Pembimbing
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS............................................................................3
BAB III ANALISA KASUS............................................................................57
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................60
BAB I
PENDAHULUA
Acute myocard infarction (AMI) adalah suatu kondisi dimana terdapat bukti nekrosis
miokard, hal ini ditandai dengan adanya gejala infark dan elevasi segmen ST
persisten pada elektrokardiogram (EKG). Sebagian besar pasien akan mengalami
peningkatan enzim jantung dan progresivitas gelombang Q pada EKG. Coronary
artery disease (CAD) adalah salah satu penyebab utama kematian di dunia. Lebih
dari satu juta orang meninggal setiap tahun karena CAD, diperkirakan CAD menjadi
penyebab 12,8% dari seluruh kematian. Disamping itu, setiap enam wanita dan setiap
tujuh pria di Eropa meninggal karena AMI.1 Menurut catatan Kementrian Kesehatan
RI, prevalensi penyakit jantung di Indonesia mencapai 1,5% pada penduduk semua
umur, artinya dari 100 orang penduduk pada semua kelompok umur, 1,5 diantaranya
menderita penyakit jantung. Prevalensi tertinggi CAD di Indonesia berdasarkan usia
berada pada kelompok usia 65 – 74 tahun (3,6%) yang artinya 3,5 dari 100 orang usia
65 – 74 tahun menderita CAD.2
Trombus ventrikel kiri (LV) setelah infark miokard cukup sering terjadi,
diperkirakan terjadi pada 15% dari kejadian AMI. Risiko LV trombus paling besar
terjadi pada 3 bulan pertama dari AMI. Salah satu komplikasi yang paling ditakutkan
dari kejadian LV trombus adalah adanya kejadian tromboemboli, yang biasanya
terjadi pada serebrovaskular. Kejadian tromboemboli biasanya tidak diketahui dari
tanda- tanda kejadian serebral iskemik sementara.3 LV trombus diobservasi pada 17%
pasien dengan AMI, yang mana kejadiannya meningkat hingga 34 – 57% pada
anterior MI. Pada tahun 2018, menurut penelitian yang dilakukan oleh Maniwa, dari
92 pasien dengan LV trombus akibat infark miokard sekitar 16% akan mengalami
emboli sistemik dalam 5 tahun.4
1
2
2.1. IDENTIFIKASI
3
4
berkurang, pasien rawat jalan dan diberikan obat tablet, pasien lupa jumlah dan nama
obat.
+ 1 minggu SMRS, pasien kembali mengeluh nyeri dada saat berjalan + 20 -
30 meter, lamanya + 10 menit, nyeri berkurang dengan istirahat. Jantung berdebar
dan keringat dingin masih ada. Selain itu, pasien juga mengeluh sesak nafas yang
muncul bersamaan dengan nyeri dada. Sesak nafas dirasakan hilang timbul, sesak
tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Pasien tidur dengan 1 bantal, terbangun malam
hari karena sesak tidak ada. Mual masih dirasakan, muntah dan nyeri ulu hati tidak
ada. Sembab pada kedua tungkai tidak ada, sembab pada kelopak mata tidak ada.
BAK sedikit tidak ada, BAK berpasir atau berbatu tidak ada, nyeri saat BAK tidak
ada, dan nyeri pinggang tidak ada. Pasien berobat ke dokter spesialis penyakit dalam,
dikatakan penyempitan pembuluh darah jantung. Dilakukan rawat jalan dan diberikan
3 jenis obat tablet, yaitu amlodipin 10 mg, aspilet 80 mg, dan nitrokaf 5 mg. Pasien
disarankan berobat ke RSMH Palembang untuk tatalaksana lebih lanjut. ……
+ 2 hari SMRS, pasien mengeluh nyeri dada kiri semakin memberat, nyeri
dada dirasakan ketika berjalan ke kamar mandi, lamanya + 15 menit, dan berkurang
dengan istirahat. Nyeri dirasakan seperti terhimpit beban berat, nyeri tidak menjalar
ke punggung, leher, atau lengan kiri. Pasien masih mengeluh sesak bersamaan dengan
nyeri dada, sesak tidak dipengaruhi cuaca, mengi tidak ada. Sembab pada kedua
tungkai atau kelopak mata tidak ada. Jantung berdebar ada. Mual ada, muntah tidak
ada, nyeri ulu hati tidak ada. Panas pada dada, sering sendawa, dan mulut terasa asam
tidak ada. Kelemahan, kebas, atau kesemutan salah satu sisi tubuh tidak ada. Pasien
berobat ke poli kardiologi RSMH, dilakukan rekam jantung, dan dilakukan rawat inap
melalui IGD untuk tatalaksana lebih lanjut.
