CONTROL
TUGAS AKHIR INDIVIDU
ditujukan untuk memenuhi tugas akhir pada Mata Kuliah Pengendalian Mutu
dengan Dosen Pengampu: Dr. Bambang Darmawan, M.M
Oleh:
Iyus Herdiyanto
1302148
KASUS I:
ANALISIS QUALITY CONTROL PADA
PRODUKSI SUSU SAPI DI CV CITA NASIONAL GETASAN TAHUN 2014
Oleh
Yuliyarto
Alumni STIE AMA Salatiga
Yanuar Surya Putra
Dosen Tetap STIE AMA Salatiga
Abstrak
Dalam proses produksi susu sapi di CV Cita Nasional, permasalahan yang sering terjadi
adalah produktivitas sapi perah yang rendah, disebabkan oleh bercampurnya susu dengan
air, kemasan bocor dan kerusakan mesin produksi, pengambilan sampel, penyusutan,
distribusi yang meliputi kontaminasi udara atau suhu dan keterlambatan penanganan. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis quality control pada produksi susu sapi di CV Cita
Nasional Tahun 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah bagian quality control yang ada di
CV Cita Nasional. Data yang digunakan adalah data Primer dengan cara observasi kegiatan
distribusi susu dan data sekunder yang berasal dari laporan harian dan bulanan dari bagian
quality control. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif. Jenis data dalam penelitian ini
adalah data kuantitatif. Alat analisis yang digunakan adalah dengan alat bantu statistik yang
terdapat pada Statistical Quality Control (SQC) dan Statistical Process Control (SPC).
Adapun langkah-langkahnya dengan mengumpulkan data menggunakan check sheet, diagram
pareto, Fishbone Diagram dan peta kendali p.Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan peta
kendali p, pada grafik kontrol titik berfluktuasi sangat tinggi dan tidak beraturan, serta
banyak terdapat titik yang keluar dari batas kendali yang mengindikasikan bahwa proses
berada dalam keadaan tidak terkendali atau masih mengalami penyimpangan. Berdasarkan
diagram pareto, prioritas perbaikan yang perlu dilakukan oleh CV Cita Nasional untuk
menekan atau mengurangi jumlah misdruk yang terjadi dalam produksi dapat dilakukan
pada 2 jenis kerusakan atau misdruk yang dominan yaitu misdruk karena bocor kemasan
dan distribusi. Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui faktor penyebab
kerusakan atau misdruk dalam produksi yaitu berasal dari faktor manusia, metode,
material, mesin dan lingkungan kerja, sehingga diperlukan usaha memaksimalkan seluruh
sumber daya dan faktor-faktor produksi yang ada di CV Cita Nasional.
Kata Kunci: Quality control, Uji analisis, dan Produksi
peternak
loper
KUD
CV Cita Nasional
Gambar 1
Alur Penerimaan Susu Segar
2. Pengujian Kualitas Bahan Baku Susu Segar
Pengujian bahan baku susu segar yang baru datang merupakan hal yang utama dalam suatu
industri pengolahan susu. Kualitas susu segar yang buruk akan berdampak pada
menurunnya kualitas produk ataupun kegagalan dalam pembuatan produk. Parameter
utama yang dilakukan dalam pengujian bahan baku susu segar di CV Cita Nasional adalah
uji alkohol 73% dan Peternak Loper KUD CV Cita Nasional organoleptik. Apabila
pada saat uji alkohol susu pecah dan organoleptik tidak standar, susu segar tersebut ditolak.
3. Pengujian Sifat Fisik
Uji sifat fisik yang dilakukan di CV. Cita Nasional antara lain: Uji Organoleptik, Uji pH,
Uji Berat Jenis, dan Uji Brix.
4. Pengujian Sifat Kimiawi
Uji sifat kimiawi yang dilakukan di CV. Cita Nasional antara lain: Uji alkohol, Uji
Kadar Lemak, Uji Total Solid (TS), Uji Mikrobiologi, Uji Antibiotik Beta Star 25, dan Uji
Pemalsuan Susu.
5. Manajemen Distribusi untuk Produk Susu yang Mudah Rusak
6. Manajemen Risiko untuk Produk Susu yang Mudah Rusak
Manajemen risiko akan selalu ada dalam setiap perusahaan, dengan mengetahui risiko
diharapkan perusahaan mampu untuk mengatasinya. Pedagang besar dan distributor hanya
melakukan penyimpanan sementara. Selama diperjalanan peralihan risiko ini bisa
memberikan dampak yang buruk kepada konsumen kalau pengecer dan konsumen tidak
menyimpan susu dengan baik atau konsumen terlambat mengkonsumsinya. Hal ini nantinya
akan menjadi dasar pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan sebagai alat perlindungan
konsumen.
7. Material Handling untuk Produk Susu yang Mudah Rusak
Penanganan bahan baku maupun barang jadi dilakukan untuk daerah hulu dan hilir.
Investasi digeser ke hilir karena penyimpanan produk dilakukan oleh pengecer, perusahaan
distributor hanya memerlukan gudang untuk penyimpanan sementara ketika produk jadi
berada diperjalanan.
8. Spesifikasi Produk
CV Cita Nasional merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pangan khususnya dalam
produk susu. Beberapa produk susu yang dihasilkan dari CV Cita Nasional antara lain susu
pasteurisasi, homogenisasi dan yoghurt.
9. Pengawasan Mutu di Laboratorium
Analisa yang dilakukan CV Cita Nasional pada produk susu meliputi produk bahan
baku, produk setengah jadi dan produk jadi. Analisa produk bahan baku dilakukan
setelah KUD penyetor datang dengan uji mutu meliputi uji suhu, uji berat jenis dan uji
organoleptik (warna, bau, rasa, kekentalan), uji alkohol, uji Resolic acid, uji pH, uji
kadar lemak, uji lemak nabati, uji gula (sukrosa), solid non fat (SNF), uji total bahan
padat (total solid) dan uji pemalsuan (dengan penambahan glukosa, penambahan lemak
nabati, penambahan pati atau tepung, penambahan formalin, penambahan peroksida dan
penambahan karbonat). Pengujian mutu pada produk setengah jadi meliputi uji
organoleptik (warna, rasa, bau), uji pH, uji alkohol, uji
kandungan lemak, dan uji tingkat kemanisan, sedangkan pengujian pada produk jadi
sama dengan produk setengah jadi dengan penambahan uji volume produk jadi.
10. Quality Control Selama Tahapan Proses Pengolahan
Jenis Misdruk
Bocor
Distribusi
Campuran air
Penyusutan
Sample
Jumlah
10620,4
4864,6
2240
897,29
840
Prosentase
54,57%
24,99%
11,51%
4,61%
4,32%
Prosentase
Kumulatif
54,57%
79,56%
91,07%
95,68%
100%
Berdasarkan data di atas maka dapat disusun sebuah diagram pareto dengan ukuran 80 : 20
seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2
Diagram Pareto Bulan Februari 2014
3. Diagram Sebab Akibat (Fishbone Chart )
Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang
dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penyebab kerusakan produk secara
umum dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Man (manusia)
Para pekerja yang melakukan pekerjaan yang terlibat dalam proses produksi.
b. Material (bahan baku)
Segala sesuatu yang dipergunakan oleh perusahaan sebagai komponen produk yang
akan diproduksi tersebut, terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu.
c. Machine (mesin)
Mesin-mesin dan berbagai peralatan yang digunakan dalam proses produksi.
d. Methode (metode). Instruksi kerja atau perintah kerja yang harus diikuti dalam
proses produksi.
e. Environment (lingkungan)
Keadaan sekitar perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi perusahaan secara umum dan mempengaruhi proses produksi
secara khusus.
kendali
digunakan
untuk
membantu
mendeteksi
adanya
GAMBAR 3
Peta Kendali Proporsi Misdruk Bulan Februari 2014
Berdasarkan gambar peta kendali p diatas dapat dilihat bahwa data yang diperoleh
tidak seluruhnya berada dalam batas kendali yang telah ditetapkan bahkan ada
yang keluar dari batas kendali, hanya 18 (delapan belas) titik yang berada didalam
batas kendali, sehingga bisa dikatakan bahwa proses tidak terkendali. Hal ini
menunjukkan terjadi proses penyimpangan. Hal tersebut menyatakan bahwa
pengendalian kualitas di CV Cita Nasional memerlukan adanya perbaikan.
Karena adanya titik yang berfluktuasi tinggi dan tidak beraturan yang
menunjukkan bahwa proses produksi masih mengalami penyimpangan.
PENUTUP
A. Simpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian, permasalahan yang sering terjadi dalam proses
produksi
susu sapi di CV Cita Nasional adalah produktivitas sapi perah yang rendah,
bahkan kualitas susu yang tidak memenuhi standar industri
pengolahan susu. Produktivitas yang rendah bisa disebabkan oleh
bercampurnya susu
dengan air pada saat transfer dari proses ke pengemasan, kemasan bocor dan
kerusakan mesin produksi, pengambilan sampel, penyusutan, distribusi yang
meliputi kontaminasi udara atau suhu dan keterlambatan penanganan.
2. Berdasarkan data produksi yang diperoleh dari CV Cita Nasional diketahui
jumlah produksi susu sapi pada bulan februari Tahun 2014 adalah sebesar
897407,46 liter dengan misdruk yang terjadi dalam produksi sebesar
19462,29 liter. Jenis-jenis kerusakan atau misdruk yang sering terjadi pada
produksi susu sapi yaitu disebabkan karena kemasan bocor sebanyak 10620,4
liter atau 54,57 %, distribusi sebanyak 4864,6 liter atau 24,99 %, Campur air
sebanyak 2240 liter atau 11,51 %, penyusutan sebanyak
897,29 liter atau 4,61% , dan sample sebanyak 840 liter atau 4,32 %.
3. Proses pelaksanaan quality control dalam mengurangi tingkat kerusakan
produksi susu sapi di CV Cita Nasional dengan menggunakan alat bantu
statistik peta kendali p dalam pengendalian kualitas produk. Hal tersebut
menunjukkan adanya titik berfluktuasi sangat tinggi dan tidak beraturan, serta
banyak terdapat titik yang keluar dari batas kendali yang mengindikasikan
bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali atau masih mengalami
penyimpangan.
4. Berdasarkan diagram pareto, prioritas perbaikan yang perlu dilakukan oleh
CV Cita Nasional untuk menekan atau mengurangi jumlah misdruk yang
terjadi dalam produksi dapat dilakukan pada 2 jenis kerusakan atau misdruk
yang dominan yaitu misdruk karena bocor kemasan dan distribusi. Hal ini
dikarenakan kedua jenis misdruk tersebut mendominasi hampir 80% dari total
kerusakan yang terjadi pada produksi susu sapi tahun 2014 di CV Cita
Nasional.
5. Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui faktor penyebab
Kerusakan atau misdruk dalam produksi yaitu berasal dari faktor manusia atau
pekerja, metode, material atau bahan baku, mesin dan lingkungan kerja.
B. Saran
Perusahaan dapat melakukan perbaikan kualitas dengan memfokuskan perbaikan
pada jenis kerusakan atau misdruk yang memiliki jumlah besar atau dominan
dalam produksi, yang disebabkan oleh faktor manusia, mesin, metode, material
dan lingkungan. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk mengatasi terjadinya
misdruk yang disebabkan oleh faktor tersebut dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1. Memberikan pelatihan kepada para pekerja dan membuat sistem penilaian
kerja yang baru dengan tujuan untuk memotivasi kinerja para pekerja agar
lebih baik.
2. Melakukan pengecekan kesiapan mesin sebelum dan sesudah digunakan agar
sesuai standar operasional dan melakukan perawatan mesin secara berkala,
tidak hanya ketika mesin mengalami kerusakan saja.
3. Menambah fasilitas dengan alat-alat uji kualitas yang modern untuk
menghindari terjadinya kesalahan standar kualitas produk.
4. Memeriksa kembali bahan baku yang diterima dari pemasok dan
memisahkan bahan
baku yang rusak dengan bahan baku yang berkualitas.
5. Menambah fasilitas diruang produksi dan membuat sistem sanitasi yang sesuai
dengan kebutuhan
penanganan
produk
susu
(standar
ISO)
untuk
1
KASUS II
ABSTRAK
PT. INTERMASA merupakan salah satu perusahaan jasa di bidang percetakan. Berdiri
sejak tahun 1972 dengan dasar suatu upaya yang mulai dari kalangan Penerbit Nasional,
yang telah berkiprah rata-rata semenjak awal kemerdekaan, untuk mempunyai satu
industri offset modern. Sebagai dasar keseluruhan aktivitas PT. INTERMASA serta
komitmen seluruh personil yang ada untuk menjadikan PT. INTERMASA menjadi
pelaku bisnis berstandar internasional, maka sangat diperlukan penerapan Quality
Management System. Tujuan penelitian adalah mengukur kualitas produk tipe
paperback dengan metode statistical process control. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode kombinasi dari pengamatan langsung dan wawancara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa metode statistical process control tepat digunakan untuk
pengukuran kualitas produk tipe paperback. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas
produk dengan peta kendali pada proses perfect bending adalah terkendali (seragam),
sedangkan pengukuran pada proses printing menghasilkan data yang tak terkendali
(tidak seragam). Sedangkan penyebab cacat terbesar pada proses printing dan perfect
bending berturut turut adalah kategori kotor dan lem meleleh.
Kata Kunci: Total Quality Management, Kualitas Produk , Statistical Process Control
PENDAHULUAN
Dunia Industri telah mengalami persaingan yang ketat dewasa ini. Banyaknya industri
sejenis telah menimbulkan persaingan bagi dunia industri untuk menawarkan produk
yang bermutu dan memiliki daya saing yang tinggi.
PT. INTERMASA mrerupakan salah satu perusahaan jasa di bidang percetakan.
Berdiri sejak tahun 1972 dengan dasar suatu upaya yang mulai dari kalangan Penerbit
Nasional, yang telah berkiprah
rata-rata semenjak awal kemerdekaan, untuk
mempunyai satu industri offset modern. Sebagai dasar keseluruhan aktivitas PT.
INTERMASA serta komitmen seluruh personil yang ada untuk menjadikan PT.
INTERMASA menjadi pelaku bisnis berstandar internasional, maka sangat diperlukan
penerapan Quality Management System.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian mutu statistik berkaitan dengan upaya menjamin kualitas dengan
memperbaiki kualitas proses dan upaya menyelesaiakan segala permasalahan selama
proses, ( Irawan, 2006). Pengendalian mutu proses statistik meliputi pengendalian mutu
proses untuk data variable dan pengendalian mutu proses untuk data atribut.
Pengendalian mutu proses untuk data variabel terdiri atas peta kendali rata-rata dan
range (peta X -R), peta kendali rata-rata dan standar deviasi (peta X -S), dan peta
kendali regresi. Sedangkan pengendalian mutu proses untuk data atribut terdiri atas peta
kendali p chart, peta kendali np chart, peta kendali u chart, dan peta kendali c
chart (Ariani, 1999).
Peta Kendali C
Menurut Grant (1991), peta kendali atribut c chart adalah peta kendali untuk
ketidaksesuain (kecacatan) barang dimana besarnya subgroup sama. Contoh penerapan
c chart adalah jumlah ketidaksesuaian permukaaan yang diamati dalam lembaran
yang dilapisi seng atau yang dicat pada daerah tertentu, jumlah ketidaksempurnaan
permukaan dalam selembar film foto, jumlah kerusakan pada titik-titik lemah dalam
isolasi pada panjang tertentu kawat .
Penentuan batas-batas kendali dalam Peta Kendali c-chart adalah sebagai berikut:
UCL = c + 3
CL = c
LCL = c - 3
Keterangan :
a. c = proporsi cacat per subgroup
b. c = c / N
Masalah
Masalah
Masalah
Lingkungan
Bahan
Prosedur
METODE PENELITIAN
Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data untuk keperluan suatu penelitian.
Data yang didapat merupakan data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari
pengamatan di PT. Intermasa.
Pengolahan Data dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan penentuan cacat dominan dari seluruh proses
produksi buku tipe paperback dengan dimensi 20,8 x 13,8 cm. Kemudian dibuat peta
kendali c dan diagram fishbone. Dalam tahap ini, data-data yang telah terkumpul
diolah dengan bantuan program SPSS versi 13 dan Minitab versi 14.
Analisis Hasil
Setelah seluruh data terkumpul dan diolah dengan menggunakan program SPSS dan
Minitab, maka dilakukan analisis data secara lengkap dan menyeluruh terhadap hasil
penelitian dari control chart dan fishbone diagram.
UCL=8.34
Sample Count
7
6
5
4
_
C=3.08
3
2
1
0
LCL=0
1
10
13
16
Sample
19
22
25
UCL=7.896
Sample Count
6
5
4
_
C=2.84
3
2
1
0
LCL=0
1
11
13
15
Sample
17
19
21
23
25
Berdasarkan peta kendali c, yang telah direvisi tersebut, terlihat bahwa tidak ada
satupun data yang keluar dari batas kontrol. Karena tidak ada satupun data yang keluar
dari batas kontrol, maka dapat dikatakan bahwa data berasal dari suatu sistem yang
sama.
Walaupun tidak terdapat titik-titik yang berada diluar garis control limit pada peta
kontrol c buku tipe paperback dengan dimensi 20,8 x 13,8 , tetapi peta kontrol tersebut
dikatakan tidak stabil karena terdapat penyebaran data secara ekstrim pada pengamatan
ke 3, 9, 16 dan 19 . Karena proses tidak stabil maka harus dicari penyebab
ketidakstabilannya proses tersebut. Sehingga dapat dilakukan perbaikan.
Berdasarkan perhitungan Peta kendali c maka diperoleh nilai Central Line dari
proses perfect bending adalah sebesar 0.967. Sedangkan Lower center line dan Upper
Center Line adalah berturut-turut sebesar 0 dan 3.916. Karena titik-titik sampel tidak
ada yang berada diluar lower central limit dan upper central limit maka dapat
disimpulkan bahwa data adalah seragam.
UCL=3.916
Sample Count
_
C=0.967
LCL=0
1
10
13
16
Sample
19
22
25
28
Berikut ini data cacat pada departemen kualitas bulan Maret 2008 untuk proses printing.
Tabel 1. Data Frekensi Cacat Pada Proses Printing
Jenis_cacat
Valid
kotor
belang
botak
misregister
Total
Frequency
64
56
36
22
178
Percent
36.0
31.5
20.2
12.4
100.0
Valid Percent
36.0
31.5
20.2
12.4
100.0
Cumulative
Percent
36.0
67.4
87.6
100.0
Jenis_cacat
kotor
belang
botak
misregister
22
64
36
56
Berikut ini data cacat pada departemen kualitas bulan Februari 2008 untuk
proses perfect bending.
Tabel 2. Data Frekensi Cacat Pada Proses Perfect Bending
Jenis_cacat
Valid
Frequency
48
30
78
lem meleleh
jilid lari
Total
Percent
61.5
38.5
100.0
Valid Percent
61.5
38.5
100.0
Cumulative
Percent
61.5
100.0
Jenis_cacat
lem meleleh
jilid lari
30
48
berada pada tulang belakang di sisi kiri dan kanan . Gambar 7 dan 8, menunjukkan
Fishbone diagram cacat kotor (proses printing) dan lem meleleh (proses perfect
bending).
Cause-and-EffectDiagram
Manusia
Mesin dan
Peralatan
Metode
slin Se
de ttin
r k ga
ura nb
ng lan
tep k et
at pa
da
Jumlahtinta berlebihan
Roller mengeras
Wa
kt
up
en
ga
tu
ran
sin
gk
at
ko Ce
nt k
inu ke
ke
ra
Blanket sudahtua
sa
ns
ec
ara
Operator terburu
buru
Ink-rollers kotor
Blanket longgar
Material
Lingkungan
10
Cause-and-Effect Diagram
Manusia
Mesin dan
Peralatan
Metode
Se
s
Pe
ng
ga
nt
ian
Suku cadang aus
Ku
ra
ng
pe B
ra ah
w an
an s
ru tai
tin nle
ss
te
pa
t
Kurangnya
pelumasan
ste
el
&
Penempatan
anleg
Ko
nd
is i
ua
ika
n
de
ng
an
o
pla
h
te Se
pa ti
t ng
an
t ek
an
an
ku
ra
ng
Roll berkarat
lem
tid
ak
st
an
da
r
Kertas lembab
Material
Lingkungan
11
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D.W. Manajemen Kualitas, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999
Chang, Alat Peningkatan Mutu, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.
Feigenbaum, A. V. Kendali Mutu Terpadu, Edisi Ketiga, Terjemahan Hudaya
Kandahjaya, Erlangga, Jakarta, 1992.
Grant, Pengendalian Mutu Statistik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991.
Johnson, L.,ISO 9000: Meeting The International Standards, Mc Graw-Hill
International Edition, New York, 1993.
Irawan,N., Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14,
Andi,Yogyakarta, 2006.
Juran, J.M. dan Gryna, F..M. Quality Palnning and Analysis: From Product
Development Through Use, McGraw-Hill Co, Singapore, 1993.
Richardson, L., Total Quality Management, Delmar Publisher, New York, 1997.
Sallis, E., Total Quality Management In Education, Kogan Page Educational
Management Series, Kogan Page, Philadelphia, London, 1993
Scheward,W.A. Statistical Method from the Viewpoint of Quality Control,
Departement of Agriculture, Washington D.C.,1939
Snyder, M., Topics In just In Time Management, Allyn and Bacon,
Singapore, 1994.
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi,
dan Aplikasi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.
Tampubolon, D.P., Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen
Pendidikan Tinggi Menghadapi Abad ke-21, PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2001.
