Anda di halaman 1dari 24

1

SAJIAN KASUS


SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN SI NGLE ATRIUM SI NGLE
VENTRIKEL DAN DIARE AKUT DEHIDRASI SEDANG






Disusun oleh :
Ahmad Yasa


Nara sumber :
Sri Lilijanti, dr, Sp.A(K)


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
FAKULTAS KEDOKTRAN UNS/RS Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2013

2

SAJIAN KASUS KARDIOLOGI
SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN SI NGLE ATRIUM SI NGLE
VENTRIKEL DAN DIARE AKUT DEHIDRASI SEDANG

PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan merupakan suatu abnormalitas jantung yang
muncul sejak berada dalam kandungan. Pada beberapa kasus, penyakit jantung
bawaan ini dapat didiagnosis saat masih dalam kandungan, namun kebanyakan
kasus tidak terdiagnosis sampai bayi tersebut lahir.
. 1
Insidensi penyakit jantung
bawaan adalah sebanyak 6 sampai 10 orang tiap 1000 kelahiran hidup. Sering kali
kelainan bawaan yang terjadi pada anak ditemukan terdiri dari beberapa kelainan
bawaan yang terjadi secara bersamaan. Single ventrikel yang merupakan kelainan
univentricular heart biasanya berhubungan dengan terjadinya kelainan lain yang
menyertai.
2

Penatalaksanaan yang dilakukan pada kelainan jantung bawaan pada kasus
seperti ini adalah pembedahan secepatnya. Akan tetapi hal ini berisiko tinggi
terhadap terjadinya kematian saat operasi. Tanpa tindakan operatif, sekitar 65-
75% pasien meninggal pada tahun pertama kehidupannya.
3
Pada kasus ini, pasien didiagnosis diagnosis etiologi: Penyakit Jantung
Bawaan (PJB) Sianotik, diagnosis anatomi: single atrium, single ventrikel
diagnosis fungsional: NYHA III, dan diare akut dehidrasi sedang. Tujuan
penyajian kasus ini untuk mendiskusikan kasus yang jarang dijumpai sehingga
dapat menambah wawasan dalam mendiagnosis serta melakukan tatalaksana yang
tepat.



3

KASUS
Seorang anak laki-laki, An MVM, umur 11 tahun, tanggal lahir 7 januari
2002, dengan nomor rekam medik 01228478 datang ke IGD RS Dr Moewardi
Surakarta (RSDM) pada tanggal 13 November 2013 dengan keluhan utama diare.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami diare sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, pasien mengalami BAB cair kurang lebih 9 kali, setiap kali
BAB banyaknya - gelas belimbing, cairan lebih banyak daripada ampas,
warna kuning, tidak terdapat lendir dan darah. Pasien mengalami mual tetapi tidak
muntah. Sehari sebelum masuk rumah sakit, untuk mengurangi keluhan tersebut
pasien dibawa ke praktek dokter umum diberi obat tetapi keluarga tidak tahu
obatnya, dan keluhan tidak berkurang. Untuk itu pasien datang ke RS swasta,
tetapi karena PICU penuh pasien dirujuk ke RS Dr Moewardi. Keluhan disertai
demam, mual, tidak muntah. Tidak disertai batuk, pilek. BAK terakhir 3 jam
sebelum masuk rumah sakit, jumlah banyak, warna kuning jernih.
Riwayat penyakit dahulu. Pasien pernah dirawat di RS saat usia 2,5 tahun
didiagnosis menderita penyakit jantung bawaan biru, namun keluarga pasien tidak
tahu diagnosis pastinya dan disarankan untuk operasi jantung. Tetapi karena
terkendala biaya dan takut operasi, keluarga menolak operasi dan menolak kontrol
ke dokter jantung. Sejak kecil pasien sering mudah capek, kelihatan biru, serta
apabila aktivitas agak berat pasien sering tiba tiba terserang sesak hebat, lalu
pasien jongkok untuk mengurangi sesak.
Pasien lahir pada usia kehamilan ibu 9 bulan, lahir spontan ditolong oleh
bidan ditempat praktek bersalin. Lahir langsung menangis, namun tampak biru,
dan sesak. Dengan berat badan lahir 3000 gram dengan panjang badan 50 cm.
Selama hamil, ibu jarang memeriksakan kehamilannya. Ibu pasien hanya
memeriksakan kehamilannya pada trimester ketiga sebanyak 2 kali. Selama hamil
ibu pasien tidak pernah menderita sakit, tidak ada riwayat penyakit gula dan
hipertensi, tidak didapatkan ketuban pecah dini maupun demam saat persalinan.

