-T
sehingga produksi interferon-g berkurang, yang buruk bagi MS. Frekuensi serangan
dikurangi dengan sepertiga dan juga jumlah luka menurun.

Dosis : IFN-β 1a, di atas 18 tahun s.c. 1 dd 8 juta UI setiap 2 hari.

*Interferon-gamma (Immukine, 1992). Ada 140 asam-amino dengan bentuk-


bentuk 1a dan 1b, yang memiliki masing-masing glutamin atau arginin di posisi 137.
Khasiatnya memperkuat sistem-imun dan menurut perkiraan dengan cara
meningkatkan aktivitas makrofag dan monosit yang dapat ‘melarutkan’ mikroba. Obat
ini digunakan sebagai imunostimulator guna mencegah infeksi parah pada pasien
penyakit gawat kronis tertentu.

Dosis : IFN-Ȣ1b, s.c. 3 x seminggu 1,5 mikrogram/m2.

PEMILIHAN OBAT PADA INFEKSI VIRUS

Herpes

*Herpes Simplex Virus (HSV) dikenal dalam dua bentuk, tipe-I dan tipe-II.

HSV-1 menyerang terutama muka, mata, mulut dan sekitarnya. HSV-II kebanyakan
terdapat di daerah kelamin. Biasanya infeksi primer terjadi di mulut dengan banyak luka
kecil, bengkak dan demam. Pada umumnya gejala-gejala ini sembuh sendiri setelah satu
minggu pengobatan paliatif dengan analgetika, obat kumur, diet cair dan istirahat.
Kortikosteroida tidak boleh diberikan, karena sistem-imun akan lebih tertekan dan infeksi
lebih cepat menyebar ke tempat lain.

*Herpes labialis terjadi sebagai infeksi sekunder setelah reaktivasi virus dan
bercirikan gelembung-gelembung kecil di bibir atau di bawah hidung (demam-bibir,
“koortslip”). Gelembung ini sangat gatal dan bersifat menular sekali, karena berisi virus.
Dengan salep asiklovir penyembuhan berlangsung lebih cepat.

*Herpes keratitis adalah infeksi mata yang bercirikan gelembung-gelembung yang


bercabang di permukaan epitel selaput bening (kornea). Jika tidak segera diobati dapat terjadi
perforasi kornea dan kebutaan, begitu pula pada penggunaan tetes-mata kortison. Terapi
efektif dapat dilakukan dengan tetes mata trifluridin, IDU dan vidarabin (karena toksisitasnya
telah dilarang peredarannya di Amerika) atau salep mata asiklovir.

*Herpes genitalis disebabkan oleh HSV-II dan ditulari melalui kontak seksual.
Penyakit kelamin ini di AS merupakan penyakit kelamin nomor dua (gonore adalah nomor
satu). Penyakit-penyakit kelamin penting lainnya adalah kutil kelamin (warts), Chlamydia,
sifilis dan Hepatitis B/C. Ternyata bahwa kondom tidak memberikan perlindungan 100%
terhadap infeksi HSV-II, mungkin karena virusnya lebih kecil daripada pori-pori karet.
Gejalanya berupa gelembung-gelembung bercair atau borok yang membengkak dan sangat
nyeri di daerah bokong, paha dan alat kelamin. Kelenjar-kelenjar di lipat paha (groin) dapat

6
membengkak diiringi rasa sakit bila buang air kecil, demam dan malaise umum. Sesudah
infeksi pertama diatasi, virus “mengundurkan diri” di dalam ganglia di samping sumsum
tulang dan bermukim di tempat ini seumur hidup. Selama kurun waktu tertentu dengan daya-
tangkis rendah (stres, flu, kelelahan) virus dapat muncul kembali. Inilah sebabnya mengapa
HSV-II menimbulkan rata-rata 4-5 serangan setahunnya. Pengobatan dilakukan dengan infus
i.v. asiklovir, juga salep dengan betadin-iodium dapat efektif. Obat perintang HSV-2 baru
pritelivir diharapkan menjadi obat utama terhadap gangguan ini, tetapi sementara obat yang
juga dianjurkan adalah famsiklovir atau valasiklovir. Dewasi ini Herpes mulai merajalela di
mana-mana sebagai penyakit kelamin.

