Anda di halaman 1dari 62

Laporan Kasus 2

STEMI ANTERIOR EKSTENSIF KILLIP I DENGAN TROMBUS


APEKS VENTRIKEL KIRI, CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE
3, HIPERTENSI STAGE 1 DENGAN HYPERTENSIVE HEART
DISEASE

Tri Nisdian Wardiah

Pembimbing

dr. Rukiah Chodilawati, SpPD - KKV


Dr. dr. Zulkhair Ali, SpPD - KGH

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSRI RSMH
PALEMBANG
2021
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS............................................................................3
BAB III ANALISA KASUS............................................................................57
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................60
BAB I
PENDAHULUA

Acute myocard infarction (AMI) adalah suatu kondisi dimana terdapat bukti nekrosis
miokard, hal ini ditandai dengan adanya gejala infark dan elevasi segmen ST
persisten pada elektrokardiogram (EKG). Sebagian besar pasien akan mengalami
peningkatan enzim jantung dan progresivitas gelombang Q pada EKG. Coronary
artery disease (CAD) adalah salah satu penyebab utama kematian di dunia. Lebih
dari satu juta orang meninggal setiap tahun karena CAD, diperkirakan CAD menjadi
penyebab 12,8% dari seluruh kematian. Disamping itu, setiap enam wanita dan setiap
tujuh pria di Eropa meninggal karena AMI.1 Menurut catatan Kementrian Kesehatan
RI, prevalensi penyakit jantung di Indonesia mencapai 1,5% pada penduduk semua
umur, artinya dari 100 orang penduduk pada semua kelompok umur, 1,5 diantaranya
menderita penyakit jantung. Prevalensi tertinggi CAD di Indonesia berdasarkan usia
berada pada kelompok usia 65 – 74 tahun (3,6%) yang artinya 3,5 dari 100 orang usia
65 – 74 tahun menderita CAD.2
Trombus ventrikel kiri (LV) setelah infark miokard cukup sering terjadi,
diperkirakan terjadi pada 15% dari kejadian AMI. Risiko LV trombus paling besar
terjadi pada 3 bulan pertama dari AMI. Salah satu komplikasi yang paling ditakutkan
dari kejadian LV trombus adalah adanya kejadian tromboemboli, yang biasanya
terjadi pada serebrovaskular. Kejadian tromboemboli biasanya tidak diketahui dari
tanda- tanda kejadian serebral iskemik sementara.3 LV trombus diobservasi pada 17%
pasien dengan AMI, yang mana kejadiannya meningkat hingga 34 – 57% pada
anterior MI. Pada tahun 2018, menurut penelitian yang dilakukan oleh Maniwa, dari
92 pasien dengan LV trombus akibat infark miokard sekitar 16% akan mengalami
emboli sistemik dalam 5 tahun.4

1
2

Hipertensi merupakan salah satu masalah Kesehatan yang cukup berbahaya


diseluruh dunia karena merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskular seperti
serangan jantung, gagal jantung, stroke, dan penyakit ginjal. 5 Hipertensi dapat
menyebabkan HHD yang merupakan penyebab penting dari kejadian morbiditas dan
mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Hipertensi diperkirakan terjadi pada 874
juta penduduk dan 9,4 juta diantaranya meninggal dunia karena penyakit
kardiovaskular setiap tahunnya.6
Pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) prevalensi nyeri dada berkaitan
dengan derajat keparahan penyakit tersebut, dimana hingga dua pertiga pasien CKD
stage 4 dan 5 dilaporkan mengalami kejadian nyeri dada. Didapatkan laporan bahwa
44% – 47,7% pasien dengan AMI mengalami CKD lanjut. Selain itu, terapi pada
pasien AMI disertai CKD berbeda dengan pasien AMI tanpa disertai CKD. 7 Karena
itu, berikut kami sampaikan laporan kasus yang berjudul STEMI Anterior Ekstensif
Killip I dengan Trombus Apeks Ventrikel Kiri, Chronic Kidney Disease stage 3,
Hipertensi stage 1 dengan Hypertensive Heart Disease (HHD).
BAB II
LAPORAN

2.1. IDENTIFIKASI

Tn. AMY, Laki-laki, 57 tahun, PNS, pendidikan SMEA, menikah, agama


Islam, alamat LK III, Kayuagung Kabupaten OKI. Pasien datang ke IGD RSMH
Palembang pada tanggal 13 Agustus 2021 dan dirawat di ruang Rupit 1.1 kamar 5
bed 1.

2.1.1. ANAMNESIS (AUTO DAN ALLOANAMNESIS)

(tanggal 13 Agustus 2021, Autoanamnesis dengan pasien).


Pasien datang dengan keluhan utama nyeri dada memberat sejak + 2 hari
SMRS, disertai keluhan tambahan sesak nafas hilang timbul sejak + 1 minggu SMRS.

2.1.2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

+ 2 minggu SMRS, pasien mengeluh nyeri dada kiri, dirasakan seperti


terhimpit beban berat, nyeri menjalar ke dada kanan, punggung, dan leher, tidak
menjalar ke lengan kiri. Nyeri pertama kali muncul ketika pasien mengangkat ember
di kamar mandi, lamanya + 5 menit, berkurang dengan istirahat. Nyeri dada tidak
berkurang atau bertambah ketika pasien menarik nafas. Jantung berdebar ada,
keringat dingin ada, sesak nafas tidak ada. Mual ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati
tidak ada. Panas pada dada, sering sendawa, dan mulut terasa asam tidak ada. Badan
lemas ada, pusing sempoyongan dan pandangan berkunang tidak ada. Terbentur atau
trauma pada dada tidak ada. BAK sedikit tidak ada, frekuensi BAK 5 – 6x/hari,
banyaknya ½ gelas belimbing BAK, BAK keruh tidak ada. BAB tidak ada keluhan.
Pasien berobat ke IGD RSUD setempat, dikatakan sakit lambung, diberikan oksigen
dan obat suntik, keluhan

3
4

berkurang, pasien rawat jalan dan diberikan obat tablet, pasien lupa jumlah dan nama
obat.
+ 1 minggu SMRS, pasien kembali mengeluh nyeri dada saat berjalan + 20 -
30 meter, lamanya + 10 menit, nyeri berkurang dengan istirahat. Jantung berdebar
dan keringat dingin masih ada. Selain itu, pasien juga mengeluh sesak nafas yang
muncul bersamaan dengan nyeri dada. Sesak nafas dirasakan hilang timbul, sesak
tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Pasien tidur dengan 1 bantal, terbangun malam
hari karena sesak tidak ada. Mual masih dirasakan, muntah dan nyeri ulu hati tidak
ada. Sembab pada kedua tungkai tidak ada, sembab pada kelopak mata tidak ada.
BAK sedikit tidak ada, BAK berpasir atau berbatu tidak ada, nyeri saat BAK tidak
ada, dan nyeri pinggang tidak ada. Pasien berobat ke dokter spesialis penyakit dalam,
dikatakan penyempitan pembuluh darah jantung. Dilakukan rawat jalan dan diberikan
3 jenis obat tablet, yaitu amlodipin 10 mg, aspilet 80 mg, dan nitrokaf 5 mg. Pasien
disarankan berobat ke RSMH Palembang untuk tatalaksana lebih lanjut. ……

+ 2 hari SMRS, pasien mengeluh nyeri dada kiri semakin memberat, nyeri
dada dirasakan ketika berjalan ke kamar mandi, lamanya + 15 menit, dan berkurang
dengan istirahat. Nyeri dirasakan seperti terhimpit beban berat, nyeri tidak menjalar
ke punggung, leher, atau lengan kiri. Pasien masih mengeluh sesak bersamaan dengan
nyeri dada, sesak tidak dipengaruhi cuaca, mengi tidak ada. Sembab pada kedua
tungkai atau kelopak mata tidak ada. Jantung berdebar ada. Mual ada, muntah tidak
ada, nyeri ulu hati tidak ada. Panas pada dada, sering sendawa, dan mulut terasa asam
tidak ada. Kelemahan, kebas, atau kesemutan salah satu sisi tubuh tidak ada. Pasien
berobat ke poli kardiologi RSMH, dilakukan rekam jantung, dan dilakukan rawat inap
melalui IGD untuk tatalaksana lebih lanjut.

2.1.3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


• Sakit darah tinggi ada, sejak 10 tahun yang lalu, pasien rutin konsumsi
amlodipin 10 mg namun tidak kontrol teratur. Tekanan darah tertinggi
pasien 200/100 mmHg.
5

• Kencing manis sebelumnya tidak ada


• Sakit jantung sebelumnya tidak ada
• Sakit gangguan ginjal sebelumnya tidak ada
• Stroke sebelumnya tidak ada

2.1.4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

• Riwayat darah tinggi dalam keluarga ada, nenek, kakek, ibu, ayah, dan
saudara laki-laki pasien menderita sakit darah tinggi.
• Riwayat keluarga meninggal pada usia muda tanpa penyebab yang jelas
tidak ada.
• Riwayat kencing manis dalam keluarga tidak ada.
• Riwayat sakit jantung dalam keluarga tidak ada.
• Riwayat gagal ginjal dalam keluarga tidak ada.

2.1.5. RIWAYAT KELUARGA

Pasien merupakan anak keempat dari enam bersaudara, pasien sudah menikah
dan memiliki 2 orang anak dan pasien bekerja sebagai PNS di RSUD Kayuagung.
6

2.1.6. RIWAYAT KEBIASAAN

• Riwayat sering makan – makanan berlemak ada.


• Riwayat mengkonsumsi alkohol tidak ada.
• Riwayat merokok sejak usia 9 tahun, banyaknya 1 bungkus sehari, berhenti
10 tahun yang lalu, indeks brinkman 608 (kesan : perokok berat)

2.1.7. RIWAYAT NUTRISI


Sebelum sakit, pasien makan 3x sehari, banyaknya 1 piring nasi. Pasien biasa
makan dengan nasi, sayur, daging ayam, telur maupun ikan bergantian tiap hari.
Saat sakit, pasien makan 3x sehari, banyaknya 1/2 porsi biasa. Pasien makan
dengan nasi lunak, bubur, sayur, telur dan ikan bergantian.

