Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Retinoblastoma merupakan kasus tumor pada anak-anak yang berakibat
fatal, sebanyak 2/3 kasus muncul sebelum akhir tahun ketiga. Tumor bersifat
bilateral pada sekitar 30% kasus. Kasus-kasus ini bersifat herediter. Retinoblatoma
bilateral secara khas didiagnosa pada tahun pertama kehidupan pada tahun
pertama kehidupan dan pada kasus unilateral didiagnosa pada umur antara 1 3
tahun.1,2
Etiologi retinoblastoma bersifat herediter (40%) maupun non-herediter
(60%). Dikatakan herediter apabila terdapat riwayat retinoblastoma dalam
keluarga (10%) maupun tidak terdapat riwayat keluarga, namun sebenarnya telah
membawa mutasi gen yang diturunkan pada saat carrier (30%).3
Gambaran klinis retinoblastoma yang sering muncul adalah leukokoria
(white pupillary reflex), strabismus dan inflamasi okular. Gambaran klinis yang
mungkin tampak antara lain heterochromia iris, hifema, perdarahan vitreous,
selulitis orbita, glaukoma, proptosis dan hipopion. 4,5 Kegagalan diagnosa pada
stadium awal akan meyebabkan kebutaan, deformitas kosmetik yang permanen
dan pada kasus yang berat akan menyebabkan kematian, sehingga harus segera
disadari gejala dini retinoblastoma. Diagnosa dini yang dan pengobatan yang
adekuat pada tumor yang masih terbatas intraokular dapat menghasilkan survival
rate 90-95%.6
Di Indonesia, pada tahun 2002 terdapat 15 hingga 22 kasus baru mengenai
retinoblastoma di RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dan kasus ini meningkat
pada setiap tahunnya hingga 40 kasus pertahun. Sebagian besar anak penderita
retinoblastoma sudah memasuki stadium lanjut intraokular dan proptosis (bola
mata yang sudah terdorong keluar).7
Penatalaksanaan retinoblastoma bertujuan untuk menyelamatkan jiwa
penderita dan mempertahankan bola mata. Pilihan penatalaksanaan retinoblatoma
sampai saat ini meliputi enukleasi, eksenterasi, kemoterapi, laser fotokoagulasi,
1

krioterapi, external beam radiation dan plaque radiotherapy. Pada kasus-kasus


retinoblastoma yang telah mengalami metastase, sudah menyebar ke orbita atau
nervus optikus maka dilakukan kemoterapi. Agen anti kanker ini memiliki rentang
indeks terapi yang sempit sehingga memungkinkan timbulnya toksisitas pada
jaringan normal.7
Prognosisnya baik apabila dilakukan deteksi dini dan pengobatan yang
tepat dan lebih buruk, terutama bila sudah disertai dengan gejala simptomatik dari
tumor intrakranialnya pada saat diagnosis. Anak-anak dengan retinoblastoma
herediter dianjurkan untuk menjalani skrining MRI atau CT Scan kepala setiap 6
bulan setelah diagnosis hingga usia 5 tahun. Skrining dapat meningkatkan angka
kesembuhan. Anak-anak yang menderita retinoblastoma herediter dan tidak
ditemukan kelainan pada mata lainnya juga harus memeriksakan matanya tersebut
secara teratur setiap 2-4 bulan hingga 28 bulan untuk mengawasi bila terdapat
pertumbuhan tumor baru. Pada pengobatan, pasien harus kontrol teratur
setidaknya hingga berusia 5 tahun.3

BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. J.M
Usia
: 2 tahun 11 bulan
Alamat
: Lumimuut, Teling
Tanggal masuk
: 09 Juli 2015
B. IDENTITAS ORANG TUA
Ayah
Nama
: Tn. W. M
Umur
: 43 tahun
Agama
: Kristen Protestan
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pendeta
Ibu
Nama
: Ny. A. D
Umur
: 42 tahun
Agama
: Kristen Protestan
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: IRT
Alamat
: Lumimuut, Teling
C. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu penderita
Penderita anak ke : 4 dari 4 bersaudara
No.
1.
2.
3.
4.

Jenis Kelamin
laki laki
laki laki
laki laki
laki laki

Umur
15 tahun
12 tahun
11 tahun
2 tahun 11 bulan

Keterangan
Sehat
Sehat
Sehat
Penderita

Family Tree

a. Keluhan utama :

Mata kanan menonjol sejak 9 bulan sebelum masuk rumah sakit.


b. Riwayat penyakit sekarang :
Penderita datang ke rumah sakit dengan keluhan utama mata kanan
menonjol. Awalnya, mata kanan penderita terasa gatal dan sering
mengucek matanya, serta tampak kemerahan sejak 11 bulan yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Kemudian mata kanan dari penderita
perlahan-lahan semakin menonjol sejak 9 bulan yang lalu sebelum
masuk rumah sakit dan semakin menghebat sejak 2 bulan sebelum
masuk rumah sakitdan pada bola mata kanan penderita tampak putih
seperti mata kucing.Muntah, demam, batuk