KASUS III
By. LA HATANI
ABSTRACT
The aim of this research is to analyze the quality control of bread by using statistic quality control
with p-charts method . the object of this research conducted at RIZKI Kendari by using primary and
secondary data. Analysis method that is used is statistic quality control (SQC). The result of this
research shows that final investigation toward five types of bread, still founded that some products got
damage in out of quality control or there were deviation in the quality. The final quality of production
control for each bread type are as follow : chocolate bread, proportion of damage/defect about 1,90 or
7,90 % each day, pineapple jam bread about 1,76 or 7,31 % each day, peanut bread 1,29 or 5,36 %
each day, butter bread about 1,83 or 7,60 % each day and green jam bread about 1,95 or 8,13 each
day. Thus quality of bread production control which is handled by company so far has not really
success and effective because of average proportion of damage /defect bread for the five bread types
which is used as the sample about 5% or 0,05.each day
Key words : Statistical Quality Control; Management of quality control
PENDAHULUAN
Permasalahan kualitas telah mengarah pada taktik dan strategi perusahaan secara menyeluruh
dalam rangka untuk memiliki daya saing dan bertahan terhadap persaingan global dengan produk
perusahaan lain. Perusahaan yang fleksibel dalam memenuhi tuntutan konsumen, senantiasa berubah
serta menghasilkan produk berkualitas yang kemungkinan besar akan berhasil. Tuntutan konsumen
yang senantiasa berubah inilah yang perlu direspon perusahaan. Prawirosentono (2004),
mengemukakan International Standar Organization (ISO) adalah badan standar yang meliputi 100
negara untuk mencapai standar mutu produk secara internasional, yang meliputi keperluan teknik
(technical requirement) dan berbagai peraturan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi industri. Dan
untuk meraih sertifikat tersebut, sebuah perusahaan menerapkan paradigma baru dalam manajemen,
yaitu manajemen pengendalian mutu.
Menghasilkan mutu yang terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan (continous
improvement) terhadap kemampuan produk, manusia, proses, dan lingkungan. Kotler (2004),
menyatakan konsumen yang sangat puas atau senang dengan sebuah produk akan memiliki ikatan
emosional bukan sekedar preferensi rasional, namun juga loyalitas yang tinggi. Dengan mengetahui
tingkat kepuasan konsumen, perusahaan bisa menjaga loyalitas konsumen serta mempertahankan
keuntungan yang stabil (Warta Bogasari, 2002).
Manajemen mutu terpadu merupakan konsep perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus yang
melibatkan semua karyawan di setiap jenjang organisasi untuk mencapai kualitas yang prima dalam
semua proses organisasi melalui process management. Thomas Y. Choi dan Karen Eboch, (1997),
menjelaskan penerapan manajemen mutu terpadu akan mengurangi jumlah kerusakan produk akhir
serta down-time produksi. Implementasi spesifikasi kualitas melalui berbagai sistem manajemen mutu
yang berkesinambungan merupakan langkah yang baik yang harus dikerjakan oleh bagian produksi
sebelum melepas produknya ke pasar.
Tantangan untuk meningkatkan mutu produk hingga sesuai dengan standar mutu juga dihadapi
oleh Perusahaan Roti Rizki yang meurpakan salah satu yang bergerak di bidang industri makanan
(roti). Jenis roti yang diproduksi adalah coklat, kacang, kacang ijo, susu ekstra, kelapa, keju, meses,
sley cream, sley nenas dan roti tawar. Jumlah produksi roti yang dihasilkan dalam setiap hari sebesar
8000 bungkus atau 800 bungkus perjenis roti. Dengan demikian jumlah produksi untuk 10 jenis roti
yang dihasilkan pada PERUSAHAAN ROTI RIZKI Kendari setiap bulannya sebanyak 192.000
bungkus atau rata-rata 19.200 bungkus perjenis. Produk roti merupakan produk yang dihasilkan untuk
memenuhi kebutuhan yang langsung dikonsumsi konsumen. Oleh sebab itu, pihak pimpinan
perusahaan harus secara hati-hati menetapkan standar kualitas produk dan melakukan pengawasan
dengan teliti agar dapat memenuhi harapan pelanggannya.
Fenomena empiris menunjukkan dalam melakukan produksi roti sering terjadi penyimpangan
standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan oleh kendala-kendala yang
dihadapi oleh perusahaan diantaranya pencampuran adonan yang kurang tepat dan pembakaran roti
yang belum baik, sehingga mengakibatkan kerusakan produk. Menurut informasi dari pihak
perusahaan masalah tersebut menyebabkan kerusakan produk mencapai antara 6%-10%. Kegiatan
terbaik yang diharapkan oleh perusahaan seharusnya kerusakan produk 5% atau 0,05. Untuk
mengantisipasi hal tersebut pihak manajemen perusahaan melakukan pengawasan yang lebih intensif
sehingga produksi yang dihasilkan tidak sesuai mutu produk dapat dikurangi.
Mengacu pada uraian di atas maka dapat diketahui bahwa masalah pengendalian mutu terhadap
kualitas produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan merupakan suatu hal yang penting dan
membutuhkan kajian yang lebih mendalam dalam bentuk penelitian tentang Penerapan Statistical
Quality Control (SQC) Dalam Manajemen Pengendalian Mutu Produksi Roti yang nantinya
diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas produksi roti dan memperluas
pangsa pasar. Gambaran yang lebih jelas berkaitan dengan masalah analisis terhadap pelaksanaan
manajemen pengendalian mutu yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan merupakan suatu hal yang
sangat penting dan perlu adanya perhatian yang serius dari pihak manajemen. Dengan demikian tujuan
penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan pengawasan kualitas roti yang telah memenuhi
standar mutu yang ditetapkan serta berada dalam batas-batas pengendalian kualitas secara Statistic
Quality Control (SQC) dengan metode diagram kendali P (P-charts).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan Perusahaan Roti Rizki yang berlokasi di Kelurahan
Anduonohu Kecamatan Poasia Kota Kendari. Obyek yang akan diteliti adalah proses pengolahan roti.
Variabel mutu yang diamati adalah terbatas pada variabel yang tercantum dalam sertifikat mutu. Jenis
data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh dengan mengadakan observasi langsung terhadap berbagai proses yang dilaaksanakan mulai
dari bahan baku sampai produk akhir. Sedangkan data sekunder meliputi data pengujian fisik/kimiawi
bahan baku yang akan digunakan daalam proses produksi, serta pengawasan mutu yang telah
dilakukan perusahaan, mulai dari bahan baku sampai produk akhir, selama bulan Januari 2007.
Populasi penelitian ini adalah seluruh jenis roti yang diproduksi Perusahaan Roti Rizki Kendari
sebanyak 10 jenis roti dengan kapasitas produksi perhari 8.000 bungkus. Masing-masing jenis dalam
setiap hari diproduksi sebanyak 800 bungkus, sehingga jumlah populasi 192.000 bungkus untuk 24
hari kerja (1 bulan ). Tehnik penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu :
(1) Penarikan sampel jenis roti berdasarkan judgmend sampling atau penarikan sampel berdasarkan
tujuan, dimana dari 10 jenis roti yang diproduksi oleh Perusahaan Roti Rizki peneliti hanya
mengambil sampel sebanyak 5 jenis produk roti yaitu: Jenis roti coklat, roti kacang, roti keju, roti sley
nenas dan roti kacang ijo; (2) Penarikan sampel produk roti yang akan diperiksa untuk setiap jenis
dilakukan secara sampling random sampling yaitu sebanyak 20% atau 160 bungkus dari jumlah
produksi perhari untuk masing-masing jenis produk roti yang akan diperiksa. Dengan demikian jumlah
sampel roti untuk setiap jenis sebesar 3.840 bungkus atau 19.200 bungkus untuk lima jenis roti yang
diperiksa.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis
kuantitatif, yaitu data-data kuantitatif mengenai hasil produksi yang telah diperoleh akan diolah
dengan menggunakan analisa Statistical Quality Control (SQC) dengan menggunakan metode
Diagram Kendali P (P-charts) yang diolah melalui Software QM for Windows versi 2.1 pada Module
Statistic Quality Control. Prawirosentono (2004), peta kendali (control chart) adalah untuk membatasi
toleransi penyimpangan (variasi) yang masih dapat diterima, baik karena akibat kelemahan tenaga
kerja, mesin, dan sebagainya. Dalam statistik untuk memperoleh tingkat kepercayaan 99%, maka batas
toleransi 3 standar penyimpangan dihitung dari standar ukuran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengawasan kualitas produksi pada perusahaan roti Perusahaan Roti Rizki Kendari dilaksanakan
melalui dua tahap yaitu : (1) Pengawasan kualitas proses produksi adalah pengawasan yang
dititiberatkan pada kegiatan-kegiatan dalam proses pembuatan produk yang mengarah pada
pengawasan bahan baku, tenaga kerja, mesin dan metode; (2) Pengawasan kualitas hasil akhir adalah
kegiatan untuk memeriksa hasil akhir produksi apakah sudah sesuai dengan rencana, dalam hal ini
penentuan produk yang baik dan memenuhi standar yang ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan pengawasan kualitas produksi, perusahaan menempatkan para
pengawas untuk mengawasi kegiatan proses produksi dan hasil akhir. Para pengawas tersebut
termasuk tenaga kerja yang ditunjuk langsung oleh pimpinan dan ditempatkan di masing-masing
bagian pembentukan, pembakaran dan bagian produk akhir. Pengawasan kualitas produk roti
digunakan analisis kuantitatif yaitu Statistic Quality Control (SCQ) dengan metode diagram kendali P
(P-charts) yang diolah melalui Software QM for Windows versi 2.1. Pembahasan dari masing-masing
jenis produk roti yang dihasilkan pada Perusahaan Roti Rizki Kendari sebagai berikut:
1. Jenis roti coklat, dari hasil pengolahan data menunjukan besarnya nilai garis sentral yaitu 0,5278
atau 52,78%, nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,8335 atau 83,35% yang berarti jika produk
yang cacat/rusak mencapai atau berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti
coklat yang dilakukan pada perusahaan Perusahaan Roti Rizki Kendari dianggap tidak efektif.
Sebaliknya produk cacat/rusak berada pada batas kendali bawah (LCL) menunjukan nilai sebesar
0,2221 atau 22,21% berarti proses produksi roti jenis coklat menunjukan cukup efektif.
Selanjutnya produk roti jenis coklat yang mempunyai cacat/kerusakan yang berada diluar batas
kendali atas (UCL) yaitu terjadi pada hari ke-14 dan hari ke-16 sedangkan yang berada di luar batas
kendali bawah (LCL) terjadi pada hari ke-18. Kemudian jenis roti coklat yang cacat/rusak sebanyak
304 bungkus atau rata-rata 12,67 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan 1,90 atau 7,90%
perhari. Dengan demikian ada dua titik yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan 1 titik
yang berada di luar batas kendali bawah menunjukkan terjadi kekeliruan dalam proses produksi roti
jenis coklat pada Perusahaan Roti Rizki Kendari. Hal ini berarti perusahaan belum melakukan
pengawasan dengan optimal atau pengawasan kualitas kurang efektif.
Mengancu dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat cacat/kerusakan roti coklat yang
diproduksi Perusahaan Roti Rizki Kendari dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui
Software QM for Windows dapat diilustrasikan pada gambar 1.
Gambar 1. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Coklat
2. Jenis roti sley nenas, hasil perhitungan menunjukan nilai garis sentral yaitu 0,4878 atau 48,78%,
nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,7939 atau 79,39% berarti apabila ada produk yang
cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti sley nenas yang
dilakukan belum efektif. Sedangkan produk cacat/rusak berada pada batas kendali bawah (LCL)
menunjukan nilai sebesar 0,1818 atau 18,18% berarti proses produksi roti jenis sley nenas sudah
efektif. Jenis roti sley nenas yang cacat/rusak sebanyak 281 bungkus atau rata-rata 11,71 bungkus
perhari dengan proporsi kerusakan sebesar 1,76 atau 7,31% perhari.
Selanjutnya produk roti jenis sley nenas memiliki kerusakan/cacat yang berada diluar batas
kendali atas (UCL) yaitu terjadi pada hari ke-12 dengan jumlah produk yang rusak sebanyak 23
bungkus, sedangkan yang cacat/rusak di luar batas kendali bawah (LCL) tidak ada. Dengan
demikian hanya terdapat satu titik yang berada diluar batas kendali menunjukkan dalam proses
produksi roti jenis sley nenas telah dilakukan pengawasan dengan optimal atau efektif.
Dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat cacat/kerusakan roti sley nenas pada Perusahaan
Roti Rizki dengan menggunakan p-chart dapat disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti sley nenas
efektif karena jauh kebawah jumlah proporsi dari produk cacat/rusak berarti menambah jumlah
kerugian yang diderita oleh perusahaan.
Diagram kendali P (P-charts) menunjukkan produk roti jenis kacang ijo memiliki
kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) terdapat pada hari ke-4 sebanyak 21
unit, hari ke-15 dan ke-24 masing-masing sebanyak 21 unit. Sedangkan di luar batas kendali bawah
(LCL) terjadi pada hari ke-10 hanya 4 unit dan hari ke-20 sebanyak 3 unit berarti ada
penyimpangan pada batas pengawasan yang telah direncanakan. Dengan demikian terdapat 3 titik
yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan ada 2 titik yang berda di luar batas kendali bawah
(LCL) berarti dalam proses produksi roti jenis keju pada PERUSAHAAN ROTI RIZKI Kendari
belum efektif dalam melakukan pengendalian atau pengawasan kualitas. Hal ini dapat pula dilihat
dari jumlah roti kacang ijo yang cacat/rusak 312 bungkus atau rata-rata 13 bungkus perhari dengan
proporsi kerusakan 1,95 atau 8,13% perhari.
Selanjutnya dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat kerusakan/cacat untuk jenis roti kacang
ijo dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui Software QM for Windows dapat disajikan
pada gambar berikut ini:
Gambar 4.10. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Kacang Ijo
Rusak
Kerusakan
7
10
12
9
8
7
6
11
5
7
9
13
12
6
11
5
10
10
6
7
9
14
7
5
0,0438
0,0625
0,075
0,0563
0,0500
0,0438
0,0375
0,0688
0,0313
0,0438
0,0563
0,0813
0,0750
0,0375
0,0688
0,0313
0,0625
0,0625
0,0375
0,0438
0,0563
0,0875
0,0438
0,0313
9
13
14
12
7
10
9
15
3
13
12
15
16
9
17
15
14
16
10
4
11
17
16
15
0,0563
0,0813
0,0875
0,0750
0,0438
0,0625
0,0563
0,0938
0,0188
0,0813
0,0750
0,0938
0,1000
0,0563
0,1063
0,0938
0,0875
0,1000
0,0625
0,0250
0,0688
0,1063
0,1000
0,0938
15
16
11
22
12
13
10
15
13
4
15
12
10
14
21
10
9
12
13
14
3
14
13
21
0,0938
0,1000
0,0688
0,1375
0,0750
0,0813
0,0625
0,0938
0,0813
0,0250
0,0938
0,075
0,0625
0,0875
0,1313
0,0625
0,0563
0,0750
0,0813
0,0875
0,0188
0,0875
0,0813
0,1313
1,7563
206
1,2875
292
1, 8250
312
1.9500
0,0731
8,58
0,0536
12,67 0, 0760
13
0.0813
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
18
12
10
15
9
6
8
15
13
12
10
20
17
23
12
22
6
5
10
7
9
16
14
15
0,1125
0,0750
0,0625
0,0938
0,0563
0,0375
0,0500
0,0938
0,0813
0,0750
0,0625
0,1250
0,1063
0,1438
0,0750
0,1375
0,0375
0,0313
0,0625
0,0438
0,0563
0,1000
0,0875
0,0938
14
13
11
9
12
8
16
11
7
13
10
23
14
9
12
17
10
8
9
7
9
15
11
13
0,0875
0,0813
0,0688
0,0563
0,0750
0,0500
0,1000
0,0688
0,0438
0,0813
0,0625
0,1438
0,0875
0,0563
0,0750
0,1063
0,0625
0,0500
0,0563
0,0438
0,0563
0,0938
0,0688
0,0813
Jumlah
3840
304
1,9000
281
Rerata
160
12,67
0,0790
11,71
KASUS IV
p (1 p )
n
Dimana:
P
Sp
= standar deviasi/penyimpangan
TQC
= QCC + QAC
Dimana:
TQC
Q*
R.o
c
Dimana:
Q*
Keterangan:
1. Q* untuk mengetahui jumlah produk rusak yang menanggung biaya
terendah.
2. Intensitas pengawasan kualitas sudah berjalan baik jika produk rusak yang
benar-benar terjadi (Q) lebih kecil dari produk rusak yang dikehendaki
(Q*).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Control Charts
Control Charts merupakan analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan dari
produk yang diperiksa, serta untuk mengetahui besarnya penyimpangan yang terjadi,
kemudian ditentukan batasan pengawasannya yaitu batas atas dan batas bawah. Data yang
diperoleh selama penelitian adalah sebagai berikut :
Persentase
Kerusakan
Januari
8.500
Februari
8.000
Maret
8.500
April
8.000
Mei
7.500
Juni
8.000
Juli
7.500
Agustus
8.500
September
8.000
Oktober
7.500
Nopember
8.000
Desember
8.500
Jumlah
96.500
Sumber : Data Penelitian
216
211
235
219
191
193
195
226
224
202
207
212
2.531
2,5
2,6
2,8
2,7
2,5
2,4
2,6
2,7
2,8
2,7
2,6
2,5
= 96.500 unit
= 2.531 unit
Bulan
Jumlah Produk
yang Diperiksa
96.500
0,026
2,6 %
n rata-rata
96.500
12
8041,67
SP
P(1 P )
n
0,026 (1 0,026)
8041,67
0,025324
8041,67
0,0000031
0,0017746
-
Batasan pengawasan
Batasan Atas (Upper Control Limit = UCL)
UCL P 3SP
0,026 3 (0,0017746)
0,026 0,0053238
0,031 atau 3,1 %
Dari perhitungan dengan metode control charts diperoleh batas atas sebesar
0,031 atau 3,1 % dan batas bawah sebesar 0,021 atau 2,1 %. Dengan melihat batasan
pengawasan yaitu batas atas (UCL) dan batas bawah (LCL) serta kejadian selama satu
tahun, maka dikatakan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel sudah
dilaksanakan dengan baik, karena kerusakan produk yang terjadi masih dalam batas
wajar yaitu masih terletak antara batas atas dan batas bawah. Kejadian-kejadian itu
bila digambarkan tampak sebagai berikut:
3,1
UCL
2,6
2,1
LCL
10
11
12
Bulan
QCC
= QCC + QAC
Dimana:
TQC
R.o
c
Q*
Dimana:
Q*
Biaya tenaga kerja yang melakukan kegiatan pengendalian kualitas dalam satu
tahun.
7 orang tenaga kerja = 7 x 12 x 420.000
= Rp.35.280.000
Rp. 35.730.000
108
Rp. 330.833,3
2. Biaya jaminan mutu setiap unit (c):
Harga jual per unit mebel sebesar Rp. 140.000, 00
Besarnya biaya jaminan mutu setiap unit sebesar 2 % dari harga jual.
C = Rp. 140.000, 00 2 %
= Rp. 2.800, 00
96.500 x 330.933,3
q
QAC c.q
Rp. 2.800 x q
Dari persamaan tersebut, dapat ditentukan jumlah produk rusak yang menanggung
biaya terendah (q*) yaitu:
q*
R.o
c
96.500 x 330.833,3
2800
11401933,3
3376,674888 unit
Maka biaya pengwasan kualitas yang ditanggung perusahaan sebesar :
-
96.500 x 330.833,3
3378,674888
Misal q
Maka :
QCC
= 1000 unit
R.o
q
96.500 x 330.933,3
1000
31.925.414
QAC = c x q
= 2.800 x 1000
= 2.800.000
TQC
= QCC + QAC
= 31.925.414 + 2.800.000
= 34.725.414
Misal q
QCC
= 2000 unit
R.o
q
96.500 x 330.933,3
2000
15.962.707
QAC = c x q
= 2.800 x 2000
= 5.600.000
TQC
= QCC + QAC
= 15.962.707 + 5.600.000
= 21.562.707
Misal q
QCC
= 3000 unit
R.o
q
96.500 x 330.933,3
3000
10.641.805
QAC = c x q
= 2.800 x 3000
= 8.400.000
TQC
= QCC + QAC
= 10.641.805 + 8.400.000
= 19.041.805
Misal q
QCC
= 3376 unit
R.o
q
96.500 x 330.933,3
3376
9.456.579
QAC = c x q
= 2.800 x 3376
= 9.452.800
TQC
= QCC + QAC
= 9.456.579 + 9.452.800
= 18.909.379
Misal q
QCC
= 5000 unit
R.o
q
96.500 x 330.933,3
5000
6.385.082
QAC = c x q
= 2.800 x 5000
= 14.000.000
TQC
= QCC + QAC
= 6.385.082 + 14.000.000
= 20.385.082
Perhitungan tersebut bila disusun dalam tabel tampak seperti di bawah ini :
Tabel 2. Jumlah produk rusak (q), masing-masing biaya
(QCC, QAC, TQC)
q (Unit)
QCC (Rupiah)
QAC (Rupiah)
TQC (Rupiah)
1000
31.924.414
2.800.000
34.725.414
2000
15.962.707
5.600.000
21.562.707
3000
10.641.805
8.400.000
19.041.805
3376
9.456.579
9.452.800
18.909.379
5000
6.385.082
14.000.000
20.385.082
35.000.000
30.000.000
TQC
25.000.000
20.000.000
15.000.000
QAC
10.000.000
QCC
5.000.000
0
1000
2000
3000
4000
5000
(Ribuan Unit)
Gambar 3. Grafik biaya kualitas
Keterangan :
Dari grafik tersebut diatas dapat dilihat bahwa :
1. QCC akan menurun apabila jumlah produk rusak meningkat dan sebaliknya QCC
akan meningkat apabila jumlah produk rusak menurun.
2. QAC akan menurun apabila jumlah produk rusak juga menurun dan sebaliknya
QAC akan meningkat apabila jumlah produk rusak juga meningkat.
3. Dengan jumlah produk rusak sebanyak 3376 unit akan diperoleh biaya QCC
sebesar Rp. 9.456.579, biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800 dan biaya TQC = Rp.
18.909.379
KASUS V
yaitu
METODE PENELITIAN
Dalam
Jenis Data
1. Data kualitatif
Merupakan data yang bukan dalam bentuk angka-angka atau tidak dapat
dihitung, dan informasi yang diperoleh dari karyawan perusahaan serta informasiinformasi yang diperoleh dari pihak lain yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
2. Data Kuantitatif
Data ini merupakan data pengetesan in process dari beberapa pengambilan
sampel kadar moisture dan ash tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas yang
dapat diperoleh dengan meneliti secara langsung pada PT. Eastern Pearl Flour Mills
Makassar.