2.1.8. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Pasien bekerja sebagai PNS di RSUD Kayuagung. Pasien tinggal bersama


istri. Penghasilan perbulan 4-5 juta rupiah perbulan. Pasien berobat menggunakan
BPJS kelas 1 kesan sosial ekonomi cukup.
7

2.2. PEMERIKSAAN FISIK

2.2.1 Keadaan Umum di Bangsal Rupit 1.1 RSMH, tanggal 13 Agustus 2021

• Keadaan umum : Tampak sakit sedang


• Sensorium : Compos mentis
• Tekanan darah : 160/90 mmHg
• Nadi : 100 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
• Laju pernafasan : 22 kali/menit tipe pernafasan torakoabdominal
• SpO2 : 97% tanpa suplementasi oksigen
• Suhu tubuh : 36.7 ºC
• Tinggi Badan : 162 cm
• Berat badan : 63 kg
• Indeks massa tubuh (IMT) : 24 Kg/m2(kesan:normoweight)
• Numeric Rating Scale 3

2.2.4 Keadaan Spesifik

• Kepala :

Mata : mata cekung tidak ada, konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik
tidak ada, pupil bulat isokor, ukuran Ø 3mm/3mm, refleks cahaya ada, sekret tidak
ada, edema palpebra superior dan inferior tidak ada.
Mulut: mukosa bibir pucat tidak ada, atrofi papil lidah tidak ada, lidah kering tidak
ada, bibir kering tidak ada, stomatitis tidak ada
• Leher :

JVP (5-2) cmH20, pembesaran KGB tidak ada, struma tidak ada.

• Thorax: barrel chest tidak ada, retraksi tidak ada angulus costae < 90, sela iga
melebar tidak ada

• Pulmo Anterior :
8

Inspeksi : Statis simetris kanan dan kiri, dinamis hemithoraks kanan = kiri, RR
22 x/menit, pelebaran sela iga tidak ada, benjolan tidak ada
Palpasi : tidak teraba massa, nyeri tekan tidak ada, emfisema subkutis tidak ada,
stem fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru hepar ICS V LMC dextra,
peranjakan 1 sela iga. Batas paru lambung linea aksilaris anterior ICS
VI.
Auskultasi : suara nafas vesikuler kanan dan kiri, ronkhi tidak ada, wheezing tidak
ada

• Pulmo Posterior :
Inspeksi : benjolan tidak ada, statis dan dinamis hemithoraks kanan dan kiri
simetris
Palpasi : benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada, stem fremitus normal kanan
dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler kanan dan kiri, ronkhi tidak ada, wheezing tidak
ada

• Cor :

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill, heaving, lifting, dan tapping tidak
teraba

Perkusi : Batas kanan ICS II – IV LS dextra, batas kiri atas ICS II LS sinistra
pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra, batas bawah kiri
ICS VI 1 jari lateral LMC sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, splitting tidak ada, M1>M2, T1>T2,
A2>A1, P2>P1, HR 100 x/menit, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
9

• Abdomen:
Inspeksi : datar, simetris, pelebaran vena tidak ada, benjolan tidak ada
Auskultasi : Bising usus ada normal, bruit arteri tidak ada
Perkusi : timpani, nyeri ketok CVA tidak ada
Palpasi : lemas, turgor kulit kembali cepat, nyeri tekan tidak ada, hepar dan
lien tidak teraba, undulasi tidak ada, nyeri tekan supra pubik tidak
ada, ballottement ginjal tidak teraba

• Ekstremitas :
-Ekstremitas superior dekstra et sinistra:
Akral hangat, palmar pucat tidak ada, ptekhie tidak ada, pembesaran KGB aksilla
tidak ada, sianosis tidak ada, kekuatan 5/5, clubbing finger tidak ada
-Ekstremitas inferior dekstra et sinistra:
Akral hangat, edema pretibial tidak ada, kekuatan 5/5
• Genital : tidak diperiksa

2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.3.1. Laboratorium RSMH, 13 Agustus 2021
Darah Rutin Pasien Nilai Normal
Hemoglobin : 13,8 g/dL 13.48 -17.40 g/dL
Hematokrit : 40 % 41-51 %
Leukosit : 7.100/mm3 4.73-10.89/mm3
Eritrosit : 4,62 x 10/mm3 4.40-6.30
Trombosit : 390.000/mm3 170.000-396.000
MCV : 84,8 fL 85 – 95 fL
MCH : 28 pg 28 – 32 pg
MCHC : 33 g/L 33 – 35 g/L
Diff. count : 0/2/68/21/9
1

Kesan : darah rutin dalam batas normal

Kimia Darah Pasien Nilai Normal


Ureum : 28 mg/dL 16.6-48.5 mg/dL
Kreatinin : 2,3 mg/dL 0.5-0.90 mg/dL
Kalsium : 8,4 mg/dL 8.4-9.7 mg/dL
Natrium : 144 mEq/dL 135-155 mEq/L
Kalium : 3,7 mEq/dL 3.5-5.5mEq/L
GDS : 108mg/dL < 200 mg/dL
SGOT : 14 5 – 40 IU/L
SGPT : 15 7 – 56 IU/L
Troponin T : 382 ng/L < 50 ng/L
< 200 mg/dL
Kolesterol total : 147 mg/dL
>55 mg/dL
HDL : 31 mg/dL
< 100 mg/dL
LDL : 93 mg/dL
Trigliserida : 137 mg/dL < 150 mg/dL

PT + INR
Kontrol : 16,20detik
Pasien : 14,0 detik
INR : 1,03
APTT
Kontrol : 31,5 detik
Pasien : 29,0 detik
Fibrinogen
Kontrol : 289 mg/dL
Pasien : 504 mg/dL
D-dimer : 1,9
1

Anti HCV : non reaktif


HBsAg : non reaktif
Anti HIV : non reaktif
Kesan : peningkatan kadar kreatinin, peningkatan kadar Troponin T,
hiperkoagulasi

Urinalisa
Warna : Kuning jernih Sedimen Urine
Kejernihan : Jernih : : Negatif
Berat jenis : 1,005 Epitel :0–1
pH : 5,0 Lekosit :0–1
Protein urine : positif + Eritrosit : Negatif
Ascorbix acid : Negatif Silinder : Negatif
Glukosa : Negatif Kristal : Negatif
Keton : Negatif Bakteri : Negatif
Darah : Negatif Mukus : Negatif
Nitrit : Negatif Jamur
Urobilinogen :1
Lekosit : Negatif
esterase
Kesan : Proteinuria
1

2.3.2. Rontgen Thorax PA RSMH (tanggal 13-8-2021)

Interpretasi rontgen Thorax PA :


• Identitas ada
• Marker tidak ada, selang/tube tidak ada
• Kondisi foto baik
• Simetris kanan dan kiri
• Trakea di tengah
• Tulang-tulang dan jaringan lunak baik
• Elangatio aorta tidak ada
• Corakan bronkovaskular normal
• Sela iga tidak melebar
• Sudut kostofrenikus kanan dan kiri lancip
• Diafragma licin
• CTR >50%
• Parenkim paru : infiltrat tidak ada
KESAN: kardiomegali
1

2.3.3. EKG di RSMH (tanggal 13-8-2021)

Interpretasi EKG:
Irama Sinus rythm, HR 100 x/m, Aksis normal, Gelombang P normal, PR interval
0,20 det, QRS kompleks 0,08 det, tampak gelombang q patologis di V1-V5, tampak
elevasi segmen ST di lead V1 - V6 dengan gelombang t inverted di V2-V6,
gelombang R di aVR positif, R di V5 atau V6 + S di V1 < 35, R di aVL < 11, R di
aVL + S di V3 < 28, QT interval 0,24
Kesan: STEMI anterior ekstensif
1

2.4. RESUME

Tn. AMY, Laki-laki, 57 tahun, PNS, pendidikan SMEA, menikah, agama


Islam, alamat LK III, Kayuagung Kabupaten OKI. Pasien datang ke IGD RSMH
Palembang pada tanggal 13 Agustus 2021 dan dirawat di ruang Rupit 1.1 kamar 5
bed 1 dengan keluhan utama nyeri dada memberat sejak + 4 hari SMRS, disertai
keluhan tambahan sesak nafas hilang timbul sejak + 1 minggu SMRS 4 hari SMR

+ 2 minggu SMRS, pasien mengeluh nyeri dada kiri, nyeri dirasakan seperti terhimpit
beban berat, nyeri menjalar ke dada kanan, punggung, dan leher, nyeri tidak menjalar
ke lengan kiri. Nyeri pertama kali muncul ketika pasien mengangkat ember di kamar
mandi, lamanya + 5 menit, berkurang dengan istirahat. Jantung berdebar ada, keringat
dingin ada. Mual ada. Pasien berobat ke IGD RSUD setempat, dikatakan sakit
lambung, diberikan oksigen dan obat suntik, keluhan berkurang, pasien rawat jalan
dan diberikan obat tablet, pasien lupa jumlah dan nama obat.
+ 1 minggu SMRS, pasien kembali mengeluh nyeri dada saat berjalan + 20 -
30 meter, lamanya + 10 menit, nyeri berkurang dengan istirahat. Jantung berdebar
dan keringat dingin masih ada. Selain itu, pasien juga mengeluh sesak. Sesak
dirasakan hilang timbul, bersamaan dengan nyeri dada. Mual masih dirasakan. Pasien
berobat ke dokter spesialis penyakit dalam, dikatakan penyempitan pembuluh darah
jantung. Dilakukan rawat jalan dan diberikan 3 jenis obat tablet, yaitu amlodipin 10
mg, aspilet 80 mg, dan nitrokaf 5 mg. Pasien disarankan berobat ke RSMH
Palembang untuk tatalaksana lebih lanjut.
+ 2 hari SMRS, pasien mengeluh nyeri dada kiri semakin memberat, nyeri
dada dirasakan ketika berjalan ke kamar mandi, lamanya + 15 menit, dan berkurang
dengan istirahat. Nyeri dirasakan seperti terhimpit beban berat. Pasien juga mengeluh
,..,.