• Riwayat darah tinggi dalam keluarga ada, nenek, kakek, ibu, ayah, dan
saudara laki-laki pasien menderita sakit darah tinggi.
• Riwayat keluarga meninggal pada usia muda tanpa penyebab yang jelas
tidak ada.
• Riwayat kencing manis dalam keluarga tidak ada.
• Riwayat sakit jantung dalam keluarga tidak ada.
• Riwayat gagal ginjal dalam keluarga tidak ada.
Pasien merupakan anak keempat dari enam bersaudara, pasien sudah menikah
dan memiliki 2 orang anak dan pasien bekerja sebagai PNS di RSUD Kayuagung.
6
2.2.1 Keadaan Umum di Bangsal Rupit 1.1 RSMH, tanggal 13 Agustus 2021
• Kepala :
Mata : mata cekung tidak ada, konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik
tidak ada, pupil bulat isokor, ukuran Ø 3mm/3mm, refleks cahaya ada, sekret tidak
ada, edema palpebra superior dan inferior tidak ada.
Mulut: mukosa bibir pucat tidak ada, atrofi papil lidah tidak ada, lidah kering tidak
ada, bibir kering tidak ada, stomatitis tidak ada
• Leher :
JVP (5-2) cmH20, pembesaran KGB tidak ada, struma tidak ada.
• Thorax: barrel chest tidak ada, retraksi tidak ada angulus costae < 90, sela iga
melebar tidak ada
• Pulmo Anterior :
8
Inspeksi : Statis simetris kanan dan kiri, dinamis hemithoraks kanan = kiri, RR
22 x/menit, pelebaran sela iga tidak ada, benjolan tidak ada
Palpasi : tidak teraba massa, nyeri tekan tidak ada, emfisema subkutis tidak ada,
stem fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru hepar ICS V LMC dextra,
peranjakan 1 sela iga. Batas paru lambung linea aksilaris anterior ICS
VI.
Auskultasi : suara nafas vesikuler kanan dan kiri, ronkhi tidak ada, wheezing tidak
ada
• Pulmo Posterior :
Inspeksi : benjolan tidak ada, statis dan dinamis hemithoraks kanan dan kiri
simetris
Palpasi : benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada, stem fremitus normal kanan
dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler kanan dan kiri, ronkhi tidak ada, wheezing tidak
ada
• Cor :
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill, heaving, lifting, dan tapping tidak
teraba
Perkusi : Batas kanan ICS II – IV LS dextra, batas kiri atas ICS II LS sinistra
pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra, batas bawah kiri
ICS VI 1 jari lateral LMC sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, splitting tidak ada, M1>M2, T1>T2,
A2>A1, P2>P1, HR 100 x/menit, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
9
• Abdomen:
Inspeksi : datar, simetris, pelebaran vena tidak ada, benjolan tidak ada
Auskultasi : Bising usus ada normal, bruit arteri tidak ada
Perkusi : timpani, nyeri ketok CVA tidak ada
Palpasi : lemas, turgor kulit kembali cepat, nyeri tekan tidak ada, hepar dan
lien tidak teraba, undulasi tidak ada, nyeri tekan supra pubik tidak
ada, ballottement ginjal tidak teraba
• Ekstremitas :
-Ekstremitas superior dekstra et sinistra:
Akral hangat, palmar pucat tidak ada, ptekhie tidak ada, pembesaran KGB aksilla
tidak ada, sianosis tidak ada, kekuatan 5/5, clubbing finger tidak ada
-Ekstremitas inferior dekstra et sinistra:
Akral hangat, edema pretibial tidak ada, kekuatan 5/5
• Genital : tidak diperiksa
PT + INR
Kontrol : 16,20detik
Pasien : 14,0 detik
INR : 1,03
APTT
Kontrol : 31,5 detik
Pasien : 29,0 detik
Fibrinogen
Kontrol : 289 mg/dL
Pasien : 504 mg/dL
D-dimer : 1,9