3.3.2
Sumber Data
1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh dengan metode wawancara. Wawancara
dilaksanakan dengan mendatangi langsung subyek penelitian, untuk memperoleh
informasi tentang proses pengendalian mutu pada PT. Eastern Pearl Flour Mills
Makassar. Dalam hal ini subyeknya ialah karyawan dan kepala bagian laboratorium
pengendalian mutu dan ruang produksi.
2. Data Sekunder
Terdiri dari bahan/sumber sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan
pengetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta
yang diketahui ataupun mengenai suatu gagasan. Bahan-bahan sekunder yaitu
bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat membantu
menganalisis dan memahami bahan primer, antara lain adalah hasil karya ilmiah
para sarjana dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
langsung
pada perusahaan
yang
bersangkutan,
baik
melalui
sedang
berlangsung.
Data
dikumpulkan dari hasil analisa per dua jam dari merek yang dimonitor. Pengamatan
pun dilakukan dengan mengamati sistem atau cara kerja, proses produksi dari awal
sampai akhir, dan kegiatan pengendalian kualitas.
peneliti gunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan guna mengetahui tujuan
penelitian ini yaitu mengetahui dan menganalisis pengendalian mutu pada PT.
Eastern Pearl Flour Mills Makassar. Selain itu ada pula metode dokumentasi
merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan memanfaatkan dokumen (bahan
atau gambar-gambar penting). Adapun dokumen-dokumen yang dimaksud adalah
berupa data-data yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Sebagai data
penunjang juga diperoleh informasi dari internet dan perpustakaan.
yang
sebab
menimbulkan
akibat
persoalan tersebut.
digunakan untuk
Dalam
menganalisis
penelitian
faktor-faktor
ini
yang
memengaruhi mutu dari air minum dalam kemasan (AMDK), yang dianalisis
dari hasil brainstorming dengan pihak perusahaan yaitu pemilik, quality control
(QC), dan karyawan/operator produksi . Menurut (Gasperz, 2003), penggunaan
diagram sebab akibat dapat mengikuti langkah-langkah berikut :
1. Dapatkan
kesepakatan
tentang
masalah
yang
terjadi
dan ungkapkan
sekumpulan
penyebab
yang
mungkin,
dengan menggunakan
diagram
(membentuk
dengan
kepala
pertanyaan masalah
ikan)
dan
kategori
ditempatkan pada
utama seperti:
sisi
material,
setiap
penyebab
dalam
kategori
utama
yang
sesuai dengan
setiap
penyebab
yang
mungkin,
tanyakan
mengapa? untuk
cabang-cabang
yang
sesuai
dengan kategori
utama
(membentuk
tulang-tulang kecil dari ikan). Untuk menemukan akar penyebab, kita dapat
menggunakan teknik bertanya lima kali (five whys).
muncul
konsensus
tentang
penyebab itu.
Selanjutnya
fokuskan
perhatian
pada
terpusat. Variabilitas
atau
pemencaran
proses
dapat
proses
statistik pada jalur yang paling penting dan berguna untuk memelihara mean
proses dan variabilitas proses (Montgomery, 1990).
Langkah-langkah membuat grafik kendali Xbar dan Rbar (Gasperz, 2003)
adalah :
1. Tentukan ukuran contoh
(n=
4,5,6,....).
biasanya
.......................................................................................... (1)
penaksir
terbaik
keseluruhan yakni :
Xdouble bar =
Rbar =
.................................................................... (3)
........................................................................................ (4)
4) Hitung batas-batas kendali 3-sigma dari grafik kendali Xbar dan R. Grafik
kendali Xbar (batas-batas kendali 3-sigma):
UCL (Batas Pengendali Atas)
CL (Garis Pusat)
proses
pemeriksaan
atau
pengendalian
produk
untuk
1. Unit milling
2. Penerimaan gandum
3. Silo gandum
4. Silo tepung dan packing produk dan by produk
5. Pelletizing (penggilingan dedak yang diolah menjadi pakan ternak)
6. Gudang tepung dan pellet silo
7. Energi meliputi listrik dan air
8. Laboratorium
9. Kantor seaside and cityside
10. Fasilitas lainnya
Adapun fasilitas lain yang dimiliki oleh PT. Eastern Pearl Flour Mills selain
tersebut di atas, yaitu: workshop, masjid, mushola, koperasi, toko koperasi, kantor
serikat pekerja, kantin, dan poliklinik.
4.1.3
antara
bahkan
dapat
menciptakan
persatuan
dan
dinamika
suatu
perusahaan.
4.1.4 Penanggung Jawab Proses Produksi dan Pengendalian Mutu PT. Eastern
Pearl Flour Mills Makassar
Dengan melihat struktur organisasi perusahaan tersebut di atas, maka dapat
diuraikan tugas dan tanggung jawab dari beberapa bagian yang bertanggung jawab
secara langsung dengan proses produksi dan pengendalian mutu dari struktur
tersebut:
1.
mengkoordinasikan,
memastikan
seluruh
fungsi
dan
tanggung jawab PDQC berjalan secara efektif yang mencakup dari gandum yang
masuk sampai produk tepung terigu siap dikirim. Memastikan semua produk tepung
terigu yang keluar dari pabrik memenuhi kriteria kualitas sesuai dengan
peruntukkannya. Menentukan gandum yang akan digiling tepat sesuai dengan
ketersediaan gandum yang ada.
2.
Production Manager
Merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan serta mengendalikan
semua kegiatan dalam departemen produksi, seperti proses cleaning dan milling.
Membuat prosedur untuk program pelaksanaan pekerjaan, memastikan kelancaran
dan efisiensi semua jenis pekerjaan di departemen produksi. Memastikan sanitasi dan
hygiene terhadap mesin dan peralatan produksi.
3.
Shipping Manager
Mengkoordinasikan dan mengontrol harian kegiatan shipping, loading dan
unloading untuk incoming raw material dan pengisian di silo. Mendukung dan
melaksanakan semua cakupan ISO 9.00022.000.
4. Quality Assurance
Tugas utama Quality Assurance Manager adalah mengkoordinasikan
pengembang aktivitas jaminan mutu di PT. Eastern Pearl Flour Mills. Bertanggung
jawab atas kebenaran hasil audit yang objektif. Bertanggung jawab terhadap
implementasi process control system di lapangan. Memonitor kontraktor untuk
semua proses sertifikasi dan memelihara hubungan baik dengan external auditor.
5. Packing-Warehouse Manager
Merencanakan produksi harian, pengambilan material, mengontrol jalannya
produksi, dan kebersihan pada area flour packing serta menganalisa hasil produksi.
Memastikan pencapaian hasil produksi sesuai dengan target yang telah direncanakan
setiap bulan dan memastikan bahwa dalam pengoperasian mesin- mesin pendukung
selalu dalam keadaan normal dan sesuai dengan batas toleransi yang diizinkan untuk
pencapaian hasil produksi yang maksimal.
4.1.5
Kualitas Gandum
proses
dalam
memperoleh tepung yang berada pada bagian inti gandum. Kadar moisture akan
mengalami penurunan 4-5% selama proses milling berlangsung. Ketika telah menjadi
tepung terigu, kadar moisture yang tinggi dapat mempermudah terjadinya
penggumpalan dan mempengaruhi berat tepung terigu. Pada
hard
wheat,
penambahan air dibutuhkan 24 jam agar menyerap pada bagian tepung yang
terdapat pada inti gandum yang bertujuan agar
mudah
memecah, lebih lengkapnya mengenai target dan masa penyerapan air dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Masa
Hard
15,5 16,5
18 24 jam
Semi
14,5 15,5
14 18 jam
Soft
13,0 14,0
10 14 jam
2. Protein
Kandungan protein dalam tepung antara 8-14% serta rantai protein tersusun
dari 21 asam amino. Protein dibedakan menjadi dua macam yaitu soluble
protein/albumin (larut dalam air) lobulin dan insoluble protein/gliadin (tidak larut
dalam air) glutenin.
Tabel 4.2 : Kandungan Protein dan Jenis Gandum
Merek
Kandungan Protein
Jenis Gandum
Gerbang
High Protein
Hard Wheat
Kompas
Medium Protein
Hard Wheat
Medium - Soft
Wheat
Gatotkaca
Low Protein
Soft Wheat
Fungsi
Roti Spesial
Mie Tarik
Mie Spesial
Tepung Serba
Guna Roti
Manis
Donat
Jajanan Pasar
Cake
Tepung Serba
Guna
Mie Ekonimis
Cake
Biskuit
Goreng-Gorengan
Others
Medium - Low
Variasi dari Medium
Protein
- Soft Wheat
Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)
Adapun komposisi gandum tersebut, yaitu untuk high pro wheat (gandum A1
dan A2), medium pro wheat (gandum B1, B2 dan C1), dan low pro wheat
(gandum B3 dan B4). Untuk gandum B3 penyuplainya berasal dari Australia dan
untuk gandum B4 penyuplainya berasal dari Australia, India, serta Rusia. Adapun
komposisi gandum dari produk Gatotkaca terdiri dari :
Tabel 4.3 : Komposisi Gandum dari Supplier yang Sama
Nama Gandum
Komposisi (%)
Asal
B3
80
Australia
B4
20
Australia
Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)
Tabel 4.4 : Komposisi Gandum dari Supplier yang Beda
Nama Gandum
Komposisi (%)
B3
80
B4
20
Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)
Asal
Australia
India dan Rusia
3. Starch/Pati
Merupakan karbohidrat/pati atau bahan makanan, kandungan starch pada
tepung 60 70%.
4. Mineral (Ash/Abu Content)
Kadar Ash merupakan mineral anorganik yang berada pada bran/bagian luar
gandum yang muncul pada saat proses penggilingan gandum berlangsung/milling.
Ash diperoleh dari daerah antara bran dan aleurano pada gandum. Pada aleurano
terdapat banyak mineral anorganik yang nantinya akan menjadi kadar ash.
Kandungan
mineral
dalam
tepung
dapat
menggambarkan
banyaknya
mengandung
vitamin
B-kompleks,
enrichment
flour
atau
50-
70%, dan berfungsi untuk mengetahui tingkat kehalusan tepung dan apakah
tercampur brab atau tidak
seluruhnya digunakan dalam industri pangan dalam bentuk tepung. Jadi penggilingan
gandum merupakan proses yang sangat berbeda dengan penggilingan beras, tepung
yang dibuat berwarna krem, karena zat warna zantrifil, warna tepung akan memutih
selama penyimpanan tetapi prosesnya lambat. Karena kesukaan konsumen akan
keputihan tepung penggunaan pemutih tepung telah banyak dipakai seperti benzl
peroksida, tetapi dalam hal ini perusahaan tidak menggunakan bahan pemutih.
Pengolahan gandum merupakan proses penggilingan biji-biji gandum yang
bertujuan untuk memisahkan endosperm dari dedak, benih (germ) dan untuk
menghancurkan endosperm menjadi tepung. Secara umum kegiatan-kegiatan
proses pengolahan biji gandum sampai menjadi tepung gandum (terigu) adalah
sebagai berikut :
1.
Penyiapan Bahan
Pada tahap ini dimulai pada proses pemindahan gandum dari kapal ke
tempat penampungan. Gandum yang berasal dari Kanada, Australia, Argentina dan
Saudi Arabia dapat
hard wheat (Canada Western Red Springs atau CWRS), gandum lunak atau soft
wheat (Australian Standard White atau ASW), dan medium wheat (Argentina wheat,
Canada Prairie Spring atau CPS)
Biji gandum yang datang telah bersih dari ampasnya. Biji gandum tersebut
diangkut dengan kapal laut. Cara pemindahan dilakukan oleh alat penghusap
(telescope boaur) ke menara penampung melalui alat pemindah (conveyor) biji
Pembersihan Gandum
Sebelum digiling, gandum sebagai bahan baku tepung mengandung material
asing
mempunyai mutu yang baik. Impurities tersebut dapat berupa (benda logam, pasir,
debu, batu, kayu plastik, kulit gandum, bunga gandum, biji gandum, dan biji-bijian
lainnya. Prinsip dasar pembersihan gandum berdasarkan peralatan/mesin yang
digunakan ialah berdasarkan ukuran, tahanan dry stoner udara, berat jenis, bentuk,
panjang, sifat magnet, gesekan, dan warna.
Ada dua cara pembersihan gandum, yaitu pertama melalui saringan dan
pembersihan udara. Cara alat ini adalah gandum dimasukkan ke saringan yang
bergoyang yang disertai dengan hembusan udara, sehingga terjadi pemisahan
berdasarkan ukuran, diameter, dan berat biji. Alat ini biasa disebut TRC dan kedua
melalui separator cara alat ini bekerja untuk memisahkan gandum dengan tangkai,
batu dan besi melalui rout separator untuk memisahkan biji besi dan logam lainnya.
Selanjutnya, dibersihkan lagi dari batu-batu kerikil melalui dry stoner untuk
memisahkan kulit-kulit luar dari biji gadum, melalui conveyer kemudian gandum
dipindahkan ke air lock untuk ditampung ke silo pengkondisi (condition in bin).
3.
masih basah
sedangkan yang terlalu lama akan mengakibatkan endosperon lunak, lengket dan
bran menjadi kering.
Ketiga, periode pembasahan dipengaruhi oleh kelembaban awal dan
kekerasan biji gandum. Pemberian air dilakukan oleh alat penyomprot dengan uap
basah dalam ruang tertutup dan dilakukan pencampuran. Biji gandum kategori soft
wheat diberi air 14,5 14,8% dan untuk hard wheat 15,0 16,0% biji gandum
yang telah dibasahi diantar ke wheat tampering selama 38 48 jam (hard wheat)
dan 12 24 jam (soft wheat).
4.
dan germ. Mereduksi endosperm menjadi tepung dengan ekstraksi tinggi dan ash
content yang rendah (kualitas tepung yang baik). Proses penggilingan gandum
dibagi atas tiga proses yaitu:
a. Breaking Process atau Proses Pemecahan
memakai fluted roller serta handling produk ke pneumatic system. Secound break
sifter produk diayak menjadi B3 C produk B3 F produk, coarse semolina, fine semolina,
middling, dan tepung. Relased test
semolina, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses second break. Third break
proses (proses pemecahan ke tiga), pada tahapan ini inlet produk B3 C roller dan B3
F roller adalah B3 C produk dan B3 F produk dari sifter B2. Bran kandungan
endosperon sedikit akan dipecahkan menggunakan fluted roller serta
handling produck ke pneumatic system. Third break sifter 1 produk diayak menjadi
B4 C produk dan B4 F produk, tailing produk, middling, dan tepung. Relased test ke
banyak tailing produk, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini. Fourth
break process (proses pemecahan ke empat), pada tahapan ini inlet produk B4 C roller
dan B4 F roller adalah B4C produk dan B4 F produk dari sifter B3. Bran kandungan
endosperon sedikit akan dipecahkan menggunakan
produk ke pneumatic system. Third break sifter 1 produk diayak menjadi B5 C produk
dan B5 F produk, tailing produk, dan middling. Relased test ke banyak tailing produk,
middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini. Fifth break process (proses
pemecahan ke lima), pada tahapan ini inlet produk B5 C roller dan B5 F roller adalah
B5C produk dan B5 F produk dari sifter B4. Bran akan (kandungan endosperon sangat
sedikit dan dekat dengan aleirone cell)
serta handling product
dipecahkan menggunakan
fluted roller
menjadi coarse bran dan fine bran, tailing produck, middling, dan tepung. Relased test
ke banyak tailing produk, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini.
b. Purification Process/ Proses Pemurnian
Pada proses pemurnian ini terjadi pemisahan semolina dan middling dari
bran supaya semolina dan middling menjadi bersih. Mengklasifikasi semolina dan
middling bersih menjadi coarse semolina, fine semolina, coarse middling, dan fine
middling. Purifier bertujuan untuk memisahkan partikel bran yang terdapat pada
semolina atau middling sehingga pada proses zising dan proses middling endosperon
yang digiling adalah pure semolina atau pure middling dan tepung yang dihasikan
mempunyai kualitas yang baik. Prinsip kerja dari proses pemisahan oleh purifier ialah
sifting proses, aspiration proses, dan shaking proses.
c. Reduction Process
Pada proses ini semolina mereduksi menjadi middling dan tepung. Proses ini
juga disebut zising process. Mereduksi middling menjadi tepung proses ini disebut
middling process selanjutnya dilakukan tailing process. Reduction proses dibagi
atas tiga proses yaitu zising process, middling process, dan tailing process. Proses
pertama, zising process atau yang biasa disebut zising sifter adalah memisahkan bran
atau germ, memisahkan endosperm menurut ukuran dan menghasilkan tepung.
Terdiri dari 2 atau 3 tingkat saja, ekstraksi tepung tidak terlalu banyak, umumnya
dipakai smoot rool, differential speed 1,5-1,9, dan Flour cover bervariasi antara 112145. Proses kedua, middling proces terdiri dari 6-10 tingkat. Middling proses dibagi
menjadi tiga tingkat yaitu kualitas satu middling dari endosperm bagian tengah
(ash rendah), Kualitas dua middling dari endosperm antara tengah dan pinggir (ash
tinggi), dan kualitas 3 middling dari endosperm bagian pinggir (ash sangat tinggi).
Umumnya pada proses ini digunakan smoot roll dengan differential speed 1,2-1,5.
Proses yang ketiga, tailing proses atau biasa disebut tailing sifter yaitu memisahkan
bran atau germ, tepung, dan middling menurut ukuran. Terdiri dari 2 atau 3 tingkat
saja dengan ekstraksi tepung sedikit. Umumnya menggunakan smoot roll dengan
different speed 1,1-1,2. Pada proses ini middling mereduksi tanpa memecahkan bran
dan membuat germ menjadi flat sehingga mudah dipecahkan dengan flour cover
bervariasi antara 100 - 125.
5.
Proses Pengepakan
Tepung terigu ditampung dalam silo yang terdiri dari tabung besar dialirkan
terigu
ke
Pemindahan Gandum
Pembersihan
Pra-Penggilingan
Penggilingan
Pengepakan
gluteinnya. Pembuatan tepung terigu harus menggunakan bahan baku biji gandum
yang belum mengalami kerusakan mekanis, biologis maupun mikro biologis, biji
gandum yang akan digiling harus memenuhi standar mutu yang berlaku bagi biji
gandum.
Tepung terigu dapat dibagi dalam 3 bagian/faktor yaitu umum, khusus, dan
tambahan gizi. Umum, tepung terigu yang baik diperoleh dari tepung gandum yang
bersih, kotoran dan pembasmi hama serta memenuhi syarat-syarat sebagai bahan
utama sebelum diolah. Khusus, tepung terigu yang berkualitas dinyatakan sebagai
gabungan dari kadar protein, kekuatan glutenin, derajat warna, kadar maltose, dan
sifat fisik adonan. Tambahan gizi, tepung terigu yang mendapat bahan tambahan
untuk memenuhi peryaratan kualitas tepung terigu.
Kriteria lain yang menentukan kualitas tepung terigu yang baik meliputi
protein tepung terigu untuk pembuatan roti tawar/manis adalah 12 14% untuk
crakers 10 12% untuk kue-kue 9 10% dan 8 9% untuk biskuit dan kue pie
jenis-jenis protein yang penting dalam tepung terigu adalah albumin, globulin, dan
gliadin. Selanjutnya prosentase daya serap air (memengaruhi volume adonan
terutama pada produk mie) dan ukuran partikel sifat (memengaruhi kesan cerah
pada tepung terigu). Sebelum tahun 1998 semua penjualan dan distribusi produkproduk
penjualan dan distribusi produk ditentukan oleh perusahaan sendiri dengan merekmerek dagang: cap Gunung (isi protein min 14,0%), cap Kompas (isi protein min
11,5%) dan cap Gatotkaca (isi protein min 10,5%).
Berdasarkan ketetapan pemerintah perusahaan menyalurkan produk-produk
ke daerah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi, Maluku, Irian jaya, Nusa Tenggara
Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Selain itu
perusahaan juga menyalurkan produk berupa bran, pollar, dan pellet.
Produk ini diekspor ke luar negeri seperti Korea Selatan, Taiwan, Jepang dan
negara-negara Asia lainnya.
2. Produk Sampingan
a.
Tepung industri merupakan bahan pembuat lem kayu lapis, tepung industri
ini dikemas dan dipasarkan pada perusahaan-perusahaan pembuatan kayu
lapis.
b.
c.
d.
4.4
terdiri atas tiga tahapan yaitu pada bahan baku, in process, dan produk jadi.
Pengendalian mutu dilakukan di laboraturium pengendalian mutu dengan cara
melakukan inspeksi setiap produksi tepung terigu berlangsung. Pada tahapan
pertama, yaitu saat biji gandum datang di pelabuhan lalu dipindahkan dengan alat
penghusap unit penimbangan kemudian disimpan pada tempat penampungan/silo
penyimpanan. Kemudian dibersihkan dan diberi air sebelum digiling, pada tahap
inilah untuk pertama kalinya pengambilan sampel dilakukan untuk selanjutnya diuji
pada laboratorium pengendalian mutu. Pengambilan sampel pada inspeksi ini
dilakukan setiap 500 ton
warna biji gandum, dan kandungan/ kadar yang dimiliki gandum apakah telah
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Cara mengetahui kadar kandungan ash
dan moisture pada gandum yaitu dengan menggiling sendiri dengan alat giling
gandum yang dimiliki laboratorium yang selanjutnya di uji pada grain analyzer.
Pada tahapan kedua, gandum yang telah bersih di milling/digiling sesuai
dengan spesifikasinya. Pada tahapan ini terjadi inspeksi yang kedua yaitu
pengambilan sampel pada mesin milling yang bertujuan untuk mengontrol apakah
kadar/kandungan gandum yang telah digiling tetap terjaga. Inspeksi ini dilakukan
per dua jam produksi. Inspeksi dilakukan di laboratorium pengendalian mutu, pada
tahapan ini inspeksi dilakukan dengan dua metode yaitu metode manual dan praktis
yang dalam hal ialah pengujian kadar ash dan moisture . Metode standar
menggunakan oven sedangkan metode praktisnya menggunakan alat uji grain
analyzer yaitu alat pengukur ash dan moisture. Perubahan kadar ash dan kadar
moisture biasanya dipengaruhi oleh suhu, udara dan settingan mesin yang tidak
sesuai. Ketika kadar ash dan moisture tidak sesuai dengan standar, maka pihak
laboratorium wajib melaporkan/menegur pihak milling agar memerhatikan kembali
settingan mesin milling yang sedang menggiling gandum. Tindakan pengendalian
mutu tersebut merupakan upaya untuk menjaga kualitas hasil milling agar dapat
memenuhi standar yang telah ditetapkan, yaitu standar berdasarkan ISO 9.00022.000, SNI, dan standar yang telah ditetapkan sendiri oleh perusahaan. Standar yang
telah ditetapkan oleh perusahaan biasanya berdasarkan dengan kompetitor dan
permintaan konsumen.
