Pendahuluan
Kemajuan dalam perawatan intensif terhadap bayi baru lahir berhubungan dengan
penurunan mortalitas bayi dengan risiko tinggi namun diikuti dengan peningkatan angka
kejadian anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang. 1-3 Bayi dengan risiko tinggi
adalah bayi yang secara klinis belum menunjukkan hambatan perkembangan tetapi
berpotensi untuk mengalami gangguan perkembangan akibat faktor risiko biomedik,
lingkungan psikososial atau sosial ekonomi yang dialami sejak masa konsepsi sampai masa
neonatal.4
Risiko biomedik yang berpotensi untuk menghambat tumbuh kembang adalah
prematuritas, perdarahan intrakranial, hambatan pertumbuhan intra uterin, ensefalopati
iskemik hipoksik, hipoglikemia, polisitemia, hiperbilirubinemia, kelainan kongenital, infeksi,
kejang neonatal, ibu pengguna narkotika dan zat aditif (NAZA) dan lain-lain. Risiko
lingkungan psikososial atau sosial ekonomi yang dapat menghambat tumbuh kembang
adalah status sosial ekonomi yang buruk (kemiskinan, pendidikan orang tua rendah,
perumahan yang buruk, jumlah anak terlalu banyak), ibu terlalu muda, ibu retardasi mental,
gangguan kejiwaan, pengguna narkoba, riwayat perlakuan salah dalam keluarga, perceraian
dan lain-lain.5,6 Faktor risiko tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat
mengganggu perkembangan gerak, komunikasi, kognitif, emosi-sosial dan perilaku anak.
Bentuk gangguan yang tersering adalah gagal tumbuh, palsi serebral, retardasi mental,
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan perilaku dan autism. 2,4
Pemantauan dan deteksi dini gangguan tumbuh kembang merupakan hal penting
yang harus dilakukan terhadap semua bayi dan anak terutama bayi dengan risiko tinggi.
American Academy of Pediatrics menyatakan bahwa semua anak harus dipantau tumbuh
kembangnya dan diperiksa serta diintervensi apabila terdapat gangguan. 7,8 Intervensi yang
dilakukan sejak dini dan berlangsung lama akan memberikan manfaat yang lebih besar
dibandingkan dengan intervensi yang terlambat atau dalam waktu yang singkat. 9,10
Penyajian kasus panjang ini bertujuan untuk mengetahui tumbuh kembang seorang
bayi dengan risiko tinggi dan aspek lingkungan yang mempengaruhinya.
1
Data awal
Seorang bayi baru lahir, jenis kelamin laki-laki usia 20 jam dirawat di Bagian Perinatologi RS.
Dr. M. Djamil Padang selama 21 hari (29 Desember 2011-19 Januari 2012). Bayi kiriman dari
RSUD Padang Pariaman dengan keterangan sindrom gawat nafas dan convulsive disorder.
Dari alloanamnesis dengan ibu kandung didapatkan keluhan utama kejang 4 jam sebelum
masuk rumah sakit.
Bayi lahir spontan ditolong bidan di rumah bersalin dengan berat badan 3000 gram,
panjang badan 49 cm, nilai Apgar tidak langsung menangis dan lebih bulan. Ibu menderita
keputihan dan gatal sejak kehamilan berusia 7 bulan dengan ketuban hijau kental bau.
Setelah lahir bayi sudah dianjurkan untuk dirujuk ke rumah sakit, namun keluarga belum
bersedia karena alasan biaya. Sesak nafas dan kebiruan sejak lahir serta telah diberi oksigen
oleh bidan. Karena oksigen di tabung habis selama ± 2 jam, bayi lalu terlihat kebiruan
sehingga keluargapun setuju membawa bayi ke RSUD. Padang Pariaman. Saat berada di
Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD, bayi mengalami kejang 1 kali, lamanya 3 menit, kejang
berupa kaku pada kedua tangan dan berhenti setelah diberi Stesolid supposituria. Bayi lalu
dirujuk ke RS. Dr. M. Djamil Padang dengan terpasang IVFD dekstrose 10% + 20 cc Meylon 6
tetes/menit mikro. Demam tidak ada. Mual muntah tidak ada. Bayi belum diberi minum.
Suntikan vitamin K telah diberikan saat bayi berada di RSUD. Padang Pariaman. Mekonium
dan buang air kecil sudah keluar. Saat berada di UGD RS. Dr. M. Djamil Padang, nafas
spontan bayi tidak adekuat sehingga dilakukan pemasangan Endotracheal tube (ETT) dan
diberikan ventilasi tekanan positif (VTP) 40-60 kali/menit dengan oksigen 10 l/menit. Bayi
direncanakan untuk dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU), namun karena saat itu
fasilitas yang ada di NICU terpakai semua, keluarga meminta agar bayi tetap dirawat di
Bagian Perinatologi dengan fasilitas yang ada.
Riwayat kehamilan/persalinan
Ibu berusia 36 tahun dan kehamilan ini merupakan kehamilan kedelapan dengan riwayat
persalinan sebelumnya 5 kali, abortus 2 kali, bayi meninggal 1 kali dan jumlah anak hidup 4
orang. Ibu tidak ingat Hari Pertama Haid terakhir (HPHT) sehingga Taksiran Persalinan (TP)
tidak bisa ditentukan. Selama hamil, ibu kontrol secara tidak teratur ke bidan. Kualitas
makanan ibu selama hamil kurang dengan kuantitas cukup. Ibu hanya minum obat-obatan
yang diresepkan oleh bidan. Sejak usia kehamilan 7 bulan, ibu menderita keputihan,
warnanya kekuningan dan gatal. Riwayat demam atau nyeri buang air kecil tidak ada.
2
Riwayat persalinan : berat badan ibu 75 kg dan tinggi badan 150 cm. Persalinan
dipimpin oleh bidan di rumah bersalin. Jenis persalinan spontan dengan ketuban hijau
kental bau. Bayi lahir tanggal 28 Desember 2011 jam 23.00 Wib. Jenis kelamin laki-laki,
tunggal dan nilai Apgar tidak langsung menangis. Riwayat resusitasi yang dilakukan adalah
pembersihan jalan nafas, perangsangan, penghangatan dan pemberian oksigen.
Pemeriksaan fisik
Bayi tampak sakit berat dan letargis dengan frekuensi jantung 132 kali/menit, frekuensi
nafas 20 kali/menit tidak adekuat, suhu 36,6 0 C dan saturasi oksigen 96%. Tidak ditemukan
sianosis, anemis atau ikterik. Berat badan 3000 gr panjang badan 49 cm. Kulit teraba hangat
dan tampak meconium stain. Bentuk kepala normal, simetris, ukuran lingkar kepala 35 cm,
ubun-ubun besar 2,5 x 2,5 cm (tidak membonjol), ubun-ubun kecil 1,5 x 1,5 cm serta tidak
tampak adanya jejas persalinan. Pada pemeriksaan mata, konyungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, pupil isokor dengan diameter 2 mm, refleks cahaya normal. Pada telinga tidak
ditemukan kelainan. Pada hidung tampak nafas cuping hidung. Mukosa bibir dan mulut
basah serta tidak ditemukan sianosis sirkum oral. Pada leher tidak ditemukan kelainan.
Toraks tampak simetris, normochest dan ditemukan retraksi di daerah epigastrium dan
interkostal. Irama jantung teratur dan tidak ditemukan bising. Suara nafas bronkovesikuler
dan tidak ditemukan ronki ataupun wheezing. Abdomen tidak distensi, teraba supel, hepar
teraba ¼-¼, kenyal, permukaan rata, pinggir tajam, lien tidak teraba dan bising usus normal.
Tali pusat tampak layu dan kehijauan serta umbilikus tidak hiperemis. Tidak ditemukan
kelainan pada alat kelamin. Anus ada. Anggota gerak tidak ditemukan kelainan, akral
hangat dan perfusi baik. Refleks Moro melemah, refleks rooting, isap dan pegang tidak ada.
Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan darah didapatkan hemoglobin 16,8 gr%, leukosit 20.500/mm 3, hitung
jenis 0/0/1/66/31/2 dan trombosit 255.000/mm 3.
