Anda di halaman 1dari 5

Hadits Arbain (41): Jauhi

Hawa Nafsu, Ikuti Syariat


Allah SWT
Hadits Arbain ke-41 ini mengangkat hadits dari Rasulullah SAW mengenai hawa nafsu atau
keinginan seseorang. Hawa nafsu adalah apa yang diinginkan dan menjadi kecenderungan
nafsu (seseorang). Dalam hadits Nabi SAW disebutkan hawa nafsu seorang mukmin mengikuti
apa yang dibawa oleh Beliau, yaitu syariat yang suci ini. Rasulullah SAW bersabda:

‫ “الَيُْؤ ِمنُ َأ َح ُد ُك ْم َحتَّى‬: ‫ قَا َل َرسُو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َما قَا َل‬ ِ ‫ع َْن َأبِ ْي ُم َح َّم ٍد َع ْب ِد هللاِ بِ ِن ع ْم ِرو ْب ِن ال َع‬
ِ ‫اص َر‬
‫ْح‬
ٍ ‫ص ِحي‬َ ‫ب ال ُح َّج ِة بِِإ ْسنَا ٍد‬ِ ‫ص ِح ْي ٌح َر َو ْينَاهُ فِي ِكتَا‬ ُ ‫يَ ُكونَ هَواهُ تَبَ َعا ً لِ َما ِجْئ‬.
ٌ ‫ت بِ ِه” َح ِدي‬
َ ‫ْث َح َس ٌن‬

Dari Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:
”Rasulullah SAW bersabda: “Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian hingga
hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” (Hadits hasan shahih, kami telah
meriwayatkannya dari kitab Al Hujjah dengan sanad shahih).

Dalam Syarah Hadits Arbain An-Nawawi, Imam An-Nawawi mengatakan, sabda


Rasulullah SAW bahwa “Tidak sempurna keimanan seorang di antara kalian hingga hawa
nafsunya mau mengikuti apa yang aku bawa” artinya seseorang harus menyelisihi hawa
nafsunya jika ingin mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Caranya, dengan
berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
Rasulullah SAW mengajarkan cara berpegang pada sunnahnya, yaitu sejauh mana
seseorang mencintai Nabi dibandingkan dengan anak dan istrinya. Rasulullah SAW
bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, tidak beriman salah seorang
di antara kalian sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada orang tuanya, anaknya, dan
manusia semuanya.” (Muttafaq alaih)

Allah SWT berfirman:

‫ض ٰلاًل‬ ‫وما َكانَ لمْؤ من َّواَل مْؤ منَ ٍة ا َذا قَضى هّٰللا ُ ورسُوْ لُهٗ ٓ اَمرًا اَ ْن يَّ ُكوْ نَ لَهُم ْالخيرةُ م ْن اَمرهم ۗوم ْن يَّع هّٰللا‬
َ ‫ْص َ َو َرسُوْ لَهٗ فَقَ ْد‬
َ ‫ض َّل‬ ِ َ َ ِْ ِ ْ ِ َ َ ِ ُ ْ َ َ َ ِ ِ ُ ٍ ِ ُِ َ َ
‫ُّمبِ ْينً ۗا‬
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka
tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh,
dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.” (QS Al-Ahzab: 36)
Menurut Ibnu Utsaimin, kata ( ُ‫ )الَيُْؤ ِمن‬yang berarti tidak beriman pada Hadits Arbain ke-41
di atas maksudnya tidak beriman dengan keimanan yang sempurna. Hadits Arbain ini
tidak menafikan keimanan secara keseluruhan.

Adapun faidah dari hadits tersebut, yakni iman tidak bisa dinafikan dari orang yang
melalaikan sebagian kewajibannya. Manusia tidak boleh menafikan iman dari
seseorang sekadar karena ia melihatnya bermaksiat, hingga ada dalil syar’i yang
menetapkan itu.

Hadits di atas juga mengajarkan bahwa kita wajib mematuhi apa yang dibawa oleh Nabi
SAW dan wajib meninggalkan keinginannya yang berasak dari hawa nafsu atau yang
menyelisihi syariat Allah SWT dan sunnah Nabi SAW. Sebagai penutup, perlu diketahui
bahwa iman itu bertambah dan berkurang, sebagaimana mazhab Ahlus Sunnah wal
Jama’ah.  Wallahu A’lam. (Aza)

