Anda di halaman 1dari 47

Page

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal,
terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar adrenal yang terletak di puncak ginjal
menghasilkan

hormone

kortisol,

adrenalin

dan

nonadrenalin

di

bawah

pengendalian saraf simpatis. Dalam keadaan emosi, marah, takut,kelaparan,


keluarnya hormone bertambah yang akan menaikan tekanan darah untuk
melawan kelainan situasi (shock). Adrenallin membantu metabolisme karbohidrat
dengan

jalan

menambah

pengeluaran

glukosa

dalam

hati,

sedangkan

nonadrenalin menaikan tekanan darah dengan merangsang otot dinding


pembuluh darah.
Korteks adrenal menghasilkan beberapa hormon steroid, yang paling penting
adalah kortisol, aldosteron dan androgen adrenal. Kelainan pada kelenjar adrenal
menyebabkan endokrinopati yang klasik seperti sindroma Cushing, penyakit
Addison, hiperaldosteronisme dan sindroma pada hiperplasia adrenal kongenital.
Kekurangan hormone adrenal menyebabkan orang menjadi kurus, lemah,
nampak seperti sakit, ginjal gagal menyimpan natrium dikarenakan telah
mengeluarkan natrium terlalu banyak, disebut sakit Addison. Kalau hormone
adrenalin keluar berlebihan, badan berubah gemuk, wajah seperti bengkak,
bulat,

kaki

tangan

kurus,

tekanan

darah

tinggi,

kerena

ada

gangguan

metabolisma karbohidrat dan protein, disebut sindrom Cushing.


1.2

RUMUSAN MASALAH

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.3

Bagaimana anatomi dan fisiologi kelenjar adrenal ?


Apa definisi dari hiperadrenalisme?
Apa etiologi dari hiperadrenalisme?
Apa tanda dan gejala dari hiperadrenalisme?
Apa patofisiologi dari hiperadrenalisme?
Apa komplikasi dari hiperadrenalisme?
Bagaimana pemeriksaan penunjang pada hiperadrenalisme?
Bagaimana penatalaksanaan hiperadrenalisme ?
Bagaimana askep dari hiperadrenalisme mengacu pada diabetes militus?
TUJUAN PEMBELAJARAN

tujuan umum

dan

membuat

asuhan

klien

dengan

Mahasiswa mampu memahami bagaimana anatomi fisiologi

kelenjar

adrenal.
mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan dari definisi dari

hiperadrenalisme.
Mahasiswa mampu

hiperadrenalisme.
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan dari tanda dan gejala

hiperadrenalisme.
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan dari

patofisiologi

hiperadrenalisme.
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan dari

pemeriksaan

penunjang hiperadrenalisme.
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan dari

hiperadrenalisme.
Mahasiswa mampu

memahami

keperawatan

Page

mampu

hiperadrenalisme.
Tujuan khusus

memahami

memahami

dan

dan

menjelaskan

menjelaskan

dari

dari

etiologi

komplikasi
asuhan

keperawataan hiperadrenalisme hiperadrenalisme.


1.4 METODE PENULISAN
Studi

kasus

yaitu

dengan

cara

mempelajari

buku

sumber

yang

berhubungan dengan masalah yang di alami oleh klien yang terdapat di


perpustakaan dan data juga di dapat dari internet.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini disusun secara teoritis dan sistematis yang tediri dari 3 bab
yaitu : BAB I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah,tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II
adalah materi tentang ASKEP Hiperadrenalisme.BAB III adalah penutup yang
terdiri dari kesimpulan dan saran.

Page

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR ENDOKRIN.


Kelenjar adrenal adalah dua struktur kecil yang terletak di atas masingmasing ginjal. Pada masing-masing kelenjar adrenal tersebut terbagi menjadi
dua bagian, yaitu bagian luar (korteks adrenal ) dan bagian dalam (medula
adrenal).

2.1.2 Korteks Adrenal


Stimulasi korteks oleh sistem saraf simpatetik menyebabkan dikeluarkannya
hormon ke dalam darah yang menimbulkan respon fight or flight. Korteks
adrenal menghasilkan beberapa hormon steroid yaitu mineralokortikoid, dan
glukokortikoid. Mineralokortikoid menjaga keseimbangan elektrolit, glukokortikoid
memproduksi respon yang lambat dan jangka panjang dengan meningkatkan
tingkat glukosa darah melalui pemecahan lemak dan Protein.
Korteks adrenal terdiri dari daerah yang secara anatomi dapat dibedakan :
1. Lapisan luar zona glomerulosa.

Page

merupakan tempat dihasilkannya mineralokorticoid (aldosterone), ysng


terutama diatur oleh angiotensin II, kalium , dan ACTH. Juga dipengaruhi oleh
dopamine, atrial natriuretic peptide (ANP) dan neuropeptides .
2. Zona fasciculata
pada lapisan tengah, dengan tugas utama sintesis glukokortikoid, terutama
diatur oleh ACTH. Juga dipengaruhi oleh beberapa sitokin (IL-1, IL-6, TNF) dan
neuropeptida.
3. Lapisan terdalam zona reticularis.
tempat sekresi

androgen

adrenal

(terutama dehydroepiandrostenedion

[DHEA], DHEA sulfat dan androstenedion) juga glukokortikoid (kortisol and


corticosteron).
Berikut hormon dari korteks adrenal dan fungsinya:
Glukokortikoid (kortisol)
Mempertahankan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
glukoneogenesis dan mengurangi kecepatan pemakaian glukosa
oleh sel yang merupakan fungsi utama.
Anti inflamasi
Meningkatkan retensi natrium dan air
Mempertahankan stabilitas emosi.hipoglikemia,hipoksia, nyeri,
trauma, dan cemas bisa mengakibatkan peningkatan kortisol.
Mineralokortikoid (aldesteron)
Mempertahankan status natrium dan volume cairan.
Meningkatkan reabsorpsi natrium lewat tubula ginjal.
Meningkatkan ekresi kalium dan hidrogen melalui tubula ginjal.
Adrenal androgen
Mengatur karakteristik seks sekunder wanita dan pria.
2.1.3 Medula adrenal
Medula adrenal dianggap juga sebagai bagian dari sistem saraf. Sel-sel
sekretorinya merupakan modifikasi sel-sel saraf yang melepaskan dua hormon
yang berjalan dalam aliran darah: epinephrin (adrenalin) dan norephinephrin
(noradrenalin).
medula adrenal menyekresi epinefrin dan norepinefrin.dengan stimulasi pada
sistem

saraf

simpatis,melalui

hipotalamus

medula

adrenal

mengeluarkan

katekolamin (epinefrin dan norepinefrin).katekolamin mempunyai efek yang


tidak sama pada tubuh karena reseptor yang berbeda pada organ tubuh.reseptor
ini diklasifikasikan sebagi adrenergik alfa dan adregenik beta. Reseptor beta
dibagi lagi menjadi beta 1 dan beta 2,letak reseptor beta 1 terutama di
jantung,sedangkan reseptor 2 berada di bagian tubuh yang lain.reseptor alfa 1
dan 2.resptor alfa 1 bersifat merangsang / menstimulus organ target,sedangkan

Page

alfa 2 mencegah keluarnya katekolamin.norepinefrin menstimulasi reseptor alfa


dan epinefrin menstimulasi resptor alfa dan beta. Untuk mempertahankan
homeostatis,katekolamin
sedikit.akan

tetapi,jumlah

selalu

dikeluarkan,tetapi

katekolamin

bisa

dalam

meningkat

jumlah
apabila

yang
tubuh

menghadapi stresor yang berat secar fisiologis dan psikologis.


Peranan adrenalin pada metabolisme normal tubuh belum jelas. Sejumlah
besar hormon ini dilepaskan dalam darah apabila seseorang dihadapkan pada
tekanan, seperti marah, luka, atau takut. Jika hormon adrenalin menyebar di
seluruh tubuh, hormon menimbulkan tanggapan yang sangat luas, laju dan
kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat. Kadar
gula darah dan laju metabolisme meningkat. Bronkus membesar sehingga
memungkinkan udara masuk dan keluar paru-paru lebih mudah. Pupil mata
membesar. Hormon noradrenalin juga menyebabkan peningkatan tekanan darah.

2.2 FUNGSI KELENJAR ADRENAL DAN KELAINANNYA.


Tidak terdapat perbedaan yang jelas secara anatomi antara korteks dan
medula yang menghasilkan katekholamin oleh sel chromafin. Bukti terakhir hal
ini memungkinkan adanya interaksi parakrin diantara keduanya (1,2,3)

6
Page
Gambar 1. Gambar potongan melintang kelenjar adrenal . zM = adrenal
medulla,
zR = zona reticularis, zF = zona fasciculata, zG = zona glomerulosa,
Caps = kapsel adrenal

2.2.1 Sel-sel Immun


Makrofag tersebar pada korteks adrenal. Sebagai tambahan pada aktifitas
fagositosis,

mengsekresikan sitokin (TNF, IL-1, IL-6) dan peptida (VIP), yang

berinteraksi dengan sel adrenokortikal dan berpengaruh pada fungsinya. Limfosit


juga tersebar pada korteks adrenal, dan diketahui menghasilkan substansi mirip
ACTH . Juga telah terbukti bahwa interaksi immuno-endokrin antara limfosit dan
sel zona retikurlais dapat menstimulasi dihaskilannya dehidroepiandrosteron .
Jadi, kontak yang erat antara sel chromafin, pembuluh darah dan sel-sel
immunitas secara bersama-sama mengatasi adanya respon stres. Dalam
melakukan eksplorasi pengaruh sitokin pada hypothalamus-hypofise, pada
penelitian invitro diperlihatkan bahwa IL-1 dan TNF- akan menghambat
pelepasan TSH dari hypofise melalui stimulasi terhadap pelepasan somatostatin
dari hypothalamus . IL-6 sendiri berperan melalui poros hypothalamus hypofiseadrenal, tidak melalui tiroid.

7
Page
Gambar 2. Penurunan TSH yang dimediasi
oleh sitokin
2.2.2. Efek Biologik Glukokortikoid
Walaupun mula-mula nama glukokortikoid dihubungkan dengan pengaruhnya
terhadap metabolisme glukosa sekarang ini didefinisikan sebagai steroid yang
bekerja

dengan

pengikatan

pada

reseptor

sitosolik

yang

spesifik

yang

merupakan perantara dari kerja hormon-hormon ini. Reseptor glukokortikoid ini


dijumpai pada hampir semua jaringan, dan interaksi dari reseptor glukokortikoid
ini yang bertanggung jawab terhadap mekanisme kerja sebagian besar
steroidsteroid tersebut.
2.2.3 Mekanisme Molekular
A. Reseptor Glukokortikoid
Cara kerja glukokortikoid diawali dengan masuknya steroid ini ke dalam sel
dan berikatan dengan protein reseptor glukokortikoid sitosilik (Gambar 3).
Setelah terjadi pengikatan, kompleks hormon reseptor yang aktif masuk dalam
inti dan bereaksi dengan sisi reseptor kromatin inti.