3
Diagnosis kerja
NBBLC 3000 gr PB 49 cm
Lahir spontan ditolong bidan
Ibu keputihan dengan ketuban hijau kental bau
Nilai Apgar tidak langsung menangis (partus luar)
Taksiran maturitas belum dapat dinilai
Kelainan kongenital tidak ada
Jejas persalinan tidak ada
Penyakit sekarang :
Susp. ensefalopati hipoksik iskemik derajat 2
DD/ Meningitis purulenta
Gangguan elektrolit
Gangguan metabolik
Susp. aspirasi mekonium
DD/ Pneumonia neonatal
Tatalaksana
Penatalaksanaan yang diberikan adalah VTP 40-60 kali/menit melalui ETT dengan oksigen
10 l/menit, IVFD dekstrose 10% 60 cc/kg/hari = 7,5 cc/jam, ampisilin sulbaktam 4x125 mg,
gentamisin 1x12 mg, sibital bolus 60 mg, dilanjutkan 12 jam kemudian sibital 2x7,5 mg. Bayi
sementara dipuasakan. Direncanakan dilakukan pemeriksaan analisis gas darah (AGD),
elektrolit (natrium, kalium dan kalsium), gula darah random (GDR), Rontgen toraks, kultur
darah dan lumbal punksi. Saat ini lumbal punksi belum bisa dilakukan karena kondisi bayi
tidak memungkinkan. Dari hasil pemeriksaan analisis gas darah didapatkan kesan asidosis
metabolik terkompensasi dengan pH 7,3, pCO2 39 mmHg, pO2 75 mmHg, HCO3 19,4
mmHg, BE -6,9 mmol/l dan saturasi O2 94%. Dari pemeriksaan elektrolit didapatkan
natrium 132 mg/dl (hiponatremia) dan belum perlu koreksi. Kalium dalam batas normal (4,8
mg/dl). Kalsium serum tidak dapat diperiksa karena sampel darah tidak cukup, namun dari
kalsium ion didapatkan hipokalsemia (0,41 mg/dl) dan disikapi dengan pemberian koreksi
kalsium glukonas Dari hasil pemeriksaan kalsium ulangan didapatkan dalam batas normal
(8,9 mg/dl). Gula darah random didapatkan 16 mg/dl (hipoglikemia) dan disikapi dengan
memberikan dekstrose 10% 2 cc/kgBB = 6 cc. Dari hasil pemeriksaan GDR berikutnya
didapatkan dalam batas normal, yaitu 76 mg/dl, 85 mg/dl dan 92 mg/dl.
4
Pemeriksaan Rontgen toraks didapatkan adanya infiltrat kasar di kedua lapangan
paru serta gambaran paru yang hiperaerasi. Cor dalam batas normal serta sinus dan
diafragma baik. Kesan sesuai dengan aspirasi mekonium.
Setelah VTP dilakukan selama 2 jam, nafas spontan mulai adekuat dan bayi terlihat
sesak. Demam, kejang, kebiruan dan kuning tidak ada. Buang air kecil dan buang air besar
ada. Dari pemeriksaan fisik didapatkan bayi kurang aktif, frekuensi jantung 142 kali/menit,
frekuensi nafas 68 kali/menit, suhu 36,8 C dan saturasi O2 94%. Nafas cuping hidung masih
ada. Konyungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pada toraks masih ditemukan retraksi
epigastrium dan interkostal. Irama jantung teratur, tidak ditemukan bising. Suara nafas
bronkovesikuler dan tidak ditemukan ronki dan wheezing. Abdomen tidak distensi, bising
usus normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan : nafas spontan adekuat dan
takipneu. Endotracheal tube lalu dilepaskan dan bayi diberi oksigen 6 l/menit headbox.
Pada rawatan hari ketiga, bayi masih mengalami sesak nafas, namun berkurang
dibandingkan sebelumnya. Demam, kejang, kuning, muntah dan kebiruan tidak ada. Bayi
masih terlihat letargis dengan frekuensi jantung 140 kali/menit, frekuensi nafas 64
kali/menit, suhu 370 C dan saturasi O2 95%. Nafas cuping hidung masih ada. Konyungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik. Retraksi epigastrium masih ada. Cor dan pulmo tidak
ditemukan kelainan. Abdomen tidak distensi dan bising usus (+) normal. Ekstremitas hangat
dan perfusi baik. Kesan : perbaikan. Terapi yang diberikan adalah oksigen 2 l/menit nasal,
IVFD dekstrose 12,5% 190 cc/hari = 7,9 cc/jam, amino infant steril 6% 50 cc, ASI 8x3 cc/OGT
dan terapi lain dilanjutkan.
Selama 18 hari perawatan berikutnya, bayi tidak mengalami sesak nafas, demam,
kejang, kuning, kebiruan atau muntah. Tanda vital stabil dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik. Pemberian oksigen dihentikan pada rawatan hari ke-5 dan pemberian
cairan intravena dikurangi seiring dengan meningkatnya pemberian ASI. Dari hasil
pemeriksaan kultur darah didapatkan steril. Pada rawatan hari ke-7, bayi telah mendapat
ASI sebanyak 110 cc/kgBB per OGT dan pemberian cairan intravena dihentikan pada saat
ini. Bayi sudah mencoba menyusu langsung ke ibu, namun refleks isapnya masih lemah
sehingga pemberian ASI tetap melalui OGT. Pada rawatan hari ke-11, bayi sudah menyusu
langsung ke ibu. Pemberian antibiotik dilanjutkan sampai 21 hari.
Selama 21 hari rawatan terdapat penambahan berat badan dari 3000 gram menjadi
3400 gram, penambahan panjang badan dari 49 cm menjadi 51 cm dan penambahan
lingkar kepala dari 35 cm menjadi 35,5 cm. Bayi telah bisa menyusu langsung ke ibu dan
5
tidak ditemukan gangguan pernafasan. Pada ibu telah diajarkan cara merawat bayi
sehingga saat di rumah nanti ibu diharapkan bisa melakukannya. Selain itu juga telah
diajarkan cara melakukan pijat bayi sehingga ibu dapat memberikan rangsangan taktil
kepada bayinya. Untuk rangsangan pendengaran ibu disarankan untuk sering memanggil
nama bayinya dan memberi suara musik atau menyanyikan lagu. Untuk rangsangan
penglihatan, ibu disarankan untuk menarik perhatian bayi dengan cara mendekatkan wajah
dan mempertahankan kontak mata dengan bayi.
Pada saat pulang, bayi tidak mengalami gangguan pernafasan, demam, kejang atau
ikterik. Bayi terlihat bisa menatap ke ibu setiap ibu mengajak bayi bercakap-cakap. Bayi juga
menyusu kuat dengan toleransi minum baik serta aktif dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan USG kepala tidak dapat dilakukan karena saat itu alat rusak.
Ibu telah bisa melakukan perawatan pada bayinya. Saat pulang bayi diberikan suplemen
vitamin. Kepada orangtua juga diberikan nomor telepon dokter yang bisa dihubungi apabila
bayi mengalami keluhan.
Faktor lingkungan
a. Ekosistem mikro
Ibu berusia 36 tahun, suku Minangkabau, tinggi badan 150 cm, pendidikan tidak tamat SD,
bekerja sebagai petani dengan penghasilan ± Rp 500.000,- per bulan. Ibu tidak memiliki
penyakit keturunan atau penyakit menular. Ini merupakan pernikahan yang pertama dan
tidak ada riwayat pemaksaan terhadap ibu saat akan menikah dulu. Ibu tidak memiliki
kebiasaan merokok atau mengkonsumsi narkoba. Ini merupakan kehamilan ke delapan.
Selama kehamilan ibu kontrol tidak teratur ke bidan. Ibu tidak mengkonsumsi jamu
ataupun obat-obatan selain yang diresepkan oleh bidan. Ibu juga pernah mengalami
6
keguguran sebanyak 2 kali dan bayi meninggal 1 orang. Ibu sangat perhatian dengan
perkembangan bayi dan mau mengikuti nasehat dokter. Pada awalnya ibu belum
memahami penyakit bayi serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang bisa
dialami. Namun setelah dijelaskan ibupun memahaminya dan bisa diajak berkomunikasi
dengan dokter. Ibu menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),
meskipun tidak semua pengobatan dan pemeriksaan dijamin oleh Jamkesmas.
b. Ekosistem mini
Ayah berusia 45 tahun, tinggi badan 170 cm, pendidikan tidak tamat SD, bekerja sebagai
petani dan gembala sapi milik orang lain. Penghasilan ayah adalah Rp 900.000,- perbulan.
