PENDAHULUAN
Retinoblastoma merupakan kasus tumor pada anak-anak yang berakibat
fatal, sebanyak 2/3 kasus muncul sebelum akhir tahun ketiga. Tumor bersifat
bilateral pada sekitar 30% kasus. Kasus-kasus ini bersifat herediter. Retinoblatoma
bilateral secara khas didiagnosa pada tahun pertama kehidupan pada tahun
pertama kehidupan dan pada kasus unilateral didiagnosa pada umur antara 1 3
tahun.1,2
Etiologi retinoblastoma bersifat herediter (40%) maupun non-herediter
(60%). Dikatakan herediter apabila terdapat riwayat retinoblastoma dalam
keluarga (10%) maupun tidak terdapat riwayat keluarga, namun sebenarnya telah
membawa mutasi gen yang diturunkan pada saat carrier (30%).3
Gambaran klinis retinoblastoma yang sering muncul adalah leukokoria
(white pupillary reflex), strabismus dan inflamasi okular. Gambaran klinis yang
mungkin tampak antara lain heterochromia iris, hifema, perdarahan vitreous,
selulitis orbita, glaukoma, proptosis dan hipopion. 4,5 Kegagalan diagnosa pada
stadium awal akan meyebabkan kebutaan, deformitas kosmetik yang permanen
dan pada kasus yang berat akan menyebabkan kematian, sehingga harus segera
disadari gejala dini retinoblastoma. Diagnosa dini yang dan pengobatan yang
adekuat pada tumor yang masih terbatas intraokular dapat menghasilkan survival
rate 90-95%.6
Di Indonesia, pada tahun 2002 terdapat 15 hingga 22 kasus baru mengenai
retinoblastoma di RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dan kasus ini meningkat
pada setiap tahunnya hingga 40 kasus pertahun. Sebagian besar anak penderita
retinoblastoma sudah memasuki stadium lanjut intraokular dan proptosis (bola
mata yang sudah terdorong keluar).7
Penatalaksanaan retinoblastoma bertujuan untuk menyelamatkan jiwa
penderita dan mempertahankan bola mata. Pilihan penatalaksanaan retinoblatoma
sampai saat ini meliputi enukleasi, eksenterasi, kemoterapi, laser fotokoagulasi,
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. J.M
Usia
: 2 tahun 11 bulan
Alamat
: Lumimuut, Teling
Tanggal masuk
: 09 Juli 2015
B. IDENTITAS ORANG TUA
Ayah
Nama
: Tn. W. M
Umur
: 43 tahun
Agama
: Kristen Protestan
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pendeta
Ibu
Nama
: Ny. A. D
Umur
: 42 tahun
Agama
: Kristen Protestan
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: IRT
Alamat
: Lumimuut, Teling
C. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu penderita
Penderita anak ke : 4 dari 4 bersaudara
No.
1.
2.
3.
4.
Jenis Kelamin
laki laki
laki laki
laki laki
laki laki
Umur
15 tahun
12 tahun
11 tahun
2 tahun 11 bulan
Keterangan
Sehat
Sehat
Sehat
Penderita
Family Tree
a. Keluhan utama :
Bubur Susu
: 6 8 bulan
Bubur Saring
: 8 10 bulan
Bubur Halus
: 10 11 bulan
Nasi Lembek
: 11 bulan sekarang
Riwayat imunisasi :
BCG
: 1 kali
Polio
: 4 kali
DPT
: 3 kali
Campak
: 1 kali
Hepatitis B
: 3 kali
Penderita belum pernah diberikan booster imunisasi
Keadaan sosial, ekonomi, kebiasaan dan lingkungan :
Rumah beratap seng, berdinding beton, lantai tegel. Jumlah kamar 5
kamar, dihuni oleh 2 orang dewasa dan 4 anak. WC/kamar mandi berada
di dalam rumah.Sumber air minum dari PAM.Sumber penerangan listrik
PLN. Penanganan sampah dibuang dan dibakar. Penderita memakai
jaminan BPJS kelas III.