*Herpes zoster (sinannaga, “shingles”, “gordelroos”). Penyakit ini diakibatkan oleh


Varicella zoster (VZV), penyebab cacar-air (chickenpox), yang menetap di ganglia pasien
setelah mengalami infeksi cacar pada masa kanak-kanak. Infeksi ini terutama menyerang
orang-orang di atas usia 50 tahun dan setelah sembuh menjadi imun untuk seumur hidup.
Infeksi bercirikan peradangan akut dari simpul-simpul saraf punggung, biasanya hanya di
separuh tubuh di bawah dada. Gejalanya berupa kelompok gelembung-gelembung, umumnya
sejajar dengan tulang iga di daerah simpul saraf. Jarang tampak di tengkuk, bahu, muka dan
bagian mata, yang lazimnya disertai nyeri setempat yang hebat sekali dan bertahan lama.

Pengobatan neuralgia tersebut sukar ditanggulangi dengan analgetika tetapi dapat


dikurangi dengan mengoleskan 2-3 x sehari larutan asetosal 10% dalam alkohol 95% dengan
kapas pada tempat yang nyeri. Tetapi oral dapat dilakukan dengan suatu virustatikum
(asiklovir, valasiklovir). Pada kasus-kasus hebat lebih efektif diberikan secara infus i.v.
(asiklovir, vidarabin). Kortikosteroida dapat digunakan serentak dan dapat mempercepat
penyembuhan luka-luka kulit. Secara alternatif digunakan asam amino lysin 3 dd 500 mg (0,5
jam a.c.) berdasarkan khasiat virustatikanya.

*Epstein-Barr virus (mononucleosis infectiosa) menyebabkan demam kelenjar


(glandular fever, “kissing disease”, penyakit Pfeiffer). Gejala-gejalanya berupa kelenjar limfe
membengkak, sakit tenggorokan, demam ringan yang bertahan dan rasa lelah. Tidak dikenal
terapi kausal, hanya simtomatis dengan banyak istirahat, penggunaan analgetika dan obat-
obat kumur. Keluhan biasanya hilang setelah beberapa minggu, tetapi penyembuhan tuntas
(terutama rasa lelah) baru terjadi 3-6 bulan kemudian. Antibiotika dapat memperhebat gejala,
maka tidak boleh diberikan.

Virus Hepatitis

a. HAV (Hepatitis-A Virus) adalah virus-RNA dan penyebab hepatitis yang paling
sering terjadi. Penularan terutama melalui jalur tinja-mulut dengan minuman dan
makanan yang tercemar. Tidak terdapat pembawa-virus. Diagnosis dilakukan dengan
deteksi antibodies IgM (anti-HAV). Masa inkubasinya antara 2 dan 6 minggu;
kebanyakan infeksi berlangsung tanpa keluhan dan tidak kentara. Gejala utama adalah
kulit dan putih mata menjadi kuning pada kurang lebih 50% pengidap, berhubung zat
bewarna empedu (bilirubin) tidak diuraikan lagi oleh hati dan dikeluarkan ke dalam

7
darah. Gangguan-gangguan lambung-usus, demam, rasa letih, nyeri perut, nyeri otot
dan sendi bisa terjadi. Tinja dapat hilang warnanya dan kemih bewarna gelap.
Prevensi dapat dilakukan dengan imunisasi pasif (imunoglobulin), Sera dan vaksin.
Tidak ada obat anti-HAV, tetapi infeksi sembuh secara spontan dengan istirahat dan
diet tanpa lemak dalam waktu 4-8 minggu. Adakalanya disusul dengan keadaan
lemah-letih selama beberapa bulan.