Pada tahapan ketiga, yaitu pada saat produk tepung terigu sudah berada
dalam kemasan/produk jadi. Pada tahapan ini inspeksi dilakukan dengan cara
pengambilan sampel pada tepung terigu yang telah dikemas, pengambilan sampel
dilakukan tiap dua jam produksi. Tiap merek memiliki kualitas atau kadar kandungan
yang berbeda-beda maka dengan adanya pengendalian mutu ini perusahaan dapat
menjamin kualitas produknya. Tiap produk memiliki nomor produksi dan tiap nomor
produksi memiliki quality assurance. Quality assurance merupakan tanggung jawab
penuh dari laboratorium pengendalian mutu. Laboratorium memiliki data-data kadar
kandungan tiap nomor produksi produk, hal inilah yang menjadi dasar quality
assurance PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.
jadi. Kadar moisture dan ash bahan baku dapat berubah-ubah, untuk itu dilakukan
pengendalian agar kualitas gandum yang akan digunakan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Ketika kadar ash dan moisture bahan baku tinggi akan
menghasilkan kualitas gandum yang buruk sehingga produk tidak akan diterima
oleh konsumen. Standar kualitas PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar harus lolos
dari standar yang ditetapkan yaitu SNI, ISO 22.000, dan standar tersendiri yang
telah ditetapkan oleh perusahaan.
2. Mesin/Alat
Mesin atau peralatan merupakan faktor yang sangat penting dalam
menghasilkan produk yang bermutu. Mesin/alat yang digunakan PT. Eastern Pearl
Flour Mills antara lain : silo, roller, milling, sifter, dan ruther. Beberapa alat yang
digunakan dalam pengendalian mutu pada laboratorium yaitu oven uji penguji kadar
dan grain analyzer yang mampu menganalisa berapa persen kadar kandungan
yang terdapat pada tepung terigu. Selain itu ada beberapa alat penunjang uji mutu
lainnya seperti tabung reaksi, mikroskop, alat uji tekstur tepung terigu dll. Mesin/alat
membutuhkan perawatan yang khusus agar kinerjanya optimal, perawatan yang
dilakukan berupa mensterilkan alat.
3. In Process
Pada in process terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, intinya ialah
merupakan proses penggilingan gandum yang selanjutnya akan menghasilkan tepung
terigu. Kualitas in process sangat menentukan proses milling atau penggilingan
prosess ini dipengaruhi oleh settingan mesin, suhu dan kelembaban. Settingan mesin
merupakan hal yang paling penting harus diperhatikan oleh karyawan produksi,
karena sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar ash dan moisture
gandum yang sedang digiling. Ketika kadar ash dan moisture
tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan, maka dengan
segera pihak laboratorium akan melaporkan/menegur kepada pihak milling untuk
mengecek/ merubah settingan mesin agar tetap menjaga kadar ash dan moisture
seperti yang diinginkan. Pada saat milling kadar moisture akan mengalami penurunan
4-5% hal ini terjadi karena adanya proses penggilingan yang mengakibatkan
menurunnya kadar moisture walaupun sebelum penggilingan gandum ditambahkan
air agar mudah memperoleh bagian tepung yang terdapat pada
inti
gandum.
Sedangkan untuk kadar ash, pada proses inilah kadar ash muncul, terjadinya
penggilingan pada gandum mengakibatkan terpecahnya/terpisahnya bagian tepung
dan bukan tepung pada gandum.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan suasana dimana karyawan melakukan
aktivitas setiap harinya yang dalam hal ini ialah lingkungan kerja pada saat proses
milling dilakukan. Beberapa faktor lingkungan yang memengaruhi kinerja karyawan
produksi pada PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar yaitu temperatur, suhu,
kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, kebersihan, dan penerangan. Beberapa
faktor lingkungan tersebut memengaruhi kualitas milling, suhu dan kelembaban
seringkali mempengaruhi tinggi rendahnya kadar ash dan moisture. Lingkungan
yang baik akan memengaruhi kinerja karyawan , semakin baik lingkungannya
semakin tinggi juga produktivitasnya dalam meningkatkan kualitas produk.
5. Metode Uji
In process tepung terigu Gatotkaca dan Kompas harus melewati tahap
pengujian laboratorium mutu. Laboratorium telah memiliki standar tersendiri untuk
menyatakan apakah suatu milling itu dikatakan lolos uji atau tidak yang selanjutnya
laboratorium akan menyatakan produk tersebut siap untuk dikemas. Metode uji
harus
Cuaca
Parameter Mutu
Hard Wheat
Suhu
Kadar Ash
Suhu
Soft Wheat
Settingan Mesin
Kelembaban
Silo Penyimpanan
Kedisiplinan
Analisis Mutu
Kadar Moisture
Alat Uji
Penerangan
Kebisingan
Pengetahuan
Ruther
Sirkulasi Udara
Kebersihan
Ketelitian
SDM
Sifter
Lingkungan
Roller
Milling
Mesin
Gambar 4.3 : Diagram Sebab Akibat Kualitas In Procces Gatotkaca dan Kompas
Mutu In Procces
Gatotkaca dan
Kompas
59
menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena ada satu titik yang
memenuhi keriteria tidak terkendali, satu titik tersebut berada dibawah zona 1
sigma/LCL tepatnya pada sampel ke-21. Satu titik yang dinyatakan tidak terkendali
berada dibawah nilai LCL yaitu berada pada kisaran nilai 0,60 sampai 0,63. Grafik
kendali untuk kadar ash Gatotkaca dapat dilihat pada gambar 4.4. Nilai Xdouble
bar
60
0,66 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 2 tidak melebihi batas standar yang
ditetapkan oleh perusahaan untuk kadar ash Gatotkaca yaitu 0,83. Sedangkan nilai
LCL 0,63 dan UCL 0,69, sesuai dengan perhitungan X-chart untuk ash Gatotkaca
yang ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar ash Gatotkaca berada pada
kisaran 0,63 sampai 0,69 dengan rata-rata 0,66.
0,69
X-Chart
UCL
0,66
Mean
0,63
0,60
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
R-Chart
0,1
UCL
0,05
Range
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
kriteria tidak terkendali, dua titik tersebut berada diatas zona 3 sigma/UCL tepatnya
61
pada titik ke-1 dan ke-17. Nilai Rbar ash Gatotkaca, seperti yang ditunjukkan pada
lampiran 2, nilai rata-rata/range 0,05, LCL 0, dan UCL 0,11, perhitungan nilai LCL dan
UCL dapat dilihat pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar ash Gatotkaca bervariasi
berada pada kisaran 0 sampai 0,11, dengan rata-rata 0,05. Grafik kendali Rbar dapat
dilihat pada gambar 4.5.
2. Grafik Pengendalian Mutu In Process Kadar Moisture Gatotkaca
Grafik kendali Xbar pengendalian mutu in process kadar moisture Gatotkaca
menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan berada tidak terkendali karena ada satu
titik yang memenuhi keriteria tidak terkendali, satu titik tersebut berada diatas zona
3 sigma/UCL tepatnya pada titik ke-25. Nilai Xdoeble bar 13,88 tidak melewati standar
yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 14,2, seperti yang ditunjukkan lampiran 3.
Sedangkan nilai LCL 13,68 dan UCL 14,08, nilai sesuai dengan perhitungan yang
ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar moisture Gatotkaca berada pada
kisaran 13,68 sampai 14,08 dengan rata-rata 13,88. Pada grafik Xbar terdapat satu
titik yang berada diatas nilai UCL yaitu yang
sampai 14,28. Grafik kendali X-chart dapat dilihat pada gambar 4.6.
14,28
X-Chart
14,08
UCL
13,88
Mean
13,68
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
LCL
62
memenuhi kriteria tidak terkendali, empat titik tersebut berada diatas zona 3
sigma/UCL tepatnya pada titik ke-8, ke-25,ke-26, dan ke-27 . Nilai Rbar moisture
Gatotkaca 0,35, seperti yang ditunjukkan pada lampiran 3. LCL 0, dan UCL 0,74
seperti ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar moisture Gatotkaca
bervariasi berada pada kisaran 0 sampai 0,74, dengan rata-rata 0,37. Grafik R bar
terdapat beberapa titik yang berada diatas UCL yaitu terdapat ada empat titik yang
berada pada kisaran nilai 0,74 sampai 1,48. Grafik R-chart dapat dilihat pada
gambar 4.7.
R-Chart
1,48
1,11
0,74
UCL
0,37
Range
LCL
1
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
terlihat
63
mesin yang tidak sesuai juga memengaruhi tingginya kadar ash dan moisture.
Variasi penyebab khusus ini juga dapat berupa terjadinya kesalahan dalam
pengujian pada laboratorium pengendalian mutu saat melakukan pengujian kadar ash
dan moisture Gatotkaca. Walaupun dikatakan tidak terkendali menurut P-chart,
namun dikatakan terkendali oleh pihak laboratorium/perusahaan karena tidak
melewati standar pengendalian mutu yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,83
untuk ash Gatotkaca dan 14,20 untuk moisture Gatotkaca.
3. Grafik Pengendalian Mutu In Process Kadar Ash Kompas
Grafik kendali pengendalian mutu Xbar in process kadar ash Kompas
menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan berada tidak terkendali karena ada tiga
titik yang memenuhi keriteria tidak terkendali yang berada diatas zona 3 sigma/UCL
tepatnya pada titik ke-23, ke-28, dan ke-30. Ketiga titik tersebut berada pada
kisaran nilai 0,65 sampai 0,67. Nilai Xdouble
bar
ditunjukkan pada lampiran 4, tetap berada pada standar pengendalian mutu ash
Kompas yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,70. Nilai UCL 0,65 dan LCL 0,61,
sesuai dengan perhitungan pada lampiran 7.
berada pada kisaran nilai 0,61 sampai 0,65 dengan rata-rata 0,63. Grafik X-chart
dapat dilihat pada gambar 4.8.
Grafik kendali Rbar pengendalian mutu in process kadar ash Kompas
menunjukkan terkendali. Dikatakan terkendali karena tidak ada titik yang memenuhi
kriteria tidak terkendali, semua titik berada dibawah zona 3 sigma/UCL dan diatas
zona 1 sigma. Pada nilai Rbar 0,03 ash Kompas, seperti yang ditunjukkan pada
lampiran 4. Sedangkan nilai LCL 0, dan UCL 0,06 sesuai dengan perhitungan pada
lampiran 7. Hal ini berarti kadar ash kompas bervariasi berada pada kisaran 0
64
sampai 0,06, dengan rata-rata 0,03. Grafik kendali pengendalian mutu R-chart ash
Kompas dapat dilihat pada gambar 4.9.
0,67 X-Chart
0,65
UCL
0,63
Mean
0,61
LCL
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
0,06
R-Chart
UCL
0,03
0,00
Range
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
LCL
memenuhi
tepatnya pada titik ke-11, ke-15, dan ke-29. Tiga titik yang berada diatas nilai UCL
tersebut pada kisaran nilai 13,90 sampai 14,05. Nilai Xdouble
bar
moisture Kompas
65
13,80 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 5 tidak melebihi batas standar yang
ditetapkan oleh perusahaan yaitu 14,2 namun pada grafik dilakukan pembulatan
menjadi 13,75. Nilai LCL 13,60 dan UCL 13,90, sesuai dengan perhitungan pada
lampiran 7. Hal ini berarti kadar moisture Kompas berada pada kisaran 13,60 sampai
13,90 dengan rata-rata 13,75. Grafik kendali pengendalian mutu moisture
Kompas dapat dilihat pada gambar 4.10.
14,05
X-Chart
UCL
13,9
Mean
13,75
LCL
13,6
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
66
0,56
R-Chart
UCL
0,28
Range
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
LCL
menurut
P-chart,
namun
dikatakan
terkendali
oleh
pihak
KASUS VI
PENDAHULUAN
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan pabrik yang mengolah kelapa sawit
dengan metode dan aturan tertentu hingga menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) dan
Palm Kernel Oil (PKO). Dalam proses pengolahan tersebut, perusahaan selalu
berupaya untuk mengoptimalkan jumlah rendemen CPO dan PKO. Salah satu sistem
manajemen yang diterapkan untuk mendapatkan jumlah rendemen yang optimal
adalah menekan terjadinya kehilangan minyak (oil losses) pada CPO dan kehilangan
Kernel (losses PKO) selama proses produksi.
Dalam proses produksinya, PKS XYZ berupaya mengoptimalkan hasil
rendemen serta memperbaiki mutu produk. Dengan demikian, PKS tersebut dapat
dipastikan juga mengupayakan agar kehilangan minyak (oil losses) terjadi seminimal
mungkin. Kehilangan minyak biasanya terjadi di beberapa titik di stasiun-stasiun
kerja yang ada di lantai produksi. Besarnya nilai rata-rata losses yang terjadi dalam
periode antara 27 Februari sampai dengan 29 April 2012 adalah tandan kosong
2,43%, screw press yakni terdapat pada ampas (fibre) 5,26%, biji (nut) 0,78% serta
pada draf akhir (sludge akhir) 0,8%.
Dari titik-titik lokasi terjadinya oil losses tersebut, perusahaan memberikan
standar atau batasan maksimal kehilangan. Dalam pelaksanaannya, perlu adanya
tindakan analisa terhadap kehilangan CPO guna mengetahui apakah persentase
kehilangan CPO tersebut masih berada pada standar yang ditetapkan perusahaan serta
1
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif Kasim
Jl. H.R. Soebrantas No. 155, Km 15,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru (28293)
E-mail: veradevani@gmail.com
2
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif Kasim
Jl. H.R. Soebrantas No. 155, Km 15,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru (28293)
Naskah diterima: 16 April 2014, direvisi: 12 Juni 2014, disetujui: 10 Juli 2014
28
ISSN 1412-6869
guna mengetahui efektivitas dari alat-alat yang terdapat pada stasiun-stasiun tempat
terjadinya oil losses sehingga pada akhirnya dapat menekan kehilangan CPO.
Statistical Process Control (SPC) merupakan metoda pengambilan keputusan
secara analitis yang memperlihatkan suatu proses berjalan dengan baik atau tidak
(Zagloel & Nurcahyo, 2013). Statistical Process Control (SPC) digunakan untuk
memantau konsistensi proses yang digunakan untuk pembuatan produk yang
dirancang dengan tujuan mendapatkan proses yang terkendali.
Penelitian yang dilakukan oleh Umariah, dkk. (2007) tentang analisis
hubungan nilai sortasi tandan buah segar (TBS) terhadap mutu dan rendemen Cruide
Palm Oil (CPO), serta kehilangan minyak menggunakan metoda kuantitatif
deskriptif. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai sortasi TBS yang
diperoleh berkorelasi negatif terhadap rendemen CPO, kadar kotoran CPO dan
kehilangan minyak dengan kontribusi berturut-turut 3%, 1% dan 0,5%, serta
berkorelasi positif terhadap Asam Lemak Bebas (ALB) Mass Passing to Digester
(MPD) dan ALB CPO produksi dengan kontribusi 0,8% dan 1,7%.
Putri (2012) melakukan penelitian tentang analisis kehilangan minyak (oil
losses) yang terdapat pada empty bunch, press dan finnal effluent dengan cara
ekstraksi menggunaan alat sokletasi. Dari hasil penelitian diperoleh kadar oil losses
yang tinggi mempengaruhi efisiensi produksi pengolahan, hal ini disebabkan oleh
setiap peralatan yang tidak memiliki kemampuan dan kapasitas design yang optimal,
dan kualitas tandan buah segar, sehingga oil losses yang dihasilkan menjadi tinggi
dan OER yang dihasilkan semakin menurun.
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisa konsistensi
kehilangan minyak (oil losses) pada CPO dan faktor-faktor penyebab dengan
menggunakan metoda Statistical Process Control.
LANDASAN TEORI
Definisi Kualitas
Dalam dunia industri baik industri jasa maupun manufaktur mutu adalah
faktor kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan dan peningkatan posisi
bersaing. Kualitas merupakan sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan, bukan oleh
pemasaran atau manajemen. Kualitas didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan
terhadap produk atau jasa, dimana diukur berdasarkan persyaratan pelanggan tersebut
dinyatakan atau tidak dinyatakan, secara teknis atau bersifat subjektif dan selalu
mewakili sasaran yang bergerak dalam pasar yang penuh persaingan.
Kualitas didefenisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan
penurunan variasi karakteristik kualitas dari suatu produk yang dihasilkan, agar
memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan guna meningkatkan kepuasan
pelanggan (Ariani, 2004).
Statistical Process Control (SPC)
Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen dimana
mengukur karakteristik kualitas dari produk atau jasa, kemudian membandingkan
hasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan serta mengambil
tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan kinerja aktual dan
standar.
Pengendalian kualitas produksi dapat dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya dengan penggunaan bahan/material yang bagus, penggunaan mesinmesin/peralatan produksi yang memadai, tenaga kerja yang terampil, dan proses
produksi yang tepat. Dalam hal ini pengendalian kualitas secara statistik (Statistical
29
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
ISSN 1412-6869
Check sheet merupakan alat yang memungkinkan pengumpulan data sebuah proses
yang mudah, sistematis, dan teratur. Alat ini berupa lembar kerja yang telah
dicetak sedemikian rupa sehingga data dapat dikumpulkan dengan mudah dan
singkat. Data yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai masukan data untuk
peralatan kualitas lain.
5. Histogram
Histogram adalah salah satu metode statistik untuk mengatur data sehingga dapat
dianalisa dan diketahui distribusinya. Histogram merupakan tipe grafik batang
yang jumlah datanya dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan rentang
tertentu. Setelah data dalam setiap kelas diketahui, maka dapat dibuat Histogram
dari data tersebut. Histogram tersebut dapat dilihat gambaran penyebaran data
masih sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
6. Diagram pencar(scatter diagram)
Diagram pencar (scatter diagram) digunakan untuk melihat korelasi atau
hubungan dari suatu faktor penyebab yang berkesinambungan terhadap suatu
karakteristik kualitas hasil kerja.
7. Peta kendali (control chart)
Peta kendali adalah teknik pengendali proses pada jalur yang digunakan secara
luas untuk menyelidiki secara cepat terjadinya sebab-sebab terduga atau proses
sedemikian sehingga penyelidikan terhadap proses itu dan tindakan pembetulan
dapat dilakukan sebelum telalu banyak unit yang tidak sesuai diproduksi.
Peta Kendali MR (Moving Range)
Pembuatan peta ini diterapkan proses yang menghasilkan output relative
homogen, misalnya cairan kimia, kandungan mineral dalam air, makanan, dan
sebagainya. Demikian pula dengan kasuskasus dimana inspeksi 100% digunakan
untuk proses produksi yang sangat lama.
|
=|
. (1)
=
. (2)
=
=
. (3)
. (4)
.... (6)
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
batas spesifikasi tetapi beberapa bagian dari variasi proses terletak di luar batas
spesifikasi.
5. Nilai Cpk secara de facto standard = 1, menunjukkan bahwa proses sesuai dengan
spesifikasi.
6. Jika nilai Cpk > 1, menunjukkan bahwa proses lebih baik dari spesifikasi yang
diinginkan.
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah kadar oil losses CPO pada
tandan kosong (tankos), ampas (fibre), biji (nut), draf (sludge) akhir 27 Feb - 29 April
2012 sebanyak 30 sampel serta standar oil losses perusahaan. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode statistical process control. Tools yang digunakan
pada pengolahan data adalah histogram, control chart IMR dan indeks kinerja Kane
(Cpk). Analisa faktor-faktor penyebab terjadinya oil losses CPO menggunakan
Diagram Sebab Akibat (Fishbone).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Batas normal kehilangan minyak (oil losses) sesuai dengan sasaran mutu yang
diterapkan oleh perusahaan seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Batas normal kehilangan minyak
No.
1
2
3
4
5
Keterangan
Tankos
Biji (nut)
Ampas (fibre)
Sludge akhir
Total oil losses
Frekuensi
17
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
14
11
8
6
3
1
1,58
1,59
1,60
1,61
1,62
1,63
1,64
Persentase Losses
Gambar 1. Histogram total oil losses CPO (27 Februari-29 April 2012)
ISSN 1412-6869
Histogram rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal dapat dilihat pada
gambar 2.
Kadar Losses
5
4
3
2
1
0
Tankos
Biji (Nut)
Maks
2.5
0.8
Ampas
(Fibre)
6
Rata-rata
2.43
0.78
5.26
Sludge
Akhir
0.7
Total Losses
0.8
1.6
1.65
Gambar 3. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO pada
tandan kosong (27 Pebruari-30 Maret 2012)
Berdasarkan gambar 3, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tandan
kosong menunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena
semua sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa
33
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
proses yang menyebabkan terjadinya oli losses CPO pada tankos tergolong
konsisten.
Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhi
permintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk
sebesar 0,54, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada
dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian berada di luar batas kendali. Kondisi
ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (30 Maret-29 April
2012) dapat dilihat pada gambar 4.
Berdasarkan gambar 4, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tankos
menunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semua
sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang
menyebabkan terjadinya oil losses CPO pada tankos tergolong konsisten.
34
ISSN 1412-6869
Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,48 mengindikasikan bahwa
rata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada
di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit
memenuhi spesifikasi pelanggan.
Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada tankos
diantaranya dapat dilihat pada gambar 5.
2. Peta kendali kadar oil losses CPO pada biji
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji revisi ke-2 (27 Februari29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 6.
Berdasarkan gambar 6, dari peta kendali I-MR revisi ke-2, diperoleh kondisi yang
menyatakan bahwa semua sampel berjumlah 26 sampel berada di dalam batas
kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.
Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhi
permintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai
Cpk sebesar 0,46, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada
di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada di luar kendali. Dapat
diartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji (30 Maret-29 April
2012) dapat dilihat pada gambar 7. Berdasarkan gambar 7, dari peta kendali I-MR
kadar oil losses CPO pada biji (nut) menunjukkan bahwa semua sampel juga
berada di dalam batas kendali. Karena semua sampel berada di dalam batas
kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang menyebabkan terjadinya
losses CPO pada biji (nut) tergolong konsisten.
Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,30 mengindikasikan bahwa
rata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada
di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit
memenuhi spesifikasi pelanggan.
Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada biji diantaranya
dapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 8.
35
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
36
ISSN 1412-6869
Gambar 10. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO pada
ampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 10 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil losses
CPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada di
dalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah
konsisten.
Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 4,17 mengindikasikan bahwa ratarata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses
yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi
pelanggan. Ini berarti tingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.
Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada ampas
diantaranya dapat dilihat pada diagram sebab akibat pada gambar 11.
37
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
Gambar 11. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada ampas
Gambar 12. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO
pada sludge akhir revisi ke-1 (27 Februari-29 Maret 2012)
Berdasarkan gambar 12 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil losses
CPO pada sludge akhir, diperoleh kondisi 28 sampel berada di dalam batas
kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.
Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhi
permintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk
sebesar -2,50, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di
luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memiliki
tingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampu memenuhi spesifikasi
pelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadi lebih dari 0,7%.
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-4 (30
Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 13.
38
ISSN 1412-6869
Gambar 13. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO pada
sludge akhir revisi ke-4 (30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 13 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-4 kadar oil losses
CPO pada sludge akhir, dapat dilihat bahwa semua sampel telah berada di dalam
batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.
Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar -10,32 mengindikasikan
bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Dapat diartikan sebagai proses
yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampu
memenuhi spesifikasi pelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadi
lebih dari 0,7%.
Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada sludge akhir
diantaranya dapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 14.
Gambar. 14 Diagram sebab akibat oil losses CPO pada sludge akhir
39
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
Gambar 15. Control chart IMR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO
(27 Februari-29 Maret 2012)
Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 1,25 mengindikasikan bahwa ratarata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses
yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi
pelanggan. Dengan kata lain, oil losses yang terjadi kurang dari 1,65%.
Peta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk revisi ke-1 (30 Maret-29
April 2012) dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16. Control chart IMR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO revisi ke-3
(30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 16 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-3 total oil losses
CPO menunjukkan bahwa 23 sampel berada pada batas kendali. Karena semua
sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang
menyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.
Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 2,75 mengindikasikan bahwa ratarata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses
40
ISSN 1412-6869
yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi
pelanggan.
KESIMPULAN
Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kondisi oil losses CPO pada tandan kosong, menunjukkan bahwa proses berada
pada batas kendali, hanya saja jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oil losses
CPO pada tankos ini hanya sedikit yang memenuhi spesifikasi kebutuhan
pelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses tersebut adalah
jumlah umpan (input) TBR (tandan buah rebus) dalam proses pemipilan buah di
mesin threaser yang terlalu banyak.
2. Kondisi oil losses CPO pada biji (nut)) menunjukkan bahwa proses berada pada
batas kendali. Tetapi jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oil losses CPO pada
biji (nut) ini hanya sedikit yang memenuhi spesifikasi kebutuhan pelanggan.
Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses adalah proses pencacahan buah
pada pisau digester dan mesin screw press.
3. Kondisi oil losses CPO pada ampas (fibre) menunjukkan bahwa proses berada
pada batas kendali. Berdasarkan kapabilitas menyatakan bahwa oil losses
tersebut memenuhi kebutuhan pelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensian
oil losses adalah proses pencacahan buah pada pisau digester dan mesin screw
press.
4. Kondisi oil losses CPO pada sludge akhir, menunjukkan bahwa proses yang
terjadi cukup terkendali. Hanya saja jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oil
losses CPO pada sludge akhir ini tidak dapat memenuhi spesifikasi kebutuhan
pelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses tersebut adalah
proses pengutipan minyak ada mesin sludge separator.
5. Kondisi total oil losses CPO menunjukkan bahwa proses berada pada batas
kendali. Berdasarkan kapabilitas menyatakan bahwa oil losses tersebut
memenuhi kebutuhan pelanggan.
Daftar Pustaka
Ariani, D. W. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan Kuantitatif dalam
Manajemen Kualitas. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Arifianti, R. 2013. Analisis Produk Sepatu Tomkins. Jurnal Dinamika Manajemen.
Vol. 4, No. 1: 46-58.
Ayuni, D.; Siswandaru, K.; dan Nupikso, G. 2012. Analisis Penerapan Statistical
Quality Control pada Beban Usaha PT. PLN. Jurnal Organisasi dan
Manajemen. Vol. 8, No. 1, Maret 2012, pp. 22-31.
Bakhtiar, S.; Tahir, Suharto; dan Hasni, Ria Asysyfa. 2013. Analisa Pengendalian
Kualitas dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC).
Malikussaleh Industrial Engineering Journal. Vol. 2, No.1, pp. 29-36.
Fauzi, Y.; Widiastuti, Y.E.; Satyawibawa, I.; dan Hartono, R. 2000. Kelapa Sawit:
Budidaya, Pemanfaatan Hasil & Limbah, Analisis Usaha & Pemasaran.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Fernandez, R. R. 1996. Mutu Terpadu dalam Manajemen Pembelian & Pemasok.
Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Gaspersz, V. 2003. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Hadi, M. M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit Edisi Pertama. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa.
41
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
Heizer, J.; dan Barry, R. 2009. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat.
Kartika, H. 2013. Analisis Pengendalian Kualitas Produk CPE Film Dengan Metode
Statistical Process Control pada PT. MSI. Jurnal Ilmiah Teknik Industri. Vol.
1, No. 1, pp. 50-58.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu
Hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Prasetyo, Fajar T. 2014. Analisis Pengendalian Kualitas Produk Cat Envitex dengan
Menggunakan Metode P-Chart dan Fishbone pada PT. Indaco Coatings
Industry Karanganyar. Jurnal Sosioekotekno. Vol. 2, No. 1, pp. 1-12.
Rao, A. and Lawrence P. C. 1996. Total Quality Management: A Cross-functional
Perspective. New York: John Wiley & Sons.
Sukamto. 2008. 58 Kiat Meningkatkan Produktivitas dan Mutu Kelapa Sawit. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Umariah, U.; Budiyanto, B.; dan Yusril, D. 2007. Analisis Hubungan Nilai Sortasi
Tandan Buah Segar (TBS) Terhadap Mutu dan Rendemen Crude Palm Oil
(CPO), Serta Kehilangan Minyak di PTPN VII Talo Pino Bengkulu. Skripsi
S1. Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Zagloel, T.YM.; dan Nurcahyo, R. 2013. TQM Manajemen Kualitas Total dalam
Perspektif Teknik Industri. Jakarta: PT. Indeks.
42
KASUS VII
quality culture.
Pendahuluan
178
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
179
180
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
181
alpha, dilanjutkan dengan metode yang menguji beda pendapat responden dengan menggunakan Friedmen Test (FR-test). Hasilnya adalah 76,6
% pelanggan menyatakan pelaksanaan elemen-elemen TQM pada suatu
organisasi pendidikan tinggi tersebut buruk, atau TQM memang belum dilaksanakan di perguruan tinggi tersebut. Selanjutnya dengan menggunakan
uji Friedman didadapatkan bahwa nilai Fr lebih kecil dari 2 0,05 . Hal ini
berarti tidak ada perbedaan terhadap penilaian tersebut atau dapat diartikan
bahwa faktor pribadi yang ada pada masing-masing individu tidak mempunyai peran penting atau tidak berarti bagi mahasiswa selaku pelanggan
eksternal primer dalam memberikan penilaian terhadap pelaksanaan filosofi
Total Quality Management di organisasi pendidikan tinggi yang diteliti.
Sedang yang termasuk dalam faktor individu ini dapat meliputi antara
lain usia, jenis kelamin, lama studi, indeks prestasi, semangat belajar,
latar belakang keluarga dan budaya, dari pelanggan ekesternal primer
tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perguruan tinggi tersebut belum melaksanakan TQM, baik secara total maupun parsial pada
masing-masing elemennya.
Kondisi yang dialami organisasi pendidikan tinggi tersebut memang
masih jauh dari pelaksanaan TQM. Hal ini disebabkan selain dari faktor
internal dalam organisasi tersebut, faktor eksternal yang berupa regulasi
pemerintah juga sangat mempengaruhi. Organisasi pendidikan tinggi di
Indonesia memang belum berkembang bebas seperti halnya organisasi jasa
atau perusahaan manufaktur.
Selanjutnya, temuan mengenai tidak terlaksananya TQM organisasi pendidikan tinggi tersebut didukung dengan hasil penelitian mengenai kualitas
pelayanan (service quality) pada organisasi pendidikan tinggi yang sama.
Kualitas pelayanan dapat dianalisis dengan melihat perbedaan antara apa
yang diharapkan dengan apa yang sesungguhnya dijumpai di lapangan.
Kualitas pelayanan digambarkan oleh Parasuraman et al., (1991) sebagai
suatu bentuk dari sikap, berhubungan tetapi tidak ekuivalen dengan kepuasan,
yang merupakan hasil perbandingan antara harapan (expectation) dengan
kinerja (perfomance). Hal ini dapat dilakukan untuk menguji apakah filosofi
memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan sudah dilaksanakan, di
samping beberapa variabel pendukung TQM yang sudah diuji di depan.
182
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
183
184
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
pelanggan, baik pelanggan internal (yaitu semua pihak yang berada dalam
lingkungan pendidikan) maupun eksternal (yaitu semua pihak yang berada
di luar lingkungan pendidikan tetapi sangat berpengaruh pada industri jasa
pendidikan tersebut, seperti masyarakat), dan bukan apa yang dianggap
oleh lembaga pendidikan sebagai yang terbaik.
Kesulitan yang dialami lembaga pendidikan adalah pelanggan pendidikan ikut memerankan peran penting dalam mutu belajarnya. Pelanggan
mempunyai fungsi yang unik dalam menentukan mutu dari apa yang mereka
terima dari dunia pendidikan. TQM menekankan pada kedaulatan pelanggan, sehingga banyak bertentangan dengan konsep lama. Pendidikan dan
pelatihan bagi pengajar dalam konsep dan pemikiran mengenai kualitas
adalah elemen penting dalam perubahan budaya. TQM lebih dari sekedar
menyenangkan dan membuat pelanggan lembaga pendidikan tersenyum,
melainkan mengenai kemampuan lembaga pendidikan mendengarkan dan
masuk dalam dialog mengenai ketakutan dan inspirasi orang-orang atau
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Pendidikan adalah menyangkut orang yang belajar. TQM di
sektor pendidikan menyangkut mutu pengalaman peserta didik atau
siswa. Siswa adalah pelanggan primer. Tanpa kemampuan untuk
memenuhi pendidikan yang dibutuhkan, tidak akan mungkin untuk
suatu lembaga pendidikan dikatakan telah mencapai TQM. Sebuah
lembaga pendidikan mempunyai kewajiban untuk membuat siswa
menyadari adanya berbagai macam metode belajar yang tersedia
baginya.
Banyak orang mempelajari bagaimana menggunakan prinsip TQM di
kelas. Beberapa elemen mungkin terlibat dalam cara ini. Diawali dengan
menyusun misi yang akan dicapai oleh siswa dan pengajar. Dari sini negosiasi
dilakukan mengenai bagaimana dua bagian tersebut akan dapat mencapai
misi, gaya belajar dan mengajar dan sumber daya yang dibutuhkan. Siswa
dapat membicarakan rencana kegiatannya untuk memberikan petunjuk dan
motivasi. Penyusunan feedback dengan mengadakan evaluasi bagi setiap
siswa sangat penting untuk proses pembentukan jaminan kualitas (quality
assurance). Evaluasi harus merupakan proses yang berjalan terus-menerus
dan tidak boleh ditinggalkan sebelum siswa menyelesaikan sekolah tersebut.
Hasil evaluasi pun harus didiskusikan dengan para siswa. Namun bukan
185
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
187
mental. Bahkan, para pengajar dan seluruh staf beserta mahasiswa sebagai pelanggan ikut serta terlibat dalam pelaksanaan filosofi tersebut.
(5) Pesan dan perilaku yang konsisten yang perlu disampaikan kepada
pelanggan
Industri jasa, khususnya pendidikan memang sulit dilihat hasilnya. Bagaimana pendidikan yang berkualitas sulit dicari pengukuran-
188
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
nya. Hingga saat ini, lembaga pendidikan dikatakan berkualitas apabila lulusannya dapat bekerja di tempat yang enak. Namun harus kita
ingat, apakah tempat yang enak itu relevan dengan kemampuan yang dimilikinya? Oleh karena itu, dalam filosofi TQE/ TQS mereka yang
nantinya akan lulus dari suatu lembaga pendidikan sebaiknya ditempatkan sebagai pelanggan. Walaupun ada sebagian orang yang menganggapnya sebagai input, tetapi hal ini merupakan anggapan kedua.
Sebagai pelanggan, mereka tentu ingin mendapatkan pelayanan yang
baik dan memuaskan. Pelayanan yang baik tersebut dapat mereka
rumuskan dan mereka minta pada para karyawan dan pengajar sebagai
pemberi jasa yang berhubungan secara langsung dengan pelanggan, atau
pada pimpinan unit (dekan, ketua jurusan, dan sebagainya) sebagai pemberi jasa yang secara tidak langsung berhubungan dengan pelanggan. Oleh
karena itu, pihak pemberi jasa baik yang langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan pelanggan tersebut harus mempunyai satu kata sepakat
dan konsisten dengan apa yang menjadi keputusannya.
Di sisi lain, dalam industri manufaktur, pelaksanaan Total
Quality Management (TQM) harus berpasangan dengan pelaksanaan Just
In Time (JIT) baik sebagai filosofi untuk menghilangkan pemborosan pada
semua sektor yang ada maupun Just In Time sebagai teknik pengendalian
persediaan, penjadwalan, penyediaan produk dan sebagainya. Sektor jasa
pendidikan juga dapat menerapkan Just In Time dalam mendukung pelaksanaan filosofi Total Quality Management atau Total Quality Education.
Pendidikan yang menganut prinsip Just In Time dapat ditunjukkan dengan
partisipasi dari para peserta didik. Para peserta didik harus aktif dengan para
staf akademik atau pengajar sebagai fasilitator. Para peserta didik juga harus
didorong untuk selalu bekerja sama dengan orang lain. Prinsip utama JIT di
sektor pendidikan tersebut adalah semua peserta didik lebih terlibat dalam
proses, adanya rasa memiliki terhadap organisasi atau lembaga pendidikan
tersebut, menggunakan pengalaman yang dimiliki untuk mencapai keberhasilan, adanya dukungan atau komitmen semua pihak. Pembelajaran yang
efektif adalah pembelajaran yang menggunakan filosofi JIT yang dicapai
dengan simulasi atau dengan proses partisipasi aktif lain.
Penerapan Just In Time dalam pendidikan juga tidak terlalu banyak ber-
189
beda dengan penerapannya di sektor manufaktur. Pada dasarnya JIT menghendaki perubahan pikiran, mempertanyakan kondisi yang telah mantap,
menghilangkan pemborosan atau segala aktivitas yang tidak perlu, menyusun kembali tata letak organisasi (layout), penyederhanaan dalam kegiatan
operasi, mengembangkan fleksibilitas, mengubah pengukuran-pengukuran,
mencapai perbaikan terus-menerus dan berkesinambungan, dan mutu.
Menurut Tatikonda (1993), pemborosan yang terjadi pada sektor pendidikan
yang harus dihindari oleh JIT antara lain topik yang berulang atau sama
pada lebih dari satu mata kuliah, pemberian pre-test mengenai materi yang
akan disampaikan terlalu berlebihan, sehingga hanya akan menimbulkan
pengerjaan kembali produk cacat atau tidak ada proses pembelajaran yang
baru, pengenalan setiap mata kuliah secara berlebihan yang sebenarnya
tidak perlu di berikan, pengaturan heregistrasi yang rumit dan memakan
waktu lama, dan masih bayak lagi.Oleh karena itu, mata kuliah-mata kuliah
yang akan disampaikan perlu mengikuti logika dalam group of technology,
yaitu dengan membagi mata kuliah-mata kuliah tersebut kedalam beberapa
induk yang besar dan para dosen pengampu mata kuliah dalam satu bagian
harus selalu mengadakan pembicaraan atau pembahasan mengenai materimateri tersebut. Selain itu, pelayanan administrasi juga harus mengadakan
perbaikan diri, dalam arti pemberian pelayanan kepada pelanggan eksternal
primer yang dalam hal ini adalah peserta didik, harus cepat dan tepat. Hal
ini akan dapat terlaksana dengan baik bila ada komitmen dari semua pihak
dan didukung sarana dan prasarana yang memadai.
Selanjutnya, dalam industri jasa pendidikan, kualitas suatu jasa pendidikan juga sangat penting, yaitu penilaian kualitas oleh pelanggan yang
menikmati secara langsung jasa pendidikan yang ditawarkan. Istilah lain
untuk Kaizen adalah Continuous Improvement dan Six Sigma, di mana konsep ini dilandasi dengan do it right the first time dengan pantang menerima,
memproses, dan melanjutkan produk cacat. Perbaikan dalam proses itulah
yang selalu ditekankan dalam konsep ini. Jasa pendidikan sebagai output
memang tidak dapat kita perbaiki. Yang dapat kita perbaiki adalah proses
penyelenggaraan program dan penyediaan jasa pendidikan.
Sementara itu, perbaikan secara terus-menerus dan berkesinam-bungan
dapat dilakukan dengan cara mengadopsi praktek-praktek atau proses yang
190
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
terbaik dari organisasi penyelenggara program dan penyediaan jasa pendidikan lain ke dalam organisasi kita dengan disesuaikan dengan kondisi yang kita
miliki. Cara ini kita kenal dengan benchmarking. Bila cara ini yang kita tempuh, maka keterbukaan dari lembaga pendidikan atau organisasi penyelenggara program dan penyedia jasa pendidikan baik organisasi sebagai pengadopsi
maupun yang diadopsi. Sedang cara yang dilakukan oleh Amerika untuk
mengejar ketinggalannya dari Jepang dalam pengendalian mutu penyelenggaraan program adalah dengan membuat lompatan jauh ke depan atau membongkar proses yang selama ini dilakukan menjadi suatu proses yang baru
dan lebih baik. Cara ini kita kenal dengan reengineering. Bila cara ini yang
kita tempuh maka pembongkaran yang dilakukan harus secara menyeluruh
sampain ke akar-akarnya.
Selanjutnya, dalam penerapan TQM pada industri jasa pendidikan,
menurut Herbert et al. (1995) ada empat pendekatan atau cara yang dapat
digunakan, yaitu sebagai berikut.
191
192
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
193
disamping koomitmen dari para peneliti itu sendiri. Hasil penelitian tersebut juga harus selalu diperbaiki dan disempurnakan. Bisa jadi, penelitian
tersebut dilakukan atas permintaan dari pihak tertentu yang mempercayai
lembaga pendidikan tersebut untuk meneliti permasalahan yang terjadi pada
pihak yang meminta penelitian tersebut. Sehingga, pihak yang meminta
dilakukannnya penelitian itulah pelanggannya di mana kepuasannya harus
diwujudkan dengan berpedoman pada filosofi TQM.
Metode-metode yang digunakan dalam penerapan TQM dan CQI
untuk sektor industri atau perdagangan dapat juga digunakan pada lembaga-lembaga pendidikan. Lebih jauh lagi, penerapan TQM dan CQI dapat
meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan tersebut untuk menyediakan
lulusan yang bermutu, dalam berbagai program kemampuan atau keilmuan
dan keterampilan atau kejuruan.
Namun demikian, penerapan filosofi TQM di sektor pendidikan ini
bukannya tanpa kendala. Menurut Hittman (1993), ada beberapa hambatan
yang sering dihadapi dalam menerapkan filosofi tersebut, antara lain sebagai berikut.
194
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
pemimpin departemen. Sasarannya adalah memperbaiki proses belajar dengan memberdayakan para peserta didik dan meningkatkan tanggungjawabnya
dalam proses belajar.
Filosofi TQM memang selalu menuntut perubahan dan perbaikan,
sehingga membutuhkan waktu lama dalam penerapannya. Perubahan dan
perbaikan tersebut antara lain meliputi metode pengajaran, prestasi peserta
didik, komunikasi, pelayanan misalnya dalam penyediaan kantin, transportasi, pemeliharaan, dan pembelian. Dengan kesadaran untuk selalu melakukan perbaikan secara berkesinambungan maka filosofi TQM akan terlaksana
dan tujuan lembaga pendidikan untuk meningkatkan mutu dapat tercapai.
TQM di suatu lembaga pendidikan tidak mahal dan bukan bertujuan untuk membuat kekacauan, melainkan diharapkan dapat melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai mutu pendidikan yang lebih baik. Di bawah payung TQM yang lebih menekankan
pada budaya daripada teknik, lembaga-lembaga pendidikan akan
bekerja sebagai partner dalam menyediakan kurikulum atau rencana
program untuk mendukung TQM untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Penutup
Total Quality Management (TQM) memang merupakan suatu proses
dan filosofi dasar yang akan berhasil bila diterapkan secara serentak pada
semua level dalam organisasi. Penerapan TQM tidak memerlukan peralatan
atau sistem manajemen baru, melainkan komitmen atau kesadaran untuk
mengadakan perubahan budaya yang berorientasi pada peningkatan kualitas
dan perbaikan seluruh proses secara terus-menerus, menyeluruh, dan berkesinambungan. TQM memang dapat diterapkan dalam organisasi apa pun
tak terkecuali. Dengan memperhatikan cara penerapannya, dalam bidang
apa saja filosofi tersebut diterapkan, dan bagaimana mensiasati kendala dan
hambatan yang menghalangi pene-rapan tersebut pada organisasi pendidikan
tinggi, maka pelaksanaan yang membutuhkan waktu lama tidak akan terasa.
Selain itu, apabila diikuti dengan benar maka keberhasilan akan berada di
tangan, baik individu maupun organisasi.
195
Daftar Pustaka
Bolton, A. 1995. A Rose By Any Other Name: TQM In Higher Education.
