Teguh Setiadi
Pembimbing
Dr. Erwin Sukandi, SpPD, K-KV, FINASIM
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II. SYOK KARDIOGENIK ....................................................................... 3
Definisi .................................................................................................. 3
Epidemiologi ......................................................................................... 3
Etiologi .................................................................................................. 4
Patogenesis ............................................................................................ 5
Gambaran klinis .................................................................................... 10
BAB III. DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA SYOK KARDIOGENIK ........ 15
Diagnosis ................................................................................................ 15
Tatalaksana ............................................................................................. 19
Tatalaksana tambahan ............................................................................ 29
BAB IV. SIMPULAN .......................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 32
LAMPIRAN ......................................................................................................... 33
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR SINGKATAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Syok kardiogenik adalah suatu respon tubuh akibat penurunan curah jantung
sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup dan mengakibatkan hipoksia
jaringan. Tidak ditemukan adanya gangguan preload maupun proses non miokardium
sebagai etiologi syok, serta didapatkan gangguan miokardium primer (infark miokard
akut). Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang
dirawat dengan infark miokard akut.1,2
Satu dari enam penderita infark miokard akut (IMA) yang dirawat berakhir
dengan syok kardiogenik. lnsidens syok kardiogenik sebagai komplikasi sindrom
koroner akut (SKA) sangat bervariasi. Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien
angina pektoris tak stabil (UAP) dan 2,1% pasien infark miokard non elevasi ST
(NSTEMI). Syok kardiogenik lebih sering dijumpai sebagai komplikasi IMA dengan
elevasi ST (STEMI) daripada tipe lain dari sindrom koroner akut.1-3
Penegakan diagnosis syok kardiogenik hendaknya dimulai dengan pengkajian
komprehensif mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pasien mungkin datang dengan onset dini, tiba-tiba dalam waktu kurang dari 4-6 jam
onset sindrom koroner akut, terjadi syok yang disebabkan gangguan miokard luas
bahkan ruptur dinding ventrikel kiri. Kondisi syok juga dapat timbul perlahan dalam
beberapa hari sebagai akibat infark berulang.1-3
Dalam penatalaksanaannya, etiologi syok harus didapatkan sesegera mungkin,
kemudian dilakukan pemantauan hemodinamik, pemberian oksigen, pemantuan dan
tatalaksana nyeri dengan morfin, obat-obat inotropik, diuretik, digitalis, dan
vasodilator. Terapi reperfusi segera (primary percutaneuos coronary intervention
(PCl)) untuk kasus IMA menurunkan insiden syok kardiogenik. Penelitian
menunjukkan strategi revaskularisasi dini menurunkan mortalitas dalam 6 dan 12
bulan dan lebih superior dibandingkan terapi medis agresif awal. Median waktu
1
2
perkembangan menjadi syok pada pasien UAP dan NSTEMI adalah 76 jam dan 94
jam, tersering adalah setelah 48 jam. Oleh karena itu, laju mortalitas tetap tinggi
(50%) walaupun mendapat intervensi dan separuh kematian terjadi dalam 48 jam
pertama. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan miokard luas yang ireversibel
dan kerusakan organ vital.1-3
Pengetahuan mengenai penegakan diagnosis syok kardiogenik diperlukan agar
dapat menentukan penatalaksanaan yang cepat dan tepat sehingga dapat mencegah
kerusakan miokard yang lebih luas dan ireversibel serta menurunkan mortalitas.
Berikut disampaikan tinjauan pustaka mengenai diagnosis dan penatalaksanaan syok
kardiogenik. Semoga dapat bermanfaat.