8
Page
Gambar 3 . Tahap-tahap dalam kerja hormon. Aktivasi oleh reseptor intraselular
oleh hormon steroid diikuti oleh pengikatan nuklear dari kompleks dan stimulasi
sintesis mRNA (Catt KJ, Dufau ML: Hormon action: Control of target-cell function
by peptide, tiroid: and steroid hormones. In: Endocrinology and Metabolism. Felig
P et al [editor]. McGraw-Hill,1991;p 1881.)
Kompleks reseptor-glukokortikoid terikat pada tempat spesifik pada nukleus
DNA, elemen pengaturan glukokortikoid. Protein yang terjadi mempengaruhi
respons glukokortikoid, yang dapat bersifat inhibitor atau stimulator tergantung
dari jaringan spesifik yang dipengaruhi. Walaupun reseptor glukokortikoid adalah
sama pada kebanyakan jaringan, protein yang disintesis berbeda jauh dan
merupakan hasil ekskresi gen yang spesifik pada tipe sel-sel yang berbeda.
Walaupun domain pengikat steroid dari reseptor glukokortikoid memberikan
spesifitas untuk pengikatan glukokortikoid, glukokortikoid seperti kortisol dan
kortikosteron terikat pada reseptor mineralokortikoid dengan afinitas sama
seperti dengan aldosteron.
B. Mekanisme yang Lain
Walaupun
rangsangan

interaksi
selanjutnya

dari

glukokortikoid

dari

ekskresi

dengan

gen

reseptor

adalah

hasil

sitosolik
kerja

dan

utama

glukokortikoid, pengaruh lain dapat terjadi melalui mekanisme berbeda. Contoh


yang penting adalah pengaruh inhibisi balik dari glukokortikoid terhadap sekresi
ACTH

. Pengaruh

ini terjadi

dalam beberapa menit setelah pemberian

glukokortikoid dan reaksi yang cepat ini mungkin sekali bukan disebabkan oleh

Page

sintesis RNA dan protein tetapi terutama disebabkan oleh perubahan fungsi
sekresi atau membran sel yang diinduksi glukokortikoid.
2.2.4 Glukokortikoid Agonis dan Antagonis
Pengertian mengenai reseptor glukokortikoid memberikan petunjuk tentang
definisi glukokortikoid agonis dan antagonis. Pengertian ini juga membuktikan
sejumlah steroid dengan efek campuran yang disebut sebagai agonis parsial,
antagonis parsial atau agonis parsial-antagonis parsial.
Agonis
Pada

manusia,

kortisol,

glukokortikoid

sintetik

(misal,

prednisolon,

deksametason), kortikosteron, dan aldosteron adalah agonis glukokortikoid.


Glukokortikoid

sintetik

mempunyai

afinitas

yang

kuat

terhadap

reseptor

glukokortikoid, dan juga mempunyai afinitas glukokortikoid yang lebih besar dari
pada kortisol bila terdapat pada konsentrasi ekuimolar. Kortikosteron dan
aldosteron mempunyai afinitas yang kuat terhadap reseptor glukokortikoid.
tetapi, konsentrasi di dalam plasma biasanya lebih rendah dari pada kortisol, jadi
steroid ini tidak menunjukkan efek fisiologis glukokortikoid yang berarti.
Antagonis
Antagonis glukokortikoid mengikat reseptor glukokortikoid tetapi tidak
mengakibatkan peristiwa yang terjadi dalam nukleus yang dibutuhkan untuk
menyebabkan respons glukokortikoid. Steroid ini bersaing dengan reseptor
steroid

agonis

seperti

kortisol

sehingga

menghalangi

respons

agonis.

Steroidsteroid lain mempunyai aktivitas agonis parsial bila didapat tersendiri;


mis, menyebabkan respons glukokortikoid parsial. Tetapi di dalam konsentrasi
yang cukup terjadi kompetisi dengan steroid agonis untuk reseptor, hingga
terjadi kompetisi menghalangi respons agonis; misalnya agonis parsial dapat
berfungsi sebagai antagonis parsial dengan adanya glukokortikoid yang aktif.
Jenis steroid seperti progesteron, 11deoksikortikoid, DOC, testosteron, dan 17
estradiol mempunyai efek antagonis atau agonis parsial-antagonis parsial;
tetapi, peranannya secara fisiologi mungkin tidak berarti, karena konsentrasi di
dalam sirkulasi sangat sedikit. Agen antiprogesteron RU 486 (mifepristone)
mempunyai sifat antagonis glukokortikoid kuat dan digunakan untuk memblok
kerja glukokortikoid pada pasien dengan sindroma Cushing .
2.2.5 Metabolisme Intermedier

10

Glukokortikoid pada umumnya menghambat sintesis DNA. Pada sebagian


katabolisme protein.
A. Metabolisme Glukosa Hepatik

Page

besar jaringan menghambat sintesis RNA dan proteni dan mempercepat

Glukokortikoid meningkatkan glukoneogenesis hepatik dengan merangsang


enzim glukoneogenik yaitu fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6fosfatase. Glukokortikoid juga
mempunyai

pengaruh

meningkatkan

respons

hepar

terhadap

hormon

glukoneogenik (glukagon, katekolamin) dan juga mempengaruhi peningkatan


pembesaran substrat dari jaringan perifer terutama otot.
Pengaruh akhir ini ditingkatkan oleh glukokortikoid yang menyebabkan
pengurangan ambilan asam amino di perifer dan sintesis protein. Glukokortikoid
juga meningkatkan pelepasan gliserol dan asam lemak bebas dengan lipolisis
dan meningkatkan pembebasan asam laktat dari otot. Steroid ini juga
meningkatkan sintesis glikogen hepatik dan penyimpanan dengan stimulasi
aktivitas

glikogen

sintetase

dan

dengan

sedikit

mengurangi

pemecahan

glikogen. Efek ini tergantung pada insulin.


B. Metabolisme Glukosa di Perifer
Glukokortikoid juga mempengaruhi metabolisme karbohidrat dengan jalan
menghalangi ambilan glukosa di perifer dalam otot dan jaringan adiposa.
C. Pengaruh Terhadap Jaringan Adipose
Dalam jaringan adiposa pengaruh utama adalah peningkatan lipolisis dengan
pembebasan gliserol dan asam lemak bebas. Sebagian disebabkan oleh stimulasi
langsung lipolisis oleh glikokortikoid, tetapi juga atas pengaruh penyerapan
glukosa yang berkurang dan peningkatan oleh glukokortikoid terhadap pengaruh
hormon lipolitik. Walaupun glukokortikoid bersifat lipolitik, terjadi peningkatan
penimbunan
glukokortikoid.

lemak

yang

Keadaan

merupakan

yang

manifestasi

paradoksal

ini

dapat

klasik

dari

diterangkan

kelebihan
dengan

meningkatnya selera makan yang disebabkan oleh karena kadar steroid yang
tinggi, dan karena pengaruh lipogenik dari keadaan hiperinsulinemia yang terjadi
pada keadaan ini. Pengaruh glukokortikoid terhadap metabolisme intermedier
dapat dirangkum sebagai berikut :
Dalam keadaan kenyang pengaruhnya sangat minim. Tetapi pada
keadaan puasa, glukokortikoid ikut mengatur kadar glukosa dalam
plasma

dengan

cara

meningkatkan

glukoneo-genesis,

glikogen, dan pembebasan substrat di perifer.

deposisi

11

Peningkatan produksi glukosa hepatik sebagaimana juga sintesis


Page

hepatik RNA dan protein.


Pengaruhnya terhadap otot bersifat katabolik; misalnya mengurangi
penyerapan dan metabolisme glukosa, mengurangi sintesis protein,
dan meningkatkan pembebasan asam amino.
Pada jaringan adiposa mera ngsang lipolisis.
Pada defisiensi glukokortikoid, dapat terjadi hipoglikemia, sedangkan
pada

glukokortikoid

berlebihan

dapat

terjadi

hiperglikemia,

hiperinsulinemia, pengecilan otot, dan peningkatan berat badan


dengan distribusi lemak yang abnormal.
2.2.6 Efek pada Fungsi dan Jaringan-Jaringan Lain

Jaringan Ikat

Glukokortikoid dalam jumlah yang berlebihan menghambat fungsi fibroblas,


yang akan menyebabkan kehilangan jaringan kolagen dan jaringan ikat,
sehingga mengakibatkan penipisan kulit, mudah mengelupas, pembentukan
striae dan kesulitan penyembuhan luka.

Tulang

Glukokortikoid secara langsung menghambat pembentukan tulang dengan


menurunkan proliferasi sel dan sintesis RNA, protein, kolagen dan hialuronat.
Glukokortikoid secara langsung juga menstimulasi sel-sel yang meresorbsi di
tulang, menyebabkan osteolisis dan meningkatkan ekskresi
hidroksiprolin di urin. Sebagai tambahan, juga memperkuat efek PTH pada
tulang.

D. Metabolisme Kalsium
Glukokortikoid juga mempunyai efek utama pada homeostasis mineral.
Glukokortikoid
menyebabkan

jelas akan mengurangi absorpsi kalsium dari usus, yang


penurunan

kadar

kalsium

serum.

Hal

ini

menyebabkan

peningkatan sekunder sekresi PTH, yang akan mempertahankan kadar kalsium


serum dalam batasbbatas normal dengan menstimulasi resorpsi dari tulang.
Glukokortikoid juga meningkatkan ekskresi kalsium di urin. Juga mengurangi
reabsorpsi fosfor di tubulus, yang menyebabkan fosfaturia dan penurunan kadar
fosfor dalam serum.
Jadi, glukokortikoid berlebihan menyebabkan keseimbangan kalsium yang
negatif, dengan penurunan absorpsi dan peningkatan ekskresi di urin. Kadar
kalsium dalam serum tetap bertahan normal, tetapi ini akan merugikan karena

12

terjadi resorpsi dari tulang. Penurunan pembentukan tulang dan peningkatan


Page

resorpsi akhirnya akan menyebabkan osteopenia yang mungkin menjadi


komplikasi utama dari glukokortikoid berlebihan spontan ataupun iatrogenik .
E. Pertumbuhan dan Perkembangan
Glukokortikoid mempercepat perkembangan sejumlah sistem dan organorgan pada fetus dan jaringan-jaringan yang berdiferensiasi. Contoh dari efekefek yang mempercepat pertumbuhan ini adalah peningkatan produksi surfaktan
di paru-paru pada fetus dan peningkatan perkembangan sistem-sistem enzim
pada hepar dan gastrointestinal.
Glukokortikoid

dalam

jumlah

yang

berlebihan

kan

menghambat

pertumbuhan pada anak-anak, dan efek yang merugikan ini merupakan


komplikasi utama terapi dengan obat tersebut. Hal ini mungkin terjadi sebagai
akibat adanya efek langsung pada sel-sel tulang, walaupun disini juga
dipengaruhi

oleh

penurunan

sekresi

hormon

pertumbuhan

(GH)

dan

pembentukan somatomedin .
F. Sel-sel Darah dan Fungsi Imunologis
Eritrosit
Glukokortikoid hanya sedikit berpengaruh pada eritropoiesis dan konsentrasi
hemoglobin. Walaupun mungkin terdapat polisitemia dan anemia yang ringan
berturut-turut pada sindroma Cushing dan penyakit Addison,
perubahan

ini

lebih

mungkin

terjadi

sekunder

akibat

perubahan

perubahan

pada

metabolisme androgen.
Lekosit
Glukokortikoid mempengaruhi pergerakan dan fungsi lekosit,meningkatkan
lekosit polimorfonuklear intravaskular dengan meningkatkan pelepasan sel-sel
tersebut dari sumsum tulang, dengan meningkatkan waktu-paruh selsel PMN
dalam sirkulasi, dan dengan menurunkan pergerakan kompartemen vaskular ke
luar. Pemberian glukokortikoid menurunkan jumlah limfosit-limfosit, monositmonosit dan eosinofil-eosinofil dalam sirkulasi berkurang, terutama akibat
peningkatan pergerakannya ke luar dari sirkulasi. Keadaan sebaliknya ini yaitu
terjadinya netropenia, limfositosis, monositosis dan eosinofilia-ditemukan pada
insufisiensi adrenal.