Hadits Arbain #41


‫ «الَيُْؤ مِنُ َأ َح ُد ُك ْم‬:‫هللا ﷺ‬ ِ ‫ َقا َل رَ سُو ُل‬:َ‫ َقال‬،‫هللا عَ ْن ُهمَا‬ُ ‫ي‬ َ ‫ض‬ِ َ‫َاص ر‬ِ ‫ْن الع‬ ِ ‫ْن عَ مْ ِرو ب‬ِ ‫هللا ب‬ َ ‫عَ نْ َأ ِبي م‬
ِ ‫ُح َّم ٍد عَ ْب ِد‬
ٍ ‫الح َّج ِة بِِإسْ نَا ٍد صَ ِحي‬
‫ْح‬ ُ ‫ب‬ ٌ ‫حتَّى يَ ُكونَ َهوَ ا ُه تَبَع ًا ِلمَا ِجْئ تُ ِب ِه» َح ِدي‬.
ِ ‫ْث َحسَنٌ صَ ِحيْحٌ رُوِّ ْينَا ُه ِفي ِكتَا‬ َ
Dari Abu Muhammad Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman seorang dari kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang
aku bawa.” (Hadits hasan sahih, kami meriwayatkannya dari kitab Al-Hujjah dengan sanad shahih).
 
Keterangan hadits
– Laa yu’minu: tidak sempurna imannya.
– Hawaahu: hawa nafsu condong padanya
– Tab’an limaa ji’tu bihi: mengikuti syariat yang nabi bawa
 
Penjelasan hadits
Walau hadits di atas adalah hadits yang dha’if. Ibnu Rajah Al-Hambali rahimahullah sampai mengatakan,
“Pensahihan hadits ini sebagai hadits yang valid jauh sekali dari beberapa peninjauan.” (Jaami’ Al-‘Ulum
wa Al-Hikam, 2:394). Namun, makna hadits ini tetap benar.
Makna hadits tersebut menurut Ibnu Rajab Al-Hambali, kita dikatakan memiliki iman yang sempurna yang
sifatnya wajib ketika kita tunduk pada ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengikuti
perintahnya dan menjauhi larangannya serta mencintai perintah dan membenci setiap larangan. Demikian
dijelaskan oleh Ibnu Rajab dalam Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:395.
Beberapa ayat menyebutkan makna yang sama sebagaimana hadits di atas.
۟ ‫سلِّم‬
‫ُوا‬ َ ‫ى َأنف ُِس ِه ْم َحرَ ًجا ِّممَّا َقضَ ي‬
َ ُ‫ْت وَ ي‬ ۟ ‫ش َجرَ بَ ْينَ ُه ْم ثُ َّم اَل يَ ِجد‬
ٓ ‫ُوا ِف‬ َ ‫فَاَل وَ رَ بِّكَ اَل يُْؤ ِمنُونَ َحتَّىٰ ي َُح ِّكمُوكَ ِفيمَا‬
‫تَسْ ِليمًا‬
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-
Nisa’: 65)
ِ ‫وَ مَا َكانَ ِل ُمْؤ ِم ٍن وَ اَل ُمْؤ ِمنَ ٍة ِإ َذا َقضَ ى ٱللَّ ُه وَ رَ سُولُ ُٓۥه َأمْ رً ا َأن يَ ُكونَ لَ ُه ُم ٱ ْل ِخيَرَ ُة ِمنْ َأمْ ِر ِه ْم ۗ وَ مَن يَ ْع‬
‫ص ٱللَّ َه‬
‫وَ رَ سُولَ ُهۥ َف َق ْد ضَ َّل ضَ ٰلَاًل م ُِّبينًا‬
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
Ibnu Rajab rahimahullah juga berkata, “Al-Qur’an telah menjelaskan Allah telah mencela siapa saja yang
membenci apa yang Allah cintai atau mencintai apa yang Allah benci.” (Jaami’ul ‘Ulum wa Al-Hikam,
2:395). Dalam ayat disebutkan apa yang dimaksudkan oleh Ibnu Rajab rahimahullah,
‫َذ ِلكَ ِبَأنَّ ُه ْم َك ِرهُوا مَا َأ ْنزَ َل اللَّ ُه َفَأ ْحبَط َ َأعْ مَالَ ُه ْم‬
“Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al
Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 9)
Juga disebutkan dalam surat yang sama,
‫سخَ ط َ اللَّ َه وَ َك ِرهُوا ِرضْ وَ انَ ُه َفَأ ْحبَط َ َأعْ مَالَ ُه ْم‬
ْ ‫َذ ِلكَ ِبَأنَّ ُه ُم اتَّبَعُوا مَا َأ‬
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan
Allah dan karena mereka membenci keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal
mereka.” (QS. Muhammad: 28)
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Cinta yang benar haruslah berdampak pada mutaba’ah dan
muwafaqah (mengikuti dan menyesuaikan) dalam mencintai hal-hal yang dicintai dan membenci hal-hal
yang dibenci.” (Jaami’ul ‘Ulum wa Al-Hikam, 2:396)
‫شوْ نَ َكسَا َد َها‬ َ ْ‫ُق ْل ِإنْ َكانَ َآبَاُؤ ُك ْم وَ َأ ْبنَاُؤ ُك ْم وَ ِإخْ وَ انُ ُك ْم وَ َأزْ وَ ا ُج ُك ْم وَ عَ ِشيرَ تُ ُك ْم وَ َأمْ وَ ا ٌل ا ْق َترَ ْفتُمُو َها وَ ِت َجارَ ٌة َتخ‬
‫ي اللَّ ُه ِبَأمْ ِر ِه وَ اللَّ ُه اَل‬
َ ‫وَ َمسَاكِنُ تَرْ ضَ وْ نَ َها َأ َحبَّ ِإلَ ْي ُك ْم ِمنَ اللَّ ِه وَ رَ سُو ِل ِه وَ ِج َها ٍد ِفي س َِبي ِل ِه َفتَرَ بَّصُ وا َحتَّى يَْأ ِت‬
ِ ‫يَ ْه ِدي ا ْل َقوْ َم ا ْل َف‬
َ‫اس ِقين‬
“Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan
yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai,
adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
(QS. At-Taubah: 24)
Dalam ayat lainnya disebutkan,
‫ُق ْل ِإنْ ُك ْنتُ ْم تُ ِحبُّونَ اللَّ َه َفات َِّبعُو ِني ي ُْح ِب ْب ُك ُم اللَّ ُه وَ ي َْغ ِفرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم وَ اللَّ ُه َغفُو ٌر رَ ِحي ٌم‬
”Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
Ibnu Rajab rahimahullah menukilkan perkataan Al-Hasan Al-Bashri bahwa para sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Kami benar-benar mencintai Rabb kami.” Maka Allah jadikan kecintaan itu
sebagai tanda sehingga turunlah surah Ali Imran ayat 31 di atas. (Jaami’ul ‘Ulum wa Al-Hikam, 2:396)
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ‫ وَ َأنْ يُحِبَّ ا ْلمَرْ َء ال‬، ‫َان َأنْ يَ ُكونَ اللَّ ُه وَ رَ سُولُ ُه َأ َحبَّ ِإلَ ْي ِه ِممَّا ِسوَ ا ُهمَا‬
ِ ‫ث مَنْ ُكنَّ ِفي ِه وَ َج َد َحالَوَ َة اِإليم‬
ٌ َ‫ثَال‬
‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
ِ ‫ وَ نْ يَ ْكرَ َه نْ يَعُو َد ِفى ا ْل ُك ْف ِر َكمَا يَ ْكرَ ُه نْ يُ ْق َذفَ ِفى الن‬، ‫يُ ِحبُّ ُه ِإالَّ ِللَّ ِه‬
‫َّار‬
“Tiga perkara yang seseorang akan merasakan manisnya iman : [1] ia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya
lebih dari yang lainnya, [2] ia mencintai seseorang hanya karena Allah, [3] ia benci untuk kembali pada
kekufuran sebagaimana ia benci bila dilemparkan dalam neraka.”  (HR. Bukhari, no. 6941 dan Muslim, no.
43)
 