4

Riwayat nutrisi : sejak lahir pasien minum susu formula . Pasien makan 2-
3 kali sehari dengan nasi -1 piring dengan tahu, tempe, lauk telur, sangat jarang
makan ikan/ayam/daging. Kesan kualitas dan kuantitas kurang.
Riwayat perkembangan : Pasien bisa tengkurap pada umur 4 bulan, duduk
umur 5 bulan, merangkak umur 8 bulan. Berjalan umur 12 bulan, bicara lancar
umur 2,5 tahun. Saat ini pasien duduk di kelas 5 SD dan dapat mengikuti
pelajaran dengan baik. Pasien hanya mengikuti pelajaran olah raga hingga kelas 1
SD, selanjutnya pasien sering tidak penuh dalam mengikuti pelajaran olah raga
karena mulai terasa sesak saat aktivitas olah raga. Ketika olah raga pasien tiba tiba
sering jongkok untuk mengurangi sesak.
Riwayat imunisasi : Imunisasi yang telah diberikan BCG, Hepatitis I, II
dan III, DPT I, II dan III, polio I, II dan III serta campak. Imunisasi BIAS saat
pasien duduk di kelas 1 SD. Kesan imunisasi tidak lengkap sesuai dengan
program imunisasi rekomendasi IDAI 2011.
Riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung disangkal. Riwayat
kematian mendadak dalam keluarga disangkal. Penderita adalah anak kedua dari
dua bersaudara. Anak pertama usia 15 tahun perempuan, lahir spontan, sehat.
Ayah berusia 48 tahun suku Jawa, agama islam, lulusan SMU, pekerjaan swasta
9dengan penghasilan sekitar Rp 1.500.000,00 per bulan, tidak ada riwayat
penyakit jantung. Ibu saat ini berusia 35 tahun, suku Jawa, agama islam, lulusan
SMU, tidak bekerja. Hubungan antar anggota keluarga baik.







5

Pohon keluarga


Berdasarkan hasil pemeriksaan fisis saat masuk RS tanggal 13 November
2013 didapatkan pasien laki-laki 11 tahun, dengan berat badan 35 kg, tinggi badan
137 cm. BB/U pasien adalah 112% (BB/U = P
75
) , TB/U = 114 % (TB/U > P
95
)
dan BB/TB = 72% (P
5
<BB/TB<P
10
). Status antropometri gizi kurang menurut
CDC 2000. Keadaan umum pasien tampak lemah, compos mentis, tampak
sianosis. Tekanan darah 100/60mmHg. Laju nadi sama dengan laju denyut
jantung 120 kali per menit, isi dan tegangan cukup, teratur. Laju pernafasan 30
kali per menit, teratur, kedalaman kurang, suhu tubuh per aksila 37,9
o
C. Saturasi
oksigen 80%.
Kepala mesosefal, mata konjungtiva tidak hiperemis, tidak pucat, sklera
tidak ikterik, pupil bulat dan isokor(2mm/2mm) serta reflek cahaya normal, mata
cekung (+/+), air mata(+/+), tidak ada perdarahan subkonjungtiva. Pada hidung
tidak didapatkan napas cuping hidung, tidak ada sekret. Pada mulut tampak
mukosa mulut sianosis, tonsil dan faring tidak hiperemis, mukosa mulut basah.
Tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Dinding dada terlihat
simetris, tampak retraksi pada daerah suprasternal. Pada pemeriksaan jantung
didapatkan iktus kordis tampak dan kuat angkat di Spatium intercostae IV linea
An.MVM, 11 Th
35 Th 48 Th
I


II

III

6

mid axilaris anterior, terdengar bunyi jantung I-II reguler dengan intensitas
normal, terdengar bising sistolik grade III/6 dengan Punctum maximum di SIC III
LPSD (Linea Parasternal dextra). Gerakan napas simetris, pada palpasi, fremitus
raba kanan sama kiri, pada perkusi kedua lapang paru sonor, sedangkan
auskultasi, suara dasar vesikuler, tidak didapatkan suara tambahan. Perut tampak
datar, sejajar dengan dinding dada, turgor kembali lambat, tidak ada nyeri tekan,
hati dan limpa tidak membesar, tidak ada pekak beralih, bising usus meningkat.
Ekstremitas teraba hangat, perfusi perifer baik, tidak ada udem. Keempat
ekstremitas tampak sianosis dan didapatkan adanya clubbing finger pada jari-jari
di keempat ekstremitas.
Rencana pemeriksaan saat itu adalah pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit, hitung jenis leukosit, jumlah lekosit, jumlah trombosit, jumlah
eritrosit, gula darah sewaktu, elektrolit, urin rutin, feses rutin, foto rontgen dada,
EKG dan pemeriksaan echocardiography
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 20,5 gr/dL
hematokrit 58 %, eritrosit 7,69 juta/uL, lekosit 9.100 /uL, trombosit 96.000/uL.
GDS 129mg/dL. Granulosit 80,1%, Limfosit 15,2%, Monosit 4,7% Pemeriksaan
elektrolit didapatkan kadar Natrium 131 mMol/L, Kalium 5,5 mMol/L dan kadar
Klorida 103 mMol/L.
Dari hasil pemeriksaan foto thoraks didapatkan gambaran cardiomegaly,
CTR > 50%, corakan bronkovaskular paru dalam batas normal, tidak ada infiltrat
atau massa, sinus costofrenikus lancip, paru dalam batas normal



7


Gambar 1. Foto thoraks PA
Hasil pemeriksaan EKG didapatkan irama sinus, laju jantung 136 kali per menit,
aksis Sumbu QRS normal, Gelombang P positif, 0.04 detik, kompleks QRS 0.08
detik, interval QTc 0,44 detik, R/S v1 > 1 kesan RVH.