1
Urinalisa
Warna : Kuning jernih Sedimen Urine
Kejernihan : Jernih : : Negatif
Berat jenis : 1,005 Epitel :0–1
pH : 5,0 Lekosit :0–1
Protein urine : positif + Eritrosit : Negatif
Ascorbix acid : Negatif Silinder : Negatif
Glukosa : Negatif Kristal : Negatif
Keton : Negatif Bakteri : Negatif
Darah : Negatif Mukus : Negatif
Nitrit : Negatif Jamur
Urobilinogen :1
Lekosit : Negatif
esterase
Kesan : Proteinuria
1
Interpretasi EKG:
Irama Sinus rythm, HR 100 x/m, Aksis normal, Gelombang P normal, PR interval
0,20 det, QRS kompleks 0,08 det, tampak gelombang q patologis di V1-V5, tampak
elevasi segmen ST di lead V1 - V6 dengan gelombang t inverted di V2-V6,
gelombang R di aVR positif, R di V5 atau V6 + S di V1 < 35, R di aVL < 11, R di
aVL + S di V3 < 28, QT interval 0,24
Kesan: STEMI anterior ekstensif
1
2.4. RESUME
+ 2 minggu SMRS, pasien mengeluh nyeri dada kiri, nyeri dirasakan seperti terhimpit
beban berat, nyeri menjalar ke dada kanan, punggung, dan leher, nyeri tidak menjalar
ke lengan kiri. Nyeri pertama kali muncul ketika pasien mengangkat ember di kamar
mandi, lamanya + 5 menit, berkurang dengan istirahat. Jantung berdebar ada, keringat
dingin ada. Mual ada. Pasien berobat ke IGD RSUD setempat, dikatakan sakit
lambung, diberikan oksigen dan obat suntik, keluhan berkurang, pasien rawat jalan
dan diberikan obat tablet, pasien lupa jumlah dan nama obat.
+ 1 minggu SMRS, pasien kembali mengeluh nyeri dada saat berjalan + 20 -
30 meter, lamanya + 10 menit, nyeri berkurang dengan istirahat. Jantung berdebar
dan keringat dingin masih ada. Selain itu, pasien juga mengeluh sesak. Sesak
dirasakan hilang timbul, bersamaan dengan nyeri dada. Mual masih dirasakan. Pasien
berobat ke dokter spesialis penyakit dalam, dikatakan penyempitan pembuluh darah
jantung. Dilakukan rawat jalan dan diberikan 3 jenis obat tablet, yaitu amlodipin 10
mg, aspilet 80 mg, dan nitrokaf 5 mg. Pasien disarankan berobat ke RSMH
Palembang untuk tatalaksana lebih lanjut.
+ 2 hari SMRS, pasien mengeluh nyeri dada kiri semakin memberat, nyeri
dada dirasakan ketika berjalan ke kamar mandi, lamanya + 15 menit, dan berkurang
dengan istirahat. Nyeri dirasakan seperti terhimpit beban berat. Pasien juga mengeluh
,..,.
sesak yang dirasakan bersamaan dengan nyeri dada. Jantung berdebar ada. Mual ada.
Pasien berobat ke poli kardiologi RSMH, dilakukan dilakukan rawat inap melalui
IGD untuk tatalaksana lebih lanjut.
1
Dari riwayat penyakit dahulu, didapatkan adanya riwayat sakit darah tinggi
ada, sejak 10 tahun yang lalu, pasien rutin konsumsi amlodipin 10 mg namun tidak
kontrol teratur. Dari riwayat penyakit dalam keluarga, didapatkan adanya sakit darah
tinggi dalam keluarga ada, nenek, kakek, ibu, ayah, dan saudara laki-laki pasien
menderita sakit darah tinggi. Dari riwayat kebiasaan, pasien merokok sejak usia 9
tahun, banyaknya 1 bungkus sehari, berhenti 10 tahun yang lalu, indeks brinkman
608 (kesan
: perokok berat), pasien juga sering makan – makanan berlemak ada.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, TD 160/90 mmHg, nadi 100 kali/menit, reguler, isi dan
tegangan cukup, RR 22 kali/menit, suhu 36,7oC, IMT 24 Kg/m2 (berat badan normal).
Dari pemeriksaan spesifik didapatkan batas kiri jantung LCV VI 1 jari lateral linea
midclavicula sinistra.