dan nyeri kepala

disangkal. Buang air besar cair frekuensi 3x berlendir dan tidak


berdarah, buang air kecil dalam batas normal. Riwayat pengobatan
:sejak 11 bulan yang lalu penderita sudah pernah berobat ke dokter
mata namun tidak mengalami perbaikan sehingga penderita dirujuk ke
RSUP Prof dr. R.D Kandou.
c. Riwayat kelahiran
Penderita lahir secara spontan letak belakang kepala. Penderita lahir
dirumah dan ditolong oleh bidan, dengan berat badan lahir 3700 gram.
Selama hamil ibu penderita dalam keadaan sehat. ANC sebanyak 7 kali di
Puskesmas. Suntik TT 2 kali.
Kepandaian / kemajuan bayi :
- Pertama kali membalik
: 4 bulan
- Pertama kali tengkurap
: 5 bulan
- Pertama kali duduk
: 6 bulan
- Pertama kali merangkak
: 8 bulan
- Pertama kali berdiri
: 9 bulan
- Pertama kali berjalan
: 12 bulan
- Pertama kali tertawa
: 8 bulan
- Pertama kali berceloteh
: 8 bulan
- Pertama kali memanggil mama : 10 bulan
- Pertama kali memanggil papa
: 10 bulan
Riwayat penyakit dahulu :
Penderita tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya
Riwayat pemberian makanan sesuai usia :
ASI
: lahir 2 tahun
PASI
: 2 tahun - sekarang

Bubur Susu
: 6 8 bulan
Bubur Saring
: 8 10 bulan
Bubur Halus
: 10 11 bulan
Nasi Lembek
: 11 bulan sekarang
Riwayat imunisasi :
BCG
: 1 kali
Polio
: 4 kali
DPT
: 3 kali
Campak
: 1 kali
Hepatitis B
: 3 kali
Penderita belum pernah diberikan booster imunisasi
Keadaan sosial, ekonomi, kebiasaan dan lingkungan :
Rumah beratap seng, berdinding beton, lantai tegel. Jumlah kamar 5
kamar, dihuni oleh 2 orang dewasa dan 4 anak. WC/kamar mandi berada
di dalam rumah.Sumber air minum dari PAM.Sumber penerangan listrik
PLN. Penanganan sampah dibuang dan dibakar. Penderita memakai
jaminan BPJS kelas III.
Ringkasan catatan medis sebelum dijadikan kasus
Pasien masuk rumah sakit tanggal 9 Juli 2015 dengan keluhan mata
kanan menonjol. Awalnya, mata kanan penderita terasa gatal dan sering
mengucek matanya, serta tampak kemerahan sejak 11 bulan yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Kemudian mata kanan dari penderita
perlahan-lahan semakin menonjol sejak 9 bulan yang lalu sebelum masuk
rumah sakit dan semakin menghebat sejak 2 bulan sebelum masuk rumah
sakit.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang
dan kesadaran compos mentis. Berat badan 12,9 kg dengan tinggi badan
91 cm. Tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110
kali/menit (reguler, kuat angkat), frekuensi pernapasan 26 kali/menit dan
suhu badan 36,70C. Pemeriksaan kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, pada okuli dextra terdapat proptosis dan okuli sinistra pupil
bulat isokor dengan diameter 3 mm kanan sama dengan kiri, refleks
cahaya positif, tonsil dan faring tidak didapatkan hiperemis. Pemeriksaan
paru didapatkan pergerakan dinding dada simetris kanan sama dengan kiri,
stem fremitus kanan sama dengan kiri, sonor kanan sama dengan kiri,
5

ronki dan wheezing tidak ada. Pemeriksaan jantung didapatkan iktus


kordis tidak tampak, suara jantung I dan II reguler, bising tidak ada, batas
kiri jantung di linea midklavikularis sinistra dan batas kanan jantung di
linea parasternalis dextra. Abdomen datar, lemas, dengan bising usus
normal, tidak didapatkan pembesaran hepar dan lien. Pada pemeriksaan
kelenjar getah bening tidak ada pembesaran. Pada ekstremitas didapatkan
capillary reffil time (CRT) < 2 detik, akral hangat dan tidak ada sianosis.
Penderita dirawat di RSUP Prof. dr. R.D Kandou Manado

dengan

diagnosis retinoblastoma ekstraokuli dextra.


Tatalaksana diberikan bertahap yakni kemoterapi siklus pertama
pada tanggal 14 sampai dengan 18 Juli 2015,hiperhidrasi 1.375 cc/24 jam
500 cc 1:1 + 20 mg NaBic 19 gtt/mnt, Cyclophosphamide (CPA) 500 mg
dalam NaCl 0,9% 250 mLCyclophosphamide (CPA) diberikan mesna 600
mg dilarutkan dengan NaCl 0,9% diberikan 6x/hari dimulai 15 menit
sebelumCyclophosphamide (CPA) masuk. Carboplatin 220 mg dalam
NaCl 0,9% 250 cc, etopuside 55 mg dalam NaCl 0,9% 50 cc, inj.
Ondansentron 3 x 2 mg IV, kemudian setelah kemoterapi siklus pertama
selesai dilanjutkan dengan inj. GCSF 65 mcg SC, inj. Ranitidine 2 x 15 mg
IV, inj. Ondansentron 3 x4 mg IVkemudian di lanjutkan dengan
kemoterapi siklus ke dua pada tanggal 12 sampai dengan 16 Agustus 2015,
hiperhidrasi 1375 cc/24 jam 500 cc 1:1 + 20 mg NaBic 19 gtt/mnt,
Cyclophosphamide (CPA) 500 mg dalam NaCl 0,9% 250 mL CPA
diberikan mesna 600 mg dilarutkan dengan NaCl 0,9% diberikan 6x/hari
dimulai 15 menit sebelumCyclophosphamide (CPA) masuk. Carboplatin
220 mg dalam NaCl 0,9% 250 cc, etopuside 55 mg dalam NaCl 0,9% 50
cc, inj. Ondansentron 3 x 2 mg IV, kemudian diganti dengan hiperhidrasi
NaCl 0,45% dalam D5% + 20 meq NaBic 20 gtt/mnt, CPA 500 mg dalam
NaCl 0,9% 250 cc, etopuside 55 mg dalam NaCl 0,9% 50 cc, inj. Mesna 6
x 100 mg IV (dimulai 15 menit sebelum Cyclophosphamide), inj.
Ondansentron 3 x 4 mg IV, inj. Ranitidin 2 x 15 mg IV.

Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 9 Juni 2015 didapatkan Hb


12,6 g/dL, Ht 39,3 %, leukosit 11.190/uL, eritrosit 5,19 106/uL, trombosit
652 103/uL, SGOT 34 U/L, SGPT 10 U/L, Natrium 137 meq/L, Kalium
4,99 meq/L, Chlorida 98,5 meq/L, Kalsium 10,13 mg/dL. Pada tanggal 20
Juni dilakukan kultur darah dan hasilnya tidak ada pertumbuhan kuman.

Pemeriksaan fisik tanggal 24 Agustus 2015


Berat Badan
: 12, 9 kg
Tinggi Badan
: 91 cm
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tensi
: 90/60 mmHg
Nadi
: 110x/m, reguler, isi cukup
Laju Pernapasan
: 26 x/m, torako-abdominal
Suhu Tubuh
: 36, 7 C
Kulit

Warna
: Sawo matang
Efloresensi
: (-)
Pigmentasi
: (-)
Jaringan parut
: (-)
Lapisan lemak
: Biasa
Turgor
: Kembali cepat
Tonus
: Eutoni
Oedema
: (-)

Kepala

Bentuk
Ubun ubun besar
Rambut

: Mesocephal
: Menutup
:Alopesia

Mata
OD

OS

(+)

(-)

Tidak dapat dievaluasi

normal pada perabaan

Exopthalmus/
enopthalmus
Tekanan bola
mata
Conjungtiva
Sklera
Cornea reflex
Pupil

Anemis (-)
Ikterik (-)
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi

Anemis (-)
Ikterik (-)
Normal
Bulat isokor 3mm,RC(+)
Jernih
Tidak dievaluasi
Normal
Normal

Lensa
Fundus
Visus
Gerakan

Telinga
Hidung
Mulut
Bibir
Lidah
Gigi
Selaput mulut
Gusi
Bau pernapaan
Tenggorokan
Tonsil
Faring

Leher
Trachea
Kaku kuduk
Kelenjar
Thorax
Bentuk
Rachitic Rosary

: Sekret (-/-)
: Sekret (-/-), pernapasan cuping hidung (-)
: Sianosis (-)
: Beslag (-)
: Karies (-)
: Mukosa mulut basah
: Perdarahan (-)
: Normal
: TI - TI, Hiperemis (-)
: Hiperemis (-)

: Letak ditengah
: (-)
: Pembesaran KGB (-)
: Simetris
:8

Ruang Intercostal: Normal


Retraksi
:Paru paru
Inspeksi
: Simetris kanan =kiri, retraksi(-)
Palpasi
: Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
:Sp.Bronkovesikuler
Ronki -/-, Wheezing -/Jantung
Denyut jantung : 110x/m, reguler
Iktus
: Cordis
Batas kiri
: Linea midklavikularis sinistra
Batas kanan
: Linea parasternalis dextra
Batas atas
: ICS II-III
Bunyi jantung apex
: M1<M2
Bunyi jantung apex aorta
: A1>A2
Bunyi jantung pulmo
: P1>P2
Bising
: (-)
Abdomen
Bentuk
: Datar, lemas,
Auskultasi
: Bising usus (+) meningkat
Hepar
: Tidak teraba
Lien
: Tidak teraba
Perkusi
: Timpani
Genitalia
Ekstremitas
Tulang belakang
Otot otot

: Laki laki normal


: Akral hangat, CRT 2
: Deformitas (-)
: Atrofi (-)

Refleks refleks:
Refleks fisiologis +

Refleks patologis - -

- -

Diagnosis

: Retinoblastoma ekstraokuli dextra + Diare akut tanpa


dehidrasi

Terapi
-

:
IVFD NaCl o,45% in D5% (HS) 15-16 gtt/mnt
Inj. Cefotaxime 3 x 650 mg IV (3)
Inj. Gentamicin 1 x 65 mg IV (3)

Zinc 1 x 20 mg (2)
Inj. G-CSF 65 mg IV (7)
Oralit ad lib
Pro : DL, Na, K, Cl, Ca

Hasil pemeriksaan lab.