b. HBV (Hepatitis-B Virus). HBV termasuk penyakit kelamin, bersama sifilis, gonore,
herpes genitalis, trichomoniasis, chlamydiasis dan AIDS. Sama dengan HIV,
penularannya hanya melalui darah, mani dan cairan vaginal. Penyakit ini ditemukan
di seluruh dunia dengan lebih kurang 200 juta penderita dengan 2 juta kematian setiap
tahun. Di Asia dan Afrika diperkirakan 15% penduduknya adalah pembawa-virus,
dibandingkan kurang dari 1% di negara-negara Barat. Potensi penularannya jauh lebih
besar daripada AIDS, tetapi risiko kematiannya sama besar. Pada 10% dari penderita,
infeksi menjadi kronis, virus menetap di darah, khasnya di hati, lalu pasien menjadi
pembawa-virus kronis (±5%). Adakalanya hati mengeras (cirrosis), keluhan
menghebat dan bila tidak diobati akhirnya menjadi fatal. Masa inkubasinya antara 2
dan 6 bulan. Gejala-gejalanya dalam garis besar mirip infeksi dengan HAV, tetapi
lebih hebat dan lebih sering menimbulkan warna kulit menjadi kuning.
Prevensi dapat dilakukan dengan vaksinasi (HB-vax, terbuat dari antigen-
permukaan HBV rekombinan, 10 dan 40 mcg/ml) tiga kali (langsung dan masing-
masing setelah satu serta enam bulan) yang memberikan perlindungan selama
beberapa tahun. WHO menganjurkan agar vaksinasi HBV dilakukan secara teratur
dalam rangka program imunisasi di setiap negara. Hal ini kini sudah direalisasikan di
Perancis, Italia dan Belgia.
Pengobatan dengan obat-obat antiviral jauh belum sempurna. Efek cukup baik
dicapai dengan alfa-interferon i.m. 3 x seminggu 5-9 MU dengan respons 14-75%.
Obat HIV lamivudin dalam dosis tinggi efektif pula terhadap HBV.
Bila (peg) interferon-alfa tidak efektif atau terkontraindikasi, ternyata obat-
obat antiviral baru setelah 4-5 tahun dapat menghilangkan fibrosis dan regresi cirrosis.
*Adefovir (Hepsera), suatu asiklik nukleosid fosfonat, khusus digunakan
terhadap infeksi HBV. Obat ini baru efektif setelah intraseluler diubah menjadi
metabolit aktif adefovirdifosfat yang menghambat polimerase viral dan demikian
memblokir perpanjangan rangkaian DNA virus. Ekskresi melalui urin sebanyak 45%
dalam 24 jam.
Dosis : 1 dd 10 mg yang juga merupakan dosis maksimal.
*Telbivudin (Sebivo) suatu thymidin nukleosida analog yan digunakan bagi
penderita Hepatitis B kronis. Untuk penggunaan yang sama pilihan lebih ditujukan
kepada adefovir karena referensinya yang lebih lengkap.
Dosis : 1 dd 600mg.

8
c. HCV (Hepatitis-C Virus) baru ditemukan pada tahun 1989. Infeksi dengan HCV acap
kali berlangsung lambat tanpa gejala. Nilai fungsi hati dalam darah agak meningkat
terus-menerus. Penularan juga berlangsung melalui darah, mani dan lendir, sama
dengan AIDS tetapi lebih agresif; setetes kecil darah sudah cukup untuk
mengakibatkan infeksi. Penyakit ini khusus menyerang pecandu narkoba, pekerja seks
dan orang-orang dengan kontak seksual berganti-ganti. Menurut tafsiran, dewasa ini
di seluruh dunia terdapat 130-210 juta penderita Hepatitis C kronik. Pengobatan
antiviral yang optimal dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat hepatitis C
kronik dan menghindari penyebaran dari HCV. Juga sangat penting untuk
menghentikan kerusakan hati akibat infeksi HCV kronik.
Pengobatan standar dewasa ini terdiri dari kombinasi peg-intereron dan
ribavirin selama 34-48 minggu yang memberikan kesembuhan sub-optimal di
samping timbulnya efek-efek samping serius. Hanya efektif kurang dari 50% untuk
infeksi HCV-genotipe 1 dan 4.
Penghambat enzim protease merupakan kelompok obat-obat baru yang bekerja
langsung terhadap siklus hidup HCV. Kombinasi dari obat ini dengan peginterferon
serta ribavirin hampir dapat melipatgandakan kesempatan penyembuhan pasien HCV-
genotipe 1, disamping lamanya terapi dapat sangat dipersingkat. Efek negatif dari
pengobatan dengan perintang protease adalah dapat timbulnya species virus resisten
di samping timbulnya efek samping khusus.

d. HEV (Hepatitis-E Virus) banyak terdapat di daerah tropis dan terutama melanda
remaja. Gejala-gejalanya secara klinis tidak dapat dibedakan dari hepatitis A. Masa
inkubasinya 2-8 minggu, lazimnya sembuh tuntas secara spontan.

e. HFV (Hepatitis-F Virus) belum lama ditemukan; bahan-bahan genetisnya belum


dianalisis secara lengkap.

f. HGV (Hepatitis-G Virus) ditemukan di tahun 1996 dan relatif banyak ditemukan pada
donor darah. Kebanyakan infeksi (via tranfusi dan jarum yang tercemar) berlangsung
tanpa gejala nyata, seperti halnya pada hepatitis akut.