Dari pemeriksaan penunjang laboratotium didapatkan peningkatan kadar
kreatinin (2,3 gr/dl), troponin T (382 ng/L), eGFR 31,57 ml/min/1,73m 2. Dari
pemeriksaan rontgen thorax didapatkan kesan kardiomegali, pada EKG didapatkan
kesan STEMI anterior ekstensif.
kebiasan dan penyakit dahulu didapatkan riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang
lalu, pasien rutin merokok sejak usia 9 tahun dengan indeks brinkman 608 (kesan
perokok berat). Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda-tanda gagal
jantung. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan troponin T 382 ng/L
dan adanya STEMI anterior ekstensif pada pemeriksaan EKG. Sehingga pada pasien
ini ditegakkan sebagai kasus STEMI anterior ekstensif Killip 1, selanjutnya karena
tidak adanya tanda
– tanda gagal jantung maka pasien termasuk dalam klasifikasi Killip 1. Pasien
direncanakan echocardiografi dan kateterisasi pembuluh darah jantung,
2. AKI stage 2
Dipikirkan suatu dengan AKI stage 2 diagnosis banding acute on CKD karena
dari anamnesis didapatkan gejala badan lemas. Lemas dirasakan setelah aktivitas dan
berkurang dengan istirahat. Mual ada. BAK sedikit tidak ada. Hal ini disertai dengan
adanya riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu, rutin konsumsi amlodipin
namun tidak rutin kontrol, adanya riwayat darah tinggi pada keluarga. Dari riwayat
kebiasaan didapatkan adanya riwayat merokok dengan indeks brinkman 608 (kesan :
perokok berat). Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, compos mentis, TD 160/90 mmHg, nadi 100x/menit, reguler, isi dan teganan
cukup, RR 22x/menit, suhu 36,7ºC, IMT 24 Kg/m 2 (berat badan normal), Dari
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium
didapatkan kreatinin 2,3 mg/dL, ureum 28 mg/dL, GFR 31,57 m/min/1,73m2. Sesuai
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan kecurigaan
kondisi AKI stage 2 dd/ acute on CKD karena ditemukan protein urine positif + dan
eGFR 31,57 m/min/1,73m2. Pada pasien ini direncanakan pemeriksaan ulang kadar
ureum kreatinin, pemeriksaan kadar albuminuria, dan USG TUG.
2.7. DIAGNOSIS
2.7.1. Diagnosis Sementara
STEMI anteriorekstensif late onset Killip I, AKI stage 2, Hipertensi stage 2 dengan
Hypertensive Heart Disease (HHD) fungsi NYHA II
STEMI anteriorekstensif late onset Killip I, Acute on CKD, Hipertensi stage 2 dengan
Hypertensive Heart Disease (HHD) fungsi NYHA II
2.8 PENATALAKSANAAN
Non farmakologis :
• Istirahat
• Diet rendah garam, rendah protein 50 gram (0,8 gram/ kgBB/ hari)
• Jumlah kebutuhan kalori perhari :
• Perhitungan basal metabolic rate (BMR) berdasarkan rumus Harris Benedict
1
Farmakologis:
• ISDN 5 mg SL K/P
• Nitrokaf 2 x 5 mg PO
• Clopidogrel 1 x 75 mg PO
• Asam asetilsalisilat 1 x 100 mg PO
• Candesartan 1 x 8 mg PO
• Lansoprazole 1 x 30 mg PO
• Atorvastatin 1 x 20 mg PO
• Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
• Enoxaparin 1 x 60 mg (0,6 cc) SC selama 5 hari
Rencana Konsultasi
• Rencana echocardiografi
• Rencana pemeriksaan EKG ulang
• Rencana USG TUG
• Rencana kateterisasi jantung
2.10 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
2
Kesan : HHD
Mildly reduce LV function
Trombus di apex LV
2
Farmakologis :
- ISDN 5 mg SL K/P
- Nitrokaf 2 x 5 mg PO
- Clopidogrel 1 x 75 mg PO
- Asam asetilsalisilat x 100 mg PO
- Candesartan 1 x 8 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
- Lansoprazole 1 x 30 mg PO
- Enoxaparin 1 x 0,6 cc SC (hari ke-5)
- Acenocoumarolum 1 x 1 mg PO selama 14 hari
Rencana - Rencana echocardiografi ulang pasca pemberian
Pemeriksaan acenocoumarolum 14 hari
- Rencana USG TUG
- Rencana pemeriksaan ureum kreatinin ulang
Farmakologis :
- ISDN 5 mg SL K/P
- Nitrokaf 2 x 5 mg PO
- Clopidogrel 1 x 75 mg PO
- Asam asetilsalisilat x 100 mg PO
- Candesartan 1 x 8 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
- Lansoprazole 1 x 30 mg PO
- Acenocoumarolum 1 x 1 mg PO
Rencana - Echocardiografi ulang setelah pemberian Acenocoumarolum
Pemeriksaan 14 hari