Ayah juga memelihara 2 ekor ayam yang telurnya dikonsumsi oleh keluarga. Ayah tidak
memiliki penyakit keturunan atau penyakit menular. Ini merupakan pernikahan yang
pertama dan tidak ada riwayat pemaksaan terhadap ayah saat akan menikah dulu. Pada
awalnya ayah juga belum memahami penyakit bayi serta gangguan pertumbuhan dan
perkembangan yang bisa dialami. Namun setelah dijelaskan ayahpun memahaminya dan
bisa diajak berkomunikasi dengan dokter. Hubungan dalam keluarga terlihat cukup
harmonis. Ayah dan ibu menjalankan fungsi masing-masing dengan cukup baik. Keduanya
saling menghormati serta mempunyai keinginan dan perhatian cukup besar untuk
pemenuhan kebutuhan dasar anaknya. Ayah juga menyetujui keinginan ibu untuk
mengikuti program keluarga berencana (KB).
Selain pasien, ayah dan ibu memiliki 4 orang anak. Anak pertama perempuan,
berumur 15 tahun dan duduk di kelas 3 SMP. Anak kedua laki-laki, berumur 12 tahun dan
duduk di kelas 6 SD. Anak ketiga laki-laki, berumur 10 tahun dan duduk di kelas 4 SD. Hamil
keempat ibu mengalami keguguran pada tahun 2004 saat kandungan berusia 3 bulan. Anak
kelima laki-laki, berumur 8 tahun dan duduk di kelas 2 SD. Anak keenam meninggal tahun
2008 saat baru berumur 1 hari karena tertelan air ketuban dan dirawat di RSUD. Padang
Pariaman. Hamil ketujuh ibu mengalami keguguran pada tahun 2010 saat kandungan
berusia 4 bulan. Selain saudara kandung, di rumah juga terdapat 1 orang saudara angkat
yang merupakan sepupu dari pasien. Mainan yang ada di rumah adalah mainan sederhana
seperti mobil-mobilan bekas, telepon genggam mainan bekas, boneka bekas, bola kecil 1
buah dan mainan kartu.
Pasien sekeluarga tinggal di rumah permanen berstatus rumah sendiri di Jorong
Kampung Jua Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman. Rumah sederhana, berukuran
7x6 meter terdiri dari ruang tamu dan 2 buah kamar tidur, sedangkan dapur dan kamar
7
mandi terletak di luar rumah. Lantai rumah dilapisi dengan semen sedangkan dapur
berlantai tanah. Tidak terdapat kursi tamu ataupun televisi di ruang tamu. Rumah dikelilingi
dengan halaman yang cukup luas. Rumah terlihat cukup bersih, ventilasi cukup, sumber
listrik dari PLN yang disambung dari rumah kakak ibu dan sumber air minum berasal dari
sumur cincin. Sampah dibakar dan buang air besar dilakukan di sungai.
c. Ekosistem meso
Rumah pasien berada tidak jauh dari fasilitas umum seperti puskesmas, bidan praktek
swasta, posyandu, sekolah dan mesjid. Puskesmas terdekat berjarak ± 1 km dan bidan
praktek swasta sekitar ± 500 m. Posyandu dilaksanakan 1 kali sebulan di tempat praktek
bidan. Jarak rumah dengan RSUD sekitar 4 km. Keluarga tidak mempunyai kendaraan
sebagai sarana transportasi, sedangkan untuk telekomunikasi ibu dan kakak perempuan
pasien mempunyai telepon genggam. Fasilitas pendidikan terdekat adalah SD dan SMP
(tempat kakak pasien bersekolah saat ini) yang berjarak ± 500 m² dari rumah. Mesjid
terdekat berjarak ± 50 m dari rumah. Tetangga umumnya merupakan penduduk asli daerah
tersebut dan sebagian besar masih merupakan kerabat dekat dengan tingkat ekonomi rata-
rata menengah ke bawah. Sebagian besar penduduk bermata pencarian sebagai petani dan
gembala sapi. Hubungan orang tua dan tetangga cukup baik.
8
Ibu disarankan membawa bayinya secara rutin ke Posyandu untuk melakukan
penimbangan berat badan dan pengukuran panjang badan serta memberikan imunisasi
sesuai dengan jadwalnya. Kepada ibu diterangkan mengenai tujuan pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan bayi serta manfaat imunisasi untuk bayi. Ibu juga
diajarkan untuk memelihara kebersihan diri dan lingkungan sekitarnya sebelum
menggendong atau memberikan ASI kepada bayi.
9
Dengar (TDD), Early Language Milestone Scale 2 (ELMS), Bayley Infant Neurodevelopmental
Screener (BINS) dan Checklist for Autism in Toddlers (CHAT). Setelah memperhatikan
keadaan tersebut diatas, maka masalah yang akan dihadapi oleh pasien dan keluarga
adalah sebagai berikut :
Masalah pasien :
1. Bayi berisiko tinggi mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Bayi berisiko tinggi mengalami gangguan dalam proses pemberian makanan dan
menelan makanan sehingga berisiko untuk mengalami defisiensi nutrisi.
3. Bayi berisiko tinggi mengalami komplikasi selama 1 tahun pertama berupa
komplikasi pada sistem respirasi (Sudden Infant Death Syndrome, SIDS), mata
(gangguan penglihatan), telinga (tuli saraf, konduktif), gastrointestinal (muntah,
konstipasi), neurologi (kejang, retardasi mental, serebral palsi) dan lain-lain.
Masalah keluarga :
1. Orang tua belum memahami tentang risiko yang dihadapi oleh anaknya yang
mengalami sesak nafas dan kejang.
2. Orang tua belum memahami kebutuhan nutrisi pada bayi.
3. Orang tua belum memahami pentingnya stimulasi dini pada bayi.
10
5. Melakukan pemantauan perkembangan meliputi fungsi bahasa, kemampuan
motorik, perkembangan neurologi, perkembangan kognitif dengan tes DDST II, TDD,
ELMS, BINS dan CHAT serta merencanakan penatalaksanaan jika ditemukan
kelainan.
6. Memberikan vaksinasi sesuai anjuran IDAI.
Keluarga :
1. Menjelaskan kepada keluarga tentang risiko yang akan dihadapi oleh bayi.
2. Mengajarkan ibu tentang pemberian asupan nutrisi yang sesuai untuk bayi.
3. Menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya stimulasi dini dan pemantauan
pertumbuhan serta perkembangan bayi.
4. Mengajarkan ibu cara memberikan stimulasi dini pada bayinya, seperti stimulasi
taktil (pijat), penglihatan, pendengaran (audio visual) dan kinestetik.
Hasil pengamatan
Hasil pengamatan I (Januari-Juni 2012), umur 1-6 bulan
Kunjungan pertama (usia 1 bulan)
Pada pengamatan pertama (1 minggu setelah pulang), bayi mendapat ASI dan tampak
menyusu kuat. Tidak ditemukan demam, sesak nafas, kebiruan, mual muntah, kejang
ataupun kuning. Buang air besar dan buang air kecil juga tidak ada keluhan. Berat badan
saat kunjungan ini 3800 gram, panjang badan 53 cm, BB/U 86,3%, TB/U 96,3% dan BB/TB
95% dengan kesan gizi baik.
Pemeriksaan fisik pada kepala, simetris, ukuran lingkar kepala 36 cm, normal
menurut standar Nellhaus, tidak ditemukan kelainan pada mata, telinga, paru, jantung dan
abdomen. Keempat ekstremitas dalam batas normal dan gerakan aktif.