Laboratorium

Tangal

Tanggal

25/8/2015

28/8/2015

10

Leukosit

400 / uL

500 / uL

Eritrosit

3,92 106/uL

3,51 106/uL

Hemoglobin

10,8 g/dL

9,5 g/dL

Hematokrit

31,7 %

27,8 %

Trombosit

36 103/uL

34 103/uL

MCH

27 pg

MCHC

34 g/dL

MCV

79 fL

Creatinin darah

0,6 mg/dL

Ureum darah

32 mgdL

SGOT

53 U/L

SGPT

31 U/L

Natrium darah

132 mEq/L

128 mEq/L

Kalium darah

3,34 mEq/L

1,65 mEq/L

Clorida darah

90,9 mg/dL

84,3 mEq/L

Calcium

8,02 mg/dL

7,55 mg/dL

CRP
Feses:

Cair

Konsistensi

Kuning

Warna

Ingus

Darah

Lekosit

Eritrosit

Telur cacing

Lain-lain
Urin :

1.005

Berat jenis

pH

Reduksi

Bilirubin

Normal

11

Urobilin

Lekosit

Eritrosit

Torak

Hyaline

Noktha

dsb

Kista

Lain-lain
Kultur darah

D. Follow Up Penderita
(25/8/2015)
S : Demam (-), muntah 2x berisi lendir, intake (+) BAB cair 2x BAK(+)
O : Ku: tampak sakit kes: CM
T: 90/60 mmHg
N: 120x/m
R: 24x/m
S: 37,3C
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)
12

Mata : OD : Tertutup kasa, enopthalmus (+)


OS : Pupil bulat isokor 3cm, RC(+)
Thorax

: Simetris, retraksi (-)

Cor
Pulmo
Abdomen
Hepar
Lien
Extremitas

: Bising (-)
: Sp. Bronkovesikuler, rh -/-, wh -/: Datar, lemas, bising usus (+) meningkat
: Tidak teraba
: Tidak teraba
: Akral hangat, CRT 2

A:
-

Retinoblastoma ekstraokuli dextra + Diare akut tanpa dehidrasi +


Hipokalsemia + Hipokalemia + Hiponatremia

P:
-

IVFD NaCl 0,45% in D5% (HS) 15-16 gtt/mnt


Inj. Cefotaxime 3 x 650 mg IV (4)
Inj. Gentamicin 1 x 65 mg IV (4)
Zinc 1 x 20 mg (3)
Inj. G-CSF 65 mg IV
Ossovit 3 x tab
Oralit ad lib
KCl oral 3x10 ml

Hasil lab: DL, Na, K, Cl, Ca, Feses analisis, urin analisis, kultur darah

(26/8/2015)
S : Demam (+), muntah 2x berisi makanan sebanyak gelas aqua, intake
(+), BAB (+) cair frek. 4x /BAK(+)
O : KU: tampak sakit
kes: CM
T: 90/60 mmHg N: 110x/m
R: 26x/m
S: 38,2C
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)
Mata : OD : Tertutup kasa, enopthalmus (+)
OS : Pupil bulat isokor 3cm, RC(+)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor
: Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen
: Datar, lemas, bising usus (+) meningkat
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Extremitas
: Akral hangat, CRT 2
13

A:
-

Retinoblastoma ekstraokuli dextra + Diare akut tanpa dehidrasi +


Hipokalsemia + Hipokalemia + Hiponatremia

P:
-

IVFD NaCl 0,45% in D5% (HS) 15-16 gtt/mnt


Inj. Cefotaxime 3 x 650 mg IV(5)
Inj. Gentamicin 1 x 65 mg IV(5)
Paracetamol 3 x 150 mg
Zinc 1 x 20 mg (4)
Inj. G-CSF 65 mg IV
Ossovit 3 x tab
KCl oral 3x10 ml
Oralit ad lib

Jam 12.00 WITA


Cefotaxime dan gentamicin ganti Inj. Meropenem 3 x 250
mg IV

(27/8/2015)
S : Demam (+), muntah 2x berisi cairan dan sisa makanan sebanyak
gelas aqua, intake (+), BAB cair frekunsi 2x, BAK(+)
O : Ku: Tampak sakit
kes: CM
T: 100/70 mmHg
N: 124x/m
R: 30x/m
S: 39,1C
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)
Mata : OD : Tertutup kasa, enopthalmus (+)
OS : Pupil bulat isokor 3cm, RC(+)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor
: Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen
: Datar, lemas, bising usus (+) menigkat
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Extremitas
: Akral hangat, CRT 2
A:
- Retinoblastoma ekstraokuli dextra + Diare akut tanpa dehidrasi +
Hipokalsemia + Hipokalemia + Hiponatremia
P:
-

IVFD NaCl 0,45% in D5% (HS) 15-16 gtt/mnt


Inj. Meropenem 3 x 250 mg IV (2)
Inj. Ondansentron 2,5 mg IV (k/p)
Paracetamol 3 x 150 mg
Zinc 1 x 20 mg (5)
14

Inj. G-CSF 65 mg IV (10)