Balance cairan (17 - 23 Agustus 2021):
17 Agustus Input : 500 cc (infus) + 500 cc (minum) = 1.000 cc
2021 Output : 945 cc (IWL) + 800 cc (urine output 24 jam) = 1.745 cc
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
: 1.000 cc – 1.745 cc = - 745 cc (balance negatif)
18 Agustus Input : 500 cc (infus) + 500 cc (minum) = 1.000 cc
2021 Output : 945 cc (IWL) + 900 cc (urine output 24 jam) = 1.845 cc
Balance cairan : intake cairan (input) – output cairan
: 1.000 cc – 1.845 cc = - 845 cc (balance negatif)
Farmakologis :
- ISDN 5 mg SL K/P
- Nitrokaf 2 x 5 mg PO
- Clopidogrel 1 x 75 mg PO
- Asam asetilsalisilat 1 x 100 mg PO
- Candesartan 1 x 8 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
- Lansoprazole 1 x 30 mg PO
- Warfarin 1 x 2 mg PO
Rencana - Konsul Mata dan Funduskopi
Pemeriksaan
3
Keadaan
Spesifik
Kepala Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Thoraks
Cor Bunyi jantung I – II normal, HR 82 x/m, reguler, murmur tidak
ada, gallop tidak ada
Pulmo vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen Datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba,
bising usus normal
Extremitas Ekstremitas superior dekstra et sinistra:
Akral hangat, palmar pucat(-/-), ptekhie tidak ada, pembesaran
KGB (-), sianosis tidak ada
Ekstremitas inferior dextra et sinistra
Edema pretibial(-/-), hangat (+/+)
3
GDS : 93 mg/dL
Ureum : 26 mg/dl
Kreatinin : 2,01 mg/dL
eGFR : 35,69 ml/mnt/1,73m2
Na : 145 mEq/L
K : 3,8 mEq/L
Ca : 8,6 mg/dL
Konsul
Departemen
Mata
Keadaan
Spesifik
Kepala Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Thorax barrel chest tidak ada, retraksi tidak ada angulus costae < 90, sela
iga melebar tidak ada, tampak hematom regio thorax anterior,
ukuran 5 x 3 cm, nyeri tekan tidak ada
Cor Bunyi jantung I-II normal, HR 70 x/m, reguler, murmur tidak ada,
gallop tidak ada
Pulmo Vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen Datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba,
bising usus normal
4
Ureum : 41 mg/dl
Kreatinin : 2,34 mg/dL
eGFR : 31 ml/mnt/1,73m2
Na : 142 mEq/L
K : 3,9 mEq/L
Ca : 8,4 mg/dL
4
- Candesartan 1 x 8 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
- Lansoprazole 2 x 30 mg PO
Keadaan
Spesifik
Kepala Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Thorax barrel chest tidak ada, retraksi tidak ada angulus costae < 90, sela
iga melebar tidak ada, tampak hematom regio thorax anterior
memudar
Cor Bunyi jantung I-II normal, HR 74 x/m, reguler, murmur tidak ada,
gallop tidak ada
Pulmo Vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen Datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba,
bising usus normal
4
Farmakologis :
- ISDN 5 mg SL K/P
- Nitrokaf 2 x 5 mg PO
- Candesartan 1 x 8 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
- Lansoprazole 1 x 30 mg PO
- Asam asetilsalisilat 1 x 100 mg PO
- Clopidogrel 1 x 75 mg PO
Rencana - Rencana Cor angiografi
Pemeriksaan
BAB III
ANALISA KASUS
57
4
aliran darah jantung akibat plak pada arteri koroner, atau disebabkan oleh suatu
mekanisme vasospasme dari arteri koroner tanpa adanya plak. Sumbatan ini akan
diikuti oleh trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan mikroemboli distal.9
Pada pasien ini, pasien adalah seorang laki-laki 57 tahun didiagnosis STEMI
anterior ekstensif berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang cermat, ditemukan adanya keluhan nyeri dada kiri sejak 2 minggu
SMRS. nyeri dirasakan seperti terhimpit, nyeri menjalar ke dada kanan, punggung,
dan leher. Nyeri pertama kali muncul ketika pasien mengangkat ember di kamar
mandi. Jantung berdebar ada, keringat dingin ada, mual ada. Dari riwayat kebiasan
dan penyakit dahulu didapatkan riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu, pasien
rutin merokok sejak usia 9 tahun dengan indeks brinkman 608 (kesan perokok berat).
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan troponin T 382 ng/L dan
adanya STEMI anterior ekstensif pada pemeriksaan EKG.