Ibu memberikan ASI setiap kali bayi menginginkannya. Bayi terlihat aman dan
nyaman serta mendapatkan kasih sayang dari orangtua dan semua kakaknya. Ibu terlihat
terampil dalam menggendong, menyelimuti, memberikan ASI, menghibur, memandikan
dan mengganti popok bayi. Saat pengamatan bayi terlihat sudah bisa mengangkat kepala
dan gerakannya seimbang. Bayi juga memperlihatkan reaksi terhadap bunyi bel serta
mengeluarkan suara. Bayi sudah bisa mengikuti ke garis tengah serta sudah bisa menatap
wajah orangtuanya. Dari hasil DDST II ini bayi termasuk dalam kategori normal. Tes ELMS
memberikan hasil normal. Dari ekspresif auditori didapatkan bayi sudah bisa mengeluarkan
11
suara, dari reseptif auditori didapatkan bayi sudah memperlihatkan reaksi terhadap bunyi
bel dan dari visual bayi sudah bisa tersenyum.
Orangtua disarankan untuk melanjutkan memberikan rangsangan penglihatan,
perkembangan sosial dan kognitif bayi dengan cara menatap mata bayi dari jarak sekitar 30
cm, mengajak tersenyum, membalas senyuman, menggerakkan mainan berwarna warni ke
kanan-kiri, ke depan-belakang. Untuk merangsang pendengaran, perkembangan berbahasa,
sosial dan kognitif bayi, orangtua disarankan untuk sering-sering mengajak bayi berbicara,
menirukan ocehan bayi, menggerakkan mainan yang berbunyi dan memperdengarkan
musik. Untuk perkembangan gerak kasar dan keseimbangan, orangtua disarankan untuk
melatih bayi mengangkat kepala, dada, miring dan tengkurap. Bayi juga diberikan mainan
yang dapat diraih, diraba, dipegang, digenggam dan diremas untuk merangsang
perkembangan gerak halus, perabaan dan kognitif.
Pada awalnya orangtua menolak untuk memberikan imunisasi pada bayinya,
namun setelah diterangkan mengenai manfaat imunisasi, orangtuapun setuju dan bersedia
membawa bayinya ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi. Imunisasi hepatitis B 1
diberikan saat anak berusia 1 bulan dan saat berusia 2 bulan telah diberikan imunisasi BCG,
hepatitis B 2, polio 1 dan DPT 1.
Pemecahan masalah :
Menerangkan mengenai pentingnya imunisasi sehingga orangtua akhirnya bersedia
membawa bayinya ke Puskesmas untuk imunisasi.
12
pada pemeriksaan fisik yang lain. Ibu lalu diterangkan mengenai pentingnya ASI eksklusif
dan bahaya pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu cepat kepada bayi. Ibu
mengerti dan bersedia hanya memberikan ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan.
Pada saat ini bayi bisa tengkurap dengan kepala terangkat 45 0 dan didudukkan
dengan kepala tegak. Bayi juga sudah bisa mengeluarkan suara ooo/aah, tertawa dan
berteriak. Bayi sudah bisa mengikuti lewat garis tengah, tangan bersentuhan, tersenyum
spontan, membalas senyum pemeriksa dan mengamati tangannya. Pada usia ini DDST II
memberikan kesan normal. Pemeriksaan TDD didapatkan dalam batas normal, yaitu bayi
terbangun pada saat orangtua berbicara atau terjadi kegaduhan, bayi terkejut saat
mendengar bunyi tepuk tangan yang keras dan suara nyaring seperti suara anjing atau
piring yang jatuh ke lantai. Tes ELMS memberikan hasil normal. Dari ekspresif auditori
didapatkan bayi sudah bisa tertawa. Dari reseptif auditori didapatkan bayi bisa menoleh ke
arah bunyi icik-icik dan suara ibu. Dari visual didapatkan bayi sudah bisa mengenali ibu dan
respon terhadap ekspresi ibu. Dari pemeriksaan BINS didapatkan nilai 10 (risiko rendah
untuk mengalami gangguan perkembangan, nilai maksimal 11).
Pasien tinggal bersama ayah dan ibu, namun karena ayah sering bekerja dari pagi
sampai sore, pasien tampak lebih dekat dengan ibu dibanding ayah. Orangtua masih
memberikan stimulasi pada anaknya, meliputi semua aspek yaitu stimulasi penglihatan,
pendengaran, taktil, koordinasi visual dan gerak. Selain orangtua, semua kakak pasienpun
ikut memberikan stimulasi kepada pasien. Stimulasi terhadap bayi dilanjutkan dengan cara
mengajak bayi main cilukba, bayi melihat bayangan dirinya di cermin dan meraih mainan.
Pendengaran, perkembangan berbahasa dan kognitif bayi dirangsang dengan mengajak
bayi mencari sumber suara dan mengulang-ulang beberapa kata. Rangsangan gerak kasar
dan keseimbangan dilakukan dengan melatih bayi tengkurap, berguling, telentang dan
posisi duduk. Rangsangan gerak halus dan koordinasi dengan melatih bayi memegang
menggunakan 2 tangan, meraup benda kecil, meraih benda-benda yang agak jauh dan
memasukkan biskuit ke dalam mulut.
Konsultasi ke bagian THT belum bisa dilakukan pada saat ini karena kedua orangtua
sedang panen di sawah dan tidak bisa mengantarkan anaknya ke RS. Dr. M. Djamil Padang.
13
Pemecahan masalah :
Menerangkan kepada ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif dan bahaya
pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu cepat kepada bayi.
Menerangkan kepada orangtua mengenai pentingnya pemeriksaan ke bagian THT
tersebut untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dan menyarankan agar
segera melaksanakannya apabila ada waktu.
14
Stimulasi bayi dilanjutkan dengan rangsangan yang lebih kompleks. Rangsangan
pendengaran, perkembangan bahasa, emosi dan kognitif dilakukan dengan cara sering
memanggil nama bayi, memanggil mama-papa dan mengulang beberapa kata. Untuk
rangsangan gerak kasar, keseimbangan dan kemandirian, bayi dilatih merangkak, berdiri
dan melangkah berpegangan. Untuk rangsangan gerak halus, koordinasi visual, kognitif dan
kemandirian, bayi diajarkan bersalaman, bertepuk tangan, melambaikan tangan dan
menunjuk ke benda yang agak jauh. Rangsangan taktil juga diberikan dengan cara memijat
bayi. Imunisasi yang diberikan pada usia 6 bulan ini adalah DPT 3, hepatitis B 3 dan polio 3.
Bayi tidak mengalami masalah setiap setelah imunisasi.
Hasil konsultasi ke bagian mata saat ini menyatakan tidak ditemukan kelainan dan
dianjurkan untuk kontrol ke Poliklinik Mata apabila ada keluhan. Hasil konsultasi ke bagian
THT didapatkan kesan dalam batas normal dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
OAE, timpanometri dan BERA. Hasil pemeriksaan OAE : ADS pass. Hasil pemeriksaan BERA
didapatkan kesan fungsi pendengaran dalam batas normal. Hasil timpanometri
mengindikasikan kondisi telinga tengah normal.
Pemecahan masalah :
Memberikan edukasi kepada ibu mengenai bahaya dan penyakit yang mungkin
mengenai bayi bila terlalu sering dibawa ke sawah.
Menganjurkan agar bayi jangan terlalu sering dibawa ke sawah.
Untuk infeksi saluran pernafasan atas diberikan anti piretik (parasetamol 3x80 mg)
dan ambroksol 3x3 mg.
Gizi kurang : memberikan makanan yang sesuai dengan kebutuhan kalori
berdasarkan RDA, dimana height age anak sesuai dengan usia 5,5 bulan dengan
jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 800 kkal. Pemberian bubur susu ditingkatkan
menjadi 3 kali sehari dan di antara waktu makan selalu diselingi dengan buah-
buahan dan makanan ringan seperti biskuit dan bubur kacang hijau.
15
Hasil pengamatan II (Juli-Desember 2012), umur 7-12 bulan
Kunjungan keempat (usia 9 bulan)
Pada periode ini, bayi mengalami demam dan diare tanpa dehidrasi selama 3 hari. Bayi juga
sering mengalami batuk pilek. Bayi selalu dibawa berobat ke bidan dan diberikan obat
penurun panas, oralit serta sirup obat batuk dan pilek. Berat badan pada kunjungan ini 8,2
kg dan panjang badan 71 cm dengan BB/U 89,1%, TB/U 99,3% dan BB/TB 91,1% dengan
kesan gizi baik. Kepala ukuran 44 cm, normal menurut standar Nellhaus. Pemeriksaan fisik
lainnya pada saat ini tidak menunjukkan kelainan. Anak sudah mendapatkan imunisasi
campak.