Ossovit 3 x tab
KCl oral 3x10 ml
Oralit ad lib

Plan :
-

DL, Na, K, Cl,Ca,Ur,Cr, SGOT,SGPT

(28/8/2015)
S : Demam (+), muntah (-),intake (+), BAB cair frekuensi 2x BAK(+)
O : Ku: Tampak sakit
kes: CM
T: 90/60 mmHg
N: 128x/m
R: 28x/m
S: 38,3C
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)
Mata : OD : Tertutup kasa, enopthalmus (+)
OS : Pupil bulat isokor 3cm, RC (+)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor
: Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen
: Datar, lemas, bising usus (+) meningkat
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Extremitas
: Akral hangat, CRT 2
A:
- Retinoblastoma ekstraokuli dextra + Diare akut tanpa dehidrasi +
Hipokalsemia + Hipokalemia + Hiponatremia
P:
-

IVFD NaCl 0,45% in D5% (HS) 15-16 gtt/mnt


Inj. Meropenem 3 x 250 mg IV (3)
Inj. Ondansentron 2,5 mg iv (k/p)
Paracetamol 3 x 150 mg
Zinc 1 x 20 mg (6)
Ossovit 3 x tab
KCl oral 3x10 ml
Oralit ad lib

Hasil lab : DL, Na, K, Cl,Ca,Ur,Cr, SGOT,SGPT

15

BAB III
DISKUSI

16

Retinoblastoma merupakan kasus tumor pada anak-anak yang berakibat


fatal, sebanyak 2/3 kasus muncul sebelum akhir tahun ketiga. Tumor bersifat
bilateral pada sekitar 30% kasus. Kasuskasus ini bersifat herediter.
Retinoblastoma bilateral secara khas didiagnosa pada tahun pertama kehidupan
dan pada kasus unilateral didiagnosa pada umur antara 1 3 tahun. 1,2Pada kasus
ini pasien berumur 2 tahun dan bersifat unilateral.
Etiologi retinoblastoma bersifat herediter (40%) maupun non-herediter
(60%). Dikatakan herediter apabila terdapat riwayat retinoblastoma dalam
keluarga (10%) maupun tidak terdapat riwayat keluarga, namun sebenarnya telah
membawa mutasi gen yang diturunkan pada saat carrier (30%).3
Padakasusinietiologi terjadinya retinoblastomadiakibatkan oleh adanya
mutasi gen. Hal ini dikarenakan retinoblastoma yang terjadi tidak diketahui secara
pasti

penyebab

dan

faktor

resikonya.Pada

kebanyakan

pasien

dengan

retinoblastoma unilateral sporadik, kedua mutasi gen Rb1 terjadi pada sel somatik
dan tidak diwariskan ke keturunannya (retinoblastoma non-herediter). Hampir
semua pasien dengan retinoblastoma bilateral sporadik adalah heterozigot untuk
mutasi gen Rb1 yang menyebabkan predisposisi untuk retinoblastoma
(retinoblastoma herediter).9
Gambaran klinis retinoblastoma yang sering muncul adalah leukokoria
(white pupillary reflex), strabismus dan inflamasi okular. Gambaran klinis yang
mungkin tampak antara lain heterochromia iris, hifema, perdarahan vitreous,
selulitis orbita, glaukoma, proptosis, dan hipopion.4,5
Pada kasus ini gambaran klinis yang muncul yakni dengan adanya
leukokoria (white pupillary reflex), inflamasi okular dan adanya proptosis pada
okuli dextra.
Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan pasien pertama kali
mendapatkan keluhan seperti mata kucing saat berusia 2 tahun. Berdasarkan
penelitian dan teori sekitar 80% kasus retinoblastoma terdiagnosa sebelum anak

17

mencapai usia 3 atau 4 tahun dengan rata- rata 2 tahun, dengan gejala awal
ditemukannya suatu leukokoria atau refleks mata kucing. Selain itu gejala klinis
awal yang didapatkan pada kasus ini yaitu proptosis atau penonjolan bola mata.
Dimana berdasarkan teori proptosis merupakan gejala (pada keadaan lanjut) dari
retinoblastoma, yaitu bola mata menonjol ke arah luar akibat pembesaran tumor
intra dan ekstra okuler.
Pada kasus ini usia penderita 2 tahun dan juga ditemukan leukokoria,
adanya inflamasi okular yang ditandai dengan daerah mata yang berwarna
kemerahan serta adanya proptosis pada okuli dextra.6,7
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis diantaranya USG,
CT-San dan MRI yang berguna untuk mengevaluasi nervus optikus, orbita,
keterlibatan sistem saraf pusat dan adanya kalsifikasi intraokuler. Aspirasi biopsi
jarum halus dapat dilakukan pada kasus yang diagnosisnya masih meragukan dan
merupakan langkah untuk mencegah penyebaran ekstraokuler dari sel tumor.
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang, sitologi cairan serebrospinal dan bone scan
merupakan pemeriksaan yang dapat menunjukkan bila retinoblastoma telah
menyebar ke ekstraokuler.8,9
Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien adalah
CT scan kepala dengan kontras dimana didapatkan ekspertisi tampak gambaran
massa di okuli dextra dengan kesan yaitu retinoblastoma dextra. Sehingga pada
kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
didiagnosa dengan retinoblastoma okulidextra
Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang berkembang dari sel-sel
retinoblast. Mutasi somatik biasanya bermanifestasi sebagai kelainan unifokal
atau unilateral dan kehilangan allel juga dapat terjadi hanya pada sel retina pada
satu mata. Tampak massa keputihan yang tumbuh secara progresif hingga ke
korpus vitreum dan mengkode protein anti-onkogen atau supresor retinoblastoma
yang menginvasi saraf optikus. Kasus retinoblastoma bilateral biasanya muncul
pada usia sangat muda (usia 1 tahun atau kurang). Sedangkan retinoblastoma yang
unilateral

biasanya

muncul

saat

usia

tahun.