Cara mencintai Rasul
Wajib bagi setiap mukmin mencintai segala yang Allah cintai sehingga harus baginya melakukan perkara
yang wajib. Jika kecintaannya bertambah, ia menambah lagi dengan melakukan amalan sunnah. Itulah
tambahan untuknya.
Begitu pula wajib bagi setiap muslim membenci segala yang Allah benci sehingga sudah selayaknya
baginya menahan diri dari segala perkara yang haram. Rasa bencinya ditambah lagi dengan
meninggalkan hal yang makruh (makruh tanzih).
Ada hadits dalam shahihain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ‫َّاس َأ ْج َم ِعين‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
ِ ‫الَ يُْؤ مِنُ َح ُد ُك ْم َحتَّى ُكونَ َحبَّ ِإلَ ْي ِه ِمنْ وَ ا ِل ِد ِه وَ وَ لَ ِد ِه وَ الن‬
“Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman sampai aku lebih ia cintai dari orang tua, anak dan
manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari, no. 15; Muslim, no. 44)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
َ‫َّاس َأ ْج َم ِعين‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
ِ ‫الَ يُْؤ مِنُ عَ ْب ٌد َحتَّى ُكونَ َحبَّ ِإلَ ْي ِه ِمنْ ْه ِل ِه وَ مَا ِل ِه وَ الن‬
“Seorang hamba tidaklah beriman hingga aku lebih ia cintai dari keluarga, harta, dan manusia seluruhnya.”
(HR. Muslim, no. 44)
Bahkan Rasul harus lebih dicintai dari diri kita sendiri.
Dari ‘Abdullah bin Hisyam, ia berkata,
‫ت‬َ ‫ب َف َقا َل لَ ُه عُ َم ُر يَا رَ سُو َل اللَّ ِه َأل ْن‬ ِ ‫ْن ا ْلخَ طَّا‬ِ ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – وَ ْهوَ آ ِخ ٌذ ِبيَ ِد عُ مَرَ ب‬ ِّ ‫ُكنَّا مَعَ الن َِّب‬
‫ى – صلى هللا عليه وسلم – « الَ وَ الَّ ِذى نَ ْف ِسى ِبيَ ِد ِه َحتَّى‬ ُّ ‫ َف َقا َل الن َِّب‬. ‫شىْ ٍء ِإالَّ ِمنْ نَ ْف ِسى‬
َ ‫ى ِمنْ ُك ِّل‬ َّ َ‫َأ َحبُّ ِإل‬
‫ى – صلى‬ َّ َ‫ت َأ َحبُّ ِإل‬
ُّ ‫ َف َقا َل الن َِّب‬. ‫ى ِمنْ نَ ْف ِسى‬ َ ‫ َف َقا َل لَ ُه عُ َم ُر َفِإنَّ ُه اآلنَ وَ اللَّ ِه َأل ْن‬. » َ‫َأ ُكونَ َأ َحبَّ ِإلَيْكَ ِمنْ نَ ْف ِسك‬
ُ‫» هللا عليه وسلم – « اآلنَ يَا عُ مَر‬
“Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau ketika itu memegang tangan Umar bin
Al-Khattab. ‘Umar berkata pada beliau, “Wahai Rasulullah, engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu
kecuali dari diriku sendiri.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak. Demi yang jiwaku berada di
tangan-Nya, pokoknya aku tetap harus lebih engkau cintai dari dirimu sendiri.” Umar pun berkata,
“Sekarang, demi Allah, engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Pokoknya mulai dari sekarang wahai Umar.”  (HR. Bukhari, no. 6632).
 