Gambar 2. Hasil pemeriksaan EKG (elektrokardiografi)

8

Pasien didiagnosis dengan Diagnosis etiologi: Penyakit Jantung Bawaan
(PJB) Sianotik, Diagnosis Anatomi: TOF dd TGA, Diagnosis fungsional: NYHA
III, dan diare akut dehidrasi sedang.
Saat itu pasien diberi terapi Oksigen 2 Liter/ menit, diet jantung II 1800
kkalori/hari, rehidrasi RL 135 cc/kbBB/hari= 4590cc/hari 191cc/jam via infus
pump, Zinc 1x 20mg, probiotik 2 x 1 sach, oralit 350cc tiap diare, oralit 175 cc
tiap muntah, propanolol 2x5mg, paracetamol 3x500mg. Awasi tanda tanda spell
sianotik, bila ada serangan sianotik : knee chest position, injeksi morfin sulfat
0,1-0,2 mg/kgBB = 3mg im, injeksi Natrium bikarbonat 1mEq/kBB.
Pada pengamatan tanggal 14 November 2013, kondisi pasien mulai
membaik, keluhan diare mulai berkurang 5x/hari. Demam mulai turun. Dari
hasil pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum lemah, compos mentis, tampak
sianotik, dengan laju nadi 108 kali per menit, teratur, isi dan tegangan cukup, laju
napas 28 kali per menit, teratur, kedalaman kurang, suhu tubuh per aksila 36,8
o
C, Saturasi oksigen berkisar antara 80-85 %, mata sudah tidak cekung, air mata
positif, retraksi berkurang, dan turgor kulit abdomen kembali cepat.
Hasil urin rutin didapatkan makroskopis warna kuning, kejernihan clear,
berat jenis 1.015, Ph 7.0, lekosit (-), nitrit(-), protein (-), glukosa (-), keton (-),
urobilinogen normal, bilirubin (-), eritrosit (-), mikroskopis eritosit 2,4/ul,1/LPB,
leukosit 7,8/ul, 2/LPB, epitel squamous 0-1/LPB, Kristal 0,2/ul, kristal amorf (+).
Kesan: urinalisa dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan feces rutin
didapatkan makroskopis: warna coklat, konsistensi lunak, tidak didapatkan lendir,
pus maupun darah, cacing (-). Mikroskopis : sel epitel (+), eritrosit (-), leukosit (-
), protozoa (-), cacing (-). Kesimpulan : tinja lunak warna coklat, tidak ditemukan
parasit maupun fungus pathogen. Elektrolit didapatkan kadar Natrium 128
mMol/L, Kalium 2,7 mMol/L dan Calsium 0,95 mMol/L.
Dari hasil pemeriksaan echocardiography didapatkan, single atrium,
single ventrikel, regurgitasi AV valve PG 58,96 mmHg, tampak aorta dan arteri
pulmonal keluar dari ventrikel, hipertensi pulmonal.



9






















Gambar 3. Hasil pemeriksaan Echocardiography
Pasien didiagnosis dengan Diagnosis etiologi: Penyakit Jantung Bawaan
(PJB) Sianotik, diagnosis Anatomi: single atrium dan ventrikel, diagnosis
fungsional: NYHA III, dan diare akut dehidrasi sedang (terehidrasi)
Saat itu pasien diberi terapi Oksigen 2 Liter/ menit, diet jantung II 1800
kkal/hari, infus D5 NS kecepatan 60cc/jam atau 15 tpm tanpa restriksi,
captopril 2x6,25mg, paracetamol 500 mg k/p, Zinc 1x 20mg, probiotik 2 x 1 sach,
oralit 350cc tiap diare, oralit 175 cc tiap muntah.
Pada pengamatan tanggal 15-16 November 2013, kondisi pasien mulai
membaik, keluhan diare mulai berkurang 3-4x/hari. Sudah tidak demam. Dari

10

hasil pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum lemah, compos mentis, dengan
laju nadi 100 kali per menit, teratur, isi dan tegangan cukup, laju napas 28 kali
per menit, teratur, kedalaman cukup, suhu tubuh per aksila 36,6
o
C, Saturasi
oksigen berkisar antara 80-85 %.
Pemberian terapi Oksigen k/p, diet jantung II 1800 kkal/hari, infus D5
NS kecepatan 60cc/jam atau 15 tpm tanpa restriksi, captopril 2x6,25mg, Zinc 1x
20mg, probiotik 2 x 1 sach, oralit 350cc tiap diare, oralit 175 cc tiap muntah.