13

Glukokortikoid juga menurunkan migrasi sel sel inflamasi (sel-sel PMN,


mungkin

merupakan

Page

monosit-monosit dan limfosit-limfosit) ke lokasi terjadinya perlukaan, hal ini


mekanisme

utama

dari

kerja

anti-inflamasi

dan

meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang terjadi akibat pemberian yang


bersifat kronis. Glukokortikoid juga menurunkan produksi limfosit dan mediator
serta fungsi-fungsi efektor sel-sel tersebut.
Efek imunologis
Glukokortikoid mempengaruhi berbagai aspek respons imunologis dan
inflamasi,

termasuk

mobilisasi

dan

fungsi

lekosit.

Mereka

menghambat

fosfolipase A2, suatu enzim kunci dalam sintesis prostaglandin. Mereka juga
mengganggu pelepasan s ubstansi efektor seperti limfokin interleukin-1,
produksi dan bersihan antibodi, serta derivat spesifik sumsum tulang lainnya dan
fungsi limfosit yang berasal dari timus. Kemudian, sistem imun mempengaruhi
aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal; interleukin-I merangsang sekresi CRH dan
ACTH.
G. Fungsi Kardiovaskular
Glukokortikoid mungkin dapat meningkatkan curah jantung, dan juga
meningkatkan tonus vaskular di perifer, mungkin dengan meningkatkan efek
vasokonstriktor-vasokonstriktor lain misalnya: katekolamin. Glukokortikoid juga
mengatur ekspresi reseptor adrenergik. Jadi, dapat terjadi syok refraktori bila
individu yang mengalami defisiensi glukokortikoid terkena stres. Glukokortikoid
yang berlebihan sendiri dapat menyebabkan hipertensi yang berasal dari efek
mineralokortikoidnya. Walaupun insidens dan penyebab yang pasti problem ini
masih belum jelas, tampaknya mekanisme yang terlibat dalam sistem reninangiotensin; glukokortikoid mengatur subtrat renin, prekursor angiotensin I .

H. Fungsi Ginjal
Steroid-steroid akan mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
dengan bekerja melalui reseptor-reseptor mineralokortikoid (retensi natrium dan
air,

hipokalemia,

dan

hipertensi)

atau

melalui

reseptor

glukokortikoid

(meningkatkan kecepatan filtrasi glomerulus dengan meningkatkan curah


jantung

atau

dengan

efek

langsung

pada

gnijal).

Kortikosteroid

seperti

betametason atau deksametason mempunyai aktivitas mineralokortikoid ringan,


meningkatkan

ekskresi

natrium

dan

air.

Penderita

penderita

defisiensi

glukokortikoid mengalami penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan tidak

14

mampu mengekskresi beban cairan yang berlebihan. Hal ini dapat dipengaruhi
Page

dari akibat peningkatan sekresi ADH, yang dapat terjadi pada defisiensi
glukokortikoid.
I.

Fungsi Susunan Saraf Pusat

Glukokortikoid dapat masuk ke dalam otak, dan walaupun peranan fisiologis


pada pada susunan saraf pusat belum diketahui, kelebihan dan defisiensinya
jelas dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan tingkah laku.

Glukokortikoid yang berlebihan

Pada keadaan berlebihan, mula-mula glukokortikoid akan menyebabkan


euforia; namun selanjutnya bila pajanan berlangsung lama, terjadilah sejumlah
kelainan psikologis mencakup iritabilitas, labilitas emosi, dan depresi. Banyak
pasien yang mengalami kegagalan fungsi kognitif, sebagian besar mengenai
ingatan dan konsentrasi. Efekefek sentral lainnya adalah peningkatan nafsu
makan, penurunan libido, dan insomnia.

Penurunan glukokortikoid

Pasien-pasien dengan penyakit Addison bersifat apatis dan depresi, cenderung


mudah terangsang, negativistik. Mereka juga mengalami penurunan selera
makan.

J. Efek terhadap Hormon-Hormon lainnya


Fungsi tiroid
Glukokortikoid dalam jumlah berlebihan akan mempengaruhi fungsi tiroid.
Walaupun kadar TSH basal biasanya tetap normal,

respons TSH terhadap

thyrotropin-releasing hormone (TRH) sering subnormal. Kadar tiroksin (T4) total


dalam serum biasanya kurang dari normal, thyroxin binding globulin menurun,
dan kadar T4 bebas normal. Kadar T3 (triiodotironin) total dan bebas mungkin
rendah, karena glukokortikoid yang berlebihan menurunkan konversi T4 menjadi
T3 dan meningkatkan konversi menjadi T3 reverse. Walaupun terjadi perubahanperubahan tersebut, manifestasi hipotiroidisme tidak jelas terlihat.

Fungsi gonad

Glukokortikoid juga mempengaruhi fungsi gonad dan fungsi gonadotropin.


Pada pria, glukokortikoid menghambat se kresi gonadotropin terbukti dengan
menurunnya respons terhadap pemberian gonadotropin releasing hormone
(GnRH)

dan

kadar

testosteron

plasma

yang

subnormal.

Pada

wanita,

juga

akan

menekan

respons

15

glukokortikoid

LH

terhadap

GnRH,

yang

ovulasi dan terjadinya amenorea.

Page

menyebabkan terjadinya supresi estrogen dan progestin berakibat inhibisi

K. Efek-efek Lainnya
Ulkus peptikum
Peranan steroid yang berlebihan pada terjadinya atau reaktivasi ulkus
peptikum masih kontroversial. Ulkus-ulkus pada sindroma Cushing spontan dan
pada kontak dengan terapi glukokortikoid dosis sedang tidak sering terjadi,
walau data-data terakhir menimbulkan dugaan bahwa pasien-pasien yang telah
mempunyai ulkus dan diterapi dengan steroid dan yang mendapat terapi steroid
dosis tinggi mungkin akan meningkatkan risiko.

Efek-efek oftalmologis

Tekanan intraokuler bervariasi sesuai dengan kadar glukokortikoid yang


beredar dan paralel dengan variasi sirkadian kadar kortisol plasma. Sebagai
tambahan,

glukokortikoid

yang

berlebihan

akan

meningkatkan

tekanan

intraokuler pada pasien-pasien glaukoma sudut terbuka. Terapi glukokortikoid


dapat pula menyebabkan terbentuknya katarak.

2.2.7 Fungsi Klinis dan laboratoris androgen adrenal


Aktivitas biologis langsung dria androgen-androgen adrenal (androstenedion,
DHEA dan DHEA sulfat) adalah minimal dan berfungsi terutama sebagai
prekursor-prekursor untuk konversi di perifer menjadi hormonhormon androgenik
aktif, testosteron dan dihidrotestosteron. Jadi, DHEA sulfat disekresikan oleh
adrenal mengalami konversi menjadi DHEA dalam jumlah terbatas; DHEA yang
dikonversi di perifer ini dan yang disekresi oleh kortek adrenal dapat dikonversi
lebih lanjut di jaringan perifer menjadi androstenedion yang merupakan
prekursor siap pakai menjadi androgen androgen aktif.

16
Page
Gambar 5. Biosintesa androgen adrenal Singkatan : CYP11A1, cholesterolmsidechain cleavage enzyme; desmolase; CYP17, 17-hydroxylase/17,20-lyase; 3HSD, 3-hydroxysteroid dehydrogenase; CYP21A2, 21- hydroxylase; CYP11B1,
11-hydroxylase; CYP11B2, aldosterone synthase, corticosterone 18methylcorticosterone oxidase/lyase.
Efek pada Pria
Pada pria dengan fungsi gonad normal, konversi androstenedion adrenal
menjadi testosteron hanya berjumlah kurang dari 5% kecepatan produksi
hormon ini, dan jadi efek fisiologis yang ditimbulkan dapat diabaikan. Pada pria
dewasa, sekresi androgen adrenal yang berlebihan tidak menimbulkan pengaruh
klinis: namun, pada anak pria, akan menyebabkan pembesaran penis prematur
dan perkembangan dini ciri-ciri seks sekunder.
Efek pada Wanita
Pada wanita, fungsi adrenal abnormal seperti yang terjadi pada sindroma
Cushing, karsinoma adrenal dan hiperplasia kongenital menyebabkan sekresi
androgen-androgen

dalam

jumlah

berlebihan,

dan

konversi

perifernya

menyebabkan terbentuknya androgen berlebihan, yang bermanifestasi sebagai


akne, hirsutisme, dan virilisasi.
2.2.8 Evaluasi Laboratorium hormon korteks adrenal
Kortisol dan androgen-androgen adrenal diukur dengan assay spesifik plasma
yang telah berhasil menyederhanakan cara evaluasi disfungsi adrenal. Beberapa
assay urin, terutama yang berupa pengukuran kadar kortisol bebas dalam urin
24 jam, juga dapat membantu. Sebagai tambahan, kadar ACTH dalam plasma

17

juga dapat ditentukan. Metode pengukuran steroid plasma biasanya mengukur


Page

kadar hormon total sehingga angka yang dihasilkan dipengaruhi oleh perubahanperubahan pada protein terikat dalam plasma. Lebih lanjut, karena ACTH dan
konsentrasi hormon-hormon adrenal dalam plasma mempunyai fluktuasi yang
tinggi, pengukuran tunggal belaka dalam plasma sering tidak dapat dipercaya.
Jadi, kadar dalam plasma harus dinilai dengan hati-hati, informasi yang lebih
spesifik biasanya didapat dengan melakukan uji supresi dan stimulasi yang
tepat.
ACTH Plasma
A. Metode Pengukuran
Pengukuran ACTH plasma sangat berguna untuk mendiagnosa adanya
disfungsi

hipofisis-adrenal.

Batas

normal

ACTH

plasma,

menggunakan

immunoradiometric assay sensitif, adalah 10-50 pg/mL (2,2-11,1 pmol/L).