Retinoblastoma

dapat

memperlihatkan berbagai pola pertumbuhan yaitu tumor dengan infiltrasi difus,

18

tampak pendesakan retina keluar dan perkembangan tumor lebih lanjut dapat
menyebar ke ruang sub-arachnoid dan otak melalui saraf optikus dimana tumor
menyebar secara difus dengan massa kecil-kecil dan tersebar di retina.
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan
panjang kromosom 13 pada lokus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang
berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang
terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada
transisi dari fase G1 sampai fase S. Sehingga mengakibatkan perubahan
keganasan dari sel retina primitif sebelum diferensiasi berakhir.9
Klasifikasi internasional retinoblastoma:9
Group A: Tumor intraretina kecil, terletak jauh dari fovea dan diskus
-

Seluruh tumor berukuran < 3 mm, terbatas pada retina


Seluruh tumor berlokasi 3 mm dari fovea
1.5 mm dari diskus optikus

Group B: Seluruh tumor lainnya yang berukuran kecil dan terbatas pada retina
- Seluruh tumor yang terbatas di retina dan tidak memenuhi kategori grup A.
- Tumor berkaitan dengan cairan subretina berukuran 3mm dari tumor tanpa
penyebaran sub retina
Group C: Tumor local dengan penyebaran minimal pada sub retina atau vitreus.
Group D: Penyakit difus dengan penyebaran signifikan pada sub retina atau
vitreus

- Tumor dapat bersifat masif atau difus.


Terdapat cairan sub retina, saat ini atau masa lampau, tanpa penyebaran,

yang maksimal dapat meliputi hingga seluruh retina.


Tumor pada vitreus bersifat difus atau masif yang dapat mencakup

manifestasi greasy atau massa tumor avaskular


- Tumor diskrit
- Terdapat cairan sub retina, saat ini atau lampau, tanpa penyebaran, yang
-

meliputi maksimal hingga seperempat retina.


Terdapat penyebaran lokal pada vitreus yang terletak dekat pada tumor
diskrit.
19

- Penyebaran lokal sub retina < 3 mm (2 DD) dari tumor.


Penyebaran difus subretina dapat mencakup bentuk plaksub retina atau
nodul tumor

Group E: Terdapat satu atau lebih dari prognosis buruk dibawah ini

- Tumor mencapai lensa.


- Tumor mencapai permukaan anterior vitreus mencakup badan siliar atau
segmen anterior mata
-

Diffuse infiltrating retinoblastoma


Glukoma neovaskular
Media opak dikarenakan perdarahan
Tumor nekrosis dengan selulitis orbital aseptik
Phthisis bulbi

Didapatkan tiga stadium pada retinoblastoma, yaitu:10


1. Stadium tenang
Pupil lebar, pada pupil tampak reflek kucing yang disebut Amourotic Cats
Eye.Hal inilah yang menarik perhatian orangtuanya untuk membawa anak
berobat.Pada funduskopi tampak bercak berwarna kuning mengkilat dapat
menonjol kedalam badan kaca. Pada permukaan terdapat neovaskularisasi
dan perdarahan.
2. Stadium glaukoma
Akibat tumor yang semakin besar, maka tekanan intraokuler meningkat
sehingga menyebabkan glaukoma sekunder dengan disertai rasa sakit.
Media refrakta menjadi keruholeh karenanya pada pemeriksaan dengan
funduskopi sudah tidak jelas dan sukar untuk menentukan besarnya tumor.
3. Stadium ekstraokuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar menyebabkan
eksopthalmus, kemudian dapat pecah kedepan sampai keluar dari rongga
orbita disertai dengan jaringan nekrosis di atasnya (retinoblastoma
eksofitik).
Pada kasus ini, retinoblastoma yang terjadi telah mencapai stadium
ekstraokuler, hal ini diakibatkan terlambatnya diketahui dan penanganan dini
terhadap retinoblastoma.
Pola penyebaran Tumor11,12

20

1. Pola pertumbuhan
Retinoblastoma intraokular dapat menampakkan sejumlah pola
pertumbuhan, pada pola pertumbuhan endofitik, ini tampak sebagai
gambaran massa putih sampai coklat muda yang menembus membran
limitan interna. Retinoblastoma endofitik kadang berhubungan dengan
vitreus seeding. Sel - sel dari retinoblastoma yang masih dapat hidup
terlepas dalam vitreous dan ruang subretina dan biasanya dapat
menimbulkan perluasan tumor melalui mata. Vitreousseeding sebagian kecil
meluas memberikan gambaran klinis mirip endopthalmitis, vitreous seeding
mungkin juga memasuki bilik mata depan, yang dapat berkumpul diiris
membentuk

nodul

atau

menempati

bagian

inferior

membentuk

pseudohypopyon.
Tumor eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang
sub-retinayang mengenai pembuluh darah retina dan sering kali terjadi
peningkatan diameter pembuluh darah dengan warna lebih pekat.
Pertumbuhan

