Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL PENELITIAN

Pengembangan Paket Pelatihan Pembelajaran Tematik Integratif


dalam Rangka Implementasi Pendidikan Karakter sesuai
Kurikulum 2013 di SDN Kota Tarakan

Oleh : Syamsuddin Arfah

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Kurikulum adalah instrumen pendidikan untuk dapat membawa insan
Indonesia memiliki kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga
dapat menjadi pribadi dan warga negara yang produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan nasional yang dirumuskan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Secara
singkatnya, undang-undang tersebut berharap pendidikan dapat membuat peserta
didk menjadi kompeten dalam bidangnya.
Sejalan dengan Undang-undang tersebut, kurikulum 2013 dirancang
dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia supaya memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warganegara yang beriman, produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.
Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi yang di dalamnya terdapat empat elemen perubahan yaitu standar
kompetensi lulusan, standar isi, standar proses dan standar penilaian. Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) dijabarkan menjadi Kompetensi Inti (KI) dan

Kompetensi Dasar (KD). Standar Isi memuat struktur kurikulum dan beban
belajar yang jumlahnya dikurangi. Standar proses menggunakan pendekatan
saintifik dalam proses pembelajaran dan khusus untuk jenjang SD/MI
menggunakan pembelajaran tematik integratif. Standar penilaian yang digunakan
adalah penilaian autentik.
Pada kurikulum 2013 selain ranah pengetahuan dan keterampilan, ranah
sikap menjadi diperhatian utama. Hal ini mengingat banyak sekali kejadian para
generasi muda yang amoral, bertingkah laku yang tidak semestinya dan
melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Saat ini telah
terjadi penurunan nilai moral, banyak generasi muda yang cenderung
menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering
muncul di Indonesia. Misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Salah satu
akar masalahnya adalah implementasi kurikulum pendidikan Indonesia yang
terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang
belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik.
Penguatan ranah sikap melalui pendidikan budi pekerti atau pendidikan
karakter

seharusnya

bisa

dilaksanakan

secara

terintegrasi

pada

semua

pembelajaran bidang studi. Ini dimaksudkan untuk pembentukan watak, karakter,


serta kepribadian peserta didik secara utuh yang tercermin pada prilaku berupa
tutur bahasa yang sopan, perbuatan terpuji, sikap positif, pikkiran kritis
membangun, perasaan lembut, etos kerja penuh kedisiplinan serta dedikasi, dan
hasil karya yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kurikulum 2013
ini, diharapkan karakter atau sikap siswa dibentuk dan dibiasakan dalam setiap

kesempatan karena sikap itu terbentuk melalui perancangan dalam proses


pendidikan dan tidak mungkin sikap terbentuk secara kebetulan.
Namun kenyataaannya, Indonesia masih memiliki masalah pada karakter
bangsanya karena perilaku individu-individu yang tidak berkarakter. Berbagai
kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk
masih adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional (Jawa Pos, 29 Mei 2014)
masih dominan terjadi. Hal ini menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan
karakter khususnya tanggung jawab dan kejujur melalui kegiatan pembelajaran di
dalam satuan pendidikan. Maka, kurikulum harus mampu memandu upaya
karakterisasi nilai-nilai pada peserta didik.
Kurikulum hanya seperangkat rencana yang tidak akan bisa berjalan
tanpa

guru. Ujung tombak terlaksananya kurikulum 2013 ada pada guru.