TINJAUAN PUSTAKA
Single Atrium
Definisi:
Single atrium digunakan salah satunya untuk menunjukkan keadaan
berupa tidak terbentuknya septum atrial secara lengkap. Single atrium merupakan
kelainan berupa tidak terbentuknya septum atrium merupakan kelainan yang
sangat jarang, kelainan ini dianggap variasi dari kelainan defek septum atrium.
4

Pada pasien dengan single atrium (juga disebut dengan common atrium) septum
atrium yang sama sekali tak terbentuk atau terbentuk tapi tidak sempurna. Single
atrium ini merupakan salah satu bentuk dari ECD (endocardial cushion defect)
dengan kelainan pada katup mitral.
5,6

Patofisiologi
Jaringan jantung pertama kali terdeteksi saat usia 18 atau 19 hari dari
kehidupan fetus. Kemudian jaringan jantung ini akan terus berkembang dalam
beberapa minggu. Pembentukan septum atrium terjadi saat minggu keempat
kehamilan dan akan terbentuk sempurna pada akhir minggu kelima kehamilan.
Kegagalan selama perkembangan di minggu ke empat dan ke lima ini akan
mengganggu terbentuknya sekat atrium.
7

Prevalensi:
Single atrium merupakan salah satu kelainan Partial ECD, kelainan partial
ECD sendiri merupakan 1% sampai 2% dari seluruh kelainan kongenital jantung.
8

Gejala klinis

11

Kelainan ini biasanya terdiagnosis pada usia awal-awal tahun kehidupan
dikarenakan adanya percampuran antara darah vena dengan darah dari vena
pulmonalis sebelum masuk ke dalam ventrikel.
4,9
Pada pasien ini biasanya
ditemukan gejala berupa sianosis, nafas pendek dan cepat lelah. Pada bayi
biasanya didapatkan adanya gagal jantung. Sianosis didapatkan bervariasi mulai
dari sianosis yang terlihat secara konstan, sampai sianosis yang ringan maupun
yang hanya terlihat saat aktivitas saja. Bisa juga didapatkan adanya riwayat
infeksi berulang pada sistem respiratorius serta adanya keterlambatan
pertumbuhan yang terlihat di awal-awal kehidupan. Juga bisa didapatkan juga
adanya clubbing finger.
5,8

Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan EKG menunjukkan adanya hemiblok aterior kiri (Aksis
QRS superior). Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat diketahui septum atrium
yang tak terbentuk sama sekali (common atrium).
5,8

Tatalaksana
Pada pasien dengan kelainan atrium bawaan yang asimtomatis, operasi
elektif bisa dilakukan saat usia 2-4 tahun, namun untuk kelainan single atrium ini
diperlukan operasi sedini mungkin pada saat bayi.
8


Single ventrikel
Definisi
Secara anatomi, single ventrikel merupakan suatu kondisi dimana jantung
kehilangan batas ventrikel.
3
Pada keadaan ini hanya didapatkan satu ventrikel
yang memompakan darah menuju aliran darah pulmonal maupun sistemik.
9

Etiologi:
Penyebab single ventrikel pada manusia belum diketahui dengan pasti. Penelitian
saat ini baru terbatas pada model mencit.
3,10

Patofisiologi:
Tidak didapatkan adanya gangguan saat perkembangan intrauterin. Hal ini
dikarenakan sirkulasi pulmonal dan sistemik selama dalam kandungan secara
normal adalah paralel. Dengan dua tingkat hubungan yaitu atrial dan duktal.

12

Adanya gangguan pemisahan antara sirkulasi pulmonal dan sistemik
menyebabkan adanya sianosis yang setelah lahir.
10

Sebagai akibat dari proses ini maka akan didapatkan bahwa output
ventrikel merupakan penambahan dari aliran darah pulmonal dengan aliran darah
sistemik, distribusi dari sirkulasi sistemik dan pulmonal tergantung dari resistensi
relatif dari kedua sirkuit paralel tersebut sedangkan saturasi oksigen pada aorta
maupun arteri pulmonal sama.
11

Prevalensi
Di Amerika serikat, angka kejadian single ventrikelsekitar 5 dari 100.000
kelahiran hidup. Sedangkan di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Insidensi
single ventrikel sebanyak 0,4% dari keseluruhan penderita penyakit jantung
bawaan di korea selatan.
10,12

Gejala klinis
Neonatus yang menderita single ventrikel dan obstruksi aorta didapatkan
adanya gejala berupa napas yang cepat, letargi dan penurunan nafsu makan. Pada
pemeriksaan fisik akan tampak adanya sianosis. Terutama jika disertai adanya
subpulmonary stenosis. Dapat didapatkan pula perfusi perifer yang menurun pada
pasien single ventrikel yang disertai adanya obstruksi aorta.
10,13

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis thorak menunjukkan hasil yang sangat bervariasi,
pada kasus yang disertai stenosis pulmonal akan didapatkan ukuran jantung yang
normal sampai dengan adanya pembesaran jantung yang ringan tanpa disertai
dengan peningkatan vaskularisasi pulmonum. Pemeriksaan ekokardiografi
digunakan untuk penegakan diagnosis adanya singleventrikel serta kelainan lain
yang menyertainya. Penegakan diagnosis bisa juga dengan melakukan
pemeriksaan dengan cardiac catheterization dan cardiac magnetic resonance.
3,11