Pada pasien ini didapatkan gejala-gejala iskemik miokard yaitu nyeri dada
kiri, nyeri dirasakan seperti terhimpit, nyeri menjalar ke dada kanan, punggung, dan
leher. Nyeri juga pertama kali dirasakan saat pasien beraktivitas (mengangkat ember).
Nyeri disertai dengan jantung berdebar, mual, dan keringat dingin. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan batas jantung membesar ke kiri. Belum ada ditemukan
tanda-tanda gagal jantung, sehingga pada pasien ini bisa dikategorikan sebagai Killip
1. Dari pemeriksaan EKG didapatkan temuan berupa ST elevasi pada segmen anterior
ekstensif saat pertama kali masuk di IGD. Pada pemeriksaan penunjang
laboratorium biomarker jantung, ditemukan peningkatan enzim troponin T sebesar
382 ng/L pada saat pasien masuk di IGD. Temuan ini ikut menyokong ditegakkannya
diagnosis Infark Miokard. Pada pasien IMA terdapat klasifikasi Killip sebagau
prediktor angka kematian STEMI, klasifikasi ini dibagi menjadi empat yaitu (1)
Killip I dimana tidak ditemukan tanda gagal jantung (angka mortalitas dalam 1 tahun
6%), (2) Killip II dimana didapatkan peningkatan tekanan vena jugularis dan adanya
S3 gallop pada pemeriksaan fisik (angka mortalitas dalam 1 tahun sebanyak 17%), (3)
Killip III dimana didapatkan gagal jantung akut (angka mortalitas dalam 1 tahun
sebanyak 38%), (4) Killip IV
4
dimana didapatkan adanya syok kardiogenik/ tekanan darah sistolik <90 mmHg
(angka mortalitas dalam 1 tahun sebanyak 81%). Pada pasien ini termasuk dalam
kategori killip I karena dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda gagal
jantung.
Percutaneous coronary intervention (PCI) adalah terapi penting pada ST
elevasi miokard infark (STEMI). Reperfusi awal miokard adalah target tatalaksana
utama dari AMI. Primary PCI (PPCI) biasanya dilakukan dalam 12 jam sejak onset
gejala pertama kali dirasakan, penyelamatan miokard secepat mungkin dapat
membuka infark arteri terkait, menurunkan area infark dan stenosis residual,
meningkatkan fungsi ventrikel kiri, dan mencegah adanya reoklusi pada pembuluh
darah jantung. Early PCI dilakukan pada 12 – 24 jam setelah onset pertama kali
dirasakan, sedangkan rescue PCI dilakukan ketika terapi fibrinolitik gagal
dilakukan.10
Menurut American Heart Association (AHA) pemberian fibrinolitik
merupakan rekomendasi klas I pada pasien STEMI dalam 12 jam pertama onset dari
gejala iskemia yang tanpa kontraindikasi, selain itu untuk mengantisipasi jika primary
Percutaneuous coronary intervention (PCI) tidak dapat dilakukan dalam 120 menit.
Selanjutnya pada pasien STEMI dengan usia <75 tahun dan memiliki gangguan
fungsi ginjal, dapat dilakukan pemberian agen antitrombotik berupa enoxaparin,
enoxaparin sendiri dapat diberikan dengan dosis awal 30 mg IV bolus yang
dilanjutkan dengan 1 mg/kgBB SC satu kali perhari.7 Pada pasien ini, baik terapi
fibrinolitik maupun primary PCI belum dapat dilakukan karena onset dari iskemia
yang ada sudah dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Enoxaparin dipilih sebagai
antitrombotik pada pasien ini diberikan 60 mg SC satu kali perhari.
Pada dasarnya beberapa peneliti masih memiliki keraguan dalam penggunaan
aspirin pada pasien AMI dengan gangguan ginjal. Akan tetapi, beberapa penelitian
menyatakan bahwa penggunaan aspirin berhubungan dengan meningkatnya angka
survival 1 tahun baik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal maupun pasien
normal. Selain itu, menurut penelitian Wright et al dalam Washam et al, penggunaan
aspirin dalam 24 jam pertama dapat menurunkan risiko kematian di rumah sakit yang
sangat signifikan. Dengan demikian, terapi aspirin dianggap aman dan efektif pada
5
pasien AMI dengan CKD dan sebaiknya digunakan untuk menurunkan risiko
kematian dan risiko kejadian kardiovaskular lainnya.7 Clopidogrel adalah salah satu
dari P2Y12 reseptor inhibitor. Penggunaan clopidogrel pada unstable angina dalam
pencegahan berulanganya AMI adalah 300 mg loading dose diikuti dengan 75 mg per
hari. Dalam aspek keamanan, perdarahan lebih banyak terjadi pada penggunaan
clopidogrel dibandingkan placebo meskipun tidak ada interaksi signifikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
Selanjutnya pasien dilakukan USG ginjal didapatkan hasil kedua ginjal mengecil.