sesak yang dirasakan bersamaan dengan nyeri dada. Jantung berdebar ada. Mual ada.
Pasien berobat ke poli kardiologi RSMH, dilakukan dilakukan rawat inap melalui
IGD untuk tatalaksana lebih lanjut.
1

Dari riwayat penyakit dahulu, didapatkan adanya riwayat sakit darah tinggi
ada, sejak 10 tahun yang lalu, pasien rutin konsumsi amlodipin 10 mg namun tidak
kontrol teratur. Dari riwayat penyakit dalam keluarga, didapatkan adanya sakit darah
tinggi dalam keluarga ada, nenek, kakek, ibu, ayah, dan saudara laki-laki pasien
menderita sakit darah tinggi. Dari riwayat kebiasaan, pasien merokok sejak usia 9
tahun, banyaknya 1 bungkus sehari, berhenti 10 tahun yang lalu, indeks brinkman
608 (kesan
: perokok berat), pasien juga sering makan – makanan berlemak ada.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, TD 160/90 mmHg, nadi 100 kali/menit, reguler, isi dan
tegangan cukup, RR 22 kali/menit, suhu 36,7oC, IMT 24 Kg/m2 (berat badan normal).
Dari pemeriksaan spesifik didapatkan batas kiri jantung LCV VI 1 jari lateral linea
midclavicula sinistra.
Dari pemeriksaan penunjang laboratotium didapatkan peningkatan kadar
kreatinin (2,3 gr/dl), troponin T (382 ng/L), eGFR 31,57 ml/min/1,73m 2. Dari
pemeriksaan rontgen thorax didapatkan kesan kardiomegali, pada EKG didapatkan
kesan STEMI anterior ekstensif.

2.5 DAFTAR MASALAH


1. STEMI anterior ekstensif late onset Killip 1
2. AKI stage 2
3. Hipertensi stage 2 dengan Hypertensive Heart Disease (HHD)

2.6 PENGKAJIAN MASALAH


1. STEMI anterior ekstensif Killip 1
Dipikirkan suatu kondisi STEMI anterior ekstensif late onset karena dari
anamnesis didapatkan keluhan nyeri dada kiri sejak 2 minggu SMRS. nyeri dirasakan
seperti terhimpit, nyeri menjalar ke dada kanan, punggung, dan leher, nyeri tidak
menjalar ke lengan kiri. Nyeri pertama kali muncul ketika pasien mengangkat ember
di kamar mandi. Jantung berdebar ada, keringat dingin ada, mual ada. Dari riwayat
1

kebiasan dan penyakit dahulu didapatkan riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang
lalu, pasien rutin merokok sejak usia 9 tahun dengan indeks brinkman 608 (kesan
perokok berat). Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda-tanda gagal
jantung. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan troponin T 382 ng/L
dan adanya STEMI anterior ekstensif pada pemeriksaan EKG. Sehingga pada pasien
ini ditegakkan sebagai kasus STEMI anterior ekstensif Killip 1, selanjutnya karena
tidak adanya tanda
– tanda gagal jantung maka pasien termasuk dalam klasifikasi Killip 1. Pasien
direncanakan echocardiografi dan kateterisasi pembuluh darah jantung,

2. AKI stage 2
Dipikirkan suatu dengan AKI stage 2 diagnosis banding acute on CKD karena
dari anamnesis didapatkan gejala badan lemas. Lemas dirasakan setelah aktivitas dan
berkurang dengan istirahat. Mual ada. BAK sedikit tidak ada. Hal ini disertai dengan
adanya riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu, rutin konsumsi amlodipin
namun tidak rutin kontrol, adanya riwayat darah tinggi pada keluarga. Dari riwayat
kebiasaan didapatkan adanya riwayat merokok dengan indeks brinkman 608 (kesan :
perokok berat). Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, compos mentis, TD 160/90 mmHg, nadi 100x/menit, reguler, isi dan teganan
cukup, RR 22x/menit, suhu 36,7ºC, IMT 24 Kg/m 2 (berat badan normal), Dari
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium
didapatkan kreatinin 2,3 mg/dL, ureum 28 mg/dL, GFR 31,57 m/min/1,73m2. Sesuai
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan kecurigaan
kondisi AKI stage 2 dd/ acute on CKD karena ditemukan protein urine positif + dan
eGFR 31,57 m/min/1,73m2. Pada pasien ini direncanakan pemeriksaan ulang kadar
ureum kreatinin, pemeriksaan kadar albuminuria, dan USG TUG.

3. Hipertensi stage 2 dengan Hypertensive Heart Disease (HHD) fungsi NYHA II


1

Dipikirkan suatu Hipertensi stage 2 dengan Hypertensive Heart Disease (HHD)


fungsi NYHA II karena dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh sesak yang
dirasakan terutama saat berjalan ke kamar mandi, sesak muncul bersamaan dengan
nyeri dada, sesak dirasakan berkurang dengan istirahat. Riwayat hipertensi ada sejak
10 tahun yang lalu, rutin konsumsi amlodipin 10 mg, namun tidak kontrol teratur.
Dari riwayat penyakit dalam keluarga, didapatkan adanya sakit darah tinggi dalam
keluarga ada, nenek, kakek, ibu, ayah, dan saudara laki-laki pasien menderita sakit
darah tinggi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/90 mmHg, didapatkan juga
batas kiri jantung ICS VI 1 jari lateral LMC sinistra. Dari pemeriksaan rontgen
thoraks didapatkan kesan kardiomegali. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang disimpulkan adanya Hipertensi stage 2 dengan HHD
fungsi NYHA II, dilakukan pemberian terapi candesartan 8 mg tiap 24 jam. Selain
itu, pasien juga direncanakan pemeriksaan echocardiografi.

2.7. DIAGNOSIS
2.7.1. Diagnosis Sementara
STEMI anteriorekstensif late onset Killip I, AKI stage 2, Hipertensi stage 2 dengan
Hypertensive Heart Disease (HHD) fungsi NYHA II

2.7.2 Diagnosis Banding

STEMI anteriorekstensif late onset Killip I, Acute on CKD, Hipertensi stage 2 dengan
Hypertensive Heart Disease (HHD) fungsi NYHA II

2.8 PENATALAKSANAAN
Non farmakologis :
• Istirahat
• Diet rendah garam, rendah protein 50 gram (0,8 gram/ kgBB/ hari)
• Jumlah kebutuhan kalori perhari :
• Perhitungan basal metabolic rate (BMR) berdasarkan rumus Harris Benedict
1

= 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,78 x U)


= 66 + (13,7 x 63) + (5 x 162) – (6,78 x57)
= 66 + 863,1 + 810 – 386,5
= 1.352,6 kal = 1.350 kal
Jadi, total kebutuhan kalori perhari untuk pasien ini adalah
= BMR x faktor aktivitas x faktor stress
= 1.350 x 1,3 (aktivitas ringan) x 1,1 (tidak ada stress)
= 1.930,5 = 1.900 kal
• Edukasi : Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, berhenti
merokok, rencana pengobatan dan dietnya, serta rencana pemeriksaan
yang akan dilakukan.
• O2 nasal kanul 3lpm

Farmakologis:

• ISDN 5 mg SL K/P
• Nitrokaf 2 x 5 mg PO
• Clopidogrel 1 x 75 mg PO
• Asam asetilsalisilat 1 x 100 mg PO
• Candesartan 1 x 8 mg PO
• Lansoprazole 1 x 30 mg PO
• Atorvastatin 1 x 20 mg PO
• Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
• Enoxaparin 1 x 60 mg (0,6 cc) SC selama 5 hari

Rencana Konsultasi

• Lapor divisi kardiologi


• Konsul divisi ginjal hipertensi

2.9 RENCANA PEMERIKSAAN


1

• Rencana echocardiografi
• Rencana pemeriksaan EKG ulang
• Rencana USG TUG
• Rencana kateterisasi jantung

2.10 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
2

SKOR RISIKO TIMI


Usia < 65 tahun =0
TDS < 100 mmHg =0
N > 100 x/m =0
Killip II – IV =0
BB < 67 kg =1
ST elevasi anterior/ LBBB =1
Waktu pengobatan awal > 4 jam = 1
Total =3
Risiko mortalitas 4,4% dalam 30 hari
GRACE SKOR ACS
Usia = 58 tahun
Nadi = 100 x/menit
TD sistolik = 160 mmHg
Kreatinin = 2,3 mg/dL
Henti jantung = tidak ada
ST segment deviasi pada EKG = Ya
Abnormalitas enzim jantung = Ya
Killip = 1 (tidak ada CHF)
Total = 110
Risiko mortalitas 5% dalam 6 bulan

ATRIA BLEEDING RISK


Anemia : tidak =0
Gangguan ginjal berat : tidak =0
Usia > 75 tahun : tidak =0
Adanya perdarahan : tidak =0
Riwayat hipertensi ; Ya =0
Total =1
Risiko rendah untuk terjadi perdarahan
2

PERKEMBANGAN SELAMA PERAWATAN


Tanggal : 14 – 16 Agustus 2021
Subyektif : Nyeri dada berkurang, sesak tidak ada
Obyektif :
Keadaan Sakit sedang
Umum
Sensorium Compos mentis
TD 140/90 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernafasan 22 x/menit
Suhu 36,9ºC
SpO2 96% tanpa suplementasi oksigen
NRS 2
Keadaan
Spesifik
Kepala Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Leher JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Thoraks :
Cor Bunyi jantung I-II normal, HR 90 x/m, reguler, murmur tidak ada,
gallop tidak ada
Pulmo vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen Datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba,
bising usus normal
Extremitas Ekstremitas superior dekstra et sinistra:
Akral hangat, palmar pucat(-/-), ptekhie tidak ada, pembesaran
KGB aksilla (-/-), sianosis tidak ada
Ekstremitas inferior dextra et sinistra
Edema pretibial(-/-), hangat (+/+)
2

