Anda di halaman 1dari 169

STUDI PUSTAKA: 10 KASUS STATISTICAL QUALITY

CONTROL
TUGAS AKHIR INDIVIDU
ditujukan untuk memenuhi tugas akhir pada Mata Kuliah Pengendalian Mutu
dengan Dosen Pengampu: Dr. Bambang Darmawan, M.M

Oleh:
Iyus Herdiyanto
1302148

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015

KASUS I:
ANALISIS QUALITY CONTROL PADA
PRODUKSI SUSU SAPI DI CV CITA NASIONAL GETASAN TAHUN 2014
Oleh
Yuliyarto
Alumni STIE AMA Salatiga
Yanuar Surya Putra
Dosen Tetap STIE AMA Salatiga
Abstrak
Dalam proses produksi susu sapi di CV Cita Nasional, permasalahan yang sering terjadi
adalah produktivitas sapi perah yang rendah, disebabkan oleh bercampurnya susu dengan
air, kemasan bocor dan kerusakan mesin produksi, pengambilan sampel, penyusutan,
distribusi yang meliputi kontaminasi udara atau suhu dan keterlambatan penanganan. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis quality control pada produksi susu sapi di CV Cita
Nasional Tahun 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah bagian quality control yang ada di
CV Cita Nasional. Data yang digunakan adalah data Primer dengan cara observasi kegiatan
distribusi susu dan data sekunder yang berasal dari laporan harian dan bulanan dari bagian
quality control. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif. Jenis data dalam penelitian ini
adalah data kuantitatif. Alat analisis yang digunakan adalah dengan alat bantu statistik yang
terdapat pada Statistical Quality Control (SQC) dan Statistical Process Control (SPC).
Adapun langkah-langkahnya dengan mengumpulkan data menggunakan check sheet, diagram
pareto, Fishbone Diagram dan peta kendali p.Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan peta
kendali p, pada grafik kontrol titik berfluktuasi sangat tinggi dan tidak beraturan, serta
banyak terdapat titik yang keluar dari batas kendali yang mengindikasikan bahwa proses
berada dalam keadaan tidak terkendali atau masih mengalami penyimpangan. Berdasarkan
diagram pareto, prioritas perbaikan yang perlu dilakukan oleh CV Cita Nasional untuk
menekan atau mengurangi jumlah misdruk yang terjadi dalam produksi dapat dilakukan
pada 2 jenis kerusakan atau misdruk yang dominan yaitu misdruk karena bocor kemasan
dan distribusi. Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui faktor penyebab
kerusakan atau misdruk dalam produksi yaitu berasal dari faktor manusia, metode,
material, mesin dan lingkungan kerja, sehingga diperlukan usaha memaksimalkan seluruh
sumber daya dan faktor-faktor produksi yang ada di CV Cita Nasional.
Kata Kunci: Quality control, Uji analisis, dan Produksi

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA


1. Sistem Pengadaan Bahan Baku Susu Segar
CV. Cita Nasional dalam sehari menerima susu segar mencapai 20.000 sampai 30.000 liter.
Jumlah penerimaan susu bergantung pada permintaan pasar, produk harian, dan sisa
susu segar setelah produksi hari sebelumnya. Susu segar biasanya datang pagi hari mulai
pukul 08.00 WIB. Susu segar tersebut berasal dari KUD Cepogo, KUD Getasan, KUD
Andini Luhur, KUD Sidodadi, dan KUD Wahyu Agung. Alur penerimaan susu
dari peternak hingga sampai ke CV. Cita Nasional seperti pada gambar berikut ini:

peternak

loper

KUD

CV Cita Nasional

Gambar 1
Alur Penerimaan Susu Segar
2. Pengujian Kualitas Bahan Baku Susu Segar
Pengujian bahan baku susu segar yang baru datang merupakan hal yang utama dalam suatu
industri pengolahan susu. Kualitas susu segar yang buruk akan berdampak pada
menurunnya kualitas produk ataupun kegagalan dalam pembuatan produk. Parameter
utama yang dilakukan dalam pengujian bahan baku susu segar di CV Cita Nasional adalah
uji alkohol 73% dan Peternak Loper KUD CV Cita Nasional organoleptik. Apabila
pada saat uji alkohol susu pecah dan organoleptik tidak standar, susu segar tersebut ditolak.
3. Pengujian Sifat Fisik
Uji sifat fisik yang dilakukan di CV. Cita Nasional antara lain: Uji Organoleptik, Uji pH,
Uji Berat Jenis, dan Uji Brix.
4. Pengujian Sifat Kimiawi
Uji sifat kimiawi yang dilakukan di CV. Cita Nasional antara lain: Uji alkohol, Uji
Kadar Lemak, Uji Total Solid (TS), Uji Mikrobiologi, Uji Antibiotik Beta Star 25, dan Uji
Pemalsuan Susu.
5. Manajemen Distribusi untuk Produk Susu yang Mudah Rusak
6. Manajemen Risiko untuk Produk Susu yang Mudah Rusak

Manajemen risiko akan selalu ada dalam setiap perusahaan, dengan mengetahui risiko
diharapkan perusahaan mampu untuk mengatasinya. Pedagang besar dan distributor hanya
melakukan penyimpanan sementara. Selama diperjalanan peralihan risiko ini bisa
memberikan dampak yang buruk kepada konsumen kalau pengecer dan konsumen tidak
menyimpan susu dengan baik atau konsumen terlambat mengkonsumsinya. Hal ini nantinya
akan menjadi dasar pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan sebagai alat perlindungan
konsumen.
7. Material Handling untuk Produk Susu yang Mudah Rusak
Penanganan bahan baku maupun barang jadi dilakukan untuk daerah hulu dan hilir.
Investasi digeser ke hilir karena penyimpanan produk dilakukan oleh pengecer, perusahaan
distributor hanya memerlukan gudang untuk penyimpanan sementara ketika produk jadi
berada diperjalanan.
8. Spesifikasi Produk
CV Cita Nasional merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pangan khususnya dalam
produk susu. Beberapa produk susu yang dihasilkan dari CV Cita Nasional antara lain susu
pasteurisasi, homogenisasi dan yoghurt.
9. Pengawasan Mutu di Laboratorium
Analisa yang dilakukan CV Cita Nasional pada produk susu meliputi produk bahan
baku, produk setengah jadi dan produk jadi. Analisa produk bahan baku dilakukan
setelah KUD penyetor datang dengan uji mutu meliputi uji suhu, uji berat jenis dan uji
organoleptik (warna, bau, rasa, kekentalan), uji alkohol, uji Resolic acid, uji pH, uji
kadar lemak, uji lemak nabati, uji gula (sukrosa), solid non fat (SNF), uji total bahan
padat (total solid) dan uji pemalsuan (dengan penambahan glukosa, penambahan lemak
nabati, penambahan pati atau tepung, penambahan formalin, penambahan peroksida dan
penambahan karbonat). Pengujian mutu pada produk setengah jadi meliputi uji
organoleptik (warna, rasa, bau), uji pH, uji alkohol, uji
kandungan lemak, dan uji tingkat kemanisan, sedangkan pengujian pada produk jadi
sama dengan produk setengah jadi dengan penambahan uji volume produk jadi.
10. Quality Control Selama Tahapan Proses Pengolahan

Selama proses pengolahan dilakukan pengendalian kualitas secara visual, pengambilan


sampel produk setengah jadi untuk diuji kualitasnya di laboratorium, serta pengujian
kualitas produk akhir.
ANALISIS DATA
Pada CV Cita Nasional Getasan mempunyai bagian Quality Control yang bertugas
melakukan pengecekan terhadap hasil produksi. Dalam menyelesaikan permasalahan
pengendalian kualitas, akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengendalian kualitas secara statistik, langkah pertama yang akan
dilakukan adalah membuat check sheet. Check sheet berguna untuk mempermudah
proses pengumpulan data serta analisis. Selain itu pula berguna untuk mengetahui area
permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan mengambil keputusan
untuk melakukan perbaikan atau tidak. Dari hasil pengumpulan data melalui check sheet
dapat dilihat jenis misdruk yang sering terjadi adalah rusak karena campur air dengan
jumlah misdruk sebanyak 2240 liter. Jumlah jenis misdruk bocor sebanyak 10620,4 liter.
Jumlah jenis misdruk rusak karena sample sebanyak 840 liter, Selanjutnya adalah jenis
misdruk berupa penyusutan proses dan distribusi yang secara berturut-turut berjumlah
897,29 dan 4864,6 liter.
2. Diagram Pareto
Diagram pareto adalah diagram yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengurutkan dan
bekerja untuk menyisihkan kerusakan produk (misdruk) secara permanen. Dengan
diagram ini, maka dapat diketahui jenis misdruk yang palin dominan pada hasil produksi
susu sapi selama bulan Februari 2014.
Tabel 1
Jumlah Frekuensi Misdruk (berdasarkan urutan jumlahnya)
Periode Bulan Februari 2014
No
1
2
3
4
5

Jenis Misdruk
Bocor
Distribusi
Campuran air
Penyusutan
Sample

Jumlah
10620,4
4864,6
2240
897,29
840

Prosentase
54,57%
24,99%
11,51%
4,61%
4,32%

Prosentase
Kumulatif
54,57%
79,56%
91,07%
95,68%
100%

Berdasarkan data di atas maka dapat disusun sebuah diagram pareto dengan ukuran 80 : 20
seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2
Diagram Pareto Bulan Februari 2014
3. Diagram Sebab Akibat (Fishbone Chart )
Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang
dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penyebab kerusakan produk secara
umum dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Man (manusia)
Para pekerja yang melakukan pekerjaan yang terlibat dalam proses produksi.
b. Material (bahan baku)
Segala sesuatu yang dipergunakan oleh perusahaan sebagai komponen produk yang
akan diproduksi tersebut, terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu.
c. Machine (mesin)
Mesin-mesin dan berbagai peralatan yang digunakan dalam proses produksi.
d. Methode (metode). Instruksi kerja atau perintah kerja yang harus diikuti dalam
proses produksi.
e. Environment (lingkungan)
Keadaan sekitar perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi perusahaan secara umum dan mempengaruhi proses produksi
secara khusus.

Setelah diketahui jenis-jenis misdruk yang terjadi, maka CV Cita Nasional


perlu mengambil langkah-langkah perbaikan untuk mencegah timbulnya
kerusakan yang serupa. Hal penting yang harus dilakukan dan ditelusuri adalah
mencari penyebab timbulnya kerusakan tersebut. Sebagai alat bantu untuk
mencari penyebab terjadinya misdruk tersebut, digunakan diagram sebab
akibat atau yang disebut fishbone chart. Adapun penggunaan diagram sebab
akibat untuk menelusuri jenis masing-masing misdruk yang terjadi adalah
sebagai berikut: Kemasan bocor, distribusi, campur air, penyusutan, dan
sampel.
4. Analisis Menggunakan Peta
Kendali p
Peta

kendali

digunakan

untuk

membantu

mendeteksi

adanya

penyimpangan dengan cara menetapkan batas-batas kendali:


a. Upper control limit atau batas kendali atas (UCL)
b. Central line atau garis pusat atau tengah (CL)
c. Lower control limit atau batas kendali bawah (LCL)
Dari hasil perhitungan, maka selanjutnya dapat dibuat peta kendali p yang
dapat dilihat pada gambar berikut ini:

GAMBAR 3
Peta Kendali Proporsi Misdruk Bulan Februari 2014

Berdasarkan gambar peta kendali p diatas dapat dilihat bahwa data yang diperoleh
tidak seluruhnya berada dalam batas kendali yang telah ditetapkan bahkan ada
yang keluar dari batas kendali, hanya 18 (delapan belas) titik yang berada didalam
batas kendali, sehingga bisa dikatakan bahwa proses tidak terkendali. Hal ini
menunjukkan terjadi proses penyimpangan. Hal tersebut menyatakan bahwa
pengendalian kualitas di CV Cita Nasional memerlukan adanya perbaikan.
Karena adanya titik yang berfluktuasi tinggi dan tidak beraturan yang
menunjukkan bahwa proses produksi masih mengalami penyimpangan.
PENUTUP
A. Simpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian, permasalahan yang sering terjadi dalam proses
produksi
susu sapi di CV Cita Nasional adalah produktivitas sapi perah yang rendah,
bahkan kualitas susu yang tidak memenuhi standar industri
pengolahan susu. Produktivitas yang rendah bisa disebabkan oleh
bercampurnya susu
dengan air pada saat transfer dari proses ke pengemasan, kemasan bocor dan
kerusakan mesin produksi, pengambilan sampel, penyusutan, distribusi yang
meliputi kontaminasi udara atau suhu dan keterlambatan penanganan.
2. Berdasarkan data produksi yang diperoleh dari CV Cita Nasional diketahui
jumlah produksi susu sapi pada bulan februari Tahun 2014 adalah sebesar
897407,46 liter dengan misdruk yang terjadi dalam produksi sebesar
19462,29 liter. Jenis-jenis kerusakan atau misdruk yang sering terjadi pada
produksi susu sapi yaitu disebabkan karena kemasan bocor sebanyak 10620,4
liter atau 54,57 %, distribusi sebanyak 4864,6 liter atau 24,99 %, Campur air
sebanyak 2240 liter atau 11,51 %, penyusutan sebanyak
897,29 liter atau 4,61% , dan sample sebanyak 840 liter atau 4,32 %.
3. Proses pelaksanaan quality control dalam mengurangi tingkat kerusakan
produksi susu sapi di CV Cita Nasional dengan menggunakan alat bantu
statistik peta kendali p dalam pengendalian kualitas produk. Hal tersebut
menunjukkan adanya titik berfluktuasi sangat tinggi dan tidak beraturan, serta

banyak terdapat titik yang keluar dari batas kendali yang mengindikasikan
bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali atau masih mengalami
penyimpangan.
4. Berdasarkan diagram pareto, prioritas perbaikan yang perlu dilakukan oleh
CV Cita Nasional untuk menekan atau mengurangi jumlah misdruk yang
terjadi dalam produksi dapat dilakukan pada 2 jenis kerusakan atau misdruk
yang dominan yaitu misdruk karena bocor kemasan dan distribusi. Hal ini
dikarenakan kedua jenis misdruk tersebut mendominasi hampir 80% dari total
kerusakan yang terjadi pada produksi susu sapi tahun 2014 di CV Cita
Nasional.
5. Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui faktor penyebab
Kerusakan atau misdruk dalam produksi yaitu berasal dari faktor manusia atau
pekerja, metode, material atau bahan baku, mesin dan lingkungan kerja.
B. Saran
Perusahaan dapat melakukan perbaikan kualitas dengan memfokuskan perbaikan
pada jenis kerusakan atau misdruk yang memiliki jumlah besar atau dominan
dalam produksi, yang disebabkan oleh faktor manusia, mesin, metode, material
dan lingkungan. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk mengatasi terjadinya
misdruk yang disebabkan oleh faktor tersebut dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1. Memberikan pelatihan kepada para pekerja dan membuat sistem penilaian
kerja yang baru dengan tujuan untuk memotivasi kinerja para pekerja agar
lebih baik.
2. Melakukan pengecekan kesiapan mesin sebelum dan sesudah digunakan agar
sesuai standar operasional dan melakukan perawatan mesin secara berkala,
tidak hanya ketika mesin mengalami kerusakan saja.
3. Menambah fasilitas dengan alat-alat uji kualitas yang modern untuk
menghindari terjadinya kesalahan standar kualitas produk.
4. Memeriksa kembali bahan baku yang diterima dari pemasok dan
memisahkan bahan
baku yang rusak dengan bahan baku yang berkualitas.

5. Menambah fasilitas diruang produksi dan membuat sistem sanitasi yang sesuai
dengan kebutuhan

penanganan

produk

susu

(standar

ISO)

mengurangi dampak buruk yang disebabkan oleh mesin dan cuaca.

untuk

1
KASUS II

PENGUKURAN KUALITAS PRODUK DENGAN


MOTODE STATISTICAL PROCESS CONTROL
(STUDI KASUS PT. INTERMASA)
Ainul Haq
Perumahan Jatiwaringin Asri Jl. Dieng V, Blok C14 No.12
RT 01 RW 17 Pondok Gede Bekasi 17411
ahaqparinduri@yahoo.com

ABSTRAK
PT. INTERMASA merupakan salah satu perusahaan jasa di bidang percetakan. Berdiri
sejak tahun 1972 dengan dasar suatu upaya yang mulai dari kalangan Penerbit Nasional,
yang telah berkiprah rata-rata semenjak awal kemerdekaan, untuk mempunyai satu
industri offset modern. Sebagai dasar keseluruhan aktivitas PT. INTERMASA serta
komitmen seluruh personil yang ada untuk menjadikan PT. INTERMASA menjadi
pelaku bisnis berstandar internasional, maka sangat diperlukan penerapan Quality
Management System. Tujuan penelitian adalah mengukur kualitas produk tipe
paperback dengan metode statistical process control. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode kombinasi dari pengamatan langsung dan wawancara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa metode statistical process control tepat digunakan untuk
pengukuran kualitas produk tipe paperback. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas
produk dengan peta kendali pada proses perfect bending adalah terkendali (seragam),
sedangkan pengukuran pada proses printing menghasilkan data yang tak terkendali
(tidak seragam). Sedangkan penyebab cacat terbesar pada proses printing dan perfect
bending berturut turut adalah kategori kotor dan lem meleleh.
Kata Kunci: Total Quality Management, Kualitas Produk , Statistical Process Control
PENDAHULUAN
Dunia Industri telah mengalami persaingan yang ketat dewasa ini. Banyaknya industri
sejenis telah menimbulkan persaingan bagi dunia industri untuk menawarkan produk
yang bermutu dan memiliki daya saing yang tinggi.
PT. INTERMASA mrerupakan salah satu perusahaan jasa di bidang percetakan.
Berdiri sejak tahun 1972 dengan dasar suatu upaya yang mulai dari kalangan Penerbit
Nasional, yang telah berkiprah
rata-rata semenjak awal kemerdekaan, untuk
mempunyai satu industri offset modern. Sebagai dasar keseluruhan aktivitas PT.
INTERMASA serta komitmen seluruh personil yang ada untuk menjadikan PT.
INTERMASA menjadi pelaku bisnis berstandar internasional, maka sangat diperlukan
penerapan Quality Management System.

Daily Control, merupakan komponen utama TQM dengan menggunakan alat


bantu Statistical Process Control. Statistical Process Control yang dimaksud disini
adalah pengendalian mutu produk selama masih ada dalam proses. Dalam mengadakan
pengendalian mutu tersebut dapat digambarkan batas atas (upper control limit) dan
batas bawah (lower control limit) beserta garis tengahnya (center line). Pengendalian
mutu proses statistik meliputi pengendalian mutu proses untuk data variable dan
pengendalian mutu proses untuk data atribut, (Ariani, 1999).
Metode statistical process control digunakan untuk mengukur kualitas produk tipe
paperback sehingga diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas
produk dimasa sekarang dan yang akan datang.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian mutu statistik berkaitan dengan upaya menjamin kualitas dengan
memperbaiki kualitas proses dan upaya menyelesaiakan segala permasalahan selama
proses, ( Irawan, 2006). Pengendalian mutu proses statistik meliputi pengendalian mutu
proses untuk data variable dan pengendalian mutu proses untuk data atribut.
Pengendalian mutu proses untuk data variabel terdiri atas peta kendali rata-rata dan

range (peta X -R), peta kendali rata-rata dan standar deviasi (peta X -S), dan peta
kendali regresi. Sedangkan pengendalian mutu proses untuk data atribut terdiri atas peta
kendali p chart, peta kendali np chart, peta kendali u chart, dan peta kendali c
chart (Ariani, 1999).

Peta Kendali C
Menurut Grant (1991), peta kendali atribut c chart adalah peta kendali untuk
ketidaksesuain (kecacatan) barang dimana besarnya subgroup sama. Contoh penerapan
c chart adalah jumlah ketidaksesuaian permukaaan yang diamati dalam lembaran
yang dilapisi seng atau yang dicat pada daerah tertentu, jumlah ketidaksempurnaan
permukaan dalam selembar film foto, jumlah kerusakan pada titik-titik lemah dalam
isolasi pada panjang tertentu kawat .
Penentuan batas-batas kendali dalam Peta Kendali c-chart adalah sebagai berikut:
UCL = c + 3

CL = c
LCL = c - 3

Keterangan :
a. c = proporsi cacat per subgroup
b. c = c / N

c = jumlah cacat per subgroup

c. N = banyaknya pengamatan / jumlah subgroup

Diagram Sebab Akibat


Diagram sebab akibat (Cause and effect diagram) digunakan untuk menganalisis
persoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan persoalan tersebut. Dengan demikian
diagram tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan sebab-sebab suatu persoalan.
Cause and effect diagram juga disebut Ishikawa diagram dan dikembangkan oleh Dr.
Kaoru Ishikawa. Diagram tersebut juga disebut Fishbone diagram karena berbentuk
seperti kerangka ikan.

Masalah

Masalah

Masalah

Lingkungan

Bahan

Prosedur

Gambar 1. Diagram sebab akibat


Sumber: Tampubolon (2001)

METODE PENELITIAN
Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data untuk keperluan suatu penelitian.
Data yang didapat merupakan data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari
pengamatan di PT. Intermasa.
Pengolahan Data dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan penentuan cacat dominan dari seluruh proses
produksi buku tipe paperback dengan dimensi 20,8 x 13,8 cm. Kemudian dibuat peta
kendali c dan diagram fishbone. Dalam tahap ini, data-data yang telah terkumpul
diolah dengan bantuan program SPSS versi 13 dan Minitab versi 14.

Analisis Hasil
Setelah seluruh data terkumpul dan diolah dengan menggunakan program SPSS dan
Minitab, maka dilakukan analisis data secara lengkap dan menyeluruh terhadap hasil
penelitian dari control chart dan fishbone diagram.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembuatan Peta Kendali Pada Proses Printing dan Perfect Bending
Peta kendali digunakan untuk memonitor aktivitas dari suatu proses yang sedang
berlangsung dengan menggunakan metode grafis.. Sehingga dapat diketahui apakah
proses tersebut berada dalam batas kendali statistik atau tidak. Peta kendali yang sesuai
dengan data yang telah diperoleh adalah peta kendali c . Peta kendali c digunakan untuk
mengukur banyaknya ketidaksesuaian (specific point) untuk suatu item dalam suatu
periode pengamatan. Peta kendali c digunakan untuk jumlah sampel yang konstan.
Berdasarkan perhitungan Peta kendali c maka diperoleh nilai Central Line dari
proses cetak adalah sebesar 3.08. Sedangkan Lower center line dan Upper Center Line
adalah berturut-turut sebesar 0 dan 8.34. Karena titik sampel ke-12 berada diluar lower
central limit dan upper central limit maka dapat disimpulkan bahwa data adalah tidak
seragam. Sehingga perlu dilakukan perbaikan atau revisi pada peta c tersebut.

C Chart of Jumlah cacat


1

UCL=8.34

Sample Count

7
6
5
4

_
C=3.08

3
2
1
0

LCL=0
1

10

13
16
Sample

19

22

25

Gambar 2. Peta Kontrol c Pada Proses Cetak (sebelum direvisi)


Revisi Peta Kendali c dilakukan dengan cara menghilangkan data yang telah
diketahui berada di luar batas kontrol, sehingga tidak ada satupun data yang keluar dari
batas kontrol.

C Chart of Jumlah cacat


8

UCL=7.896

Sample Count

6
5
4
_
C=2.84

3
2
1
0

LCL=0
1

11

13
15
Sample

17

19

21

23

25

Gambar 3. Peta Kontrol c Pada Proses Cetak (setelah direvisi)

Berdasarkan peta kendali c, yang telah direvisi tersebut, terlihat bahwa tidak ada
satupun data yang keluar dari batas kontrol. Karena tidak ada satupun data yang keluar
dari batas kontrol, maka dapat dikatakan bahwa data berasal dari suatu sistem yang
sama.
Walaupun tidak terdapat titik-titik yang berada diluar garis control limit pada peta
kontrol c buku tipe paperback dengan dimensi 20,8 x 13,8 , tetapi peta kontrol tersebut
dikatakan tidak stabil karena terdapat penyebaran data secara ekstrim pada pengamatan
ke 3, 9, 16 dan 19 . Karena proses tidak stabil maka harus dicari penyebab
ketidakstabilannya proses tersebut. Sehingga dapat dilakukan perbaikan.
Berdasarkan perhitungan Peta kendali c maka diperoleh nilai Central Line dari
proses perfect bending adalah sebesar 0.967. Sedangkan Lower center line dan Upper
Center Line adalah berturut-turut sebesar 0 dan 3.916. Karena titik-titik sampel tidak
ada yang berada diluar lower central limit dan upper central limit maka dapat
disimpulkan bahwa data adalah seragam.

Peta Kendali C pada Proses Perfect Bending


4

UCL=3.916

Sample Count

_
C=0.967

LCL=0
1

10

13

16
Sample

19

22

25

28

Gambar 4. Peta Kontrol c Pada Proses Perfect Bending


Walaupun tidak terdapat titik-titik yang berada diluar garis control limit pada peta
kontrol c tipe paperback dengan dimensi 20,8 x 13,8, tetapi peta kontrol tersebut
dikatakan tidak stabil karena terdapat penyebaran data secara abnormal secara
mendadak. Dimulai pada pengamatan ke -3, 7, 10, 24 dan 29. selain itu juga terdapat
gelombang yang ekstrim pada pengamatan ke 9, 18, dan 28. Karena proses tidak stabil
maka harus dicari penyebab ketidakstabilannya proses tersebut. Sehingga dapat
dilakukan perbaikan.
Data Frekuensi Cacat Terbesar
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa cacat terbesar dari seluruh
proses produksi buku tipe paperpack dengan dimensi 20,8 x 13,8 cm dihasilkan oleh
dua proses utama yakni : Printing dan Perfect Bending. Data frekuensi cacat ini
selanjutnya digunakan pada pembuatan Diagram Sebab Akibat (fishbone diagram)
Proses Printing merupakan proses pentahapan pengalihan gambar (tinta) dari acuan
cetak ke bahan yang dicetak (kertas) dengan tekanan dan kecepatan tertentu. Proses ini
menyumbangkan cacat terbesar pada buku tipe paperpack dengan dimensi 20,8 x 13,8
cm. Pada proses Printing terdapat beberapa jenis cacat yang dominan, dan hampir selalu
muncul setelah proses tersebut. Cacat tersebut diantaranya : kotor, warna tak standar
atau belang, botak, dan misregister.
a. Kotor adalah area kertas yang non-cetak yang harusnya bersih terkontaminasi tinta
cetak.
b. Warna tak standar atau belang. Warna cetaknya terserap tidak rata oleh kertas
c. Botak yaitu tidak tercetaknya teks pada kertas
d. Misregister yaitu warna cetak tidak tajam atau serasi

Berikut ini data cacat pada departemen kualitas bulan Maret 2008 untuk proses printing.
Tabel 1. Data Frekensi Cacat Pada Proses Printing
Jenis_cacat

Valid

kotor
belang
botak
misregister
Total

Frequency
64
56
36
22
178

Percent
36.0
31.5
20.2
12.4
100.0

Valid Percent
36.0
31.5
20.2
12.4
100.0

Cumulative
Percent
36.0
67.4
87.6
100.0

Sumber : Departemen Kualitas, PT. Intermasa (2008)

Jenis_cacat

kotor
belang
botak
misregister
22

64
36

56

Gambar 5. Jenis Cacat Pada Proses Printing


Proses Perfect binding merupakan proses penjilidan dengan cara melekatkan
helai-helai kertas menjadi satu blok naskah padat peda bagian sampul dan dililitkan
dengan lem. Proses ini menyumbangkan cacat kedua terbesar pada buku tipe paperpack
dengan dimensi 20,8 x 13,8 cm. Pada proses Perfect binding terdapat beberapa jenis
cacat yang dominan, dan hampir selalu muncul setelah proses tersebut. Cacat tersebut
diantaranya : lem meleleh dan jilid lari .
a. Lem meleleh adalah lem sebagai perekat mengalami proses meleleh pada bagian
punggung buku.
b. Jilid lari adalah terjadinya ketidak presisian antara sampul dengan isi buku.

Berikut ini data cacat pada departemen kualitas bulan Februari 2008 untuk
proses perfect bending.
Tabel 2. Data Frekensi Cacat Pada Proses Perfect Bending
Jenis_cacat

Valid

Frequency
48
30
78

lem meleleh
jilid lari
Total

Percent
61.5
38.5
100.0

Valid Percent
61.5
38.5
100.0

Cumulative
Percent
61.5
100.0

Sumber : Departemen Kualitas, PT. Intermasa (2008)

Jenis_cacat

lem meleleh
jilid lari

30

48

Gambar 6. Jenis Cacat Pada Proses Perfect Bending

Pembuatan Diagram Sebab Akibat (fishbone diagram)


Pembuatan diagram sebab akibat dimaksudkan untuk menunjukkan faktor-faktor
penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor
penyebab itu. Untuk mengetahui sebab-sebab masalah tersebut, diperlukan identifikasi
secara menyeluruh, mulai dari penyebab utama, penyebab sekunder dan penyebab
tersier. Sedangkan akibat (effect) merupakan permasalahan utama yang harus
dipecahkan.
Fishbone diagram adalah grafik yang menyerupai tulang ikan yang digunakan
untuk menggambarkan faktor sebab dan akibat dari suatu masalah. Faktor akibat
tercantum di dalam kotak yang terdapat di sisi kanan kertas, sedangkan faktor penyebab

berada pada tulang belakang di sisi kiri dan kanan . Gambar 7 dan 8, menunjukkan
Fishbone diagram cacat kotor (proses printing) dan lem meleleh (proses perfect
bending).

Cause-and-EffectDiagram
Manusia

Mesin dan
Peralatan

Metode

slin Se
de ttin
r k ga
ura nb
ng lan
tep k et
at pa
da

Jumlahtinta berlebihan

Roller mengeras

Wa
kt
up
en
ga
tu
ran
sin
gk
at

ko Ce
nt k
inu ke
ke
ra

Blanket sudahtua

Tinta cetak terlaluencer

sa
ns
ec
ara

Operator terburu
buru

Ink-rollers kotor
Blanket longgar

Plat cetak disimpanlebihdari 23


derajat Celsius dankelembaban
60%
Body tinta terlaluencer,cair danberminyak
Plat cetak terkontaminasi

Material

Lingkungan

Gambar 7. Diagram Sebab Akibat Cacat Kotor


Data penyebab cacat kotor pada proses printing dibagi atas 5 faktor yaitu metode,
lingkungan, manusia, material, mesin dan peralatan. Penyebab cacat berdasarkan
kategori metode terdiri atas jumlah tinta cetak yang berlebihan, blanket sudah tua, tinta
cetak terlalu encer, ink-rollers kotor. Berdasarkan kategori lingkungan terdiri atas plat
cetak terkontaminasi, plat disimpan pada suhu lebih 23 0 C dan kelembaban 60%.
Berdasarkan kategori manusia, penyebab cacat diantaranya adalah karena operator
terburu buru. Berdasarkan kategori material, cacat disebabkan body tinta terlalu encer,
cair dan berminyak Sedangkan berdasarkan mesin dan peralatan, cacat disebabkan oleh
roller mengeras dan blanket longgar.

10

Cause-and-Effect Diagram
Manusia

Mesin dan
Peralatan

Metode
Se
s

Pe
ng
ga
nt
ian
Suku cadang aus

Ku
ra
ng

pe B
ra ah
w an
an s
ru tai
tin nle
ss
te
pa
t

Kurangnya
pelumasan

ste
el
&

Penempatan
anleg

Ko
nd
is i

ua
ika
n

de
ng
an
o
pla
h

te Se
pa ti
t ng
an

Penempatan lem berlebihan

t ek
an
an

ku
ra
ng

Roll berkarat

lem

tid
ak

Tekanan roll terlalu keras/longgar

st
an
da
r

Kelembaban ruangan terlalu tinggi


Lem kurang adhesive

Kertas lembab

Material

Lingkungan

Gambar 8. Diagram Sebab Akibat Cacat Lem Meleleh


Data penyebab lem meleleh pada proses perfect bending dibagi atas 5 faktor yaitu
metode, lingkungan, manusia, material, mesin dan peralatan. Penyebab cacat
berdasarkan kategori metode terdiri atas penempatan lem yang berlebihan, dan tekanan
roll terlalu keras/longgar. Berdasarkan kategori lingkungan disebabkan oleh
kelembaban ruangan terlalu tinggi. Berdasarkan kategori manusia, penyebab cacat
diantaranya adalah karena penempatan anleg kurang tepat. Berdasarkan kategori
material, cacat disebabkan kertas lembab dan lem kurang adhesive. Sedangkan
berdasarkan mesin dan peralatan, cacat disebabkan oleh suku cadang aus, kurangnya
pelumasan dan roll berkarat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kualitas produk tipe paperback di PT.
Intermasa, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Metode Statistical Process Control tepat digunakan untuk pengukuran kualitas produk
tipe paperback.
Hasil pengukuran kualitas produk dengan peta kendali pada proses perfect bending
adalah terkendali (seragam), sedangkan pengukuran pada proses printing menghasilkan
data yang tak terkendali (tidak seragam).
Penyebab cacat terbesar pada proses printing dan perfect bending berturut turut
adalah kategori kotor dan lem meleleh.
Setelah melakukan pengukuran produk dengan alat bantu Statistical Process
Control, peneliti menyampaikan saran yang mudah-mudahan dapat memberikan
masukan bagi pengembangan kualitas produk di PT. Intermasa , yaitu perlunya
pengendalian kualitas produk dilakukan secara terus-menerus untuk menjamin mutu
produk yang dihasilkan.

11

DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D.W. Manajemen Kualitas, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999
Chang, Alat Peningkatan Mutu, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.
Feigenbaum, A. V. Kendali Mutu Terpadu, Edisi Ketiga, Terjemahan Hudaya
Kandahjaya, Erlangga, Jakarta, 1992.
Grant, Pengendalian Mutu Statistik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991.
Johnson, L.,ISO 9000: Meeting The International Standards, Mc Graw-Hill
International Edition, New York, 1993.
Irawan,N., Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14,
Andi,Yogyakarta, 2006.
Juran, J.M. dan Gryna, F..M. Quality Palnning and Analysis: From Product
Development Through Use, McGraw-Hill Co, Singapore, 1993.
Richardson, L., Total Quality Management, Delmar Publisher, New York, 1997.
Sallis, E., Total Quality Management In Education, Kogan Page Educational
Management Series, Kogan Page, Philadelphia, London, 1993
Scheward,W.A. Statistical Method from the Viewpoint of Quality Control,
Departement of Agriculture, Washington D.C.,1939
Snyder, M., Topics In just In Time Management, Allyn and Bacon,
Singapore, 1994.
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi,
dan Aplikasi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.
Tampubolon, D.P., Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen
Pendidikan Tinggi Menghadapi Abad ke-21, PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2001.