Dengan demikian, pasien ditegakkan dengan kondisi CKD stage 3, pada kondisi ini
belum ada terapi khusus yang perlu dilakukan, namun dalam hal ini yang penting
dilakukan adalah menjaga fungsi ginjal agar tidak jatuh dalam kondisi yang lebih
buruk. Jika pasien masuk ke dalam kondisi CKD stage 4 maka sudah harus
dipersiapkan terapi pengganti ginjal dan pada kondisi CKD stage 5 maka harus
dilakukan terapi pengganti ginjal, baik hemodialisa maupun transplantasi ginjal.
Menurut National Kidney Foundation’s Kidney Disease Qoutcomes Quality
Initiative (KDIGO), Gagal ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai adanya
abnormalitas dari struktur atau fungsi ginjal (GFR <60 ml/menit/1,73 m 2) lebih dari 3
bulan, terlepas dari apa penyebabnya, dan diklasifikasikan menjadi lima tahap
berdasarkan GFR.13
Kriteria CKD menurut KDIGO adalah dijumpainya kondisi dibawah ini selama lebih
dari 3 bulan:
1. Adapun penanda dari kerusakan ginjal tersebut (satu atau lebih) adalah
a. albuminuria (AER ≥30mg/24 jam; ACR ≥30mg/g; ≥3 mg/mmol)
b. abnormalitas sedimen urine
c. gangguan elektrolit akibat kerusukan tubulus ginjal
d. abnormalitas struktur ginjal secara histologi
e. kerusukan struktur ginjal yang dideteksi dari pencitraan,
f. riwayat transplantasi ginjal.
2. Penurunan GFR (GFR < 60 ml/menit/ 1,73 m2)
Untuk staging dari CKD sendiri menurut KDIGO dilihat dari kategori GFR
dan albuminuria. Adapun kategori GFR pada pasien CKD adalah13
5
dan penyakit pembuluh darah besar, glomerulonephritis, nefritis interstitialis, kista dan
penyakit bawaan lain, penyakit sistemik (misal lupus dan vasculitis), neoplasma.
Tabel 2. Tatalaksana CKD berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus
Derajat LFG Rencana Tatalaksana
(ml/mnt/1,73m2)
1 >90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil
risiko kardiovaskular
2 60 – 89 Menghambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
3 30 – 59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal
disimpulkan adanya hipertensi stage 2 dengan HHD fungsi NYHA II. Selain itu, pasien
juga dilakukan pemeriksaan echocardiografi, didapatkan dilatasi dan hipertropi
ventrikel kiri serta adanya disfungsi diastolik yang merupakan gambaran hipertensi
lama.
Hypertensive heart disease (HHD) adalah kumpulan kelainan yang meliputi
hipertrofi ventrikel kiri (LVH), disfungsi sistolik dan diastolik, dengan manifestasi
klinisnya termasuk aritmia dan gagal jantung bergejala. Paradigma klasik penyakit
jantung hipertensi adalah adanya dinding ventrikel kiri (LV) yang menebal sebagai
respons terhadap peningkatan darah tekanan sebagai mekanisme kompensasi untuk
meminimalkan tekanan dinding jantung. Adanya hipertrofi ventikel kiri (LVH)
merupakan suatu kompensasi jantung dalam menghadapi tekanan darah tinggi
ditambah dengan factor neurohormonal yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot
jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari
gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri
(hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi sitem RAA memacu
mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolic vetrikel sampai
tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard
(penurunan/gangguan fungsi sistolik). Iskemia miokard (asimptomatik, angina
pektoris, infark jantung, dll) dapat terjadi karenakombinasi akselerasi proses
aterosklerosis dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari LVH.
LVH, iskemia miokard, dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama
kerusakan miosit pada hipertensi.16,17
Salah satu faktor yang tampaknya terkait dengan perkembangan gagal jantung
pada orang dengan LVH dan LVEF normal adalah perubahan progresif dalam matriks
ekstraseluler. Dalam sebuah penelitian mengenai hipertensi, pemberian
mineralokortikoid eksogen (deoxycorticosterone acetate) terkait dengan fibrosis
jantung progresif dan peningkatan LV kekakuan, menunjukkan bahwa aktivasi
reseptor mineralokortikoid mungkin penting dalam perkembangan ini. Orang lain
punya menunjukkan pergeseran kadar serum metaloproteinase matriks dan
penghambat
5
DAFTAR PUSTAKA
1. Steg PG, James SK, Atar D, et al. ESC Guidelines for the management of
acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation.