HIV dan AIDS

Penyebabnya adalah HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menurut perkiraan


sudah lama sekali terdapat pada binatang liar. Akibat kontak erat dengan khususnya binatang-
binatang mengerat, virus telah “meloncat” ke manusia. Terutama pada dasawarsa terakhir,
HIV dan beberapa virus lainnya (antara lain virus Ebola) muncul dari hutan rimba. HIV dan
AIDS dengan pesat menyebar ke seluruh dunia, karena bertahun-tahun penyakit ini tidak

9
menunjukkan gejala apapun. Selama masa inkubasi panjang itu, pembawa-virus (orang
seropositif) yang masih sehat dan tanpa keluhan dapat menularkan virus kepada orang lain
sebelum dirinya menjadi sakit dan kemudian meninggal.

Di tahun 1996 telah diperkenalkan terapi antiretroviral kuat, yakni HAART (highly
active antiretroviral therapy), yang terdiri atas kombinasi (life-saving “cocktail”) dari
minimal tiga obat antiretroviral ampuh (triple therapy) dan dijulukkan sebagai “Lazarus
effect”. (kisah dari Kitab Injil mengenai kebangkitan Lazarus dari kematian oleh Jesus).

Di banyak negara Barat, penyebaran AIDS sudah dapat dihentikan berkat penyuluhan
besar-besaran dengan kampanye nasional mengenai AIDS, prevensi dan kontak seksual
secara aman (‘safe sex’).

Menurut laporan Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan


Lingkungan Permukiman (PP & PL) Depkes RI, sampai dengan kwartal ketiga tahun 2006
secara kumulatif di seluruh Indonesia jumlah pengidap infeksi HIV melebihi 4600 kasus,
sedangkan penderita AIDS sebanyak hampir 7000 orang dan l.k. 1650 di antaranya telah
meninggal dunia.

Obat-obat Antiretroviral

Obat-obat yang kini tersedia untuk terapi AIDS terdiri atas dua kelompok, yakni
reverse-transcriptase inhibitors dan protease-inhibitors (PI). Semua obat ini menghambat
enzim RT, sehingga sintesis DNA virus (bertolak dari RNAnya) dan multiplikasinya dicegah.
Hanya bekerja virustatis tetapi virus-virus laten tidak dimatikan.

1. Reverse-transcriptase inhibitors (RTI) dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :


a. Analoga nukleosida (NRTI = nucleoside/nucleotide reverse-transcriptase
inhibitor) : abacavir, didanosin (DDI), lamivudin (3TC), stavudin (D4T),
zalcitabine (DDC) dan zidovudin (AZT).

Analog nukleosida adalah prodrugs yang di dalam sel diubah menjadi trifosfat
inaktif, yang bekerja sebagai substrat saingan untuk enzim viral RT. Dengan
demikian RT dihambat, pembentukan DNA virus diblokir dan replikasinya
dihentikan.

Obat hanya berkhasiat di sel-sel yang baru dihinggapi infeksi dan tidak ampuh
menghentikan produksi virus dalam sel-sel di mana DNA viral sudah terbentuk.

Tenovir, suatu nukleotida yang juga dapat dianggap analogon nukleosida, di


dalam sel tuan rumah diubah menjadi disfosfat aktif, yang berkhasiat
menghambat enzim RT.

b. Analoga non-nukleosida (NNRTI = non-nucleoside reverse transcriptase


inhibotor) : efavirenz (Stocrin), nevirapin.

Obat-obat ini memiliki struktur kimiawi berlainan, jadi bukan analog-


nukleosida. Mengikat diri secara langsung pada RT virus dan memblokir

10
pembentukan DNA. Di samping itu obat-obat ini – di dalam DNA viral yang
sudah terbentuk – menghambat perpanjangan selanjutnya dari rantai DNA.
Khasiatnya sama, tetapi efek sampingnya relatif sedikit, khususnya rash.
Nevirapin dapat mencapai otak dan dapat digunakan pada demensia akibat AIDS.