KASUS III

MANAJEMEN PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI ROTI MELALUI


PENDEKATAN STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC)
(STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN ROTI PERUSAHAAN ROTI RIZKI KENDARI)

By. LA HATANI
ABSTRACT
The aim of this research is to analyze the quality control of bread by using statistic quality control
with p-charts method . the object of this research conducted at RIZKI Kendari by using primary and
secondary data. Analysis method that is used is statistic quality control (SQC). The result of this
research shows that final investigation toward five types of bread, still founded that some products got
damage in out of quality control or there were deviation in the quality. The final quality of production
control for each bread type are as follow : chocolate bread, proportion of damage/defect about 1,90 or
7,90 % each day, pineapple jam bread about 1,76 or 7,31 % each day, peanut bread 1,29 or 5,36 %
each day, butter bread about 1,83 or 7,60 % each day and green jam bread about 1,95 or 8,13 each
day. Thus quality of bread production control which is handled by company so far has not really
success and effective because of average proportion of damage /defect bread for the five bread types
which is used as the sample about 5% or 0,05.each day
Key words : Statistical Quality Control; Management of quality control
PENDAHULUAN
Permasalahan kualitas telah mengarah pada taktik dan strategi perusahaan secara menyeluruh
dalam rangka untuk memiliki daya saing dan bertahan terhadap persaingan global dengan produk
perusahaan lain. Perusahaan yang fleksibel dalam memenuhi tuntutan konsumen, senantiasa berubah
serta menghasilkan produk berkualitas yang kemungkinan besar akan berhasil. Tuntutan konsumen
yang senantiasa berubah inilah yang perlu direspon perusahaan. Prawirosentono (2004),
mengemukakan International Standar Organization (ISO) adalah badan standar yang meliputi 100
negara untuk mencapai standar mutu produk secara internasional, yang meliputi keperluan teknik
(technical requirement) dan berbagai peraturan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi industri. Dan
untuk meraih sertifikat tersebut, sebuah perusahaan menerapkan paradigma baru dalam manajemen,
yaitu manajemen pengendalian mutu.
Menghasilkan mutu yang terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan (continous
improvement) terhadap kemampuan produk, manusia, proses, dan lingkungan. Kotler (2004),
menyatakan konsumen yang sangat puas atau senang dengan sebuah produk akan memiliki ikatan
emosional bukan sekedar preferensi rasional, namun juga loyalitas yang tinggi. Dengan mengetahui
tingkat kepuasan konsumen, perusahaan bisa menjaga loyalitas konsumen serta mempertahankan
keuntungan yang stabil (Warta Bogasari, 2002).
Manajemen mutu terpadu merupakan konsep perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus yang
melibatkan semua karyawan di setiap jenjang organisasi untuk mencapai kualitas yang prima dalam
semua proses organisasi melalui process management. Thomas Y. Choi dan Karen Eboch, (1997),
menjelaskan penerapan manajemen mutu terpadu akan mengurangi jumlah kerusakan produk akhir
serta down-time produksi. Implementasi spesifikasi kualitas melalui berbagai sistem manajemen mutu
yang berkesinambungan merupakan langkah yang baik yang harus dikerjakan oleh bagian produksi
sebelum melepas produknya ke pasar.
Tantangan untuk meningkatkan mutu produk hingga sesuai dengan standar mutu juga dihadapi
oleh Perusahaan Roti Rizki yang meurpakan salah satu yang bergerak di bidang industri makanan
(roti). Jenis roti yang diproduksi adalah coklat, kacang, kacang ijo, susu ekstra, kelapa, keju, meses,
sley cream, sley nenas dan roti tawar. Jumlah produksi roti yang dihasilkan dalam setiap hari sebesar
8000 bungkus atau 800 bungkus perjenis roti. Dengan demikian jumlah produksi untuk 10 jenis roti
yang dihasilkan pada PERUSAHAAN ROTI RIZKI Kendari setiap bulannya sebanyak 192.000
bungkus atau rata-rata 19.200 bungkus perjenis. Produk roti merupakan produk yang dihasilkan untuk

memenuhi kebutuhan yang langsung dikonsumsi konsumen. Oleh sebab itu, pihak pimpinan
perusahaan harus secara hati-hati menetapkan standar kualitas produk dan melakukan pengawasan
dengan teliti agar dapat memenuhi harapan pelanggannya.
Fenomena empiris menunjukkan dalam melakukan produksi roti sering terjadi penyimpangan
standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan oleh kendala-kendala yang
dihadapi oleh perusahaan diantaranya pencampuran adonan yang kurang tepat dan pembakaran roti
yang belum baik, sehingga mengakibatkan kerusakan produk. Menurut informasi dari pihak
perusahaan masalah tersebut menyebabkan kerusakan produk mencapai antara 6%-10%. Kegiatan
terbaik yang diharapkan oleh perusahaan seharusnya kerusakan produk 5% atau 0,05. Untuk
mengantisipasi hal tersebut pihak manajemen perusahaan melakukan pengawasan yang lebih intensif
sehingga produksi yang dihasilkan tidak sesuai mutu produk dapat dikurangi.
Mengacu pada uraian di atas maka dapat diketahui bahwa masalah pengendalian mutu terhadap
kualitas produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan merupakan suatu hal yang penting dan
membutuhkan kajian yang lebih mendalam dalam bentuk penelitian tentang Penerapan Statistical
Quality Control (SQC) Dalam Manajemen Pengendalian Mutu Produksi Roti yang nantinya
diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas produksi roti dan memperluas
pangsa pasar. Gambaran yang lebih jelas berkaitan dengan masalah analisis terhadap pelaksanaan
manajemen pengendalian mutu yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan merupakan suatu hal yang
sangat penting dan perlu adanya perhatian yang serius dari pihak manajemen. Dengan demikian tujuan
penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan pengawasan kualitas roti yang telah memenuhi
standar mutu yang ditetapkan serta berada dalam batas-batas pengendalian kualitas secara Statistic
Quality Control (SQC) dengan metode diagram kendali P (P-charts).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan Perusahaan Roti Rizki yang berlokasi di Kelurahan
Anduonohu Kecamatan Poasia Kota Kendari. Obyek yang akan diteliti adalah proses pengolahan roti.
Variabel mutu yang diamati adalah terbatas pada variabel yang tercantum dalam sertifikat mutu. Jenis
data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh dengan mengadakan observasi langsung terhadap berbagai proses yang dilaaksanakan mulai
dari bahan baku sampai produk akhir. Sedangkan data sekunder meliputi data pengujian fisik/kimiawi
bahan baku yang akan digunakan daalam proses produksi, serta pengawasan mutu yang telah
dilakukan perusahaan, mulai dari bahan baku sampai produk akhir, selama bulan Januari 2007.
Populasi penelitian ini adalah seluruh jenis roti yang diproduksi Perusahaan Roti Rizki Kendari
sebanyak 10 jenis roti dengan kapasitas produksi perhari 8.000 bungkus. Masing-masing jenis dalam
setiap hari diproduksi sebanyak 800 bungkus, sehingga jumlah populasi 192.000 bungkus untuk 24
hari kerja (1 bulan ). Tehnik penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu :
(1) Penarikan sampel jenis roti berdasarkan judgmend sampling atau penarikan sampel berdasarkan
tujuan, dimana dari 10 jenis roti yang diproduksi oleh Perusahaan Roti Rizki peneliti hanya
mengambil sampel sebanyak 5 jenis produk roti yaitu: Jenis roti coklat, roti kacang, roti keju, roti sley
nenas dan roti kacang ijo; (2) Penarikan sampel produk roti yang akan diperiksa untuk setiap jenis
dilakukan secara sampling random sampling yaitu sebanyak 20% atau 160 bungkus dari jumlah
produksi perhari untuk masing-masing jenis produk roti yang akan diperiksa. Dengan demikian jumlah
sampel roti untuk setiap jenis sebesar 3.840 bungkus atau 19.200 bungkus untuk lima jenis roti yang
diperiksa.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis
kuantitatif, yaitu data-data kuantitatif mengenai hasil produksi yang telah diperoleh akan diolah
dengan menggunakan analisa Statistical Quality Control (SQC) dengan menggunakan metode
Diagram Kendali P (P-charts) yang diolah melalui Software QM for Windows versi 2.1 pada Module
Statistic Quality Control. Prawirosentono (2004), peta kendali (control chart) adalah untuk membatasi
toleransi penyimpangan (variasi) yang masih dapat diterima, baik karena akibat kelemahan tenaga

Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu


Jurusan Manajemen

kerja, mesin, dan sebagainya. Dalam statistik untuk memperoleh tingkat kepercayaan 99%, maka batas
toleransi 3 standar penyimpangan dihitung dari standar ukuran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengawasan kualitas produksi pada perusahaan roti Perusahaan Roti Rizki Kendari dilaksanakan
melalui dua tahap yaitu : (1) Pengawasan kualitas proses produksi adalah pengawasan yang
dititiberatkan pada kegiatan-kegiatan dalam proses pembuatan produk yang mengarah pada
pengawasan bahan baku, tenaga kerja, mesin dan metode; (2) Pengawasan kualitas hasil akhir adalah
kegiatan untuk memeriksa hasil akhir produksi apakah sudah sesuai dengan rencana, dalam hal ini
penentuan produk yang baik dan memenuhi standar yang ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan pengawasan kualitas produksi, perusahaan menempatkan para
pengawas untuk mengawasi kegiatan proses produksi dan hasil akhir. Para pengawas tersebut
termasuk tenaga kerja yang ditunjuk langsung oleh pimpinan dan ditempatkan di masing-masing
bagian pembentukan, pembakaran dan bagian produk akhir. Pengawasan kualitas produk roti
digunakan analisis kuantitatif yaitu Statistic Quality Control (SCQ) dengan metode diagram kendali P
(P-charts) yang diolah melalui Software QM for Windows versi 2.1. Pembahasan dari masing-masing
jenis produk roti yang dihasilkan pada Perusahaan Roti Rizki Kendari sebagai berikut:
1. Jenis roti coklat, dari hasil pengolahan data menunjukan besarnya nilai garis sentral yaitu 0,5278
atau 52,78%, nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,8335 atau 83,35% yang berarti jika produk
yang cacat/rusak mencapai atau berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti
coklat yang dilakukan pada perusahaan Perusahaan Roti Rizki Kendari dianggap tidak efektif.
Sebaliknya produk cacat/rusak berada pada batas kendali bawah (LCL) menunjukan nilai sebesar
0,2221 atau 22,21% berarti proses produksi roti jenis coklat menunjukan cukup efektif.
Selanjutnya produk roti jenis coklat yang mempunyai cacat/kerusakan yang berada diluar batas
kendali atas (UCL) yaitu terjadi pada hari ke-14 dan hari ke-16 sedangkan yang berada di luar batas
kendali bawah (LCL) terjadi pada hari ke-18. Kemudian jenis roti coklat yang cacat/rusak sebanyak
304 bungkus atau rata-rata 12,67 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan 1,90 atau 7,90%
perhari. Dengan demikian ada dua titik yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan 1 titik
yang berada di luar batas kendali bawah menunjukkan terjadi kekeliruan dalam proses produksi roti
jenis coklat pada Perusahaan Roti Rizki Kendari. Hal ini berarti perusahaan belum melakukan
pengawasan dengan optimal atau pengawasan kualitas kurang efektif.
Mengancu dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat cacat/kerusakan roti coklat yang
diproduksi Perusahaan Roti Rizki Kendari dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui
Software QM for Windows dapat diilustrasikan pada gambar 1.
Gambar 1. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Coklat

Sumber : Hasil Pengolahan data


Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu
Jurusan Manajemen

2. Jenis roti sley nenas, hasil perhitungan menunjukan nilai garis sentral yaitu 0,4878 atau 48,78%,
nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,7939 atau 79,39% berarti apabila ada produk yang
cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti sley nenas yang
dilakukan belum efektif. Sedangkan produk cacat/rusak berada pada batas kendali bawah (LCL)
menunjukan nilai sebesar 0,1818 atau 18,18% berarti proses produksi roti jenis sley nenas sudah
efektif. Jenis roti sley nenas yang cacat/rusak sebanyak 281 bungkus atau rata-rata 11,71 bungkus
perhari dengan proporsi kerusakan sebesar 1,76 atau 7,31% perhari.
Selanjutnya produk roti jenis sley nenas memiliki kerusakan/cacat yang berada diluar batas
kendali atas (UCL) yaitu terjadi pada hari ke-12 dengan jumlah produk yang rusak sebanyak 23
bungkus, sedangkan yang cacat/rusak di luar batas kendali bawah (LCL) tidak ada. Dengan
demikian hanya terdapat satu titik yang berada diluar batas kendali menunjukkan dalam proses
produksi roti jenis sley nenas telah dilakukan pengawasan dengan optimal atau efektif.
Dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat cacat/kerusakan roti sley nenas pada Perusahaan
Roti Rizki dengan menggunakan p-chart dapat disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti sley nenas

Sumber : Hasil Pengolahan data


3. Jenis roti kacang, hasil perhitungan menunjukan besarnya nilai garis sentral yaitu 0,3576 atau
35,76%, sedangkan nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,6512 atau 65,12% yang berarti produk
yang cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti kacang yang
dilakukan belum efektif sedangkan yang berada pada batas kendali bawah (LCL) menunjukan nilai
sebesar 0,0641 atau 6,41% berarti proses produksi roti jenis kacang sudah efektif karena jauh
kebawah jumlah proporsi dari produk cacat/rusak berarti mengurangi jumlah kerugian yang
diderita oleh perusahaan.
Jumlah roti kacang yang cacat/rusak 206 bungkus atau rata-rata 8,583 bungkus perhari dengan
proporsi kerusakan 1,29 atau 5,36% perhari. Oleh karena itu diagram kendali P (P-charts) produk
roti jenis kacang memiliki kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan di luar
batas kendali bawah (LCL) tidak ada karena titik-titik yang ada masih berada pada batas
pengawasan yang telah direncanakan. Dengan demikian tidak terdapat satu pun titik yang berada
diluar batas kendali atas maupun kendali bawah berarti dalam proses produksi roti jenis kacang
pada Perusahaan Roti Rizki Kendari telah dilakukan pengendalian dengan optimal atau
pengawasan kualitas yang dilakukan sudah efektif.
Berdasarkan dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat cacat/kerusakan roti kacang dengan
menggunakan p-chart yang diolah melalui Software QM for Windows dapat diilustrasikan pada
gambar di bawah ini.
Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu
Jurusan Manajemen

Gambar 3. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Kacang

Sumber : Hasil Pengolahan data


4. Jenis Roti keju, besarnya nilai garis sentral yaitu 0,5069 atau 50,69%, sedangkan nilai batas kendali
atas (UCL) yaitu 0,8131 atau 81,31% yang berarti produk yang cacat/rusak berada di atas batas
kendali atas (UCL) maka proses produksi roti keju yang dilakukan dianggap efektif. Kemudian
batas kendali bawah (LCL) sebesar 0,2008 atau 20,08% berarti proses produksi roti jenis keju
menunjukan belum efektif karena jauh di bawah jumlah proporsi dari produk cacat/rusak. Namun
Jenis roti keju yang cacat/rusak 292 bungkus atau rata-rata 12,67 bungkus perhari dengan proporsi
kerusakan sebesar 1,83 atau 7,60% perhari.
Berdasarkan diagram kendali P (P-charts) untuk produk roti jenis keju memiliki
kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) tidak ada. Sedangkan di luar batas
kendali bawah (LCL) terjadi pada hari ke-9 dan ke-20 berarti ada penyimpangan pada batas
pengawasan yang telah direncanakan. Dengan demikian ada dua titik yang berda di luar batas
kendali bawah (LCL) berarti pengendalian atau pengawasan kualitas proses produksi roti jenis keju
belum efektif . Hasil perhitungan tingkat cacat/kerusakan roti keju dengan menggunakan p-chart
yang diolah melalui Software QM for Windows dapat disajikan pada gambar berikut:
Gambar 4. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Rasa Keju

Sumber : Hasil Pengolahan data


5. Jenis Roti kacang ijo, hasil perhitungan menunjukan besarnya nilai garis sentral yaitu 0,5417 atau
50,69%, sedangkan nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,8468 atau 84,68% yang berarti jika
produk yang cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti kacang
ijo yang dilakukan dianggap belum efektif. Kemudian batas kendali bawah (LCL) menunjukan
nilai sebesar 0,2365 atau 23,65% berarti proses produksi roti jenis kacang ijo menunjukan belum
Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu
Jurusan Manajemen

efektif karena jauh kebawah jumlah proporsi dari produk cacat/rusak berarti menambah jumlah
kerugian yang diderita oleh perusahaan.
Diagram kendali P (P-charts) menunjukkan produk roti jenis kacang ijo memiliki
kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) terdapat pada hari ke-4 sebanyak 21
unit, hari ke-15 dan ke-24 masing-masing sebanyak 21 unit. Sedangkan di luar batas kendali bawah
(LCL) terjadi pada hari ke-10 hanya 4 unit dan hari ke-20 sebanyak 3 unit berarti ada
penyimpangan pada batas pengawasan yang telah direncanakan. Dengan demikian terdapat 3 titik
yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan ada 2 titik yang berda di luar batas kendali bawah
(LCL) berarti dalam proses produksi roti jenis keju pada PERUSAHAAN ROTI RIZKI Kendari
belum efektif dalam melakukan pengendalian atau pengawasan kualitas. Hal ini dapat pula dilihat
dari jumlah roti kacang ijo yang cacat/rusak 312 bungkus atau rata-rata 13 bungkus perhari dengan
proporsi kerusakan 1,95 atau 8,13% perhari.
Selanjutnya dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat kerusakan/cacat untuk jenis roti kacang
ijo dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui Software QM for Windows dapat disajikan
pada gambar berikut ini:
Gambar 4.10. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Kacang Ijo

Sumber : Hasil Pengolahan data


KESIMPULAN
Hasil analisis Statistical Quality Control (SQC) dengan metode diagram kendali P (P-charts)
diketahui bahwa tingkat pencapaian standar yang diharapkan oleh perusahaan belum tercapai. Hal ini
terbukti dari hasil pemeriksaan sampel terhadap lima jenis roti masih terdapat jumlah produk yang
mengalami kerusakan diluar batas-batas pengawasan kualitas atau terjadi penyimpangan kualitas.
Pengawasan kualitas produksi akhir pada Perusahaan Roti Rizki Kendari dengan jumlah sampel
yang diambil sebanyak 160 bungkus dalam 24 hari kerja diperoleh: Jenis roti coklat proporsi
kerusakan/cacat 1,90 (7,90%) perhari; roti sley nenas 1,76 (7,31%) perhari, roti kacang 1,29 (5,36%)
perhari, roti keju 1,83 (7,60%) perhari dan roti kacang ijo 1,95 (8,13%) perhari. Dengan demikian
proporsi rata-rata produk roti yang rusak/cacat untuk lima jenis roti yang dijadikan sampel perhari
5% atau 0,05 sehingga pengawasan kualitas produksi roti pada Karunia Mandiri secara Statistic
Quality Control (SQC) belum sesuai dengan standar yang ditetapkan 5% atau 0,05.
DAFTAR PUSTAKA
Erwidodo, 1999. Laporan Hasil Penelitian Manajemen Pengkajian Pengembangan Agribisnis
Berbasis Komoditas Unggulan. Pustaka. Bogor. Net
Choi. Thomas Y dan Karen Eboch. 1997. The TQM Paradox: Relation Among TQM Practices,
Plant Performance, and Customer Satisfaction. Journal of Operational Management,
Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu
Jurusan Manajemen

Departement of Management, Collage of Business Administration, Bowling Green State


University, Bowling Green USA
Dillworth, J.B., 1992. Operation Management: Design, Planning, and Control for Manufacturing
and Services. The Mc Graw-Hill Companies. Inc. Singapore
Gasperz, Vincent, 1997. Manajemen Kualitas: Penerapan Konsep-konsep Vincent Tentang
Kualitas dalam Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Handoko, Hani. 1984. Manajemen Produksi dan Operasinal. BPFE. Yogyakarta
Ihzan, Z. 1998. Penerapan Statistical Quality Control (SQC) dalam Memantau Mutu Produk
Teh di PT NV Tambi. Tesis-MM. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Kotler, Philip. 1994. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control,
edisi ke-8. Eglewood Cliffs, N.J., Prentice Hall, Inc
Montgomery, D.C., 1990. Introduction To Statistical Quality Control. New York
Prawirosentono, Suryadi. 2004. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu. Total Quality
Management Abad 21 (Studi dan Kasus). Edisi ke-2. Bumi Aksara. Jakarta
Tjiptono, Fandy dan Diana Anastasia, 2000. Total Quality Management. Andi Offset. Yogyakarta
Triyono, Joko. 2004. Analisis Manajemen Pengendalian Mutu Tepung Terigu di PT ISM
Bogasari Flour Mills Surabaya. Tesis-MM. Universitas Brawijaya Malang
Lampiran 1. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian dan Analisis Data
Tabel 1. Jumlah Roti Rusak/Cacat Dengan Pengamatan Atas Lima Jenis Roti Selama 24 Hari Pada
Perusahaan Roti Rizki Kendari.
Coklat
Sley Nenas
Roti Kacang
Roti Keju
Kacang Ijo
Sampel
Hari Diperiksa Cacat/ Proporsi Cacat/ Proporsi Cacat/ Proporsi Cacat/ Proporsi Cacat/ Proporsi
Rusak Kerusakan Rusak Kerusakan Rusak Kerusakan Rusak Kerusakan

Rusak

Kerusakan

7
10
12
9
8
7
6
11
5
7
9
13
12
6
11
5
10
10
6
7
9
14
7
5

0,0438
0,0625
0,075
0,0563
0,0500
0,0438
0,0375
0,0688
0,0313
0,0438
0,0563
0,0813
0,0750
0,0375
0,0688
0,0313
0,0625
0,0625
0,0375
0,0438
0,0563
0,0875
0,0438
0,0313

9
13
14
12
7
10
9
15
3
13
12
15
16
9
17
15
14
16
10
4
11
17
16
15

0,0563
0,0813
0,0875
0,0750
0,0438
0,0625
0,0563
0,0938
0,0188
0,0813
0,0750
0,0938
0,1000
0,0563
0,1063
0,0938
0,0875
0,1000
0,0625
0,0250
0,0688
0,1063
0,1000
0,0938

15
16
11
22
12
13
10
15
13
4
15
12
10
14
21
10
9
12
13
14
3
14
13
21

0,0938
0,1000
0,0688
0,1375
0,0750
0,0813
0,0625
0,0938
0,0813
0,0250
0,0938
0,075
0,0625
0,0875
0,1313
0,0625
0,0563
0,0750
0,0813
0,0875
0,0188
0,0875
0,0813
0,1313

1,7563

206

1,2875

292

1, 8250

312

1.9500

0,0731

8,58

0,0536

12,67 0, 0760

13

0.0813

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160

18
12
10
15
9
6
8
15
13
12
10
20
17
23
12
22
6
5
10
7
9
16
14
15

0,1125
0,0750
0,0625
0,0938
0,0563
0,0375
0,0500
0,0938
0,0813
0,0750
0,0625
0,1250
0,1063
0,1438
0,0750
0,1375
0,0375
0,0313
0,0625
0,0438
0,0563
0,1000
0,0875
0,0938

14
13
11
9
12
8
16
11
7
13
10
23
14
9
12
17
10
8
9
7
9
15
11
13

0,0875
0,0813
0,0688
0,0563
0,0750
0,0500
0,1000
0,0688
0,0438
0,0813
0,0625
0,1438
0,0875
0,0563
0,0750
0,1063
0,0625
0,0500
0,0563
0,0438
0,0563
0,0938
0,0688
0,0813

Jumlah

3840

304

1,9000

281

Rerata

160

12,67

0,0790

11,71

Sumber : Data primer (diolah)


Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu
Jurusan Manajemen

KASUS IV

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN


MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL)
(APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE)
Sutrisno Badri, Romadhon
Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi-Universitas Widya Dharma Klaten
E-mail. lpmk.unwidha@yahoo.com
Abstrak
Usaha pengendalian kualitas merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan
dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan
mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut tidak terjadi didalam perusahaan yang
bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan
agar produk dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas
sebagaimana yang telah direncanakan.
Tujuan penelitian ini untuk (1). Memecahkan masalah yang berkaitan dengan
kerusakan produk dengan model SCQ, (2). Menentukan biya kualitas total minimum
(minimize total cost quality)
Hasil analisis control charts menunjukkan bahwa jumlah produk yang diperiksa
sebanyak 96.500 unit, rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 %. Batasan
pengawasannya: UCL sebesar 0,031 atau 3,1 %, LCL sebesar 0,021 atau 2,1 %. Sedangkan
anlisis intensitas pengendalian kualitas adalah sebagai berikut: produk rusak yang benarbenar terjadi sebanyak 2531 unit, jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang
menanggung biaya kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit. Total biaya atas kualitas
sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC
sebesar Rp. 9.452.800.
Key word: SQC, UCL, LCL, Minimum Total Cost

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN


MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL)
(APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE)
_________________________________________________________________________
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pengendalian kualitas harus dapat mengarahkan kepada beberapa tujuan secara
terpadu, sehingga para konsumen dapat puas mempergunakan produk atau jasa dari
perusahaan. Harga produk atau jasa perusahaan tersebut harus dapat ditekan serendahrendahnya serta proses produksinya dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan sebelumnya didalam perusahaan yang bersangkutan. Pengendalian kualitas
merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan disetiap perusahaan. Apabila
pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, bagi perusahaan akan menimbulkan
tambahan biaya yaitu biaya pengawasan kualitas, dan tingkat kerusakan produk yang
dihasilkan sangat rendah atau produk rusak yang terjadi sedikit.
Sebaliknya bagi perusahaan yang tidak memperhatikan pengendalian kualitas,
dalam jangka pendek perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya pengawasan kualitas,
tetapi dalam jangka panjang perusahan sulit memasarkan produk dikarenakan tersaingi
perusahaan yang sejenis yang kualitas produknya lebih baik. Usaha pengendalian kualitas
merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas
produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut
tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas
adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang
bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan.
Jadi peranan pengendalian kualitas produk sangat penting dan berguna bagi perusahaan.
Apabila pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, maka pimpinan perusahaan akan
dapat mengambil tindakan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan, menyusun rencana yang
baik untuk masa yang akan datang, serta memperbaiki sistem pengendalian atau
pengawasan terhadap produk yang sudah dilakukan dengan baik.
Untuk mengetahui apakah peranan pengendalian kualitas sudah dilakukan dengan
baik atau belum oleh perusahaan, maka analisis yang digunakan diantaranya analisis
control charts dan analisis intensitas pengawasan kualitas. Analisis tersebut digunakan
untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan produk yang terjadi dan untuk
mengetahui biaya pengawasan kualitas yang efisien.
1.2. Formulasi Masalah
Berdasarkan latar belakang
permasalahan sebagai berikut:

yang telah dijelaskan sebelumnya, maka

1. Bagaimana menerapkan sistem pengendalian kualitas untuk meminimimkan


kerusakan produk?
2. Apakah jumlah kerusakan produk yang terjadi masih berada pada toleransi standar?
3. Berapa jumlah produk yang dapat ditoleransi sehingga mampu meminimumkan total
biaya kualitas?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan kerusakan produk dengan model SCQ
2. Menentukan biya kualitas total minimum (minimize total cost quality)
1.4. Batasan masalah
Permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Pemecahan masalah difokuskan pada pengendalian kualitas untuk meminimalisasikan
kerusakan produk dan menentukan total cost minimum.
2. Data yang dianalisis adalah data produksi tahun 2006 - 2009.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian pengendalian kualitas
Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas (manajemen perusahaaan) untuk
menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk (dan jasa) perusahaan dapat
dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Pengendalian kualitas
merupakan usaha preventif dan dilaksanakan sebelum kualitas produk mengalami
kerusakan. (Agus Ahyari, 2000: 239). Pengertian pengendalian kualitas sangat luas,
dikarenakan berhubungan dengan beberapa unsur yang mempengaruhi kualitas yang
harus dimasukkan dan dipertimbangkan.
Secara garis besar pengendalian kualitas dikelompokkan menjadi :
a. Pengendalian kualitas sebelum pengolahan atau proses yaitu pengendalian kualitas
yang berkenaan dengan proses yang berurutan dan teratur termasuk bahan-bahan
yang akan diproses.
b. Pengendalian kualitas terhadap produk jadi yaitu pengendalian yang dilakukan
terhadap barang hasil produksi untuk menjamin supaya produk jadi tidak
mengalami kerusakan atau tingkat kerusakan produk sedikit. (Sofyan Assauri,
1993: 218). Teknik yang digunakan dalam pengendalian kualitas diantaranya
dengan metode control chart. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui ratarata kerusakan produk dan besarnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Tujuan pengendalian kualitas menurut (Agus Ahyari, 2000: 53) adalah:
a. Untuk meningkatkan kepuasan konsumen
b. Mengusahakan agar penggunaan biaya serendah mungkin

c. Agar dapat memproduksi selesai tepat pada waktunya


Langkah pengendalian kualitas menurut (Bounds, 1994: 76) adalah:
a. Menilai kinerja kualitas aktual
b. Membandingkan kinerja dengan tujuan
c. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan
Fungsi pengendalian mengandung makna pelaksanaan, pengukurasn dan pola
tindakan kolektif yang meyakinkan tercapainya tujuan secara luas akibat
pengendalian, yaitu:
a. Pengukuran pelaksanaan tujuan, rencana kegiatan dan kebijaksanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu.
b. Analisis penyimpangan, tujuan, rencana dan kebijaksanaan untuk mencapai
penyebabnya.
c. Komunikasi hasil pengukuran terhadap individu atau kelompok yang
melaksanakan.
d. Pertimbangan alternatif atas dasar tindakan yang dapat diambil untuk koreksi
gejala adanya suatu kekurangan.
e. Menilai dan melengkapi alternatif yang baik sesuai dengan kemampuan.
2.2. Model SQC
1. Metode control chart menurut Sukanto Reksohadiprojo (1995: 142)
Analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan penyimpangan, batas atas dan batas
bawah pengawasan kualitas produk.
1) Mencari rata-rata kerusakan:
X
P
n
Dimana:
P

= rata-rata kerusakan produk

= jumlah produk rusak

= jumlah produk diobservasi

2) Menentukan standar deviasi/penyimpangan:


Sp

p (1 p )
n

Dimana:
P

= rata-rata kerusakan produk

Sp

= standar deviasi/penyimpangan

= jumlah produk diobservasi

3) Menentukan batasan pengawasan.