Echocardiografi (16 Agustus 2021):

Segmental wall motion abnormality (apikoseptal)


LV dilatasi (+)
HVK (+)
Katup normal
Disfungsi diastolic grade 1
EF 41,2%
Tampak trombus pada apex LV ukuran 2,93 cm x 1,27 cm

Kesan : HHD
Mildly reduce LV function
Trombus di apex LV
2

Elektrokardiografi (16 Agustus 2021) :

Irama sinus, HR 90 x/menit, aksis normal, gelombang p normal,


PR interval 0,16 detik, QRS 0,08 detik, tampak qs pattern pada
gelombang V1 – V4, tampak elevasi segmen ST di lead V1 – V6,
I, aVL dengan gelombang T inverted di V1 – V6, I , aVL,
gelombang R dan T positif di lead aVR, R di V5 + S di V1 < 35,
R di aVL < 11, S di V3 + R di a VL < 28, QT interval 0,36
Kesan : STEMI anterior ekstensif

Konsul Divisi Ginjal Hipertensi :


AKI stage 2 dd/ acute on CKD
Saran :
- Regulasi tekanan darah
- Pemeriksaan ureum kreatinin ulang
- USG TUG

Assessment STEMI anterior ekstensif late onset dengan trombus apeks


Diagnosis ventrikel kiri, AKI stage 2, Hipertensi stage 1 dengan Hypertensive
Heart Disease (HHD) fungsi NYHA I
Diagnosis - STEMI anteriorekstensif late onset dengan trombus apeks
Banding: ventrikel kiri, acute on CKD, Hipertensi stage 1 dengan
Hypertensive Heart Disease (HHD) fungsi NYHA I
2

Terapi : Non Farmakologis :


- Istirahat
- Edukasi
- Diet nasi biasa 1.900 kkal rendah garam rendah protein (50
gram)
- EKG serial

Farmakologis :
- ISDN 5 mg SL K/P
- Nitrokaf 2 x 5 mg PO
- Clopidogrel 1 x 75 mg PO
- Asam asetilsalisilat x 100 mg PO
- Candesartan 1 x 8 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
- Lansoprazole 1 x 30 mg PO
- Enoxaparin 1 x 0,6 cc SC (hari ke-5)
- Acenocoumarolum 1 x 1 mg PO selama 14 hari
Rencana - Rencana echocardiografi ulang pasca pemberian
Pemeriksaan acenocoumarolum 14 hari
- Rencana USG TUG
- Rencana pemeriksaan ureum kreatinin ulang

Balance Balance cairan (13-16 Agustus 2021):


Cairan
13 Agustus Input : 500 cc (infus) + 500 cc (minum) = 1.000 cc
2021 Output : 945 cc (IWL) + 500 cc (urine output 24 jam) = 1.445 cc
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
: 1.000 cc – 1.445 cc = - 445 cc (balance negatif)
14 Agustus Input : 500 cc (infus) + 400 cc (minum) = 900 cc
2021 Output : 945 cc (IWL) + 650 cc (urine output 24 jam) = 1.595 cc
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
: 900 cc – 1595 cc = - 695 cc (balance negatif)
15 Agustus Input : 500 cc (infus) + 500 cc (minum) = 1.000 cc
2021 Output : 945 cc (IWL) + 700 cc (urine output 24 jam) = 1.645 cc
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
: 1.000 cc – 1.645 cc = - 645 cc (balance negatif)
2

16 Agustus Input : 500 cc (infus) + 600 cc (minum) = 1.100 cc


2021 Output : 845 cc (IWL) + 800 cc (urine output 24 jam) = 1.745 cc
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
: 1.100 cc – 1.745 cc = - 645 cc (balance negatif)

Tanggal : 17 - 23 Agustus 2021


Subyektif : Sesak tidak ada, nyeri dada dirasakan hilang timbul
Obyektif :
Keadaan Sakit sedang
Umum Kompos mentis
Sensorium 140/80 mmHg
TD 90 x/menit
Nadi 20 x/menit
Pernafasan 36,7ºC
Suhu 99% tanpa suplementasi oksigen
SpO2
Keadaan
Spesifik
Kepala Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Leher JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Thoraks :
Cor Bunyi jantung I-II normal, HR 90 x/m, reguler, murmur tidak ada,
gallop tidak ada
Pulmo vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen Datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba,
bising usus normal
Extremitas Ekstremitas superior dekstra et sinistra:
Akral hangat, palmar pucat(-/-), ptekhie tidak ada, pembesaran
KGB aksilla (-/-), sianosis tidak ada
Ekstremitas inferior dextra et sinistra
Edema pretibial(-/-), hangat (+/+)
2

Elektrokardiografi Ulang (22 Agustus 2021) :

Irama sinus, HR 90 x/menit, aksis normal, gelombang p normal,


PR interval 0,16 detik, QRS 0,08 detik, tampak qs pattern pada
gelombang V1 – V4, tampak elevasi segmen ST di lead V1 –
V5, dengan gelombang T inverted di V1 – V5, I , aVL,
gelombang R dan T positif di lead aVR, R di V5 + S di V1 < 35,
R di aVL < 11, S di V3 + R di a VL < 28, QT interval 0,40
Kesan : STEMI anterior ekstensif
USG Ginjal (23 Agustus 2021) :
2

Ginjal Kanan: Ginjal Kiri :


Bentuk dan ukuran : mengecil Bentuk dan ukuran : mengecil
Batas kortek dan medulla : tidak jelas Batas kortek dan medulla :
tidak jelas
Sistem pelvikocalyces : tidak melebar Sistem pelvikocalyces :
tidak melebar
Batu (-), massa (-) Batu (-), massa (-)
Vesika Urinaria :
Bentuk dan ukuran : normal, urine (+)
Dinding : reguler, tipis
Batu (-), massa (-)
Kesan : Ukuran kedua ginjal mengecil

Laboratorium (17 Agustus 2021) :


Ureum : 30 mg/dL
Kreatinin : 2,2 mg/dL

Assessment STEMI anteriorekstensif late onset Killip I dengan Trombus


Diagnosis Apeks Ventrikel Kiri, CKD stage 3b, Hipertensi stage 1 dengan
Hipertensive Heart Disease (HHD) fungsi NYHA I
2

Terapi : Non Farmakologis :


- Istirahat
- Edukasi
- Diet nasi biasa 1.900 kkal rendah garam rendah protein (50
gram)

Farmakologis :
- ISDN 5 mg SL K/P
- Nitrokaf 2 x 5 mg PO
- Clopidogrel 1 x 75 mg PO
- Asam asetilsalisilat x 100 mg PO
- Candesartan 1 x 8 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
- Lansoprazole 1 x 30 mg PO
- Acenocoumarolum 1 x 1 mg PO
Rencana - Echocardiografi ulang setelah pemberian Acenocoumarolum
Pemeriksaan 14 hari
Balance cairan (17 - 23 Agustus 2021):
17 Agustus Input : 500 cc (infus) + 500 cc (minum) = 1.000 cc
2021 Output : 945 cc (IWL) + 800 cc (urine output 24 jam) = 1.745 cc
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
: 1.000 cc – 1.745 cc = - 745 cc (balance negatif)
18 Agustus Input : 500 cc (infus) + 500 cc (minum) = 1.000 cc
2021 Output : 945 cc (IWL) + 900 cc (urine output 24 jam) = 1.845 cc
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
: 1.000 cc – 1.845 cc = - 845 cc (balance negatif)

19 Agustus Input : 500 cc (infus) + 600 cc (minum) = 1.100 cc


2021 Output : 945 cc (IWL) + 1.000 cc (urine output 24 jam) = 1.945
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
: 1.100 cc – 1.945 cc = - 945 cc (balance negatif)
20 Agustus Input : 500 cc (infus) + 600 cc (minum) = 1.100 cc
2021 Output : 945 cc (IWL) + 800 cc (urine output 24 jam) = 1.745 cc
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
: 1.100 cc – 1.745 cc = - 645 cc (balance negatif)

21 Agustus Input : 500 cc (infus) + 450 cc (minum) = 950 cc


2021 Output : 945 cc (IWL) + 800 cc (urine output 24 jam) = 1.745 cc
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
2

: 950 cc – 1.745 cc = - 795 cc (balance negatif)

Input : 500 cc (infus) + 600 cc (minum) = 1.100 cc


22 Agustus Output : 945 cc (IWL) + 600 cc (urine output 24 jam) = 1.545 cc
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
2021 : 1.100 cc – 1.545 cc = - 445 cc (balance negatif)
Input : 500 cc (infus) + 400 cc (minum) = 900 cc
23 Agustus Output : 945 cc (IWL) + 650 cc (urine output 24 jam) = 1.595 cc
2021 Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
: 900 cc – 1595 cc = - 695 cc (balance negatif)

PERKEMBANGAN SELAMA PERAWATAN (di Ruangan


Rupit 1.1)
Tanggal : 24 - 30 Agustus 2021
Subyektif : Nyeri dada tidak ada, sesak tidak ada
Obyektif :
Keadaan Sakit sedang
Umum
Sensorium Kompos mentis
TD 120/90 mmHg
Nadi 100 x/menit
Pernafasan 20 x/menit
Suhu 36,5ºC
SpO2 98% tanpa suplementasi O2
Keadaan
Spesifik
Kepala Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Cor Bunyi jantung I-II normal, HR 100 x/m, reguler, murmur tidak
ada, gallop tidak ada
Pulmo vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen Datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba,
bising usus normal
Extremitas Ekstremitas superior dekstra et sinistra:
Akral hangat, palmar pucat tidak ada, ptekhie tidak ada,
pembesaran KGB aksilla tidak ada, sianosis tidak ada
Ekstremitas inferior dextra et sinistra
Edema pretibial tidak ada, akral hangat
3