NRTI dan NNRTI hanya bekerja bila enzim reverse-transcriptase dari HIV
yang aktif pada awal infeksi, mengubah RNA menjadi DNA. Selain menghambat
protease, obat-obat ini tidak menghindari produksi dari partikel-partikel virus
oleh sel-sel yang telah terinfeksi.

2. Protease-inhibitor (PI) : amprenavir (Agrenase), indinavir, nelfinavir (Viracept),


ritonavir dan saquinavir.

Obat-obat ini bekerja pada fase akhir dari multiplikasi virus dan efeknya
terhadap HIV lebih kuat daripada obat penghambat RT. Berbeda dengan RTI, PI
mampu menghentikan replikasi dari sel-sel yang sudah terinfeksi.

PI menghambat enzim protease yang memecah poliprotein besar yang


terbentuk oleh DNA-viral menjadi protein-protein lebih kecil untuk digunakan bagi
pembangunan virus baru. Dengan demikian perkembangan virus baru dapat
digagalkan seluruhnya.

Resistensi sering kali muncul dalam waktu 6-12 bulan bila suatu obat digunakan secara
mono/terapi, karena HIV mampu bermutasi secara spontan. Telah dibuktikan bahwa
kombinasi dari RTI dan PI adalah sangat menguntungkan, karena tidak saja saling
memperkuat khasiatnya (sinergisme), tetapi juga menghindarkan atau sangat memperlambat
timbulnya resistensi. Oleh karena itu HAART kini sudah menjadi terapi baku dalam
penanganan infeksi HIV dan prevensi AIDS.

Virus-virus Lain

a. Virus dengue

Demam berdarah dengue (DBD) dan Sindrom shock dengue (SSD)


merupakan bentuk-bentuk parah dari dengue. Menurut perkiraan disebabkan oleh 2
infeksi berturut-turut dari jenis-jenis (serotipe-serotipe) yang berlainan. Selama
infeksi kedua terjadi suatu reaksi imunologi dengan aktivasi sistem komplemen serta
terganggunya endotel dan permeabilitas pembuluh. Mungkin juga virulensi abnormal
dari virus memegang peranan. Pada bentuk-bentuk ganas ini dari hari ke-2 sampai ke-
5, di samping demam, juga terjadi hipotensi, shock dan perdarahan dari kulit, hidung
dan telinga, yang tanpa perawatan akan berakhir fatal dalam 50% dari kasus. DBD
(hemorrhagic fever) terutama menghinggapi anak-anak. Prevensi dilakukan dengan
jalan memberantas nyamuk dari tempat-tempat pembiakannya (air yang tidak
mengalir, tong air hujan). Untuk ini dapat digunakan suatu insektisid yang dapat

11
memusnahkan jentik-jentik (larva) nyamuk, misalnya senyawa organotiofosfat
temephos (Abate), 10 g per 100 liter air.

Pengobatannya hanya simtomatis dengan tranfusi darah untuk menanggulangi


shock di samping analgetika/antipiretika. Dengan penanganan yang layak, angka
kematian DBD dan SSD terbatas sampai ±5%.

Obat antiviral yang ampuh terhadap dengue belum diketemukan, walaupun


sedang diadakan penelitian terhadap senyawa penghambat alfa-glukosidae celgosivir
untuk pengobatan demam berdarah akut.

b. Virus Ebola adalah virus-RNA, yang pada tahun 1995 mengakibatkan epidemi di
Zaire setelah virus “tidur” selama 16 tahun. Ebola adalah nama suatu sungai di Zaire,
di mana penyakit ini dideteksi untuk pertama kalinya di tahun 1979. Sampai sekarang
belum diketahui vektor-nya, yaitu hewan perantara yang meneruskan virus kepada
manusia.
Tetapi diduga bahwa carriernya adalah kelelawar, walaupun hewan ini sendiri
tidak memperlihatkan gejala penyakit. Mungkin sekali hewan ini sudah menyesuaikan
diri dan sejak lama sudah menjadi pembawa virus tersebut.
Infeksi terjadi melalui kontak langsung (tidak melalui udara) dengan darah
(seperti AIDS) atau dengan cairan tubuh lain (liur, urin, tinja, mani), begitu pula
melalui barang yang terkontaminasi oleh cairan tubuh penderita. Masa inkubasi 2
sampai 21 hari dengan gejala nyeri kepala, nyeri persendian, muka dan mata bengkak,
ruam kulit, demam, muntah diare serta gangguan ginjal dan hati. Gejala-gejala ini
disusul oleh perdarahan hebat dari semua liang tubuh dan organ-organ dalam, karena
darah tidak membeku lagi. Akibatnya syok dan fatal (90%) dalam beberapa (±10) hari
bagi kebanyakan pengidap. Penyakit infeksi ini sangat menular dengan angka
kematian berkisar antara 50-90%. Hingga kini belum ada obat maupun vaksin
terhadap infeksi virus ini. Selama epidermi ini ada satu experimental drug (Zmapp,
serum dengan suatu monoklonal antibodi) yang belum melalui proses clinical trial
diberikan kepada beberapa penderita infeksi Ebola dengan hasil sementara yang
memberikan harapan.