- Batasan pengawasan atas (Upper Control Limit = UCL)
UCL= P+ 3 Sp
-

Batasan pengawasan bawah (Lower Control Limit = LCL)


LCL = P 3 Sp

1. Pengendalian kualitas akan berjalan baik jika kerusakan produk masih


dalam batas normal yaitu terletak antara batasan pengawasan atas (UCL)
dan batasan pengawasan bawah (LCL).
2. Apabila kerusakan produk di atas garis UCL maka perusahaan akan
mengalami kerugian yang dikarenakan jumlah kerusakan produk tinggi
dan jika jumlah kerusakan produk di bawah LCL maka perusahaan akan
memperoleh keuntungan/laba besar yang dikarenakan jumlah kerusakan
produknya sedikit.
2.3. Intensitas pengawasan kualitas
Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah produk rusak yang
optimal yaitu jumlah produk rusak dengan biaya pengawasan kualitas yang
efisien.
Biaya-biaya yang diperhitungkan adalah:
1) Biaya pengawasan kualitas
R.o
( Indriyo Gitosudarmo, 1993 : 142)
QCC
q
Dimana:
QCC = total biaya pengawasan kualitas
R

= jumlah produk ditest

= biaya pengetesan setiap kali test

= jumlah produk rusak

2) Biaya jaminan mutu/kualitas


Dirumuskan: QAC = c.q
QAC = total biaya jaminan mutu
c

= biaya jaminan mutu tiap unit

= jumlah produk rusak selama satu periode

3) Total biaya atas kualitas

TQC

= QCC + QAC

Dimana:
TQC

= total biaya atas kualitas

QCC = total biaya pengawasan kualitas


QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas
4) Dari kedua biaya tersebut diatas yaitu biaya pengawasan kualitas (QCC) dan
biaya jaminan mutu (QAc), maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya
tersebut dan menemukan jumlah produk rusak yang menanggung total biaya
kualitas yang rendah. Caranya adalah dengan menyamakan persamaan garis
dari kedua biaya tersebut. Titik temu itu adalah pada:

Q*

R.o
c

Dimana:
Q*

= jumlah produk optimal

= jumlah produk ditest

= biaya pengetesan setiap kali test

= biaya jaminan mutu tiap unit

Keterangan:
1. Q* untuk mengetahui jumlah produk rusak yang menanggung biaya
terendah.
2. Intensitas pengawasan kualitas sudah berjalan baik jika produk rusak yang
benar-benar terjadi (Q) lebih kecil dari produk rusak yang dikehendaki
(Q*).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Control Charts
Control Charts merupakan analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan dari
produk yang diperiksa, serta untuk mengetahui besarnya penyimpangan yang terjadi,
kemudian ditentukan batasan pengawasannya yaitu batas atas dan batas bawah. Data yang
diperoleh selama penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Persentase Kerusakan Produk Mebel Tahun 2009


Jumlah Produk
Rusak

Persentase
Kerusakan

Januari
8.500
Februari
8.000
Maret
8.500
April
8.000
Mei
7.500
Juni
8.000
Juli
7.500
Agustus
8.500
September
8.000
Oktober
7.500
Nopember
8.000
Desember
8.500
Jumlah
96.500
Sumber : Data Penelitian

216
211
235
219
191
193
195
226
224
202
207
212
2.531

2,5
2,6
2,8
2,7
2,5
2,4
2,6
2,7
2,8
2,7
2,6
2,5

= 96.500 unit
= 2.531 unit

Bulan

Jumlah Produk
yang Diperiksa

Jumlah produk yang diperiksa


Jumlah produk yang rusak
Persentase kerusakan
X
P
n
2.531

96.500
0,026
2,6 %

n rata-rata
96.500
12
8041,67

Standar Deviasi (penyimpangan)

SP

P(1 P )
n

0,026 (1 0,026)
8041,67

0,025324
8041,67

0,0000031
0,0017746
-

Batasan pengawasan
Batasan Atas (Upper Control Limit = UCL)
UCL P 3SP
0,026 3 (0,0017746)
0,026 0,0053238
0,031 atau 3,1 %

Batasan Bawah (Low Control Limit = LCL)


LCL P 3SP
0,026 3(0,0017746)
0,026 0,0053238
0,021 atau 2,1 %

Dari perhitungan dengan metode control charts diperoleh batas atas sebesar
0,031 atau 3,1 % dan batas bawah sebesar 0,021 atau 2,1 %. Dengan melihat batasan
pengawasan yaitu batas atas (UCL) dan batas bawah (LCL) serta kejadian selama satu
tahun, maka dikatakan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel sudah
dilaksanakan dengan baik, karena kerusakan produk yang terjadi masih dalam batas
wajar yaitu masih terletak antara batas atas dan batas bawah. Kejadian-kejadian itu
bila digambarkan tampak sebagai berikut:

Persentase Kerusakan (%)

3,1

UCL

2,6

2,1

LCL

10

11

12

Bulan

Gambar 2. Grafik Control Charts Mebel


Indikator-indikator kerusakan produk dan sebab terjadinya kerusakan produk:
1. Produk rusak digudang sebelum barang dijual seperti: kotor, pecah, cacat dan lainnya
2. Produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk,
seperti : berlubang, cacat, kotor.
3.2. Analisis Intensitas Pengawasan Kualitas
Analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengawasan terhadap
kualitas produk yang dijalankan pada PT. Mitra Sejati dan untuk mengetahui besarnya
biaya yang timbul akibat adanya kegiatan pengawasan kualitas yaitu biaya yang efisien
dengan tingkat kerusakan produk yang optimal. Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam
kegiatan pengawasan kualitas adalah:
1. Biaya pengawasan kualitas
Biaya-biaya yang merupakan biaya pengawasan kualitas adalah:
a. Biaya kerusakan bahan baku dan bahan penolong karena kurangnya perawatan
pada waktu penyimpanan di gudang dan kurang stabilnya mutu bahan baku,
sehingga pada waktu bahan baku akan diproses kualitasnya mengalami
penyusutan.
b. Biaya tenaga kerja yang terlibat dalam pengawasan kualitas. Biaya ini merupkan
biaya tambahan karena perusahaan sering mengadakan kerja lembur untuk
pemeriksaan kualitas. Besarnya biaya pengawasan kualitas dipengaruhi oleh ketat
tidaknya intensitas pengawasan kualitas produk. Hal tersebut dapat diketahui
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
R.o
QCC
q
Dimana:

QCC

= total biaya pengawasan kualitas

= jumlah produk ditest

= biaya pengetesan setiap kali test

= jumlah produk rusak

2. Biaya jaminan mutu


Biaya jaminan mutu yang dikeluarkan perusahaan diakibatkan karena kerusakan
produk selama perjalanan dari perusahaan ke distributor atau ke konsumen. Biaya
jaminan mutu ini meliputi:
a. Biaya perbaikan produk yang rusak
b. Biaya penggantian produk rusak dan cacat
c. Biaya atas ditanggungnya resiko menyebabkan berkurangnya volume penjualan
karena biaya produk yang rusak atau cacat telah dibeli oleh konsumen. Besarnya
biaya jaminan mutu dapat dicari dengan menggunakan rumus:
QAC
= c.q
Dimana:
QAC

= total biaya jaminan mutu

= biaya jaminan mutu tiap unit

= jumlah produk rusak selama satu periode

3. Total Biaya Kualitas


Total biaya atas kualitas merupakan jumlah antara biaya pengawasan kualitas dengan
biaya jaminan mutu, secara matematis total biaya atas kualitas dirumuskan sebagai
berikut:
TQC

= QCC + QAC

Dimana:
TQC

= total biaya atas kualitas

QCC = total biaya pengawasan kualitas


QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas
Dari keadaan di atas, maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya tersebut untuk
menentukan jumlah produk rusak yang menanggung biaya kualitas yang terendah.
Titik temu itu dapat diketahui dengan rumus:

R.o
c

Q*

Dimana:
Q*

= jumlah produk optimal

= jumlah produk ditest/diperiksa

= biaya pengetesan setiap kali test

= biaya jaminan mutu tiap unit

Perhitungan intensitas pengawasan kualitas dalam penelitian ini adalah:


1. Intensitas pengawasan kualitas mebel
- R
= jumlah produk yang diperiksa
= 96.500 unit
-

Biaya tenaga kerja yang melakukan kegiatan pengendalian kualitas dalam satu
tahun.
7 orang tenaga kerja = 7 x 12 x 420.000
= Rp.35.280.000

- Biaya bahan baku dan bahan penolong sebesar Rp. 450.000


Dalam satu bulan melakukan kegiatan pengendalian kualitas rata-rata sebanyak 9
kali, jadi dalam satu tahun sebanyak 9 12 = 108 kali.
Sehingga biaya pengetesan setiap kali test (o) adalah:
o Rp. 35.280.000 Rp. 450.000
108

Rp. 35.730.000
108

Rp. 330.833,3
2. Biaya jaminan mutu setiap unit (c):
Harga jual per unit mebel sebesar Rp. 140.000, 00
Besarnya biaya jaminan mutu setiap unit sebesar 2 % dari harga jual.
C = Rp. 140.000, 00 2 %
= Rp. 2.800, 00

Berdasarkan data diatas, dapat dibuat persamaan total biaya pengawasan


kualitas (QCC) dan biaya jaminan mutu (QAC) sebagai berikut:
R.o
QCC
q

96.500 x 330.933,3
q

QAC c.q
Rp. 2.800 x q
Dari persamaan tersebut, dapat ditentukan jumlah produk rusak yang menanggung
biaya terendah (q*) yaitu:

q*

R.o
c
96.500 x 330.833,3
2800

11401933,3
3376,674888 unit
Maka biaya pengwasan kualitas yang ditanggung perusahaan sebesar :
-

Biaya pengawasan kualitas (QCC) :


R.o
QCC
q

96.500 x 330.833,3
3378,674888

Rp. 9.449.093,064 dibulatkan Rp. 9.449.093


-

Biaya jaminan mutu (QAC)


QAC = c x q
= Rp. 2.800 x 3378,674888
= Rp. 9.460.289, 686 dibulatkan Rp. 9.460.290

Jadi total biaya atas kualitas (TQC)


TQC = QCC + QAC

= Rp. 9.449.093,064 + Rp. 9.460.289,686


= Rp. 18.909.382,75 dibulatkan Rp. 18.909.383
Dari perhitungan dengan menggunakan analisis intensitas pengawasan
kualitas, jumlah produk rusak yang menanggung biaya terendah sebanyak 3376
unit dan total biaya atas kualitasnya sebesar Rp. 18.909.383 yang terdiri dari
QCC sebesar Rp. 9.449.093 dan QAC sebesar Rp. 9.460.290 Apabila diadakan
perbandingan antara q* yang dikehendaki dengan q (produk rusak) yang benarbenar terjadi terdapat selisih sebesar 3376 - 2.531 = 845 unit. Selisih ini
menunjukkan bahwa produk rusak yang benar-benar terjadi lebih kecil dari
produk rusak yang dikehendaki. Maka dapat dikatakan bahwa intensitas
pengawasan kualitas yang dilaksanakan telah berjalan dengan baik. Sedangkan
perhitungannya akan nampak seperti dibawah ini:
-

Misal q
Maka :

QCC

= 1000 unit

R.o
q
96.500 x 330.933,3
1000

31.925.414
QAC = c x q
= 2.800 x 1000
= 2.800.000
TQC

= QCC + QAC
= 31.925.414 + 2.800.000
= 34.725.414

Misal q

QCC

= 2000 unit

R.o
q
96.500 x 330.933,3
2000

15.962.707

QAC = c x q
= 2.800 x 2000
= 5.600.000
TQC

= QCC + QAC
= 15.962.707 + 5.600.000
= 21.562.707

Misal q

QCC

= 3000 unit

R.o
q
96.500 x 330.933,3
3000

10.641.805
QAC = c x q
= 2.800 x 3000
= 8.400.000
TQC

= QCC + QAC
= 10.641.805 + 8.400.000
= 19.041.805

Misal q

QCC

= 3376 unit

R.o
q
96.500 x 330.933,3
3376

9.456.579
QAC = c x q
= 2.800 x 3376
= 9.452.800

TQC

= QCC + QAC
= 9.456.579 + 9.452.800
= 18.909.379

Misal q

QCC

= 5000 unit

R.o
q
96.500 x 330.933,3
5000

6.385.082
QAC = c x q
= 2.800 x 5000
= 14.000.000
TQC

= QCC + QAC
= 6.385.082 + 14.000.000
= 20.385.082

Perhitungan tersebut bila disusun dalam tabel tampak seperti di bawah ini :
Tabel 2. Jumlah produk rusak (q), masing-masing biaya
(QCC, QAC, TQC)
q (Unit)

QCC (Rupiah)

QAC (Rupiah)

TQC (Rupiah)

1000

31.924.414

2.800.000

34.725.414

2000

15.962.707

5.600.000

21.562.707

3000

10.641.805

8.400.000

19.041.805

3376

9.456.579

9.452.800

18.909.379

5000

6.385.082

14.000.000

20.385.082

Sumber : data primer yang diolah


Grafik QCC, QAC, TQC (Jutaan Rupiah) ditunjukkan pada gambar berikut:

35.000.000
30.000.000
TQC
25.000.000
20.000.000
15.000.000

QAC

10.000.000
QCC
5.000.000
0

1000

2000

3000

4000

5000

(Ribuan Unit)
Gambar 3. Grafik biaya kualitas
Keterangan :
Dari grafik tersebut diatas dapat dilihat bahwa :
1. QCC akan menurun apabila jumlah produk rusak meningkat dan sebaliknya QCC
akan meningkat apabila jumlah produk rusak menurun.
2. QAC akan menurun apabila jumlah produk rusak juga menurun dan sebaliknya
QAC akan meningkat apabila jumlah produk rusak juga meningkat.
3. Dengan jumlah produk rusak sebanyak 3376 unit akan diperoleh biaya QCC
sebesar Rp. 9.456.579, biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800 dan biaya TQC = Rp.
18.909.379

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


4.1. Kesimpulan
1. Analisis Control Charts
Analisis control charts untuk mebel sebagai berikut:
1) Jumlah produk yang diperiksa sebanyak 96.500 unit
2) Rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 %
3) Untuk batasan pengawasannya:
a. Batas atas (UCL) sebesar 0,031 atau 3,1 %
b. Batas bawah (LCL) sebesar 0,021 atau 2,1 %

Dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel


sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak masih dalam
batas yang wajar yaitu terletak antara batas atas dan batas bawah.
2. Analisis intensitas pengawasan kualitas
Intensitas pengawasan kualitas untuk mebel sebagai berikut:
1)
2)

Produk rusak yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit.


Jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang menanggung biaya
kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit.
3) Total biaya atas kualitas sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya
QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensitas pengawasan kualitas
terhadap mebel sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak
yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit lebih kecil dari jumlah produk
rusak yang dikehendaki sebanyak 3376 unit.
4.2. Rekomendasi
Dari hasil analisis tersebut, maka penulis memberikan saran-saran. Adapun
saran-saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:
1) Manajemen pengendalian mutu lebih meningkatkan frekuensi pemeriksaan
untuk mengurangi jumlah produk rusak walaupun harus menanggung biaya
kualitas tinggi.
2) Meningkatkan pelayanan terhadap konsumen, misalnya dengan memberikan
jaminan kualitas terhadap produk yang diberikan kepada pelanggan. Hal ini
perlu dilakukan agar konsumen atau pelanggan tetap setia kepada perusahaan,
mengingat adanya persaingan yang semakin ketat.
3) Melakukan pengendalian kualitas secara terus menerus, agar jumlah produk
rusak dapat diminimalkan menjadi lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Ahyari, 2000, Manajemen Produksi, BPFE-UGM, Yogyakarta.
Elwood S. Buffa dan Rakesh K. Sarin, 1999, Manajemen Operasi dan Produksi Modern,
Binarupa Aksara, Jakarta.
Fandi Tjiptono, 1995, Total Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta.
Gasperz V, 1997, Manajemen Kualitas, PT. Gramedia, Jakarta.
Indriyo Gitosudarmo, 1993, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi, BPFEUGM, Yogyakarta.
Lalu Sumayang, Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Salemba Empat,
Jakarta.

KASUS V

Analisis Pengendalian Mutu SQC (Statistical Quality Control) Pada


PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar
Zazilatun Nadiah Mahlia Muis Debora Rira
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengendalian mutu in process tepung
terigu Gatotkaca dan Kompas pada PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.
Analisis dilakukan dengan cara mengolah data inspeksi kadar ash dan
moisture tepung terigu Gatotkaca dan Kompas dengan menggunakan alat
analisis pengendalian mutu grafik kendali dan diagram sebab akibat. Hasil
analisis dibandingkan dengan standar pengendalian mutu yang telah ditetapkan
oleh perusahaan. Berdasarkan hasil analisis diagram sebab akibat

yaitu

dilakukan dengan proses observasi lapangan dan wawancara terdapat enam


faktor yang mempengaruhi pengendalian mutu in process kadar ash dan moisture
tepung terigu Gatotkaca dan Kompas ialah bahan, in process, metode uji, SDM,
lingkungan, dan mesin. Sedangkan Berdasarkan hasil analisis grafik kendali
pengendalian mutu in process kadar ash dan moisture tepung terigu Gatotkaca
dan Kompas terdapat 13 titik yang tidak memenuhi kriteria pengendalian mutu
statistikal.
Kata Kunci: analisis pengendalian mutu, diagram sebab akibat, dan grafik
kendali

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakam di PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar Jalan
Hatta no 302 (sea side) dan jalan Nusantara Baru no 36 (city side) Makassar pada
bulan Mei-Juni 2013. Perusahaan ini dipilih oleh penulis karena melihat prospek usaha
dan profesionalitas dari para karyawan dalam mengelola perusahaan tersebut.

3.2 Populasi dan Sampel


1. Populasi
Merupakan jumlah dari keseluruhan obyek (satuan-satuan/individu-individu),
yang karakteristiknya hendak diduga sebagai populasi dalam penelitian ini adalah data
kadar in process ash dan moisture tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas
pada PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.
2. Sampel
Merupakan sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian.
Sampel dalam penelitian ini ialah in process produk tepung terigu PT. Eastern Pearl
Flour Mills Makassar dengan merek Gatotkaca dan Kompas. Khususnya kadar
moisture dan ash pada tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas.

Dalam

pelaksanaannya pengendalian mutu dilakukan dengan cara melakukan tiga kali


inspeksi yaitu bahan baku, in process, dan produk jadi.

3.3 Jenis dan Sumber Data


3.3.1

Jenis Data

1. Data kualitatif
Merupakan data yang bukan dalam bentuk angka-angka atau tidak dapat
dihitung, dan informasi yang diperoleh dari karyawan perusahaan serta informasiinformasi yang diperoleh dari pihak lain yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
2. Data Kuantitatif
Data ini merupakan data pengetesan in process dari beberapa pengambilan
sampel kadar moisture dan ash tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas yang
dapat diperoleh dengan meneliti secara langsung pada PT. Eastern Pearl Flour Mills
Makassar.
3.3.2

Sumber Data

1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh dengan metode wawancara. Wawancara
dilaksanakan dengan mendatangi langsung subyek penelitian, untuk memperoleh
informasi tentang proses pengendalian mutu pada PT. Eastern Pearl Flour Mills
Makassar. Dalam hal ini subyeknya ialah karyawan dan kepala bagian laboratorium
pengendalian mutu dan ruang produksi.
2. Data Sekunder
Terdiri dari bahan/sumber sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan
pengetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta
yang diketahui ataupun mengenai suatu gagasan. Bahan-bahan sekunder yaitu
bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat membantu
menganalisis dan memahami bahan primer, antara lain adalah hasil karya ilmiah
para sarjana dan hasil-hasil penelitian terdahulu.

3.4 Metode Pengumpulan Data


1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Digunakan untuk mengumpulkan data sekunder, landasan teori dan
informasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Studi dilakukan antara lain dengan
mengumpulkan data yang bersumber dari literaturliteratur, bahan kuliah, dan hasil
penelitian lainnya yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan tambahan pengetahuan mengenai masalah yang sedang
dibahas.
2. Studi Lapangan (Field Research)
Melakukan pengumpulan data yang diperlukan dengan cara melakukan
pengamatan

langsung

pada perusahaan

yang

bersangkutan,

baik

melalui

observasi, dan wawancara. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara observasi


merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan
pengamatan langsung terhadap kegiatan yang

sedang

berlangsung.

Data

dikumpulkan dari hasil analisa per dua jam dari merek yang dimonitor. Pengamatan
pun dilakukan dengan mengamati sistem atau cara kerja, proses produksi dari awal
sampai akhir, dan kegiatan pengendalian kualitas.

Adapun jenis observasi yang

peneliti gunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan guna mengetahui tujuan
penelitian ini yaitu mengetahui dan menganalisis pengendalian mutu pada PT.
Eastern Pearl Flour Mills Makassar. Selain itu ada pula metode dokumentasi
merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan memanfaatkan dokumen (bahan
atau gambar-gambar penting). Adapun dokumen-dokumen yang dimaksud adalah
berupa data-data yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Sebagai data
penunjang juga diperoleh informasi dari internet dan perpustakaan.

3.5 Metode Analisis


a. Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis persoalan dan
faktor-faktor
diagram

yang

sebab

menimbulkan
akibat

persoalan tersebut.

digunakan untuk

Dalam

menganalisis

penelitian

faktor-faktor

ini
yang

memengaruhi mutu dari air minum dalam kemasan (AMDK), yang dianalisis
dari hasil brainstorming dengan pihak perusahaan yaitu pemilik, quality control
(QC), dan karyawan/operator produksi . Menurut (Gasperz, 2003), penggunaan
diagram sebab akibat dapat mengikuti langkah-langkah berikut :
1. Dapatkan

kesepakatan

tentang

masalah

yang

terjadi

dan ungkapkan

masalah itu sebagai suatu pertanyaan masalah (problem question).


2. Bangkitkan

sekumpulan

penyebab

yang

mungkin,

dengan menggunakan

teknik brainstorming atau membentuk anggota tim yang memiliki ide-ide


berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi.
3. Gambarkan
kanan

diagram

(membentuk

dengan
kepala

pertanyaan masalah
ikan)

dan

kategori

ditempatkan pada
utama seperti:

sisi

material,

metode, manusia, mesin, pengukuran dan lingkungan ditempatkan pada


cabang utama (membentuk tulang-tulang besar dari ikan). Kategori utama
ini dapat diubah sesuai kebutuhan.
4. Tetapkan

setiap

penyebab

dalam

kategori

utama

yang

sesuai dengan

menempatkan pada cabang yang sesuai .


5. Untuk

setiap

penyebab

yang

mungkin,

tanyakan

mengapa? untuk

menemukan akar penyebab, kemudian daftarkan akar-akar penyebab itu


pada

cabang-cabang

yang

sesuai

dengan kategori

utama

(membentuk

tulang-tulang kecil dari ikan). Untuk menemukan akar penyebab, kita dapat
menggunakan teknik bertanya lima kali (five whys).

6. Interpretasi diagram sebab akibat itu dengan melihat penyebab-penyebab


yang

muncul

konsensus

secara berulang, kemudian dapatkan kesepakatan melalui

tentang

penyebab itu.

Selanjutnya

fokuskan

perhatian

pada

penyebab yang dipilih melalui konsensus itu.


7. Terapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab akibat itu,
dengan cara mengembangkan dan mengimplementasikan tindakan korektif,
serta memonitor hasil-hasil untuk menjamin bahwa tindakan korektif yang
dilakukan itu efektif karena telah menghilangkan akar penyebab dari masalah
yang dihadapi.
b. Grafik Kendali
Grafik kendali Xbar dan Rbar (range) digunakan untuk menganalisis data
pada grafik kendali. Rata-rata (Xbar) adalah ukuran
kecenderungan

terpusat. Variabilitas

atau

yang paling berguna bagi

pemencaran

proses

dapat

dikendalikan dengan grafik pengendali untuk deviasi standar, yang dinamakan


grafik S, atau grafik pengendali untuk rentang yang dinamakan grafik R.
Rentang adalah perbedaan antara hasil pengukuran terendah dan tertinggi
dalam satu deretan. Grafik Xbar dan Rbar termasuk teknik pengendalian

proses

statistik pada jalur yang paling penting dan berguna untuk memelihara mean
proses dan variabilitas proses (Montgomery, 1990).
Langkah-langkah membuat grafik kendali Xbar dan Rbar (Gasperz, 2003)
adalah :
1. Tentukan ukuran contoh

(n=

4,5,6,....).

Untuk keperluan praktik

biasanya

ditentukan lima unit pengukuran dari setiap contoh (n = 5)


2) Kumpulkan 20 25 sampel
3) Hitung nilai X dan Range (R) dari tiap sampel.
Xbar =

.......................................................................................... (1)

Rbar = Xmaks Xmin.......................................................................................... (2)


Hitung nilai rata-rata dari semua Xbar, yaitu Xdouble bar yang akan digunakan
sebagai garis tengah grafik Xbar tersebut, serta nilai rata-rata dari semua
R, yaitu R yang merupakan garis tengah dari grafik R.
Misalkan tersedia m sampel, masing-masing memuat n observasi pada
karakteristik kualitas itu. Misalkan X bar1, Xbar2,..., Xbar m adalah rata-rata tiap
sampel. Maka

penaksir

terbaik

untuk rata-rata proses adalah mean

keseluruhan yakni :
Xdouble bar =
Rbar =

.................................................................... (3)
........................................................................................ (4)

4) Hitung batas-batas kendali 3-sigma dari grafik kendali Xbar dan R. Grafik
kendali Xbar (batas-batas kendali 3-sigma):
UCL (Batas Pengendali Atas)
CL (Garis Pusat)

= Xbar+ A2Rbar ............................................ (5)

= Xbar .............................................................................. (6)

LCL (Batas Pengendali Bawah) = Xdouble bar- A2Rbar ...................................... (7)


Grafik kendali R (batas-batas kendali 3-sigma):
UCL = D4Rbar ................................................................................................. (8)
CL

= Rbar .................................................................................................... (9)

LCL = D3Rbar ............................................................................................... (10)


Daftar nilai koefisien dalam perhitungan batas-batas grafik kendali X dan R serta
Indeks Kapabilitas Proses terdapat pada lampiran 1.
5) Buatkan grafik kendali X bar dan R bar
6) Gunakan grafik kendali dari Xbar dan Rbar untuk memantau proses yang
sedang berlangsung dari waktu ke waktu, untuk seterusnya, dan segera ambil

tindakan perbaikan apabila ada perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada


proses itu.

3.6 Definisi Operasional Variabel


1. Pengendalian Mutu
Merupakan

proses

pemeriksaan

atau

pengendalian

produk

untuk

memastikan proses produksi dan keluaran memenuhi persyaratan yang telah


ditetapkan oleh perusahaan. Pengendalian mutu adalah untuk mencapai tingkat
kualitas produk yang distandarkan oleh perusahaan sesuai dengan standar mutu yang
telah ditetapkan oleh tiap perusahaan. Variabel ini dapat diukur dengan diagram
sebab-akibat dan peta kendali.
2. Pengendalian Mutu SQC
Pengendalian mutu PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar dilakukan secara
variabel yaitu variabel

yang bersangkutan dengan rata-rata pengukuran dan

besarnya deviasi-deviasi (penyimpangan). Inspeksi variabel adalah lebih penting


dalam pengawasan operasi-operasi yang sedang dilaksanakan karena hampir
semua inspeksi ini dilakukan pada pekerjaan. Deviasi-deviasi (penyimpangan) yang
dimaksudkan di sini ialah dimana untuk variabel kadar ash 0,2% dari target dan
untuk variabel kadar moisture 2% dari target pada in proces, khususnya produk
tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas. Pengukuran kualitas menggunakan
diagram sebab akibat dan peta kendali (p-chart). Peta kendali digunakan dalam
pengendalian mutu secara variabel yaitu untuk menentukan apakah kadar ash dan
moisture sudah berada pada batas kendali yaitu melalui digram Xbar dan Rbar .

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Tempat Penelitian


4.1.1 Sejarah Berdirinya PT. Eastern Pearl Flour Mills
Pabrik tepung terigu di Makassar didirikan pada tahun 1972 dengan status
PMA (Penanaman Modal Asing) dengan nama PT. Prima Indonesia sampai dengan
tahun 1984. Kemudian tahun 1984 menjadi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri)
dengan nama PT. Berdikari Sari Utama Flour Mills, yang beralamat di Jalan Hatta no
302 dan jalan Nusantara Baru no 36 Makassar. Namun sejak tahun 2000
PT. Eastern Pearl Flour Mills diambil alih oleh investor asing Interflour Group yang
berkantor pusat di Swiss kemudian terakhir tahun 2004 berganti nama menjadi PT.
Eastern Pearl Flour Mills.
Produk utama PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar ada empat merek
terigu yaitu merek Gunung, Kompas, Gerbang dan Gatotkaca, semua terigu yang
dihasilkan merupakan kualitas utama. Tetapi biasanya dalam penggunaannya
terdapat spesifikasi penggunaan yang berbeda.
Untuk memuaskan konsumen terigu, dalam mendapatkan terigu dengan
mudah didirikan gudang-gudang terigu di beberapa ibu kota provinsi, seperti
Samarinda, Banjarmasin, Manado, Lombok, Gorontalo dan Kupang. Untuk
menyebarluaskan pengetahuan pembuatan roti didirikan Pusat Pelatihan Bakery
(Baking School) di setiap kota yang memiliki gudang terigu PT. Eastern Pearl Flour
Mills.
Total kapasitas penggilingan gandum pada pabrik sebesar 2.800 ton/hari.
Dengan bahan baku pokok adalah biji gandum. Biji gandum diimpor dari Australia,
Kanada, Amerika Serikat dan Argentina.

4.1.2 Fasilitas Pabrik PT. Eastern Pearl Flour Mills

1. Unit milling
2. Penerimaan gandum
3. Silo gandum
4. Silo tepung dan packing produk dan by produk
5. Pelletizing (penggilingan dedak yang diolah menjadi pakan ternak)
6. Gudang tepung dan pellet silo
7. Energi meliputi listrik dan air
8. Laboratorium
9. Kantor seaside and cityside
10. Fasilitas lainnya
Adapun fasilitas lain yang dimiliki oleh PT. Eastern Pearl Flour Mills selain
tersebut di atas, yaitu: workshop, masjid, mushola, koperasi, toko koperasi, kantor
serikat pekerja, kantin, dan poliklinik.
4.1.3

Struktur Organisasi PT. Eatern Pearl Flour Mills


Struktur organisasi perusahaan pada dasarnya memperlihatkan hubungan

antara

wewenang, tanggung jawab, tugas dan kedudukan para personel dalam

perusahaan. Struktur organisasi juga dimaksudkan sebagai alat kontrol serta


pengawasan

bahkan

dapat

menciptakan

persatuan

dan

dinamika

suatu

perusahaan.

4.1.4 Penanggung Jawab Proses Produksi dan Pengendalian Mutu PT. Eastern
Pearl Flour Mills Makassar
Dengan melihat struktur organisasi perusahaan tersebut di atas, maka dapat
diuraikan tugas dan tanggung jawab dari beberapa bagian yang bertanggung jawab
secara langsung dengan proses produksi dan pengendalian mutu dari struktur
tersebut:

1.

Production Development Quality Control Manager (PDQC)


Merencanakan,

mengkoordinasikan,

memastikan

seluruh

fungsi

dan

tanggung jawab PDQC berjalan secara efektif yang mencakup dari gandum yang
masuk sampai produk tepung terigu siap dikirim. Memastikan semua produk tepung
terigu yang keluar dari pabrik memenuhi kriteria kualitas sesuai dengan
peruntukkannya. Menentukan gandum yang akan digiling tepat sesuai dengan
ketersediaan gandum yang ada.
2.

Production Manager
Merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan serta mengendalikan

semua kegiatan dalam departemen produksi, seperti proses cleaning dan milling.
Membuat prosedur untuk program pelaksanaan pekerjaan, memastikan kelancaran
dan efisiensi semua jenis pekerjaan di departemen produksi. Memastikan sanitasi dan
hygiene terhadap mesin dan peralatan produksi.
3.

Shipping Manager
Mengkoordinasikan dan mengontrol harian kegiatan shipping, loading dan

unloading untuk incoming raw material dan pengisian di silo. Mendukung dan
melaksanakan semua cakupan ISO 9.00022.000.
4. Quality Assurance
Tugas utama Quality Assurance Manager adalah mengkoordinasikan
pengembang aktivitas jaminan mutu di PT. Eastern Pearl Flour Mills. Bertanggung
jawab atas kebenaran hasil audit yang objektif. Bertanggung jawab terhadap
implementasi process control system di lapangan. Memonitor kontraktor untuk
semua proses sertifikasi dan memelihara hubungan baik dengan external auditor.

5. Packing-Warehouse Manager
Merencanakan produksi harian, pengambilan material, mengontrol jalannya
produksi, dan kebersihan pada area flour packing serta menganalisa hasil produksi.
Memastikan pencapaian hasil produksi sesuai dengan target yang telah direncanakan
setiap bulan dan memastikan bahwa dalam pengoperasian mesin- mesin pendukung
selalu dalam keadaan normal dan sesuai dengan batas toleransi yang diizinkan untuk
pencapaian hasil produksi yang maksimal.
4.1.5

Kualitas Gandum

1. Moisture (kadar air)


Kadar air pada tepung terigu biasanya disebut kadar moisture. Maksimum
kadar moisture tepung 14,5%, jika kadar air tepung tinggi maka waktu penyimpanan
tidak boleh terlalu lama karena tepung mudah diserang mikroorganisme, dan
pertimbangan ekonomi, bila kadar air terlalu tinggi tidak diterima oleh konsumen.
Semakain tinggi kadar moisture pada tepung terigu semakin mempercepat munculnya
insect growth/mikrobiologi dan mempengaruhi aktifitas enzim yang mengakibatkan
tepung terigu mudah bau dan rusak. Kadar moisture sangat mempengaruhi kinerja
proses milling, moisture rendah mengakibatkan tidak optimalnya

proses

dalam

memperoleh tepung yang berada pada bagian inti gandum. Kadar moisture akan
mengalami penurunan 4-5% selama proses milling berlangsung. Ketika telah menjadi
tepung terigu, kadar moisture yang tinggi dapat mempermudah terjadinya
penggumpalan dan mempengaruhi berat tepung terigu. Pada

hard

wheat,

penambahan air dibutuhkan 24 jam agar menyerap pada bagian tepung yang
terdapat pada inti gandum yang bertujuan agar

pada bagian tersebut

mudah

memecah, lebih lengkapnya mengenai target dan masa penyerapan air dapat
dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 : Target Moisture dan Masa Penyerapan Air


Jenis Gandum
Target Moisture (%)

Masa

Hard

15,5 16,5

18 24 jam

Semi

14,5 15,5

14 18 jam

Soft

13,0 14,0

10 14 jam

2. Protein
Kandungan protein dalam tepung antara 8-14% serta rantai protein tersusun
dari 21 asam amino. Protein dibedakan menjadi dua macam yaitu soluble
protein/albumin (larut dalam air) lobulin dan insoluble protein/gliadin (tidak larut
dalam air) glutenin.
Tabel 4.2 : Kandungan Protein dan Jenis Gandum
Merek
Kandungan Protein
Jenis Gandum
Gerbang
High Protein
Hard Wheat

Kompas

Medium Protein

Hard Wheat
Medium - Soft
Wheat

Gatotkaca

Low Protein

Soft Wheat

Fungsi
Roti Spesial
Mie Tarik
Mie Spesial
Tepung Serba
Guna Roti
Manis
Donat
Jajanan Pasar
Cake
Tepung Serba
Guna
Mie Ekonimis
Cake
Biskuit
Goreng-Gorengan

Others

Medium - Low
Variasi dari Medium
Protein
- Soft Wheat
Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)
Adapun komposisi gandum tersebut, yaitu untuk high pro wheat (gandum A1
dan A2), medium pro wheat (gandum B1, B2 dan C1), dan low pro wheat
(gandum B3 dan B4). Untuk gandum B3 penyuplainya berasal dari Australia dan

untuk gandum B4 penyuplainya berasal dari Australia, India, serta Rusia. Adapun
komposisi gandum dari produk Gatotkaca terdiri dari :
Tabel 4.3 : Komposisi Gandum dari Supplier yang Sama
Nama Gandum
Komposisi (%)
Asal
B3
80
Australia
B4
20
Australia
Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)
Tabel 4.4 : Komposisi Gandum dari Supplier yang Beda
Nama Gandum
Komposisi (%)
B3
80
B4
20
Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)

Asal
Australia
India dan Rusia

3. Starch/Pati
Merupakan karbohidrat/pati atau bahan makanan, kandungan starch pada
tepung 60 70%.
4. Mineral (Ash/Abu Content)
Kadar Ash merupakan mineral anorganik yang berada pada bran/bagian luar
gandum yang muncul pada saat proses penggilingan gandum berlangsung/milling.
Ash diperoleh dari daerah antara bran dan aleurano pada gandum. Pada aleurano
terdapat banyak mineral anorganik yang nantinya akan menjadi kadar ash.
Kandungan

mineral

dalam

tepung

dapat

menggambarkan

banyaknya

bran/alleurone/offal/material lain yang masuk ke dalam tepung.


5. Vitamin
Tepung

mengandung

vitamin

B-kompleks,

enrichment

flour

atau

penambahan vitamin ke dalam tepung dan vitamin larut dalam air.