Tatalaksana
Prostaglandin intravena E1 diindikasikan pada pasien single ventrikel
yang disertai adanya obstruksi aorta, dan hal ini sering juga diindikasikan untuk

13

pasien dengan gangguan subpulmonary stenosis. Perlu tidaknya pemakaian
bantuan ventilasi dapat dilihat dari hasil pemeriksaan analisis gas darah.
Penatalaksanaan yang sering kali diperlukan pada kasus seperti ini adalah
pembedahan. Pembedahan ini meliputi Blalock-Taussig (B-T) atau Bidirectional
Glenn, penempatan suatu band pada arteri pulmonalis atau dengan operasi
Fontan. Sekitar 65%75% pasien tanpa operasi meninggal pada tahun pertama
kehidupannya
3,10,14
Tindakan operasi meliputi 3 tahap operasi. Tahap pertama yaitu Blalock-
Taussig (BT) shunt, dilakukan pada pasien sianosis dengan stenosis katup
pulmonal atau atresia arteri pulmonal, biasanya pada awal kehidupan, operasi ini
akan menghubungkan arteri subclavia ke arteri pulmonalis. Hal ini akan
mengurangi terjadinya sianosis pada bayi. Angka kematian prosedur ini rendah
sekitar 5-10%. Tetapi apabila aliran darah ke pulmonal berlebih, tindakan yang
dilakukan adalah prosedur banding a.pulmonal, tetapi pada prosedur ini terjadi
peningkatan mortalitas 25%. Prosedur ini juga merupakan persiapan untuk operasi
tahap kedua.
15,16,17,18,19
Blalock-Taussig (BT) shunt adalah terapi paliatif pada penyakit jantung
kongenital yang mempunyai aliran darah ke paru yamg rendah. Pertama kali
dilakukan oleh Alfred Blalock seorang bedah thorak dan Hellen Tausiig seorang
dokter jantung pada tahun 1943. Tujuan dari prosedur ini untuk menambah darah
yang ke paru, sehingga semakin banyak darah yang teroksigenasi. Ada dua
prosedur dari BT shunt yaitu: model klasik dengan anastomose antara arteri
subclavia dengan arteri pulmonal, yang kedua dengan modifikasi BT shunt,
dengan penambahan gore tex graft yang menghubungkan antara arteri subclavia
dengan arteri pulmonal. Biasanya tindakan ini dilakukan pada periode
neonatus.
22,23,24






14





Gambar. 4. Prosedur operasi BT shunt
22
A. Klasik B. Modified










Gambar. 5. Prosedur operasi
15,16,17,18,19
A. Blalock-Taussig (BT) shunt,
B. Prosedur Bidirectional Glenn
C. Prosedur a. pulmonal banding
D. Prosedur Fontan

Prosedur berikutnya adalah prosedur operasi Bidirectional Glenn, pada
operasi ini akan dilakukan penyambungan antara Vena Cava Superior dengan
arteri pulmonalis kanan, dengan cara ligasi dibagian proximal Vena Cava
A
B
C
D

15

Superior. Prosedur ini biasanya dilakukan pada usia 3 bulan sampai 12 bulan, atau
3 sampai 6 bulan setelah prosedur pertama dilakuakan. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Reddy didapatkan bahwa operasi Bidirectional Glenn pada usai <
6 bulan akan memberikan outcome yang baik. Prosedur ini memberikan dua
keuntungan, yaitu darah yang mengalir ke arteri pulmonal lebih mengalami
desaturasi, sehingga dapat mengikat oksigen lebih banyak, yang kedua karena
aliran balik vena menuju ke paru, sehingga beban volume dari single ventrikel.
15,16,17
Sedangkan prosedur terakhir adalah prosedur Fontan. Prosedur ini
dilakukan penyambungan Vena Cava Inferior dengan arteri pulmonalis. Sehingga
nantinya akan bersama-sama dengan Vena Cava Superior mensuplai langsung ke
paru sebelum akhirnya diedarkan ke ruang-ruang jantung (single atrium dan
singleventrikel) kemudian ke seluruh tubuh. Biasanya dilakukan pada usia antara
1 sampai 5 tahun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Udekem tahun 2007,
disimpulkan bahwa pasien yang menjalani operasi paliatif, prosedur fontan
memiliki angka harapan hidup 85% selama 20 tahun.
17,18,19,25

Diare
Diare akut didefinisikan adanya buang air besar (BAB) pada bayi atau
anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair
dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 7 hari,
berlangsung secara mendadak.
26
Diare merupakan masalah kesehatan di masyarakat karena morbiditas dan
mortalitasnya yang cukup tinggi. Diare termasuk salah satu dari beberapa
penyebab kematian terbesar pada balita, dimana tatalaksananya sudah bisa
ditegakkan dengan baik. Penurunan angka kematian bayi dan balita tersebut
diutamakan menggunakan tatalaksana sederhana, seperti ASI ekslusif, imunisasi,
mikronutrien, serta oralit.
26,27