Elektrokardiografi Ulang (26 Agustus 2021) :

Irama sinus, HR 100 x/menit, aksis normal, gelombang p


normal, PR interval 0,16 detik, QRS 0,08 detik, tampak qs
pattern pada gelombang V1 – V4, tampak elevasi segmen ST di
lead V1 – V5, dengan gelombang T inverted di V1 – V6,
gelombang R positif di lead aVR, R di V5 + S di V1 < 35, R di
aVL < 11, S di V3 + R di a VL < 28, QT interval 0,40
Kesan : STEMI anterior ekstensif

Pemeriksaan Laboratorium (26 Agustus 2021):


Troponin T ulang : 78 ng/L (normal : <50ng/L)
3

Echocardiografi Ulang (30 Agustus 2021) :

Tampak trombus pada apex LV ukuran 2,5 cm x 1,02 cm


Kesan : trombus pada apex left ventrikel mengecil (perbaikan)
post acenocoumarolum 14 hari

Assessment STEMI anterior ekstensif late onset killip 1 dengan Trombus


Apeks Ventrikel Kiri, CKD stage 3, Hipertensi stage 1 dengan
Diagnosis
Hypertensive Heart Disease (HHD) fungsi NYHA I
3

Terapi : Non Farmakologis :


- Istirahat
- Edukasi
- Diet nasi biasa 1.900 kkal rendah garam rendah protein (50
gram)
- Boleh rawat jalan

Farmakologis :
- ISDN 5 mg SL K/P
- Nitrokaf 2 x 5 mg PO
- Clopidogrel 1 x 75 mg PO
- Asam asetilsalisilat 1 x 100 mg PO
- Candesartan 1 x 8 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
- Lansoprazole 1 x 30 mg PO
- Warfarin 1 x 2 mg PO
Rencana - Konsul Mata dan Funduskopi
Pemeriksaan
3

PERKEMBANGAN RAWAT JALAN (POLIKLINIK)

Tanggal : 12 Oktober 2021


Subyektif : Pasien mengeluh panas pada dada, perasaan menyangkut pada
tenggorokan, dan sering sendawa, nyeri dada tidak ada, sesak
tidak ada, kesulitan menelan tidaka da, nyeri menelan tidak ada,
muntah hitam tidak ada, mimisan dan gusi berdarah tidak ada,
ruam kemerahan pada kulit tanpa sebab jelas tidak ada, BAK
seperti teh pekat tidak ada, BAB hitam tidak ada, penurunan berat
badan tidak
ada.
Obyektif :
Keadaan Sakit ringan
Umum Kompos mentis
Sensorium 130/80 mmHg
TD 82 x/menit
Nadi 20 x/menit
Pernafasan 36,5ºC
Suhu 98% tanpa suplementasi O2
SpO2

Keadaan
Spesifik
Kepala Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Thoraks
Cor Bunyi jantung I – II normal, HR 82 x/m, reguler, murmur tidak
ada, gallop tidak ada
Pulmo vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen Datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba,
bising usus normal
Extremitas Ekstremitas superior dekstra et sinistra:
Akral hangat, palmar pucat(-/-), ptekhie tidak ada, pembesaran
KGB (-), sianosis tidak ada
Ekstremitas inferior dextra et sinistra
Edema pretibial(-/-), hangat (+/+)
3

Elektrokardiografi Ulang (12 Oktober 2021) :

Irama sinus, HR 82 x/menit, aksis normal, gelombang p normal,


PR interval 0,16 detik, QRS 0,08 detik, tampak qs pattern pada
gelombang V1 – V4, tampak elevasi segmen ST di lead V1 –
V5, dengan gelombang T inverted di V1 – V6, gelombang R
dan T positif di lead aVR, R di V5 + S di V1 < 35, R di aVL <
11, S di V3 + R di a VL < 28, QT interval 0,36 (QTc = 0,43)
Kesan : STEMI anterior ekstensif
Pemeriksaan Laboratorium (12 Oktober 2021):
Hb : 12,4 g/dl
RBC : 4,36.106/mm3
WBC : 6.360/mm3
Ht : 37%
PLT : 300.000/ᶙL
MCV : 85,6 fL
MCH : 28 pg
MCHC : 33%
DC : 0/1/73/18/8

PT + INR : (k) 15,1 (p) 14,0


INR : 0,99
3

APTT : (k) 32,1 (p) 28,2


Fibrinogen : (k) 299 (p) 431,0
D-dimer : 1,2

GDS : 93 mg/dL

Ureum : 26 mg/dl
Kreatinin : 2,01 mg/dL
eGFR : 35,69 ml/mnt/1,73m2

Na : 145 mEq/L
K : 3,8 mEq/L
Ca : 8,6 mg/dL

Echocardiografi Ulang (12 Oktober 2021) :


3

Trombus pada ventrikel kiri (+), ukuran 1,38 x 0,9 cm,


EF 67,7%
Kesan : trombus pada apeks ventrikel kiri mengecil (perbaikan)

Rontgen Thorax PA (11 Oktober 2021) :

Kesan : kardiomegali tanpa kongesti paru


Pulmo dalam batas normal
3

Konsul
Departemen
Mata

Kesan : saat ini tidak ditemukan tanda-tanda retinopati hipertensi


Saran : regulasi tekanan darah sesuai TS PDL

Konsul GERD Q skor


Divisi
- Seberapa sering Anda mengalami perasaan terbakar di
Gastro
bagian belakang tulang dada (heart burn)? =3
- Seberapa sering Anda mengalami naiknya isi lambung kearah
tenggorokan atau mulut (regurgitasi)? =2
- Seberapa sering Anda mengalami nyeri ulu hati? = 3
- Seberapa sering Anda mengalami mual? =2
- Seberapa sering Anda mengalami kesulitan tidur malam oleh
karena rasa terbakar di dada atau naiknya isi perut?= 2
- Seberapa sering anda meminum obat tambahan untuk rasa
terbakar di dada dan/atau naiknya isi perut, selain yang
diberikan oleh dokter Anda? = 0
Total GERD Q skor = 10

Assessment Gastroesofageal Reflux Disease (GERD), STEMI anteriorekstensif


Diagnosis dengan Trombus Apeks Ventrikel Kiri (perbaikan), CKD stage 3,
Hipertensi stage 1 dengan Hipertension Heart Disease (HHD)
fungsi NYHA I
Terapi : Non Farmakologis :
- Edukasi : mengenai kemungkinan penyakit, rencana terapi, dan
rencana pemeriksaan yang akan dilakukan. Selain itu, pasien juga
disarankan agar meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta
3

menghindari makan sebelum tidur, berhenti merokok, mengurangi


konsumsi makanan berlemak dan mengurangi jumlah makanan
yang dikonsumsi, hindari penggunaan pakaian ketat, hindari
makanan/minuman seperti coklat, teh, kopi, dan minuman
bersoda.
- Diet nasi biasa 1.900 kkal rendah garam rendah protein (50
gram)
Farmakologis :
- ISDN 5 mg SL k/p
- Nitrokaf 2 x 5 mg PO
- Clopidogrel 1 x 75 mg PO
- Asam asetilsalisilat 1 x 100 mg PO
- Candesartan 1 x 8 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Lansoprazole 2 x 30 mg PO
- Domperidone 3 x 10 mg PO
- Warfarin 1 x 2 mg PO
Rencana - Endoskopi jika keluhan GERD tidak perbaikan selama 1 bulan
Pemeriksaan atau muncul alarm symptom
3

PERKEMBANGAN RAWAT JALAN (POLIKLINIK)


Tanggal : 16 November 2021
Subyektif : Nyeri dada tidak ada, sesak tidak ada, panas pada dada tidak ada,
sendawa dan perasaan menyangkut pada tenggorokan tidak ada.
Pasien mengeluh muncul lebam pada dada, nyeri tidak ada,
Riwayat terbentur sebelumnya tidak ada. Mimisan dan gusi
berdarah tidak ada. Muntah hitam dan BAB hitam tidak ada.
Obyektif :
Keadaan Sakit ringan
Umum
Sensorium Kompos mentis
TD 140/80 mmHg
Nadi 70 x/menit
Pernafasan 20 x/menit
Suhu 36,5ºC
SpO2 98% tanpa suplementasi O2

Keadaan
Spesifik
Kepala Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Thorax barrel chest tidak ada, retraksi tidak ada angulus costae < 90, sela
iga melebar tidak ada, tampak hematom regio thorax anterior,
ukuran 5 x 3 cm, nyeri tekan tidak ada

Cor Bunyi jantung I-II normal, HR 70 x/m, reguler, murmur tidak ada,
gallop tidak ada
Pulmo Vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen Datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba,
bising usus normal
4

Extremitas Ekstremitas superior dekstra et sinistra:


Akral hangat, palmar pucat tidak ada, ptekhie tidak ada,
pembesaran KGB aksilla tidak ada, sianosis tidak ada
Ekstremitas inferior dextra et sinistra
Edema pretibial tidak ada, akral hangat
GERD Q skor
- Seberapa sering Anda mengalami perasaan terbakar di
bagian belakang tulang dada (heart burn)? =1
- Seberapa sering Anda mengalami naiknya isi lambung kearah
tenggorokan atau mulut (regurgitasi)? =0
- Seberapa sering Anda mengalami nyeri ulu hati? = 0
- Seberapa sering Anda mengalami mual? =0
- Seberapa sering Anda mengalami kesulitan tidur malam oleh
karena rasa terbakar di dada atau naiknya isi perut?= 1
- Seberapa sering anda meminum obat tambahan untuk rasa
terbakar di dada dan/atau naiknya isi perut, selain yang
diberikan oleh dokter Anda? = 3
Total GERD Q skor = 5 (tidak menderita GERD)
Elektrokardiografi Ulang (16 November 2021) :