6. Granulasi
Ukuran tepung maksimal 180 mm, tailing max 0,1%, pass trough 106

50-

70%, dan berfungsi untuk mengetahui tingkat kehalusan tepung dan apakah
tercampur brab atau tidak

4.2 Uraian Produksi PT. Eastern Pearl Flour Mills


Secara umum gandum dibedakan menjadi dua jenis yaitu hard wheat (gandum
berprotein tinggi) dan soft wheat (gandum

berprotein rendah). Gandum hampir

seluruhnya digunakan dalam industri pangan dalam bentuk tepung. Jadi penggilingan
gandum merupakan proses yang sangat berbeda dengan penggilingan beras, tepung
yang dibuat berwarna krem, karena zat warna zantrifil, warna tepung akan memutih
selama penyimpanan tetapi prosesnya lambat. Karena kesukaan konsumen akan
keputihan tepung penggunaan pemutih tepung telah banyak dipakai seperti benzl
peroksida, tetapi dalam hal ini perusahaan tidak menggunakan bahan pemutih.
Pengolahan gandum merupakan proses penggilingan biji-biji gandum yang
bertujuan untuk memisahkan endosperm dari dedak, benih (germ) dan untuk
menghancurkan endosperm menjadi tepung. Secara umum kegiatan-kegiatan
proses pengolahan biji gandum sampai menjadi tepung gandum (terigu) adalah
sebagai berikut :
1.

Penyiapan Bahan
Pada tahap ini dimulai pada proses pemindahan gandum dari kapal ke

tempat penampungan. Gandum yang berasal dari Kanada, Australia, Argentina dan
Saudi Arabia dapat

dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu, gandum keras atau

hard wheat (Canada Western Red Springs atau CWRS), gandum lunak atau soft
wheat (Australian Standard White atau ASW), dan medium wheat (Argentina wheat,
Canada Prairie Spring atau CPS)
Biji gandum yang datang telah bersih dari ampasnya. Biji gandum tersebut
diangkut dengan kapal laut. Cara pemindahan dilakukan oleh alat penghusap
(telescope boaur) ke menara penampung melalui alat pemindah (conveyor) biji

gandum diantar ke unit penimbangan untuk disimpan di tempat penampungan (silo).


Dalam melakukan penyimpanan gandum, perusahaan hanya memiliki satu tempat
penyimpanan gandum (wheat silo) yang terletak di Sea Side Plant dengan kapasitas
simpannya adalah 117,940 mt.
Gandum yang dipesan dikirim melalui kapal pengangkut, dimana kapal
pengangkut ini memiliki lot size 25.000 mt gandum untuk satu kali kedatangan.
Berdasarkan hasil wawancara, untuk lot size gandum Gatotkaca dengan supplier yang
sama pada kapal yang sama pula, yakni gandum B3 sebesar 20.000 mt dan gandum
B4 sebesar 5.000 mt. Sedangkan untuk lot size gandum Gatotkaca dengan supplier
yang berbeda pada kapal yang berbeda, yakni gandum B3 sebesar 20.000 mt dan
gandum B4 sebesar 15.000 20.000 mt.
2.

Pembersihan Gandum
Sebelum digiling, gandum sebagai bahan baku tepung mengandung material

asing

(impurities) yang harus dipisahkan supaya tepung yang dihasilkan

mempunyai mutu yang baik. Impurities tersebut dapat berupa (benda logam, pasir,
debu, batu, kayu plastik, kulit gandum, bunga gandum, biji gandum, dan biji-bijian
lainnya. Prinsip dasar pembersihan gandum berdasarkan peralatan/mesin yang
digunakan ialah berdasarkan ukuran, tahanan dry stoner udara, berat jenis, bentuk,
panjang, sifat magnet, gesekan, dan warna.
Ada dua cara pembersihan gandum, yaitu pertama melalui saringan dan
pembersihan udara. Cara alat ini adalah gandum dimasukkan ke saringan yang
bergoyang yang disertai dengan hembusan udara, sehingga terjadi pemisahan
berdasarkan ukuran, diameter, dan berat biji. Alat ini biasa disebut TRC dan kedua
melalui separator cara alat ini bekerja untuk memisahkan gandum dengan tangkai,
batu dan besi melalui rout separator untuk memisahkan biji besi dan logam lainnya.
Selanjutnya, dibersihkan lagi dari batu-batu kerikil melalui dry stoner untuk

memisahkan kulit-kulit luar dari biji gadum, melalui conveyer kemudian gandum
dipindahkan ke air lock untuk ditampung ke silo pengkondisi (condition in bin).
3.

Proses Pra Penggilingan


Gandum sebelum digiling dibasahi dengan air di wheat dampening hal ini

bertujuan agar endosperon mudah terpisah dari endosperon, endosperon menjadi


lunak, moisture tepung yang sesuai quality guide serta brand menjadi liat dan
elastic.
Pada waktu proses pelaksanaan dampening harus diperhatikan beberapa hal
yaitu yang pertama, waktu dampening tergantung dari sifat endosperm (hard wheat
memerlukan waktu 18-24 jam sedangkan soft wheat memerlukan waktu 4-12 jam).
Kedua, pada saat proses dampening waktu harus diperhatikan sebab waktu yang
kurang lama akan menyebabkan endosperon keras dan brand

masih basah

sedangkan yang terlalu lama akan mengakibatkan endosperon lunak, lengket dan
bran menjadi kering.
Ketiga, periode pembasahan dipengaruhi oleh kelembaban awal dan
kekerasan biji gandum. Pemberian air dilakukan oleh alat penyomprot dengan uap
basah dalam ruang tertutup dan dilakukan pencampuran. Biji gandum kategori soft
wheat diberi air 14,5 14,8% dan untuk hard wheat 15,0 16,0% biji gandum
yang telah dibasahi diantar ke wheat tampering selama 38 48 jam (hard wheat)
dan 12 24 jam (soft wheat).
4.

Proses Penggilingan/Milling Process


Prinsip utama proses penggilingan ialah memisahkan endosperm dari bran

dan germ. Mereduksi endosperm menjadi tepung dengan ekstraksi tinggi dan ash
content yang rendah (kualitas tepung yang baik). Proses penggilingan gandum
dibagi atas tiga proses yaitu:
a. Breaking Process atau Proses Pemecahan

Pada proses ini endosperm merelase, bran/germ memecahkan endosperm


tersebut menjadi semolina dan middling kemudian menghasilkan break flour.
Mengusahakan bran powder menjadi sekecil mungkin (ideal tidak ada bran powder).
Umumnya proses ini terdiri atas empat tingkat break first break (B1) s/d fourth break
(B4) dan lima tingkat break first break (B1) s/d fifth break (B5). Proses pemecahan
mengunakan break rollers mills (fluted rolls) dan break sifter. Pada tingkat akhir
break proses (finishing), endosperm merelase dari bran menjadi middling dan
tepung dengan menggunakan bran finisher dan vibrio finisher . Proses pemecahan
atau breaking process terdiri atas lima tahapan yaitu first break process, second
process, third break process, fourth break process, dan fifth process. First break
process (pemecahan pertama), pada tahapan ini inlet produk B1 roller/gandum yang
bersih dibuka/dipecahkan dengan memakai roller yang bergigi. Handling produk dari
roller ke plant sifter dengan pneumatic system. Plansifter , produk dari roller B1
akan diayak menjadi B2 produk atau B2 C produk dan B2 F produk, coarse semolina,
fine semolina, middling, dan tepung. Relased test, banyaknya coarse semolina, fine
semolina, middling dan tepung yang dihasilkan oleh tepung first break.
Second break process (proses pemecahan kedua), pada tahapan ini inlet
produk B2 roller yaitu B2

produk dari sifter B1

Bran akan dipecahkan dengan

memakai fluted roller serta handling produk ke pneumatic system. Secound break
sifter produk diayak menjadi B3 C produk B3 F produk, coarse semolina, fine semolina,
middling, dan tepung. Relased test

ke banyaknya coarse semolina, coarse

semolina, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses second break. Third break
proses (proses pemecahan ke tiga), pada tahapan ini inlet produk B3 C roller dan B3
F roller adalah B3 C produk dan B3 F produk dari sifter B2. Bran kandungan
endosperon sedikit akan dipecahkan menggunakan fluted roller serta

handling produck ke pneumatic system. Third break sifter 1 produk diayak menjadi
B4 C produk dan B4 F produk, tailing produk, middling, dan tepung. Relased test ke
banyak tailing produk, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini. Fourth
break process (proses pemecahan ke empat), pada tahapan ini inlet produk B4 C roller
dan B4 F roller adalah B4C produk dan B4 F produk dari sifter B3. Bran kandungan
endosperon sedikit akan dipecahkan menggunakan

fluted roller serta handling

produk ke pneumatic system. Third break sifter 1 produk diayak menjadi B5 C produk
dan B5 F produk, tailing produk, dan middling. Relased test ke banyak tailing produk,
middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini. Fifth break process (proses
pemecahan ke lima), pada tahapan ini inlet produk B5 C roller dan B5 F roller adalah
B5C produk dan B5 F produk dari sifter B4. Bran akan (kandungan endosperon sangat
sedikit dan dekat dengan aleirone cell)
serta handling product

dipecahkan menggunakan

fluted roller

ke pneumatic system. Fifth break sifter 1 produk diayak

menjadi coarse bran dan fine bran, tailing produck, middling, dan tepung. Relased test
ke banyak tailing produk, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini.
b. Purification Process/ Proses Pemurnian
Pada proses pemurnian ini terjadi pemisahan semolina dan middling dari
bran supaya semolina dan middling menjadi bersih. Mengklasifikasi semolina dan
middling bersih menjadi coarse semolina, fine semolina, coarse middling, dan fine
middling. Purifier bertujuan untuk memisahkan partikel bran yang terdapat pada
semolina atau middling sehingga pada proses zising dan proses middling endosperon
yang digiling adalah pure semolina atau pure middling dan tepung yang dihasikan
mempunyai kualitas yang baik. Prinsip kerja dari proses pemisahan oleh purifier ialah
sifting proses, aspiration proses, dan shaking proses.

c. Reduction Process
Pada proses ini semolina mereduksi menjadi middling dan tepung. Proses ini
juga disebut zising process. Mereduksi middling menjadi tepung proses ini disebut
middling process selanjutnya dilakukan tailing process. Reduction proses dibagi
atas tiga proses yaitu zising process, middling process, dan tailing process. Proses
pertama, zising process atau yang biasa disebut zising sifter adalah memisahkan bran
atau germ, memisahkan endosperm menurut ukuran dan menghasilkan tepung.
Terdiri dari 2 atau 3 tingkat saja, ekstraksi tepung tidak terlalu banyak, umumnya
dipakai smoot rool, differential speed 1,5-1,9, dan Flour cover bervariasi antara 112145. Proses kedua, middling proces terdiri dari 6-10 tingkat. Middling proses dibagi
menjadi tiga tingkat yaitu kualitas satu middling dari endosperm bagian tengah
(ash rendah), Kualitas dua middling dari endosperm antara tengah dan pinggir (ash
tinggi), dan kualitas 3 middling dari endosperm bagian pinggir (ash sangat tinggi).
Umumnya pada proses ini digunakan smoot roll dengan differential speed 1,2-1,5.
Proses yang ketiga, tailing proses atau biasa disebut tailing sifter yaitu memisahkan
bran atau germ, tepung, dan middling menurut ukuran. Terdiri dari 2 atau 3 tingkat
saja dengan ekstraksi tepung sedikit. Umumnya menggunakan smoot roll dengan
different speed 1,1-1,2. Pada proses ini middling mereduksi tanpa memecahkan bran
dan membuat germ menjadi flat sehingga mudah dipecahkan dengan flour cover
bervariasi antara 100 - 125.
5.

Proses Pengepakan
Tepung terigu ditampung dalam silo yang terdiri dari tabung besar dialirkan

melalui pipa-pipa ke unit pengantongan yang dilengkapi dengan alat penimbang


otomatis. Kantong tepung terigu yang tersedia ditumpahkan ke alat hopper sehingga
secara serentak hopper terbuka

dan mengalirkan tepung

terigu

ke

dalam kantong. Proses pengisian berlangsung setelah volume yang diinginkan


tercapai secara otomatis. Secara lengkap diagram aliran tahap proses produksi
tepung terigu sebagai berikut :
Kapal

Pemindahan Gandum

Pembersihan

Pra-Penggilingan

Penggilingan

Pengepakan

Gambar 4.2 : Diagram Aliran Proses Produksi


4.3 Hasil Produksi dan Pemanfaatannya
Produk yang dipasarkan dan diproduksi oleh PT. Eastern Pearl Flour Mills
terdiri dari dua bagian yaitu : produk utama dan produk sampingan adapun produk
utama yang dihasilkan yaitu tepung terigu dan produk sampingannya yaitu tepung
industry, brand, pollard dan pelled.
1. Tepung Terigu
Tepung terigu adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji
gandum yang sehat dan telah dibersihkan. Produk tepung terigu merupakan produk
setengah jadi dan kualitasnya antara lain

dipengaruhi jumlah kandungan

gluteinnya. Pembuatan tepung terigu harus menggunakan bahan baku biji gandum
yang belum mengalami kerusakan mekanis, biologis maupun mikro biologis, biji

gandum yang akan digiling harus memenuhi standar mutu yang berlaku bagi biji
gandum.
Tepung terigu dapat dibagi dalam 3 bagian/faktor yaitu umum, khusus, dan
tambahan gizi. Umum, tepung terigu yang baik diperoleh dari tepung gandum yang
bersih, kotoran dan pembasmi hama serta memenuhi syarat-syarat sebagai bahan
utama sebelum diolah. Khusus, tepung terigu yang berkualitas dinyatakan sebagai
gabungan dari kadar protein, kekuatan glutenin, derajat warna, kadar maltose, dan
sifat fisik adonan. Tambahan gizi, tepung terigu yang mendapat bahan tambahan
untuk memenuhi peryaratan kualitas tepung terigu.
Kriteria lain yang menentukan kualitas tepung terigu yang baik meliputi
protein tepung terigu untuk pembuatan roti tawar/manis adalah 12 14% untuk
crakers 10 12% untuk kue-kue 9 10% dan 8 9% untuk biskuit dan kue pie
jenis-jenis protein yang penting dalam tepung terigu adalah albumin, globulin, dan
gliadin. Selanjutnya prosentase daya serap air (memengaruhi volume adonan
terutama pada produk mie) dan ukuran partikel sifat (memengaruhi kesan cerah
pada tepung terigu). Sebelum tahun 1998 semua penjualan dan distribusi produkproduk

PT. Eastern Pearl

Flour Mills ditentukan oleh logistik (bulog). Saat ini

penjualan dan distribusi produk ditentukan oleh perusahaan sendiri dengan merekmerek dagang: cap Gunung (isi protein min 14,0%), cap Kompas (isi protein min
11,5%) dan cap Gatotkaca (isi protein min 10,5%).
Berdasarkan ketetapan pemerintah perusahaan menyalurkan produk-produk
ke daerah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi, Maluku, Irian jaya, Nusa Tenggara
Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Selain itu
perusahaan juga menyalurkan produk berupa bran, pollar, dan pellet.

Produk ini diekspor ke luar negeri seperti Korea Selatan, Taiwan, Jepang dan
negara-negara Asia lainnya.
2. Produk Sampingan
a.

Tepung industri merupakan bahan pembuat lem kayu lapis, tepung industri
ini dikemas dan dipasarkan pada perusahaan-perusahaan pembuatan kayu
lapis.

b.

Brand juga merupakan produk sampingan pembuatan tepung terigu yang


dipasarkan ke konsumen untuk dijadikan sebagai pakan ternak.

c.

Pollar juga merupakan produk sampingan pembuatan tepung terigu yang


dipasarkan ke konsumen untuk dijadikan sebagai pakan ternak.

d.

Pellet merupakan campuran brand pollar yang

dipadatkan dan juga

berfungsi sebagi pakan tenak.

4.4

Penerapan Pengendalian Mutu Perusahaan


Pengendalian mutu terhadap produk pada PT. Eastren Pearl Plour Mills

terdiri atas tiga tahapan yaitu pada bahan baku, in process, dan produk jadi.
Pengendalian mutu dilakukan di laboraturium pengendalian mutu dengan cara
melakukan inspeksi setiap produksi tepung terigu berlangsung. Pada tahapan
pertama, yaitu saat biji gandum datang di pelabuhan lalu dipindahkan dengan alat
penghusap unit penimbangan kemudian disimpan pada tempat penampungan/silo
penyimpanan. Kemudian dibersihkan dan diberi air sebelum digiling, pada tahap
inilah untuk pertama kalinya pengambilan sampel dilakukan untuk selanjutnya diuji
pada laboratorium pengendalian mutu. Pengambilan sampel pada inspeksi ini
dilakukan setiap 500 ton

satu kali, hal ini dilakukan dengan cara uji kepadatan,

warna biji gandum, dan kandungan/ kadar yang dimiliki gandum apakah telah

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Cara mengetahui kadar kandungan ash
dan moisture pada gandum yaitu dengan menggiling sendiri dengan alat giling
gandum yang dimiliki laboratorium yang selanjutnya di uji pada grain analyzer.
Pada tahapan kedua, gandum yang telah bersih di milling/digiling sesuai
dengan spesifikasinya. Pada tahapan ini terjadi inspeksi yang kedua yaitu
pengambilan sampel pada mesin milling yang bertujuan untuk mengontrol apakah
kadar/kandungan gandum yang telah digiling tetap terjaga. Inspeksi ini dilakukan
per dua jam produksi. Inspeksi dilakukan di laboratorium pengendalian mutu, pada
tahapan ini inspeksi dilakukan dengan dua metode yaitu metode manual dan praktis
yang dalam hal ialah pengujian kadar ash dan moisture . Metode standar
menggunakan oven sedangkan metode praktisnya menggunakan alat uji grain
analyzer yaitu alat pengukur ash dan moisture. Perubahan kadar ash dan kadar
moisture biasanya dipengaruhi oleh suhu, udara dan settingan mesin yang tidak
sesuai. Ketika kadar ash dan moisture tidak sesuai dengan standar, maka pihak
laboratorium wajib melaporkan/menegur pihak milling agar memerhatikan kembali
settingan mesin milling yang sedang menggiling gandum. Tindakan pengendalian
mutu tersebut merupakan upaya untuk menjaga kualitas hasil milling agar dapat
memenuhi standar yang telah ditetapkan, yaitu standar berdasarkan ISO 9.00022.000, SNI, dan standar yang telah ditetapkan sendiri oleh perusahaan. Standar yang
telah ditetapkan oleh perusahaan biasanya berdasarkan dengan kompetitor dan
permintaan konsumen.
Pada tahapan ketiga, yaitu pada saat produk tepung terigu sudah berada
dalam kemasan/produk jadi. Pada tahapan ini inspeksi dilakukan dengan cara
pengambilan sampel pada tepung terigu yang telah dikemas, pengambilan sampel
dilakukan tiap dua jam produksi. Tiap merek memiliki kualitas atau kadar kandungan

yang berbeda-beda maka dengan adanya pengendalian mutu ini perusahaan dapat
menjamin kualitas produknya. Tiap produk memiliki nomor produksi dan tiap nomor
produksi memiliki quality assurance. Quality assurance merupakan tanggung jawab
penuh dari laboratorium pengendalian mutu. Laboratorium memiliki data-data kadar
kandungan tiap nomor produksi produk, hal inilah yang menjadi dasar quality
assurance PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.

4.5 Hasil Analisis


4.5.1 Analisis Diagram Sebab Akibat
Diagram ini berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor utama yang
berpengaruh pada kualitas. Empat kategori yang biasanya ada dalam diagram
sebab akibat yaitu: materi/bahan baku, mesin/peralatan, manusia, dan metode.
Inilah yang disebut 4M yang merupakan penyebab. Keempat kategori ini
memberikan suatu daftar periksa yang baik untuk melakukan analisis awal.
Berdasarkan hasil branstorming dan pengamatan yang dilakukan ditemukan
beberapa faktor yang memengaruhi mutu kadar ash dan moisture pada in process
produk tepung terigu merek gatotkaca dan kompas yaitu: bahan baku, mesin/alat,
kemasan, lingkungan, metode, dan karyawan. Diagram sebab akibat ditunjukkan pada
gambar 4.3, dan penjelasannya ialah sebagai berikut:
1. Bahan Baku
Bahan baku utama dalam produksi PT. Eastern Pearl Flour Mills adalah biji
gandum yang berasal dari beberapa negara yang terdiri atas dua jenis gandum
yaitu hard wheat dan

soft wheat. Mutu biji gandum yang datang setiap harinya

berbeda-beda, kualitas biji gandum ini dipengaruhi oleh sterilisasi kontener


pengantar gandum, cuaca dan suhu. Cuaca hujan biasanya menjadi tantangan
tersendiri bagi perusahaan, yaitu dalam menjaga suhu gandum sampai pada produk

jadi. Kadar moisture dan ash bahan baku dapat berubah-ubah, untuk itu dilakukan
pengendalian agar kualitas gandum yang akan digunakan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Ketika kadar ash dan moisture bahan baku tinggi akan
menghasilkan kualitas gandum yang buruk sehingga produk tidak akan diterima
oleh konsumen. Standar kualitas PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar harus lolos
dari standar yang ditetapkan yaitu SNI, ISO 22.000, dan standar tersendiri yang
telah ditetapkan oleh perusahaan.
2. Mesin/Alat
Mesin atau peralatan merupakan faktor yang sangat penting dalam
menghasilkan produk yang bermutu. Mesin/alat yang digunakan PT. Eastern Pearl
Flour Mills antara lain : silo, roller, milling, sifter, dan ruther. Beberapa alat yang
digunakan dalam pengendalian mutu pada laboratorium yaitu oven uji penguji kadar
dan grain analyzer yang mampu menganalisa berapa persen kadar kandungan
yang terdapat pada tepung terigu. Selain itu ada beberapa alat penunjang uji mutu
lainnya seperti tabung reaksi, mikroskop, alat uji tekstur tepung terigu dll. Mesin/alat
membutuhkan perawatan yang khusus agar kinerjanya optimal, perawatan yang
dilakukan berupa mensterilkan alat.
3. In Process
Pada in process terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, intinya ialah
merupakan proses penggilingan gandum yang selanjutnya akan menghasilkan tepung
terigu. Kualitas in process sangat menentukan proses milling atau penggilingan
prosess ini dipengaruhi oleh settingan mesin, suhu dan kelembaban. Settingan mesin
merupakan hal yang paling penting harus diperhatikan oleh karyawan produksi,
karena sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar ash dan moisture
gandum yang sedang digiling. Ketika kadar ash dan moisture

tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan, maka dengan
segera pihak laboratorium akan melaporkan/menegur kepada pihak milling untuk
mengecek/ merubah settingan mesin agar tetap menjaga kadar ash dan moisture
seperti yang diinginkan. Pada saat milling kadar moisture akan mengalami penurunan
4-5% hal ini terjadi karena adanya proses penggilingan yang mengakibatkan
menurunnya kadar moisture walaupun sebelum penggilingan gandum ditambahkan
air agar mudah memperoleh bagian tepung yang terdapat pada

inti

gandum.

Sedangkan untuk kadar ash, pada proses inilah kadar ash muncul, terjadinya
penggilingan pada gandum mengakibatkan terpecahnya/terpisahnya bagian tepung
dan bukan tepung pada gandum.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan suasana dimana karyawan melakukan
aktivitas setiap harinya yang dalam hal ini ialah lingkungan kerja pada saat proses
milling dilakukan. Beberapa faktor lingkungan yang memengaruhi kinerja karyawan
produksi pada PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar yaitu temperatur, suhu,
kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, kebersihan, dan penerangan. Beberapa
faktor lingkungan tersebut memengaruhi kualitas milling, suhu dan kelembaban
seringkali mempengaruhi tinggi rendahnya kadar ash dan moisture. Lingkungan
yang baik akan memengaruhi kinerja karyawan , semakin baik lingkungannya
semakin tinggi juga produktivitasnya dalam meningkatkan kualitas produk.
5. Metode Uji
In process tepung terigu Gatotkaca dan Kompas harus melewati tahap
pengujian laboratorium mutu. Laboratorium telah memiliki standar tersendiri untuk
menyatakan apakah suatu milling itu dikatakan lolos uji atau tidak yang selanjutnya
laboratorium akan menyatakan produk tersebut siap untuk dikemas. Metode uji

dilakukan per dua jam produksi, pengujian dilakukan dilaboratorium pengendalian


mutu perusahaan. pengujian kadar ash dan moisture dilakukan dengan metode
manual dan praktis. Setiap produk yang dinyatakan lolos akan mendapatkan quality
assurance. Setiap produk/merek memiliki spesifikasi kadar kandungan yang
berbeda-beda. Begitu pula dengan produk Gatotkaca dan Kompas. Standar
maksimum kadar ash Gatotkaca max 0,70% dan untuk standar maksimum kadar
moisture Gatotkaca max 14,02%. Sedangkan untuk produk Kompas memiliki
standar maksimum kadar ash max 0,60% dan untuk standar maksimum kadar
moisture max 14,20% ketika proses milling berlangsung.
6. Karyawan
Karyawan memiliki peranan yang penting terhadap mutu produk yang
dihasilkan. Karyawan produksi yang bertugas atau operator yang bertugas

harus

berkonsentrasi penuh dalam mengendalikan mesin dan peralatan yang digunakan


dalam proses milling agar berfungsi sebagaimana mestinya. Kedisiplinan dan
ketelitian merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh karyawan
laboratorium dalam menguji kandungan bahan baku, in process dan produk akhir atau
setiap kali dilakukan inspeksi. Ketelitian dibutuhkan karena kegiatan menguji ini
merupakan pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap
kelangsungan hidup produk yang dihasilkan. Selain itu pula tingkat pengetahuan
karyawan akan in process sangat mempengaruhi kinerja karyawan dalam menjaga
pengendalian mutu in process

Cuaca

Parameter Mutu

Hard Wheat

Suhu

Kadar Ash

Suhu
Soft Wheat

Settingan Mesin
Kelembaban
Silo Penyimpanan

Kedisiplinan

Analisis Mutu
Kadar Moisture
Alat Uji

Penerangan
Kebisingan

Pengetahuan

Ruther
Sirkulasi Udara

Kebersihan
Ketelitian

SDM

Sifter

Alat Uji Lab


Temperatur

Lingkungan

Roller

Milling

Mesin

Gambar 4.3 : Diagram Sebab Akibat Kualitas In Procces Gatotkaca dan Kompas

Mutu In Procces
Gatotkaca dan
Kompas

59

4.5.2 Analisis Grafik kendali


Analisis grafik kendali untuk kadar ash dan moisture pada tepung terigu
Gatotkaca dan Kompas menggunakan grafik kendali X-chart dan R-chart. Grafik ini
digunakan untuk mengawasi proses yang bersifat kontinu. Grafik X-chart dan Rchart sering digunakan pada data variabel. Grafik kendali X-chart merupakan grafik
yang menunjukkan rata-rata dari suatu proses, serta menunjukkan apakah yang
dihasilkan telah sesuai dengan standar pengendalian mutu perusahaan. Grafik kendali
R-chart merupakan grafik yang menunjukkan ketepatan terjadinya perubahanperubahan yang terjadi pada produk yang dihasilkan. Pengambilan sampel untuk
grafik ini adalah sebanyak lima kali sehari pada beberapa mills yaitu mills A, B, C, dan
E. Pengambilan sampel Gatotkaca diperoleh dari mills E, sedangkan sampel Kompas
diperoleh dari mills A, B, dan C. Keriteria proses tidak terkendali antara lain: satu titik
atau beberapa titik diluar batas kendali, dua atau tiga titik yang berurutan di luar batas
peringatan 2-sigma tetapi masih dalam batas kendali, empat atau lima titik yang
berturutan di luar batas 1-sigma, pola tak biasa atau tak random dalam data, dan satu
atau beberapa titik dekat satu batas peringatan atau pengendalian (Montgomery,
1990). Berikut grafik kendali

untuk pengendalian mutu in process kadar ash dan

moisture Gatotkaca dan kompas:


1.

Grafik Kendali Pengendalian Mutu In Process Kadar Ash Gatotkaca


Grafik kendali Xbar pengendalian mutu in process kadar ash Gatotkaca

menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena ada satu titik yang
memenuhi keriteria tidak terkendali, satu titik tersebut berada dibawah zona 1
sigma/LCL tepatnya pada sampel ke-21. Satu titik yang dinyatakan tidak terkendali
berada dibawah nilai LCL yaitu berada pada kisaran nilai 0,60 sampai 0,63. Grafik
kendali untuk kadar ash Gatotkaca dapat dilihat pada gambar 4.4. Nilai Xdouble

bar

60

0,66 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 2 tidak melebihi batas standar yang
ditetapkan oleh perusahaan untuk kadar ash Gatotkaca yaitu 0,83. Sedangkan nilai
LCL 0,63 dan UCL 0,69, sesuai dengan perhitungan X-chart untuk ash Gatotkaca
yang ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar ash Gatotkaca berada pada
kisaran 0,63 sampai 0,69 dengan rata-rata 0,66.
0,69

X-Chart

UCL

0,66

Mean

0,63

0,60

11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Gambar 4.4 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Ash Gatotkaca


0,15

R-Chart

0,1

UCL

0,05

Range

11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Gambar 4.5 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Ash Gatotkaca


Grafik kendali Rbar untuk in process kadar ash Gatotkaca menunjukkan tidak
terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena

ada dua titik yang tidak memenuhi

kriteria tidak terkendali, dua titik tersebut berada diatas zona 3 sigma/UCL tepatnya

61

pada titik ke-1 dan ke-17. Nilai Rbar ash Gatotkaca, seperti yang ditunjukkan pada
lampiran 2, nilai rata-rata/range 0,05, LCL 0, dan UCL 0,11, perhitungan nilai LCL dan
UCL dapat dilihat pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar ash Gatotkaca bervariasi
berada pada kisaran 0 sampai 0,11, dengan rata-rata 0,05. Grafik kendali Rbar dapat
dilihat pada gambar 4.5.
2. Grafik Pengendalian Mutu In Process Kadar Moisture Gatotkaca
Grafik kendali Xbar pengendalian mutu in process kadar moisture Gatotkaca
menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan berada tidak terkendali karena ada satu
titik yang memenuhi keriteria tidak terkendali, satu titik tersebut berada diatas zona
3 sigma/UCL tepatnya pada titik ke-25. Nilai Xdoeble bar 13,88 tidak melewati standar
yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 14,2, seperti yang ditunjukkan lampiran 3.
Sedangkan nilai LCL 13,68 dan UCL 14,08, nilai sesuai dengan perhitungan yang
ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar moisture Gatotkaca berada pada
kisaran 13,68 sampai 14,08 dengan rata-rata 13,88. Pada grafik Xbar terdapat satu
titik yang berada diatas nilai UCL yaitu yang

berada pada kisaran nilai 14,08

sampai 14,28. Grafik kendali X-chart dapat dilihat pada gambar 4.6.
14,28

X-Chart

14,08

UCL

13,88

Mean

13,68

11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

LCL

Gambar 4.6 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Moisture Gatotkaca

62

Grafik kendali Rbar untuk in process kadar moisture Gatotkaca menunjukkan


tidak terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena

ada empat titik yang tidak

memenuhi kriteria tidak terkendali, empat titik tersebut berada diatas zona 3
sigma/UCL tepatnya pada titik ke-8, ke-25,ke-26, dan ke-27 . Nilai Rbar moisture
Gatotkaca 0,35, seperti yang ditunjukkan pada lampiran 3. LCL 0, dan UCL 0,74
seperti ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar moisture Gatotkaca
bervariasi berada pada kisaran 0 sampai 0,74, dengan rata-rata 0,37. Grafik R bar
terdapat beberapa titik yang berada diatas UCL yaitu terdapat ada empat titik yang
berada pada kisaran nilai 0,74 sampai 1,48. Grafik R-chart dapat dilihat pada
gambar 4.7.
R-Chart

1,48
1,11
0,74

UCL

0,37

Range

LCL
1

11

13

15

17

19

21

23

25

27

29

Gambar 4.7 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Moisture Gatotkaca


Secara keseluruhan pada grafik kendali pengendalian mutu kadar ash dan
moisture Gatotkaca terdapat delapan titik yang memenuhi kriteria tidak terkendali.
Pengendalian mutu kadar ash dan moisture Gatotkaca pada in process

terlihat

masih tidak terkendali, menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus


dalam in process. Variasi penyebab khusus dapat berupa kondisi suhu dan
kelembaban pada saat in process tidak sesuai/berubah sehingga mengakibatkan
tingginya kandungan kadar ash dan moisture pada Gatotkaca. Selain itu settingan

63

mesin yang tidak sesuai juga memengaruhi tingginya kadar ash dan moisture.
Variasi penyebab khusus ini juga dapat berupa terjadinya kesalahan dalam
pengujian pada laboratorium pengendalian mutu saat melakukan pengujian kadar ash
dan moisture Gatotkaca. Walaupun dikatakan tidak terkendali menurut P-chart,
namun dikatakan terkendali oleh pihak laboratorium/perusahaan karena tidak
melewati standar pengendalian mutu yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,83
untuk ash Gatotkaca dan 14,20 untuk moisture Gatotkaca.
3. Grafik Pengendalian Mutu In Process Kadar Ash Kompas
Grafik kendali pengendalian mutu Xbar in process kadar ash Kompas
menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan berada tidak terkendali karena ada tiga
titik yang memenuhi keriteria tidak terkendali yang berada diatas zona 3 sigma/UCL
tepatnya pada titik ke-23, ke-28, dan ke-30. Ketiga titik tersebut berada pada
kisaran nilai 0,65 sampai 0,67. Nilai Xdouble

bar

ash Kompas 0,65 seperti yang

ditunjukkan pada lampiran 4, tetap berada pada standar pengendalian mutu ash
Kompas yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,70. Nilai UCL 0,65 dan LCL 0,61,
sesuai dengan perhitungan pada lampiran 7.

Hal ini berarti kadar ash Kompas

berada pada kisaran nilai 0,61 sampai 0,65 dengan rata-rata 0,63. Grafik X-chart
dapat dilihat pada gambar 4.8.
Grafik kendali Rbar pengendalian mutu in process kadar ash Kompas
menunjukkan terkendali. Dikatakan terkendali karena tidak ada titik yang memenuhi
kriteria tidak terkendali, semua titik berada dibawah zona 3 sigma/UCL dan diatas
zona 1 sigma. Pada nilai Rbar 0,03 ash Kompas, seperti yang ditunjukkan pada
lampiran 4. Sedangkan nilai LCL 0, dan UCL 0,06 sesuai dengan perhitungan pada
lampiran 7. Hal ini berarti kadar ash kompas bervariasi berada pada kisaran 0

64

sampai 0,06, dengan rata-rata 0,03. Grafik kendali pengendalian mutu R-chart ash
Kompas dapat dilihat pada gambar 4.9.