B. Interpretasi
Kadar ACTH plasma sangat berguna untuk membedakan disfungsi adrenal
yang dasebabkan oleh kelainan hipofisis atau adrenal:
1) Pada insufisiensi adrenal yang disebabkan oleh penyakit primer di
adrenal, kadar ACTH plasma meningkat, biasanya lebih dari 250 pg/mL.
Sebaliknya

pada

defisiensi

ACTH

hipofisis

dan

hipoadrenalisme

sekunder, kadar ACTH plasma kurang dari 50 pg/mL.


2) Pada sindroma Cushing yang disebabkan pleh tumor tumor adrenal
primer yang mensekresi glukokortikoid, kadar ACTH plasma tersupresi,
dan

kadar

yang

kurang

dari

pg/mL

(2,2

pmol/L)

adalah

diagnostik.Pada pasien-pasien penyakit Cushing (hipersekresi ACTH


hipofisis), ACTH plasma normal atau meningkat sedang (20-200

pg/mL [4,4-44 pmol/L]).


3) Kadar ACTH juga meningkat

nyata

pada

pasien

dengan

hiperplasia adrenal kongenital bentuk umum dan berguna dalam


diagnosis dan penanganan kelainan-kelainan ini.
Lipotropin Plasma dan Endorfin
Lipoprotein (LPH) disekresikan dalam jumlah yang ekuimolar dengan ACTH
dan diukur dengan radioimmunoassay. Karena stabilitasnya yang lebih besar dan
memudahkan pengukuran, pemeriksaan ini mempunyai beberapa keunggulan
dibanding pengukuran ACTH. Kebanyakan assay LPH juga mengukur endorfin,
lalu pemisahan hormon-hormon ini dibutuhkan untuk pengukuran endorfin lebih

18

tepat. Hal ini dapat dicapai dengan kromatografi; namun, kegunaan klinis
Page

pengukuran endorfin belum diketahui pasti.

Kortisol Plasma
A. Metode Pengukuran
Metode pengukuran kortisol plasma yang paling sering dipakai adalah
radioimmunoassay. Metode ini mengukur kortisol total (baik terikat maupun
bebas) dalam plasma. Metode yang mengukur kortisol bebas dalam plasma
belum tersedia untuk kegunaan klinis.
B. Interpretasl
Manfaat dari pemeriksaan tunggal kadar kortisol plasma untuk diagnosis
terbatas karena adanya sekresi alamiah kortisol yang berlangsung episodik dan
terjadinya pengikatan selama adanya stres. Seperti dijelaskan di bawah,
informasi yang lebih baik didapat dengan melakukan uji dinamis pada aksis
hipotalamus-hipofisisadrenal.

Nilai-nilai normal

Kadar kortisol plasma normal bervariasi tergantung metode yang digunakan.


Dengan radioimmunoassay dan competitive protein-binding assay, kadar pada
jam 8 pagi berkisar dari 3 sampai 20 g/dL (0,08-0,55 mol/L) dan rata-rata 10-12
g/dL (0,28-0,33 mol/L).

Kadar selama stres

sekresi kortisol meningkat pada pasien-pasien yang mengalami penyakit


akut, selama pembedahan, dan setelah trauma. Konsentrasi plasma dapat

mencapai 40-60 g/dL (1,1-1,7mol/L).

Keadaan tinggi estrogen

Konsentrasi plasma total juga meningkat dengan meningkatnya kapasitas


pengikatan CBG, yang paling sering terjadi pada keadaan estrogen yang tinggi
dalam sirkulasi, misal selama kehamilan dan pemberian estrogen eksogen atau
kontraseptif oral. Pada keadaan ini, kortisol plasma dapat mencapai 2 atau 3 kali
lebih tinggi dari normal.

Kondisi-kondisi lain- Kadar CBG dapat meningkat ataupun menurun


pada keadaan-keadaan lain, seperti yang. telah dibahas di atas pada
bagian sirkulasi dan metabolisme. Konsentrasi total kortisol plasma

19

mungkin juga meningkat pada anxietas berat, depresi endogen ,


Page

kelaparan, anoreksia nervosa , alkoholisme dan gagal ginjal kronis.


Kortikosteroid dalam Urin
A. Kortisol Bebas
1. Metode-metode pengukuran
Assay untuk ekskresi kortisol yang tidak terikatdalam urin merupakan metode
yang sangat baik untuk mendiagnosis Sindroma Cushing. Normalnya, kurang dari
1% kortisol yang disekresi dalarn urin adalah kortisol yang diekskresikan tanpa
banyak perubahan. Pada keadaan sekresi berlebihan, kapasitas ikatan CBG
meningkat, sehingga kortisol bebas plasma meningkat seperti juga ekskresinya
dalarn

urin.

Kortisol

bebas

urin

diukur

dari

urin

24

jam

dengan

radioimmunoassay atau high-performance liquid chromatography.


2. Nilai normal
Kisaran normal dari assay ini ialah 25-95 g/g kreatinin (8-30 mo1/mol
kreatinin), dan peningkatan konsentrasi dijumpai pada 90% pasien dengan
sindroma Cushing spontan.
3. Kegunaan diagnostik
Metode ini terutama berguna untuk membedakan obesitas biasa dengan
sindroma Cushing, karena kadarnya tidak meningkat pada obesitas, seperti 17hidroksikortikosteroid dalarn urin , kadarnya dapat meningkat pada keadaankeadaan serupa yang meningkatkan kortisol plasma , terrnasuk peningkatan
ringan selama kehamilan. Uji ini tidak bermanfaat pada insufisiensi adrenal,
karena hilangnya sensitivitas pada kadar yang rendah dan karena ekskresi
kortisol yang rendah sering pula ditemukan pada orang normal.
B. 17-Hidroksikortikosteroid
Steroid-steroid dalam urin lebih jarang diukur pada saat ini, karena adanya
kegunaan pengukuran kortisol plasma dan kortisol bebas urin. yang lebih besar.
1. Metode pengukuran
17-hidroksikortikosteroid urin diukur dengan reaksi kolorimetrik Porter-Silber,
yang mendeteksi kortisol dan metabolit-metabolit kortison.
2. Nilai normal
Nilai normal adalah 3-15 mg/ 24 jam (8,3-41,4 mol/24 jam) atau 3-7 mg/g
(0,9-2.2 mmol/mol) kreatinin urin.
3. Perubahan ekskresi
Ekskresi total meningkat pada individu obesitas; namun, nilai-nilai ini normal
bila dikoreksi terhadap ekskresi kreatinin. 17- Hidroksisteroid meningkat pada

20

hipertiroidisme dan menurun pada hipotiroidisme, ke.laparan, penyakit hepar,


Page

gagal ginjal dan kehamilan. Obat obatan yang akan menginduksi nezim-enzim
mikrosomal hati akan meningkatkan konversi kortisol menjadi 6-hidroksikortisol,
yang

tidak

terukur

dengan

metode

17

hidroksikortikosteroid.

Sehingga

mengurangi ekskresi 17- hidroksikortikosteroid (lihat pada bagian mengenai


metabolisme).
4. Pengaruh obat-obatan
Pengaruh langsung antara obat-obatan dengan reaksi kolorimetrik terjadi
dengan spironolakton, klordiazepozid, hidroksizin, meprobamat, fenotiazin dan
kuinin.

Uji Supresi dengan Deksametason


A. Uji dengan Dosis Rendah
Prosedur ini digunakan untuk menetapkan adanya sindroma Cushing tanpa
memperhatikan

penyebabnya.

Deksametason,

suatu

glukokortikoid

poten,

normal akan mensupresi pelepasan ACTH hipofisis dengan akibat penurunan


kortikosteroid dalam urin dan plasma, jadi akan menyebabkan inhibisi umpan
balik terhadap aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Pada sindroma Cushing,
mekanisme ini sudah abnormal, dan sekresi steroid gagal disupresi melalui cara
yang

normal.

Deksametason

dalarn

dosis

yang

digunakan

tidak

akan

mengganggu pengukuran kortikosteroid di plasma dan urin.


1. Uji supresi dengan deksametason 1 mg semalaman
Uji ini merupakan uji skrining yang sesuai untuk sindroma Cushing.
Deksametason, 1 mg per oral diberikan sebagai dosis tunggal pada jam 11
malam, dan pagi harinya diambil contoh plasma untuk ditentukan kadar
kortisolnya. Sindroma Cushing disingkirkan bila kadar kortisol plasma kurang dari
5 g/dL (0,137 mo1/L). Bila kadarnya lebih besar dari l0 /dL (0,276 mol/L) pada
tidak adanya keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan respons positif palsumungkin hal itu disebabkan sindroma Cushing, dan diagnosis harus dikonfirmasi
dengan prosedur-prosedur lainnya. Hasil positif palsu terjadi pada 15% pasien
dengan obesitas dan pada 25% pasien yang dirawat dan berpenyakit kronis.
Penyakit-penyakit akut, depresi, anxietas, alkoholisme, keadaan-keadaan tinggi
estrogen, dan uremia dapat memberikan hasil positif palsu. Pasien-pasien yang
mendapat fenitoin, barbiturat, dan zat-zat penginduksi enzim mikrosomal hati

mungkin

dapat

mempercepat

21

lainnya

metabolisme

deksametason

dan

dapat menekan ACTH.


2. Uji dosis rendah dua hari

Page

menyebabkan kegagalan untuk mencapai kadar yang adekuat di plasma untuk

Uji ini dilakukan dengan memberikan deksametason, 0,5 mg setiap 6 jam


selama 2 hari. Urin 24 jam diambil sebelum dan pada hari kedua pemberian
deksametason. Walaupun uji ini memberikan informasi yang sama seperti pada
uji 1 mg tapi membutuhkan waktu lebih banyak dan pengumpulan urin. Namun
ini sangat berguna bila hasil uij-uji lain meragukan. Sebagai respons terhadap
prosedur ini, pasien-pasien yang tidak menderita sindroma Cushing mensupresi
17-hidroksikortikosteroid urin menjadi kurang dari 4 mg/24 jam (10,11/24 jam)
atau kurang dari 1 mg/g (0,3 mmol/mol) kreatinin urin pada hari kedua
pemberian deksametason. Respons pada kortisol bebas dalam urin kurang
distandarisasi; namun, penurunan ekskresi sampai kurang dari 25 g/24 jam
(0,068 mol/24 jam) agaknya dapat menyingkirkan

kemungkinan adanya

sindroma Cushing. Walau respons kortisol kurang banyak diteliti, kadar kortisol
plasma pagi hari kurang dari 5 g/dL (0,137 mol/L) (diperoleh pada saat 6 jam
setelah pemberian dosis terakhir deksametason) dipertimbangkan sebagai
respons normal.
B. Uji Dosis Tinggi
Uji deksametason dosis tinggi membedakan penyakit Cushing (hipersekresi
ACTH, ektopik) dari sindroma ACTH ektopik dan tumor adrenal, karena aksis
hipotalamus-hipofisis pada penyakit Cushing dapat ditekan dengan dosis
suprafisologis glukokottikoid, sementara sekresi kortisol bersifat otonom pada
pasien-pasien dengan tumor-tumor adrenal atau sindroma ACTH ektopik
sehingga tidak dapat tersupresi. Pengecualian terhadap respons-respons ini
dibahas pada bagian diagnosis sindroma Cushing.
1. Uji supresi dengan deksametason dosls tinggi semalaman
Uji ini lebihcepat dan lebih sederhana untuk dilakukan dibandingkan dengan
uji standar 2
hari yang akan dijelaskan di bawah ini. Setelah spesimen dasar untuk
pemeriksaan kortisol pagi hari diambil, diberikan deksametason dosis tunggal 8
mg peroral yang diberikan pada jam 11 malam, dan kortisol plasma diukur pada
jam 8 pagi hari berikutnya. Pada penyakit Cushing, kadar kortisol plasma akan
berkurang sampai kurang dari 50% nilai dasar pada 95% pasien, sedangkan
sekresi steroid pada pasien-pasien dengan sindroma ACTH ektopik atau tumor