Pola makan yang didapatkan saat ini selain mendapat ASI, bayi sudah mendapatkan
makanan tambahan berupa roti, biskuit, nasi tim 3 kali sehari. Toleransi makan baik. Bayi
saat ini sudah bisa berdiri dengan berpegangan, bangkit untuk berdiri, bangkit terus duduk,
mengoceh, papa/mama tidak spesifik, memegang dengan 2 jari, mengambil 1 kubus dan
bertepuk tangan. Pada saat ini DDST II memberikan kesan normal. Tes ELMS memberikan
hasil dalam batas normal. Dari ekspresif auditori didapatkan bayi sudah bisa menyebut
papa/mama tidak spesifik, dari reseptif auditori bayi mengerti apabila dilarang dan dari
visual bayi bisa menirukan gerakan sederhana. Pemeriksaan TDD didapatkan dalam batas
normal. Dari pemeriksaan BINS didapatkan nilai 12 (risiko rendah untuk mengalami
gangguan perkembangan, nilai maksimal 13).
Orang tua tetap dianjurkan untuk memberikan stimulasi bagi anaknya. Rangsangan
penglihatan, pendengaran, perkembangan berbahasa, kognitif dan komunikasi dilakukan
dengan seperti menyebutkan nama-nama orang di dalam keluarga dan mengulang kata-
kata yang sering disebutkan pada bayi. Rangsangan perkembangan gerak halus, koordinasi,
kognitif dan kemandirian serta sosial dilakukan dengan melatih bayi memasukkan benda ke
dalam wadah dan mengeluarkannya kembali, minum dari gelas dan menggelindingkan bola
ke orang lain, sedangkan berdiri dan berjalan berpegangan dilakukan untuk rangsangan
gerak kasar.
Masalah pasien :
Pasien menderita 1 kali periode demam yang disertai diare tanpa dehidrasi.
Pasien juga sering menderita batuk dan pilek.
16
Memberikan edukasi tentang pencegahan diare. Untuk demam selain memberi
obat demam juga lebih mengutamakan kompres untuk menurunkan panas. Selain
itu ibu juga diberi edukasi mengenai pencegahan agar anak tidak sering menderita
batuk pilek.
17
berjalan mundur, memanjat kursi dan tangga serta menendang bola. Untuk perkembangan
berbahasa dan kognitif, orangtua disarankan untuk menyebutkan nama-nama benda dan
memberikan perintah sederhana kepada anak.
Masalah keluarga :
Upah harian ayah berkurang karena tanaman padi diserang hama.
Pemecahan masalah
Menganjurkan ayah untuk melapor ke Dinas Pertanian setempat sehingga hama
yang menyerang tanaman padinya dapat dimusnahkan.
Memberikan motivasi agar ayah mencari sumber penghasilan yang lain seperti
beternak ayam sehingga telur dan dagingnya dapat dijual.
18
mengucapkan 1 kata selain kata “mak”, yaitu kata “ka”, dari reseptif auditori bayi bisa
mengikuti perintah dan dari visual bayi sudah bisa menunjuk objek yang diinginkannya.
Pemeriksaan TDD didapatkan dalam batas normal.
Orangtua tetap dianjurkan untuk memberikan stimulasi bagi anaknya, seperti
stimulasi yang dilakukan pada kunjungan sebelumnya. Saat ini hama yang menyerang
tanaman padi di sawah yang digarap ayah sudah tidak ada lagi, namun upah ayah masih
belum dinaikkan karena menunggu panen berikutnya. Ibu berusaha untuk membantu
perekonomian keluarga dengan cara mengumpulkan buah pinang untuk dikeringkan dan
kemudian dijual. Kakak perempuan pasien juga berusaha untuk membantu perekonomian
keluarga dengan cara beternak ayam. Saat ini sudah ada 1 ekor ayam jantan dan 2 ekor
ayam betina yang sedang mengeram telurnya. Anak juga sudah dicalonkan untuk mendapat
kartu jaminan kesehatan daerah dari wali nagari setempat.
Masalah pasien
Kejang demam sederhana.
Anak tidak dibawa berobat ke rumah sakit karena belum memiliki jaminan
kesehatan.
Waktu ibu untuk merawat anak sedikit berkurang karena ibu mempunyai pekerjaan
tambahan.
Pemecahan masalah
Mengusahakan agar anak mendapatkan jaminan kesehatan daerah dengan
mendaftarkannya ke wali nagari setempat.
Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan rangsangan kepada anaknya terutama
saat berada di rumah. Apabila ibu sedang tidak berada di rumah, maka kegiatan
tersebut hendaknya dapat dilakukan oleh kakak-kakak pasien.
19
normal menurut standar Nellhaus. Saat ini anak sudah bisa berlari, menendang bola ke
depan dan melempar bola, menyebutkan 5 kata, menyusun 2 kubus, mengambil manik-
manik, membantu di rumah dan menggunakan sendok. Pemeriksaan DDST II dan TDD saat
ini memberikan kesan dalam batas normal. Tes ELMS juga memberikan kesan dalam batas
normal. Dari ekspresif auditori bayi sudah bisa mengucapkan 5 kata, yaitu “kak, mam, yah,
bok dan ndak” dan dari reseptif auditori bayi sudah bisa menunjukkan 2 bagian tubuhnya,
yaitu mata dan mulut. Dari pemeriksaan BINS didapatkan nilai 11 (nilai maksimal 11). Dari
pemeriksaan CHAT didapatkan dalam batas normal.
Orangtua disarankan untuk memberikan rangsangan yang lebih kompleks lagi.
Rangsangan perkembangan berbahasa, penglihatan, kognitif dan sosial dilakukan dengan
sering mengajukan pertanyaan, menyebutkan nama gambar, menyebutkan nama bagian
tubuh anak, binatang, benda-benda di sekitar rumah dan kegiatan sehari-hari. Untuk
kemampuan gerak halus, kemandirian dan kognitif, rangsangan yang diberikan adalah
berlatih mencuci tangan, menyikat gigi, memakai celana, baju dan menggambar garis.
Sedangkan untuk gerak kasar, koordinasi, sosial dan kognitif, rangsangan yang diberikan
adalah bermain melempar bola dan melompat.
Diskusi
Bayi dengan risiko tinggi memerlukan pemantauan secara periodik karena mempunyai
faktor risiko untuk mengalami masalah tumbuh kembang di kemudian hari. 1 Sekitar 9% bayi
baru lahir tergolong risiko tinggi dan memerlukan perawatan di NICU. 1 Bayi termasuk risiko
tinggi apabila ditemukan faktor risiko berikut :1,6
1. Sosial demografi, yaitu umur ibu < 16 tahun atau > 40 tahun, pengguna narkoba,
alkohol atau perokok, kemiskinan, orangtua tunggal dan stres emosi atau fisik.
2. Riwayat peyakit sebelumnya, yaitu ibu menderita diabetes melitus, hipertensi,
bakteriuria asimtomatis dan penyakit reumatologis (SLE).
3. Riwayat kehamilan sebelumnya, yaitu kematian neonatal, prematuritas, pertumbuhan
janin terhambat, kelainan kongenital, inkompatibilitas golongan darah, hidrops fetalis
dan inborn error of metabolism.
4. Kehamilan saat ini, yaitu perdarahan antepartum, infeksi TORCH, kehamilan multipel,
preeklampsia, ketuban pecah dini, poli/oligohidramnion, jarak kehamilan yang dekat,
penyakit medis/bedah akut, perawatan antenatal tidak memadai dan pengobatan
infertilitas.
20
5. Persalinan, yaitu prematur (< 37 minggu), postmatur (> 42 minggu), gawat janin,
presentasi bokong, air ketuban hijau, nuchal cord, bedah sesar, ekstraksi forsep dan
nilai Apgar < 4 pada menit pertama.
6. Bayi, yaitu berat lahir < 2500 gram atau > 4000 gram, lahir < 37 minggu atau > 42
minggu, kecil masa kehamilan, besar masa kehamilan, sianosis, takipneu,
hiperbilirubinemia dan mendapat transfusi tukar, meningitis, sepsis, mendapat terapi
oksigen, kelainan kongenital, pucat, pletora dan ptekie.