Quality Assurance in Education, 3 (2), 13-18. Diakses dari www.
emerald-library.com tanggal 3 April 2001.
Emulti, D., Kathwala, Y., dan Manippallil, M. 1996. Are Total Quality
Management Programs In Higher Education Worth The effort ?
International Journal of Quality and Reliability Management, 13
(6), 29-44. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 8 Mei
2001.
Feigenbaum, A.V. 1991, Total Quality Control (3 rd edition). New York:
McGraw-Hill.
Harvey, L. dan Green, D. 1994. Defining Quality. Assessment and Evaluation in Higher Education, 18 (1), 9-34. dari CD-ROM.
Herbert, F. J., Dellana, S. A., dan Bass, K. E. 1995. Total Quality
Management In Business School: The Faculty Viewpoint. Sam
Advanced Management Journal, Autumn, 20-34. Dari CD-ROM.
Hewitt, F. dan Clayton, M. 1999. Quality and Complexity Lessons
From English Higher Education. International Journal of Quality
and Reliability Management, 16 (9), 838-858. Diakses dari www.
emerald-library.com tanggal 15 Juli 2001.
Hittman, J. A. 1993. TQM and CQI in Postsecondary Education.
Quality Progress Journal, 77-80. Dari CD-ROM.
Ho, S.K., dan Wearn, K. 1996. A TQM Model For Higher Education and
Training. Training for Quality Journal, 3 (2), 25-33. Diakses www.
emerald-library.com tanggal 2 Agustus 2001.
Matthew, W. 1993. The Missing Element in Higher Education. Journal
of Quality and Participation, 4 (2), 35-42. Diakses www.emeraldlibrary.com tanggal 5 April 2000.
196
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
Owlia, M.S. dan Aspinwall, E.M. 1996. TQM In Higher EducationA Review. International Journal of Quality and Reliability Management, 14 (5), 527-543. Diakses www.emerald-library.com tanggal
5 Mei 2001.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., dan Berry, L.L. 1991. Refinement and
Re-assessment of The Servqual Scale. Journal of Retailing, 67,
Winter, 420-450. Dari CD-ROM.
Patel, A. 1994. Quality Assurance (BS5750) in Social Services
Departments. International Journal of Health Care Quality Assurance, 7 (2), 26-32. Diakses www.emerald-library.com tanggal 3
Agustus 2001.
Peak, M. P. 1995. TQM Transforms The Class. Management Review,
September, 13-18. Dari CD-ROM.
Radolvisky, Z.D., Gotcher, J.W., dan Slattsveen, S. 1996. Implementing Total Quality Management: Statistical Analysis of Survey
Results. International Journal of Quality and Reliability Management, 13 (1), 10-23. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal
10 Maret 2001.
Sallis, E. 1993. TQM in Higher Education. Kogan Page Educational Management Series. London: Kogan Page.
Schonberger, R. 1992. Total Quality Management Cuts a Broad
Swathe - Though Manufacturing and Beyond. Organizational Dynamics, Spring, 16-27. Dari CD-ROM.
Sharples, K. A., Slusher, M., Swaim, M. 1996. How TQM Can Work
In Education. Quality Progress, May, 75-78. Dari CD-ROM.
Tatikonda, L. U. 1993. CMA, JIT Can Save Accounting Education: Eliminate Waste and Chenge The Status Quo, Management Accounting
Journal, December. Dari CD-ROM.
Woon, K.C. 2000. TQM Implementation: Comparing Singapores
Service and Manufacturing Leaders. Managing Service
197
198
KASUS VIII
ISSN 2088-4842
Abstract
PT Incasi Raya is one of the major companies in Indonesia which produce edible oils. One of
the stages in the production activities are packaging products. Used packaging made of
plastic material, with the capacity and different type. Plastic pouch is one of the few types of
packaging used in the packaging of edible oils. Quality packaging affects the distribution of
production to the consumer. If the packaging is damaged, then the product can not be
distributed to consumers. Therefore, the quality of the packaging must be kept for the
successful marketing of the product. One way to implement a quality control methods
Statistical Processing Control (SPC). The data used in this study is a secondary data provided
by the company. Data collected is the number of production reject every month in packaging
activities. The data processing of the data collection that is making control map p. The
results of data processing show that many reject the production of packaging that are
outside the control limits. Data that are outside the control limits indicates there is a problem
in the quality control of the company. Of all types of packaging, only one or two months of
production reject packs that are in the control limits. This suggests that the dominant
packaging reject each month of production is outside the control limits. Reject the production
was analyzed using a causal diagram. Factors influencing the presence reject packaging
production is based on the analysis of human, machine, environment, materials, and
methods within the company. After analyzing of the causal diagram, the data is revision.
Making a map of the proposed p controls the data that has been revised is the end result of
the data processing is done. Quality control companies are advised to be on the boundary
control such as control map p recommended.
Keyword : Reject Production, Packaging, Control Limits, Plastik, Edible Oils
Abstrak
PT Incasi Raya merupakan salah satu perusahaan besar di Indonesia yang memproduksi
minyak goreng. Salah satu hal tahapan dalam kegiatan produksinya adalah pengemasan
produk. Kemasan yang digunakan terbuat dari bahan plastik, dengan kapasitas dan jenis
yang berbeda-beda. Plastik pouch merupakan salah satu dari beberapa jenis kemasan yang
digunakan dalam pengemasan minyak goreng. Kualitas kemasan sangat berpengaruh
terhadap pendistribusian hasil produksi kepada konsumen. Apabila kemasan mengalami
kerusakan, maka produk tersebut tidak dapat didistribusikan kepada konsumen. Oleh karena
itu, kualitas dari kemasan harus dijaga untuk keberhasilan pemasaran produk. Salah satu
cara pengendalian kualitas menerapkan metode Statistical Processing Control (SPC). Data
yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diberikan oleh perusahaan.
Data yang dikumpulkan adalah jumlah reject produksi setiap bulan dalam kegiatan
pengemasan. Pengolahan data dilakukan dari pengumpulan data yaitu pembuatan peta
kontrol p. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa banyak kemasan reject produksi yang
berada diluar batas kontrol. Data yang berada diluar batas kontrol menandakan terdapat
masalah pada pengendalian kualitas perusahaan. Dari semua jenis kemasan, hanya satu
atau dua bulan saja jumlah kemasan reject produksi yang berada dalam batas kontrol. Hal
ini menunjukkan bahwa dominan tiap bulannya kemasan reject produksi berada diluar batas
kontrol. Terjadinya reject produksi dianalisis menggunakan diagram sebab akibat. Faktorfaktor yang mempengaruhi adanya kemasan reject produksi berdasarkan analisis adalah
manusia, mesin, lingkungan, material, dan metode dalam perusahaan. Setelah dilakukan
518
ISSN 2088-4842
analisis dengan diagram sebab akibat, dilakukan revisi data. Pembuatan peta kontrol p
usulan dari data yang telah direvisi merupakan hasil akhir dari pengolahan data yang
dilakukan. Pengendalian kualitas perusahaan disarankan berada pada batas kendali seperti
peta kontrol p usulan.
Kata Kunci : Reject Produksi, Kemasan, Batas Kontrol, Plastik, Minyak Goreng
1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
ISSN 2088-4842
Batasan Masalah
Batasan
masalah
pada
pembuatan
laporan kerja praktek ini adalah :
1. Penelitian dilakukan hanya pada reject
produksi, tanpa melibatkan reject pabrik.
2. Kemasan yang diteiliti hanya terhadap
kemasan plastik pouch.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Adapun
teori-teori
penyelesaian laporan
sebagai berikut:
2.1
yang
kerja
melandasi
praktek ini
Kualitas
520
Menurut
Juran
adapun
pengertian
kualitas menurut para ahli sebagai berikut
[6]:
1. Kualitas adalah keseluruhan fitur dan
karakteristik produk atau jasa yang
mampu memuaskan kebutuhan yang
terlihat atau yang tersamar.
2. Kualitas
adalah
conformance
to
requirement, yaitu sesuai dengan yang
diisyaratkan atau distandarkan. Suatu
Produk memiliki kualitas apabila sesuai
dengan standar kualitas yang telah
ditentukan.
3. Kualitas
adalah
kesesuaian
dengan
kebutuhan pasar.
4. Kualitas suatu produk adalah keadaan
fisik, fungsi, dan sifat suatu produk
bersangkutan yang dapat memenuhi
selera dan kebutuhan konsumen dengan
memuaskan sesuai dengan nilai uang
yang telah dikeluarkan.
Kualitas tidak bisa dipandang sebagai
suatu ukuran yang sempit, yaitu kualitas
produk semata-mata. Hal itu bisa dilihat dari
beberapa pengertian tersebut diatas, dimana
kualitas tidak hanya kualitas produk saja
akan tetapi sangat kompleks karena
melibatkan seluruh aspek dalam organisasi
serta diluar organisasi. Meskipun tidak ada
definisi mengenai kualitas yang diterima
secara universal, namun dari beberapa
definisi kualitas menurut para ahli di atas
terdapat beberapa persamaan, sebagaimana
yang diringkas dalam Nasution yaitu:
kualitas mencakup usaha memenuhi atau
melebihi
harapan
pelanggan,
kualitas
mencakup produk, tenaga kerja, proses dan
lingkungan, dan kualitas merupakan kondisi
yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan
kualitas saat ini
mungkin dianggap kurang berkualitas pada
masa mendatang)[8].
2.2 Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan salah
satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari
sebelum proses produksi berjalan, pada saat
proses produksi, hingga proses produksi
berakhir dengan menghasilkan produk akhir.
Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat
menghasilkan produk berupa barang atau
jasa yang sesuai dengan standar yang
diinginkan
dan
direncanakan,
serta
memperbaiki kualitas produk yang belum
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
dan
sebisa
mungkin
mempertahankan
kualitas yang sesuai. Adapun pengertian
pengendalian menurut para ahli adalah
sebagai berikut:
ISSN 2088-4842
Pengendalian
521
ISSN 2088-4842
522
5.
6.
7.
8.
dalam
Pengendalian
ISSN 2088-4842
c. Menyusun
data
secara
otomatis
sehingga
lebih
mudah
untuk
dikumpulkan.
d. Memisahkan antara opini dan fakta.
2. Diagram Sebar (Scatter Diagram)
Scatter diagram
atau disebut juga
dengan peta korelasi adalah grafik yang
menampilkan hubungan antara dua
variabel apakah hubungan antara dua
variabel tersebut kuat atau tidak, yaitu
antara faktor proses yang mempengaruhi
proses dengan kualitas produk. Pada
dasarnya
diagram
sebar
(scatter
diagram)
merupakan
suatu
alat
interpretasi data yang digunakan untuk
menguji bagaimana kuatnya hubungan
antara dua variabel dan menentukan
jenis
hubungan
dari
dua
variabel
tersebut, apakah positif, negatif, atau
tida ada hubungan. Dua variabel yang
ditunjukkan dalam diagram sebar dapat
berupa karakteristik kuat dan faktor yang
mempengaruhinya.
3. Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect
Diagram)
Diagram ini disebut juga diagram tulang
ikan (fishbone chart) dan berguna untuk
523
ISSN 2088-4842
memperlihatkan
faktor-faktor
utama
yang berpengaruh pada kualitas dan
mempunyai akibat pada masalah yang
kita pelajari. Selain itu, kita juga dapat
melihat faktor-faktor yang lebih terperinci
yang berpengaruh dan mempunyai akibat
pada faktor utama tersebut yang dapat
kita
lihat
pada
pnah-panah
yang
berbentuk tulang ikan.
Diagram sebab-akibat ini pertama kali
dikembangkan pada tahun 1950 oleh
seorang pakar kualitas dari Jepang yaitu
Dr. Kaoru Ishikawa yang menggunakan
uraian grafis dari unsur-unsur proses
untuk
menganalisa
sumber-sumber
potensial dari penyimpangan proses.
Faktor-faktor penyebab utama ini dapat
dikelompokkan dalam :
a. Material (bahan baku).
b. Machine (mesin).
c. Man (tenaga kerja).
d. Method (metode).
e. Environment (lingkungan).
Adapun kegunaan dari diagram sebabakibat adalah:
a. Membantu
mengidentifikasi
akar
penyebab masalah.
b. Menganalisa kondisi yang sebenarnya
yang bertujuan untuk memperbaiki
peningkatan kualitas.
c. Membantu membangkitkan ide-ide
untuk solusi suatu masalah.
d. Membantu dalam pencarian fakta lebih
lanjut.
e. Mengurangi
kondisi-kondisi
yang
menyebabkan ketidaksesuaian produk
dengan keluhan konsumen.
f. Menentukan standarisasi dari operasi
yang sedang berjalan atau yang akan
dilaksanakan.
g. Merencanakan tindakan perbaikan.
Adapun langkah-langkah dalam membuat
diagram
sebab akibat adalah sebagai
berikut:
a. Mengidentifikasi masalah utama.
b. Menempatkan
masalah
utama
tersebut disebelah kanan diagram.
c. Mengidentifikasi penyebab minor dan
meletakkannya pada diagram utama.
d. Mengidentifikasi penyebab minor dan
meletakkannya
pada
penyebab
mayor.
e. Diagram telah selesai, kemudian
dilakukan evaluasi untuk menentukan
penyebab sesungguhnya.
4. Diagram Pareto (Pareto Analysis)
Diagram
pareto
pertama
kali
diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dan
524
ISSN 2088-4842
2.7 Pengertian
Control
Statistical
Processing
Statistical
Processing
Statistical
Processing
525
ISSN 2088-4842
2.10 Manfaat
Control
Statistical
Processing
526
b. Proses
Proses produksi tidak selalu berada
dalam keaadaan terkendali, karena
lemahnya prosedur, operator yang
tidak terlatih pemeliharaaan mesin
yang tidak cocok dan sebagainya,
maka variasi produksinya biasanya
jauh lebih besar dari yang semestinya.
2.11 Pembagian Pengendalian Kualitas
Statistik
Terdapat dua jenis metode pengendalian
kualitas secara statistika yang berbeda,
yaitu [9]:
1. Acceptance Sampling
Didefinisikan sebagai pengambilan satu
sampel atau lebih secara acak dari suatu
partai barang, memeriksa setiap barang
di
dalam
sampel
tersebut
dan
memutuskan
berdasarkan
hasil
pemeriksaan itu, apakah menerima atau
menolak
keseluruhan
partai.
Jenis
pemeriksaan ini dapat digunakan oleh
pelanggan
untuk
menjamin
bahwa
pemasok memenuhi spesifikasi kualitas
atau oleh produsen untuk menjamin
bahwa standar kualitas dipenuhi sebelum
pengiriman.
Pengambilan
sampel
penerimaan
lebih
sering
digunakan
daripada pemeriksaan 100% karena
biaya pemeriksaan jauh lebih besar
dibandingkan dengan biaya lolosnya
barang
yang
tidak
sesuai
kepada
pelanggan.
2. Process Control
Pengendalian
proses
menggunakan
pemeriksaan produk atau jasa ketika
barang tersebut masih sedang diproduksi
(WIP/ work in process). Sampel berkala
diambil dari output proses produksi.
Apabila setelah pemeriksaan sampel
terdapat alasan untuk mempercayai
bahwa karekteristik kualitas proses telah
berubah,
maka
proses
itu
akan
diberhentikan dan dicari penyebabnya.
Penyebab
tersebut
dapat
berupa
perubahan pada operator, mesin atau
pada bahan. Apabila penyebab ini telah
dikemukakan
dan
diperbaiki,
maka
proses itu dapat dimulai kembali. Dengan
memantau proses produksi tersebut
melalui pengambilan sampel secara acak,
maka pengendalian yang konstan dapat
dipertahankan.
Pengendalian
proses
didasarkan atas dua asumsi penting,
yaitu:
a. Variabilitas
Mendasar
untuk
setiap
proses
produksi. Tidak peduli bagaimana
sempurnanya rancangan proses, pasti
ISSN 2088-4842
terdapat
variabilitas
dalam
karakteristik kualitas dari tiap unit.
Variasi selama proses produksi tidak
sepenuhnya
dapat
dihindari
dan
bahkan
tidak
pernah
dapat
dihilangkan sama sekali. Namun
sebagian dari variasi tersebut dapat
dicari penyebabnya serta diperbaiki.
b. Proses
Proses produksi tidak selalu berada
dalam keaadaan terkendali, karena
lemahnya prosedur, operator yang
tidak terlatih pemeliharaaan mesin
yang tidak cocok dan sebagainya,
maka variasi produksinya biasanya
jauh lebih besar dari yang semestinya.
2.12 Pengendalian
Proses
dengan Peta Kontrol
Statistik
527
ISSN 2088-4842
ini
tentu
tidak
selamanya
dapat
dipenuhi). Untuk lebih memudahkan
usaha agar subgrub yang diambil berasal
dari lot yang homogen (diproduksi dalam
kondisi yang sama material, mesin,
operator, dan lain sebagainya).
Memilih subgrub dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu:
a. Instant-Time-Method
b. Period-Time-Method
Keputusan untuk menentukan ukuran
subgrub bergantung pada pertimbangan
berikut:
a. Peningkatan
ukuran
subgrub
menyebabkan batas kontrol makin
mendekati garis sentral sehingga peta
kontrol menjadi sensitif terhadap
variasi yang kecil sekalipun
b. Jika ukuran subgrub meningkat, maka
biaya pemeriksaan per subgrub juga
akan meningkat
c. Jika pemeiksaaan bersifat merusak,
maka ukuran subgrub sebaiknya kecil
(antara 2 atau 3)
d. Ukuran subgrub sama dengan 5,
umumnya digunakan dalam industri
e. Sebaiknya ukuran subgrub sama
dengan 4 atau lebih, karena secara
statistik rata-rata dari data ( X ) yang
berada dalam subgrub ini akan
terdistribusi
mendekati
sebaran
normal
f. Jika ukuran subgrub lebih dari 10,
maka
peta
dan
lebih
baik
dan R
X
i 1
(1)
CL X =
X
X
LCL X =
528
+ 3 X
(5)
LCL X =
- 3 X
(6)
dengan
X =
(7)
i 1
(8)
UCLR = D4 R
(9)
CLR =
(10)
LCLR = D3 R
atau
(11)
UCLR =
+ 3 R
(12)
- 3 R
(13)
R
R
LCLR =
Peta Kontrol
dan S
i 1
(14)
UCL X =
+ A3 S
(15)
CL X =
LCL X =
(16)
- A3 S
(17)
S
i 1
(18)
UCLS = B4 S
(19)
CLS =
(20)
LCLS = B3 S
(21)
dimana
n
n
n xi2 xi
i 1
i 1
Si
nn 1
(22)
Keterangan :
UCL X =
UCL X =
dan R
3. Kumpulkan data
Gunakan lembar pengamatan (check
sheet) dimana check sheet tersebut
selain memuat nomor subgrub, tanggal,
waktu dan hasil pengukuran sebaiknya
dilengkapi
dengan
keteranganketerangan
tentang
kondisi
saat
dilakukan
pengukuran,
guna
memudahkan dalam menentukan jenis
penyebab variasi
4. Tentukan garis sentral dan batas kontrol
Peta kontrol
atau
+ A2
(2)
(3)
- A2
= Rata-rata
subgrub
dari
rentang
(range)
(4)
ISSN 2088-4842
Xi
Sd
Ri
Si
X
R
g
n
X new
X X
i 1
g gd
(23)
X X new
UCL X = X 0 A 0
(24)
CL X =
(26)
X0
UCL X = X 0 A 0
R
0 0
d2
g
R new
R
i 1
(25)
(27)
(28)
Rd
g gd
(29)
R0 R new .
(30)
UCLR = D2 0
(31)
CLR = d2 0
(32)
LCLR = D1 0
(33)
S new
S
i 1
Sd
g gd
(34)
UCL = 3
A
S 0 S new
S
0 0
c4
(35)
UCLS = B6 0
(37)
CLS = c4 0
(38)
LCLS = B5 0
(39)
2/3 UCL = 2
B
(36)
1/3 UCL = 1
C
C
1/3 LCL = 1
B
Keterangan :
LCL = 3
X d = Rata-rata
gd
2/3 LCL = 2
A
Gambar 2. Pembagian
Daerah
Analisa Peta Kontrol
untuk
529
ISSN 2088-4842
a. Peningkatan
kemampuan
pekerja
(Downward Trend).
b. Penurunan kemampuan pekerja akibat
lelah, bosan atau tidak konsentrasi
(Upward Trend)
c. Peningkatan
dalam
homogenitas
material.
3. Recurring Cycle
Reccuring cycle terjadi jika sebaran dari
titik-titik dalam peta kontrol X atau
peta
R
memperlihatkan
sebuah
gelombang atau adanya titik-titik periodik
yang rendah dan tinggi. Untuk peta
kontrol
X , kondisi ini biasanya
disebabkan oleh:
a. Efek-efek musiman dari material.
b. Efek berulang-ulang dari temperatur
dan kelembaban (Cold Monitoring
Start Up)
c. Kejadian harian atau mingguan yang
bersifat
kimia,
mekanis
maupun
psikologis.
Untuk peta kontrol R, kondisi ini biasanya
disebabkan oleh:
a. Kelelahan dan pemulihan saat istirahat
pagi, siang maupun sore.
b. Pertukaran operator yang terlalu
sering
4. Two Population (Mixture)
Situasi two population ini terjadi jika
terdapat banyak titik-titik didekat
atau
bersisian dengan limit kontrol. Untuk peta
kontrol
X , kondisi ini biasanya
disebabkan oleh:
a. Perbedaan yang besar dalam mutu
material.
b. Dua atau lebih mesin dalam peta yang
sama.
c. Perbedaan
yang
besar
dalam
peralatan dan metoda pengujian.
X adalah:
a. Penggunaan alat atau cetakan
b. Penurunan kemampuan cetakan
c. Kegagalan viskositas dalam proses
semen.
d. Perubahan
temperatur
dan
kelembaban.
Jika kondisi ini ditemukan pada peta
kontrol R, maka biasanya menunjukkan
adanya:
5. Mistakes
Kesalahan merupakan hal yang sangat
memalukan dalam jaminan mutu. Pola
diluar kontrol yang disebabkan oleh
kesalahan ini biasanya disebabkan oleh :
a. Peralatan pengukuran yang tidak
dikalibrasi
b. Kesalahan dalam perhitungan
c. Kesalahan
dalam
menggunakan
peralatan pengujian
530
ISSN 2088-4842
n!