0,67 X-Chart

0,65

UCL

0,63

Mean

0,61

LCL

11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Gambar 4.8 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Ash Kompas

0,06

R-Chart

UCL

0,03

0,00

Range

11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

LCL

Gambar 4.9 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Ash Kompas


4. Grafik Pengendalian Mutu In Process Kadar Moisture Kompas
Grafik kendali Xbar untuk in process kadar moisture Kompas menunjukkan
tidak terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena ada tiga titik yang
keriteria tidak terkendali, tiga titik tersebut

memenuhi

berada diatas zona 3 sigma/UCL

tepatnya pada titik ke-11, ke-15, dan ke-29. Tiga titik yang berada diatas nilai UCL
tersebut pada kisaran nilai 13,90 sampai 14,05. Nilai Xdouble

bar

moisture Kompas

65

13,80 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 5 tidak melebihi batas standar yang
ditetapkan oleh perusahaan yaitu 14,2 namun pada grafik dilakukan pembulatan
menjadi 13,75. Nilai LCL 13,60 dan UCL 13,90, sesuai dengan perhitungan pada
lampiran 7. Hal ini berarti kadar moisture Kompas berada pada kisaran 13,60 sampai
13,90 dengan rata-rata 13,75. Grafik kendali pengendalian mutu moisture
Kompas dapat dilihat pada gambar 4.10.
14,05

X-Chart

UCL

13,9

Mean

13,75

LCL

13,6

11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Gambar 4.10 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Moisture Kompas


Grafik kendali Rbar untuk in process kadar moisture Kompas menunjukkan
terkendali. Dikatakan terkendali karena tidak ada titik yang memenuhi keriteria tidak
terkendali, semua titik berada dibawah zona 3 sigma/UCL dan diatas zona 1
sigma/LCL. Nilai Rbar moisture Kompas, seperti yang ditunjukkan pada lampiran 5
adalah sebesar 0,27, namun dilakukan pembulatan pada grafik 0,28. Nilai LCL 0,
dan UCL 0,56, sesuai dengan perhitungan yang ditunjukkan pada lampiran 7. Hal ini
berarti kadar moisture Kompas bervariasi berada pada kisaran 0 sampai 0,56,
dengan rata-rata 0,28. Grafik kendali
dilihat pada gambar 4.11.

pengendalian mutu moisture kompas dapat

66

0,56

R-Chart
UCL

0,28

Range

11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

LCL

Gambar 4.11 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Moisture Kompas


Pengendalian mutu Kadar ash dan moisture kompas pada in process
berdasarkan grafik di atas masih tidak terkendali, maka terdapat variasi penyebab
khusus pada in process. Variasi penyebab khusus yang mempengaruhi tingginya
kadar ash dan moisture Kompas dapat berupa settingan mesin milling yang tidak
tepat. Grafik Xbar dan Rbar ash dan moisture kompas menunjukkan tidak terkendali.
Dikatakan tidak terkendali karena terdapat enam titik yang memenuhi keriteria tidak
terkendali yang berada di atas zona 3 sigma/UCL. Walaupun dikatakan tidak
terkendali

menurut

P-chart,

namun

dikatakan

terkendali

oleh

pihak

laboratorium/perusahaan karena tidak melewati standar pengendalian mutu yang


ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,70 untuk ash Kompas dan 14,2 untuk moisture
Kompas.
Secara kesuluruhan dengan melihat delapan grafik kendali pengendalian mutu
pada pengendalian mutu in process Gatotkaca dan Kompas, pengendalian mutu in
process Kompas lebih terkendali dibandingkan pengendalian mutu in process
Gatotkaca. Pengendalian mutu in process kompas memiliki enam titik yang tidak
terkendali sedangkan Gatotkaca memiliki delapan titik yang tidak terkendali.

KASUS VI

ANALISIS KEHILANGAN MINYAK PADA


CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN MENGGUNAKAN
METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL
Vera Devani1 dan Marwiji2
Abstract: PKS XYZ merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
pengolahan kelapa sawit. Produk yang dihasilkan adalah Crude Palm Oil (CPO)
dan Palm Kernel Oil (PKO). Tujuan penelitian ini adalah menganalisa
kehilangan minyak (oil losses) dan faktor-faktor penyebab dengan menggunakan
metoda Statistical Process Control. Statistical Process Control adalah
sekumpulan strategi, teknik, dan tindakan yang diambil oleh sebuah organisasi
untuk memastikan bahwa strategi tersebut menghasilkan produk yang berkualitas
atau menyediakan pelayanan yang berkualitas. Sampel terjadinya oil losses pada
CPO yang diteliti adalah tandan kosong (tankos), biji (nut), ampas (fibre), dan
sludge akhir. Berdasarkan Peta Kendali I-MR dapat disimpulkan bahwa kondisi
keempat jenis oil losses CPO berada dalam batas kendali dan konsisten.
Sedangkan nilai Cpk dari total oil losses berada di luar batas kendali rata-rata
proses, hal ini berarti CPO yang diproduksi telah memenuhi kebutuhan
pelanggan, dengan total oil losses kurang dari batas maksimum yang ditetapkan
oleh perusahaan yaitu 1,65%.
Keywords: capabilities, oil losses, I-MR control chart, SPC

PENDAHULUAN
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan pabrik yang mengolah kelapa sawit
dengan metode dan aturan tertentu hingga menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) dan
Palm Kernel Oil (PKO). Dalam proses pengolahan tersebut, perusahaan selalu
berupaya untuk mengoptimalkan jumlah rendemen CPO dan PKO. Salah satu sistem
manajemen yang diterapkan untuk mendapatkan jumlah rendemen yang optimal
adalah menekan terjadinya kehilangan minyak (oil losses) pada CPO dan kehilangan
Kernel (losses PKO) selama proses produksi.
Dalam proses produksinya, PKS XYZ berupaya mengoptimalkan hasil
rendemen serta memperbaiki mutu produk. Dengan demikian, PKS tersebut dapat
dipastikan juga mengupayakan agar kehilangan minyak (oil losses) terjadi seminimal
mungkin. Kehilangan minyak biasanya terjadi di beberapa titik di stasiun-stasiun
kerja yang ada di lantai produksi. Besarnya nilai rata-rata losses yang terjadi dalam
periode antara 27 Februari sampai dengan 29 April 2012 adalah tandan kosong
2,43%, screw press yakni terdapat pada ampas (fibre) 5,26%, biji (nut) 0,78% serta
pada draf akhir (sludge akhir) 0,8%.
Dari titik-titik lokasi terjadinya oil losses tersebut, perusahaan memberikan
standar atau batasan maksimal kehilangan. Dalam pelaksanaannya, perlu adanya
tindakan analisa terhadap kehilangan CPO guna mengetahui apakah persentase
kehilangan CPO tersebut masih berada pada standar yang ditetapkan perusahaan serta
1

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif Kasim
Jl. H.R. Soebrantas No. 155, Km 15,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru (28293)
E-mail: veradevani@gmail.com
2

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif Kasim
Jl. H.R. Soebrantas No. 155, Km 15,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru (28293)
Naskah diterima: 16 April 2014, direvisi: 12 Juni 2014, disetujui: 10 Juli 2014

28

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014

ISSN 1412-6869

guna mengetahui efektivitas dari alat-alat yang terdapat pada stasiun-stasiun tempat
terjadinya oil losses sehingga pada akhirnya dapat menekan kehilangan CPO.
Statistical Process Control (SPC) merupakan metoda pengambilan keputusan
secara analitis yang memperlihatkan suatu proses berjalan dengan baik atau tidak
(Zagloel & Nurcahyo, 2013). Statistical Process Control (SPC) digunakan untuk
memantau konsistensi proses yang digunakan untuk pembuatan produk yang
dirancang dengan tujuan mendapatkan proses yang terkendali.
Penelitian yang dilakukan oleh Umariah, dkk. (2007) tentang analisis
hubungan nilai sortasi tandan buah segar (TBS) terhadap mutu dan rendemen Cruide
Palm Oil (CPO), serta kehilangan minyak menggunakan metoda kuantitatif
deskriptif. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai sortasi TBS yang
diperoleh berkorelasi negatif terhadap rendemen CPO, kadar kotoran CPO dan
kehilangan minyak dengan kontribusi berturut-turut 3%, 1% dan 0,5%, serta
berkorelasi positif terhadap Asam Lemak Bebas (ALB) Mass Passing to Digester
(MPD) dan ALB CPO produksi dengan kontribusi 0,8% dan 1,7%.
Putri (2012) melakukan penelitian tentang analisis kehilangan minyak (oil
losses) yang terdapat pada empty bunch, press dan finnal effluent dengan cara
ekstraksi menggunaan alat sokletasi. Dari hasil penelitian diperoleh kadar oil losses
yang tinggi mempengaruhi efisiensi produksi pengolahan, hal ini disebabkan oleh
setiap peralatan yang tidak memiliki kemampuan dan kapasitas design yang optimal,
dan kualitas tandan buah segar, sehingga oil losses yang dihasilkan menjadi tinggi
dan OER yang dihasilkan semakin menurun.
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisa konsistensi
kehilangan minyak (oil losses) pada CPO dan faktor-faktor penyebab dengan
menggunakan metoda Statistical Process Control.
LANDASAN TEORI
Definisi Kualitas
Dalam dunia industri baik industri jasa maupun manufaktur mutu adalah
faktor kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan dan peningkatan posisi
bersaing. Kualitas merupakan sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan, bukan oleh
pemasaran atau manajemen. Kualitas didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan
terhadap produk atau jasa, dimana diukur berdasarkan persyaratan pelanggan tersebut
dinyatakan atau tidak dinyatakan, secara teknis atau bersifat subjektif dan selalu
mewakili sasaran yang bergerak dalam pasar yang penuh persaingan.
Kualitas didefenisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan
penurunan variasi karakteristik kualitas dari suatu produk yang dihasilkan, agar
memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan guna meningkatkan kepuasan
pelanggan (Ariani, 2004).
Statistical Process Control (SPC)
Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen dimana
mengukur karakteristik kualitas dari produk atau jasa, kemudian membandingkan
hasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan serta mengambil
tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan kinerja aktual dan
standar.
Pengendalian kualitas produksi dapat dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya dengan penggunaan bahan/material yang bagus, penggunaan mesinmesin/peralatan produksi yang memadai, tenaga kerja yang terampil, dan proses
produksi yang tepat. Dalam hal ini pengendalian kualitas secara statistik (Statistical
29

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

Quality Control) dapat digunakan untuk menemukan kesalahan produksi yang


mengakibatkan produk tidak baik, sehingga dapat diambil tindakan lebih lanjut untuk
mengatasinya.
Statistic quality control adalah teknik yang digunakan untuk mengendalikan
dan mengelola proses baik manafaktur maupun jasa melalui penggunaan metode
statistik. Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah
yang digunakan untuk memonitor, mengelola, menganalisis, mengendalikan,
memperbaiki produk dan proses menggunakan metode statistik (Gaspersz, 2003).
Menurut Ariani (2004), pengendalian kualitas statistik (statistic quality
control) secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu pengendalian proses
statistik (statistic process control) dan rencana penerimaan sampel produk
(acceptance sampling). Berdasarkan jenis data yang digunakan pengendalian kualitas
statistik dapat dibagi atas dua golongan, yaitu pengendalian kualitas untuk data
variabel dan pengendalian kualitas untuk data atribut.
Alat Pengendalian Kualitas
Alat-alat pengendalian kualitas diperlukan untuk melakukan pengendalian
kualitas dimana untuk mendeteksi adanya cacat dari suatu produk. Fungsi alat
pengendalian kualitas adalah meningkatkan kemampuan perbaikan proses
sehinggakan diperoleh peningkatan kemampuan berkompetensi, dan meningkatkan
produktifitas sumber daya. Statistical process control dibuat dengan tujuan untuk
mendeteksi penyebab khusus yang mengakibatkan terjadinya kecacatan atau proses di
luar kendali sedini mungkin sehingga kualitas produk dapat dipertahankan (Gasperz,
2003).
Kendali proses secara statistic ini terdiri dari 7 alat pengendalian kualitas yang
lebih dikenal dengan istilah seven tools. Ketujuh alat tersebut adalah:
1. Diagram alir (flow chart)
Diagram alir adalah alat bantu yang memberikan gambaran visual urutan operasi
yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas. Diagram alir merupakan
langkah-langkah pertama dalam memahami suatu proses, baik administrasi
maupun manufaktur. Diagram alir memberikan ilustrasi visual berupa gambar
langkah-langkah suatu proses untuk menyelesaikan tugas tertentu.
2. Diagram Pareto
Fungsi diagram Pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah
utama untuk peningkatan kualitas. Diagram Pareto dibuat untuk menemukan atau
mengetahui masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian
masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebabpenyebab yang dominan, maka akan bisa menetapkan prioritas perbaikan.
Perbaikan pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yang
lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti. Dalam
diagram Pareto berlaku aturan 80/20, artinya yaitu 20% jenis kesalahan/kecacatan
dapat menyebabkan 80% kegagalan proses.
3. Diagram sebab akibat (cause and effect diagram)
Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yang
berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas output
kerja. Dalam hal ini metode sumbang saran (brainstorming method) akan cukup
efektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan
kerja secara detail.
4. Lembar periksa (check sheet)
30

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014

ISSN 1412-6869

Check sheet merupakan alat yang memungkinkan pengumpulan data sebuah proses
yang mudah, sistematis, dan teratur. Alat ini berupa lembar kerja yang telah
dicetak sedemikian rupa sehingga data dapat dikumpulkan dengan mudah dan
singkat. Data yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai masukan data untuk
peralatan kualitas lain.
5. Histogram
Histogram adalah salah satu metode statistik untuk mengatur data sehingga dapat
dianalisa dan diketahui distribusinya. Histogram merupakan tipe grafik batang
yang jumlah datanya dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan rentang
tertentu. Setelah data dalam setiap kelas diketahui, maka dapat dibuat Histogram
dari data tersebut. Histogram tersebut dapat dilihat gambaran penyebaran data
masih sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
6. Diagram pencar(scatter diagram)
Diagram pencar (scatter diagram) digunakan untuk melihat korelasi atau
hubungan dari suatu faktor penyebab yang berkesinambungan terhadap suatu
karakteristik kualitas hasil kerja.
7. Peta kendali (control chart)
Peta kendali adalah teknik pengendali proses pada jalur yang digunakan secara
luas untuk menyelidiki secara cepat terjadinya sebab-sebab terduga atau proses
sedemikian sehingga penyelidikan terhadap proses itu dan tindakan pembetulan
dapat dilakukan sebelum telalu banyak unit yang tidak sesuai diproduksi.
Peta Kendali MR (Moving Range)
Pembuatan peta ini diterapkan proses yang menghasilkan output relative
homogen, misalnya cairan kimia, kandungan mineral dalam air, makanan, dan
sebagainya. Demikian pula dengan kasuskasus dimana inspeksi 100% digunakan
untuk proses produksi yang sangat lama.
|
=|
. (1)

=
. (2)
=
=

. (3)
. (4)

Kemampuan Proses Kane (Capability Process Kane)


Indeks performansi Kane merefleksikan kedekatan nilai ratarata dari proses
sekarang terhadap salah satu batas spesifikasi atas (USL) atau batas spesifikasi bawah
(LSL) rumus yang digunakan pada Cpk = CPU adalah (Rao & Lawrence, 1996):
(
)
=
.... (5)

.... (6)

Kriteria penilaian Cpk adalah (Rao & Lawrence, 1996):


1. Jika nilai Cpk negatif, menunjukkan bahwa proses tidak memenuhi spesifikasi.
2. Jika nilai Cpk = 0, menunjukkan bahwa rata-rata proses sama dengan salah satu
batas spesifikasi.
3. Jika nilai Cpk < 1, menunjukkan bahwa proses menghasilkan produk tidak sesuai
dengan spesifikasi.
4. Jika nilai Cpk antara 0 dan 1, menunjukkan bahwa rata-rata proses terletak dalam
31

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

batas spesifikasi tetapi beberapa bagian dari variasi proses terletak di luar batas
spesifikasi.
5. Nilai Cpk secara de facto standard = 1, menunjukkan bahwa proses sesuai dengan
spesifikasi.
6. Jika nilai Cpk > 1, menunjukkan bahwa proses lebih baik dari spesifikasi yang
diinginkan.
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah kadar oil losses CPO pada
tandan kosong (tankos), ampas (fibre), biji (nut), draf (sludge) akhir 27 Feb - 29 April
2012 sebanyak 30 sampel serta standar oil losses perusahaan. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode statistical process control. Tools yang digunakan
pada pengolahan data adalah histogram, control chart IMR dan indeks kinerja Kane
(Cpk). Analisa faktor-faktor penyebab terjadinya oil losses CPO menggunakan
Diagram Sebab Akibat (Fishbone).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Batas normal kehilangan minyak (oil losses) sesuai dengan sasaran mutu yang
diterapkan oleh perusahaan seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Batas normal kehilangan minyak

No.
1
2
3
4
5

Keterangan
Tankos
Biji (nut)
Ampas (fibre)
Sludge akhir
Total oil losses

Kadar Maksimum (%)


2,50
0,80
6,00
0,70
1,65

Sumber: Sistem Manajemen Mutu PKS XYZ (2012)

Histogram Kadar Oil Losses CPO


1. Histogram total oil losses CPO
Dari data hasil pengujian kadar oil losses pada semua titik sampel, maka histogram
total oil losses CPO dapat dilihat pada gambar 1.
Distribusi Frekuensi Total Oil Losses CPO
(27 Februari-29 April 2012)

Frekuensi

17
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

14
11
8
6
3
1

1,58

1,59

1,60

1,61

1,62

1,63

1,64

Persentase Losses

Gambar 1. Histogram total oil losses CPO (27 Februari-29 April 2012)

2. Histogram rata-rata oil losses terhadap kondisi normal


32

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014

ISSN 1412-6869

Histogram rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal dapat dilihat pada
gambar 2.

Perbandingan Rata-Rata Oil Losses CPO


terhadap Kondisi Normal
6

Kadar Losses

5
4
3
2
1
0
Tankos

Biji (Nut)

Maks

2.5

0.8

Ampas
(Fibre)
6

Rata-rata

2.43

0.78

5.26

Sludge
Akhir
0.7

Total Losses

0.8

1.6

1.65

Gambar 2 Perbandingan rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal

Peta Kendali I-MR dan Indeks Kinerja Kane (Cpk).


1. Peta kendali kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (27 Feb - 29 Maret
2012) dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO pada
tandan kosong (27 Pebruari-30 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 3, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tandan
kosong menunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena
semua sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa

33

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

proses yang menyebabkan terjadinya oli losses CPO pada tankos tergolong
konsisten.
Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhi
permintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk
sebesar 0,54, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada
dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian berada di luar batas kendali. Kondisi
ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (30 Maret-29 April
2012) dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO


pada tankos (30 Maret-27 April 2012)

Berdasarkan gambar 4, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tankos
menunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semua
sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang
menyebabkan terjadinya oil losses CPO pada tankos tergolong konsisten.

Gambar 5. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada tankos

34

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014

ISSN 1412-6869

Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,48 mengindikasikan bahwa
rata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada
di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit
memenuhi spesifikasi pelanggan.
Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada tankos
diantaranya dapat dilihat pada gambar 5.
2. Peta kendali kadar oil losses CPO pada biji
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji revisi ke-2 (27 Februari29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO


pada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 6, dari peta kendali I-MR revisi ke-2, diperoleh kondisi yang
menyatakan bahwa semua sampel berjumlah 26 sampel berada di dalam batas
kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.
Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhi
permintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai
Cpk sebesar 0,46, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada
di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada di luar kendali. Dapat
diartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji (30 Maret-29 April
2012) dapat dilihat pada gambar 7. Berdasarkan gambar 7, dari peta kendali I-MR
kadar oil losses CPO pada biji (nut) menunjukkan bahwa semua sampel juga
berada di dalam batas kendali. Karena semua sampel berada di dalam batas
kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang menyebabkan terjadinya
losses CPO pada biji (nut) tergolong konsisten.
Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,30 mengindikasikan bahwa
rata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada
di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit
memenuhi spesifikasi pelanggan.
Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada biji diantaranya
dapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 8.

35

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

Gambar 7. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO


pada biji (30 Maret-29 April 2012)

Gambar 8. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada biji

3. Peta kendali kadar oil losses CPO pada ampas


Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (27
Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 9.
Berdasarkan gambar 9 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil losses
CPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada di
dalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah
konsisten.
Dari segi kapabilitas Proses, keadaan proses dikatakan memenuhi permintaan
pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk sebesar
3,21, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas
kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memiliki tingkat
kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi pelanggan. Ini berarti
tingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (30 Maret29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 10.

36

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014

ISSN 1412-6869

Gambar 9. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO


pada ampas revisi ke-1 (27 Februari-30 Maret 2012)

Gambar 10. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO pada
ampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 10 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil losses
CPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada di
dalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah
konsisten.
Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 4,17 mengindikasikan bahwa ratarata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses
yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi
pelanggan. Ini berarti tingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.
Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada ampas
diantaranya dapat dilihat pada diagram sebab akibat pada gambar 11.

37

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

Gambar 11. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada ampas

4. Peta kendali kadar oil losses CPO pada sludge akhir


Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-1 (27
Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO
pada sludge akhir revisi ke-1 (27 Februari-29 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 12 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil losses
CPO pada sludge akhir, diperoleh kondisi 28 sampel berada di dalam batas
kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.
Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhi
permintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk
sebesar -2,50, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di
luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memiliki
tingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampu memenuhi spesifikasi
pelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadi lebih dari 0,7%.
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-4 (30
Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 13.

38

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014

ISSN 1412-6869

Gambar 13. Control chart I MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO pada
sludge akhir revisi ke-4 (30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 13 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-4 kadar oil losses
CPO pada sludge akhir, dapat dilihat bahwa semua sampel telah berada di dalam
batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.
Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar -10,32 mengindikasikan
bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Dapat diartikan sebagai proses
yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampu
memenuhi spesifikasi pelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadi
lebih dari 0,7%.
Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada sludge akhir
diantaranya dapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 14.

Gambar. 14 Diagram sebab akibat oil losses CPO pada sludge akhir

5. Peta kendali kadar total oil losses CPO


Peta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk (27 Februari-29 Maret 2012)
dapat dilihat pada gambar 15.
Berdasarkan gambar 15 dari peta kendali I-MR revisi ke-1 total oil losses CPO
menunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semua
sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang
menyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.

39

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

Gambar 15. Control chart IMR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO
(27 Februari-29 Maret 2012)

Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 1,25 mengindikasikan bahwa ratarata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses
yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi
pelanggan. Dengan kata lain, oil losses yang terjadi kurang dari 1,65%.
Peta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk revisi ke-1 (30 Maret-29
April 2012) dapat dilihat pada gambar 16.

Gambar 16. Control chart IMR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO revisi ke-3
(30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 16 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-3 total oil losses
CPO menunjukkan bahwa 23 sampel berada pada batas kendali. Karena semua
sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang
menyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.
Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 2,75 mengindikasikan bahwa ratarata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses

40

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014

ISSN 1412-6869

yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi
pelanggan.
KESIMPULAN
Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kondisi oil losses CPO pada tandan kosong, menunjukkan bahwa proses berada
pada batas kendali, hanya saja jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oil losses
CPO pada tankos ini hanya sedikit yang memenuhi spesifikasi kebutuhan
pelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses tersebut adalah
jumlah umpan (input) TBR (tandan buah rebus) dalam proses pemipilan buah di
mesin threaser yang terlalu banyak.
2. Kondisi oil losses CPO pada biji (nut)) menunjukkan bahwa proses berada pada
batas kendali. Tetapi jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oil losses CPO pada
biji (nut) ini hanya sedikit yang memenuhi spesifikasi kebutuhan pelanggan.
Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses adalah proses pencacahan buah
pada pisau digester dan mesin screw press.
3. Kondisi oil losses CPO pada ampas (fibre) menunjukkan bahwa proses berada
pada batas kendali. Berdasarkan kapabilitas menyatakan bahwa oil losses
tersebut memenuhi kebutuhan pelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensian
oil losses adalah proses pencacahan buah pada pisau digester dan mesin screw
press.
4. Kondisi oil losses CPO pada sludge akhir, menunjukkan bahwa proses yang
terjadi cukup terkendali. Hanya saja jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oil
losses CPO pada sludge akhir ini tidak dapat memenuhi spesifikasi kebutuhan
pelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses tersebut adalah
proses pengutipan minyak ada mesin sludge separator.
5. Kondisi total oil losses CPO menunjukkan bahwa proses berada pada batas
kendali. Berdasarkan kapabilitas menyatakan bahwa oil losses tersebut
memenuhi kebutuhan pelanggan.
Daftar Pustaka
Ariani, D. W. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan Kuantitatif dalam
Manajemen Kualitas. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Arifianti, R. 2013. Analisis Produk Sepatu Tomkins. Jurnal Dinamika Manajemen.
Vol. 4, No. 1: 46-58.
Ayuni, D.; Siswandaru, K.; dan Nupikso, G. 2012. Analisis Penerapan Statistical
Quality Control pada Beban Usaha PT. PLN. Jurnal Organisasi dan
Manajemen. Vol. 8, No. 1, Maret 2012, pp. 22-31.
Bakhtiar, S.; Tahir, Suharto; dan Hasni, Ria Asysyfa. 2013. Analisa Pengendalian
Kualitas dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC).
Malikussaleh Industrial Engineering Journal. Vol. 2, No.1, pp. 29-36.
Fauzi, Y.; Widiastuti, Y.E.; Satyawibawa, I.; dan Hartono, R. 2000. Kelapa Sawit:
Budidaya, Pemanfaatan Hasil & Limbah, Analisis Usaha & Pemasaran.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Fernandez, R. R. 1996. Mutu Terpadu dalam Manajemen Pembelian & Pemasok.
Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Gaspersz, V. 2003. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Hadi, M. M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit Edisi Pertama. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa.
41

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada .. /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

Heizer, J.; dan Barry, R. 2009. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat.
Kartika, H. 2013. Analisis Pengendalian Kualitas Produk CPE Film Dengan Metode
Statistical Process Control pada PT. MSI. Jurnal Ilmiah Teknik Industri. Vol.
1, No. 1, pp. 50-58.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu
Hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Prasetyo, Fajar T. 2014. Analisis Pengendalian Kualitas Produk Cat Envitex dengan
Menggunakan Metode P-Chart dan Fishbone pada PT. Indaco Coatings
Industry Karanganyar. Jurnal Sosioekotekno. Vol. 2, No. 1, pp. 1-12.
Rao, A. and Lawrence P. C. 1996. Total Quality Management: A Cross-functional
Perspective. New York: John Wiley & Sons.
Sukamto. 2008. 58 Kiat Meningkatkan Produktivitas dan Mutu Kelapa Sawit. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Umariah, U.; Budiyanto, B.; dan Yusril, D. 2007. Analisis Hubungan Nilai Sortasi
Tandan Buah Segar (TBS) Terhadap Mutu dan Rendemen Crude Palm Oil
(CPO), Serta Kehilangan Minyak di PTPN VII Talo Pino Bengkulu. Skripsi
S1. Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Zagloel, T.YM.; dan Nurcahyo, R. 2013. TQM Manajemen Kualitas Total dalam
Perspektif Teknik Industri. Jakarta: PT. Indeks.

42

KASUS VII

TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN SERVICE QUALITY


DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN TINGGI
Oleh : C. Novi Primiani
FPMIPA IKIP PGRI Madiun
D. Wahyu Ariani
FE Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Abstract
Quality is at the top of most agenda and improving quality is
probably the most important task facing any situation. Of course, we all
know quality when we experience it, but describing and explaining it is a
more difficult task. In our everyday life, we usully take quality for granted,
especially when it is regularly provided. The best organizations, whether
public or private, understanding quality and know its secret.
While, service quality characteristics especially education, are more
difficuli to define than those for physical products. This because the include many important subjective elements. For purposes of analysing
quality it is more appropriate to view education as a service industry
than as a production process. In TQM, staff members are known as
internal customers and students or learners are primary external
customesr or clients.
This article describes Total Quality Management and Service
Quality for improving higher education organization. Two cases in Total
Quality Management, and Service Quality are discussed and analyzed to
show a little example of higher education organization in Indonesia that has
not been performed Total Quality Management and Service Quality yet.
The Result of the analysis proves this. Then, authors also show how Total
Quality Management as the philosophy can be achieved in higher education
organization.
Key words: total quality management, service quality, higher education,

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

quality culture.
Pendahuluan

rganisasi pendidikan adalah penghasil jasa pendidikan yang diharapkan


masyarakat untuk mewujudkan kualitas sumber daya manusia melalui
sistem dan hasil pendidikan yang berkualitas. Menurut Feigenbaum (1991),
kualitas pendidikan adalah faktor kunci yang tidak nampak, namun terjadi
di berbagai bidang yang ditentukan oleh para pelakunya dalam membuat
keputusan tentang kualitas (Owlia dan Aspinwall, 1996). Kualitas ini sangat
berpengaruh dalam meningkatkan kinerja dan kepuasan pelanggan, dan
dapat dilihat secara kasar dengan meningkatnya jumlah pendaftar, peningkatan kepuasan pelanggan, akuntabilitas yang lebih besar, pelayanan pada
pelanggan yang lebih baik, pengurangan biaya, dan sebagainya. Walaupun
demikian, ada sisi lain yang harus dilihat dalam menentukan kualitas suatu
organisasi pendidikan. Institusi pendidikan tinggi berbeda dengan organisasi bisnis. Pemuasan kebutuhan mahasiswa sebagai pelanggan bukan
merupakan bentuk terpenting dari kesempurnaan organisasi pendidikan,
melainkan kualitas output dan reputasi riset akademiklah yang merupakan
nilai terpenting suatu organisasi pendidikan tinggi (Bolton, 1995).
Demikianlah, suara akademisi dan staf manajerial organisasi pendidikan tinggi memang tidak seragam. Di satu sisi, kualitas harus ditentukan
dan diukur melalui standar output. Namun di sisi lain, pengukuran kualitas
dalam sistem merupakan pedoman dasar bahwa selain output (keahlian dan
pengetahuan yang meningkat) juga perlu penilaian proses (pengalaman
pembelajaran) yang dapat memberikan ukuran kualitas secara tepat dalam
sistem pendidikan tinggi yang kompleks (Hewitt dan Clayton, 1999). Dari
perspektif pedagogik, kualitas bersifat subyektif. Untuk itu, pengukuran
kualitas harus menyeluruh yang didasarkan pada input, pelanggan, dan
produk atau jasa secara fundamental. Lulusan pendidikan tinggi memang
dituntut untuk mempunyai pengetahuan, kemampuan intelektual, kemampuan untuk bekerja dalam organisasi moderen, keahlian untuk berhubungan
dengan orang lain, dan komunikasi (Harvey dan Green, 1993).
Artikel ini akan mengupas bagaimana penerapan TQM dan Service
Quality dalam organisasi pendidikan tinggi terutama dari sisi penge-lolaan

178

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

organisasinya. Setelah bagian pendahuluan ini, bagian dua mengupas


konsep dan contoh analisis penerapannya yang tertuang dalam dua kasus
mengenai TQM dari sisi pelanggan eksternal primer dan Service Quality dari
sisi pelanggan eksternal primer. Bagian ketiga berisi bagaimana seharusnya
konsep TQM tersebut diterapkan dalam organisasi pendidikan tinggi, dan
bagian keempat merupakan bagian terakhir yang berupa penutup yang
merupakan pelengkap tulisan ini.
Penerapan Total Quality Management dan Service Quality pada Organisasi Pendidikan Tinggi
Kualitas (quality) adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk
dan jasa yang berkaitan dengan penekanannya untuk memenuhi kebutuhan tertentu (Feigenbaum, 1991). Menurut Patel (1994), komponen
sistem kualitas meliputi: (1) kualitas pelanggan, yaitu apakah kualitas pelayanan mampu memberikan pada pelanggan apa yang mereka
inginkan, yang diukur dari penggunaan jasa, misalnya kepuasan pelanggan
atau keluhan pelanggan; (2) kualitas profesional, yaitu apakah pelayanan
mampu memenuhi kebutuhan pelanggan yang didefinisikan secara profesional, dan apakah prosedur dan standar profesional tersebut dapat dipercaya
untuk menghasilkan produk atau jasa yang diinginkan; (3) kualitas proses,
desain, dan operasi proses pelayanan menggunakan sumber daya dengan cara
yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan pelangggan. Kualitas yang
dicita-citakan ini membutuhkan keterlibatan seluruh pihak dalam organisasi
bahkan menuntut perubahan budaya. Hal inilah yang disebut dengan Total
Quality Management (TQM).
Total Quality Management (TQM) pada pendidikan tinggi terwujud
dalam interaksi antara pengajar dan mahasiswa di kelas, atau dalam penyesuaian dengan standar akreditasi atau penilaian. Sistem yang terstruktur
tersebut dapat menciptakan organisasi pembelajar. Sudah saatnya organisasi
pendidikan tinggi menerapkan prinsip-prinsip TQM, karena dapat mendatangkan manfaat dari inovasi yang ditemukan melalui praktek-praktek
TQM. Kesulitan penerapan TQM pada berbagai institusi pendidikan tinggi
disebabkan para staf tidak dapat mengerti bagaimana elemen-elemen kunci
TQM seperti statistical process control, keterlibatan mahasiswa, kerja tim,

179

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

dan sebagainya tersebut dapat digunakan dalam perkuliahan di kelas (Emulti


et al., 1996). Dalam pendekatan holistik, TQM merupakan kerangka kerja
yang mendukung manajemen pelayanan. Menurut Ho dan Wearn (1996) serta
Woon (2000), kerangka kerja tersebut meliputi : (1) kepemimpin-an dan
budaya kualitas, (2) komitmen, (3) keterlibatan secara penuh, (4) penggunaan
informasi dan analisis, (5) perencanaan strategik, (6) pengembangan sumber
daya manusia dan manajemen sumber daya manusia melalui pendidikan dan
pelatihan, (7) kepemilikan terhadap masalah yang dihadapi, (8) manajemen
kualitas proses, (9) adanya pengakuan dan penghargaan, (10) kualitas dan
hasil operasi, (11) tindakan pencegahan, (12) kerja tim, dan (13) berfokus
pada pelanggan dan kepuasan pelanggan.
Dalam pendidikan tinggi, filosofi TQM ini juga akan membantu meningkatkan moral, mengurangi biaya, memperbaiki performansi organisasi,
dan menanggapi kebutuhan pelanggannya. Untuk itulah maka diperlukan
efektivitas organisasi, partisipasi karyawan dalam penyelesaian masalah
dan pembuatan keputusan, komunikasi efektif staf senior dan bawahannya,
pendidikan dan pelatihan secara luas, desain yang baik dalam mengenal dan
memberi penghargaan untuk memotivasi karyawan, visi yang berorientasi
kualitas, benchmarking sebagai alat dalam continuous improvement untuk
mewujudkan mahasiswa yang peduli, berpengetahuan, dan dapat melayani
masyarakat, serta dukungan dari pimpinan (Emulti et al., 1996).
Namun, TQM bukan satu-satunya alat untuk mencapai perbaikan
dan kesempurnaan. Beberapa laporan hasil penelitian mengatakan bahwa
program-program TQM menghasilkan perbaikan dalam kualitas, produktivitas, dan persaingan hanya 20 - 30 % dari perusahaan yang menerapkannya (Schonberger, 1992; Radolvisky et al., 1996). TQM memang masih
dipandang sebagai suatu filosofi yang sulit dicapai, apalagi di Indonesia
yang budayanya masih jauh dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik
bagi pelanggan, serta masih terdapatnya berbagai ketidakkonsistenan dalam
aturan, khususnya yang menyangkut organisasi pendidikan tinggi. Hambatan
dalam penerapan TQM pada organisasi pendidikan tinggi seringkali berkaitan dengan misi idealis, kurang adanya kesepakatan dalam pengertian dan
penerapan kualitas, kebebasan, dan kedewasaan akademik, dan kemampuan
administratif (Matthew, 1993). Sebagai gambaran bagaimana TQM belum

180

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

diterapkan pada salah organisasi pendidikan tinggi berikut adalah contoh


hasil analisis data yang dapat dikumpulkan penulis.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah TQM sudah dilaksanakan dalam organisasi pendidikan tinggi tersebut. Hal ini dilakukan
dengan cara memberikan kuesioner kepada pelanggan eksternal primer,
yang dalam hal ini adalah mahsiswa program sarjana (S1). Variabel yang
digunakan adalah (Sallis, 1993), sebagai berikut.