retinoblastoma

eksofitik

sering

dihubungkan

dengan

akumulasi cairan sub-retina yang dapat mengaburkan tumor dan sangat


mirip dengan gambaran ablasio retina eksudatif yang memberi kesan suatu
coats disease lanjut. Sel retinoblastoma mempunyai kemampuan untuk
implan dimana sebelumnya jaringan retina tidak terlibat dan tumbuh.
Dengan demikian membuat kesan multisentris pada mata dengan hanya
tumor primer tunggal.
Sebagaimana tumor tumbuh, fokus kalsifikasi yang berkembang
memberikan gambar khas chalky white appearance.
2. Invasi saraf optikus dengan penyebaran tumor sepanjang ruang subarachnoid ke otak. Sel retinoblastoma paling sering keluar dari mata dengan
menginvasi sarafoptikus dan meluas kedalam ruang sub-arachnoid.Pada
stadium ini masa tumor sudah memenuhi seluruh isi bola mata, sehingga
gejala yang nampak adalah gejala glaukoma. Gejala lain yang nampak
adalah strabismus, uveitis, hifema. Stadium ini biasanya berlangsung

21

beberapa bulan sehingga jika terlambat ditangani akan masuk stadium


berikutnya.
3. Diffuse infiltration retina
Pola yang ketiga adalah retinoblastoma yang tumbuh menginfiltrasi
luas yang biasanya unilateral non-herediter, dan ditemukan pada anak yang
berumur lebih dari 5 tahun. Pada tumor dijumpai adanya injeksi
konjungtiva, anterior chamber seeding, pseudohypopyon, gumpalan besar
sel vitreous dan tumor yang menginfiltrasi retina, karena masa tumor yang
dijumpai tidak jelas, diagnosis sering dikacaukan dengan keadaan inflamasi
seperti pada uveitis intermediate yang tidak diketahui etiologinya.
Glaukoma sekunder dan rubeosis iridis terjadi pada sekitar 50%
kasus.Stadium ini bola mata sudah menonjal (proptosis), akibat desakan
masa tumor yang sudah keluar ke ekstraokuler. Segmen anterior bola mata
sudah rusak dan keadaan umum pasien nampak lemah dan kurus, prognosis
pada stadium ini jelek, tindakan yang dilakukan hanyalah untuk
memepertahankan hidup.
4. Metastasis ke kelenjar limfe regional, paru, otak dan tulang.
Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui sklera untuk masuk ke
orbita. Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana
tumor tumbuh dalam orbita. Pada bilik mata depan,sel tumor menginvasi
trabecular messwork, memberi jalan masuk ke limfatik konjungtiva.
Kemudian timbul kelenjar limfe preaurikular dan cervikal yang dapat
teraba. Stadium ini sangat buruk oleh karena tumor sudah masuk ke
kelenjarpreaurikuler. Terlambatnya didiagnosa adalah suatu fenomena yang
kompleks pada banyak, kesalahan diagnostik juga sering dijumpai karena
pada beberapa populasi ketidaktahuan akan abnormalitas mata seperti
leukokoria dan strabismus sebagai salah satu penanda dari kanker mata.Di
Amerika Serikat, pada saat diagnosis pasien jarang dijumpai dengan
metastasis

sistemik

dan

perluasan

intrakranial.

Tempat

metastasis

retinoblastoma yang paling sering pada anak mengenai tulang kepala, tulang
distal, otak, vertebra, kelenjar limphe dan viscera abdomen.

22

Terdapat beberapa cara pembagian penyakit, terpraktis untuk kepentingan


terapi, retinoblastoma dibagi menjadi intraokular dan ekstraokular.
Retinoblastoma intraokular
Pada retinoblastoma unilateral atau bilateral, dimana penglihatan masih
mungkin untuk dipertahankan karena ukuran tumor sangat kecil, maka dapat
diberikan terapi kemoreduksi, yang dilanjutkan dengan terapi fokal, dan atau
brakhiterapi / radiasi eksterna.Kemoreduksi merupakan pemberian kemoterapi
sistemik dengan tujuan untuk mereduksi volume tumor sehingga memungkinkan
pemberian terapi fokal, seperti krioterapi, fotokoagulasi dengan laser, termoterapi,
atau brakhiterapi dengan plak.Pada umumnya diberikan kombinasi karboplatin,
etoposide,

dan

vincristin

(CEV).Pemberian

kemoreduksi

sendiri

dapat

mengurangi kebutuhan untuk dilakukan enukleasi atau radiasi eksterna.9


Retinoblastoma Ekstraokular
Ekstraokular dapat meliputi jaringan lunak di sekitar mata atau perluasan ke
arah nervus optikus hingga melebihi batas yang direseksi.Perluasan lebih jauh
dapat ke arah otak dan meningen dengan penyebukan lebih lanjut ke cairan spinal,
ataupun metastasis jauh ke paru, tulang, dan sumsum tulang. Belum terdapat
standar terapi yang jelas untuk penyakit ekstraokular, pada umumnya meliputi
kemoterapi dan atau radiasi.
Penatalaksanaan retinoblastoma bertujuan untuk menyelamatkan jiwa
penderita dan mempertahankan bola mata. Pilihan penatalaksanaan retinoblastoma
sampai saat ini meliputi enukleasi, eksenterasi, kemoterapi, laser foto koagulasi,
krioterapi, external- beam radiation dan plaque radiotherapy. Pada kasus- kasus
retinoblastoma yang telah mengalami metastase, sudah menyebar ke orbita atau
nervus optikus maka dilakukan kemoterapi. Agen anti kanker ini memiliki rentang
indeks terapi yang sempit sehingga memungkinkan timbulnya toksisitas pada
jaringan normal.13 Kemoterapi merupakan terapi kanker menggunakan obatobatan dengan tujuan untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker, baik dengan
membunuh sel secara langsung maupun dengan menghentikan pembelahan
selnya.14