BAB II
SYOK KARDIOGENIK
2.1 Definisi
Syok didefinisikan sebagai suatu kegagalan kompensasi atau disregulasi sistem
sirkulasi karena suatu penyebab tidak diinginkan. Keadaan ini menyebabkan
hipoperfusi akibat penurunan curah jantung sehingga tidak mampu mengompensasi
kebutuhan tubuh. Kondisi tersebut dapat disertai dengan gangguan mikrosirkulasi
yang mengakibatkan kurangnya suplai oksigen ke jaringan dan sistem organ sehingga
terjadi hipoksia luas dan disfungsi organ vital.1-4
Syok kardiogenik adalah gangguan sirkulasi yang disebabkan oleh penurunan
curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan dan kegagalan multiorgan. Kondisi ini
menggambarkan sebuah disfungsi miokardium yang berat.2-4
The US trial mendefinisikan syok kardiogenik sebagai suatu keadaan hipotensi
yaitu tekanan darah sistolik < 90 mmHg dalam kurun waktu lebih dari 30 menit atau
membutuhkan katekolamin dan/atau agen inotropik lain untuk menjaga sirkulasi
adekuat, serta hipoperfusi organ yang disebabkan gangguan fungsi jantung yang
secara klinis ditandai dengan akral dingin, perubahan status mental, dan oliguria (urin
output <30 cc/jam). Secara hemodinamik, syok kardiogenik ditandai dengan
hipoperfusi sistemik akibat terjadinya depresi berat cardiac index (CI) ≤ 2,2 L/min/m2
dan peningkatan tekanan baji kapiler paru (pulmonary capilary wedge pressure
(PCWP)) > 18 mmHg (atau adanya kongesti paru pada foto toraks).1-2
2.2 Epidemiologi
Beberapa penelitian melaporkan insidensi syok kardiogenik rata-rata sebesar
7,1%. Pada kebanyakan kasus (>70%) syok kardiogenik merupakan keadaan
sekunder dari terjadinya iskemik dan infark miokardium, dapat terjadi secara akut
3
4
maupun kronik. Insiden infark miokard yang berkembang menjadi syok kardiogenik
dilaporkan antara 5-10%. Disfungsi ventrikel kiri dapat menjadi penyebab utama
berkembangnya syok kardiogenik pada pasien tanpa penyakit arteri koroner (CAD)
maupun iskemik miokard.1-5
The Shock Register and Trial menyebutkan bahwa syok kardiogenik dapat
terjadi pada 74,5% kasus dengan gagal ventrikel kiri, 8,3% regurgitasi mitral akut,
4,6% ruptur septum ventrikel, 3,4% gagal jantung kanan yang terisolasi, 1,7%
tamponade jantung atau ruptur, dan 3% akibat penyebab lain.2-4
Syok kardiogenik lebih banyak ditemukan pada usia lanjut yang memiliki
komorbid seperti diabetes melitus (DM), infark miokard akut (IMA), atau pasien
dengan riwayat infark miokard, penyakit pembuluh darah perifer, dan penyakit
serebrovaskular. Mortalitas syok kardiogenik di rumah sakit dilaporkan sekitar 60%.
Syok kardiogenik paling sering terjadi pada beberapa jam pertama, pada sumber lain
sebanyak 75% hingga 89% kasus syok kardiogenik terjadi pada 24 jam pertama.1-4
2.3 Etiologi
Syok kardiogenik paling sering disebabkan oleh hal-hal berikut:2-5
a. Disfungsi miokard akut yang disebabkan:
- Infark miokard akut dan komplikasinya termasuk ruptur m. papilaris atau
septum, regurgitasi mitral berat, dan tamponade jantung
- Miokarditis akut
- Intoksikasi obat-obat inotropik negatif
- Kontusio miokard
- Sepsis dan syok sepsis
b. Penyakit jantung katup akut (regurgitasi aorta atau mitral karena endokarditis,
diseksi aorta, atau ruptur cordae) / eksaserbasi akut penyakit jantung katup.
c. Gagal jantung kronik yang mengalami dekompensasi akut, biasanya kardiomiopati
lanjut.
5
d. Gagal jantung kanan akut (infark miokard ventrikel kanan akut; penyakit
bronkopulmoner berat)
e. Disritmia berat yang persisten
f. Kardiomiopati hipertensi yang mengalami dekompensasi akut (misalnya karena
atrial fibrilasi)
g. Mixoma atrium kiri
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah
takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya terjadi akibat disfungsi
ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan dengan aritma supraventrikular ataupun
ventrikular.2-3
2.4 Patogenesis
Pada syok kardiogenik, mayoritas kasus disebabkan penurunan mendadak dan
atau penurunan kontraktilitas jantung (performa intrinsik) yang tidak memperhatikan
kondisi pengisian dan selanjutnya diikuti penurunan signifikan pada stroke volume/
isi sekuncup (SV) atau cardiac output/ curah jantung (CO).2-5
Syok kardiogenik paling sering terjadi karena kehilangan kontraktilitas
jaringan secara kritis sebagai komplikasi sekunder infark miokard akut dengan
kehilangan total kemampuan pompa yang akut dan ditambah adanya penurunan
penyesuaian ventrikel. Oleh karena itu, syok kardiogenik dapat terjadi baik pada
kegagalan sistolik maupun diastolik. Secara sederhana, syok kardiogenik terlihat
sebagai suatu kelainan mekanik dengan kesesuaian aktivasi dan respon humoral.