Etiologi diare dapat ditimbulkan oleh beberapa penyebab, namun yang
penting yang paling sering adalah akibat infeksi bakteri, virus, protozoa, maupun
parasit. Kecuali itu alergi, malabsorbsi, keracunan makanan dan penyakit diluar

16

saluran cerna juga dapat menjadi penyebab timbulnya diare, penyebaran kuman
diare biasanya menyebar melalui mulut (oro-fecal) antara lain melalui makanan
atau minuman yang tercemar tinja, dan atau kontak langsung dengan tinja
penderita.Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak
dampak yangdapat terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran
toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan
elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan
gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dandestruksi pada sel epitel, penetrasi
ke lamina propria serta kerusakan mikrovili yang dapatmenimbulkan keadaan
maldigesti dan malabsorpsi, dan bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat
pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
28,29

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit akan
bertambah pada keadaan muntah, sedangkan kehilangan air meningkat bila
terdapat panas. Keadaan tersebut berakibat dehidrasi, asidosis metabolik dan
hipokalemia.
26

Tabel 1. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab
26

Gejala
Klinik
Virus
Rota
Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Masa tunas
17-72
jam
24-48jam 6-72jam 6-72jam 6-72jam
48-
72jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Enek dan
muntah
sering jarang sering - - sering
Nyeri perut tenesmus
Tenesmus
kramp
Tenesmus
kolik
+
Tenesmus
kramp
kramp
Nyeri
kepala
- + + - - -
Lamanya
sakit
5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
Sifat tinja
Volume

sedang

sedikit

sedikit

Banyak

sedikit

banyak

17

Frekuensi
5-
10x/hari
>10x/hari sering Sering sering
Terus
menerus
Konsistensi cair lembek lembek Cair lembek cair
Lendir
Darah
- sering
Kadang-
kadang
- + -
Bau - Busuk + tidak
Amis
khas
Warna
Kuning
hijau
Merah
hijau
kehijauan
Tak
berwarna
Merah
hijau
Seperti
air
cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Gejala
klinis
Virus
Rota
Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Lain-lain Anorexia kejang sepsis meteorismus
Infeksi
sistemik


Tabel 2. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 2000
27

Tanda dan
gejala
Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat
Kehilangan
berat badan
bayi
5 % 10 > 15 %
Kehilangan
berat badan
anak
3 4 % 6 8 % > 10 %
Nadi Normal Meningkat ringan Sangat meningkat
Tekanan darah Normal Normal untuk
orthostatic > 10
mmHg
Orthostatic sampai
syok
Keadaan umum Normal Gelisah, haus
sampai letargi
Sangat gelisah

18

Rasa haus Ringan Sedang Sangat atau tidak bisa
minum
Mukosa Normal Normal kering Sangat kering
Air mata Ada Berkurang Tidak ada, mata cekung
Ubun ubun
besar
Normal Normal cekung Cekung sekali
Turgor kulit Cepat kembali Lambat kembali <2-
4 detik
Sangat lambat, kembali
> 4 detik, dingin,
sianosis
BJ urin 1,020 < 1,020 oliguria Oliguria sampai anuria

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien didapatkan
adanya kesadaan masih kompos mentis, pasien tampak kehausan, mata cekung,
air mata berkurang, mukosa mulut masih basah, dan turgor kulit kembali lambat.
Hal ini berarti bahwa terdapat 2 dari 3 tanda utama dehidrasi, yaitu terdapatnya
rasa haus dan turgor yang kembali lambat. Sedangkan menurut klasifikasi derajat
dehidrasi WHO 2000, pasien mengalami dehidrasi sedang.
Berdasarkan mekanismenya, diare disebabkan karena :
1. Gangguan osmotic (diare osmotic)
Terjadi akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
(malabsorbsi karbohidrat dan atau lemak) yang akan menyebabkan tekanan
osmotic dalam rongga usus menigkat, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus dan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya.
2. Gangguan sekresi
Terjadi akibat adanya rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding
usus yang akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam
rongga usus.



19

3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya
dapat menimbulkan diare.
31,32

Temuan terbaru terkait tatalaksana diare menghasilkan suatu program yang
disebut Lintas Diare. Lintas diare ini mencakup penggunaan oralit formula baru
(osmolaritas rendah), pemberian zink selama 10 hari, melanjutkan ASI dan
pemberian makanan (tergantung usia), pemberian antibiotik secara selektif sesuai
indikasi seperti pada disentri dan kolera, dan konseling ibu.
33

ANALISIS KASUS
Dalam perspektif global, kelainan bawaan mayor memberikan kontribusi
terhadap 7% kematian neonatal dini dan 25% diantaranya diakibatkan oleh PJB
(Penyakit Jantung Bawaan) yang berat atau kompleks, di Indonesia setiap
tahunnya terdapat sekitar 40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan.
Sepertiganya merupakan penderita penyakit jantung bawaan kompleks yang
membutuhkan penanganan segera. Sedangkan sampai saat ini, cakupan intervensi
bedah di Indonesia hanya 4%.
35