Pasien ini termasuk bayi risiko tinggi karena memiliki beberapa faktor risiko, baik
dari ibu maupun dari bayi sendiri. Faktor risiko ibu adalah riwayat kehamilan dengan
abortus berulang (2 kali) dan bayi meninggal satu kali serta memiliki pendidikan dan sosial
ekonomi yang rendah. Faktor risiko dari bayi adalah bayi lahir dengan asfiksia, gawat janin,
mekonium hijau serta dicurigai menderita ensefalopati hipoksik iskemik. Risiko biomedik
yang berpotensi untuk menghambat tumbuh kembang pada bayi ini antara lain
ensefalopati hipoksik iskemik dan hipoglikemia. Risiko lingkungan psikososial atau sosial
ekonomi yang dapat menghambat tumbuh kembangnya antara lain status sosial ekonomi
yang buruk (kemiskinan, pendidikan orang tua rendah, perumahan yang buruk dan jumlah
anak terlalu banyak).
Asfiksia perinatal adalah keadaan dimana janin atau bayi baru lahir mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia) dan atau menurunnya perfusi (iskemia) ke berbagai macam
organ. Asfiksia dapat terjadi pada waktu pre, peri atau post natal. 11-13 American Academy of
Pediatrics (AAP) dan The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
membuat definisi asfiksia perinatal sebagai berikut : 14
1. Asidosis metabolik atau mixed acidemia (pH < 7.00) pada darah umbilikus atau analisa
gas darah arteri apabila fasilitas tersedia,
2. Nilai Apgar yang persisten 0-3 selama > 5 menit,
3. Manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan gejala kejang, hipotonia,
koma, ensefalopati hipoksik iskemik, dan
4. Gangguan fungsi multiorgan segera pada waktu perinatal.
Ensefalopati hipoksik iskemik adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya
kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera otak akut yang
disebabkan oleh asfiksia.11,12 Ensefalopati hipoksik iskemik merupakan penyebab penting
21
kerusakan permanen sel-sel pada susunan saraf pusat (SSP) yang berdampak pada
kematian atau kecacatan berupa palsi cerebral dan defisiensi mental.15,16
Manifestasi klinis ensefalopati hipoksik iskemik bervariasi mulai dari yang ringan
sampai berat. American Medical Association (1976) menerbitkan modifikasi pembagian
ensefalopati hipoksik iskemik menurut Sarnat dan Sarnat pada bayi cukup bulan yang
sampai sekarang masih dipergunakan.17
Ensefalopati hipoksik iskemik yang dialami bayi adalah derajat sedang. Walaupun
tidak dilakukan pemeriksaan penunjang seperti EEG, CT scan atau MRI, namun derajat
ensefalopati hipoksik iskemik pada kasus ini ditentukan berdasarkan skoring yang
digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mwakyusa dan kawan-kawan pada tahun
2008. Sistim skoring tersebut digunakan untuk menilai status bayi yang mengalami asfiksia.
Nilai 0 merupakan nilai normal dan nilai 22 menggambarkan ensefalopati hipoksik iskemik
yang paling berat. Bayi dikategorikan ensefalopati hipoksik iskemik ringan bila skornya 1-
10, sedang bila skornya 11-14 dan berat bila skornya 15-22. 18
Prognosis bayi yang mengalami ensefalopati hipoksik iskemik bervariasi, ada yang
sembuh total, cacat atau meninggal dunia. Bayi yang menderita ensefalopati hipoksik
iskemik derajat ringan umumnya sembuh total, pada derajat sedang 80% normal, sisanya
timbul kelainan bila gejalanya tetap ada lebih dari 5-7 hari. 14 Pada ensefalopati hipoksik
iskemik berat, sebagian besar bayi akan meninggal atau mengalami gangguan berat seperti
palsi serebral, retardasi mental, epilepsi dan kadang-kadang disertai tuli sensorineural atau
22
gangguan penglihatan kortikal.16,19 Pada bayi dengan ensefalopati hipoksik iskemik ringan
biasanya membutuhkan bantuan minimal, pemeriksaan neurologis akan normal pada hari
3-4 dan umumnya sangat jarang menimbulkan gangguan perkembangan. 15,20-22
Bayi baru lahir yang menderita ensefalopati hipoksik iskemik berisiko tinggi untuk
mengalami gangguan motorik dan gangguan kognitif, bahkan gangguan kognitif tetap dapat
terjadi walaupun tidak ditemukan gangguan motorik. 21 Gangguan kognitif tersebut
terutama ditemukan pada bayi yang menderita ensefalopati menengah dan berat. 22
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan kemampuan akademis pada saat
anak berumur 7-13 tahun berada 1 tingkat lebih rendah daripada yang diharapkan untuk
umur tersebut dalam ranah membaca, menulis, mengeja dan matematika. 19
23
3. Gangguan pendengaran sensorineural
Pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan brainstem evoked responses
(BERA) diindikasikan pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia intrapartum dan
sebelum bayi dipulangkan dari rumah sakit. 23
1. Kejang
Lebih dari 50% bayi baru lahir dengan ensefalopati hipoksik iskemik mengalami kejang
pada periode neonatus. Hal ini juga ditemukan pada kasus. Sepuluh persen pasien
dapat mengalami epilepsi pada saat berusia 3,5 tahun dan sedikit yang mengalami
epilepsi setelah usia tersebut.23 Walaupun saat berusia 15 bulan, anak pernah
mengalami kejang demam sederhana, namun kemungkinan epilepsi masih belum
dapat disingkirkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan lebih lanjut mengenai
timbulnya gejala epilepsi di kemudian hari.
2. Lingkaran kepala
Ukuran lingkaran kepala saat lahir merupakan parameter yang sangat penting. Apabila
ukurannya kurang dari persentil 3, menggambarkan adanya kelainan patologis pada
otak akibat asfiksia intrapartum. Apabila lingkaran kepala saat lahir normal namun
kemudian mengalami pertambahan ukuran yang tidak sesuai, maka kemungkinan
penyebabnya adalah kelainan saat perinatal. Penambahan lingkaran kepala yang tidak
sesuai berhubungan dengan efek jangka panjang. 23 Pada kasus tidak ditemukan
mikrosefal saat bayi baru dilahirkan serta didapatkan pertambahan lingkaran kepala
yang sesuai pada saat bayi akan dipulangkan.
Jenis stimulasi
Tidak semua jenis stimulasi mempunyai efektivitas yang sama, bahkan bayi yang
mendapatkan stimulasi yang sama menunjukkan hasil yang berbeda. Berbagai parameter
24
stimulasi perlu dipertimbangkan, termasuk jumlah, tipe, saat, pola, kualitas stimulasi di
samping berbagai faktor risiko yang ada pada bayi. 24
Sebelum umur 3 tahun stimulasi diarahkan untuk mencapai semua aspek
perkembangan, yaitu penglihatan, pendengaran, kognitif, sosial kemandirian, gerak halus
dan kasar. Setelah umur 3 tahun, stimulasi diarahkan lebih spesifik untuk kesiapan
akademik seperti menggambar, mengenal bentuk huruf, angka, menulis, membaca dan
berhitung di samping emosi sosial dan kemandirian. 4
Intensitas
Program yang lebih intensif akan memberikan hasil yang lebih baik. Anak dan orangtua
yang lebih aktif dan teratur mengikuti program menunjukkan kemajuan yang lebih besar.