(1) Pendapat responden terhadap kualitas secara keseluruhan


(2) Pendapat responden tentang kemudahan mengakses perguruan
tinggi tersebut
(3) Pendapat responden tentang pelayanan seluruh staf akademik dan
non akademik pada mahasiswa
(4) Pendapat responden tentang kepemimpinan perguruan tinggi tersebut
(5) Pendapat responden tentang kondisi lingkungan dan sumber daya
fisik perguruan tinggi tersebut
(6) Pendapat responden tentang pembelajaran dan pengajaran pada
perguruan tinggi tersebut
(7) Pendapat responden tentang fasilitas fisik yang tersedia bagi mahasiswa
(8) Pendapat responden tentang kemampuan staf akademik dan non
akademiknya
(9) Pendapat responden tentang hubungan eksternal dengan masyarakat dan masalah pemasarannya.
Dalam penelitian ini digunakan pelanggan eksternal primer yang dalam
hal ini adalah mahasiswa perguruan tinggi yang masih aktif diambil sebagai sampel. Setelah dilakukan uji validitas data dengan teknik koefisien
korelasi product moment pearson dan reliabilitas data dengan cronbachs

181

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

alpha, dilanjutkan dengan metode yang menguji beda pendapat responden dengan menggunakan Friedmen Test (FR-test). Hasilnya adalah 76,6
% pelanggan menyatakan pelaksanaan elemen-elemen TQM pada suatu
organisasi pendidikan tinggi tersebut buruk, atau TQM memang belum dilaksanakan di perguruan tinggi tersebut. Selanjutnya dengan menggunakan
uji Friedman didadapatkan bahwa nilai Fr lebih kecil dari 2 0,05 . Hal ini
berarti tidak ada perbedaan terhadap penilaian tersebut atau dapat diartikan
bahwa faktor pribadi yang ada pada masing-masing individu tidak mempunyai peran penting atau tidak berarti bagi mahasiswa selaku pelanggan
eksternal primer dalam memberikan penilaian terhadap pelaksanaan filosofi
Total Quality Management di organisasi pendidikan tinggi yang diteliti.
Sedang yang termasuk dalam faktor individu ini dapat meliputi antara
lain usia, jenis kelamin, lama studi, indeks prestasi, semangat belajar,
latar belakang keluarga dan budaya, dari pelanggan ekesternal primer
tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perguruan tinggi tersebut belum melaksanakan TQM, baik secara total maupun parsial pada
masing-masing elemennya.
Kondisi yang dialami organisasi pendidikan tinggi tersebut memang
masih jauh dari pelaksanaan TQM. Hal ini disebabkan selain dari faktor
internal dalam organisasi tersebut, faktor eksternal yang berupa regulasi
pemerintah juga sangat mempengaruhi. Organisasi pendidikan tinggi di
Indonesia memang belum berkembang bebas seperti halnya organisasi jasa
atau perusahaan manufaktur.
Selanjutnya, temuan mengenai tidak terlaksananya TQM organisasi pendidikan tinggi tersebut didukung dengan hasil penelitian mengenai kualitas
pelayanan (service quality) pada organisasi pendidikan tinggi yang sama.
Kualitas pelayanan dapat dianalisis dengan melihat perbedaan antara apa
yang diharapkan dengan apa yang sesungguhnya dijumpai di lapangan.
Kualitas pelayanan digambarkan oleh Parasuraman et al., (1991) sebagai
suatu bentuk dari sikap, berhubungan tetapi tidak ekuivalen dengan kepuasan,
yang merupakan hasil perbandingan antara harapan (expectation) dengan
kinerja (perfomance). Hal ini dapat dilakukan untuk menguji apakah filosofi
memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan sudah dilaksanakan, di
samping beberapa variabel pendukung TQM yang sudah diuji di depan.

182

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

Dalam pengertian kita sehari-hari, kata service atau layanan dikaitkan


dengan hubungan antara penjual dan pembeli, dimana dalam hal ini penjual
merupakan pihak yang memberikan sedangkan pembeli merupakan pihak
yang meminta. Menurut Zeithaml (2000), kualitas pelayanan memiliki 5
dimensi, yaitu sebagai berikut.

(1) Tangibles (Fisik), adalah fasilitas fisik, peralatan, penampilan


karyawan dalam melayani konsumen.
(2) Reliability (Keandalan), adalah kemampuan perusahaan untuk
memberikan pelayanan yang benar, tepat waktu dan dapat diandal-kan.
(3) Responsiveness (Perhatian), adalah kesediaan untuk membantu
para konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat.
(4) Assurance (Jaminan), adalah kesediaan dan kesiapan karyawan
untuk memberikan pelayanan.
(5) Emphaty (Empati), adalah rasa peduli, perhatian secara pribadi
yang diberikan kepada konsumen.
Instrumen SERVQUAL untuk mengukur kualitas pelayanan terdiri dari dua
bagian, yaitu pertanyaan yang mengukur harapan konsumen dan pertanyaan
yang mengukur persepsi konsumen terhadap organisasi pendidikan tinggi
tersebut.
Langkah yang dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan uji
validitas dan reliabilitas kuesioner dengan data yang ada. Dalam penelitian ini digunakan teknik koefisien korelasi product moment pearson
dan reliabilitas dengan cronbachs alpha. Selanjutnya, dilakukan penilaian kualitas pelayanan untuk setiap dimensi dengan cara membandingkan hasil penilaian tentang harapan terhadap kualitas pelayanan dan
persepsi terhadap kualitas pelayanan tersebut. Hasil dari bagian pertama dan kedua ini yang kemudian dibandingkan untuk mendapatkan nilai
selisih (Gap Scores) untuk setiap dimensi dari kelima dimensi yang diukur.
Hasil penelitian mengenai kualitas pelayanan di organisasi pendidikan tinggi
tersebut pada setiap dimensi kualitas pelayanan adalah buruk.

183

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

Total Quality Mangement (TQM) yang telah dibahas di depan, memang


merupakan filosofi dan metodologi yang membantu organi-sasi termasuk
organisasi penyedia jasa pendidikan untuk mengelola perubahan. Esensi dari
TQM adalah perubahan budaya (culture change). Perubahan ini bertujuan
memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan, baik pelanggan internal yang
meliputi staf edukatif dan non edukatif maupun pelanggan eksternal primer
yang meliputi para peserta didik atau siswa, pelanggan eksternal sekunder
yang meliputi orang tua, pemberi beasiswa, dan pemilik perusahaan, serta
pelanggan eksternal tersier yang meliputi pasar tenaga kerja, pemerintah,
dan masyarakat luas. Kebutuhan dan harapan seluruh pelanggan dalam
bisnis pendidikan tersebut akan dapat terwujud bila dapat dicapai kepuasan
pemberi jasa yang juga merupakan pelanggan internal dan pengelola beserta
seluruh staf. Dan semua ini akan tercapai bila dapat terwujud mutual trust
antara manajer yang dalam hal ini adalah pengelola bisnis jasa pendidikan
dengan karyawan yaitu para pengajar dan staf non edukatif.
Penerapan Konsep Total Quality Management pada Organisasi Pendidikan Tinggi
TQM bukan pengendalian mutu (quality control) yang merupakan pengendalian mutu setelah proses produksi (after-the-event process). Namun
TQM selalu memusatkan pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction)
dan mengadakan pengendalian mutu sejak awal. Hal ini juga berlaku untuk
sektor pendidikan. Permasalahan di sektor pendidikan yang dapat diselesaikan dengan TQM antara lain masalah kurikulum, penggunaan sumber daya
yang ada secara ekonomis, bagaimana mengendalikan peningkatan biaya,
penggunaan teknologi dan pembelajaran, hubungan kerjasama dengan sektor
lain, dan yang berhubungan dengan peraturan pemerintah.
Untuk dapat menerapkan TQM pada lembaga pendidikan, lebih
dahulu ditinjau tujuan utama lembaga pendidikan tersebut menerapkan
TQM. Tujuan utama lembaga pendidikan yang menerapkan filosofi
TQM adalah memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya.
Organisasi yang baik harus menciptakan dan memelihara kedekatan hubungan dengan pelanggan. Kualitas harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
harapan pelanggan. Kualitas adalah apa yang diinginkan dan diharapkan

184

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

pelanggan, baik pelanggan internal (yaitu semua pihak yang berada dalam
lingkungan pendidikan) maupun eksternal (yaitu semua pihak yang berada
di luar lingkungan pendidikan tetapi sangat berpengaruh pada industri jasa
pendidikan tersebut, seperti masyarakat), dan bukan apa yang dianggap
oleh lembaga pendidikan sebagai yang terbaik.
Kesulitan yang dialami lembaga pendidikan adalah pelanggan pendidikan ikut memerankan peran penting dalam mutu belajarnya. Pelanggan
mempunyai fungsi yang unik dalam menentukan mutu dari apa yang mereka
terima dari dunia pendidikan. TQM menekankan pada kedaulatan pelanggan, sehingga banyak bertentangan dengan konsep lama. Pendidikan dan
pelatihan bagi pengajar dalam konsep dan pemikiran mengenai kualitas
adalah elemen penting dalam perubahan budaya. TQM lebih dari sekedar
menyenangkan dan membuat pelanggan lembaga pendidikan tersenyum,
melainkan mengenai kemampuan lembaga pendidikan mendengarkan dan
masuk dalam dialog mengenai ketakutan dan inspirasi orang-orang atau
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Pendidikan adalah menyangkut orang yang belajar. TQM di
sektor pendidikan menyangkut mutu pengalaman peserta didik atau
siswa. Siswa adalah pelanggan primer. Tanpa kemampuan untuk
memenuhi pendidikan yang dibutuhkan, tidak akan mungkin untuk
suatu lembaga pendidikan dikatakan telah mencapai TQM. Sebuah
lembaga pendidikan mempunyai kewajiban untuk membuat siswa
menyadari adanya berbagai macam metode belajar yang tersedia
baginya.
Banyak orang mempelajari bagaimana menggunakan prinsip TQM di
kelas. Beberapa elemen mungkin terlibat dalam cara ini. Diawali dengan
menyusun misi yang akan dicapai oleh siswa dan pengajar. Dari sini negosiasi
dilakukan mengenai bagaimana dua bagian tersebut akan dapat mencapai
misi, gaya belajar dan mengajar dan sumber daya yang dibutuhkan. Siswa
dapat membicarakan rencana kegiatannya untuk memberikan petunjuk dan
motivasi. Penyusunan feedback dengan mengadakan evaluasi bagi setiap
siswa sangat penting untuk proses pembentukan jaminan kualitas (quality
assurance). Evaluasi harus merupakan proses yang berjalan terus-menerus
dan tidak boleh ditinggalkan sebelum siswa menyelesaikan sekolah tersebut.
Hasil evaluasi pun harus didiskusikan dengan para siswa. Namun bukan

185

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

berarti lembaga pendidikan yang telah menerapkan filosofi TQM selalu


memberikan nilai A bagi para siswanya bagaimana pun kondisi siswa
tersebut.
Pengenalan pelaksanaan TQM tidak luput dari hambatan-hambatan yang
dialami, khususnya untuk sektor pendidikan. Kenyataannya, pelaksanaan
TQM merupakan pekerjaan yang berat dan memerlukan waktu lama untuk
mengadakan perubahan budaya untuk quality improvement. TQM membutuhkan suatu kepemimpinan dan merupakan tantangan dan perubahan yang
luar biasa dalam dunia pendidikan. TQM memerlukan waktu yang lama dan
ketaatan staf atau manajer senior dalam pelaksanaannya. Ketakutan terhadap
metode atau cara baru merupakan hambatan yang besar dalam penerapan
filosofi TQM. Takut akan ketidaktahuan, takut mengerjakan segala sesuatu
dengan cara yang berbeda, takut percaya pada orang lain, takut membuat
kesalahan, dan sebagainya. Seluruh staf tidak akan dapat memberikan yang
terbaik bila mereka tidak dipercaya dan tidak didengarkan. TQM tidak
dapat dipisahkan dari rencana strategis yang digunakan untuk mencapai
misi organisasi.
Oleh karena berbagai kesulitan dan hambatan dalam penerapan TQM
tersebut, ada beberapa hal yang penting dan harus diperhatikan dalam
menerapkan filosofi tersebut pada lembaga pendidikan. Menurut Sharples et
al. (1994), yang paling penting dapat untuk melaksanakan TQM di lembaga
pendidikan adalah Sebagai berikut.

(1) Tanggungjawab dan dukungan (commitment)


Komitman yang dimaksud adalah komitmen dari pimpinan lembaga pendidikan yang dikomunikasikan pada semua pihak dalam
lembaga pendidikan tersebut. Sehingga timbul komitmen dari
semua pihak dalam organisasi atau lembaga pendidikan tersebut.
(2) Pendidikan dan Pelatihan (education and training)
Pendidikan dan pelatihan tersebut bukan hanya untuk karyawan
pelaksana atau bagian adminsitrasi, melainkan unuk semua pihak
atau semua staf, baik staf edukatif maupun non edukatif. Pendidik186

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

an dan pelatihan ini ditujukan untuk kesiapan dalam menghadapi


perubahan dan perbaikan.
(3). Penerapan dan praktek (application and practice)
Sebagai suatu filosofi, TQM akan memberikan manfaat bila dipraktekkan atau dilaksanakan. tanpa ada pelaksanaan atau praktek
tersebut maka filosofi TQM hanya merupakan slogan yang berisi
omong kosong belaka.
(4) Standarisasi dan pengenalan (standardization and recognition)
Perlu adanya keseragaman dalam penerapan TQM sehingga kualitas jasa yang disampaikan merupakan jasa yang bersifat standar
(robust). Selain itu, TQM harus diperkenalkan pada seluruh pihak
dalam organisasi atau lembaga pendidikan tersebut, sehingga
penerapannya dapat seragam.
Selanjutnya, prinsip TQM yang dapat diterapkan di dunia bisnis dapat juga diterapkan di dunia pendidikan dan seringkali disebut
dengan Total Quality Education atau Total Quality School. Yang
paling penting adalah bagaimana kepemimpinan di sektor atau
lembaga pendidikan tersebut memfokuskan pada sistem daripada mengejar
masalah-masalah manajemen secara mikro. Jadi, kepemimpinan yang tangguh tersebut digunakan sebagai kekuatan dalam mengadakan perbaikan-perbaikan sistem. Menurut Fusco (1994), karak-teristik atau syarat agar TQM
dapat diterapkan di sektor atau lembaga pendidikan antara lain, lembaga
pendidikan tersebut harus mempunyai hal-hal sebagai berikut.

(1) Kepemimpinan yang kuat


Filosofi TQM yang telah diubah menjadi TQE atau TQS akan
dapat diterapkan bila ada dukungan dan komitmen dari para pimpinan.
Pimpinan di suatu lembaga pendidikan meliputi kepala sekolah atau
rektor atau direktur program yang harus mendukung penerapan dan
pelaksanaan filosofi tersebut. Bahkan filosofi tersebut hanya akan
terwujud bila dilaksanakan secara menyeluruh, bukan hanya departe-

187

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

mental. Bahkan, para pengajar dan seluruh staf beserta mahasiswa sebagai pelanggan ikut serta terlibat dalam pelaksanaan filosofi tersebut.

(2) Perbaikan-perbaikan sistem secara berkesinambungan


Sistem merupakan serangkaian proses yang merupakan satu kesatuan dan saling terkait satu sama lain. Sistem pada suatu lembaga
pendidikan menyangkut berbagai permasalahan yang sangat luas, mulai dari sistem penerimaan staf pengajar dan non pengajar sampai pada
sistem penerimaan mahasiswa. Dari penerapan visi dan misi suatu lembaga pendidikan hingga penyusunan kurikulum. Semua sistem tersebut
tentu saling terkait. Untuk dapat menerapkan filosofi TQE/ TQS, sistem
tersebut harus selalu dibenahi, diperbaiki, dan disempurnakan secara
berkesinambungan dengan memegang pada pedoman quality first.
(3) Metode statistik
TQE/ TQS yang kita kenal sebagai filosofi manajemen kualitas bukan berarti hanya merupakan slogan atau target yang pencapaiannya
tanpa bukti. Oleh karenanya, setiap personil yang ada diatasnya atau
yang berpijak pada filosofi tersebut harus berani berbicara berdasarkan data atau fakta. Demikian pula penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi, juga belum terbukti tanpa hitungan-hitungan kuantitatif. Jadi,
kualitas bukan hanya bersifat kualitatif, tetapi juga bersifat kuantitatif.

(4) Memiliki visi dan nilai bersama


Nilai dan visi yang sama mengandung arti penting dalam mencapai
kata sepakat. Sepakat dalam arti sepakat untuk menjadikan kualitas sebagai
the way of life dan TQE/ TQS sebagai filosofi yang akan merubah budaya
yang semula berorientasi pada hasil menjadi berorientasi pada proses yang
berkualitas.

(5) Pesan dan perilaku yang konsisten yang perlu disampaikan kepada
pelanggan
Industri jasa, khususnya pendidikan memang sulit dilihat hasilnya. Bagaimana pendidikan yang berkualitas sulit dicari pengukuran-

188

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

nya. Hingga saat ini, lembaga pendidikan dikatakan berkualitas apabila lulusannya dapat bekerja di tempat yang enak. Namun harus kita
ingat, apakah tempat yang enak itu relevan dengan kemampuan yang dimilikinya? Oleh karena itu, dalam filosofi TQE/ TQS mereka yang
nantinya akan lulus dari suatu lembaga pendidikan sebaiknya ditempatkan sebagai pelanggan. Walaupun ada sebagian orang yang menganggapnya sebagai input, tetapi hal ini merupakan anggapan kedua.
Sebagai pelanggan, mereka tentu ingin mendapatkan pelayanan yang
baik dan memuaskan. Pelayanan yang baik tersebut dapat mereka
rumuskan dan mereka minta pada para karyawan dan pengajar sebagai
pemberi jasa yang berhubungan secara langsung dengan pelanggan, atau
pada pimpinan unit (dekan, ketua jurusan, dan sebagainya) sebagai pemberi jasa yang secara tidak langsung berhubungan dengan pelanggan. Oleh
karena itu, pihak pemberi jasa baik yang langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan pelanggan tersebut harus mempunyai satu kata sepakat
dan konsisten dengan apa yang menjadi keputusannya.
Di sisi lain, dalam industri manufaktur, pelaksanaan Total
Quality Management (TQM) harus berpasangan dengan pelaksanaan Just
In Time (JIT) baik sebagai filosofi untuk menghilangkan pemborosan pada
semua sektor yang ada maupun Just In Time sebagai teknik pengendalian
persediaan, penjadwalan, penyediaan produk dan sebagainya. Sektor jasa
pendidikan juga dapat menerapkan Just In Time dalam mendukung pelaksanaan filosofi Total Quality Management atau Total Quality Education.
Pendidikan yang menganut prinsip Just In Time dapat ditunjukkan dengan
partisipasi dari para peserta didik. Para peserta didik harus aktif dengan para
staf akademik atau pengajar sebagai fasilitator. Para peserta didik juga harus
didorong untuk selalu bekerja sama dengan orang lain. Prinsip utama JIT di
sektor pendidikan tersebut adalah semua peserta didik lebih terlibat dalam
proses, adanya rasa memiliki terhadap organisasi atau lembaga pendidikan
tersebut, menggunakan pengalaman yang dimiliki untuk mencapai keberhasilan, adanya dukungan atau komitmen semua pihak. Pembelajaran yang
efektif adalah pembelajaran yang menggunakan filosofi JIT yang dicapai
dengan simulasi atau dengan proses partisipasi aktif lain.
Penerapan Just In Time dalam pendidikan juga tidak terlalu banyak ber-

189

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

beda dengan penerapannya di sektor manufaktur. Pada dasarnya JIT menghendaki perubahan pikiran, mempertanyakan kondisi yang telah mantap,
menghilangkan pemborosan atau segala aktivitas yang tidak perlu, menyusun kembali tata letak organisasi (layout), penyederhanaan dalam kegiatan
operasi, mengembangkan fleksibilitas, mengubah pengukuran-pengukuran,
mencapai perbaikan terus-menerus dan berkesinambungan, dan mutu.
Menurut Tatikonda (1993), pemborosan yang terjadi pada sektor pendidikan
yang harus dihindari oleh JIT antara lain topik yang berulang atau sama
pada lebih dari satu mata kuliah, pemberian pre-test mengenai materi yang
akan disampaikan terlalu berlebihan, sehingga hanya akan menimbulkan
pengerjaan kembali produk cacat atau tidak ada proses pembelajaran yang
baru, pengenalan setiap mata kuliah secara berlebihan yang sebenarnya
tidak perlu di berikan, pengaturan heregistrasi yang rumit dan memakan
waktu lama, dan masih bayak lagi.Oleh karena itu, mata kuliah-mata kuliah
yang akan disampaikan perlu mengikuti logika dalam group of technology,
yaitu dengan membagi mata kuliah-mata kuliah tersebut kedalam beberapa
induk yang besar dan para dosen pengampu mata kuliah dalam satu bagian
harus selalu mengadakan pembicaraan atau pembahasan mengenai materimateri tersebut. Selain itu, pelayanan administrasi juga harus mengadakan
perbaikan diri, dalam arti pemberian pelayanan kepada pelanggan eksternal
primer yang dalam hal ini adalah peserta didik, harus cepat dan tepat. Hal
ini akan dapat terlaksana dengan baik bila ada komitmen dari semua pihak
dan didukung sarana dan prasarana yang memadai.
Selanjutnya, dalam industri jasa pendidikan, kualitas suatu jasa pendidikan juga sangat penting, yaitu penilaian kualitas oleh pelanggan yang
menikmati secara langsung jasa pendidikan yang ditawarkan. Istilah lain
untuk Kaizen adalah Continuous Improvement dan Six Sigma, di mana konsep ini dilandasi dengan do it right the first time dengan pantang menerima,
memproses, dan melanjutkan produk cacat. Perbaikan dalam proses itulah
yang selalu ditekankan dalam konsep ini. Jasa pendidikan sebagai output
memang tidak dapat kita perbaiki. Yang dapat kita perbaiki adalah proses
penyelenggaraan program dan penyediaan jasa pendidikan.
Sementara itu, perbaikan secara terus-menerus dan berkesinam-bungan
dapat dilakukan dengan cara mengadopsi praktek-praktek atau proses yang

190

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

terbaik dari organisasi penyelenggara program dan penyediaan jasa pendidikan lain ke dalam organisasi kita dengan disesuaikan dengan kondisi yang kita
miliki. Cara ini kita kenal dengan benchmarking. Bila cara ini yang kita tempuh, maka keterbukaan dari lembaga pendidikan atau organisasi penyelenggara program dan penyedia jasa pendidikan baik organisasi sebagai pengadopsi
maupun yang diadopsi. Sedang cara yang dilakukan oleh Amerika untuk
mengejar ketinggalannya dari Jepang dalam pengendalian mutu penyelenggaraan program adalah dengan membuat lompatan jauh ke depan atau membongkar proses yang selama ini dilakukan menjadi suatu proses yang baru
dan lebih baik. Cara ini kita kenal dengan reengineering. Bila cara ini yang
kita tempuh maka pembongkaran yang dilakukan harus secara menyeluruh
sampain ke akar-akarnya.
Selanjutnya, dalam penerapan TQM pada industri jasa pendidikan,
menurut Herbert et al. (1995) ada empat pendekatan atau cara yang dapat
digunakan, yaitu sebagai berikut.

(1) Menggunakan filosofi atau prinsip TQM dalam memperbaiki


fungsi operasi dan adminsitrasi pada sebuah lembaga pendidikan
TQM adalah filosofi perbaikan secara terus-menerus dan berkesinambungan yang dapat menyediakan bagi lembaga pendidikan
seperangkat alat-alat untuk dapat memenuhi atau melebihi kebutuhan,
keinginan, dan harapan pelanggan. Keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan yang dalam hal ini adalah pelanggan iinternal maupun eksternal terhadap seluruh kegiatan operasional dan administrasi suatu
lembaga pendidikan. Oleh karena itu prinsip TQM harus diperkenalkan dan
diterapkan pada fungsi-fungsi akademis dan non akademis.
Pelanggan tentu saja menginginkan pelayanan yang diberikan oleh
bagian administrasi tepat waktu, cepat, benar, dan memuaskan. TQM sebagai suatu filosofi dapat digunakan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan
dalam memberikan pelayanan tersebut. Perbaikan tersebut bukan berupa
perubahan total, tetapi perubahan kecil setiap hari dan menyangkut perubahan hingga hal-hal yang kecil dengan menganut prinsip Kaizen yaitu little
better everyday.

191

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

(2) Memasukkan TQM sebagai salah satu mata kuliah


Kombinasi perubahan lingkungan eksternal dan tekanan dunia
bisnis membuat TQM menjadi isu yang sangat penting pada suatu lembaga
pendidikan. Bila TQM telah digunakan sebagai suatu pendekatan dalam mengelola bisnis jasa pendidikan, maka secara logis juga harus dapat dimasukkan
dalam kurikulum, dalam artian pada lembaga pendidikan tersebut terdapat
mata kuliah yang khusus berbicara mengenai Total Quality Management.
Hal ini mendorong lembaga-lembaga pendidikan untuk mengidentifikasi
pelanggan primer dan memberikan kesempatan untuk mempelajari prinsip
TQM.

(3) Menggunakan TQM sebagai metode pengajaran di kelas


Hal ini berarti TQM harus dijadikan sebagai inti dari proses
pembelajaran yang dilakukan. Menurut Peak (1995), TQM dapat
digunakan sebagai metode pengajaran di kelas dengan beberapa cara, antara
lain:

a. TQM menawarkan pendekatan sistematik untuk perbaikan secara


terus-menerus
Hal ini berarti bahwa pendidik tidak bekerja sendiri, tetapi ada partisipasi semua pihak yang terkait seperti peserta didik, orang tua, pendidik,
karyawan, dan orang-orang dalam dunia bisnis yang menggunakan lulusan
suatu lembaga pendidikan.

b. TQM menyediakan seperangkat alat statistik


Alat-alat statistik tersebut digunakan untuk menemukan akar penyebab
permasalahan dan mencari cara menghilangkannya.

c. TQM menginginkan pekerjaan yang bermutu


Dalam filosofi TQM, kualitas bukan hanya kualitas produk
atau jasa, melainkan yang terpenting adalah kualitas proses. Di
sektor pendidikan, proses tersebut adalah proses penyelenggaraan program
dan penyediaan jasa pendidikan. Jadi proses tersebut juga harus selalu mengutamakan mutu dengan menomorsatukan kepuasan pelangan.

192

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

d. TQM menyediakan kata-kata yang umum untuk pendidik dan


eksekutif bisnis
Pendidik menulis kembali apa yang telah diuraikan Deming, yaitu PlanDo-Check-Action atau Plan-Do-Study-Action. Siklus ini akan digunakan
dalam memperbaiki proses pengajaran atau penyediaan jasa pendidikan.
Dengan menggunakan TQM, peran pendidik ditransformasikan atau
diubah dari pemberian informasi kepada peserta didik menjadi mendengarkan
peserta didik dan menjadi fasilitator yang membantu peserta didik dalam
proses belajar-mengajar. Peran pengajar yang menggunakan filosofi TQM
adalah mengembangkan budaya di mana peserta didik mengetahui tujuan
dari apa yang mereka buat. Idenya adalah, bahwa mereka ingin belajar dan
membantu mereka aktif dalam proses pendidikan tersebut.
Pada suatu sekolah atau lembaga pendidikan yang menganut filosofi
TQM akan menghindari testing atau ujian sebagai pengukur keberhasilan peserta didik. Pada point ketiga dalam Demings 14 Points yang mengatakan Hentikan pengujian untuk meningkatkan kualitas , maka dikatakan
bahwa pengujian hanya akan menunjukkan penyimpangan dari filosofi TQM
dengan Continuous Quality Improvement-nya. Penggunaan alat-alat statistik
dan teknik-teknik Deming akan membantu dalam mencapai keberhasilan
penerapan TQM dalam jangka pendek. CQI menghendaki usaha yang
terus-menerus dengan perubahan budaya sehingga keberhasilan TQM dalam
jangka panjang juga akan tercapai. TQM memang dapat digunakan untuk
meningkatkan mutu proses belajar sehingga akhirnya akan meningkatkan
mutu pengetahuan yang diperoleh mara peserta didik.

(4) Menggunakan TQM untuk mengelola kegiatan-kegiatan penelitian


Suatu lembaga pendidikan tinggi atau universitas mempunyai misi utama
yaitu pendidikan/ pengajaran, penelitian, dan pelayanan atau pengabdian
pada masyarakat. Kegiatan penelitian tidak pernah terlepas dari tri dharma
perguruan tinggi. Dalam melaksanakan penelitian juga perlu pengalolaan
terhadap sumber daya untuk penelitian tersebut. Oleh karena itu perlu pendidikan dan pelatihan dalam kegiatan penelitian tersebut. Selain itu, komitmen
dari pimpinan untuk dapat mendukung kegiatan tersebut sangat diperlukan

193

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

disamping koomitmen dari para peneliti itu sendiri. Hasil penelitian tersebut juga harus selalu diperbaiki dan disempurnakan. Bisa jadi, penelitian
tersebut dilakukan atas permintaan dari pihak tertentu yang mempercayai
lembaga pendidikan tersebut untuk meneliti permasalahan yang terjadi pada
pihak yang meminta penelitian tersebut. Sehingga, pihak yang meminta
dilakukannnya penelitian itulah pelanggannya di mana kepuasannya harus
diwujudkan dengan berpedoman pada filosofi TQM.
Metode-metode yang digunakan dalam penerapan TQM dan CQI
untuk sektor industri atau perdagangan dapat juga digunakan pada lembaga-lembaga pendidikan. Lebih jauh lagi, penerapan TQM dan CQI dapat
meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan tersebut untuk menyediakan
lulusan yang bermutu, dalam berbagai program kemampuan atau keilmuan
dan keterampilan atau kejuruan.
Namun demikian, penerapan filosofi TQM di sektor pendidikan ini
bukannya tanpa kendala. Menurut Hittman (1993), ada beberapa hambatan
yang sering dihadapi dalam menerapkan filosofi tersebut, antara lain sebagai berikut.

(1) Sasaran dari berbagai metode perbaikan kualitas tradisional pada


lembaga-lembaga pendididkan hanya berupa kesesuaian terhadap
standar
(2) Standar jaminan kualitas seringkali disusun terlalu rendah atau
terlalu tinggi, sehingga program-program pendidikan akan mengalami kesulitan dalam pencapaiannya.
(3) Definisi klasik mengenai jaminan kualitas terlalu sempit.
(4) Pendekatan yang mutakhir mengkonsentrasikan hanya pada performansi pengajaran dan mengurangi penekanan pada kontribusi
dari hal-hal yang bukan berkaitan dengan pengajaran.
(5) Pendekatan yang mutakhir yang hanya menekankan pada instruktur pendidikan.
Kesuksesan dalam penerapan TQM di suatu lembaga pendidikan tergantung
dari visi yang digunakan oleh para guru atau dosen, guru besar, dan para

194

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

pemimpin departemen. Sasarannya adalah memperbaiki proses belajar dengan memberdayakan para peserta didik dan meningkatkan tanggungjawabnya
dalam proses belajar.
Filosofi TQM memang selalu menuntut perubahan dan perbaikan,
sehingga membutuhkan waktu lama dalam penerapannya. Perubahan dan
perbaikan tersebut antara lain meliputi metode pengajaran, prestasi peserta
didik, komunikasi, pelayanan misalnya dalam penyediaan kantin, transportasi, pemeliharaan, dan pembelian. Dengan kesadaran untuk selalu melakukan perbaikan secara berkesinambungan maka filosofi TQM akan terlaksana
dan tujuan lembaga pendidikan untuk meningkatkan mutu dapat tercapai.
TQM di suatu lembaga pendidikan tidak mahal dan bukan bertujuan untuk membuat kekacauan, melainkan diharapkan dapat melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai mutu pendidikan yang lebih baik. Di bawah payung TQM yang lebih menekankan
pada budaya daripada teknik, lembaga-lembaga pendidikan akan
bekerja sebagai partner dalam menyediakan kurikulum atau rencana
program untuk mendukung TQM untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Penutup
Total Quality Management (TQM) memang merupakan suatu proses
dan filosofi dasar yang akan berhasil bila diterapkan secara serentak pada
semua level dalam organisasi. Penerapan TQM tidak memerlukan peralatan
atau sistem manajemen baru, melainkan komitmen atau kesadaran untuk
mengadakan perubahan budaya yang berorientasi pada peningkatan kualitas
dan perbaikan seluruh proses secara terus-menerus, menyeluruh, dan berkesinambungan. TQM memang dapat diterapkan dalam organisasi apa pun
tak terkecuali. Dengan memperhatikan cara penerapannya, dalam bidang
apa saja filosofi tersebut diterapkan, dan bagaimana mensiasati kendala dan
hambatan yang menghalangi pene-rapan tersebut pada organisasi pendidikan
tinggi, maka pelaksanaan yang membutuhkan waktu lama tidak akan terasa.
Selain itu, apabila diikuti dengan benar maka keberhasilan akan berada di
tangan, baik individu maupun organisasi.