Timbulnya maksiat dan bid’ah
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Semua maksiat dan mengedepankan hawa nafsu itu terjadi
dikarenakan mendahulukan hal duniawi dari kecintaan pada Allah dan Rasul-Nya.” (Jaami’ul ‘Ulum wa Al-
Hikam, 2:397)
Contoh yang disebutkan oleh Allah tentang orang musyrik,
‫َّن اتَّبَعَ َهوَ ا ُه ِب َغي ِْر ُهدًى ِمنَ اللَّ ِه ِإنَّ اللَّ َه اَل‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
ِ ‫َفِإنْ لَ ْم يَسْ تَ ِجيبُوا لَكَ َفاعْ لَ ْم نَّمَا يَت َِّبعُونَ ْهوَ ا َء ُه ْم وَ مَنْ ضَ ُّل ِمم‬
َ‫يَ ْه ِدي ا ْل َقوْ َم الظَّا ِل ِمين‬
“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah
mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti
hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Qashshash: 50)
Ibnu Rajab rahimahullah juga berkata, “Begitu pula bid’ah bisa muncul karena mendahulukan hawa nafsu
daripada mengikuti syari’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Jaami’ul ‘Ulum wa Al-Hikam,
2:397)
 
Mencintai makhluk yang dicintai Allah
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Kaitannya dengan mencintai makhluk, kita wajib mengikuti Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita wajib mencintai Allah dan mencintai pula setiap yang Allah cintai, ada di
situ malaikat, para rasul, para nabi, orang-orang yang shiddiq (jujur), syuhada, dan orang-orang saleh
secara umum. Karena merupakan tanda kelezatan iman, kita mencintai seseorang itu hanya karena Allah.”
(Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:398)
 
Apakah hawa nafsu selalu tercela?
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Jika “al-hawa” digunakan secara mutlak, yang dimaksud adalah
menyelisihi kebenaran sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ِ ‫وَ اَل تَت َِّب ِع ٱ ْل َهوَ ٰى َفي‬
‫ُضلَّكَ عَ ن س َِبي ِل ٱللَّ ِه‬
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS.
Shad: 26)
َ ‫ َفِإنَّ ٱ ْل َجنَّ َة ِه‬, ‫وَ َأمَّا مَنْ خَ افَ َم َقا َم رَ بِّ ِهۦ وَ نَ َهى ٱلنَّ ْفسَ عَ ِن ٱ ْل َهوَ ٰى‬
‫ى ٱ ْل َمْأ وَ ٰى‬
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya, Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Nazi’at: 40-41)
Namun, “al-hawa” bisa pula bermakna cinta dan kecondongan jika dimutlakkan. Maknanya bisa berarti
condong pada kebenaran dan selainnya. Terkadang juga bisa digunakan dengan makna mencintai
kebenaran secara khusus dan tunduk pada kebenaran tersebut.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:398-
399)

Sumber https://rumaysho.com/25076-hadits-arbain-41-mengikuti-sunnah-nabi-tundukkan-hawa-
nafsu.html

Anda mungkin juga menyukai