Karenanya agar kurikulum 2013 dapat dilaksanakan, maka kemendikbud


memberikan pelatihan kepada guru dengan desain model pelatihan yang
berjenjang yakni pelatihan untuk instruktur/narasumber nasional, pelatihan untuk
guru inti dan pelatihan untuk guru sasaran.
Permasalahan yang muncul pada pelatihan kurikulum 2013 yang
dilaksanakan kemendikbud antara lain : pertama rendahnya hasil pelatihan
instruktur nasional kemendikbud tahun 2013; untuk pengetahuan secara agregat
nilai pretest sebesar 53,00 dan postest sebesar 63,93 sehingga kenaikkannya hanya
10,3. Penilaian pelatihan instruktur nasional terdiri dari penguaan konsep
kurikulum (nilai pretestnya 49,22 dan postestnya 71,19), analisis materi ajar (nilai
pretestnya 55,91 dan postestnya 62,09), dan perancangan pembelajaran dan

pelaksanaannya (nilai pretestnya 53,95 dan postestnya 59,08). Ini menunjukan


ketiga aspek yang dilatihkan kepada instruktur nasional masih belum terkuasai
dengan baik. Kedua waktu pelatihan yang diberikan kepada guru inti kurang,
sehingga tidak semua guru inti paham.
Dampak dari pelatihan yang dilaksankan kemendikbud belum efektif
mengakibatkan implementasi kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2013/2014
juga memunculkan masalah, antara lain : kompetensi guru di kelas awal belum
merata. Banyak guru yang menyatakan sulit menyusun RPP, mereka juga masih
mengandalkan buku paket sebagai acuan utama. Dan yang masih ditemui banyak
guru yang belum kreatif untuk menyusun kegiatan pembelajaran yang sesuai
dengan kurikulum 2013 (Jawa Pos, Edisi 25 November 2013).
Permasalahan lain dalam implementasi kurikulum 2013 adalah
pelaksanaan model pembelajaran, yakni satu pembelajaran ditargetkan selesai
dalam satu kali pertemuan. Hal itu memberatkan bagi guru karena waktu yang
dirasa kurang. Dalam pelaksanaan pembelajara siswa kurang aktif karena
pembelajara masih terbawa oleh pola penerapan kurikulum lama, yakni guru
sebagai sumber utama dalam kelas. Dari segi buku ajar yang diberikan, di
antaranya hanya ada buku dari Kemendikbud sebagai penunjang kegiatan belajar
mengajar yang diberlakukan secara nasional sehingga kearifan lokal belum
terwadai secara optimal. Dan yang terakhir dari segi penilaiannya beberapa guru
masih bingung dengan model penilaian dalam kurikulum 2013, yakni guru masih
kesulitan

menilai sikap (perilaku) dan menyusun administrasi penilaiannya

(rapor) sesuai dengan kurikulum 2013 karena bagi guru proses menilai sikap

(perilaku) dianggap lebih ribet. Penilaiannya juga harus mencakup empat aspek,
yakni spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang bentuknya harus
deskriptif (Jawa Pos, Edisi 25 November 2013).
Dari uraian di atas guru harus mau berubah agar mampu melaksanakan
kurikulum 2013. Hal ini dapat terwujud jika guru mampu melakukan pergeseran
atau mengubah pola pikirnya. Beberapa penyempurnaan pola pikir dalam
kurikulum 2013 antara lain adalah pola pembelajaran yang lebih berpusat kepada
peserta didik, pembelajaran interaktif, pembelajaran secara jejaring, pembelajaran
aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model
pembelajaran pendekatan sains), belajar kelompok, pembelajaran berbasis alat
multimedia; kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan
potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik, pembelajaran ilmu pengetahuan
jamak (multidisciplines); dan pola pembelajaran kritis.
Melihat fenomena ini maka guru perlu dilatih dengan paket pelatihan
yang aplikatif agar dapat menjalankan fungsinya dalam mengimplementasikan
kurikulum 2013. Pelatihan yang dibutuhkan oleh guru bukan sekedar teori belaka
tetapi guru harus dilatih dalam segi keterampilan untuk menyusun atau merancang
suatu pembelajaran yaitu menyusun RPP dengan pendekatan saintifik yaitu
pendekatan ilmiah yang menggunakan tahapan mengamati, menanya, mencoba,
menalar dan mengomunikasikan (khusus untuk jenjang SD/MI menggunakan
pembelajaran tematik integratif dengan pendekatan saintifik), kemampuan
menyajikannya atau melakukan praktik mengajar dan kemampuan menilai. Dalam
hal menilai, penilaian yang digunakan adalah penilaian autentik dengan mencakup