195

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

Daftar Pustaka
Bolton, A. 1995. A Rose By Any Other Name: TQM In Higher Education.
Quality Assurance in Education, 3 (2), 13-18. Diakses dari www.
emerald-library.com tanggal 3 April 2001.
Emulti, D., Kathwala, Y., dan Manippallil, M. 1996. Are Total Quality
Management Programs In Higher Education Worth The effort ?
International Journal of Quality and Reliability Management, 13
(6), 29-44. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 8 Mei
2001.
Feigenbaum, A.V. 1991, Total Quality Control (3 rd edition). New York:
McGraw-Hill.
Harvey, L. dan Green, D. 1994. Defining Quality. Assessment and Evaluation in Higher Education, 18 (1), 9-34. dari CD-ROM.
Herbert, F. J., Dellana, S. A., dan Bass, K. E. 1995. Total Quality
Management In Business School: The Faculty Viewpoint. Sam
Advanced Management Journal, Autumn, 20-34. Dari CD-ROM.
Hewitt, F. dan Clayton, M. 1999. Quality and Complexity Lessons
From English Higher Education. International Journal of Quality
and Reliability Management, 16 (9), 838-858. Diakses dari www.
emerald-library.com tanggal 15 Juli 2001.
Hittman, J. A. 1993. TQM and CQI in Postsecondary Education.
Quality Progress Journal, 77-80. Dari CD-ROM.
Ho, S.K., dan Wearn, K. 1996. A TQM Model For Higher Education and
Training. Training for Quality Journal, 3 (2), 25-33. Diakses www.
emerald-library.com tanggal 2 Agustus 2001.
Matthew, W. 1993. The Missing Element in Higher Education. Journal
of Quality and Participation, 4 (2), 35-42. Diakses www.emeraldlibrary.com tanggal 5 April 2000.

196

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

Owlia, M.S. dan Aspinwall, E.M. 1996. TQM In Higher EducationA Review. International Journal of Quality and Reliability Management, 14 (5), 527-543. Diakses www.emerald-library.com tanggal
5 Mei 2001.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., dan Berry, L.L. 1991. Refinement and
Re-assessment of The Servqual Scale. Journal of Retailing, 67,
Winter, 420-450. Dari CD-ROM.
Patel, A. 1994. Quality Assurance (BS5750) in Social Services
Departments. International Journal of Health Care Quality Assurance, 7 (2), 26-32. Diakses www.emerald-library.com tanggal 3
Agustus 2001.
Peak, M. P. 1995. TQM Transforms The Class. Management Review,
September, 13-18. Dari CD-ROM.
Radolvisky, Z.D., Gotcher, J.W., dan Slattsveen, S. 1996. Implementing Total Quality Management: Statistical Analysis of Survey
Results. International Journal of Quality and Reliability Management, 13 (1), 10-23. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal
10 Maret 2001.
Sallis, E. 1993. TQM in Higher Education. Kogan Page Educational Management Series. London: Kogan Page.
Schonberger, R. 1992. Total Quality Management Cuts a Broad
Swathe - Though Manufacturing and Beyond. Organizational Dynamics, Spring, 16-27. Dari CD-ROM.
Sharples, K. A., Slusher, M., Swaim, M. 1996. How TQM Can Work
In Education. Quality Progress, May, 75-78. Dari CD-ROM.
Tatikonda, L. U. 1993. CMA, JIT Can Save Accounting Education: Eliminate Waste and Chenge The Status Quo, Management Accounting
Journal, December. Dari CD-ROM.
Woon, K.C. 2000. TQM Implementation: Comparing Singapores
Service and Manufacturing Leaders. Managing Service

197

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

Quality, 10 (5), 318-331. Diakses dari www.emerald-library.com


tanggal 12 Agustus 2001.
Zeithaml, V.A. 2000. Service Quality, Profitability, and the Economic
Worth of Customers: What We Know and What We Need to Learn.
Journal of The Academy of Marketing Science, 28 (1), 67-85. Dari
CD-ROM.

198

KASUS VIII
ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

PENGENDALIAN KUALITAS KEMASAN PLASTIK


POUCH MENGGUNAKAN STATISTICAL PROCCES
CONTROL (SPC) DI PT INCASI RAYA PADANG
Rendy Kaban
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang
Email: rendhy_ntoro@cutey.com

Abstract
PT Incasi Raya is one of the major companies in Indonesia which produce edible oils. One of
the stages in the production activities are packaging products. Used packaging made of
plastic material, with the capacity and different type. Plastic pouch is one of the few types of
packaging used in the packaging of edible oils. Quality packaging affects the distribution of
production to the consumer. If the packaging is damaged, then the product can not be
distributed to consumers. Therefore, the quality of the packaging must be kept for the
successful marketing of the product. One way to implement a quality control methods
Statistical Processing Control (SPC). The data used in this study is a secondary data provided
by the company. Data collected is the number of production reject every month in packaging
activities. The data processing of the data collection that is making control map p. The
results of data processing show that many reject the production of packaging that are
outside the control limits. Data that are outside the control limits indicates there is a problem
in the quality control of the company. Of all types of packaging, only one or two months of
production reject packs that are in the control limits. This suggests that the dominant
packaging reject each month of production is outside the control limits. Reject the production
was analyzed using a causal diagram. Factors influencing the presence reject packaging
production is based on the analysis of human, machine, environment, materials, and
methods within the company. After analyzing of the causal diagram, the data is revision.
Making a map of the proposed p controls the data that has been revised is the end result of
the data processing is done. Quality control companies are advised to be on the boundary
control such as control map p recommended.
Keyword : Reject Production, Packaging, Control Limits, Plastik, Edible Oils

Abstrak
PT Incasi Raya merupakan salah satu perusahaan besar di Indonesia yang memproduksi
minyak goreng. Salah satu hal tahapan dalam kegiatan produksinya adalah pengemasan
produk. Kemasan yang digunakan terbuat dari bahan plastik, dengan kapasitas dan jenis
yang berbeda-beda. Plastik pouch merupakan salah satu dari beberapa jenis kemasan yang
digunakan dalam pengemasan minyak goreng. Kualitas kemasan sangat berpengaruh
terhadap pendistribusian hasil produksi kepada konsumen. Apabila kemasan mengalami
kerusakan, maka produk tersebut tidak dapat didistribusikan kepada konsumen. Oleh karena
itu, kualitas dari kemasan harus dijaga untuk keberhasilan pemasaran produk. Salah satu
cara pengendalian kualitas menerapkan metode Statistical Processing Control (SPC). Data
yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diberikan oleh perusahaan.
Data yang dikumpulkan adalah jumlah reject produksi setiap bulan dalam kegiatan
pengemasan. Pengolahan data dilakukan dari pengumpulan data yaitu pembuatan peta
kontrol p. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa banyak kemasan reject produksi yang
berada diluar batas kontrol. Data yang berada diluar batas kontrol menandakan terdapat
masalah pada pengendalian kualitas perusahaan. Dari semua jenis kemasan, hanya satu
atau dua bulan saja jumlah kemasan reject produksi yang berada dalam batas kontrol. Hal
ini menunjukkan bahwa dominan tiap bulannya kemasan reject produksi berada diluar batas
kontrol. Terjadinya reject produksi dianalisis menggunakan diagram sebab akibat. Faktorfaktor yang mempengaruhi adanya kemasan reject produksi berdasarkan analisis adalah
manusia, mesin, lingkungan, material, dan metode dalam perusahaan. Setelah dilakukan

518

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

analisis dengan diagram sebab akibat, dilakukan revisi data. Pembuatan peta kontrol p
usulan dari data yang telah direvisi merupakan hasil akhir dari pengolahan data yang
dilakukan. Pengendalian kualitas perusahaan disarankan berada pada batas kendali seperti
peta kontrol p usulan.
Kata Kunci : Reject Produksi, Kemasan, Batas Kontrol, Plastik, Minyak Goreng

1.

PENDAHULUAN

Pendahuluan berisikan latar belakang,


perumusan masalah, tujuan penelitian dan
batasan masalah pada penyelesaian kasus.
1.1

Latar Belakang

Saat ini, berbagai perusahaan industri


sedang mengalami perkembangan yang
sangat pesat, terutama dalam bidang
manufaktur
dan
jasa.
Oleh
karena
perkembangan yang sangat pesat, setiap
perusahaan
memiliki
pesaing
yang
memproduksi produk yang sama dengan
produk yang dihasilkan. Untuk menarik
perhatian
konsumen,
berbagai
cara
dilakukan
oleh
perusahaan,
seperti
meningkatkan kualitas produk, memberi
variasi produk, produk yang dihasilkan
memiliki keunikan, sehingga konsumen
merasa tertarik. Dari uraian tersebut,
konsumen biasanya lebih mengutamakan
kualitas produk yang dihasilkan. Agar
kualitas produk yang dihasilkan lebih
maksimal,
diperlukan
suatu
metode
pengendalian mutu untuk meningkatkan
kualitas produksi.
Setiap
perusahaan
memiliki
batas
toleransi terhadap kualitas produk yang ia
miliki. Apabila kualitas produk berada di luar
batas toleransi maka perusahaan harus
mengendalikan keadaan
tersebut
agar
perusahaan tidak mengalami kerugian.
Kualitas produk tidak sesuai dengan yang
diharapkan dapat terjadi karena kesalahan
yang terjadi pada mesin, operator, maupun
lingkungan kerja. Jika kesalahan terjadi
pada mesin, maka harus dilakukan suatu
tindakan perbaikan pada mesin, begitu juga
dengan operator dan lingkungan kerja, jika
kesalahan terjadi pada bagian ini, maka
perusahaan
harus
melakukan
suatu
perbaikan terhadap operator dan lingkungan
pekerjaan.
PT. Incasi Raya merupakan suatu
perusahaan manufaktur yang memproduksi
minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Minyak goreng yang
dihasilkan disebarkan ke banyak daerah di
Indonesia, baik yang di daerah Sumatera
Barat maupun diluar dari daerah Sumatera
Barat. Permintaan pasar terhadap hasil

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

produksi perusahaan tersebut selalu tinggi di


pasaran. Oleh karena itu, kualitas produk
yang dihasilkan harus di jaga agar
pelanggan merasa puas menggunakan
produk tersebut. Kualitas minyak goreng
yang dihasilkan cukup memuaskan di
pasaran, namun salah satu kendala adalah
kualitas kemasan yang kurang bagus
sehingga hasil produksi yang dihasilkan tidak
sesuai dengan target produksi. Pengendalian
kualitas terhadap kemasan minyak goreng
tersebut harus diperhatikan, hal ini karena
apabila produk telah dibawa ke pasaran
namun masih mengandung kemasan yang
rusak maka konsumen akan mengembalikan
produk tersebut ke perusahaan. Kemasan
rusak minyak goreng dapat terjadi karena
kerusakan pada proses produksi (reject
produksi) maupun kerusakan oleh pabrik
(reject pabrik). Hal ini sangat perlu
diperhatikan agar pelanggan tidak kecewa
menggunakan produk yang dihasilkan oleh
perusahaaan.
Pengendalian mutu merupakan teknik
dan kegiatan operasional yang digunakan
untuk memenuhi persyaratan mutu. Dalam
pengendalian mutu banyak metode yang
dapat
digunakan
dalam
penyelesaian
masalah kualitas produk. Metode yang
digunakan kali ini adalah metode SPC
(Statistical
Processing
Control).
SPC
(Statistical Processing Control) merupakan
suatu teknik statistik yang digunakan secara
luas untuk memastikan bahwa proses
memenuhi standar. Pengendalian kualitas
yang
digunakan
dalam
melaksanakan
pengendalian kualitas pada PT. Incasi Raya
dilakukan secara atribut, yaitu pengukuran
kualitas terhadap karakteristik produk yang
tidak dapat atau sulit diukur. Karakteristik
yang dimaksud disini adalah kualitas produk
yang baik atau cacat.
1.2

Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibahas di


dalam laporan kerja praktek ini adalah
apakah pengendalian kualitas kemasan
plastik pouch pada PT. Incasi Raya berada
dalam batas kendali, apa saja faktor-faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
reject
produksi dan bagaimana tindakan terhadap
reject produksi.
519

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan
penelitian
dalam
penulisan
laporan kerja praktek ini sebagai berikut:
1. Menganalisa
pengendalian
kualitas
kemasan plastik pouch pada PT. Incasi
Raya terhadap batas kendali.
2. Menganalisa hal-hal yang menyebabkan
terjadinya reject produksi kemasan
plastik pouch pada PT. Incasi Raya.
1.4

Batasan Masalah

Batasan
masalah
pada
pembuatan
laporan kerja praktek ini adalah :
1. Penelitian dilakukan hanya pada reject
produksi, tanpa melibatkan reject pabrik.
2. Kemasan yang diteiliti hanya terhadap
kemasan plastik pouch.
2.

TINJAUAN PUSTAKA

Adapun
teori-teori
penyelesaian laporan
sebagai berikut:
2.1

yang
kerja

melandasi
praktek ini

Kualitas

Kualitas merupakan suatu istilah relatif


yang sangat bergantung pada situasi.
Ditinjau dari pandangan konsumen, secara
subyektif orang mendefinisikan kualitas
adalah sesuatu yang cocok dengan selera
(fitness
for
use).
Produk
dikatakan
berkualitas
apabila
produk
tersebut
mempunyai kecocokan penggunaan bagi
dirinya. Pandangan lain mengatakan kualitas
adalah barang atau jasa yang dapat
menaikkan status pemakai. Ada juga yang
mengatakan
barang
atau
jasa
yang
memberikan
manfaat
pada
pemakai
(measure of utility and usefulness). Kualitas
barang atau jasa dapat berkenaan dengan
keandalan, ketahanan, waktu yang tepat,
penampilannya,
integritasnya,
kemurniannya,
individualitasnya,
atau
kombinasi dari berbagai faktor tersebut [2].
Uraian di atas menunjukkan bahwa
pengertian kualitas dapat berbeda-beda
pada setiap orang pada waktu khusus
dimana
kemampuannya
(availability),
kinerja
(performance),
keandalan
(reliability),
kemudahan
pemeliharaan
(maintainability) dan karakteristiknya dapat
diukur.
Ditinjau
dari
sudut
pandang
produsen, kualitas dapat diartikan sebagai
kesesuaian dengan spesifikasinya. Suatu
produk akan dinyatakan berkualitas oleh
produsen, apabila produk tersebut telah
sesuai dengan spesifikasinya [6].

520

Menurut
Juran
adapun
pengertian
kualitas menurut para ahli sebagai berikut
[6]:
1. Kualitas adalah keseluruhan fitur dan
karakteristik produk atau jasa yang
mampu memuaskan kebutuhan yang
terlihat atau yang tersamar.
2. Kualitas
adalah
conformance
to
requirement, yaitu sesuai dengan yang
diisyaratkan atau distandarkan. Suatu
Produk memiliki kualitas apabila sesuai
dengan standar kualitas yang telah
ditentukan.
3. Kualitas
adalah
kesesuaian
dengan
kebutuhan pasar.
4. Kualitas suatu produk adalah keadaan
fisik, fungsi, dan sifat suatu produk
bersangkutan yang dapat memenuhi
selera dan kebutuhan konsumen dengan
memuaskan sesuai dengan nilai uang
yang telah dikeluarkan.
Kualitas tidak bisa dipandang sebagai
suatu ukuran yang sempit, yaitu kualitas
produk semata-mata. Hal itu bisa dilihat dari
beberapa pengertian tersebut diatas, dimana
kualitas tidak hanya kualitas produk saja
akan tetapi sangat kompleks karena
melibatkan seluruh aspek dalam organisasi
serta diluar organisasi. Meskipun tidak ada
definisi mengenai kualitas yang diterima
secara universal, namun dari beberapa
definisi kualitas menurut para ahli di atas
terdapat beberapa persamaan, sebagaimana
yang diringkas dalam Nasution yaitu:
kualitas mencakup usaha memenuhi atau
melebihi
harapan
pelanggan,
kualitas
mencakup produk, tenaga kerja, proses dan
lingkungan, dan kualitas merupakan kondisi
yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan
kualitas saat ini
mungkin dianggap kurang berkualitas pada
masa mendatang)[8].
2.2 Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan salah
satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari
sebelum proses produksi berjalan, pada saat
proses produksi, hingga proses produksi
berakhir dengan menghasilkan produk akhir.
Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat
menghasilkan produk berupa barang atau
jasa yang sesuai dengan standar yang
diinginkan
dan
direncanakan,
serta
memperbaiki kualitas produk yang belum
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
dan
sebisa
mungkin
mempertahankan
kualitas yang sesuai. Adapun pengertian
pengendalian menurut para ahli adalah
sebagai berikut:

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

1. Pengendalian dan pengawasan adalah


kegiatan yang dilakukan untuk menjamin
agar kepastian produksi dan operasi yang
dilaksanakan sesuai dengan apa yang
direncanakan
dan
apabila
terjadi
penyimpangan,
maka
penyimpangan
tersebut dapat dikoreksi sehingga apa
yang diharapkan dapat tercapai [9].
2. Pengendalian kualitas adalah pengawasan
mutu,
merupakan
usaha
untuk
mempertahankan mutu/kualitas barang
yang dihasilkan, agar sesuai dengan
spesifikasi produk yang telah ditetapkan
berdasarkan
kebijaksanaan
pimpinan
perusahaan [9].
3. Pengendalian Kualitas adalah teknik dan
aktivitas operasional yang digunakan
untuk memenuhi standar kualitas yang
diharapkan. Berdasarkan pengertian di
atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa pengendalian kualitas adalah
suatu teknik dan aktivitas/tindakan yang
terencana
yang
dilakukan
untuk
mencapai,
mempertahankan,
dan
meningkatkan kualitas suatu produk dan
jasa agar sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan dan dapat memenuhi
kepuasan konsumen [3].
2.3 Tujuan Pengendalian Kualitas
Menurut Assauri adapun tujuan dari
pengendalian kualitas adalah [9]:
1. Agar barang hasil produksi dapat
mencapai standar kualitas yang telah
ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat
menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dari
produk
dan
proses
dengan
menggunakan kualitas produksi tertentu
dapat menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat
menjadi serendah mungkin.
Tujuan utama pengendalian kualitas
adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa
kualitas produk atau jasa yang dihasilkan
sesuai dengan standar kualitas yang telah
ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang
ekonomis
atau
serendah
mungkin.
Pengendalian kualitas tidak dapat dilepaskan
dari
pengendalian
produksi,
karena
pengendalian kualitas merupakan bagian
dari pengendalian produksi. Pengendalian
produksi baik secara kualitas
maupun
kuantitas merupakan kegiatan yang sangat
penting dalam suatu perusahaan. Hal ini
disebabkan karena kegiatan produksi yang
dilaksanakan akan dikendalikan, supaya
barang atau jasa yang dihasilkan sesuai

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

dengan rencana yang telah ditetapkan,


dimana penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi
diusahakan
diminimumkan.
Pengendalian kualitas juga menjamin barang
atau
jasa
yang
dihasilkan
dapat
dipertanggungjawabkan seperti halnya pada
pengendalian produksi, dengan demikian
antara
pengendalian
produksi
dan
pengendalian kualitas erat kaitannya dalam
pembuatan barang.
2.4 Faktor-Faktor
Kualitas

Pengendalian

Menurut Montgomery faktor-faktor yang


mempengaruhi pengendalian kualitas yang
dilakukan perusahaan adalah [7]:
1. Kemampuan Proses, batas-batas yang
ingin
dicapai
haruslah
disesuaikan
dengan kemampuan proses yang ada.
Tidak ada gunanya mengendalikan suatu
proses dalam batas-batas yang melebihi
kemampuan atau kesanggupan proses
yang ada.
2. Spesifikasi yang berlaku, Spesifikasi hasil
produksi yang ingin dicapai harus dapat
berlaku,
bila
ditinjau
dari
segi
kamampuan proses dan keinginan atau
kebutuhan konsumen yang ingin dicapai
dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini
haruslah dapat dipastikan dahulu apakah
spesifikasi tersebut dapat berlaku dari
kedua segi yang telah disebutkan di atas
sebelum pengendalian kualitas pada
proses dapat dimulai.
3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat
diterima,
Tujuan
dilakukannya
pengendalian suatu proses adalah dapat
mengurangi produk yang berada di
bawah standar seminimal mungkin.
Tingkat pengendalian yang diberlakukan
tergantung pada banyaknya produk yang
berada dibawah standar yang dapat
diterima.
4. Biaya kualitas, biaya kualitas sangat
mempengaruhi
tingkat
pengendalian
kualitas dalam menghasilkan produk
dimana
biaya
kualitas
mempunyai
hubungan
yang
positif
dengan
terciptanya produk yang berkualitas.
2.5 Langkah - Langkah Pengendalian
Kualitas
Standarisasi sangat diperlukan sebagai
tindakan pencegahan untuk memunculkan
kembali masalah kualitas yang pernah ada
dan telah diselesaikan. Hal ini sesuai dengan
konsep pengendalian mutu berdasarkan
sistem manajemen mutu yang berorientasi
pada strategi pencegahan, bukan pada
strategi pendeteksian saja. Berikut ini adalah

521

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

langkah-langkah yang sering digunakan


dalam analisis dan solusi masalah mutu [7]:
1. Memahami
kebutuhan
peningkatan
kualitas.
Langkah awal dalam peningkatan kualitas
adalah bahwa manajemen harus secara
jelas
memahami
kebutuhan
untuk
peningkatan mutu. Manajemen harus
secara sadar memiliki alasan-alasan
untuk peningkatan mutu dan peningkatan
mutu merupakan suatu kebutuhan yang
paling mendasar. Tanpa memahami
kebutuhan untuk peningkatan mutu,
peningkatan kualitas tidak akan pernah
efektif dan berhasil. Peningkatan kualitas
dapat dimulai dengan mengidentifikasi
masalah kualitas yang terjadi atau
kesempatan
peningkatan
apa
yang
mungkin dapat dilakukan. Identifikasi
masalah
dapat
dimulai
dengan
mengajukan
beberapa
pertanyaan
dengan menggunakan alat-alat bantu
dalam
peningkatan
kualitas
seperti
brainstromming,
check
Sheet,
atau
diagram Pareto.
2. Menyatakan masalah kualitas yang ada.
Masalah-masalah utama yang telah
dipilih dalam langkah pertama perlu
dinyatakan dalam suatu pernyataan yang
spesifik.
Apabila
berkaitan
dengan
masalah kualitas, masalah itu harus
dirumuskan dalam bentuk informasiinformasi spesifik jelas tegas dan dapat
diukur dan diharapkan dapat dihindari
pernyataan masalah yang tidak jelas dan
tidak dapat diukur.
3. Mengevaluasi penyebab utama
Penyebab utama dapat dievaluasi dengan
menggunakan diagram sebab-akibat dan
menggunakan teknik
brainstromming.
Dari berbagai faktor penyebab yang ada,
kita dapat mengurutkan penyebabpenyebab dengan menggunakan diagram
pareto
berdasarkan
dampak
dari
penyebab
terhadap
kinerja
produk,
proses, atau sistem manajemen mutu
secara keseluruhan.
4. Merencanakan solusi atas masalah.
Diharapkan
rencana
penyelesaian
masalah berfokus pada tindakan-tindakan
untuk menghilangkan akar penyebab dari
masalah yang ada. Rencana peningkatan
untuk menghilangkan akar penyebab

522

5.

6.

7.

8.

masalah yang ada diisi dalam suatu


formulir daftar rencana tindakan.
Melaksanakan perbaikan
Implementasi rencana solusi terhadap
masalah
mengikuti
daftar
rencana
tindakan peningkatan kualitas. Dalam
tahap pelaksanaan ini sangat dibutuhkan
komitmen manajemen dan karyawan
serta partisipasi total untuk secara
bersama-sama
menghilangkan
akar
penyebab dari masalah kualitas yang
telah teridentifikasi.
Meneliti hasil perbaikan.
Setelah
melaksanakan
peningkatan
kualitas perlu dilakukan studi dan
evaluasi
berdasarkan
data
yang
dikumpulkan selama tahap pelaksanaan
untuk mengetahui apakah masalah yang
ada telah hilang atau berkurang. Analisis
terhadap hasil-hasil temuan selama tahap
pelaksanaan
akan
memberikan
tambahan informasi bagi pembuatan
keputusan dan perencanaan peningkatan
berikutnya.
Menstandarisasikan
solusi
terhadap
masalah.
Hasil-hasil
yang
memuaskan
dari
tindakan pengendalian kualitas harus
distandarisasikan,
dan
selanjutnya
melakukan peningkatan terus-menerus
pada
jenis
masalah
yang
lain.
Standarisasi
dimaksudkan
untuk
mencegah masalah yang sama terulang
kembali.
Memecahkan masalah selanjutnya.
Setelah
selesai
masalah
pertama,
selanjutnya beralih membahas masalah
selanjutnya yang belum terpecahkan (jika
ada).

2.6 Alat Bantu


Kualitas

dalam

Pengendalian

Pengendalian kualitas secara statistik


dengan
menggunakan
SPC
(Statistical
Processing Control) mempunyai 7 alat
statistik
utama yang dapat digunakan
sebagai alat bantu untuk mengendalikan
kualitas, antara lain yaitu; check Sheet,
histogram, control chart, diagram pareto,
diagam sebab akibat, scatter diagram, dan
diagram proses [5].

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Gambar 1. Alat Bantu Pengendalian Kualitas


1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)
Check Sheet atau lembar pemeriksaan
merupakan
alat
pengumpul
dan
penganalisis data yang disajikan dalam
bentuk tabel yang berisi data jumlah
barang yang diproduksi dan jenis
ketidaksesuaian beserta dengan jumlah
yang dihasilkannya.
Tujuan digunakannya check sheet
ini
adalah untuk mempermudah proses
pengumpulan data dan analisis, serta
untuk mengetahui area permasalahan
berdasarkan frekuensi dari jenis atau
penyebab dan mengambil keputusan
untuk melakukan perbaikan atau tidak.
Pelaksanaannya dilakukan dengan cara
mencatat
frekuensi
munculnya
karakteristik
suatu
produk
yang
berkenaan dengan kualitasnya. Data
tersebut digunakan sebagai dasar untuk
mengadakan analisis masalah kualitas.
Adapun manfaat dipergunakannya check
sheet yaitu sebagai alat untuk :
a. Mempermudah
pengumpulan
data
terutama
untuk
mengetahui
bagaimana suatu masalah terjadi.
b. Mengumpulkan data tentang jenis
masalah yang sedang terjadi.

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

c. Menyusun
data
secara
otomatis
sehingga
lebih
mudah
untuk
dikumpulkan.
d. Memisahkan antara opini dan fakta.
2. Diagram Sebar (Scatter Diagram)
Scatter diagram
atau disebut juga
dengan peta korelasi adalah grafik yang
menampilkan hubungan antara dua
variabel apakah hubungan antara dua
variabel tersebut kuat atau tidak, yaitu
antara faktor proses yang mempengaruhi
proses dengan kualitas produk. Pada
dasarnya
diagram
sebar
(scatter
diagram)
merupakan
suatu
alat
interpretasi data yang digunakan untuk
menguji bagaimana kuatnya hubungan
antara dua variabel dan menentukan
jenis
hubungan
dari
dua
variabel
tersebut, apakah positif, negatif, atau
tida ada hubungan. Dua variabel yang
ditunjukkan dalam diagram sebar dapat
berupa karakteristik kuat dan faktor yang
mempengaruhinya.
3. Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect
Diagram)
Diagram ini disebut juga diagram tulang
ikan (fishbone chart) dan berguna untuk
523

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

memperlihatkan
faktor-faktor
utama
yang berpengaruh pada kualitas dan
mempunyai akibat pada masalah yang
kita pelajari. Selain itu, kita juga dapat
melihat faktor-faktor yang lebih terperinci
yang berpengaruh dan mempunyai akibat
pada faktor utama tersebut yang dapat
kita
lihat
pada
pnah-panah
yang
berbentuk tulang ikan.
Diagram sebab-akibat ini pertama kali
dikembangkan pada tahun 1950 oleh
seorang pakar kualitas dari Jepang yaitu
Dr. Kaoru Ishikawa yang menggunakan
uraian grafis dari unsur-unsur proses
untuk
menganalisa
sumber-sumber
potensial dari penyimpangan proses.
Faktor-faktor penyebab utama ini dapat
dikelompokkan dalam :
a. Material (bahan baku).
b. Machine (mesin).
c. Man (tenaga kerja).
d. Method (metode).
e. Environment (lingkungan).
Adapun kegunaan dari diagram sebabakibat adalah:
a. Membantu
mengidentifikasi
akar
penyebab masalah.
b. Menganalisa kondisi yang sebenarnya
yang bertujuan untuk memperbaiki
peningkatan kualitas.
c. Membantu membangkitkan ide-ide
untuk solusi suatu masalah.
d. Membantu dalam pencarian fakta lebih
lanjut.
e. Mengurangi
kondisi-kondisi
yang
menyebabkan ketidaksesuaian produk
dengan keluhan konsumen.
f. Menentukan standarisasi dari operasi
yang sedang berjalan atau yang akan
dilaksanakan.
g. Merencanakan tindakan perbaikan.
Adapun langkah-langkah dalam membuat
diagram
sebab akibat adalah sebagai
berikut:
a. Mengidentifikasi masalah utama.
b. Menempatkan
masalah
utama
tersebut disebelah kanan diagram.
c. Mengidentifikasi penyebab minor dan
meletakkannya pada diagram utama.
d. Mengidentifikasi penyebab minor dan
meletakkannya
pada
penyebab
mayor.
e. Diagram telah selesai, kemudian
dilakukan evaluasi untuk menentukan
penyebab sesungguhnya.
4. Diagram Pareto (Pareto Analysis)
Diagram
pareto
pertama
kali
diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dan

524

digunakan pertama kali oleh Joseph


Juran. Diagram pareto adalah grafik
balok
dan
grafik
baris
yang
menggambarkan perbandingan masingmasing jenis data terhadap keseluruhan.
Dengan memakai diagram pareto, dapat
terlihat masalah mana yang dominan
sehingga dapat mengetahui prioritas
penyelesaian masalah. Fungsi Diagram
pareto adalah untuk mengidentifikasi
atau menyeleksi masalah utama untuk
peningkatan kualitas dari yang paling
besar ke yang paling kecil.
5. Diagram Alir/ Diagram Proses (Process
Flow Chart)
Diagram alir secara grafis menunjukkan
sebuah proses atau sistem dengan
menggunakan kotak dan garis yang
saling berhubungan. Diagram ini cukup
sederhana, tetapi merupakan alat yang
sangat baik untuk mencoba memahami
sebuah
proses
atau
menjelaskan
langkah-langkah sebuah proses.
6. Histogram
Histogram
adalah
suat
alat
yang
membantu untuk menentukan variasi
dalam proses. Berbentuk diagram batang
yang menunjukkan tabulasi dari data
yang diatur berdasarkan ukurannya.
Tabulasi data ini umumnya dikenal
dengan distribusi frekuensi. Histogram
menunjukkan karakteristik-karakteristik
dari data yang dibagi-bagi menjadi kelaskelas.
Histogram
dapat
berbentuk
normal atau berbentuk seperti lonceng
yang menunjukkan bahwa banyak data
yang terdapat pada nilai rata-ratanya.
Bentuk histogram yang miring atau tidak
simetris menunjukkan bahwa banyak
data yang tidak berada pada nilai rataratanya tetapi kebanyakan data nya
berada pada batas atas atau bawah.
7. Peta Kendali (Control Chart)
Peta kendali adalah suatu alat yang
secara grafis digunakan untuk memonitor
dan
mengevaluasi apakah suatu
aktivitas/
proses
berada
dalam
pengendalian kualitas secara statistika
atau tidak sehingga dapat memecahkan
masalah dan menghasilkan perbaikan
kualitas. Peta kendali menunjukkan
adanya perubahan data dari waktu ke
waktu,
tetapi
tidak
menunjukkan
penyebab
penyimpangan
meskipun
penyimpanan itu akan terlihat pada peta
kendali.