c. Virus Hanta. Penyakit virus ini ditularkan kepada manusia melalui kotoran (urin,
feses) binatang-binatang (zoonose), a.l. binatang mengerat seperti tikus, tetapi tidak
dapat ditulari dari manusia ke manusia (tuan rumah terakhir). Infeksinya timbul
melalui debu kotoran yang dihirup melalui pernapasan.
Infeksi ditandai dengan gangguan fungsi ginjal serius dan trombopeni di
samping terisinya paru-paru oleh cairan dan tekanan darah yang sangat meningkat.
Mortalitasnya tinggi, kurang lebih 60% dan sampai sekarang belum dikenal obat atau
vaksin terhadap virus ganas ini.

d. Human Papillomavirus (HPV). Virus DNA ini termasuk famili papovavirus dan
mencakup lebih dari 80 jenis (subtipe). Virus ini mengakibatkan timbulnya kutil-kutil
(verucca, wart) di kulit dan di daerah anogenital dengan jalan proliferasi sel-sel

12
epitelnya. Kutil-kutil kelamin ini merupakan penyakit kelamin nomor dua setelah
gonore dan Herpes genitalis. HPV juga penyebab kanker leher rahim (cervix), dengan
angka kematian di atas 40%. Deteksi dini melalui diagnostik-DNA dapat menurunkan
angka ini.
Pengobatan. Kutil-kutil di tangan dan kaki sering kali sembuh secara spontan.
Dalam kasus serius dapat dilakuka prosedur pembakaran dengan listrik
(electrocautery) atau pembedahan setelah pembekuan dengan kloretil. Selain itu dapat
digunakan keratolitika (larutan asam salisilat + asam laktat aa 17% dalam collodium,
salep salisilat 40%). Atau dikompres dengan formaldehida 2-5% dengan efek baik.

e. Virus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)


Penyebabnya. SARS adalah suatu penyakit saluran napas yang diakibatkan
oleh suatu coronavirus yang dinamakan SARS-associated coronavirus atau SARS-
CoV. Virus ini diperkirakan adalah suatu zoonose (penyakit hewan yang dapat pindah
ke manusia) yang menyerang manusia melalui transmisi dari hewan ke manusia.
Identifikasi melalui reaksi rantai polymerase dari hewan-hewan pembawa virus
SARS-CoV sangat penting untuk menjamin kesehatan masyarakat.
Gejalanya. Yang terutama adalah demam tinggi (99%), myalgia (sakit otot)
(49%) dan dyspnoe (sesak napas) (42%). Gejala lain adalah sakit kepala, diare (10-
20%) dan sebagian besar menderita pneumonia. Penyakit ini terutama fatal bagi
penderita diabetes (JAMA 2003;289:2801-9).
Cara penularan. SARS terutama ditularkan melalui hubungan erat person-to-
person, yakni kontak langsung dengan sekret pernapasan atau cairan tubuh. Virus
dengan mudah sekali ditulari melalui percikan pernapasan (droplet spread). Cara
transmisinya adalah bila seorang penderita batuk atau bersin dan percikannya tiba
pada selaput lendir dari mulut, hidung, mata dari seorang yang berdekatan. Virus juga
dapat ditulari bila seorang bersentuhan dengan benda yang tercemar dengan percikan
ini atau melalui udara (airborn).
Pengobatan. Obat yang digunakan terhadap infeksi virus SARS adalah
ribavirin. Suatu vaksin telah dikembangkan dari virus influenza yang diperlemah,
pada mana ditambahkan suatu gen dari virus SARS. Virus ini hanya efektif pada
anak-anak, tidak pada orang dewasa (Lancet 2004; 363: 2122-6).

13
14

Anda mungkin juga menyukai