22

tumor adrenal yang memproduksi kortisol tidak tersupresi sampai sejumlah itu
Page

dan biasanya tidak berubah. Uji dosis tunggal ini lebih terpercaya dibandingkan
dengan uji dosis tinggi selama 2 hari dan dapat dipertimbangkan sebagai suatu
prosedur terpilih.
2. Uji dosis tinggi selama 2 hari
Uji ini dilakukan dengan memberikan deksametason 2 mg peroral setiap 6
jam selama 2 hari. Pengumpulan contoh urin 24 jam sebelum dan pada hari
kedua pemberian deksametason. Pasien-pasien penyakit Cushing mengalami
penurunan ekskresi 17-hidroksikortikosteroid dalam urin sampai kurang dari 50%
nilai dasar, sedangkan pasien-pasien tumor tumor adrenal dan sindroma ACTH
ektopik biasanya hanya mengalami sedikit atau tidak mengalami penurunan 17
hidroksikortikosteroid dalam urin.
2.2.9 Cadangan Hipofisis-Adrenal
Penentuan cadangan hipofisis-adrenal digunakan untuk mengevaluasi
sumber-sumber dari hipofisis dan adrenal pasien dan untuk menilai kemampuan

aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal terhadap stres. Pemberian ACTH


langsung akan menstimulasi sekresi adrenal; metirapon menghambat
sintesis kortisol; sehingga akan menstimulasi sekresi ACTH oleh hipofisis;
dan hipoglikemia yang diinduksi oleh insulin akan menstimulasi pelepasan
ACTH dengan meningkatkan sekresi CRH.
A. Uji Stimulasi ACTH:
1. Prosedur dan nilai-nilai normal
Uji stimulasi ACTH yang cepat mengukur respons akut adrenal terhadap
ACTH dan digunakan untuk mendiagnosis adanya insufisiensi adrenal primer
maupun sekunder. Digunakan 1-24-ACTH suatu zat sintetik dari manusia yang
disebut sebagai tetrakosaktrin atau kosintropin. Tidakdibutuhkan puasa, dan uji
ini dapat dilakukan setiap saat sepanjang hari. Sampel kortisol sebagai nilai
dasar

ditentukan;

kosintropin

diberikan

dengan

dosis

0,25

mg

secara

intramuskuler atau intravena; dan sampel plasma tambahan diambil dalam


waktu 30 dan 60 menit setelah injeksi dilakukan. Respons disebut normal bila
kadar kortisol puncak lebih besar dari 15-18 g/dL (0,41-0,50 mol/L) dengan
peningkatan yang lebih dari 5 g/dL (0,137 mol/L). Jika kadar 20 g/dL (0,55 L)
diperloleh, maka respons itu normal tanpa memperhatikan peningkatannya.
3. Respons subnormal

23

Bila respons kortisol terhadap uji stimulasi ACTH yang cepat tidak adekuat,
Page

maka terdapat insufisiensi adrenal. Pada insufisiensi adrenal primer, destruksi


sel-sel korteks akan mengurangi sekresi kortisol dan meningkatkan sekresi ACTH
hipofisis. Sehingga, adrenal sudah distimulasi secara maksimal, dan tidak
terdapat lagi peningkatan kortisol lebih lanjut bila diberikan ACTH eksogen; jadi,
terdapat penurunan cadangan adrenal. Pada insufisiensi adrenal sekunder akibat
defisiensi ACTH; terdapat atrofi zona fasikulata dan retikularis, jadi adrenal tidak
berespons terhadap stimulasi akut pemberian ACTH eksogen. Baik pada tipe
primer ataupun sekunder, suatu respons yang subnormal terhadap uji stimulasi
ACTH yang cepat secara akurat menunjukkan adanya defisiensi respons aksis
terhadap keadaan hipoglikemia yang disebabkan insulin, metirapon dan stres
akibat pembedahan.
4. Respons yang normal
Respons normal terhadap uji stimulasi ACTH yang cepat menyingkirkan
kemungkinan adanya insufisiensi adrenal primer (dengan secara langsung
mengukur cadangan adrenal) dan insufisiensi adrenal sekunder yang nyata
disertai adanya atrofi adrenal. Namun, respons normal tidak menyingkirkan
kemuhgkinan adanya defisiensi ACTH parsial (penurunan cadangan hipofisis)
pada pasien-pasien yang sekresi ACTH basal cukup untuk mencegah atrofi
adrenokortikal. Pasien- pasien ini mungkin tidak sanggup untuk meningkatkan
sekresi ACTH lebih lanjut sehingga mungkin menunjukkan respons ACTH hipofisis
yang subnormal terhadap stres atau hipoglikemia. Pada pasienpasien tersebut,
uji-uji lebih lanjut dengan metirapon atau hipoglikemia mungkin perlu dilakukan.
Untuk pembahasan lebih lanjut, lihat bagian mengenai diagnosis insufisiensi
adrenokortikal.

5. Sekresi aldosteron
Uji stimulasi ACTH cepat juga akan menyebabkan peningkatan sekresi
aldosteron sehingga digunakan untuk membedakan insufisiensi adrenokortikal
primer dan sekunder. Pada bentuk primer yang disertai destruksi pada korteks,
kortisol dan juga aldosteron telah berespons terhadap pemberian ACTH eksogen.
Tetapi, pada insufisiensi adrenal sekunder, zona glomerulosa, yang dikontrol oleh
sistim

renin-angiotensin,

biasanya

normal.

Sehingga,

respons

aldosteron

24

terhadap ACTH eksogen normal. Peningkatan normal aldosteron dalam plasma


Page

melebihi 4 ng/dL (111 pmol/L).


C. Uji dengan Metirapon

Uji dengan metirapon dilakukan untuk

mendiagnosis adanya insufisiensi

adrenal dan untuk menilai cadangan hipofisisadrenal. Prosedur melakukan uji ini
dibahas terperinci pada Bab 2. Metirapon menghambat sintesis kortisol dengan
cara menghambat enzim 11(3hidroksilase yang mengubah 11-deoksikortisol
menjadi kortisol. Hal ini akan menyebabkan stimulasi sekresi ACTH, yang pada
akhirnya akan meningkatkan sekresi dan kadar 11-deoksikortisol plasma. Kadar
17-hidroksikortikostiroid dalam urin juga meningkat karena meningkatnya
ekskresi metabolit-metabolit 11-deoksikortisol yang terukur dengan metode ini.
Uji metirapon semalaman sering digunakan dan paling cocok dilakukan untuk
pasien-pasien yang diduga mengalami defisiensi ACTH hipofisis; pasien-pasien
yang mengalami kegagalan adrenal primer biasanya dievaluasi dengan uji
stimulasi ACTH yang cepat seperti yang dibahas di atas dan dituturkan pada
bagian mengenai diagnosis insufisiensi adrenokortikal. Respons normal terhadap
uji me tirapon semalaman adalah kadar 11 deoksikortisol plasma yang lebih dari
7 g/dL (0,19 mo1/L) dan ini menunjukkan sekresi ACTH serta fungsi adrenal
yang

normal.

Respons

yang

subnormal

memastikan

adanya

insufisiensi

adrenokortikal tetapi tidak dapat membedakan bentuk yang primer atau


sekunder. Respons normal terhadap metirapon dengan akurat menunjukkan
respons normal terhadap stres dari aksis hipotalamus hipofisis dan berhubungan
erat pula dengan respons terhadap hipoglikemia yang diinduksi oleh insulin.
D. Insulin-Induced Hypoglycemia Testing
Hipoglikemia akan menginduksi respons stres di susunan saraf pusat,
meningkatkan pelepasan CRH, dan dengan cara ini akan meningkatkan sekresi
kortisol dan ACTH. Jadi hal tersebut seakan-akan mengukur integritas aksis dan
kemampuannya untuk berespons terhadap adanya stres. Respons kortisol
plasma yang normal akan meningkat sampai lebih dari 8g/dL (0,22 mol/L,) dan
mencapai kadar puncak lebih dari 18-20 g/dL (0,50- 0,50 g/L). Respons ACTH
plasma terhadap hipoglikemia belum dapat distandarisasi dengan memuaskan.
Respons

kortisol

plasma

yang

normal

terhadap

hipoglikemia

berarti

menyingkirkan adanya insufisiensi adrenal dan penurunan cadangan hipofisis.


Jadi, pasein-pasien yang berespons nomral tidak membutuhkan terapi kortisol
selamamasa sakit atau pembedahan.
E. Uji CRH

25

Respons-respons meningkat pada pasien dengan kegagalan adrenal primer


Page

dan tidak ada pada pasien dengan hipopituitarisme. Respons lambat dapat
terjadi pada pasien-pasien dengan kelainan hipotalamus.
Uji laboratorium Androgen Adrenal
Kelebihan androgen biasanya dievaluasi dengan mengukur kadar basal
hormon-hormon tersebut, karena uji-uji stimulasi dan supresi tidak bermanfaat
seperti yang didapat pada kelainan-kelainan yang mengenai glukokortikoid.
A. Kadar di Plasma
Assay yang sekarang dapat dilakukan mencakup kadar DHEA, DHEA sulfat,
androstenedion, testosteron dan dihidrotestosteron total dalam plasma; uji-uji ini
mempunyai manfaat diagnostik yang lebih besar dibandingkan pengukuran
metabolit-metabolit androgen di urin secara tradisional yang diukur sebagai 17ketosteroid di urin. Karena terdapat dalam jumlah besar, DHEA sulfat dapat
diukur secara langsung dalam plasma tanpa diekstraksi. Namun, karena
mempunyai struktur yang mirip dan kadar plasma yang rendah, androgenandrogen lain memerlukan ekstraksi dan tindakan pemurnian lebih dahulu
sebelum kadarnya dapat diukur.
Hal ini dilakukan dengan menambahkan pelarut ekstraksi diikuti dengan
pemeriksaan kromatografi, dan steroid-streoid yang telah dimurnikan kemudian
diukur dengan radioimmunoassay atau competitive protein-binding radioassay.
Metode-metode ini memungkinkan kita untuk mengukur steroid-steroid multipel
dalam volume yang kecil di plasma.
B. Testosteron Bebas
Testosteron bebas dalam plasma (yaitu yang tidak terikat dengan SHBG)
dapat diukur dan ini merupakan pengukuran yang lebih langsung terhadap
testosteron yang aktif secara biologis dalam sirkulasi dari pada kadar total
diplasma. metode ini sebelumnya memerlukan pemisaahan dari pada kadar total
di plasma. Kadar testosteron bebas dal am plasma pada wanita-wanita normal
rata-rata 5 pg/mL (17,3 pmoUL), yang merupakan sekitar 1% kadar
testosteron total. Pada wanita-wanita dengan hirsutisme, kadarnya rata-rata 16
pg/mL (55,4 pmol/L) dengan batas variasi yang luas .
C. Kapasitas Ikatan SHBG
Kapasitas ikatan SHBG dapat diukur, walaupun metode ini tidak lazim
digunakan. Kapasitas ikatan SHBG lebih tinggi pada wanita; meningkat pada