3 ranah yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Guru harus mampu


merancang penilaian yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan dan membuat instrumen penilaian.
Dengan adanya pelatihan aplikatif pada pembelajaran sikap

yang

diberikan kepada guru, guru menjadi lebih terampil dalam proses pelaksanaan
pembelajaran sesuai tuntutan Kurikulum 2013. Guru juga semakin meningkat
pemahaman dan penerapan terhadap materi-materi pelajaran sehingga karakter
dapat secara efektif diterapkan di sekolah.
Untuk mewujudkan pelatihan yang aplikatif sebagaimana disebut di atas
maka peneliti memandang perlu mengadakan penelitian pengembangan paket
pelatihan pembelajaran tematik integratif untuk mengimplementasikan pendidikan
karakter (sikap) sesuai dengan kurikulum 2013 yang akan dilaksanakan di jenjang
Sekolah Dasar di Kota Tarakan Kalimantan Utara.

b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan
masalah dalam proposal penelitian ini adalah:
1.
1) Bagaimana proses pengembangan model pelatihan pembelajaran tematik
integratif dalam konteks penerapan pendidikan karakter (sikap)?
2) Bagaimana efektifitas model
3) Bagaimana hasil produk pengembangan model pelatihan pembelajaran
tematik integratif dalam konteks penerapan pendidikan karakter (sikap) ?

c. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan
penelitian ini adalah untuk menghasilkan paket pelatihan bagi guru dalam
melaksanakan pembelajaran tematik integratif yang terfokus pada pendidikan
karakter (sikap) sesuai dengan kurikulum 2013.

d. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1) Hasil pengembangan paket pelatihan pembelajaran tematik integratif ini
dapat membantu dan memberikan kemudahan bagi kepala sekolah dan
guru dalam penerapan pendidikan karakter (sikap) sesuai dengan
kurikulum 2013;
2) Bagi pelatih, dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan pelatihan
sehingga pelatihan yang dilaksanakan lebih terarah pada pengembangan
kebutuhan pembelajaran khusus penerapan pendidikan karakter (sikap);
3) Bagi supervisor, kepala sekolah, dan guru dapat memberikan inovasi baru
dalam keterampilan sesuai dengan potensi dan kebutuhan sekolah
sehubungan dengan perubahan tuntutan kurikulum 2013;
4) Bagi praktisi dan akademisi pendidikan dapat memberikan wawasan
pengembangan model dan paket pelatihan pembelajaran tematik integratif
dalam konteks penerapan pendidikan karakter serta memberikan dampak
pada peningkatan mutu sebagai wujud dari sikap yang komitmen terhadap
mutu.

e. Batasan Istilah
1) Paket pelatihan.

Paket pelatihan adalah media yang berisi tentang

seperangkat kegiatan dengan prosedur kerja yang sistematis yang


digunakan dalam layanan pelatihan. Pelatihan adalah bentuk pembelajaran
yang dilakukan oleh supervisor dan guru itu sendiri untuk meningkatkan
mutu guru dalam melakukan perubaahan sehubungan dengan profesi guru
(Roesminingsih, 2009:38).
2) Pembelajaran tematik integratif.

Pembelajaran

tematik

integratif

merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai


kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema (Sigit,
2014:4).
3) Pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai kebiakan kepada warga sekolah, yang meliputi komonen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut (Nurlaela, 2011:34).
4) Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 adalah kurikulum baru yang dicetuskan
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk
menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013
merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan
pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif
dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang
tinggi.

Kurikulum

ini

menggantikan Kurikulum

Tingkat

Satuan

Pendidikan yang diterapkan sejak 2006 lalu (http://id.wikipedia.org).

10

10

Anda mungkin juga menyukai