P( d )
P0d q0nd
d!(n d )!
(40)
Keterangan:
P(d) = Probabilitas untuk d unit yang
tidak sesuai
n
= Banyaknya unit dalam sampel
d
= Banyaknya unit yang tidak sesuai
dalam sampel
P0 = Proporsi (fraksi) tidak sesuai
dalam populasi
q0 = Proporsi (fraksi) yang sesuai (1Po) dalam populasi
p3
UCL =
CL
np
n
p(1 p)
n
(42)
(43)
p 3
LCL =
(41)
p(1 p)
n
(44)
p new
np np
n n
(45)
Keterangan :
= Rata-rata
proporsi
non
conforming
untuk
banyak
sampel
= Banyaknya unit dalam sampel
npd
nd
LCL =
npo
Keterangan:
n = jumlah nonconforming
banyak sampel
p0 = Proporsi (fraksi) tidak
dalam populasi
(46)
(47)
(48)
untuk
sesuai
531
ISSN 2088-4842
b. Membawa
ke
pusat
perhaian
manajemen
terhadap
perubahan
perubahan proses (proporsi)
c. Memperbaiki mutu produk, karena
penggunaan peta kontrol p dapat
memotivasi manajemen personalia
untuk mengeluarkan ide mengenai
perbaikan mutu.
d. Mengevaluasi performansi mutu dari
manajemen
personalia
dan
operasional.
e. Memberikan
saran
untuk
menggunakan peta kontrol X dan R
f. Menentukan
kriteria
penerimaan
produk
sebelum
diserahkan
ke
konsumen.
2. Peta
untuk
ketidaksesuaian
(Non
Conformities Chart)
Peta jenis ini didasarkan pada distribusi
poisson:
P (c )
(nP0 ) nP0
e
c!
(49)
Keterangan:
P(c) = Probabilitas
untuk
c
ketidaksesuaian
C
= Jumlah dari kejadian berdasarkan
klarifikasi yang diberikan terjadi
dalam sebuah sampel
nP0 = rata-rata
jumlah
kejadian
berdasarkan
klarifikasi
yang
diberikan terjadi dalam sebuah
sampel
e
= 2.718281
Yang termasuk ke dalam peta kontrol ini
adalah:
a. Peta
c,
menunjukan
banyaknya
ketidaksesuaian dalam tiap unit yang
diperiksa. Pada peta c ini ukuran
subgrupnya adalah 1.
(50)
c3 c
= c
UCL =
(51)
CL
(52)
LCL = c 3 c
(53)
Apabila akan melakukan revisi maka
persamaan yang akan digunakan
yaitu:
c new
532
c c
g gd
(54)
Keterangan:
= Rata-rata jumlah nonconforming
untuk satu subgrup
C = Banyaknya unit nonconforming
dalam sampel
g = Banyaknya subgrup
cd =
jumlah
nonconforming
dalam
c
n
UCL =
CL
u 3
LCL =
(55)
u
n
(57)
u 3
(56)
u
n
(58)
Keterangan:
C = jumlah nonconforming dalam satu
subgrup
N = Banyaknya yang diinspeksi dalam
subgrup
U = jumlah nonconforming/unit dalam
satu subgrup
u=
ISSN 2088-4842
3. Ketidaksesuaian
minor
(minor
nonconformities)
Yaitu
jika
ketidaksesuaian
tidak
mengakibatkan berkurangnya kinerja
pruduk, tapi hanya mempengaruhi
penampilan produk.
Process capability (kemampuan proses)
dari atribut ini ditentukan oleh garis
sentralnya, semakin kecil garis sentral maka
kemampuan proses akan semakin baik.
3.
METODOLOGI PENELITIAN
533
ISSN 2088-4842
Mulai
Studi
Pendahuluan
Studi Literatur
Pengumpulan data
Data sekunder jumlah reject produksi dari bulan
Januari 2013 sampai November 2013
Pengolahan Data
1. Perhitungan LC. UCL, dan LCL
2. Pembuatan peta kontrol
Selesai
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
534
Produksi
413,480
277,402
93,630
244,907
335,119
531,149
409,454
247,137
445,235
605,936
754,301
ISSN 2088-4842
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
4.2
Pengolahan Data
metode
ini
karena
peta
p
dapat
menunjukkan proporsi kemasan reject
dalam subgroup secara jelas. Peta ini dapat
digunakan pada ukuran subgroup yang tetap
maupun bervariasi, sedangkan peta np
digunakan untuk subgrup yang konstan.
Oleh karena subgrup pada pengumpulan
data ini bervariasi, maka peta kendali yang
digunakan adalah peta p. Melalui peta
kontrol
p,
kita
dapat
melihat
dan
menentukan jumlah kemasan reject yang
535
ISSN 2088-4842
diluar
batas
kontrol
tiap
bulannya.
Berdasarkan hasil pengolahan data melalui
peta kontrol p, dilakukan revisi yang
menghasilkan peta kontrol baru susulan.
Pada penelitian ini dilakukan penilaian
besarnya reject produksi dan reject pabrik
dalam pengemasan minyak goreng dengan
menggunakan peta kontrol p untuk seluruh
jenis kemasan plastik pouch. Jika terdapat
data yang diluar batas kendali akan
dilakukan analisis terhadap hal tersebut, dan
membuat peta susulan yang dapat menjadi
acuan dalam pengendalian kualitas. Adapun
pengolahan data untuk masing-masing jenis
kemasan plastik pouch tersebut adalah
sebagai berikut:
4.2.1 Pengolahan
Kemasan
Produksi Gurih 1L
Reject
Produksi
413,480
277,402
93,630
244,907
335,119
531,149
409,454
247,137
445,235
605,936
754,301
UCL =
p(1 p)
n
0.00178(1 0.00178)
0.00178 3
414,499
p3
= 0.00197
LC
536
LCL =
= 0.00178
= 0.00178
UCL
0.00197
0.00202
0.00219
0.00203
0.00199
0.00195
0.00197
0.00203
0.00197
0.00194
0.00192
LCL
0.00158
0.00154
0.00136
0.00152
0.00156
0.00160
0.00158
0.00152
0.00159
0.00161
0.00163
LC
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
p(1 p)
n
0.00178(1 0.00178)
0.00178 3
414,499
p 3
= 0.00158
Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada
bulan selanjutnya sama dengan perhitungan
nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari.
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut.
ISSN 2088-4842
0.00450
Proporsi
Reject
Produksi
(P)
0.00400
0.00350
UCL
0.00300
0.00250
LCL
0.00200
0.00150
0.00100
LC
0.00050
0.00000
Bulan
4.2.2 Pengolahan
Kemasan
Produksi Gurih 2L
Reject
UCL =
LC
UCL
0.00249
0.00248
0.00230
0.00248
0.00251
0.00223
0.00232
0.00272
0.00240
0.00229
0.00227
LCL
0.00147
0.00149
0.00167
0.00149
0.00146
0.00174
0.00165
0.00125
0.00157
0.00168
0.00170
LC
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
= 0.00198
= 0.00198
p(1 p)
p3
n
0.00198(1 0.00198)
0.00198 3
68,463
= 0.00249
LCL =
p(1 p)
n
0.00198(1 0.00198)
0.00198 3
68,463
p 3
= 0.00147
537
ISSN 2088-4842
0.01200
0.01000
Proporsi
Reject
Produksi
(P)
0.00800
UCL
0.00600
0.00400
LCL
0.00200
LC
0.00000
Bulan
4.2.3 Pengolahan
Kemasan
Produksi Sari Murni 1L
Reject
= 0.00186
UCL =
UCL
0.00210
0.00216
0.00207
0.00214
0.00211
0.00203
0.00207
0.00211
0.00204
0.00202
0.00203
LCL
0.00162
0.00156
0.00165
0.00157
0.00161
0.00168
0.00165
0.00161
0.00167
0.00170
0.00169
LC
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
p(1 p)
n
0.00186(1 0.00186)
0.00186 3
295,144
p3
= 0.00210
538
ISSN 2088-4842
= 0.00186
LC
LCL =
p 3
p(1 p)
n
0.00186(1 0.00186)
0.00186 3
295,144
= 0.00162
0.00450
0.00350
Proporsi
Reject
Produksi (P)
0.00300
UCL
0.00400
0.00250
0.00200
LCL
0.00150
0.00100
LC
0.00050
0.00000
Bulan
4.2.4 Pengolahan
Kemasan
Produksi Sari Murni 2L
Reject
UCL
0.00190
0.00196
0.00185
0.00192
0.00182
0.00180
0.00184
0.00186
0.00181
0.00178
0.00178
LCL
0.00131
0.00126
0.00137
0.00130
0.00140
0.00142
0.00138
0.00136
0.00141
0.00143
0.00144
LC
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
539
ISSN 2088-4842
UCL =
LCL =
= 0.00161
p(1 p)
n
0.00161(1 0.00161)
0.00161 3
165,562
p3
= 0.00190
LC
= 0.00161
p(1 p)
n
0.00161(1 0.00161)
0.00161 3
165,562
p 3
= 0.00131
Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada
bulan selanjutnya sama dengan perhitungan
nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari.
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut.
0.00500
0.00400
Proporsi
Reject
Produksi (P)
0.00350
UCL
0.00450
0.00300
0.00250
LCL
0.00200
0.00150
0.00100
LC
0.00050
0.00000
Bulan
540
Sebab
Akibat
ISSN 2088-4842
Lingkungan
Bahan Material
Metode
Terkena Cairan
Terlalu Tipis
Terlalu Panas
Kemasan Reject
Kurang
Dikibas
kerusakan
mesin
kelalaian
ceroboh
Karet Vakum
Aus
Mesin
Kesalahan
Posisi
Kemasan
Manusia
2. Mesin
Mesin
yang
digunakan
dalam
pengemasan ini adalah mesin rotary
leepack. Mesin tersebut sudah dipakai
selama
bertahun-tahun
dengan
perawatan
yang
kurang
memadai.
Perawatan berkala yang dilakukan hanya
pembersihan mesin, dan mesin tersebut
akan terus digunakan sampai mesin
tersebut rusak. Salah satu kerusakan
mesin
yang
sering
terjadi
adalah
kerusakan pada karet vacuum. Apabila
karet vacuum telah aus, gerak karet
tersebut dalam menangkap plastik pouch
menjadi tidak stabil. Keadaan ini akan
menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian
antara kerja vacuum dengan
rotary
leepack sehingga kemasan plastik pouch
dapat rusak karena kinerja rotary
leepack. Hal ini dapat diatasi dengan cara
melakukan penggantian karet vacuum
secara berkala sebelum karet vacuum
mengalami
keausan
sehingga
tidak
berimbas pada kerusakan kemasan
plastik pouch.
3. Manusia
Manusia dalam hal ini adalah operator
yang ada dalam proses pengemasan
tersebut. Dalam pekerjaan ini operator
541
ISSN 2088-4842
542
ISSN 2088-4842
Bulan
Agustus
UCL =
LCL =
= 0.00188
p(1 p)
n
0.00188(1 0.00188)
0.00188 3
247,603
p3
= 0.00214
LC
= 0.00188
LC
0.00188
p(1 p)
n
0.00188(1 0.00188)
0.00188 3
247,603
p 3
= 0.00162
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta
kontrol p tersebut merupakan peta kontrol
usulan yang seharusnya dimiliki oleh
perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah
revisi dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah
ini.
0.00250
Proporsi
Reject
Produksi (P)
0.00200
UCL
0.00150
LCL
0.00100
0.00050
LC
0.00000
Agustus
Bulan
4.2.7 Pengolahan
Kemasan
Reject
Produksi Gurih 2L Setelah Revisi
Pengolahan data dan pembuatan peta
kontrol p untuk kemasan reject produksi
Gurih 2L setelah revisi dapat dilihat pada
Tabel 10.
543
ISSN 2088-4842
LCL =
= 0.00186
p(1 p)
n
0.00186(1 0.00186)
0.00186 3
32,603
p3
UCL =
= 0.00258
LC
= 0.00186
LC
0.00186
0.00186
p(1 p)
n
0.00186(1 0.00186)
0.00186 3
32,603
p 3
= 0.00115
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta
kontrol p tersebut merupakan peta kontrol
usulan yang seharusnya dimiliki oleh
perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah
revisi dapat dilihat pada Gambar 10 dibawah
ini.
0.00300
0.00250
Proporsi Reject
Produksi (P)
0.00200
UCL
0.00150
LCL
0.00100
0.00050
LC
0.00000
Agustus
September
Bulan
Gambar 10. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 2L Setelah Revisi
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject
produksi terdapat pada batas kontrol.
Keadaan seperti inilah yang seharusnya
dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas
kemasan tetap terjaga.
4.2.8 Pengolahan
Kemasan
Reject
Produksi Sari Murni 1L Setelah
Revisi
Pengolahan data dan pembuatan peta
kontrol p untuk kemasan reject produksi
setelah revisi dapat dilihat pada Tabel 11
dibawah ini.
Tabel 11. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 1L Setelah Revisi
Bulan
Agustus
544
Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL
LCL
269,109
507
267,084
0.19
0.00188
0.00213 0.00163
LC
0.00188
ISSN 2088-4842
UCL =
= 0.00188
p(1 p)
p3
n
0.00188(1 0.00188)
0.00188 3
269,109
= 0.00213
LC
= 0.00188
p 3
LCL =
0.00188 3
0.00188(1 0.00188)
269,109
= 0.00163
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta
kontrol p tersebut merupakan peta kontrol
usulan yang seharusnya dimiliki oleh
perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah
revisi dapat dilihat pada Gambar 11 dibawah
ini.
p(1 p)
n
0.00250
Proporsi Reject
Produksi (P)
0.00200
UCL
0.00150
LCL
0.00100
0.00050
LC
0.00000
Agustus
Bulan
Gambar 11. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari murni 1L Setelah Revisi
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject
produksi terdapat pada batas kontrol.
Keadaan seperti inilah yang seharusnya
dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas
kemasan tetap terjaga.
4.2.9 Pengolahan
Kemasan
Reject
Produksi Sari Murni 2L Setelah
Revisi
Pengolahan
data
kemasan
reject
produksi Sari Murni 2L dan pembuatan peta
kontrol p setelah data direvisi dapat dilihat
pada Tabel 12 dibawah ini.
Tabel 12. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 2L Setelah Revisi
Bulan
Mei
Agustus
Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL
LCL
LC
327,628
536
326,994
0.16
0.00164
0.00183 0.00141 0.00162
235,924
377
235,530
0.16
0.00160
0.00187 0.00137 0.00162
545
ISSN 2088-4842
UCL =
= 0.00162
p(1 p)
p3
n
0.00162(1 0.00162)
0.00162 3
327,628
= 0.00183
LC
LCL =
= 0.00162
p 3
0.00162 3
0.00162(1 0.00162)
327,628
= 0.00141
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta
kontrol p tersebut merupakan peta kontrol
usulan yang seharusnya dimiliki oleh
perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah
revisi dapat dilihat pada Gambar 12 dibawah
ini.
p(1 p)
n
0.00200
0.00180
Proporsi Reject
Produksi (P)
0.00160
0.00140
UCL
0.00120
0.00100
0.00080
LCL
0.00060
0.00040
LC
0.00020
0.00000
Mei
Agustus
Bulan
Gambar 4.10 Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari murni 2L Setelah Revisi
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject
produksi terdapat pada batas kontrol. Sesuai
dengan hal sebelumnya, keadaan seperti
inilah yang seharusnya dimiliki oleh PT.
Incasi Raya agar kualitas kemasan tetap
terjaga.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Bagian penutup berisikan kesimpulan
terhadap penelitian yang telah dilakukan
serta saran dari peneliti.
546
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh
dari pengolahan data dan analisis yang
dilakukan sebagai berikut:
Pengendalian kualitas pada perusahaan
PT Incasi Raya Edible Oils dengan metode
statistical processing control kurang baik.
Dilihat dari peta kontrol yang telah dibuat,
jumlah reject produksi tiap bulan mayoritas
diluar batas kontrol.
Berdasarkan analisis diagram sebab
akibat, reject produksi disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: faktor mesin,
manusia, material, lingkungan, dan metode.
Mesin merupakan faktor utama penyebab
terjadinya reject produksi.
ISSN 2088-4842
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan terhadap
perusahaan yaitu PT Incasi Raya Edible Oils
harus meningkatkan pengendalian kualitas
kemasan plastik pouch agar reject produksi
tidak menyebabkan kerugian terhadap
perusahaan. Untuk mengurangi terjadinya
reject produksi maka perusahaan disarankan
melakukan maintenance mesin secara rutin
dan melakukan pengawasan yang lebih ketat
terhadap kinerja operator. Perusahaan juga
harus memperhatikan faktor lingkungan
pada pengemasan, metode perusahaan
dalam bekerja dan material plastik yang
digunakan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih penulis ucapkan kepada
Bapak Dr. Rika Ampuh Hadiguna sebagai
dosen pembimbing penulisan jurnal ini dan
kakak Ketrin Fadeli ST sebagai pembimbing
dalam penelitian di PT Incasi Raya Edible
Oils
Padang,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan jurnal ini dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] D.H. Besterfield, Quality Control and
Industrial Statistic (2th Edition), New
Jersey: Prentice- Hall International,
Inc., 1994.
[2] V. Gasperz, Metode Analisis untuk
Peningkatan
Kualitas,
Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2001.
[3] V. Gasperz, Total Quality Manajemen.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2005.
[4] K. Gerry, Tinjauan Tata Letak dalam
Perusahaan untuk Meningkatan Efisiensi
dengan menggunakan Load-Distance
Model, Bandung: Annur, 2010.
[5] J. Heizer dan B. Render, Manajemen
Operasi (Edisi Ke-7), Jakarta: Salemba
Empat, 2006.
[6] J.M. Juran, Jurans Quality Control (4th
Edition), New York: McGrawHill, Inc.,
1998.
[7] D.C.
Montgomery,
Pengantar
Pengendalian Proses Statistik (Edisi Ke3), Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1995.
[8] M.N.
Nasution,
Manajemen
Mutu
Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia,
2005.
[9] A. Sofjan, Manajemen Operasi Dan
Produksi. Jakarta: LP FE UI, 1998.
547
KASUS IX
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan bisnis meningkat
semakin ketat meskipun berada dalam kondisi
perekonomian yang cenderung tidak stabil. Hal
tersebut memberikan dampak terhadap persaingan
bisnis yang semakin tinggi dan tajam, baik di pasar
domestik maupun di pasar internasional. Setiap usaha
dalam persaingan tinggi dituntut untuk selalu
berkompetisi dengan perusahaan lain di dalam industri
yang sejenis. Salah satu cara agar bisa memenangkan
kompetisi atau paling tidak dapat bertahan di dalam
kompetisi tersebut adalah dengan memberikan
perhatian penuh terhadap kualitas produk yang
dihasilkan oleh perusahaan sehingga bisa mengungguli
produk yang dihasilkan oleh pesaing.
PT. Jasuda merupakan perusahaan yang mengolah
rumput laut menjadi berbagai produk rumput laut salah
satunya minuman rumput laut. Minuman rumput ini
memiliki kandungan iodium dan seratnnya cukup
tinggi. Produksi minuman rumput laut sebagai bahan
makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek
pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam
lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua
berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta
kemurnian produk.
1090
penerapan
Statistical
Quality
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan dengan
lokasi penelitian di PT. Jasuda Kabupaten Takalar.
2.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan
dengan cara :
1. Wawancara
Dalam hal ini peneliti mencari data atau informasi
dengan cara mewawancarai pimpinan PT. Jasuda
dan beberapa karyawan.
2. Studi Pustaka
Yaitu informasi dicari melalui beberapa buku
referensi maupun melalui internet.
3. Pengamatan Langsung
Yaitu dilakukan dengan melakukan pengamatan
langsung pada saat proses produksi dan mencatat
data-data yang di dapatkan.
2.3. Metode Penelitian
Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan
menggunakan metode pengendalian kualitas statistic.
1091
b.
b.
3.1.3
Analisa Dengan Control Chart (P)
Dari hasil pengamatan, untuk jumlah cacat dan
persentase cacat dalam satu bulan dari keseluruhan
data yang digunakan (N = 1249 bungkus) yang terdiri
dari 180.000 bungkus, diperoleh jumlah rata-rata
persentase kecacatannya 0,69% dari jumlah yang
diamati. Dari hasil pengamatan juga diperoleh rata-rata
proporsi kecacatan P = 0,0069 dengan UCL P =
0,00747 dan LCL P = 0,0063. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam peta control P pada grafik produk
minuman rumput laut berada dilur batas control, hal ini
menunjukkan produksi berlangsung tidak menurut
spesifikasi yang telah ditentukan. Bila hal ini berjalan
normal maka pengendalian secara statistical dapat
digunakan karena dapat menekan penyimpangan
sebesar 0,69%.
Jika batas control dapat dipertahankan dan
begitupun batas control yang telah direfisi, maka
produk yang dihasilkan mengalami penyimpangan
dapat digunakan atau memantau proses produksi
berikutnya. Untuk mengatasi ini maka faktor-faktor
yang harus diperhatikan adalah ketelitian para pekerja
harus tetap diperhatikan serta dianjurkan untuk
menggunakan alat yang lebih modern.
Sedangkan dari hasil perhitungan kapabilitas
proses dari produksi diperoleh :
Minuman rumput laut yang cacat ( ) = 0, 69%
Minuman rumput laut yang baik = 1 P (cacat)
= 100% - 0, 69%
= 99,31%
3.2 Pembahasan
3.2.1 Diagram Pareto
Pada analisis Diagram Pareto dapat dilihat bahwa
memiliki endapan dan bergelembung memiliki data
tertinggi dan data terendah dalam diagram ini dapat
terlihat bahwa endapan dan Bergelembung merupakan
data tertinggi yang berada diluar batas normal.
3.2.2 Peta Kendali P
a. Pembahasan Peta Kendali P Memiliki endapan
Pada peta control X dan R terdapat data out of
control sehingga perlu dilakukan revisi. Setelah
revisi seluruh data memiliki endapan sudah berada
1093
4.2 Saran
Untuk memperbaiki kualitas produk, diberikan
saran sebagai berikut :
1. Perbaikan yang dilakukan perusahaan sebaiknya
terfokus pada faktor penyebab utama terjadinya
penyimpangan mutu yaitu factor bahan baku,
metode kerja dan mesin.