Paradigma ini dirangkum dalam suatu diagram pada Gambar 1.2-5
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, disfungsi miokardium, sebagaimana
pada kasus syok kardiogenik, secara langsung menyebabkan penurunan isi sekuncup
dan peningkatan tekanan ventrikel kiri pada fase akhir diastolik.
6
Gambar 2. Paradigma lama dan baru pada syok kardiogenik dari aspek mekanik
dan neurohormonal2
tekanan darah secara kritis. Hipoperfusi ini sendiri secara kritis memperburuk defisit
perfusi miokard, mencetuskan iskemi yang pernah timbul, dan siklus yang buruk ini
memperburuk iskemi miokardium yang terjadi. Hal ini tampak sebagai syok yang
bukan disebabkan gangguan kontraksi miokardium, ketika tekanan darah menjadi
sangat turun dan perfusi pada organ vital (seperti jantung) secara kritis menurun
sebagai akibat penurunan hemodinamik.2,7
c. Tekanan ventrikel kiri pada fase akhir diastolik pasien syok kardiogenik
Tekanan ventrikel kiri pada fase akhir diastolik dan pengukurannya
seharusnya dinilai secara teliti, peningkatannya tidak dapat menjadi parameter yang
sensitif dan spesifik pada diagnosis syok kardiogenik disebabkan keadaan berikut:2,8
- Gagal jantung berat yang akut tidak selalu bersamaan dengan peningkatan
tekanan pengisian ventrikel kiri.
- Tekanan ventrikel kiri pada fase akhir diastolik tidak dapat mewakili jumlah
cairan ektravaskular di paru karena disfungsi jantung terjadi tidak seragam.
- Peningkatan abnormal tekanan ventrikel kiri pada fase akhir diastolik (>15
mmHg) dapat hanya berupa penanda suatu kekakuan pada ventrikel kiri. Hal
tersebut telah diketahui dengan baik bahwa pada pasien pasien kritis terjadi
14
3.1 Diagnosis
3.1.1 Anamnesis
Keluhan awal syok kardiogenik yang timbul akan berkaitan dengan etiologi
pencetus terjadinya syok. Pasien infark miokard akut datang dengan keluhan nyeri
dada kiri tipikal yang akut dengan beberapa faktor risiko dan mungkin memiliki
riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya. Kemudian keluhan ini berlanjut
kepada komplikasi mekanik terjadinya infark miokard akut, dapat terjadi pada
beberapa jam pertama hingga beberapa hari sampai seminggu setelah onset akut
terjadi. Umumnya setelah mengeluh nyeri dada, pasien akan mengeluh tiba-tiba sesak
akibat edema paru akut bahkan hingga henti jantung. Apabila disertai dengan
komplikasi aritmia, pasien dapat datang dengan nyeri dada disertai berdebar-debar,
lemas, atau merasakan detak jantung berhenti sejenak hingga pasien akan merasakan
letargi akibat penurunan perfusi ke organ vital seperti sistem saraf pusat.1-3
15
16
edema paru menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya gagal ventrikel kanan dan
atau keadaan hipovolemia sangat kecil.1-4
C. Ekokardiografi
Modalitas pemeriksaan non-invasif ini sangat membantu dalam membuat
diagnosis dan mencari etiologi syok kardiogenik. Pemeriksaan ini relatif lebih cepat,
aman dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien. Data-data yang
dapat diperoleh dari pemeriksaan ini diantaranya adalah penilaian fungsi ventrikel
kanan dan kiri baik global maupun segmental, lalu fungsi katup-katup jantung
(stenosis atau regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt
(misalnya pada defek septal ventrikel dari kiri ke kanan), efusi perikardial, atau
tamponade jantung.1-3
D. Pemantuan parameter hemodinamik dan oksigenasi
Obat-obat inotropik dan vasopressor yang digunakan pada tatalaksana syok
kardiogenik memiliki beberapa keterbatasan sehingga diperlukan dukungan mekanik
untuk mempertahankan tekanan perfusi yang adekuat.
Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri
pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru sangat berguna terutama
untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik serta sebagai
indikator evaluasi terapi yang diberikan. Peningkatan tekanan baji kapiler
dihubungkan dengan adanya kegagalan fungsi ventrikel kiri yang berat.
Sedangkan bila pada pengukuran tekanan baji kapiler paru didapatkan > 18
mmHg pada pasien infark miokard maka dapat dikatakan bahwa volume
intravaskular cukup adekuat. Pemantuan parameter hemodinamik juga
memerlukan data penghitungan afterload yakni resitensi vaskular sistemik.1-4
Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan saat
pemasangan kateter Swan-Ganz yang juga dapat mendeteksi adanya defek septal
ventrikel.1-4
18
3.2 Penatalaksanaan
Berbagai penelitian yang dipublikasikan telah memberiakan pendekatan
tatalaksana terbaik pada kasus syok kardiogenik sebagai komplikasi infark miokard
akut. Baik penelitian restrospektif maupun prospektif telah memberikan bukti bahwa
pendekatan invasif seperti revaskularisasi emergensi dengan PCI (dengan atau tanpa
tatalaksan trombolitik sebelumnya) memberikan efek yang menguntungkan.
Mortalitas penyakit dapat direduksi dari 75% menjadi 33%. Ketika revaskularisasi
emergensi dikombinasikan dengan Intra aortic Ballon Pump (IABP), keuntungan
yang didapatkan menjadi lebih baik dan menurunkan angka mortalitas sebesar 13%
setelah diikuti selama 1 tahun dibandingkan dengan tatalaksana obat-obatan saja.
darah ginjal
Efek terhadap aliran
Meningkatkan aliran Meningkatkan aliran
Gastrointestinal darah a. Splanika
darah a. Splanika darah a. Splanika
bervariasi
C. Dobutamin
Dobutamin merupakan agonis-β yang poten tetapi tidak terlalu
menurunkan resistensi perifer sehingga tidak menyebabkan refleks takikardi.
Jadi obat ini meningkatkan curah jantung, menurunkan tekanan a.pulmonalis
(dilatasi a.pulmonalis akibat perangsangan adrenoreseptor-β2 di
a.pulmonalis), namun tidak terlalu meningkatkan laju jantung (efek inotropik
melebihi kronotropik). Dibandingkan dengan dopamin, pada dosis yang
memberi efek inotropik yang sama, dobutamin kurang meningkatkan laju
jantung. 1-6,14-17
Tabel 5. Dosis pemberian dobutamin berdasarkan berat badan10
Dobutamin (2 mg/ml) tetesan infus (ml/jam)
Berat badan pasien (Kg)
Dosis 40 50 60 70 80 90 100 110
(mcg/kg/menit)
2.5 3 4 4.5 5 6 7 7.5 8
5 6 7.5 9 10.5 12 13.5 15 16.5
7.5 9 11 13.5 16 18 20 22.5 25
10 12 15 18 21 24 27 30 33
15 18 22.5 27 31.5 36 40.5 45 49.5
20 24 30 36 42 48 54 60 66
27
Gambar. 5 Intra-aortic ballon counter pulsation pada fase sistolik dan diastolik1
kecukupan volume intravaskular dengan tekanan perfusi yang adekuat (MAP > 70-80
mmHg).1-2
Apabila belum didapatkan diuresis yang adekuat setelah perbaikan status
volume intravaskular dan tekanan darah yang optimal, maka dipertimbangkan
pemberian diuresis (pemberian secara bolus). Apabila terjadi oliguria hingga anuria
persisten atau peningkatan serum kreatinin > 1,5 kali dari nilai batas atas normal
menandakan telah terjadinya gangguan ginjal akut dan memiliki prognosis yang
buruk, selanjutnya dapat dipertimbangkan drip furosemid atau kombinasi furosemid
dan metolazone. Namun demikian, pemberian furosemid harus hati-hati karena dapat
memperburuk kondisi yang telah ada.1-4
Oleh karena itu, tatalaksana terhadap oliguria / anuria yang terjadi persisten
dapat dipertimbangkan continous renal replacement therapy (CRRT). Metode ini
memiliki “neutral haemodynamic behaviour” dengan hanya memiliki efek minimal
terhadap MAP yang penting terutama pada kelebihan cairan. CRRT juga
menyebabkan eliminasi susbtansi racun dari jantung paru yang berhubungan dengan
miokard.1-4