Pada kasus ini, keluarga mengetahui sakit jantung bawaan sianotik sejak
umur 2,5 tahun, karena terkendala biaya keluarga tidak membawa pasien untuk
menjalani operasi jantung, yang sudah dianjurkan oleh dokter. Dalam aktivitas
pendidikan pasien dapat mengikuti pelajaran dengan baik, tetapi pasien hanya
mengikuti pelajaran olah raga hingga kelas 1 SD, selanjutnya pasien sering tidak
penuh dalam mengikuti pelajaran olah raga karena mulai terasa sesak saat
aktivitas olah raga, ketika olah raga pasien tiba tiba sering jongkok untuk
mengurangi sesak. Status antropometri gizi kurang menurut CDC 2000. Pada
pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum pasien tampak lemah, Compos
Mentis, tampak sianosis. Tekanan darah 100/60mmHg. Laju nadi sama dengan
laju denyut jantung 120 kali per menit, isi dan tegangan cukup, teratur. Laju

20

pernafasan 30 kali per menit, teratur, kedalaman kurang, suhu tubuh aksila
37,9
o
C. Saturasi oksigen 80%. Pasien tampak kehausan, mata cekung, air mata
berkurang, mukosa mulut masih basah, dan turgor kulit kembali lambat. Pada
pemeriksaan jantung didapatkan iktus kordis tampak dan kuat angkat di Spatium
intercostae IV linea mid axilaris anterior, terdengar bunyi jantung I-II reguler
dengan intensitas normal, terdengar bising sistolik grade III/6 dengan Punctum
maximum di SIC III LPSD (Linea Parasternal dextra). Keempat ekstremitas
tampak sianosis dan didapatkan adanya clubbing finger pada jari-jari di keempat
ekstremitas.
Dari hasil pemeriksaan foto thoraks didapatkan gambaran cardiomegaly,
CTR > 50%, corakan bronkovaskular paru dalam batas normal, tidak ada infiltrat
atau massa, sinus costofrenikus lancip, paru dalam batas normal. Hasil
pemeriksaan EKG didapatkan irama sinus, laju jantung 136 kali per menit, aksis
Sumbu QRS normal, Gelombang P positif, 0.04 detik, kompleks QRS 0.08 detik,
interval QTc 0,44 detik, R/S v1 > 1 kesan RVH. Dari hasil pemeriksaan
echocardiography didapatkan, single atrium, single ventrikel, regurgitasi AV
valve PG 58,96mmHg, tampak aorta dan arteri pulmonal keluar dari ventrikel, dan
hipertensi pulmonal.
Pasien didiagnosis dengan diagnosis etiologi: Penyakit Jantung Bawaan
(PJB) Sianotik, diagnosis Anatomi: single atrium, single ventrikel, diagnosis
fungsional: NYHA III. dan diare akut dehidrasi sedang.
Pasien sudah usia 11 tahun dengan single atrium dan single ventrikel,
termasuk kasus yang terlambat, seharusnya pasien mendapatkan terapi operasi
sejak neonatus. Dari tahap pertama dengan Blalock-Taussig (BT) shunt biasanya
dilakukan pada awal kehidupan, tahap dua dengan Bidirectional Glenn dilakukan
setelah 3 sampai 6 bulan setelah tahap pertama, tahap terakhir yaitu dengan
prosedur Fontan, biasanya dilakukan ketika usia 1 sampai 5 tahun. Pada penelitan
yang dilakukan oleh Valente dkk tahun 2013 pada pasien yang mengalami
tindakan prosedur fontan pada usia 15 tahun didapatkan kesimpulan bahwa

21

terjadi peningkatan mortalitas yang signifikan pada pasien yang mengalami
tindakan prosedur fontan 15 tahun.
36
(LoE 2b)






























22

KEPUSTAKAAN

1. Sharland G, Gnanapragasam J, Gibbs J. Understanding your childs heart
Pulmonary atresia with intact ventricular septum . British Heart
Foundation. 2010
2. Baumgartner H, et al. ESC Guidelines for the management of grown-up
congenital heart disease (new version 2010) dalam The Task Force on the
Management of Grown-up Congenital Heart Disease of the European
Society of Cardiology (ESC) European Heart Journal. 2010;31:29152957
3. Berisha B, Krasniqi X, Thaqi A, Gashi M, Kocinaj D. Single ventricle,
bicuspid aorta and interatrial wall aneurysme as a rare complex adult
congenital heart disease: a case report. Cases journal 2009;2:109
4. Levy MJ, Salomon J and Vidne BA. Correction of single or common
atrium with reference to simplified terminology. Chest 1974;66:444-446
5. Park MK. Miscellaneous congenital cardiac conditions. Dalam pediatric
cardiology for practitioners.Elsevier; 2008.pp.319
6. Park MK. Partial endocardial cushion defect. Dalam pediatric cardiology
for practitioners. elsevier; 2008..p.280-3
7. Carr MR. Pediatric atrial septal defects; 2012 [Diakses tanggal 15 mei
2012] dari http://emedicine.medscape.com/article/889394-overview
8. Park MK. Partial endocardial cushion defect. Dalam pediatric cardiology
for practitioners.Elsevier; 2008..p.280-3
9. Jaquiss RDB, Imamura M. Single ventricle physiology: surgical options,
indications and outcomes. Current Opinion in Cardiology. 2009;24:113
118
10. Chin AJ. Single ventricle;2012.[Diakses tanggal 15 mei 2012] dari
http://emedicine.medscape.com/article/898559-overview
11. DiNardo JA. Physiology of single ventricle, birth and beyond.
Conferencias magistrales revista mexicana de anestesiologavol. 2010;
33:s275-s277
12. Chung SJ et al. Pheochromocytoma associated with cyanotic congenital
heart dissease. Korean journal of pediatric. 2008; 51
13. Rao PS. Diagnosis and Management of Cyanotic Congenital Heart
Disease: Part II. Indian Journal of Pediatrics. 2009;76:297-308