Ringkasan catatan medis sebelum dijadikan kasus
Pasien masuk rumah sakit tanggal 9 Juli 2015 dengan keluhan mata
kanan menonjol. Awalnya, mata kanan penderita terasa gatal dan sering
mengucek matanya, serta tampak kemerahan sejak 11 bulan yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Kemudian mata kanan dari penderita
perlahan-lahan semakin menonjol sejak 9 bulan yang lalu sebelum masuk
rumah sakit dan semakin menghebat sejak 2 bulan sebelum masuk rumah
sakit.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang
dan kesadaran compos mentis. Berat badan 12,9 kg dengan tinggi badan
91 cm. Tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110
kali/menit (reguler, kuat angkat), frekuensi pernapasan 26 kali/menit dan
suhu badan 36,70C. Pemeriksaan kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, pada okuli dextra terdapat proptosis dan okuli sinistra pupil
bulat isokor dengan diameter 3 mm kanan sama dengan kiri, refleks
cahaya positif, tonsil dan faring tidak didapatkan hiperemis. Pemeriksaan
paru didapatkan pergerakan dinding dada simetris kanan sama dengan kiri,
stem fremitus kanan sama dengan kiri, sonor kanan sama dengan kiri,
5
dengan
Warna
: Sawo matang
Efloresensi
: (-)
Pigmentasi
: (-)
Jaringan parut
: (-)
Lapisan lemak
: Biasa
Turgor
: Kembali cepat
Tonus
: Eutoni
Oedema
: (-)
Kepala
Bentuk
Ubun ubun besar
Rambut
: Mesocephal
: Menutup
:Alopesia
Mata
OD
OS
(+)
(-)
Exopthalmus/
enopthalmus
Tekanan bola
mata
Conjungtiva
Sklera
Cornea reflex
Pupil
Anemis (-)
Ikterik (-)
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Anemis (-)
Ikterik (-)
Normal
Bulat isokor 3mm,RC(+)
Jernih
Tidak dievaluasi
Normal
Normal
Lensa
Fundus
Visus
Gerakan
Telinga
Hidung
Mulut
Bibir
Lidah
Gigi
Selaput mulut
Gusi
Bau pernapaan
Tenggorokan
Tonsil
Faring
Leher
Trachea
Kaku kuduk
Kelenjar
Thorax
Bentuk
Rachitic Rosary
: Sekret (-/-)
: Sekret (-/-), pernapasan cuping hidung (-)
: Sianosis (-)
: Beslag (-)
: Karies (-)
: Mukosa mulut basah
: Perdarahan (-)
: Normal
: TI - TI, Hiperemis (-)
: Hiperemis (-)
: Letak ditengah
: (-)
: Pembesaran KGB (-)
: Simetris
:8
Refleks refleks:
Refleks fisiologis +
Refleks patologis - -
- -
Diagnosis
Terapi
-
:
IVFD NaCl o,45% in D5% (HS) 15-16 gtt/mnt
Inj. Cefotaxime 3 x 650 mg IV (3)
Inj. Gentamicin 1 x 65 mg IV (3)
Zinc 1 x 20 mg (2)
Inj. G-CSF 65 mg IV (7)
Oralit ad lib
Pro : DL, Na, K, Cl, Ca
Laboratorium
Tangal
Tanggal
25/8/2015
28/8/2015
10
Leukosit
400 / uL
500 / uL
Eritrosit
3,92 106/uL
3,51 106/uL
Hemoglobin
10,8 g/dL
9,5 g/dL
Hematokrit
31,7 %
27,8 %
Trombosit
36 103/uL
34 103/uL
MCH
27 pg
MCHC
34 g/dL
MCV
79 fL
Creatinin darah
0,6 mg/dL
Ureum darah
32 mgdL
SGOT
53 U/L
SGPT
31 U/L
Natrium darah
132 mEq/L
128 mEq/L
Kalium darah
3,34 mEq/L
1,65 mEq/L
Clorida darah
90,9 mg/dL
84,3 mEq/L
Calcium
8,02 mg/dL
7,55 mg/dL
CRP
Feses:
Cair
Konsistensi
Kuning
Warna
Ingus
Darah
Lekosit
Eritrosit
Telur cacing
Lain-lain
Urin :
1.005
Berat jenis
pH
Reduksi
Bilirubin
Normal
11
Urobilin
Lekosit
Eritrosit
Torak
Hyaline
Noktha
dsb
Kista
Lain-lain
Kultur darah
D. Follow Up Penderita
(25/8/2015)
S : Demam (-), muntah 2x berisi lendir, intake (+) BAB cair 2x BAK(+)