Irama sinus, HR 70 x/menit, aksis normal, gelombang p normal,


PR interval 0,12 detik, QRS 0,08 detik, tampak qs pattern pada
4

gelombang V1 – V4, tampak elevasi segmen ST di lead V1 –


V5 dengan gelombang T inverted di V1 – V6, gelombang R
positif di lead aVR, R di V5 + S di V1 < 35, R di aVL < 11, S di
V3 + R di a VL < 28, QT interval 0,40
Kesan : STEMI anterior ekstensif
Laboratorium (16 November 2021) :
Hb : 12,5 g/dl
RBC : 4,47.106/mm3
WBC : 5.250/mm3
Ht : 37%
PLT : 279.000/ᶙL
MCV : 83,4 fL
MCH : 28 pg
MCHC : 34 g/dl
DC : 0/3/66/23/8

PT + INR : (k) 14,9 (p) 27,3


INR : 2,00
APTT : (k) 32,1 (p) 34,1
Fibrinogen : (k) 277 (p) 277,0
E-dimer : 1,06

GDS : 100 mg/dL

Ureum : 41 mg/dl
Kreatinin : 2,34 mg/dL
eGFR : 31 ml/mnt/1,73m2

Na : 142 mEq/L
K : 3,9 mEq/L
Ca : 8,4 mg/dL
4

Echocardiografi Ulang (16 November 2021) :

Tak tampak trombus pada ventrikel kiri


Kesan : trombus ventrikel kiri perbaikan
4

Echodoppler Arteri Carotis :

Kesan : RCCA plak sklerotik (-), IMT menebal (-)


LCCA plak sklerotik (-), IMT menebal (-)
Assessment STEMI anterior ekstensif, CKD stage 3, Hipertensi stage 1 dengan
Diagnosis Hypertensive Heart Disease (HHD) kompensata
Terapi : Non Farmakologis :
- Edukasi pada pasien untuk mengawasi tanda perdarahan seperti
gusi berdarah, lebam semakin banyak/meluas, BAK
kemerahan/gelap, BAB kemerahan/kehitaman, sakit kepala hebat,
sesak, batuk/muntah darah, hindari benturan dengan benda keras,
perbanyak konsumsi makanan tinggi vitamin K seperti sayuran
hijau
- Diet nasi biasa 1.900 kkal rendah garam rendah protein (50
gram)
Farmakologis :
- ISDN 5 mg SL K/P
- Nitrokaf 2 x 5 mg PO
4

- Candesartan 1 x 8 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
- Lansoprazole 2 x 30 mg PO

Rencana - Pemeriksaan faal hemostasis ulang 3 hari kemudian


Pemeriksaan - Rencana Cor angiografi
4

PERKEMBANGAN RAWAT JALAN (POLIKLINIK)


Tanggal : 22 November 2021
Subyektif : Lebam pada dada berkurang, nyeri tidak ada, Riwayat terbentur
sebelumnya tidak ada. Mimisan dan gusi berdarah tidak ada.
Muntah hitam dan BAB hitam tidak ada.
Obyektif :
Keadaan Sakit ringan
Umum
Sensorium Kompos mentis
TD 130/80 mmHg
Nadi 74 x/menit
Pernafasan 20 x/menit
Suhu 36,5ºC
SpO2 98% tanpa suplementasi O2

Keadaan
Spesifik
Kepala Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Thorax barrel chest tidak ada, retraksi tidak ada angulus costae < 90, sela
iga melebar tidak ada, tampak hematom regio thorax anterior
memudar

Cor Bunyi jantung I-II normal, HR 74 x/m, reguler, murmur tidak ada,
gallop tidak ada
Pulmo Vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen Datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba,
bising usus normal
4

Extremitas Ekstremitas superior dekstra et sinistra:


Akral hangat, palmar pucat tidak ada, ptekhie tidak ada,
pembesaran KGB aksilla tidak ada, sianosis tidak ada
Ekstremitas inferior dextra et sinistra
Edema pretibial tidak ada, akral hangat
Laboratorium (22 November 2021) :
PT + INR : (k) 13,5 (p) 14,1
INR : 1,00
APTT : (k) 30,3 (p) 28,8
Fibrinogen : (k) 282 (p) 295,0
D-dimer : 1,32
Assessment STEMI anterior ekstensif, CKD stage 3, Hipertensi stage 1 dengan
Diagnosis Hypertensive Heart Disease (HHD) kompensata
Terapi : Non Farmakologis :
- Edukasi pada pasien untuk mengawasi tanda perdarahan seperti
gusi berdarah, lebam semakin banyak/meluas, BAK
kemerahan/gelap, BAB kemerahan/kehitaman, sakit kepala hebat,
sesak, batuk/muntah darah, hindari benturan dengan benda keras,
perbanyak konsumsi makanan tinggi vitamin K seperti sayuran
hijau
- Diet nasi biasa 1.900 kkal rendah garam rendah protein (50
gram)

Farmakologis :
- ISDN 5 mg SL K/P
- Nitrokaf 2 x 5 mg PO
- Candesartan 1 x 8 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
- Lansoprazole 1 x 30 mg PO
- Asam asetilsalisilat 1 x 100 mg PO
- Clopidogrel 1 x 75 mg PO
Rencana - Rencana Cor angiografi
Pemeriksaan
BAB III
ANALISA KASUS

Tn. AMY, Laki-laki, 57 tahun, PNS, pendidikan Strata 1, menikah, agama


Islam, alamat LK III, Kayuagung Kabupaten OKI. Pasien datang ke IGD RSMH
Palembang pada tanggal 13 Agustus 2021 dan dirawat di ruang Rupit 1.1 kamar 5 bed
1 dengan keluhan utama nyeri dada memberat sejak + 2 hari SMRS, disertai keluhan
tambahan sesak nafas hilang timbul sejak + 1 minggu SMRS.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada
pasien didapatkan beberapa daftar masalah yang harus dilakukan Analisa lebih lanjut
antara lain:

3.1 STEMI Anterior Ekstensif Killip I


Infark miokard akut (AMI) adalah kondisi adanya bukti nekrosis miokard
yang disertai gejala klinis dari iskemia miokard. Selain itu, infark miokard juga
didefinisikan sebagai deteksi dari peningkatan nilai marker jantung (lebih diutamakan
troponin) dengan setidaknya adanya satu dari tanda dibawah ini, yaitu gejala iskemia,
adanya perubahan baru dari ST segmen atau LBBB (left bundle branch block) baru,
perkembangan dari gelombang q patologis pada EKG, bukti imaging yang
menunjukkan berkurangnya viabilitas miokard atau abnormalitas pergerakan dinding
dada (regional wall motion) yang baru, serta adanya indentifikasi dari trombus
intrakoroner berdasarkan angiografi atau otopsi.1
ST-segment elevation MI (STEMI) adalah salah satu jenis dari AMI yang
ditandai dengan adanya gejala iskemia dan ditemukan elevasi segmen ST persisten
pada EKG.8 Infark miokard sendiri adalah suatu kondisi matinya/nekrosis sel miokard
jantung akibat iskemia yang signifikan dan berkepanjangan. Infark miokard
disebabkan oleh penyakit jantung coroner yang ditandai dengan adanya sumbatan

57
4

aliran darah jantung akibat plak pada arteri koroner, atau disebabkan oleh suatu
mekanisme vasospasme dari arteri koroner tanpa adanya plak. Sumbatan ini akan
diikuti oleh trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan mikroemboli distal.9
Pada pasien ini, pasien adalah seorang laki-laki 57 tahun didiagnosis STEMI
anterior ekstensif berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang cermat, ditemukan adanya keluhan nyeri dada kiri sejak 2 minggu
SMRS. nyeri dirasakan seperti terhimpit, nyeri menjalar ke dada kanan, punggung,
dan leher. Nyeri pertama kali muncul ketika pasien mengangkat ember di kamar
mandi. Jantung berdebar ada, keringat dingin ada, mual ada. Dari riwayat kebiasan
dan penyakit dahulu didapatkan riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu, pasien
rutin merokok sejak usia 9 tahun dengan indeks brinkman 608 (kesan perokok berat).
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan troponin T 382 ng/L dan
adanya STEMI anterior ekstensif pada pemeriksaan EKG.
Pada pasien ini didapatkan gejala-gejala iskemik miokard yaitu nyeri dada
kiri, nyeri dirasakan seperti terhimpit, nyeri menjalar ke dada kanan, punggung, dan
leher. Nyeri juga pertama kali dirasakan saat pasien beraktivitas (mengangkat ember).
Nyeri disertai dengan jantung berdebar, mual, dan keringat dingin. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan batas jantung membesar ke kiri. Belum ada ditemukan
tanda-tanda gagal jantung, sehingga pada pasien ini bisa dikategorikan sebagai Killip
1. Dari pemeriksaan EKG didapatkan temuan berupa ST elevasi pada segmen anterior
ekstensif saat pertama kali masuk di IGD. Pada pemeriksaan penunjang
laboratorium biomarker jantung, ditemukan peningkatan enzim troponin T sebesar
382 ng/L pada saat pasien masuk di IGD. Temuan ini ikut menyokong ditegakkannya
diagnosis Infark Miokard. Pada pasien IMA terdapat klasifikasi Killip sebagau
prediktor angka kematian STEMI, klasifikasi ini dibagi menjadi empat yaitu (1)
Killip I dimana tidak ditemukan tanda gagal jantung (angka mortalitas dalam 1 tahun
6%), (2) Killip II dimana didapatkan peningkatan tekanan vena jugularis dan adanya
S3 gallop pada pemeriksaan fisik (angka mortalitas dalam 1 tahun sebanyak 17%), (3)
Killip III dimana didapatkan gagal jantung akut (angka mortalitas dalam 1 tahun
sebanyak 38%), (4) Killip IV
4