26

kehamilan, pada wanita wanita yang menerima terapi estrogen eksogen, sirosis
Page

hepatis dan hipertiroidisme, serta menurun pada wanita denganhirsutisme


dengan androgen-androgen yang meningkat dan pada pasien-pasien akromegali.
Regulasi Sekresi Kelenjar Adrenal
A. Sekresi CRF dan ACTH
ACTH adalah hormon tropik dari zona fasikulata dan retikularis dan
merupakan pengatur utama dari produksi kortisol serta androgen di korteks
adrenal. Sebaliknya ACTH diatur oleh hipotalamus dan susunan saraf pusat
melalui neurotransmiter dari corticotropin releasing factor (CRF).
B. Pengaruh ACTH pada Korteks Adrenal
Adanya aliran ACTH ke korteks adrenal menyebabkan sintesis dan sekresi
steroid dengan cepat ; kadar hormon ini dalam plasma meningkat dalam
beberapa menit setelah pemberian
ACTH. ACTH meningkatkan RNA, DNA, dan sintesis protein. Stimulasi kronis
menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi korteks adrenal; sebaliknya kekurangan
ACTH menyebabkan berkurangnya steroidogenesis disertai dengan atrofi korteks
adrenal, berkurangnya berat kelenjar dan berkurangnya kadar protein serta
asam nukleat.

Ga
mbar 6 . Mekanisme kerja ACTH terhadap sel-sel yang mensekresi kortisol pada
dua zone bagian dalam darii kortek adrenal. Ketika ACTH terikat pada
reseptornya (R), adenilil siklase (AC) diaktivasi melalui Gs. Berakibat peningkatan
cAMP yang mengaktivasi protein kinase A, dan kinase fosforilasi kolesteril ester

27

hidrolase (CEH), meningkatan aktivitasnya. Akibatnya, lebih banyak kolesterol


Page

bebas dibentuk dan diubah menjadi pregnenolon dalam mitokondria. (Ganong


WF: Review of Medical Physiology, ed Mill. Appleton & Lange, 1993.)
C. ACTH dan Steroidogenesis
ACTH berikatan dengan afinitas yang kuat pada reseptor plasma membran
sel korteks adrenal, dari ini akan mengaktifkan adenilat siklase, meningkatkan
cAMP, yang seterusnya mengaktifkan fosfoprotein kinase intraselular (Gambar
6). Proses ini merangsang langkah dasar dari perubahan kolesterol menjadi 5pregnenolon dan mengawali steroidogenesis. Mekanisme pasti perangsangan
ACTH dari enzim pemecahan rantai samping (P450scc) belum diketahui,
sebagaimana juga kepentingannya secara relatif; namum, ACTH mempunyai
sejumlah efek termasuk meningkatkan pembentukan kolesterol bebas sebagai
akibat dari meningkatnya aktivitas kolesterol esterase dan menurunnya kolesteril
ester

sintetase;

meningkatnya

ambilan

lipoprotein

oleh

korteks

adrenal;

meningkatnya kadar dari fosfolipid tertentu, yang akan meningkatkan terurainya


rantai samping_dari kolesterol; dan meningkatkan pengikatan dari kolesterol
pada sitokrom P-450scc, enzim dalam mitokondri a.
D. Kontrol Neuroendokrin
Sekresi kortisol sangat erat hubungannya dengan pengaturan ACTH, dan
kadar plasma kortisol paralel dengan kadar ACTH . Didapat 3 mekanisme kontrol
neuroendokrin:

episode fungsi dan irama sirkadian dari ACTH.


respons aksis hipotalamus hipofisis terhadap stres.
umpan balik yang menghambat dari kortisol terhadap sekresi ACTH.

1. Irama Sirkadian
Irama sirkadian yang didahului oleh sekresi episode ini adalah hasil kerja
susunan saraf pusat yang mengatur jumlah dan banyaknya sekresi episodik dari
CRF dan ACTH. Sekresi kortisol pada petang hari renda h dan terus menurun
selama beberapa jam pertama/waktu tidur, di mana pada waktu itu kadar
kortisol plasma dapat tidak terdeteksi. Selama jam ketiga dan kelima waktu
tidur, terjadi peningkatan sekresi kortisol; tetapi waktu sekresi maksimal dimulai
pada ma sa tidur jam keenam sampai jam kedelapan dan kemudian mulai
menurun setelah bangun tidur. Sekitar setengah dari keluaran kortisol harian
disekresikan pada saat ini. Sekresi kemudian menurun selama siang hari, dengan
episode sekretori lebih jarang dan jumlahnya berkurang, namun ada peningkatan

umum

terus-menerus,

namun

ada

Page

pola

28

sekresi kortisol seb agai respons terhadap makanan dan latihan. Walau ini adalah
variabilitas

intra

indivudu

dan

interindividu, dan irama sirkadian dapat berubah oleh perubahan pola tidur;
cahaya agak gelap, dan waktu pemberia n makan. Irama ini juga diubah oleh:
1) stres

fisik

seperti

penyakit

berat,

pembedahan,

trauma,

atau

kelaparan.
2) stres psikologis, termasuk anxietas berat, depresi endogen, dan fase
manik pada psikosa manik-depresif.
3) kelainan susunan saraf pusat dan hipofisis
4) sindroma Cushing
5) penyakit hati dan kondisi lain yang mempengaruhi metabolisme
kortisol
6) gagal ginjal kronis; dart
7) alkoholisme. Kriptoheptadin menghambat irama sirkadian, mungkin
oleh efek antiserotonergik, sementara ob at-obat lain biasanya tidak
mempu nyai efek.
2. Respons terhadap stres
Sekresi ACTH dan kortisol plasma juga secara karakteristik mempunyai
respons terhadap stres fisik. Jadi sekresi ACTH dan kortisol plasma dimulai dalam
beberapa

menit

setelah

terjadi

stres

seperti

pada

pembedahan

dan

hipoglikemia , dan respons ini menghilangkan periodisitas sirkadian jika stres ini
berlangsung terus. Respons terhadap stres yang berasal dari susunan saraf
pusat menunjukkan sekresi CRH dan juga sekresi ACTH hipofisis. Respons stres
terhadap ACTH dan kortisol dihilangkan dengan pemberian glukokortikoid dosis
tinggi sebelumnya dan juga pada sindroma Cushing yang spontan; sebaliknya
respons sekresi ACTH meningkat bila dilakukan adrenalektomi. Pengaturan aksis
hipot alamus-hipofisisadrenal terikat kepada sistem imun.
Contohnya, interleukin-1 (IL-1) merangsang sekresi ACTH, dan kortisol
menghambat sintesis IL-2. Jalur reproduksi dihambat pada berbagai tingkat
poros HPA (Gambar 7). CRH akan menekan pelepasan GnRH melalui pelepasan
-endorphin neuron arkuata. Dilain pihak glukokortikoid akan memberikan efek
penghambatan pada neuron GnRH, hypofise dan gonadnya sendiri dan juga
adanya

resistensi

steroid

terhadap

hormon-hormon

tersebut

(8,9).

Jadi,

steroidogenesis dihambat baik pada ovarium maupun pada testis, disertai


dengan penghambatan pada pulsasi GnRH hypothalamus. Sitokin juga berperan
pada berbagai tingkat.
3. Inhibisi umpan-balik
Regulasi utama yang ketiga dar i sekresi ACTH dan kortisol adalah pengaruh
inhibisi umpan-balik dari sekresi glukokortikoid oleh CRF, ACTH dan kortisol.

29

Pengaruh inhibisi umpan balik dari glukokortikoid terjadi pada tingkat hipofisis
Page

dan hipotalamus dan mempengaruhi dua mekanisme yang berbeda-pengaruh


inhibisi umpan-balik yang cepat dan lambat . Inhibisi umpan balik cepat dari
sekresi ACTH sebanding dengan kecepatan meningkatnya glukokortikoid dan
bukan oleh dosis yang diberikan. Fase ini cepat, sekresi basal dan stimulasi
sekresi

ACTH

mengurang

dalam

waktu

beberapa

menit

setelah

kadar

glukokortikoid dalam plasma meningkat. Pengaruh efek inhibisi umpan balik ini
hanya sementara dan berlangsung kurang dari 10 menit, sangat mungkin efek
ini tidak melewati reseptor sitosol.

l
Gambar 7.Skema hubungan antara poros hypothalamicpituitary adrenal dengan
pertumbuhan dan reproduksi . Hiperaktivasi stress yang berkepanjangan akan
mengarah ke osteoporosis dan sindroma metabolik. CRH: corticotropinreleasing
hormone, GnRH: gonadotropin-releasing hormone, ACTH: adrenocorticotropic
hormone, LH: luteinizing hormone, FSH: follicle-stimulating hormone, GHRH:
growth hormone releasing hormone, STS: somatostatin, GH: growth hormone,
SmC: somatomedin C. Aktivasi dengan garis tebal, garis terputus untiuk inhibi.
glukokortikoid, tetapi lebih dapat diterima bekerja melalui membran sel.
Inhibisi umpan balik lambat setelah pengaruh awal cepat dari efek glukokortikoid
selanjutnya terjadi penekanan sekresi CRH dan ACTH dengan mekanisme yang
tergantung pada waktu dan dosis. Jadi, dengan pemberian
glukokortikoid terus menerus kadar ACTH terus menurun dan tidak memberikan
respons terhadap stimulasi. Efek terakhir dari pemberian glukokortikoid jangka
panjang adalah supresi pelepasan CRH dan ACTH dan atrof i dari zona fasikulata
serta retikularis sebagai akibat kekurangan ACTH. Aksis hipotalamushipofisis
adrenal yang inhibisi umpan balik yang lambat ternyata bekerja melalui reseptor

30

klasik glukokortikoid , jadi mempengaruhi sintesis messenger RNA untuk proE. Regulasi produksi androgen.

Page

opiomelanokortin sebagai prekursor pembentukan ACTH.