O : Ku: tampak sakit kes: CM
T: 90/60 mmHg
N: 120x/m
R: 24x/m
S: 37,3C
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)
12
Cor
Pulmo
Abdomen
Hepar
Lien
Extremitas
: Bising (-)
: Sp. Bronkovesikuler, rh -/-, wh -/: Datar, lemas, bising usus (+) meningkat
: Tidak teraba
: Tidak teraba
: Akral hangat, CRT 2
A:
-
P:
-
Hasil lab: DL, Na, K, Cl, Ca, Feses analisis, urin analisis, kultur darah
(26/8/2015)
S : Demam (+), muntah 2x berisi makanan sebanyak gelas aqua, intake
(+), BAB (+) cair frek. 4x /BAK(+)
O : KU: tampak sakit
kes: CM
T: 90/60 mmHg N: 110x/m
R: 26x/m
S: 38,2C
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)
Mata : OD : Tertutup kasa, enopthalmus (+)
OS : Pupil bulat isokor 3cm, RC(+)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor
: Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen
: Datar, lemas, bising usus (+) meningkat
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Extremitas
: Akral hangat, CRT 2
13
A:
-
P:
-
(27/8/2015)
S : Demam (+), muntah 2x berisi cairan dan sisa makanan sebanyak
gelas aqua, intake (+), BAB cair frekunsi 2x, BAK(+)
O : Ku: Tampak sakit
kes: CM
T: 100/70 mmHg
N: 124x/m
R: 30x/m
S: 39,1C
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)
Mata : OD : Tertutup kasa, enopthalmus (+)
OS : Pupil bulat isokor 3cm, RC(+)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor
: Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen
: Datar, lemas, bising usus (+) menigkat
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Extremitas
: Akral hangat, CRT 2
A:
- Retinoblastoma ekstraokuli dextra + Diare akut tanpa dehidrasi +
Hipokalsemia + Hipokalemia + Hiponatremia
P:
-
Plan :
-
(28/8/2015)
S : Demam (+), muntah (-),intake (+), BAB cair frekuensi 2x BAK(+)
O : Ku: Tampak sakit
kes: CM
T: 90/60 mmHg
N: 128x/m
R: 28x/m
S: 38,3C
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)
Mata : OD : Tertutup kasa, enopthalmus (+)
OS : Pupil bulat isokor 3cm, RC (+)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor
: Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen
: Datar, lemas, bising usus (+) meningkat
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Extremitas
: Akral hangat, CRT 2
A:
- Retinoblastoma ekstraokuli dextra + Diare akut tanpa dehidrasi +
Hipokalsemia + Hipokalemia + Hiponatremia
P:
-
15
BAB III
DISKUSI
16
penyebab
dan
faktor
resikonya.Pada
kebanyakan
pasien
dengan
retinoblastoma unilateral sporadik, kedua mutasi gen Rb1 terjadi pada sel somatik
dan tidak diwariskan ke keturunannya (retinoblastoma non-herediter). Hampir
semua pasien dengan retinoblastoma bilateral sporadik adalah heterozigot untuk
mutasi gen Rb1 yang menyebabkan predisposisi untuk retinoblastoma
(retinoblastoma herediter).9
Gambaran klinis retinoblastoma yang sering muncul adalah leukokoria
(white pupillary reflex), strabismus dan inflamasi okular. Gambaran klinis yang
mungkin tampak antara lain heterochromia iris, hifema, perdarahan vitreous,
selulitis orbita, glaukoma, proptosis, dan hipopion.4,5
Pada kasus ini gambaran klinis yang muncul yakni dengan adanya
leukokoria (white pupillary reflex), inflamasi okular dan adanya proptosis pada
okuli dextra.
Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan pasien pertama kali
mendapatkan keluhan seperti mata kucing saat berusia 2 tahun. Berdasarkan
penelitian dan teori sekitar 80% kasus retinoblastoma terdiagnosa sebelum anak
17
mencapai usia 3 atau 4 tahun dengan rata- rata 2 tahun, dengan gejala awal
ditemukannya suatu leukokoria atau refleks mata kucing. Selain itu gejala klinis
awal yang didapatkan pada kasus ini yaitu proptosis atau penonjolan bola mata.
Dimana berdasarkan teori proptosis merupakan gejala (pada keadaan lanjut) dari
retinoblastoma, yaitu bola mata menonjol ke arah luar akibat pembesaran tumor
intra dan ekstra okuler.
Pada kasus ini usia penderita 2 tahun dan juga ditemukan leukokoria,
adanya inflamasi okular yang ditandai dengan daerah mata yang berwarna
kemerahan serta adanya proptosis pada okuli dextra.6,7
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis diantaranya USG,
CT-San dan MRI yang berguna untuk mengevaluasi nervus optikus, orbita,
keterlibatan sistem saraf pusat dan adanya kalsifikasi intraokuler. Aspirasi biopsi
jarum halus dapat dilakukan pada kasus yang diagnosisnya masih meragukan dan
merupakan langkah untuk mencegah penyebaran ekstraokuler dari sel tumor.
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang, sitologi cairan serebrospinal dan bone scan
merupakan pemeriksaan yang dapat menunjukkan bila retinoblastoma telah
menyebar ke ekstraokuler.8,9
Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien adalah
CT scan kepala dengan kontras dimana didapatkan ekspertisi tampak gambaran
massa di okuli dextra dengan kesan yaitu retinoblastoma dextra. Sehingga pada
kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
didiagnosa dengan retinoblastoma okulidextra
Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang berkembang dari sel-sel
retinoblast. Mutasi somatik biasanya bermanifestasi sebagai kelainan unifokal
atau unilateral dan kehilangan allel juga dapat terjadi hanya pada sel retina pada
satu mata. Tampak massa keputihan yang tumbuh secara progresif hingga ke
korpus vitreum dan mengkode protein anti-onkogen atau supresor retinoblastoma
yang menginvasi saraf optikus. Kasus retinoblastoma bilateral biasanya muncul
pada usia sangat muda (usia 1 tahun atau kurang). Sedangkan retinoblastoma yang
unilateral
biasanya
muncul
saat
usia
tahun.
Retinoblastoma
dapat
18
tampak pendesakan retina keluar dan perkembangan tumor lebih lanjut dapat
menyebar ke ruang sub-arachnoid dan otak melalui saraf optikus dimana tumor
menyebar secara difus dengan massa kecil-kecil dan tersebar di retina.
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan
panjang kromosom 13 pada lokus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang
berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang
terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada
transisi dari fase G1 sampai fase S. Sehingga mengakibatkan perubahan
keganasan dari sel retina primitif sebelum diferensiasi berakhir.9
Klasifikasi internasional retinoblastoma:9
Group A: Tumor intraretina kecil, terletak jauh dari fovea dan diskus
-
Group B: Seluruh tumor lainnya yang berukuran kecil dan terbatas pada retina
- Seluruh tumor yang terbatas di retina dan tidak memenuhi kategori grup A.
- Tumor berkaitan dengan cairan subretina berukuran 3mm dari tumor tanpa
penyebaran sub retina
Group C: Tumor local dengan penyebaran minimal pada sub retina atau vitreus.