Eur Heart J. 2019;33(20):2569-2619. doi:10.1093/eurheartj/ehs215
2. Rachmawati C, Martini S, Artanti KD. Analisis Faktor Risiko Modifikasi
Penyakit Jantung Koroner Di Rsu Haji Surabaya Tahun 2019. Media Gizi
Kesmas. 2021;10(1):47. doi:10.20473/mgk.v10i1.2021.47-55
3. Delewi R, Zijlstra F, Piek JJ. Left ventricular thrombus formation after acute
myocardial infarction. Heart. 2018;98(23):1743-1749. doi:10.1136/heartjnl-
2012-301962
4. McCarthy CP, Vaduganathan M, McCarthy KJ, Januzzi JL, Bhatt DL, McEvoy
JW. Left ventricular thrombus after acute myocardial infarction: Screening,
prevention, and treatment. JAMA Cardiol. 2018;3(7):642-649.
doi:10.1001/jamacardio.2018.1086
5. Moudy J, Syakurah RA. Higeia Journal of Public Health. Higeia J Public Heal
Res Dev. 2019;1(3):625-634.
6. Nwabuo CC, Vasan RS. Pathophysiology of Hypertensive Heart Disease:
Beyond Left Ventricular Hypertrophy. Curr Hypertens Rep. 2020;22(2).
doi:10.1007/s11906-020-1017-9
7. Washam JB, Herzog CA, Beitelshees AL, et al. Pharmacotherapy in chronic
kidney disease patients presenting with acute coronary syndrome: A scientific
statement from the American Heart Association. Circulation.
2017;131(12):1123-1149. doi:10.1161/CIR.0000000000000183
8. Ulaanbaatar. Clinical Guideline for the Management of Patients With Acute
Myocardial Infarction. Published online 2019.
9. Nable JV, Brady W. The evolution of electrocardiographic changes in ST-
segment elevation myocardial infarction. Am J Emerg Med. 2019;27(6):734-
746. doi:10.1016/j.ajem.2008.05.025
6
10. Xiu WJ, Yang HT, Zheng YY, Ma YT, Xie X. Delayed PCI 12 Hours after the
Onset of Symptoms Is Associated with Improved Outcomes for Patients with
ST-Segment Elevation Myocardial Infarction: A Real-World Study. J Interv
Cardiol. 2019;2019. doi:10.1155/2019/2387929
11. Spirito P, Bellotti P, Chiarella F, Domenicucci S, Sementa A, Vecchio C.
Prognostic significance and natural history of left ventricular thrombi in
patients with acute anterior myocardial infarction: A two-dimensional
echocardiographic study. Circulation. 2009;72(4):774-780.
doi:10.1161/01.CIR.72.4.774
12. Hudec S, Hutyra M, Precek J, et al. Acute myocardial infarction,
intraventricular thrombus and risk of systemic embolism. Biomed Pap.
2020;164(1):34-42. doi:10.5507/bp.2020.001
13. Zhou L, Fu P. The interpretation of KDIGO 2017 clinical practice guideline
update for the diagnosis, evaluation, prevention and treatment of chronic
kidney disease-mineral and bone disorder (CKD-MBD). Chinese J Evidence-
Based Med. 2017;17(8):869-875. doi:10.7507/1672-2531.201708015
14. Andrassy KM. Comments on “KDIGO 2012 clinical practice guideline for the
evaluation and management of chronic kidney disease.” Kidney Int.
2018;84(3):622-623. doi:10.1038/ki.2013.243
15. Colin Tidy. Acute on Chronic Kidney Disease. Patient. Published online
2017:1-3. https://patient.info/doctor/acute-on-chronic-kidney-disease
16. Raman S V. The Hypertensive Heart. An Integrated Understanding Informed
by Imaging. J Am Coll Cardiol. 2020;55(2):91-96.
doi:10.1016/j.jacc.2009.07.059
17. Drazner MH. The progression of hypertensive heart disease. Circulation.
2019;123(3):327-334. doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.108.845792
18. Zhang R, Ma S, Shanahan L, Munroe J, Horn S, Speedie S. Discovering and
identifying New York heart association classification from electronic health
records. BMC Med Inform Decis Mak. 2018;18(Suppl 2):5-13.
doi:10.1186/s12911-018-0625-7