Produksi androgen pada orang dewasa juga diatur oleh ACTH; DHEA dan
androstenedion menunjukkan adanya periodik sirkadian bersama semua dengan
ACTH dan kortisol. Sebagai tambahan, konsentrasi DHEA dan androstenedion
dalam plasma meningkat dengan cepat pada pemberian ACTH dan tertekan
pada pemberian glukokortikoid, yang memastikan pengaruh sekresi ACTH
endogen. DHEA sulfat, karena mempunyai bersihan metabolik yang lama, tidak
menunjukkan irama diurnal. Jadi, sekresi androgen adrenal diatur oleh ACTH dan
pada umumnya sekresi hormon ini terjadi bersamaan dengan kortisol. Eksistensi
pemisahan hormon hipofisis anterior yang mengatur sekresi telah diketahui tapi
belum pernah dibuktikan. Beberapa faktor ini telah diidentifikasi pada ekstrak
hipofisis.

Gam
bar 8. Ilustrasi skematik Pengaturan androgen adrenal.
2.3

Hiperadrenalisme.

Hiperfungsi

Kelenjar

adrenal

merupakan

gangguan

metabolic

yang

menunjukkan kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).


Bagian dari kelenjar adrenal ini merupakan bagian yang secara embriogenesis
berasal

dari

mesoderm.

Korteksadrenal

memilik

tiga

zona,

yakni

zona

glomerulosa (terutama menghasilkan aldosteron), zona fasikulata (terutama


menghasilkan kortisol dan kortikosteron), serta zona Retikularis (terutama

31

menghasilkan androgen adrenal). Ketiganya diklasifikasikan sebagai hormon


Page

steroid.
Disfungsi Kelenjar Adrenal
Disfungsi

kelenjar

adrenal

merupakan

gangguan

metabolic

yang

menunjukkan kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).


Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal.
Hiperfungsi Kelenjar Adrenal
a. Sindrom Cushing
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal,
terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis
farmakologis kortikosteroid sintetik.
b. Sindrom Adrenogenital
Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu
atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid.
c. Hiperaldosteronisme
Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn), Kelaianan yang disebabkan karena
hipersekresi aldesteron autoimun.

Aldosteronisme sekunder

Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan


oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
Hipofungsi Kelenjar Adrenal
Insufisiensi Adrenogenital :
1) Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal).
Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi
mendadak sehubungan sakit / stress.
2) Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (Penyakit Addison).
Kelainan yang disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih
penting adalah defisiensi gluko dan mineralokortikoid.

3) Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder.


Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan hipofisis anterior respon
terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena atrofi adrenal.
Dalam pembahasan ini, kita akan lebih dalam membahas

peranan

kortisol,terutama penyakit yang melibatkan kadar kortisol yang berlebihan di

korteks adrenal, yakni:


sindroma cushing
hiperaldosteronisme
sindroma adrenogenital.

Page

32

dalam darah.Secara umum terdapat tiga keadaan hiperfungsi pada bagian

DASAR TEORI SINDROM CUSHING


2.3.1 definisi sindrom cushing
Istilah penyakit cushing hanya merujuk ke sindroma cushing yang jelas ditandai
dengan tumor pensekresiACTH. Sementara itu istilah sindroma cushing dapat
merujuk ke semua kondisi yang menyebabkan kadar kortisol berlebihan di dalam
darah. Sebagian lain pasien menampakkan gambaran neoplasma adrenal. Tumor
ini biasanya bersifat unilateral(bandingkan dengan hiperplasia adrenal bilateral
yang disebabkan oleh hipersekresi ACTH). Pada pasien seperti ini,kadar ACTH
biasanya rendah. Akibat kendali ACTH yang kurang benar, kadar ACTH yang
rendah ini mengakibatkankelenjar adrenal kontralateral biasanya mengalami
atrofi (kurang terangsang oleh ACTH).
Neoplasma

adrenal

primer (baik

adenoma

maupun

karsinoma)

adalah

penyebab tersering sindroma cushing yang tidak bergantung kepada ACTH.Pada


karsinoma adrenal, biasanya gambaran klinis yang didapat lebih buruk akibat
terjadi hiperkortisolisme yang lebih berat dibandingkan dengan adenoma atau
sekedar hiperplasia.
Sindroma cushing, atau dikenal dengan istilah hiperkortisolisme adalah
keadaan yang menyebabkan peningkatan

kadar

glukokortikoid

dalam

darah.

Berdasarkan sumbernya, hiperkotrisolisme dapat berasal dari:


1) eksogen:

misalnya

pemberian

glukokortikoid

eksogen

yang

tidak

bijaksana; atau
2) endogen : yakni kelebihan produksikortisol yang kelainannya dapat
bersumber dari ACTH (ACTH dependent ) serta tidak (ACTH independent ).
Syndrome Cuhsing merupakan akibat rumatan dari kadar kortisol darah yang
tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal. (Ilmu Kesehatan
Anak, Edisi 15 Hal 1979).
Syndrome cuhsing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek
metabolic gabungan dari peninggian kadar glikokortikoid dalam darah yang
menetap. ( patofisiologi, hal 1089 ).

33
Page
Gambar(kiri dan tengah): gambaran orang yang mengalami sindroma cushing;
(kanan): stria abdominal yang khas pada sindroma cushing (bmj.com; Rapid
Review Pathology)
Syndrome cushing merupakan gambaran klinis yang timbul akibat
peningkatan glukokortikoid plasma jangka panjang dalam dosisi farmakologik
(latrogen).(Wiliam F. Ganang , Fisiologi Kedokteran, Hal 364).
Syndrome

cushing

di

sebabkan

oleh

skresi

berlebihan

steroid

adrenokortial terutama kortisol.(IDI). Edisi III Jilid I, hal 826).


Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal,
terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis
farmakologis kortikosteroid sintetik.
Sindrom Cushing adalah keadan klinik yang terjadi akibat dari paparan
terhadap glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu
yang lama. (Green Span, 1998).
2.3.2 klasifikasi sindrom cushing

Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu


:
Penyakit Cushing
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah
kira-kira 70 % dari kasus yang dilaporkan. Penyakit Cushing lebih sering pada
wanita (8:1, wanita : pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
Hipersekresi ACTH Ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing.
Sekresi ACTH ektopik paling sering terjadi akigat karsinoma small cell di paru-

34

paru; tumor ini menjadi penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut.
Page

Sindroma ACTH ektopik lebih sering pada laki-laki. Rasio wanita : pria adalah 1:3
dan insiden tertinggi pada umur 40-60 tahun.
Tumor-tumor Adrenal Primer

Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17-19 % kasus-kasus Sindroma


Cushing. Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering
terjadi pada wanita. Karsinoma-karsinoma adrenokortikal yang menyebabkan
kortisol berlebih juga lebih sering terjadi pada wanita; tetapi bila kita menghitung
semua tipe, maka insidens keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata
pada saat diagnosis dibuat adalah 38 tahun, 75 % kasus terjadi pada orang
dewasa.
Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Sindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda.
Karsinoma adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51 %),
adenoma adrenal terdapat sebanyak 14 %. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi
pada usia 1 dan 8 tahun. Penyakit Cushing lebih sering terjadi pada populasi
dewasa dan berjumlah sekitar 35 % kasus, sebagian besar penderita-penderita
tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis dibuat, insidens jenis
kelamin adalah sama.

2.3.3 etiologi sindrom cushing


Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang
berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal
ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga
mengakibatkan sindrom cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau
tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor
hipofisis disebut penyakit cusing. (buku ajar ilmu bedah, R. Syamsuhidayat, hal
945).
Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang
dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan
pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom
cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan
oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol
abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1091).
Jadi dapat disimpulkan etiologi sindrom cushing adalah:

Glukokortikoid yang berlebih.

35

Aktifitas korteks adrenal yang berlebih.


Hiperplasia korteks adrenal.
Pemberian kortikosteroid yang berlebih.
Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol.
Tumor-tumor non hipofisis.
Adenoma hipofisis.
Tumor adrenal
Page

2.3.4 Patofisiologi sindrom cushing.


Sindrom

cushing

dapat

disebabkan

oleh

beberapa

mekanisme,

yang

mencakup tumor kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi


korteks adrenal untuk menigkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon
tersebut telah diproduksi dengan jumlah yang adekuat. Penyakit ini terjadi akibat
patologi kelenjar hipofisis dimana lup umpan balik negatif mengalami kegagalan
dan hipofisis terus mensekresi ACTH dalam mengahadapi kortisol plasma yang
tinggi ; efek pada metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak pada keduanya
adalah karena pemajanan lama pada tingkat hormon glukokortikoid yang tinggi.
Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya tumor
hipofisis jarang terjadi. Pemberian kostikosteroid atau ACTH dapat pula
menimbulkan sindrom cushing. Penyebab lain sindrom cushing yang jarang
dijumpai adalah produksi ektopik ACTH oleh malignitas, karsinoma bronkogenik
merupakan tipe malignitas yang paling sering ditemukan. Tanpa tergantung dari
penyebabnya, mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan fungsi
korteks adrenal menjadi tidak efektif dan pola sekresi diurnal kortisol yang
normal akan menghilang. Tanda dan gejala cushing sindrom terutam terjadi
sebagai akibat dari sekresi glukokortikoid dan androgen yang berlebihan,
meskipun sekresi mineralokortikoid juga dapat terpengaruh .
2.3.5 Manifestasi klinis
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cushing adalah peninggian
kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami
manifestasi klinik sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik
dari kelebihan glikokorikoid.

Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon


Glukokortikoid
: Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal
manusia adalah kortisol.

36

Mineralokortikoid : Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi


Page

adalah aldosteron.
Androgen.
Estrogen.
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan

seperti dibawah ini:


a. Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein,
menyebabkan

menurunnya

kemampuan

sel-sel

pembentk

protein

untuk

mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan


seperti

kulit,

otot,

pembuluh

darah,

dan

tulang.

Secara klinis dapat ditemukan:


Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada
kulit berwarna ungu (striae).
Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong
vaskule menyebabkan mudah tibul luka memar.
Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis,
b.

sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis.


Distribusi jaringan adiposa.

Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh.


Obesitas.
Wajah bulan (moon face)
Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk
bison).
Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
c.

Elektrolit

Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi
natrium dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan
alkalosis metabolik.
d.

Sistem kekebalan

Ada

dua

respon

utama

sistem

kekebalan;

yang

pertama

adalah

pembentukan antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat


ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai
oleh limfosit T yang tersensitasi. Glukokortikoid mengganggu pembentukan
antibody humoral dan menghabat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan
limpoid pada respon primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik

e.

Page

oleh sel-sel sistem monosit makrofag.

37

dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini: Proses pengenalan antigen awal
induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten
produksi anti bodi
Reaksi peradangan
Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
Sekresi lambung

Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor


protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah
terjadinya tukak.
f. Fungsi otak
perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai
dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi
singkat.
g.