dimana didapatkan adanya syok kardiogenik/ tekanan darah sistolik <90 mmHg
(angka mortalitas dalam 1 tahun sebanyak 81%). Pada pasien ini termasuk dalam
kategori killip I karena dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda gagal
jantung.
Percutaneous coronary intervention (PCI) adalah terapi penting pada ST
elevasi miokard infark (STEMI). Reperfusi awal miokard adalah target tatalaksana
utama dari AMI. Primary PCI (PPCI) biasanya dilakukan dalam 12 jam sejak onset
gejala pertama kali dirasakan, penyelamatan miokard secepat mungkin dapat
membuka infark arteri terkait, menurunkan area infark dan stenosis residual,
meningkatkan fungsi ventrikel kiri, dan mencegah adanya reoklusi pada pembuluh
darah jantung. Early PCI dilakukan pada 12 – 24 jam setelah onset pertama kali
dirasakan, sedangkan rescue PCI dilakukan ketika terapi fibrinolitik gagal
dilakukan.10
Menurut American Heart Association (AHA) pemberian fibrinolitik
merupakan rekomendasi klas I pada pasien STEMI dalam 12 jam pertama onset dari
gejala iskemia yang tanpa kontraindikasi, selain itu untuk mengantisipasi jika primary
Percutaneuous coronary intervention (PCI) tidak dapat dilakukan dalam 120 menit.
Selanjutnya pada pasien STEMI dengan usia <75 tahun dan memiliki gangguan
fungsi ginjal, dapat dilakukan pemberian agen antitrombotik berupa enoxaparin,
enoxaparin sendiri dapat diberikan dengan dosis awal 30 mg IV bolus yang
dilanjutkan dengan 1 mg/kgBB SC satu kali perhari.7 Pada pasien ini, baik terapi
fibrinolitik maupun primary PCI belum dapat dilakukan karena onset dari iskemia
yang ada sudah dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Enoxaparin dipilih sebagai
antitrombotik pada pasien ini diberikan 60 mg SC satu kali perhari.
Pada dasarnya beberapa peneliti masih memiliki keraguan dalam penggunaan
aspirin pada pasien AMI dengan gangguan ginjal. Akan tetapi, beberapa penelitian
menyatakan bahwa penggunaan aspirin berhubungan dengan meningkatnya angka
survival 1 tahun baik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal maupun pasien
normal. Selain itu, menurut penelitian Wright et al dalam Washam et al, penggunaan
aspirin dalam 24 jam pertama dapat menurunkan risiko kematian di rumah sakit yang
sangat signifikan. Dengan demikian, terapi aspirin dianggap aman dan efektif pada
5

pasien AMI dengan CKD dan sebaiknya digunakan untuk menurunkan risiko
kematian dan risiko kejadian kardiovaskular lainnya.7 Clopidogrel adalah salah satu
dari P2Y12 reseptor inhibitor. Penggunaan clopidogrel pada unstable angina dalam
pencegahan berulanganya AMI adalah 300 mg loading dose diikuti dengan 75 mg per
hari. Dalam aspek keamanan, perdarahan lebih banyak terjadi pada penggunaan
clopidogrel dibandingkan placebo meskipun tidak ada interaksi signifikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

3.2 Trombus Apeks Ventrikel Kiri


Pada pasien ini, adanya trombus apeks ventrikel kiri ditegakkan melalui
adanya trombus pada pemeriksaan echocardiografi, selain itu dari anamnesis awal
pada pasien ini didapatkan adanya gejala infark miokard yang ditunjang dengan
adanya ST elevasi pada pemeriksaan elektrokardiogram.
Trombus ventrikel kiri adalah salah satu dari komplikasi infark miokard akut.
Banyak bukti menunjukkan bahwa terjadinya trombus ventrikel kiri berhubungan
dengan infark miokard anterior. Trombus ventrikel kiri didapatkan pada sekitar 17%
pasien pasca AMI, dengan data insidensi 34 – 57% pada infark miokard anterior.
Pada dasarnya beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penurunan insidensi
trombus LV adalah (1) penyerapan yang lebih besar dan penyebaran yang lebih luas
dari primary PCI yang akan menyebabkan lebih kecilnya ukuran infark, (2) lebih
besarnya penggunaan agen neurohormonal menyebabkan rendahnya remodeling LV,
(3) lebih sedikitnya transisi pasien dari akut MI ke disfungsi LV hingga terjadinya
kardiomiopati iskemik, dan (4) penggunaan lebih besar dari kombinasi
antitrombotik.4
Terbentuknya trombus ventrikel kiri pada infark miokard akut disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu adanya kondisi akinesis atau diskinesis apikal. Gangguan
gerak dinding apikal jauh lebih sering terjadi pada infark anterior dibandingkan
dengan infark lainnya. Selain itu, infark anterior lebih luas dibandingkan infark
lainnya, sehingga Gerakan dinding jantung lebih lemah dan menyebabkan terjadinya
stasis darah dan pelepasan zat yang meningkatkan pembentukan trombus local.
Infark anterior juga
5

lebih sering mengakibatkan terjadinya aneurisma yang mempermudah adanya stasis


darah dibandingkan jenis infark lainnya. Periode waktu pembentukan trombus
ventrikel kiri pasca infark telah dijelaskan pada beberapa penelitian dengan
menggunakan serial ekokardiogram. Dalam 24 jam setelah onset infark hanya 0% -
14% terbentuk trombus. Dalam waktu 48 jam setelah infark, mencapai 46% sampai
55%, namun dalam seminggu hampir semua (83% sampai 100%) trombus telah
terbentuk. Dalam satu penelitian disebutkan sekitar 12% trombus terbentuk setelah
lebih dari dua minggu. Waktu rata-rata pembentukan trombus adalah sekitar 5 -12
hari.11
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tromboembolisme dari trombus
intrakardiak pada disfungsi jantung antara lain adalah faktor mekanis seperti kelainan
struktur (misalnya pembentukan aneurisma), gangguan aliran darah pada ventrikel
yang mengalami dilatasi dengan kontraksi yang lemah, durasi pembentukan trombus
(trombus yang baru terbentuk lebih cenderung terjadi emboli), mobilitas trombus
intrakardiak, adanya infark akut, penurunan fungsi jantung yang signifikan secara
keseluruhan, kelainan irama (terutama fibrilasi atrium), penyakit katup, kelainaan
hemostasis yang menunjukkan keadaan hiperkoagulabilitas.12

3.3 CKD Stage 3


Pada pasien ini, ditegakkan suatu kondisi chronic kidney disease (CKD)
karena pada anamnesis didapatkan gejala badan lemas disertai mudah lelah, mual ada
sejak + 2 minggu SMRS. Hal ini disertai dengan adanya riwayat darah tinggi sejak 10
tahun yang lalu, rutin konsumsi amlodipine namun tidak rutin kontrol. Dari riwayat
penyakit keluarga, didapatkan adanya sakit darah tinggi dalam keluarga ada, nenek,
kakek, ibu, ayah, dan saudara laki-laki pasien menderita sakit darah tinggi. Dari
riwayat kebiasaan didapatkan adanya riwayat merokok dengan indeks brinkman 608
(kesan : perokok berat). Dari pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dari
pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan kreatinin 17,32 mg/dL, ureum 221
mg/dL, GFR 31,57 m/min/1,73m2. Dari pemeriksaan urinalisa, didapatkan hasil
protein urine positif +.
5

Selanjutnya pasien dilakukan USG ginjal didapatkan hasil kedua ginjal mengecil.
Dengan demikian, pasien ditegakkan dengan kondisi CKD stage 3, pada kondisi ini
belum ada terapi khusus yang perlu dilakukan, namun dalam hal ini yang penting
dilakukan adalah menjaga fungsi ginjal agar tidak jatuh dalam kondisi yang lebih
buruk. Jika pasien masuk ke dalam kondisi CKD stage 4 maka sudah harus
dipersiapkan terapi pengganti ginjal dan pada kondisi CKD stage 5 maka harus
dilakukan terapi pengganti ginjal, baik hemodialisa maupun transplantasi ginjal.
Menurut National Kidney Foundation’s Kidney Disease Qoutcomes Quality
Initiative (KDIGO), Gagal ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai adanya
abnormalitas dari struktur atau fungsi ginjal (GFR <60 ml/menit/1,73 m 2) lebih dari 3
bulan, terlepas dari apa penyebabnya, dan diklasifikasikan menjadi lima tahap
berdasarkan GFR.13
Kriteria CKD menurut KDIGO adalah dijumpainya kondisi dibawah ini selama lebih
dari 3 bulan:
1. Adapun penanda dari kerusakan ginjal tersebut (satu atau lebih) adalah
a. albuminuria (AER ≥30mg/24 jam; ACR ≥30mg/g; ≥3 mg/mmol)
b. abnormalitas sedimen urine
c. gangguan elektrolit akibat kerusukan tubulus ginjal
d. abnormalitas struktur ginjal secara histologi
e. kerusukan struktur ginjal yang dideteksi dari pencitraan,
f. riwayat transplantasi ginjal.
2. Penurunan GFR (GFR < 60 ml/menit/ 1,73 m2)

Untuk staging dari CKD sendiri menurut KDIGO dilihat dari kategori GFR
dan albuminuria. Adapun kategori GFR pada pasien CKD adalah13
5

Tabel 1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik menurut KDIGO


Kategori GFR GFR (ml/menit/1,73m2) Interpretasi
G1 ≥90 Normal atau meningkat
G2 60 – 89 Penurunan ringan
G3a 45 – 59 Penurunan ringan hingga sedang
G3b 30 – 44 Penurunan sedang hingga berat
G4 15 – 29 Penurunan berat
G5 < 15 Gagal ginjal

Gambar 1. Klasifikasi Risiko Relatif berdasarkan GFR dan albuminuria14

Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional


nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
5

mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler


dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-
aldosteron, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis,
dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-
aldosteron, Sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor β (TGF- β).13
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas intervidual untuk terjadinya sclerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointerstitial.15
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nocturia, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penuruna berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara dialysis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.13,14
Penyebab utama penyakit ginjal kronik adalah diabetes mellitus dan non
diabetes mellitus. Penyebab non diabetes mellitus yang sering terjadi adalah
hipertensi
5

dan penyakit pembuluh darah besar, glomerulonephritis, nefritis interstitialis, kista dan
penyakit bawaan lain, penyakit sistemik (misal lupus dan vasculitis), neoplasma.
Tabel 2. Tatalaksana CKD berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus
Derajat LFG Rencana Tatalaksana
(ml/mnt/1,73m2)
1 >90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil
risiko kardiovaskular
2 60 – 89 Menghambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
3 30 – 59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap


penyakit dasar, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid
condition), memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal, pencegahan dan
terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap komplikasi,
dan terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.13