Group D: Penyakit difus dengan penyebaran signifikan pada sub retina atau
vitreus
Group E: Terdapat satu atau lebih dari prognosis buruk dibawah ini
20
1. Pola pertumbuhan
Retinoblastoma intraokular dapat menampakkan sejumlah pola
pertumbuhan, pada pola pertumbuhan endofitik, ini tampak sebagai
gambaran massa putih sampai coklat muda yang menembus membran
limitan interna. Retinoblastoma endofitik kadang berhubungan dengan
vitreus seeding. Sel - sel dari retinoblastoma yang masih dapat hidup
terlepas dalam vitreous dan ruang subretina dan biasanya dapat
menimbulkan perluasan tumor melalui mata. Vitreousseeding sebagian kecil
meluas memberikan gambaran klinis mirip endopthalmitis, vitreous seeding
mungkin juga memasuki bilik mata depan, yang dapat berkumpul diiris
membentuk
nodul
atau
menempati
bagian
inferior
membentuk
pseudohypopyon.
Tumor eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang
sub-retinayang mengenai pembuluh darah retina dan sering kali terjadi
peningkatan diameter pembuluh darah dengan warna lebih pekat.
Pertumbuhan
retinoblastoma
eksofitik
sering
dihubungkan
dengan
21
sistemik
dan
perluasan
intrakranial.
Tempat
metastasis
retinoblastoma yang paling sering pada anak mengenai tulang kepala, tulang
distal, otak, vertebra, kelenjar limphe dan viscera abdomen.
22
dan
vincristin
(CEV).Pemberian
kemoreduksi
sendiri
dapat
23
Pada kasus ini pasien dilakukan kemoterapi sebanyak 2 kali secara bertahap
yaitu dengan,hiperhidrasi 1.375 cc/24 jam 500 cc 1:1 + 20 mg NaBic 19 gtt/mnt,
Cyclophosphamide (CPA) 500 mg dalam NaCl 0,9% 250 mLCyclophosphamide
(CPA) diberikan mesna 600 mg dilarutkan dengan NaCl 0,9% diberikan 6x/hari
dimulai 15 menit sebelumCyclophosphamide (CPA) masuk. Carboplatin 220 mg
dalam NaCl 0,9% 250 cc, etopuside 55 mg dalam NaCl 0,9% 50 cc, inj.
Ondansentron 3 x 2 mg IV, kemudian setelah kemoterapi selesai, di lanjutkan
dengan inj. GCSF 65 mcg SC, inj. Ranitidine 2 x 15 mg IV, inj. Ondansentron 3
x4 mg IV. Adapun efek samping dari kemoterapi yang terjadi pada kasus ini yaitu
mual, muntah, rambut rontok, dan diare.
Prognosis baik dapat diperoleh dengan adanya deteksi dini dan pengobatan
yang tepat. Di negara berkembang, pendidikan yang buruk dan kondisi sosial
ekonomi rendah serta sistem perawatan kesehatan yang tidak efisien
menghasilkan diagnosis tertunda dan perawatan tidak optimal.Kegagalan diagnosa
pada stadium awal akan menyebabkan kebutaan, deformitas kosmetik yang
permanen dan pada kasus yang berat akan menyebabkan kematian. Diagnosis dini
dan pengobatan yang adekuat pada tumor yang masih terbatas intraokular dapat
menghasilkan mixing 90%-95%. Pada retinoblastoma ekstraokuler mempunyai
prognosis yang buruk karena adanya perluasan tumor ke daerah ekstraokuler yang
sering terjadi melalui nervus optik atau dapat juga terjadi secara langsung
menembus sklera.12,15
Prognosis pada kasus ini, pasien dengan retinoblastoma ekstraokuler dextra,
ad vitam, ad functionam ad sanationam yaitu dubia ad bonam. Dikatakan
prognosis dubia ad bonam pada kasus ini karena cepatnya deteksi dini dan
pengobatan yang tepat.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Rosdiana N. Retinoblastoma familial. IJC. 2009;3:33-6.
2. Paduppai S. Characteristic of retinoblastoma patients at Wahidin
Sudirohusodo Hospital 2005-2010. TIJM .2010;2:1-7.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Nasional Penangan
Retinoblastoma. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Persatuan Dokter
Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), Perhimpunan Dokter Spesialis
Onkologi Radiasi Indonesia (PORI), Ikatan Ahli Patologi Anatomi
Indonesia (IAPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia
(PDSRI). 2015:1-2.
25
26
27