HISPRUNG
SISTEM GASTROINTESTINAL
Oleh :
ALMA AIDHA FITRIA
125070200111001
DINI ANJANI
125070200111005
SEPTIANA HANNANI A P
125070200111007
125070200111009
125070200111011
125070200111013
YANSA AGUSTIAWAN E P
115070200111025
YODHA PRANATA
125070201131009
125070201131010
125070201131011
MIMING WIDYASIH NI KM
125070201131012
INDARI PRIHATIN
125070207111003
KELOMPOK 1
1. Definisi Hisprung
Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan
obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian dari usus
(Donna, 2003).
Penyakit Hirschsprungs (PH) adalah suatu penyakit akibat obstruksi
fungsional yang berupa aganglionis usus, dimulai dari sfingter anal internal ke
arah proximal dengan panjang segmen tertentu, setidak-tidaknya melibatkan
sebagian rektum. Penyakit Hirschprung (PH) ditandai dengan tidak adanya sel
ganglion di pleksus auerbach dan meissner (Darmawan, 2004).
2. Klasifikasi Hisprung
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Ngastiyah (1997) membagi
Hirschprung menjadi dua, yaitu:
a. Penyakit hirschprung segmen pendek.
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini merupakan 70%
dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak lakilaki dibanding anak perempuan.
b. Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau
usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki-laki maupun perempuan.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit Hirschprung dapat
diklasifikasikan dalan 3 kategori:
a. Penyakit Hirschsprung segmen pendek/HD klasik (75%)
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid. Merupakan 70%
dari kasus penyakit Hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak lakilaki dibanding anak perempuan.
b. Penyakit Hirschsprung segmen panjang/ Long segment HD (20%)
Daerah agonglionosis dapat melebihi sigmoid malah dapat mengenai
seluruh kolon atau sampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak
laki-laki dan perempuan.
c. Total Colonic Aganglionosis (3-12%)
d. Kolon aganglionik universal
Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus (5%)
3. Epidemiologi Hisprung
Insidensi penyakit Hisprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1
diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan
tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi
dengan penyakit Hirschsprung. Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880
kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown
33%
untuk
saudara
laki-laki,
9%
untuk
saudara
perempuan.
5. Pathophysioloy Hisprung
Terlampir.
6. Manifestasi Klinis Hisprung
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan
usia gejala klinis mulai terlihat :
a. Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran
mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis
yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan
terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu
24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan
distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat
dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi
yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang
pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun
sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea,
distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson
mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis
enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.
b. Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan
peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur,
maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau
tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam
beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi. Kasus yang lebih ringan
mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari.
c. Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):
Tidak dapat meningkatkan berat badan
Konstipasi (sembelit)
Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
Diare cair yang keluar seperti disemprot
Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan
menggembung, muntah
Diare encer (pada bayi baru lahir)
Berat badan tidak bertambah
Malabsorpsi
lumen
di
proksimal
daerah
transisi
(Darmawan, 2004).
b. Studi Kontras Barium
Pada kasus yang diduga penyakit hirschprung, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan barium enema tanpa persiapan. Temuan diagnostic yang
meliputi adanya perubahan tajam pada ukuran diameter potongan usus
menyempit
Entrokolitis pada segmen yang melebar
Terdapat retensi barium setelah 24 48 jam (Darmawan, 2004)
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yaitu foto
setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran
khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah
proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan HirschsprunG
namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di
daerah rektum dan sigmoid (Darmawan, 2004).
c. Manometri Anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif
mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter
anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila
hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada
dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar yaitu transduser yang sensitif
terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem
pencatat seperti poligraph atau komputer.
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit
Hirschsprung adalah
Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi
Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus
aganglionik
Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter
interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai
2 Antibiotika
3 Infuse intravena
4 Tuba nasogastrik
5 Perawatan prabedah rutin
6 Pelaksanaan pasca bedah
a Perawatan luka kolostomi
b Perawatan kolostomi
c
Observasi
distensi
abdomen,
fungsi
kolostomi,
peritonitis
dan
peningkatan suhu.
Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk diterima.
Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan suatu kolostomi.
Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana membersihkan stoma dan
bagaimana memakaikan kantong kolostomi. (Betz, 2002)
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan
Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto
Mayo Clinic. 2015. Hirschsprungs. Online, (http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/hirschsprungs-disease/basics/risk-factors/con-20027602) diakses 22
Februari 2015
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta :
EGC.