3.4 Hipertensi stage 2 dengan Hypertensive Heart Disease (HHD)


Pada pasien ini, ditegakkan diagnosis hipertensi stage 2 dengan Hypertensive
Heart Disease (HHD) karena dari anamnesis didapatkan riwayat hipertensi sejak 10
tahun yang lalu, rutin konsumsi amlodipin 10 mg, namun tidak kontrol teratur. Dari
riwayat penyakit dalam keluarga, didapatkan adanya sakit darah tinggi dalam
keluarga ada, nenek, kakek, ibu, ayah, dan saudara laki-laki pasien menderita sakit
darah tinggi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/90 mmHg, didapatkan juga batas
kiri jantung ICS VI 1 jari lateral LMC sinistra. Dari pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan
kesan kardiomegali. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
5

disimpulkan adanya hipertensi stage 2 dengan HHD fungsi NYHA II. Selain itu, pasien
juga dilakukan pemeriksaan echocardiografi, didapatkan dilatasi dan hipertropi
ventrikel kiri serta adanya disfungsi diastolik yang merupakan gambaran hipertensi
lama.
Hypertensive heart disease (HHD) adalah kumpulan kelainan yang meliputi
hipertrofi ventrikel kiri (LVH), disfungsi sistolik dan diastolik, dengan manifestasi
klinisnya termasuk aritmia dan gagal jantung bergejala. Paradigma klasik penyakit
jantung hipertensi adalah adanya dinding ventrikel kiri (LV) yang menebal sebagai
respons terhadap peningkatan darah tekanan sebagai mekanisme kompensasi untuk
meminimalkan tekanan dinding jantung. Adanya hipertrofi ventikel kiri (LVH)
merupakan suatu kompensasi jantung dalam menghadapi tekanan darah tinggi
ditambah dengan factor neurohormonal yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot
jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari
gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri
(hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi sitem RAA memacu
mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolic vetrikel sampai
tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard
(penurunan/gangguan fungsi sistolik). Iskemia miokard (asimptomatik, angina
pektoris, infark jantung, dll) dapat terjadi karenakombinasi akselerasi proses
aterosklerosis dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari LVH.
LVH, iskemia miokard, dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama
kerusakan miosit pada hipertensi.16,17
Salah satu faktor yang tampaknya terkait dengan perkembangan gagal jantung
pada orang dengan LVH dan LVEF normal adalah perubahan progresif dalam matriks
ekstraseluler. Dalam sebuah penelitian mengenai hipertensi, pemberian
mineralokortikoid eksogen (deoxycorticosterone acetate) terkait dengan fibrosis
jantung progresif dan peningkatan LV kekakuan, menunjukkan bahwa aktivasi
reseptor mineralokortikoid mungkin penting dalam perkembangan ini. Orang lain
punya menunjukkan pergeseran kadar serum metaloproteinase matriks dan
penghambat
5

jaringan dengan metaloproteinase matriks perkembangan dalam kontinum penyakit


jantung hipertensi.16
Perubahan struktur dan fungsi jantung pada HHD disebabkan oleh kondisi
hipertensi yang menyebabkan hipertrofi konsentrik dimana akan diikuti dengan gagal
jantung dilatasi Adanya keikutsertaan kelebihan cairan, peningkatan tekanan, dan
disfungsi kontraktilitas telah ditekankan. Penderita dengan hipertrofi memiliki
tekanan darah sistolik dan tahanan perifer lebih tinggi. Sebagai tambahan, tekanan
darah setelah pasien rawat jalan memiliki korelasi lebih baik terhadap massa ventrikel
kiri dibandingkan pengukuran tekanan darah sendiri, dan pada hipertrofi konsentrik
jika dibandingkan dengan hipertrofi eksentrik memiliki angka tekanan darah rawat
jalan lebih tinggi.17
HHD sendiri berdasarkan evaluasi tingkat keparahan dan limitasi pada kondisi
gagal jantung diklasifikasikan dalam fungsi New York Heart Association (NYHA).
Klasifikasi ini berdasarkan tanda dan gejala selama aktivitas. Adapun pembagian
klasifikasi NYHA adalah (1) NYHA I, dimana tidak didapatkan batasan aktivitas
fisik. Aktivitas fisik biasa tidak mengakibatkan sesak, bedebar, dan pusing, (2)
NYHA II, dimana didapatkan keterbatasan ringan dalam aktivitas fisik, pasien lebih
nyaman saat istirahat. Aktivitas fisik biasa akan menyebabkan sesak, berdebar, dan
pusing, (3) NYHA III, dimana terdapat batasan aktivitas fisik yang bermakna, pasien
lebih nyaman saat istirahat. Aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas fisik biasa dapat
menyebabkan sesak, berdebar, dan pusing, (4) NYHA IV, dimana pasien tidak
mampu untuk melakukan aktivitas tanpa rasa tidak nyaman. Gejala gagal jantung
didapatkan meski pasien beristirahat. Jika melakukan aktivitas fisik maka pasien akan
merasa tidak nyaman.18 Pasien ini dikategorikan kedalam fungsi NYHA II karena
sesak dan berdebar hanya dirasakan ketika pasien melakukan aktivitas fisik dan
berkurang dengan istirahat.
5
5

DAFTAR PUSTAKA

1. Steg PG, James SK, Atar D, et al. ESC Guidelines for the management of
acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation.
Eur Heart J. 2019;33(20):2569-2619. doi:10.1093/eurheartj/ehs215
2. Rachmawati C, Martini S, Artanti KD. Analisis Faktor Risiko Modifikasi
Penyakit Jantung Koroner Di Rsu Haji Surabaya Tahun 2019. Media Gizi
Kesmas. 2021;10(1):47. doi:10.20473/mgk.v10i1.2021.47-55
3. Delewi R, Zijlstra F, Piek JJ. Left ventricular thrombus formation after acute
myocardial infarction. Heart. 2018;98(23):1743-1749. doi:10.1136/heartjnl-
2012-301962
4. McCarthy CP, Vaduganathan M, McCarthy KJ, Januzzi JL, Bhatt DL, McEvoy
JW. Left ventricular thrombus after acute myocardial infarction: Screening,
prevention, and treatment. JAMA Cardiol. 2018;3(7):642-649.
doi:10.1001/jamacardio.2018.1086
5. Moudy J, Syakurah RA. Higeia Journal of Public Health. Higeia J Public Heal
Res Dev. 2019;1(3):625-634.
6. Nwabuo CC, Vasan RS. Pathophysiology of Hypertensive Heart Disease:
Beyond Left Ventricular Hypertrophy. Curr Hypertens Rep. 2020;22(2).
doi:10.1007/s11906-020-1017-9
7. Washam JB, Herzog CA, Beitelshees AL, et al. Pharmacotherapy in chronic
kidney disease patients presenting with acute coronary syndrome: A scientific
statement from the American Heart Association. Circulation.
2017;131(12):1123-1149. doi:10.1161/CIR.0000000000000183
8. Ulaanbaatar. Clinical Guideline for the Management of Patients With Acute
Myocardial Infarction. Published online 2019.
9. Nable JV, Brady W. The evolution of electrocardiographic changes in ST-
segment elevation myocardial infarction. Am J Emerg Med. 2019;27(6):734-
746. doi:10.1016/j.ajem.2008.05.025
6

10. Xiu WJ, Yang HT, Zheng YY, Ma YT, Xie X. Delayed PCI 12 Hours after the
Onset of Symptoms Is Associated with Improved Outcomes for Patients with
ST-Segment Elevation Myocardial Infarction: A Real-World Study. J Interv
Cardiol. 2019;2019. doi:10.1155/2019/2387929
11. Spirito P, Bellotti P, Chiarella F, Domenicucci S, Sementa A, Vecchio C.
Prognostic significance and natural history of left ventricular thrombi in
patients with acute anterior myocardial infarction: A two-dimensional
echocardiographic study. Circulation. 2009;72(4):774-780.
doi:10.1161/01.CIR.72.4.774
12. Hudec S, Hutyra M, Precek J, et al. Acute myocardial infarction,
intraventricular thrombus and risk of systemic embolism. Biomed Pap.
2020;164(1):34-42. doi:10.5507/bp.2020.001
13. Zhou L, Fu P. The interpretation of KDIGO 2017 clinical practice guideline
update for the diagnosis, evaluation, prevention and treatment of chronic
kidney disease-mineral and bone disorder (CKD-MBD). Chinese J Evidence-
Based Med. 2017;17(8):869-875. doi:10.7507/1672-2531.201708015
14. Andrassy KM. Comments on “KDIGO 2012 clinical practice guideline for the
evaluation and management of chronic kidney disease.” Kidney Int.
2018;84(3):622-623. doi:10.1038/ki.2013.243
15. Colin Tidy. Acute on Chronic Kidney Disease. Patient. Published online
2017:1-3. https://patient.info/doctor/acute-on-chronic-kidney-disease
16. Raman S V. The Hypertensive Heart. An Integrated Understanding Informed
by Imaging. J Am Coll Cardiol. 2020;55(2):91-96.
doi:10.1016/j.jacc.2009.07.059
17. Drazner MH. The progression of hypertensive heart disease. Circulation.
2019;123(3):327-334. doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.108.845792
18. Zhang R, Ma S, Shanahan L, Munroe J, Horn S, Speedie S. Discovering and
identifying New York heart association classification from electronic health
records. BMC Med Inform Decis Mak. 2018;18(Suppl 2):5-13.
doi:10.1186/s12911-018-0625-7

Anda mungkin juga menyukai