23

14. Jaquiss RDB, Imamura M. Single ventricle physiology: surgical options,
indications and outcomes. Current Opinion in Cardiology. 2009;24:113
118
15. Park MK.Single Ventricle. Dalam pediatric cardiology for
practitioners.elsevier; 2008.p.354-9
16. Townsend. Congenital Heart disease. Dalam Sabiston Textbook of
Surger.elsevier;2012.p.1637-49
17. Nichols. Single ventricle lesion. Dalam Critical heart disease in infants and
children.elsevier; 2006.p789-97
18. Sellke. Manangement of single ventricle and cavopulmonary conection.
Dalam sabiston and spencers surgery of the chest. Elsevier;2010.p2041-
55
19. Perloff. Univentricle clinical recognition of congenital heart disease.
Elsevier; 2012.p454-471
20. Hsu. Heart Failure in children : part 1 : History, etiology, and
pathophysiology, American Heart Ascosiation.2009.
21. The Children's Heart Foundation. Its my heart. The Children's Heart
Foundation; 2004.p. 1-176
22. Edward. Neonatal cardiacconditions : medical and surgical management.
Dalam NCCU clinical guidline;2008.p.1-8
23. Mc Kenzie. The Blalock-Taussig Shunt Revisited: A Contemporary
Experience. The american Collegue of surgeon;2013.p699-706
24. Swain. Neonatal Blalock-Taussig Shunt: Technical Aspects and
Postoperative Management.asian cardiovascular & thoracic annals;
2008.p7-10
25. Udekem.The Fontan Procedure: Contemporary Techniques Have
Improved Long-Term Outcomes.Circulation;2007.p157-164
26. Soebagyo, B. Diare Akut pada Anak. Sebelas Maret University Press.
Surakarta. 2008
27. WHO SEARO. Country HEALTH System Profile Indonesia : Trands in
health status [Online] [cited2013 Nov 30]; Available from: URL :
http://www.searo.who.int/EN/Section313/Section1520_6829.htm,
28. WHO. 2005. Hospital Care for Children. Geneva. Hal 109 -30
29. Subijanto MS, et al. Managemen Diare Pada Bayi Dan Anak (Diarrheal
management in infant and children). Divisi Gastroenterologi Lab / SMF

24

Ilmu Kesehatan Anak FK Unair / RSU Dr. Seotomo Surabaya. Available
from: URL : http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-s05jfg-
buletin.pdf, diakses 2013 Nov 30
30. Cohen MB Evaluation of the child with acute diarrhea dalam : Rudolp
AM, Hofman JIE, Ed Rudolp pediatrics : edisi ke 20 USA 1994 : prestice
Hall international, inc Hal 1034-6
31. Mamun MZ. Tinjauan Pustaka Diare. [cited 2013 Nov 30]; Available
from: URL : http://www.scribd.com/doc/50214259/TINJAUAN-
PUSTAKA-diare,
32. Laurence S. Pathophysiology of Diarreha [Online]. 2008 [cited 2013 Nov
30]; Available from: URL: http://ocw.tufts.edu/data/48/595182.pdf
33. WHO. Reduced Osmolarity Oral Rehydration Salt (ORS) Formulation.
2009 [cited 2013 Nov 30]; Available from : URL : http://who.int/child-
adolescenthealth/New_Publication/CHILD_HEALTH/Expert_consultation
.htm.
34. Putra ST. Penyakit jantung bawaan pada bayi baru lahir.dalam Putra et al.
Management of pediatric heart disease for practitioners: from early
detection to intervention. Departemen ilmu kesehatan anak fakultas
kedokteran universitas Indonesia; 2009.p. 1-16
35. Rachmat J. Penyakit jantung bawaan kompleks: indikasi dan waktu
pembedahan.dalam Putra et al. Management of pediatric heart disease for
practitioners: from early detection to intervention. Departemen ilmu
kesehatan anak fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2009.p. 161:185
36. Valentene.Outcomes of Adolescents and Adults Undergoing Primary
Fontan Procedure.America journal of cardiology;2013.p1938-1942

Anda mungkin juga menyukai