Eritropoesis

Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan


eritropoiesis.
Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid
adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini
glukokortikoid: Dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan
permeabilitas kapiler. Menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan
menkan fagositosis. Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan
menekan reaksi anafilaktik akut yang berlandaskan hipersensitivitas yang
dperantarai anti bodi. Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi
terdapat efek anti inflamasi yang merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh
mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai layaknya sementara menerima
dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090-1091)
Secara umum manifestasi yang muncul.
Amenorea
Nyeri punggung
Kelemahan otot
Nyeri kepala
Luka sukar sembuh
Penipisan kulit
Petechie
Ekimosis
Striae
Hirsutisme (pertumbuhan bulu
diwajah)

Punuk

kerbau

pada

posterior

leher
Psikosis
Depresi
Jerawat
Penurunan konsentrasi
Moonface
Hiperpigmentasi
Edema pada ekstremitas
Hipertensi
Miopati
Osteoporosis

38
Page

Pembesaran klitoris
Obesitas
Hipokalemik

Perubahan emosi
Retensi Natrium

2.3.6 kompilikasi sindrom cushing


Krisis Addisonia
Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
Patah tulang akibat osteoporosis

2.3.7 Pemeriksaan penunjang


CT Scan
Untuk menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus sindro cushing.
Photo Scanning
Pemeriksaan adrenal mengharuskan pemberian kortisol radio aktif secara
intravena.
Pemeriksaan Elektro Kardiografi
Untuk menentukan adanya hipertensi (endokrinologi edisi hal 437)
2.3.8 Penatalaksanaan medis
Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung
apakah sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik.
a.

Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor

tranfenoida.
b.

Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat

ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada


kelenjar hipofisis.
c.

Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi

total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik.


d.

Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi

pada penderita dengan karsinoma/ terapi pembedahan.


e.

Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide o, p-ooo

yang bisa mensekresikan kortisol ( Patofisiologi Edisi 4 hal 1093 ).


Terapiuntuk klien dengan sindrom cushing
a. Terapi Operatif

Hipofisektomi

kelenjar hipofisis.
Adrenalektomi terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal
primer

Transfenoidalis

Operasi

pengangkatan

tumor

pada

b. Terapi Medis
Preparat

penyekot

enzim

adrenal

(metyrapon,

aminoglutethimide,

mitotane, ketokonazol) digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika


sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak
dapat dihilangkan secara tuntas.
Keperawatan

Pengukuran TTV
Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan waktu

istirahat pasien
Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai

ditinggikan
Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam .
Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit

yang normal disertai regresi gambaran klinis


Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang
menunjukan adanya krisis Addison.

Dasar teori aldosteronisme


Definisi aldosteronisme
aldosteronisme

merupakan

sindroma

yang

dihubungkan

dengan

hipersekresi aldosteron mineralokortikoid adrenal utama.aldosteronisme primer


menunjukan bahwa stimulus untuk produksi aldosteron berlebiahan terletak
dalam

kelenjar

adrenal,pada

aldosteron

sekunder

,rangsanagn

dari

ekstraadrenal.
Aldosteronisme primer
Pada kasus asal produksi aldosteron tidak sesuai dan berlebiahan,penyakit
merupakan hasil adenoma adrenal yang menghasilkan aldosteron(sindrom
conn). Mayotitas kasus terdiri dariadenoma unilateral,biasanya kecil dan terjadi
dengan frekuensi yang sama dengan karsinoma adrenal. Jarang aldosteronisme
primer terjadi dalam hubungannya dengan karsinoma adrenal.penyakit ini dua
kali lebih sering pada perempuan dibandingkan pada laki laki,terjadi antara usia
30

50,dan

terjadi

pada

sekitar

persen

pasien

hipertensi

tidak

terseleksi.banyak kasus mempunyai gambaran biokimiawi dan klinis yang


karateristik aldosteronisme primer,tetapi adenoma solitar tidak ditemukan pada
pembedahan.

belum selesai

Asuhan keperawatan klien dengan gangguan hiperadrenalisme


(sindrom cushing)

a. Pengkajian
Pengumpalan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada
efek tubuh dari hormone korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada
kemampuan korteks adrenal untuk berespons terhadap perubahan kadar kortisol
dan aldosteron. Riwayat kesehatan mencakup informasi tentang tingkat aktivitas
klien dan kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin dan perawatan diri.
Data Biografi klien: Nama ,Alamat , Status , Agama,

Suku / Bangsa ,

Pendidikan , Pekerjaan ,No. Regristrasi ,Tgl. MRS.


data penanggung jawab : nama,alamat,hubungan dengan klien.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama : Adanya memar pada kulit, pasien. Mengeluh lemah,

terjadi kenaikan berat badan.


Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengatakan ada memar pada

kulit.
Riwayat Penyakit Dahulu :Kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi

obat-obatan kartekosteroid dalam jangka waktu yang lama.


Riwayat Penyakit Keluarga : Kaji apakah keluarga pernah menderita

penyakit cushing sindrom.


Pemeriksaan Fisik
B1 (breath)
Inspeksi
: Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, tidak terlihat
retraksi intercouste hidung, pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal premilis teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi
: Suara sonor
Auskultasi
: Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi
nafas tambahan ronchi wheezing.

B2 (blood) kardiovaskuler
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 mid klavikula
Perkusi
: Pekak
Auskultasi
: S1 S2 Terdengar tunggal

B3 (brain)
Composmentis (456)

B4 (bladder)

Tidak ada gangguan eliminasi

B5 (bowel)
a) Mulut
: Mukosa bibir kering
b) Tenggorokan
: Tidak dapat pembesaran kelenjar tiroid
c) Limfe
: Tidak ada pembesaran vena jugularis
d) Abdoment
:
a) Inspeksi
: Simetris tidak ada benjolan
b) Palpasi
: Tidak terdapat nyeri tekan
c) Perkusi
: Suara redup
d) Auskultasi : Tidak terdapat bising usus
Sistem Integument / ekstrimitas
Kulit, Adanya perubahan-perubahan warna kulit, berminyak, jerawat,

petekie, penipisan kulit, hiperpigmentasi, hirsutisme, moon face.


Sistem Muskulus keletal
Tulang
:Terjadi osteoporosis
Otot
:Terjadi kelemahan

Status Neurologi
Saraf-saraf cranial
N I (Olfaktorius)
Klien mampu membedakan bau minyak kayu putih dan
alcohol.
N II (Optikus)
Klien tidak dapat melihat tulisan atau objek dari jarak yang
jauh.
N III,IV,VI (Okulomotorius, Cochlearis, Abdusen)
Mata dapat berkontraksi, pupil isokor, klien tidak mampu
menggerakkan

bola

mata

kesegala

arah

dan

sulit

mengangkat mata.
N V (Trigeminus)
Fungsi sensorik : Klien mengedipkan matanya bila ada

rangsangan.
Fungsi motorik : Klien dapat menahan tarikan pulpen dengan

gigitannya.
N VII (Fasialis)
Klien dapat mengerutkan dahinya, tersenyum dan dapat
mengangkat alis.
N VIII (Akustikus)
Klien dapat mendengar dan berkomunikasi dengan baik,
tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
N IX (Glosofaringeus)
Klien dapat merasakan rasa manis, pahit, pedas.
N X (Fagus)

Klien tidak ada kesulitan mengunyah, klien tidak ada

kesulitan menelan.
N XI (Assessoris)
Klien dapat mengangkat kedua bahu, tidak ada atropi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
N XII (Hipoglosus)
Gerakan lidah simetris, dapat bergerak kesegala arah, tidak
ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra
pengecapan normal.
Tanda-tanda perangsangan selaput otak
a.
b.
c.
d.

Kaku kuduk
Kerning sign
Refleks Brudzinski
Refleks Lasegu

:
:
:
:

b. Diagnosa keperawatan
a) Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan
retensi cairan.
b) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme
protein.
c) Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi.

c. Intervensi
Diagnosa
N

Nic

keperawatan
Kelebihan

Noc

cairan

b.d
dan

keperawatan

volume

Keseimc

1.Pemant

1.tentukan

sekresi

airan

auan

lokasi

bangan

elektrolit

derajat edema

kortisol berlebih karena


sodium

Aktivitas

retensi

dan

perifer.

cairan

2.kaji

Batasan

komplikasi

karateristik:

atau

Subjektif :

kardiovaskuler

Ansietas
Dispnea atau nafas

yang

pendek
gelisah.

dengan

diindikasi
peningkatan

Objektif :

tanda

gawat

perubahan elektrolit
perubahn
pola

2.

napas.

manajem

4.pantau

nafas
edema
gelisah.
Asupan

en cairan

secara teratur

haluan.

lingkar
melebihi

abdomen dan
ekstermitas.
1.timabnag
berat

badat

badan

setiap

hari

dan

pantau
kecenderunga
n.
2.
pertahankan
catatan
asupan

dan

haluran

yang

akurat.
3.panatau
hasil
laboratoriumy
ang

relevan

terhadap
retensi cairan.
4.panatau
indikasi
kelebihan
cairan.
5.konsultasika
n

dengan

dokter

jika

tanda

dan

gejala
kelebihan

cairan

yang

memburuk.

Intoleransi aktivitas b.d

Toleransi

1.Terapi

kelemahan

aktivitas

aktivitas

otot

dan

1.kaji

tingkat

perubahan

kemampuan

metabolisme protein.

klien

untuk

berpindah.
Batasan
2.kaji

karakteristik:

respons

emosi,sosial,s
Subjektif:

piritual
terhadap

melaporkan

aktivitas.

keletihan

atau
3.evaluasi

kelemahan
secara verbal.

2.

motivasi klien.

manajem
Objektif:

en energi

4.evaluasi
keinginan

1.frekuensi
atau

jantung

tekanan

darah

klien

untuk

berpindah.

tidak normal sebagai


respons

terhadap

5.kolaborasi
bengan dokter

aktivitas.

atau
2.Perubahan
atau

iskemia

aritmia

tenaga

medis lain.

yang

ditujukan oleh EKG


1.tentukan
penyebab
keletihan
2.pantau
respon
kardiorespirat
ori

terhadap

aktivitas.

3.pantau
respons
oksigen klien.
4.pantau
nutrisi

dan

intake

yang

adekuat.
5.pantau

dan

dokumentasik
an pola tidur
serta frekuensi
Resiko

infeksi

penurunan

b.d
respon

imun, respon inflamasi.

Keparah

1.Perlindu

tidur klien
1.pantau

an

ngan

tanda

infeksi

infeksi

gejala infeksi

Faktor risiko:

dan

2.kaji

faktor
dapat

Penekanan

yang

meningkatkan

sistem imun
Kerusakan

jaringan
Peningkatan

terhadap

kerentanan
infeksi

pemanjanan

3.pantau hasil

lingkungn

laboratorium.

terhadap.

4.amati
penampilan
praktik
personal
higiene
5.ajarkan cara
2.

personal

pengedali

higiene

an infeksi
1.bersihkan
lingkungan

setelah
digunakan.
2.pertahankan
teknik isolasi.
3.terapkan
kewaspadaan
universal.
4.berikan
terapi
antibiotik.
5.batasi
jumlah
pengunjung.

d.
e.
f.
g.

Evaluasi
. Kebutuhan volume cairan kembali adekuat.
b. Klien toleransi terhadap aktivitas.
c. Infeksi tidak terjadi.

Anda mungkin juga menyukai