23

Pada kasus ini pasien dilakukan kemoterapi sebanyak 2 kali secara bertahap
yaitu dengan,hiperhidrasi 1.375 cc/24 jam 500 cc 1:1 + 20 mg NaBic 19 gtt/mnt,
Cyclophosphamide (CPA) 500 mg dalam NaCl 0,9% 250 mLCyclophosphamide
(CPA) diberikan mesna 600 mg dilarutkan dengan NaCl 0,9% diberikan 6x/hari
dimulai 15 menit sebelumCyclophosphamide (CPA) masuk. Carboplatin 220 mg
dalam NaCl 0,9% 250 cc, etopuside 55 mg dalam NaCl 0,9% 50 cc, inj.
Ondansentron 3 x 2 mg IV, kemudian setelah kemoterapi selesai, di lanjutkan
dengan inj. GCSF 65 mcg SC, inj. Ranitidine 2 x 15 mg IV, inj. Ondansentron 3
x4 mg IV. Adapun efek samping dari kemoterapi yang terjadi pada kasus ini yaitu
mual, muntah, rambut rontok, dan diare.
Prognosis baik dapat diperoleh dengan adanya deteksi dini dan pengobatan
yang tepat. Di negara berkembang, pendidikan yang buruk dan kondisi sosial
ekonomi rendah serta sistem perawatan kesehatan yang tidak efisien
menghasilkan diagnosis tertunda dan perawatan tidak optimal.Kegagalan diagnosa
pada stadium awal akan menyebabkan kebutaan, deformitas kosmetik yang
permanen dan pada kasus yang berat akan menyebabkan kematian. Diagnosis dini
dan pengobatan yang adekuat pada tumor yang masih terbatas intraokular dapat
menghasilkan mixing 90%-95%. Pada retinoblastoma ekstraokuler mempunyai
prognosis yang buruk karena adanya perluasan tumor ke daerah ekstraokuler yang
sering terjadi melalui nervus optik atau dapat juga terjadi secara langsung
menembus sklera.12,15
Prognosis pada kasus ini, pasien dengan retinoblastoma ekstraokuler dextra,
ad vitam, ad functionam ad sanationam yaitu dubia ad bonam. Dikatakan
prognosis dubia ad bonam pada kasus ini karena cepatnya deteksi dini dan
pengobatan yang tepat.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Rosdiana N. Retinoblastoma familial. IJC. 2009;3:33-6.
2. Paduppai S. Characteristic of retinoblastoma patients at Wahidin
Sudirohusodo Hospital 2005-2010. TIJM .2010;2:1-7.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Nasional Penangan
Retinoblastoma. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Persatuan Dokter
Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), Perhimpunan Dokter Spesialis
Onkologi Radiasi Indonesia (PORI), Ikatan Ahli Patologi Anatomi
Indonesia (IAPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia
(PDSRI). 2015:1-2.

25

4. Raab L. Pediatric ophthalmology and strabismus in basic and clinical


science course. San Francisco: American academy of opthalmology; 2012:
390-99.
5. Rosdiana N. Gambaran Klinis dan Laboratorium Retinoblastoma. Sari
Pediatri. 2011;12:319-22.
6. Honavar. Emerging option in the management of advanced intraocular
retinoblastoma. BJO. 2009;93:848-49.
7. Shields JA. Diagnois and management of retinoblastoma. Cancer Control.
2004;11:317-27.
8. Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN). Panduan Nasional
Penanganan Retinoblastoma. 2015:1-8.
9. Haudayer C, Villars M, Castera L, Desjardin L, Dosz F, Lyonnet D.
Retinoblastoma genetic conseling and molecular diagnosis. J Cancer
Epidemiol. 2012;15:1-11.
10. Rahman A. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Retinoblastoma: Med J
Andalas. 2008;23:57-63.
11. Mastrangelo D, Hadjistilianou T, Franscesco SD, Lore C. Retinoblastoma
and genetic theory of cancer: An old paradigm trying to survive to the
evidence. J Cancer Epidemiol. 2009;29:1-5.
12. Wijaya S. Manajemen Deteksi Dini Terpadu Retinoblastoma. JIMKI.
2015;3:1-5.
13. Rohaya S, Hariwati, Retno L, Sujuti H. Citrus peel extract (citrus
reticulata) effect on cell-cycle G1 arrest and apoptosis in retinoblastoma
Cell Culture. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2014;28:68-73.
14. Sutandyo N. Nutrisi Pada Pasien Kanker Yang Mendapat Kemoterapi. IJC.
2007;4:144-8.
15. Honavar S. Emerging options in the management of advanced intraocular
retinoblastoma. Br J Ophthalmol. 2009;93:848-9.

26

27

Anda mungkin juga menyukai