Secara individual isyarat perilaku bayi dapat digunakan sebagai penentu intensitas yang
cocok untuk bayi. Tanda ketegangan atau perilaku yang menghindar menunjukkan stimulasi
harus dihentikan.4
Perbedaan individual
Hasil stimulasi pada beberapa individu dengan metode yang sama dapat menghasilkan
kemajuan yang berbeda, tergantung pada faktor risiko sebelum intervensi dan derajat
kecocokan antara program dengan cara belajar anak. Bayi dengan risiko biologis lebih besar
akan mengalami kemajuan lebih sedikit walaupun kemajuannya bermakna. 24
Keterpaduan
Stimulasi psikososial bayi risiko tinggi sebaiknya ditujukan untuk pengembangan individu
dengan memanfaatkan orangtua, anggota keluarga, lingkungan sosial ekonomi, termasuk
membantu orangtua untuk berhadapan dengan perasaannya sendiri. Rencana intervensi
sebaiknya melibatkan tim interdisiplin termasuk dokter, perawat, psikologi, terapi okupasi
dan fisik, pendidik anak dan pekerja sosial. 4
Kontak pertama bayi dengan tenaga kesehatan pada saat baru dipulangkan dari
rumah sakit merupakan hal yang penting karena dapat mengidentifikasi masalah yang
timbul dalam hal penyesuaian bayi saat berada di rumah. Sebaiknya kontak ini dilakukan
melalui kunjungan rumah. Tabel 2 memperlihatkan jadwal dan jenis kegiatan yang harus
dilakukan saat melaksanakan pemantauan bayi dengan risiko tinggi. Jadwal pemantauan
tersebut merupakan jumlah kunjungan minimal yang dilakukan terhadap bayi dengan risiko
25
tinggi. Jika bayi mengalami penyakit, maka direkomendasikan untuk melakukan kunjungan
lebih sering.25
Tabel 2. Jenis pemantauan yang dilakukan terhadap bayi dengan risiko tinggi. 25
Penilaian Umur (dalam bulan)
Pemberian minum dan konseling diet 1 2 3 6 9 12 15 18 24 .........8 thn
Pemantauan pertumbuhan Setiap kali kunjungan
Imunisasi Sesuai dengan jadwal
Pemeriksaan neurologis ® ® ® ® ® ® ®
Penilaian perkembangan ® ® x ® x x
Pemeriksaan pendengaran (BERA) ® x x x x x x
Pemeriksaan mata ® x x x x x
USG atau CT scan kepala Sesuai dengan indikasi
x : jika pemeriksaan sebelumnya abnormal
26
makanan tambahan yang diberikan harus bervariasi dan mengandung daging sapi, daging
ayam, ikan, telur, buah-buahan dan sayur-sayuran. Seiring dengan bertambahnya usia bayi,
konsistensi makanan dapat dirubah dari semisolid menjadi solid dan jenis makanan yang
diberikanpun harus diperbanyak. Saat berumur 12 bulan, anak sudah dapat mengkonsumsi
makanan keluarga.
2. Pemantauan pertumbuhan
Parameter pertumbuhan seperti berat badan, panjang/tinggi badan dan lingkaran kepala
harus dimonitor dan diplotkan ke grafik pertumbuhan setiap kali kunjungan. Pola
pertumbuhan bayi harus dibandingkan dengan kurva standar dan setiap penyimpangan
harus menjadi perhatian dan mendapatkan intervensi segera. 25
Pada saat bayi berusia 6 bulan ditemukan keadaan gizi kurang. Hal ini disebabkan
karena frekuensi pemberian makanan pendamping ASI yang belum cukup. Saat ini ibu
memberi bubur susu sebanyak 2 kali perhari dengan jumlah 1 piring kecil perkali serta
biskuit bayi setengah potong 1 kali perhari. Untuk mengembalikan status gizi bayi menjadi
gizi baik, maka ibu disarankan untuk meningkatkan frekuensi pemberian bubur susu
menjadi 3 kali perhari dengan diselingi oleh buah dan biskuit 2 kali perhari. Dengan
intervensi gizi ini, maka bayi kembali menjadi gizi baik saat berusia 9 bulan.
3. Penilaian perkembangan
Milestone yang dinilai adalah 4 domain, yaitu motorik kasar, motorik halus, bahasa dan
personal sosial. Bayi yang mengalami keterlambatan dalam setiap domain harus
dikonsultasikan ke ahli psikologi untuk dilakukan evaluasi perkembangan secara formal. 25
4. Imunisasi
Imunisasi harus diberikan sesuai dengan usia kronologis. Orangtua sebaiknya diberikan
pilihan untuk dapat memberikan imunisasi tambahan pada anaknya seperti Hemophilus
influenzae B, tifoid dan MMR.25
Pada saat bayi akan dipulangkan dari rumah sakit, ibu setuju untuk memberikan
imunisasi kepada bayinya, namun dalam pemantauan saat bayi berusia 1 bulan (1 minggu
setelah dipulangkan), ibu tidak membawa bayinya ke Posyandu untuk mendapatkan
imunisasi. Hal ini disebabkan karena pada waktu masih dirawat, ibu merasa sangat cemas
dengan kondisi bayinya sehingga ibu menyetujui semua anjuran dokter, namun setelah
berada di rumah, ibu merasa kondisi bayinya mulai mengalami perbaikan sehingga ibu tidak
membawanya untuk diimunisasi. Setelah diberikan penjelasan mengenai manfaat imunisasi
27
dan penyakit apa saja yang dapat dicegah dengan imunisasi, ibupun setuju untuk
memberikan imunisasi pada bayinya.
5. Penilaian neurologis
Penilaian tonus otot merupakan bagian penting dalam pemeriksaan neurologis. Pada usia
gestasi 28-40 minggu, perkembangan tonus otot dan fungsi motorik berawal dari
ekstremitas bawah menuju ke kepala. Setelah cukup bulan akan ditemukan keadaan
relaksasi dan kontrol motorik berlanjut dari kepala ke arah ekstremitas sampai berumur 12-
18 bulan. Anggota gerak atas akan terlihat lebih relaks dan dapat melakukan kegiatan
dibandingkan dengan anggota gerak bawah. Adanya hipertonia dan hipotonia atau
asimetris pada ekstremitas harus dicatat, begitu juga bila ditemukan kejang atau gerakan
involunter lain.25
6. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata dilakukan pada usia 6 bulan, meliputi penglihatan, juling, katarak atau
atropi optik. Bayi dicurigai mengalami gangguan penglihatan apabila tidak mampu
memfiksasi matanya, bola mata yang bergerak berkeliling dan nistagmus. Rehabilitasi untuk
memperbaiki gangguan penglihatan harus dilakukan sesegera mungkin dan bayi diharapkan
mendapatkan stimulasi yang sesuai. Jika terlambat, maka perbaikan fungsi penglihatan bisa
terganggu karena tidak berfungsinya nervus optikus. 25 Berdasarkan pemeriksaan mata yang
dilakukan pada kasus ini saat bayi berusia 6 bulan didapatkan dalam batas normal dan
dianjurkan untuk kontrol ulang apabila ditemukan keluhan.
7. Pemeriksaan pendengaran
Pemeriksaan BERA harus dilakukan pada usia 3 bulan post natal. Jika hasil pemeriksaan ini
abnormal, maka pemeriksaan harus diulang kembali 2 minggu kemudian. Bayi dengan hasil
BERA abnormal unilateral harus menjalani pemeriksaan ulangan 3 bulan kemudian. Metode
lain yang dapat juga digunakan untuk menilai pendengaran bayi adalah OAE. Waktu yang
dibutuhkan untuk pemeriksaan ini lebih singkat dibandingkan BERA. Beratnya gangguan
pendengaran pada bayi dikelompokkan atas ringan (15-30 dB), sedang (30-50 dB), berat
(50-70 dB) dan sangat berat (≥ 70 dB). 25
Bayi yang mengalami gangguan pendengaran harus dirujuk untuk mendapatkan
intervensi dini sehingga diharapkan bayi tidak akan mengalami gangguan bahasa. Anak
sebaiknya menggunakan alat bantu dengar dan jika gangguan pendengarannya sangat
28
berat dapat dilakukan penanaman koklea sebelum berumur 12 bulan. Penyesuaian ukuran
alat bantu dengar saat bayi berumur 6 bulan berhubungan dengan kemampuan bicara yang
lebih baik. Intervensi dini yang dilakukan sebelum bayi berumur 3 bulan juga berhubungan
dengan kemampuan kognitif yang lebih baik pada usia 3 tahun. 25
The Joint Committee on Infant Hearing (JCIH) mengelompokkan indikator risiko
tinggi gangguan pendengaran sebagai berikut : 26
1. Sejak lahir-28 hari, yaitu hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar, asfiksia
neonatorum, infeksi intrauterin berhubungan dengan gangguan pendengaran
sensorineural (TORCH), meningitis bakterialis, obat-obatan ototoksik (misalnya
gentamisin) yang diberikan lebih dari 5 hari, riwayat keluarga dengan gangguan
pendengaran sensorineural permanen.