2. Pihak perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan
pemilihan bahan baku yang masuk ,
mengelompokkan bahan baku yang sejenis dan
segera mengolahnya.
3. Membuat urutan prioritas dalam melaksanakan
pengendalian kualitas yang terencana dengan
memperhatikan faktor-faktor penyebab kesalaan
dalam produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri Sofjan. 1999. Manajemen Produksi dan
Operasi Edisi Resivi. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia: Jakarta
Asyari Agus. 1983. Pengendalian Produksi.
Universitas Gajah Mada: Yogyakarta
Dinas
perikanan
dan
Kelautan
Kab.
Takalar.2010.Produksi Rumput laut.
Douglas C. Mont Gomery, 1990, pengantar
pengendalian Kualitas Statistik, Penerbit Gadjah
Mada University Press, yogyakarta.
Febrianto, Nanang. 2006. Analisa Perancangan
Pengendalian Kualitas Statistik Pada Kelompok
Tani Wanita Brosem Batu malang. Universitas
Muhammadiyah Malang: Malang
Ilham, Rezkiwati D. 2005. Usulan Perbaikan Kualitas
Produk Kain Strech Dengan Menggunakan
Metode Statistical Quality Control (SQC) Pada
PT. Himalaya Tunas Texindo Bandung.
Universitas Muslim Indonesia: Makassar
Harinaldi. 2005. Prinsip-prinsip Statistika Untuk
Teknik dan sains.Erlangga.Jakarta
Husaini Usman, R Purnomo. 2006. Pengantar Statistik
edisi kedua. Penerbit Bumi Aksara.Jakarta
Ishikawa Kaon. 1988. Teknik Penuntun Pengendalian
Mutu. Mediyatama Perkasa: Jakarta
Kume Hitosi. 1989. Metode Statistik Peningkatan
Mutu. Mediayatama Sarana Perkasa: Jakarta
Rismayanti. 2011. Penerapan Metode Statistical
Quality Control Dalam Menghasilkan Produk
Minyak Kelapa Sawit Sesuai Dengan Standar Di
Pt.Varita Majutama Kabupaten Teluk Bintuni.
Universitas Muslim Indonesia: Makassar
Sucahyo Febrianto. 2004. Tugas Akhir Identifikasi
Kualitas Keramik Di Sentra Industri Kecil Dinoyo
1094
KASUS X
Mahasiswa, S1 Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Mulawarman, Email: Fajarwulan@yahoo.co.id
kelapa sawit (Crude Palm Oil- CPO) nomor satu di dunia, sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel berikut.
Tabel
Eksportir CPO Dunia Tahun 2013
No
Negara Eksportir
Total Ekspor (ton)
1
Indonesia
28.000.000
2
Malaysia
19.700.000
3
Thailand
1.700.000
4
Kolombia
950.000
5
Nigeria
860.000
(sumber: bisnis.com)
Produksi CPO di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini.
Tabel
Total Produksi Sawit Indonesia
Tahun
Total Produksi (ton)
2008
17.539.788
2009
19.324.294
2010
21.958.120
2011
23.096.541
2012
26.015.518
(Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan)
Era pengembangan kelapa sawit di Kalimantan Timur dimulai pada tahun
1982 yang dirintis melalui Proyek Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang dikelola
oleh PTP VI. Hingga tahun 2012, luas areal kelapa sawit mencapai 961.802 Ha,
yang terdiri dari 226.765 Ha sebagai tanaman plasma / rakyat, 17.237 Ha milik
BUMN sebagai inti, dan 717.825 Ha milik Perkebunan Besar Swasta. Adapun
produksi TBS (Tandan Buah Segar) pada tahun 2012 sebesar 5.734.464 ton atau
setara dengan 1.032.204 ton CPO (Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur,
2012)
PT. Buana Wirasubur Sakti merupakan satu dari 12 perusahaan perebusan
TBS (Tandan Buah Sawit) yang berada di Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser,
yang secara resmi didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya perusahaan ini hanya
memfokuskan pada penanaman kelapa sawit yaitu pada tahun 1991 hingga tahun
2004 dengan luas areal lahan lebih dari 900 hektar. Pada tahun 2010 PT. Buana
Wirasubur Sakti melebarkan sayapnya pada bisnis pemrosesan TBS menjadi CPO
dengan kapasitas produksi perusahaan sebesar 30 TBS/jam yang dapat
menghasilkan 120 ton CPO, 30 ton karnel, dan 30 ton cangkang karnel per hari.
(tradezz.com_PT. Buana Wirasubur Sakti)
Pasokan kelapa sawit yang diolah menjadi CPO bersumber dari kebun
kelapa sawit milik PT. Buana Wirasubur Sakti sendiri serta pasokan yang
bersumber dari petani sawit di Kecamatan Kuaro. CPO yang dihasilkan kemudian
akan dijual ke pembeli utama yaitu PT. Wilmar, PT SMART, Tbk, dan PT. KIAT
246
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
yang dikirim melalui Pelabuhan Tanah Merah di Desa Janju, Kecamatan Tana
Gerogot, Kabupaten Paser.
Kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan oleh PT. Buana Wirasubur
Sakti untuk menghasilkan produk CPO mengacu pada standar mutu CPO yang
ditetapkan oleh pembeli/pelanggan.
Pemerintah sendiri melalui BSN telah menetapkan standarisasi mutu CPO
yang dimuat dalam SNI-01-2901-2006 yaitu:
Tabel
Standar Nasional Mutu Kelapa Sawit
No
Karakteristik
Keterangan
1
Kadar asam lemak bebas
< 5,00 %
2
Kadar air
< 0,50 %
3
Kadar kotoran
< 0,50 %
4
Bilangan Yodium
50-55 g / 100 g TBS
Jingga kemerah5
Warna CPO (crude palm oil)
merahan
(SNI, 2006)
Dalam praktiknya PT. Buana Wirasubur Sakti belum menetapkan
standarisasi mutu CPO perusahaan. Selama ini standar mutu yang digunakan oleh
PT. Buana Wirasubur Sakti mengikuti kontrak kerja yang ditetapkan oleh pembeli
utamanya, yaitu PT. Willmar. Standar mutu yang ditetapkan oleh PT. Willmar
mengikui standar mutu CPO yang ditetapkan oleh BSN melalui SNI-01-29012006. Akan tetapi jika mutu CPO yang dihasilkan melebihi standar kadar mutu
yang ditetapkan, maka PT. Buana Wirasubur Sakti akan memasarkannya kepada
pembeli lokal.
Salah satu cara untuk mengukur mutu produk ialah penerapan quality
conrol dengan peta kontrol (control charts). Fungsi penerapan quality control
tersebut adalah untuk melakukan pengendalian terhadap mutu dari input awal
berupa penyelesaian bahan baku, proses produksi , sampai kepada proses output
barang jadi (finished goods). Dengan adanya penerapan quality control maka
perusahaan dapat melakukan efesiensi proses produk, khususnya dalam industri
pengolahan CPO kelapa sawit. Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas,
peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai masalah
pengendalian mutu (quality control) dalam hal pengolehan buah sawit yang ada di
PT. Buana Wirasubur Sakti. Untuk itu pada penelitian ini peneliti mengambil
judul Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil)
Pada PT. Buana Wirasubur Sakti
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah;
Apakah pengendalian mutu CPO yang dilakukan oleh PT. Buana
Wirasubur Sakti sudah memenuhi standar SNI yang ditetapkan oleh BSN.
247
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses pengendalian mutu CPO yang dilakukan oleh PT.
Buana Wirasubur Sakti.
2. Untuk mengetahui apakah tingkat mutu CPO yang dihasilkan oleh PT. Buana
Wirasubur Sakti sudah memenuhi standar mutu CPO sesuai dengan standar
SNI yang ditetapkan oleh BSN.
Kerangka Dasar Teori
Pengendalian Mutu (Quality Control)
Pengertian pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari
pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi,
barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke konsumen agar barang
(jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan
(Prawirosentono, 2007:74).
Process Quality Control
Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2012:208) SQC (Statistical
Quality Control) merupakan penggunaan metode statistic untuk mengukur kinerja
produksi sekaligus untuk meningkatkan mutu keluaran. Sebaliknya, SPC hanya
bermaksud untuk melakukan pengendalian kinerja proses dengan menggunakan
metode statistik. Sehubungan dengan itu, SPC merupakan bagian dari SQC.
Minyak Sawit Kasar
Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) merupakan minyak nabati berwarna
jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses ekstraksi daging buah kelapa
sawit (mesocarp) tanaman Elais guinensis Jacq. Minyak sawit kasar terdiri dari
gliserida yang tersusun oleh serangkaian asam lemak. Komponen utama minyak
sawit adalah trigliserida dengan sebagian kecil digliserida dan mono gliserida.
Minyak sawit kasar berbentuk semipadat pada suhu kamar. Warna minyak sawit
kasar yang berwarna jingga kemerah-merahan disebabkan oleh komponen minor
yang dmiliki CPO berupa pigmen karoten (ipb.ac.id).
Metode Penelitian
Histogram
Histogram menunjukkan cakupan nilai suatu perhitungan dan frekuensi dari setiap
nilai yang terjadi. Histogram menunjukkan peristiwa yang sering terjadi dan juga
variasi dalam pengukuran (Heizer dan Render, 2004:268).
Bagan kendali
Peta Kendali
Peta Kendali Xbar digunakan untuk proses yang memiliki karakteristik yang
bersifat kontinu. Peta ini menggambarkan variasi harga rata-rata dari data yang
diklarifikasikan dalam satu kelompok. Dalam penelitian ini data dikelompokkan
berdasarkan satuan waktu hari dimana data ini diambil. Langkah langkah
penentuan peta kendali Xbar adalah dengan menentukan rentang rata-rata
248
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
kemudian menentukan batas kontrol serta mengambarkan garis Xbar dan garis
batas kontrol.
Peta Kendali R
Peta kendali R merupakan peta untuk menggambarkan rentang data dari suatu sub
grup, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil. Langkah langkah penentuan garis
central adalah dengan menentukan rentang rata-rata kemudian menentukan batas
kontrol serta mengambarkan garis R dan garis batas kontrol.
Menghitung X rata-rata dan R rata-rata (Haming dan Nurnajamuddin,
2012:208):
Perhitungan X rata-rata
Dimana:
: jumlah rata-tata dari nilai rata-rata subgrup
: nilai rata-rata subgrup ke-i
: jumlah subgrup
Perhitungan R rata-rata
Dimana:
: jumlah rata-rata rentang grup
: nilai rentang subgrup ke-i
: jumlah subgrup
Menentukan batas kontrol untuk pembuatan peta kendali X dan R (Haming
dan Nurnajamuddin, 2012:208):
X-Chart
Batas kontrol peta X: Batas kontrol atas (BKA) =
Batas kontrol bawah (BKB) =
Dimana:
BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
A2
= Nilai Koefisien
R
= Selisih Harga Xmaks dan Xmin
R-Chart
Batas kontrol peta R: Batas kontrol atas (BKA) = D4 . R
Batas kontrol bawah (BKB) = D3 . R
Dimana:
BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
D4,D3 = Nilai Koefisien
Diagram Sebab Akibat
Menurut Heizer dan Render (2004:265) pembuatan diagram sebab akibat pada
umumnya dimulai dengan 4 kategori yaitu material, mesin/peralatan, manusia,
249
250
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
= 3,50 0,45251
= 3,05 %
2. Perhitungan Peta Kendali R Kadar Asam Lemak Bebas.
UCL
= D4 .
= 2,574 .0,44
= 1,13857 %
LCL
= D3 .
= 0 . 0,44
=0%
Gambar
Grafik kendali Xbar dan R Chart Asam Lemak Bebas
Xbar-R Chart of x1; ...; x3
1
4,5
Sample Mean
1
1
4,0
U C L=3,959
_
_
X=3,500
3,5
3,0
1
1
10
LC L=3,041
1
13
16
Sample
19
22
25
28
2,0
Sample Range
1,5
U C L=1,155
1,0
_
R=0,449
0,5
0,0
LC L=0
1
10
13
16
Sample
19
22
25
28
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
= 0 . 0,18
=0%
Gambar
Grafik kendali Xbar dan R Chart Air
Xbar-R Chart of x1; ...; x3
1
U C L=0,5504
Sample Mean
0,5
_
_
X=0,3646
0,4
0,3
0,2
LC L=0,1787
1
0,1
1
10
13
16
Sample
19
22
25
28
Sample Range
0,60
U C L=0,4677
0,45
0,30
_
R=0,1817
0,15
0,00
LC L=0
1
10
13
16
Sample
19
22
25
28
253
Gambar
Grafik kendali Xbar dan R Chart Kotoran
Xbar-R Chart of x1; ...; x3
0,08
Sample Mean
1
1
0,06
U C L=0,05941
_
_
X=0,03922
0,04
0,02
10
13
16
Sample
19
22
LC L=0,01903
25
28
Sample Range
0,060
1
U C L=0,05080
0,045
0,030
_
R=0,01973
0,015
0,000
LC L=0
1
10
13
16
Sample
19
22
25
28
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
yang dimiliki PT. BWS kurang terawat, jika hujan tempat penumpukan (loading
ramp) akan berlumpur dikarenakan loading ramp yang dimiliki PT. BWS belum
memiliki atap. Sehingga, TBS yang akan diolah menjadi kotor karena terkena
lumpur dan kadar air pada buahnya akan bertambah karena tekena air hujan.
Pada bagian produksi, sering terjadi keterlambatan pembuangan limbah
hasil produksi yang terdiri dari janjangan dan ampas TBS. Hal ini tentu saja
mempengaruhi kebersihan dari lokasi produksi.
Manusia
Karyawan memiliki peranan yang penting terhadap mutu produk yang
dihasilkan. Karyawan produksi yang bertugas atau operator yang bertugas harus
berkonsentrasi penuh dalam mengendalikan mesin dan peralatan yang digunakan
dalam proses pengolahan TBS menjadi CPO agar berfungsi sebagaimana
mestinya. Kedisiplinan dan ketelitian merupakan hal yang sangat penting untuk
dimiliki oleh karyawan laboratorium dalam menguji kadar asam lemak bebas,
kadar air, serta kadar kotoran CPO. Ketelitian dibutuhkan karena kegiatan
menguji ini merupakan pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang sangat
besar terhadap kelangsungan hidup produk yang dihasilkan. Selain itu pula
tingkat pengetahuan karyawan akan in process sangat mempengaruhi kinerja
karyawan dalam menjaga pengendalian mutu in process.
Mesin
Perawatan rutin mesin jarang dilakukan oleh perusahaan, seringkali
penanganan terhadap kerusakan mesin terlambat. Sehingga, menghambat kinerja
perusahaan yang berakibat pada terlambatnya pemrosesan bahan baku (TBS).
Mesin yang digunakan PT. Buana Wirasubur Sakti saat ini adalah mesin
baru, sebab perusahaan meningkatkan kapasitas produksinya yangg sebelumnya
30 ton/jam menjadi 45 ton/jam.
Metode Kerja
Pada metode kerja terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, intinya
ialah merupakan proses perebusan TBS yang selanjutnya akan menghasilkan
CPO. Kualitas metode kerja juga menentukan hasil CPO yang diproduksi. Proses
ini dipengaruhi oleh bahan baku (TBS), setingan mesin, serta penampungan
sementara hasil prosuksi. Bahan baku (TBS) merupakan hal yang sangat penting
harus diperhatikan oleh karyawan bagian penyortiran, karena akan memberikan
efek domino terharap proses selanjutnya. Kemudian setingan mesin merupakan
hal yang juga penting harus diperhatikan oleh karyawan produksi, karena sangat
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya asam lemak bebas yang akan dihasilkan
oleh CPO. Ketika kadar ALB tidak sesuai, maka dengan segera pihak
laboratorium akan melaporkan / menegur kepada pihak produksi untuk mengecek
/ merubah settingan mesin agar tetap menjaga kadar ALB seperti yang diinginkan.
255
Gambar
Diagram Sebab Akibat Mutu CPO
LINGKUNGAN
KERJA
BAHAN BAKU
Kecanggi
Induk pohon
han Kematanga
Sampah
Performa
n yang
Mesin
sisa
mesin
Penanganan
tidak tepat
produksi
kurang
pasca panen
Lingkungan
Sortasi tidak
Kurang
kerja kotor
dilakukan dengan baik
Perawatan
MUTU
Lulusan
Perebusan CPO
Kelelahan
SMP dan
Pemisahan
tidak
dan kurang
Pengetah
SMA
berat jenis
maksimal
konsentrasi
Tingginya kadar
uan dan
kadar air
Kurangnya
Tangki
ALB
kedisipli
Kualita
ketelitian
penampun
nan
Performa
s
Timbanga
gan
Kuantitas
screw press
n
MANUSIA
rendah METODE KERJA
MESIN
256
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
berada di luar batas normal yang ditetapkan oleh BSN. Akan tetapi pada kadar air
terdapat 16 sampel berada di atas standar yang ditetapkan oleh BSN yaitu 0,5%.
2. SPC (Statistical Process Control)
Hasil analisis melalui peta X dan R, diketahui bahwa tingkat pencapaian mutu
CPO yang dihasilkan belum sepenuhnya tercapai. Dimana hasil pemeriksaan
sampel CPO melalui kadar asam lemak bebas, kadar air, dan kadar kotoran masih
terdapat jumlah produk yang berada di luar batas persyaratan mutu dan
penyimpangan kualitas. Yaitu pada pengujian kadar asam lemak bebas, kadar air,
dan kadar kotoran.
Jumlah sampel yang berada di luar batas kendali menurut peta kontrol Xbar dan R
untuk kadar asam lemak bebas sebanyak sebelas sampel pada peta kendali Xbar
dan dua sampel pada peta kendali R. Kemudian, untuk kadar air terdapet lima
sampel pada peta kendali Xbar dan dua sampel pada peta kendali R. Serta untuk
kadar kotoran terdapat tujuh sampel apda peta kendali Xbar dan tiga sampel pada
peta kendali R.
Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui bahwa faktor penyebab
terjadinya penyimpangan kualitas CPO adalah faktor bahan baku, metode kerja,
manusia, mesin, metode kerja, serta lingkungan kerja. Di mana faktor yang secara
umum paling berpengaruh adalah bahan baku, metode kerja, serta manusia.
Berdasakan kesimpulan di atas, maka penulis menyampaikan beberapa saran
sebagai berikut:
Dalam penyortiran bahan baku (TBS), perusahaan sebaiknya lebih teliti dan
memberikan sanksi bagi pemasok yang membawa buah mentah atau yang terlalu
matang. Sanksinya bisa berupa potongan pembayaran buah sawit atau buah
dikembalikan.
Permasalahan pada lingkungan kerja yang dimiliki oleh perusahaan adalah
areal loading yang kurang terawat dan sampah sisa produksi yang berada di
sekitar lokasi produksi. Area loading sebaiknya dibuatkan atap agar buah yang
disimpan sementara sebelum diolah tidak terkena panas berlebih dan hujan.
Pembersihan sampah sisa produksi sebaiknya juga diperhatikan, penumpukan
sampah sisa produksi dapat mempengaruhi kinerja dan konsentrasi karyawan
dalam bekerja.
Dalam penerimaan karyawan baru, sebaiknya perusahaan lebih selektif. Agar
kedepannya sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan merupakan
sumber daya yang memiliki kedisiplinan dan pengetahuan yang baik.
Perawatan terhadap mesin merupakan hal pokok yang harus diperhatikan
perusahaan. Perawatan berfungsi untuk menjaga performa mesin tetap stabil,
karena mesin produksi adalha jantung dari sebuah perusahaan pengolahan kelapa
sawit.
Kedisiplinan karyawan dalam mematuhi metode kerja yang telah ditetapkan
oleh perusahaan harus ditingkatkan. Prosudur dan metode kerja yang tepat akan
menghasilkan CPO dengan kualitas yang baik pula.
257
Daftar Pustaka
Haming, Murdifin dan Mahfud Nurnajamuddin, 2007, Manajemen Produksi
Modern, Jakarta: Bumi Aksara
Handoko, T. Hani, 2000, Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi,
Cetakan Ketigabelas, Yogyakarta: BPFE
Heizer, Jay dan Barry Render, 2004, Manajemen Operasi, Edisi Bahasa
Indonesia, Buku Satu, Jakarta: Salemba Empat
Mangoensoekarjo, S dan H. Semangun, 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa
Sawit. Yogyakarta: UGM-Press
Sumarni, Murti dan John Soeprihanto, 2000, Pengantar Bisnis (Dasar-dasar
Ekonomi Perusahaan), Cetakan ketiga, Jakarta: Liberty
Prawirosentono Suyadi, 2007, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu
Abad 21, Jakarta: Bumi Aksara
Reksohadiprodjo, Sukanto, 1995, Manajemen Produksi dan Operasi, Yogyakarta:
BPFE
Zulian Yamit, 2001, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Yogakarta:
Ekonomisia
Sumber Internet:
Badan Standarisasi Nasional, 2006, SNI Crude Palm Oil, Jakarta.
Company
introduction,
2010,
PT.
Buana
Wirasubur
Sakti,
(http://www.tradezz.com/corp_1333351_PT.-Buana-Wirasubur.htm)
diakses tanggal 18 Februari 2014)
Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2012, Komoditi Kelapa Sawit.
(http://disbun.kaltimprov.go.id/statis-70-mitra-perusahaan-perkebunan.html, diakses tanggal 6 Februari 2014)
Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2012, Mitra Perusahaan
Perkebunan. (http://disbun.kaltimprov.go.id/statis-70-mitra-perusahaanperkebunan-.html, diakses tanggal 6 Februari 2014)
Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di
Indonesia,
2008
2012.
(http://www.pertanian.go.id/infoeksekutif/bun/BUN-asem2012/ProduksiKelapaSawit.pdf diakses tanggal 18 Februari 2014)
Fakultas Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor, Kajian Mutu
Minyak
Sawit,
(http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/53056?show=full diakses
tanggal 11 Februari 2014)
Julia, Hilda, 2009, Analisis Konsistensi Mutu Dan Rendemen CPO (crude palm
oil) di Pabrik Kelapa Sawit Tamiang PT. Padang Palma Permai. Medan:
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
258
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
259