2. Usia 29 hari-2 tahun, yaitu pada pengamatan orang tua atau pengasuh terdapat
keterlambatan bicara dan bahasa, meningitis bakterialis atau infeksi lain yang
berhubungan dengan tuli sensorineural, trauma kepala, pemakaian obat-obatan
ototoksik, Otitis Media Efusi (OME) yang menetap atau berulang selama 3 bulan.
Berdasarkan konsultasi dengan bagian THT saat bayi berusia 6 bulan didapatkan kesan
dalam batas normal, begitu pula dengan pemeriksaan fungsi pendengaran.
Stimulasi dini
Orangtua umumnya tidak siap menghadapi kenyataan bahwa bayinya berbeda dari bayi lain
karena adanya faktor risiko tinggi. Bayi risiko tinggi kadang-kadang dirawat di ruang khusus,
dalam inkubator tertutup dengan kabel dan selang sehingga orangtua sulit untuk melihat,
menyentuh, tidak dapat mengambil, menggendong atau menimang bayinya. 4,25
Ketidakpastian tentang keselamatan dan kemampuan di masa depan menyebabkan
kecemasan, kecewa, sedih, marah dan rasa bersalah, di samping merasa adanya beban
karena bayinya membutuhkan lebih banyak perawatan, padahal keselamatannya belum
dapat dipastikan. Bila orangtua tidak ada, tidak peka atau tidak terlibat, bayi akan merasa
ikatan emosionalnya kurang kuat dan merasa tidak aman. Bayi yang selalu merasa aman,
perkembangan emosi dan sosialnya akan lebih baik. 4
Orangtua harus diberi penjelasan mengenai prognosis, kemungkinan perjalanan
penyakit, kemungkinan penyulit dan gejala sisa agar mereka dapat mengetahui keadaan
bayinya dan tidak menimbulkan kecemasan yang berlebihan, bahkan diharapkan dapat
29
menerima kenyataan tersebut secara bertahap. Orangtua dilatih mengasuh bayinya sejak di
ruang rawat intensif, di ruang rawat bayi atau di rawat gabung dengan tujuan : 4
1. Ibu mengerti keadaan khusus bayinya dan potensi perkembangannya sehingga
menghilangkan ketakutan dan kecemasan serta mendorong ibu untuk menikmati
kebersamaan dengan bayinya,
2. Mengajarkan ibu berinteraksi yang sesuai dan saat yang tepat terhadap isyarat bayi.
Ibu akan belajar kapan harus beristirahat, menghibur, merangsang dan seterusnya
untuk menyesuaikan dengan keinginan dan temperamen bayi.
3. Meningkatkan keterampilan membersihkan, memandikan, mengganti pakaian,
memberi minum dan menenangkan bayi.
4. Meningkatkan kepercayaan diri dan memperkuat kesenangan ibu terhadap bayinya.
Cara berinteraksi secara bertahap dapat dilihat pada tabel berikut.
30
Bermain sambil mengganti baju atau memandikan.
Bilamana keadaan bayi dan ibu sudah memungkinkan (misalnya bayi sudah dipindahkan ke
ruang bayi atau rawat gabung), maka ibu dilatih memberikan perawatan sehari-hari secara
bertahap (tabel 4).
Stimulasi penglihatan
Rangsang visual terdiri dari warna yang mencolok, kontras gelap dan terang (garis,
lingkaran sepusat, bentuk geometrik) dan objek yang bergerak. Wajah manusia adalah
objek yang paling disukai untuk menarik perhatian, bentuknya, gerakannya dan suaranya.
31
Tatapan wajah yang sangat dekat dan bersuara memungkin stimulasi visual dan auditori
secara bermakna. Perubahan posisi yang sering (dari telentang ke tengkurap, dari tempat
tidur ke gendongan, dari kursi ke ayunan) memungkinkan bayi mendapatkan berbagai
stimulasi penglihatan dan pemandangan yang berbeda. 4
Stimulasi pendengaran
Untuk merangsang pendengaran, bersuara (menirukan suara bayi, berbicara, bernyanyi)
adalah sangat penting. Pemaparan terhadap berbagai musik, suara harian keluar masuk
rumah dan membacakan untuk bayi akan membantu merangsang pendengarannya. 4
Stimulasi pengecapan
Variasi rasa dan tekstur makanan memungkinkan rangsangan pengecapan bayi. 4
32
4. Kelainan neurologi yang persisten pada 1-2 minggu saat dipulangkan, 50% akan
mengalami epilepsi.
5. Oliguria persisten (produksi urin < 1 ml/kgBB/jam selama 36 jam pertama).
6. Mikrosefali pada 3 bulan pertama setelah lahir.
7. Kelainan EEG yang sedang sampai berat. Adanya EEG yang normal atau ringan pada
hari pertama setelah lahir atau pemulihan EEG pada hari ke-7 merupakan tanda
luaran yang normal.
8. Kelainan CT scan (perdarahan yang berat, periventrikuler leukomalasi atau nekrosis).
9. Kelainan MRI yang timbul pada 24-72 jam pertama setelah lahir.
Prognosis ensefalopati hipoksik iskemik yang dialami kasus adalah baik, karena derajat
ensefalopatinya sedang, kejang hanya 1 kali dan tidak berulang kembali, tidak ditemukan
kelainan neurologi yang persisten, tidak ditemukan oliguria persisten serta tidak ditemukan
mikrosefali dalam 3 bulan pertama setelah lahir. Walaupun secara keseluruhan kondisi
anak saat ini tidak ditemukan kelainan, namun pemantauan sebaiknya tetap dilakukan
sampai anak berumur 8 tahun karena kemungkinan terjadinya gangguan belajar pada saat
usia sekolah masih bisa dialami oleh anak.
33
Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence Based Medicine)
1. Pertanyaan klinis
Apakah sistim skoring ensefalopati hipoksik iskemik pada bayi baru lahir yang menderita
asfiksia dapat dijadikan sebagai prediktor terjadinya gangguan neurodevelopmental
saat berumur 6 bulan?
2. Component of foreground question (PICO)
a. Patient and problem : bayi baru lahir menderita ensefalopati hipoksik iskemik
b. Intervention : sistim skoring ensefalopati hipoksik iskemik
c. Comparison :-
d. Outcome : sistim skoring ensefalopati hipoksik iskemik pada bayi baru
lahir yang menderita asfiksia dapat dijadikan sebagai prediktor terjadinya gangguan
neurodevelopmental saat berumur 6 bulan.
34
DAFTAR PUSTAKA
35
18. Mwakyusa SD. MK, Massawe AW. The Hypoxic Ischaemic Encephalopathy score in
predicting neurodevelopmental outcomes among infants with birth asphyxia at the
Muhimbili National Hospital, Dar-es-Salaam, Tanzania. Journal of Tropical Pediatrics
2008;55(1):8-14.
19. Van HM SH, de Vries LS, Jongmans MJ. Long-term cognitive and behavioral
consequences of neonatal encephalopathy followingperinatal asphyxia : a review. Eur J
Pediatr 2007;166(7):645-54.
20. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. Hypoxic-ischaemic
encephalopathy.www.health.qld.gov.au/qcg. Diakses pada tanggal 15 Februari 2013:1-
25.
21. Gonzalez FF MS. Does perinatal asphyxia impair cognitive function without cerebral
palsy? Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2006;91:F454–F9.
22. Utomo MT ER, Harianto A, Indarso F, Damanik SM. Ensefalopati hipoksik iskemik
perinatal. In: Naskah Lengkap Continuing Education IKA XXXVI. FK Unair Surabaya;
2006.
23. Robertson CMT PM. Follow-up of the term infant after hypoxic-ischemic
encephalopathy. Paediatr Child Health 2006;11(5):278-82.
24. Rauh VA NB, Achenbac T, Howell C,. Mother-infant transaction program. In: Lester BM
TE, ed. Stimulation and preterm infant: Clin Perinatol; 1990;17:31-45.
25. Kumar P. SM, Sapra S., Agarwal R., Deorari A, Paul V. Follow-up of high risk neonates.
All India Institute of Medical Sciences Departement of Pediatrics 2008:1-23.
26. Joint Committee on Infant Hearing. Principles and guidelines for early hearing
detection and intervention programs. Pediatrics 2000;106:798-817.
36