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

2.7 Pengertian
Control

Statistical

Processing

Statistical Processing Control merupakan


sebuah teknik
statistik
yang digunakan
secara luas untuk memastikan bahwa proses
memenuhi standar. Dengan kata lain, selain
Statistical
Process
Control
merupakan
sebuah proses yang digunakan untuk
mengawasi standar, membuat pengukuran
dan mengambil tindakan perbaikan selagi
sebuah produk atau jasa sedang diproduksi
[5]. Statistical Process Control merupakan
kumpulan dari metode-metode produksi dan
konsep manajemen yang dapat digunakan
untuk mendapatkan efisiensi, produktifitas
dan kualitas untuk memproduksi produk
yang kompetitif dengan tingkat yang
maksimum.
Pengertian lain dari Statistical Process
Control ialah suatu terminology yang mulai
digunakan sejak tahun 1970-an untuk
menjabarkan
penggunaan
teknik-teknik
statistika
dalam
memantau
dan
meningkatkan
performansi
proses
menghasilkan produk yang berkualitas [3].
Statistical
Process
Control
biasanya
digunakan
dalam
permasalahan
pengendalian kualitas. Statistical
Process
Control melibatkan penggunaan signal-signal
statistik untuk meningkatkan performa dan
untuk
memelihara
pengendalian
dari
produksi pada tingkat kualitas yang lebih
tinggi.
2.8 Manfaat
Control

Statistical

Processing

Menurut Assausri manfaat/ keuntungan


melakukan pengendalian kualitas secara
statistik adalah [9]:
1. Pengendalian
(control),
di
mana
penyelidikan yang diperlukan untuk dapat
menetapkan
statistical
control
mengharuskan
bahwa
syarat-syarat
kualitas pada situasi itu dan kemampuan
prosesnya
telah
dipelajari
hingga
mendetail. Hal ini akan menghilangkan
beberapa titik kesulitan tertentu, baik
dalam spesifikasi maupun dalam proses.
2. Pengerjaan kembali barang-barang yang
telah scrap-rework. Dengan dijalankan
pengontrolan,
maka
dapat
dicegah
terjadinya penyimpangan-penyimpangan
dalam proses. Sebelum terjadi hal-hal
yang
serius
dan
akan
diperoleh
kesesuaian yang lebih baik antara
kemampuan proses (process capability)
dengan spesifikasi, sehingga banyaknya
barang-barang yang diapkir (scrap) dapat
dikurangi sekali. Dalam perusahaan
pabrik sekarang ini, biaya-biaya bahan

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

sering kali mencapai 3 sampai 4 kali


biaya buruh, sehingga dengan perbaikan
yang
telah
dilakukan
dalam
hal
pemanfaatan bahan dapat memberikan
penghematan yang menguntungkan.
3. Biaya-biaya
pemeriksaan,
karena
Statistical
Quality Control
dilakukan
dengan jalan mengambil sampel-sampel
dan
mempergunakan
sampling
techniques, maka hanya sebagian saja
dari hasil produksi yang perlu untuk
diperiksa. Akibatnya maka hal ini akan
dapat
menurunkan
biaya-biaya
pemeriksaaan.
2.9 Manfaat
Control

Statistical

Processing

Menurut Assausri manfaat/ keuntungan


melakukan pengendalian kualitas secara
statistik adalah [9]:
1. Pengendalian
(control),
di
mana
penyelidikan yang diperlukan untuk dapat
menetapkan
statistical
control
mengharuskan
bahwa
syarat-syarat
kualitas pada situasi itu dan kemampuan
prosesnya
telah
dipelajari
hingga
mendetail. Hal ini akan menghilangkan
beberapa titik kesulitan tertentu, baik
dalam spesifikasi maupun dalam proses.
2. Pengerjaan kembali barang-barang yang
telah scrap-rework. Dengan dijalankan
pengontrolan,
maka
dapat
dicegah
terjadinya penyimpangan-penyimpangan
dalam proses. Sebelum terjadi hal-hal
yang
serius
dan
akan
diperoleh
kesesuaian yang lebih baik antara
kemampuan proses (process capability)
dengan spesifikasi, sehingga banyaknya
barang-barang yang diapkir (scrap) dapat
dikurangi sekali. Dalam perusahaan
pabrik sekarang ini, biaya-biaya bahan
sering kali mencapai 3 sampai 4 kali
biaya buruh, sehingga dengan perbaikan
yang
telah
dilakukan
dalam
hal
pemanfaatan bahan dapat memberikan
penghematan yang menguntungkan.
3. Biaya-biaya
pemeriksaan,
karena
Statistical
Quality Control
dilakukan
dengan jalan mengambil sampel-sampel
dan
mempergunakan
sampling
techniques, maka hanya sebagian saja
dari hasil produksi yang perlu untuk
diperiksa. Akibatnya maka hal ini akan
dapat
menurunkan
biaya-biaya
pemeriksaaan.

525

ISSN 2088-4842

2.10 Manfaat
Control

Statistical

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Processing

Terdapat dua jenis metode pengendalian


kualitas secara statistika yang berbeda,
yaitu [9]:
1. Acceptance Sampling
Didefinisikan sebagai pengambilan satu
sampel atau lebih secara acak dari suatu
partai barang, memeriksa setiap barang
di
dalam
sampel
tersebut
dan
memutuskan
berdasarkan
hasil
pemeriksaan itu, apakah menerima atau
menolak
keseluruhan
partai.
Jenis
pemeriksaan ini dapat digunakan oleh
pelanggan
untuk
menjamin
bahwa
pemasok memenuhi spesifikasi kualitas
atau oleh produsen untuk menjamin
bahwa standar kualitas dipenuhi sebelum
pengiriman.
Pengambilan
sampel
penerimaan
lebih
sering
digunakan
daripada pemeriksaan 100% karena
biaya pemeriksaan jauh lebih besar
dibandingkan dengan biaya lolosnya
barang
yang
tidak
sesuai
kepada
pelanggan.
2. Process Control
Pengendalian
proses
menggunakan
pemeriksaan produk atau jasa ketika
barang tersebut masih sedang diproduksi
(WIP/work in process). Sampel berkala
diambil dari outpu proses produksi.
Apabila setelah pemeriksaan sampel
terdapat alasan untuk mempercayai
bahwa karekteristik kualitas proses telah
berubah,
maka
proses
itu
akan
diberhentikan dan dicari penyebabnya.
Penyebab
tersebut
dapat
berupa
perubahan pada operator, mesin atau
pada bahan. Apabila penyebab ini telah
dikemukakan
dan
diperbaiki,
maka
proses itu dapat dimulai kembali. Dengan
memantau proses produksi tersebut
melalui pengambilan sampel secara acak,
maka pengendalian yang konstan dapat
dipertahankan.
Pengendalian
proses
didasarkan atas dua asumsi penting,
yaitu:
a. Variabilitas
Mendasar
untuk
setiap
proses
produksi. Tidak peduli bagaimana
sempurnanya rancangan proses, pasti
terdapat
variabilitas
dalam
karakteristik kualitas dari tiap unit.
Variasi selama proses produksi tidak
sepenuhnya
dapat
dihindari
dan
bahkan
tidak
pernah
dapat
dihilangkan sama sekali. Namun
sebagian dari variasi tersebut dapat
dicari penyebabnya serta diperbaiki.

526

b. Proses
Proses produksi tidak selalu berada
dalam keaadaan terkendali, karena
lemahnya prosedur, operator yang
tidak terlatih pemeliharaaan mesin
yang tidak cocok dan sebagainya,
maka variasi produksinya biasanya
jauh lebih besar dari yang semestinya.
2.11 Pembagian Pengendalian Kualitas
Statistik
Terdapat dua jenis metode pengendalian
kualitas secara statistika yang berbeda,
yaitu [9]:
1. Acceptance Sampling
Didefinisikan sebagai pengambilan satu
sampel atau lebih secara acak dari suatu
partai barang, memeriksa setiap barang
di
dalam
sampel
tersebut
dan
memutuskan
berdasarkan
hasil
pemeriksaan itu, apakah menerima atau
menolak
keseluruhan
partai.
Jenis
pemeriksaan ini dapat digunakan oleh
pelanggan
untuk
menjamin
bahwa
pemasok memenuhi spesifikasi kualitas
atau oleh produsen untuk menjamin
bahwa standar kualitas dipenuhi sebelum
pengiriman.
Pengambilan
sampel
penerimaan
lebih
sering
digunakan
daripada pemeriksaan 100% karena
biaya pemeriksaan jauh lebih besar
dibandingkan dengan biaya lolosnya
barang
yang
tidak
sesuai
kepada
pelanggan.
2. Process Control
Pengendalian
proses
menggunakan
pemeriksaan produk atau jasa ketika
barang tersebut masih sedang diproduksi
(WIP/ work in process). Sampel berkala
diambil dari output proses produksi.
Apabila setelah pemeriksaan sampel
terdapat alasan untuk mempercayai
bahwa karekteristik kualitas proses telah
berubah,
maka
proses
itu
akan
diberhentikan dan dicari penyebabnya.
Penyebab
tersebut
dapat
berupa
perubahan pada operator, mesin atau
pada bahan. Apabila penyebab ini telah
dikemukakan
dan
diperbaiki,
maka
proses itu dapat dimulai kembali. Dengan
memantau proses produksi tersebut
melalui pengambilan sampel secara acak,
maka pengendalian yang konstan dapat
dipertahankan.
Pengendalian
proses
didasarkan atas dua asumsi penting,
yaitu:
a. Variabilitas
Mendasar
untuk
setiap
proses
produksi. Tidak peduli bagaimana
sempurnanya rancangan proses, pasti

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

terdapat
variabilitas
dalam
karakteristik kualitas dari tiap unit.
Variasi selama proses produksi tidak
sepenuhnya
dapat
dihindari
dan
bahkan
tidak
pernah
dapat
dihilangkan sama sekali. Namun
sebagian dari variasi tersebut dapat
dicari penyebabnya serta diperbaiki.
b. Proses
Proses produksi tidak selalu berada
dalam keaadaan terkendali, karena
lemahnya prosedur, operator yang
tidak terlatih pemeliharaaan mesin
yang tidak cocok dan sebagainya,
maka variasi produksinya biasanya
jauh lebih besar dari yang semestinya.
2.12 Pengendalian
Proses
dengan Peta Kontrol

dengan mengurangi produk yang cacat.


Banyak keuntungan yang dapat diperoleh
dengan
menggunakan
peta
kontrol,
diantaranya adalah untuk mengindikasikan
hal-hal berikut (Basterfield, 1994):
1. Kapan mengambil tindakan koreksi
2. Tipe dari tindakan pencegahan yang
diperlukan
3. Kapan meninggalkan proses sendirian
(membiarkan
proses
berjalan
apa
adanya)
4. Kemampuan proses
5. Cara atau alat yang memungkinkan
untuk pengembangan atau peningkatan
mutu
6. Bagaimana untuk menset spesifikasi
produk

Statistik

Peta kontrol merupakan alat yang


digunakan dalam pemecahan masalah dan
perbaikan mutu. Peta kontrol ini disebut
juga dengan bagan kendali shewhart karena
teknik ini pertama kali dikembangkan oleh
Dr. Walter A. Shewhart pada tahun 1920-an.
Kendatipun peta kontrol ini nampaknya
sederhana, namun banyak ahli teknik,
karyawan
bagian
produksi
dan
para
pemeriksa
berpendapat
bahwa
dalam
menggunakan bagan/peta ini diperlukan
pandangan yang sama yaitu bahwa mutu
terukur suatu produk yang dihasilkan selalu
beragam sebagai akibat dari faktor acak.
Beberapa sistem sebab acak (System of
change causes) yang stabil adalah bawaan
(inherent) dalam suatu skema produksi dan
pemeriksaan tertentu. Keragaman dan pola
yang stabil ini tidak dapat dihindari. Alasan
keragaman yang terjadi di luar pola yang
stabil ini dapat ditemukan dan dikoreksi.
Fungsi utama dari peta kontrol adalah
menentukan tipe variasi mana yang muncul
dan apakah dibutuhkan penyesuaian dalam
proses. Hal ini bisa saja hanya untuk
menyetel suatu proses yang beroperasi di
dalam kontrol (hanya terdapat common
causes variation) atau menyesuaikan suatu
proses yang beroperasi di luar kendali
(hadirnya assignable causes variation). Peta
kontrol merupakan acuan terhadap proses
yang sedang beroperasi.
Proses
kontrol
dicapai
dengan
pengambilan sapel secara periodic selama
proses kemudian sample-sampel tersebut
diplot ke dalam sebuah peta untuik melihat
apakah proses-proses tersebut berada pada
batas kontronya dan Statistical Process
Control tersebut merupkan salah satu upaya
pencegahan terhadapa ketidaksesuaian dan
mencegah terjadinya permasalahan kualitas

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Secara garis besar, peta kontrol dapat


dikelompokkan atas dua bagian yaitu peta
kontrol variabel dan peta kontrol atribut.
2.12.1 Peta Kontrol Variabel
Peta kontrol variabel merupakan peta
kontrol untuk karakteristik mutu yang dapat
diukur
dalam
skala
numerik,
seperti
panjang, ketebalan dan kadar keasaman.
Manfaat peta kontrol ini adalah [1]:
1. Untuk perbaikan mutu
2. Untuk menentukan besarnya kemampuan
proses (process capability)
3. Untuk mengambil keputusan dalam
kaitannya dengan spesifikasi produk
berkaitan
dengan
penentuan
SL
(Specification
Limit),
yaitu
batas
penyimpangan maksimum yang masih
diizinkan untuk individual produk terbagi
atas USL (Upper Specification Limit) dan
LSL (Lower Specification Limit)
4. Untuk mengambil keputusan dalam
kaitannya
dengan
proses
produksi,
mencari sebab-sebab terusut (assignable
causes) dan menghilangkannya
5. Untuk mengambil keputusan dalam
kaitannya dengan item yang diproduksi
Menurut
Besterfield
tahapan-tahapan
yang dilakukan dalam membuat peta kontrol
variabel adalah [1]:
1. Pilih karakteristik mutu yang digunakan
Karakteristik mutu yang akan digunakan
dalam peta kontrol X dan R/S harus
dapat diukur dan dinyatakan dalam
angka. Satuan besaran yang digunakan
dapat berupa besaran pokok dan besaran
turunan.
2. Pilih subgrub yang rasional
Subgrub yang rasional maksudnya variasi
yang ada dalam subgrub tersebut
disebabkan oleh chance causes (kondisi

527

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

ini
tentu
tidak
selamanya
dapat
dipenuhi). Untuk lebih memudahkan
usaha agar subgrub yang diambil berasal
dari lot yang homogen (diproduksi dalam
kondisi yang sama material, mesin,
operator, dan lain sebagainya).
Memilih subgrub dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu:
a. Instant-Time-Method
b. Period-Time-Method
Keputusan untuk menentukan ukuran
subgrub bergantung pada pertimbangan
berikut:
a. Peningkatan
ukuran
subgrub
menyebabkan batas kontrol makin
mendekati garis sentral sehingga peta
kontrol menjadi sensitif terhadap
variasi yang kecil sekalipun
b. Jika ukuran subgrub meningkat, maka
biaya pemeriksaan per subgrub juga
akan meningkat
c. Jika pemeiksaaan bersifat merusak,
maka ukuran subgrub sebaiknya kecil
(antara 2 atau 3)
d. Ukuran subgrub sama dengan 5,
umumnya digunakan dalam industri
e. Sebaiknya ukuran subgrub sama
dengan 4 atau lebih, karena secara
statistik rata-rata dari data ( X ) yang
berada dalam subgrub ini akan
terdistribusi
mendekati
sebaran
normal
f. Jika ukuran subgrub lebih dari 10,
maka

peta

dan

lebih

digunakan dibandigkan peta

baik

dan R

X
i 1

(1)

CL X =

X
X

LCL X =

528

+ 3 X

(5)

LCL X =

- 3 X

(6)

dengan

X =

(7)

i 1

(8)

UCLR = D4 R

(9)

CLR =

(10)

LCLR = D3 R
atau

(11)

UCLR =

+ 3 R

(12)

- 3 R

(13)

R
R

LCLR =

Peta Kontrol

dan S

i 1

(14)

UCL X =

+ A3 S

(15)

CL X =
LCL X =

(16)
- A3 S

(17)

S
i 1

(18)

UCLS = B4 S

(19)

CLS =

(20)

LCLS = B3 S

(21)

dimana
n
n
n xi2 xi
i 1
i 1
Si
nn 1

(22)

Keterangan :

UCL X =

UCL X =

dan R

3. Kumpulkan data
Gunakan lembar pengamatan (check
sheet) dimana check sheet tersebut
selain memuat nomor subgrub, tanggal,
waktu dan hasil pengukuran sebaiknya
dilengkapi
dengan
keteranganketerangan
tentang
kondisi
saat
dilakukan
pengukuran,
guna
memudahkan dalam menentukan jenis
penyebab variasi
4. Tentukan garis sentral dan batas kontrol
Peta kontrol

atau

+ A2

(2)
(3)

- A2

= Rata-rata dari rata-rata subgrub

= Rata-rata
subgrub

= Rata-rata dari standar deviasi tiap


subgrub

dari

rentang

(range)

(4)

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

Xi

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Sd

= Standar deviasi subgrub yang


berada di luar batas kontrol dan
memiliki assignable causes
6. Terapkan dan capai tujuan

= Rata-rata subgrub ke-i

Ri
Si

= Range subgrub ke-i


= Standar deviasi subgrub ke-i

X
R
g
n

= Standar deviasi populasi X


= Standar deviasi populasi R
= banyak subgrub
= ukuran sampel dalam subgrub

5. Lakukan revisi terhadap garis sentral dan


batas kontrol
g

X new

X X
i 1

g gd

(23)

X X new
UCL X = X 0 A 0

(24)

CL X =

(26)

X0
UCL X = X 0 A 0
R
0 0
d2
g

R new

R
i 1

(25)

(27)
(28)

Rd

g gd

(29)

R0 R new .

(30)

UCLR = D2 0

(31)

CLR = d2 0

(32)

LCLR = D1 0

(33)

S new

S
i 1

Pernyataan-pernyataan tentang kontrol


ada dua yaitu [1]:
1. Proses Dalam Kontrol
Dalam menarik kesimpulan tentang peta
kontrol,
biasanya
terjadi
2
jenis
kesalahan yaitu:
a. Kesalahan Type I (Type I Error), yaitu
menyimpulkan bahwa variasi yang
disebabkan oleh assignable causes,
padahal disebabkan oleh chance
causes
atau
menyatakan
proses
berada di luar kontrol, padahal
sebenarnya berada di dalam kontrol.
Peluang untuk kesalahan seperti ini
biasanya sekitar 0.27 %.
b. Kesalahan Type II (Type II Error),
yaitu menyimpulkan bahwa variasi
yang disebabkan oleh chance causes,
padahal disebabkan oleh assignable
causes
atau
menyatakan
proses
berada di dalam kontrol, padahal
sebenarnya berada di luar kontrol.
Peluang untuk kesalahan seperti ini
biasanya sekitar 99.73 %.
2. Proses di Luar Kontrol
Proses dinyatakan di luar kontrol jika
suatu titik subgrub berada di luar batas
kontrol. Selain itu perlu juga dilakukan
analisa pada titik-titik yang berada di
dalam kontrol dengan cara membagi tiga
daerah di bawah dan di atas garis sentral
menjadi level A, B, C seperti yang
diperlihatkan pada gambar berikut:

Sd

g gd

(34)

UCL = 3
A

S 0 S new
S
0 0
c4

(35)

UCLS = B6 0

(37)

CLS = c4 0

(38)

LCLS = B5 0

(39)

2/3 UCL = 2
B

(36)

1/3 UCL = 1
C

C
1/3 LCL = 1
B

Keterangan :

LCL = 3

X d = Rata-rata
gd

subgrub yang berada di


luar batas kontrol dan memiliki
assignable causes
= Banyak subgrub yang berada di
luar batas kontrol dan assignable
causes

2/3 LCL = 2
A

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

Gambar 2. Pembagian
Daerah
Analisa Peta Kontrol

untuk

529

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Kondisi-kondisi proses yang berada di


luar kontrol berdasarkan pembagian daerah
tersebut adalah:
a. 7 titik berurutan berada pada salah satu
sisi, di atas atau dibawah garis sentral
b. 10 dari 11 titik berurutan berada pada
salah satu sisi, di atas atau dibawah garis
sentral
c. 12 dari 14 titik berurutan berada pada
salah satu sisi, di atas atau dibawah garis
sentral
d. 6 titik berurutan nilainya terus meningkat
atau menurun
e. 2 dari 3 titik berada di daerah A
f. 4 dari 5 titik berurutan berada di daerah
B dan A
Analisa kondisi proses di luar kontrol juga
dapat dilakukan dengan melihat pola dari
titik-titik sebaran nilai subgrub, biasanya
terdapat lima pola data yaitu [1]:
1. Perubahan atau penaikan tiba-tiba dalam
tingkatan (Change or Jump in Level).
Tipe ini dihubungkan dengan suatu
perubahan tiba-tiba dalam tingkatan
untuk peta X , peta R atau keduanya.
Jika kondisi ini ditemukan pada peta
kontrol X , maka biasanya menunjukkan
adanya:
a. Suatu perubahan yang disengaja
ataupun tidak disengaja dalam jalinan
proses.
b. Seorang operator yang baru atau tidak
berpengalaman.
c. Suatu material kasar yang berbeda.
d. Suatu kegagalan minor dari sebuah
bagian mesin.
Jika kondisi ini ditemukan pada peta
kontrol R, maka biasanya menunjukkan
adanya:
a. Operator yang tidak berpengalaman.
b. Variasi yang besar dari material.

a. Peningkatan
kemampuan
pekerja
(Downward Trend).
b. Penurunan kemampuan pekerja akibat
lelah, bosan atau tidak konsentrasi
(Upward Trend)
c. Peningkatan
dalam
homogenitas
material.
3. Recurring Cycle
Reccuring cycle terjadi jika sebaran dari
titik-titik dalam peta kontrol X atau
peta
R
memperlihatkan
sebuah
gelombang atau adanya titik-titik periodik
yang rendah dan tinggi. Untuk peta
kontrol
X , kondisi ini biasanya
disebabkan oleh:
a. Efek-efek musiman dari material.
b. Efek berulang-ulang dari temperatur
dan kelembaban (Cold Monitoring
Start Up)
c. Kejadian harian atau mingguan yang
bersifat
kimia,
mekanis
maupun
psikologis.
Untuk peta kontrol R, kondisi ini biasanya
disebabkan oleh:
a. Kelelahan dan pemulihan saat istirahat
pagi, siang maupun sore.
b. Pertukaran operator yang terlalu
sering
4. Two Population (Mixture)
Situasi two population ini terjadi jika
terdapat banyak titik-titik didekat
atau
bersisian dengan limit kontrol. Untuk peta
kontrol
X , kondisi ini biasanya
disebabkan oleh:
a. Perbedaan yang besar dalam mutu
material.
b. Dua atau lebih mesin dalam peta yang
sama.
c. Perbedaan
yang
besar
dalam
peralatan dan metoda pengujian.

2. Perubahan tetap dalam tingkatan (Trend


or Steady Change in Level)
Perubahan yang tetap dalam peta kontrol
merupakan hal yang sangat umum dalam
fenomena industri. Beberapa penyebab
munculnya kondisi ini pada peta kontrol

Untuk peta kontrol R, kondisi ini biasanya


disebabkan oleh:
a. Pekerja yang berbeda menggunakan
peta yang sama.
b. Material dari pemasok yang berbeda.

X adalah:
a. Penggunaan alat atau cetakan
b. Penurunan kemampuan cetakan
c. Kegagalan viskositas dalam proses
semen.
d. Perubahan
temperatur
dan
kelembaban.
Jika kondisi ini ditemukan pada peta
kontrol R, maka biasanya menunjukkan
adanya:

5. Mistakes
Kesalahan merupakan hal yang sangat
memalukan dalam jaminan mutu. Pola
diluar kontrol yang disebabkan oleh
kesalahan ini biasanya disebabkan oleh :
a. Peralatan pengukuran yang tidak
dikalibrasi
b. Kesalahan dalam perhitungan
c. Kesalahan
dalam
menggunakan
peralatan pengujian

530

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

d. Mengambil sampel dari populasi yang


berbeda.
Adapun manfaat peta kontrol variabel ini
adalah:
1. Untuk perbaikkan mutu.
2. Untuk menentukan besarnya proses
capability/kemampuan proses.
3. Untuk mengambil keputusan dalam
kaitannya dengan spesifikasi produk.
4. Untuk mengambil keputusan dalam
kaitannya dengan proses produksi seperti
melihat pola variasi jika pola tersebut
menunjukkan kondisi diluar kontrol maka
dilakukan upaya pencarian sebab terusut
dan menghilangkan.
5. Untuk mengambil keputusan dalam
kaitannya dengan item yang diproduksi
2.12.2 Peta Kontrol Atribut
Peta kontrol atribut dalam pengendalian
mutu digunakan untuk mengetahui apakah
karakteristik mutu produk sesuai atau tidak
dengan spesifikasi. Peta kontrol ini biasanya
dipakai karena dua alasan berikut [1]:
1. Jika pengukuran tidak mungkin dilakukan
atau tidak ada satuan yang dapat
mewakili pengukuran karena karakteristik
itu yang diukur tidak mempunyai nilai
numerik, contohnya pemeriksaan visual
terhadap warna, part yang hilang,
goresan atau kerusakan, kategori produk
(good,
fair,
dan
poor)
dan
lain
sebagainya.
2. Jika pengukuran dapat dilakukan tetapi
tidak dilakukan dengan alasan biaya,
waktu, ketersedian tenaga kerja ataupun
kebutuhan.
Peta kontrol atribut, secara garis besar
dikelompokan atau dua jenis yaitu [1]:
1. Peta untuk unit yang tidak sesuai (Non
Conforming Chart)
Peta jenis ini didasarkan atas distribusi
binomial.

n!
P( d )
P0d q0nd
d!(n d )!

(40)

Keterangan:
P(d) = Probabilitas untuk d unit yang
tidak sesuai
n
= Banyaknya unit dalam sampel
d
= Banyaknya unit yang tidak sesuai
dalam sampel
P0 = Proporsi (fraksi) tidak sesuai
dalam populasi
q0 = Proporsi (fraksi) yang sesuai (1Po) dalam populasi

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

Yang termasuk ke dalam peta kontrol ini


adalah:
a. Peta p, menunjukan proposi tidak
sesuai dalam tiap subgrup. Peta ini
dapat
digunakan
untuk
ukuran
subgrup
yang
tetap
maupun
bervariasi.

p3

UCL =
CL

np
n

p(1 p)
n

(42)
(43)

p 3

LCL =

(41)

p(1 p)
n

(44)

Apabila akan melakukan revisi maka


persamaan yang akan digunakan
yaitu:

p new

np np
n n

(45)

Keterangan :

= Rata-rata

proporsi

non

conforming
untuk
banyak
sampel
= Banyaknya unit dalam sampel

npd

= Banyaknya unit tidak sesuai


dalam sampel yang dibuang
= jumlah sampel yang dibuang

nd

b. Peta np, menunjukan banyaknya item


tidak sesuai. Peta ini hanya dapat
digunakan
jika
ukuran
subgrup
konstan,
karena
jika
ukuran
subgrupnya bervariasi maka garis
sentral dan batas kontrol akan
bervariasi pula sehingga peta ini tidak
akan berarti.
UCL =
CL

npo 3 npo (1 npo )

LCL =

npo

npo 3 npo (1 npo )

Keterangan:
n = jumlah nonconforming
banyak sampel
p0 = Proporsi (fraksi) tidak
dalam populasi

(46)
(47)
(48)
untuk
sesuai

Kegunaan peta kontrol p dan np antara


lain:
a. Menentukan rata-rata tingkat mutu

531

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

b. Membawa
ke
pusat
perhaian
manajemen
terhadap
perubahan
perubahan proses (proporsi)
c. Memperbaiki mutu produk, karena
penggunaan peta kontrol p dapat
memotivasi manajemen personalia
untuk mengeluarkan ide mengenai
perbaikan mutu.
d. Mengevaluasi performansi mutu dari
manajemen
personalia
dan
operasional.
e. Memberikan
saran
untuk
menggunakan peta kontrol X dan R
f. Menentukan
kriteria
penerimaan
produk
sebelum
diserahkan
ke
konsumen.
2. Peta
untuk
ketidaksesuaian
(Non
Conformities Chart)
Peta jenis ini didasarkan pada distribusi
poisson:

P (c )

(nP0 ) nP0
e
c!

(49)

Keterangan:
P(c) = Probabilitas
untuk
c
ketidaksesuaian
C
= Jumlah dari kejadian berdasarkan
klarifikasi yang diberikan terjadi
dalam sebuah sampel
nP0 = rata-rata
jumlah
kejadian
berdasarkan
klarifikasi
yang
diberikan terjadi dalam sebuah
sampel
e
= 2.718281
Yang termasuk ke dalam peta kontrol ini
adalah:
a. Peta
c,
menunjukan
banyaknya
ketidaksesuaian dalam tiap unit yang
diperiksa. Pada peta c ini ukuran
subgrupnya adalah 1.

(50)

c3 c
= c

UCL =

(51)

CL

(52)

LCL = c 3 c
(53)
Apabila akan melakukan revisi maka
persamaan yang akan digunakan
yaitu:

c new

532

c c
g gd

(54)

Keterangan:
= Rata-rata jumlah nonconforming
untuk satu subgrup
C = Banyaknya unit nonconforming
dalam sampel
g = Banyaknya subgrup

cd =

jumlah

nonconforming

dalam

subgrup yang dibuang

g d = jumlah subgrup yang dibuang


b. Peta
u,
menunjukan
banyaknya
ketidak sesuaian per unit. Secara
matematis peta u ini ekuivalen dengan
peta c tetapi bedanya pada peta u
ukuran subgrupnya lebih dari 1, bisa
konstan maupun bervariasi.

c
n

UCL =
CL

u 3

LCL =

(55)

u
n

(57)

u 3

(56)

u
n

(58)

Keterangan:
C = jumlah nonconforming dalam satu
subgrup
N = Banyaknya yang diinspeksi dalam
subgrup
U = jumlah nonconforming/unit dalam
satu subgrup

u=

Rata-rata jumlah nonconforming/


unit untuk banyak subgrup

Ada dua kondisi yang harus dipenuhi agar


peta c dan peta u dapat digunakan yaitu:
a. Rata-rata
jumlah
ketidaksesuaian
harus jauh lebih kecil dari jenis
ketidaksesuaian yang mungkin terjadi.
b. Tiap-tiap kemunculan ketidaksesuaian
tidak tergantung dengan yang lainnya.
Pengklasifikasian
ketidaksesuaian
dikelompokan dalam tiga kriteria yaitu:
1. Ketidaksesuaian
kritis
(critical
conformities)
Yaitu jika ketidaksesuaian tersebut
membahayakan bagi penggunanya
atau menyebabkan produk tidak
berfungsi.
2. Ketidaksesuaian
mayor
(major
nonconformities)
Yaitu
jika
ketidaksesuaian
mengakibatkan berkurangnya kinerja
produk.

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

3. Ketidaksesuaian
minor
(minor
nonconformities)
Yaitu
jika
ketidaksesuaian
tidak
mengakibatkan berkurangnya kinerja
pruduk, tapi hanya mempengaruhi
penampilan produk.
Process capability (kemampuan proses)
dari atribut ini ditentukan oleh garis
sentralnya, semakin kecil garis sentral maka
kemampuan proses akan semakin baik.
3.

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian ini berisi lokasi dan


waktu penelitian, obyek penelitian, metode
pengumpulan data, pengolahan dan analisis
data.
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT Incasi
Raya
edible
oils
Padang.
Penelitian
dilaksanakan pada pertengahan Januari
2014 sampai akhir januari 2014.
3.2 Obyek Penelitian
PT Incasi Raya Edible Oils Padang
memiliki beberapa jenis kemasan, seperti
kemasan jerigen dengan kapasitas yang
berbeda-beda dan kemasan plastik pouch
dengan
kapasitas
yang
berbeda-beda.
Obyek penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kemasan plastik pouch.
Jenis-jenis kemasan plastik pouch yang
diteliti adalah :
1. Kemasan plastik pouch Gurih 1 Liter
2. Kemasan plastik pouch Gurih 2 Liter
3. Kemasan plastik pouch Sari Murni 1 Liter
4. Kemasan plastik pouch Sari Murni 2 Liter
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan
data
dapat
dilakukan dengan cara primer maupun
sekunder. Pengumpulan data secara primer
merupakan
pengumpulan
data
secara
langsung, sedangkan pengumpulan data
secara sekunder merupakan pengumpulan
data yang dilakukan secara tidak langsung,
misalnya data yang diperoleh dari data

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

perusahaan itu sendiri. Data sekunder yang


diperoleh dari perusahaan tersebut adalah :
1. Rekapitulasi
data
reject
produksi
kemasan plastik pouch Gurih 1 Liter
sepanjang tahun 2013
2. Rekapitulasi
data
reject
produksi
kemasan plastik pouch Gurih 2 Liter
sepanjang tahun 2013
3. Rekapitulasi
data
reject
produksi
kemasan plastik pouch Sari Murni 1 Liter
sepanjang tahun 2013
4. Rekapitulasi
data
reject
produksi
kemasan plastik pouch Sari Murni 2 Liter
sepanjang tahun 2013
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang dilakukan dari data
yang telah dikumpulkan adalah:
1. Perhitungan proporsi reject produksi
2. Perhitungan central line (CL)
3. Perhitungan upper control limit (UCL)
4. Perhitungan lower control limit (LCL)
Analisis
pemecahan
masalah
yang
dilakukan antara adalah analisis yang
dilakukan menggunakan Diagram Sebab
Akibat.
Secara garis besar langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 3.
4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang dilakukan adalah
pengumpulan data sekunder reject produksi
dan reject pabrik dari perusahaan tersebut
dari bulan Januari 2013 sampai November
2013. Reject produksi merupakan kemasan
rusak yang terjadi saat proses produksi
berlangsung,
sedangkan
reject
pabrik
merupakan kemasan rusak yang berasal dari
pabrik pemesanan kemasan tersebut. Tabel
1, Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4 adalah
rekapitulasi
pengumpulan
data
yang
dilakukan.

533

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Mulai

Studi
Pendahuluan

Studi Literatur

Pengumpulan data
Data sekunder jumlah reject produksi dari bulan
Januari 2013 sampai November 2013

Pengolahan Data
1. Perhitungan LC. UCL, dan LCL
2. Pembuatan peta kontrol

Pembuatan Diagram Sebab Akibat


Pembuatan diagram sebab akibat
berdasarkan faktor-faktor penyebab
terjadinya reject produksi

Analisis Diagram Sebab Akibat


Melakukan analisis terhadap sebab dan
akibat terjadinya reject produksi

Pembuatam Peta Kontrol Usulan


1. Pembuangan data yang berada diluar batas kontrol
2. Pembuatan peta kontrol usulan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3. Flowchart Metodologi Penelitian


Tabel 1. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 1L

Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November

534

Total Reject Produksi


414,499
1,019
278,506
1,104
94,019
389
245,676
769
335,922
803
532,254
1,105
409,828
374
247,603
466
445,910
675
606,595
659
754,694
393

Produksi
413,480
277,402
93,630
244,907
335,119
531,149
409,454
247,137
445,235
605,936
754,301

Persentase Reject Produksi (%)


0.25
0.40
0.41
0.31
0.24
0.21
0.09
0.19
0.15
0.11
0.05

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Tabel 2. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 2L

Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November

Total Reject Produksi


68,463
208
73,013
770
179,711
640
71,490
250
64,380
79
299,990
322
158,450
78
32,603
66
102,226
185
192,800
227
225,191
89

Produksi Persentase Reject Produksi (%)


68,255
0.30
72,243
1.05
179,071
0.36
71,240
0.35
64,301
0.12
299,668
0.11
158,372
0.05
32,537
0.20
102,041
0.18
192,573
0.12
225,102
0.04

Tabel 3. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 1L

Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November

Total Reject Produksi


295,144
838
183,319
785
379,414
1,101
205,687
765
263,018
420
544,810
1,115
369,983
322
269,109
507
490,036
793
652,088
702
584,366
529

Produksi Persentase Reject Produksi (%)


294,216
0.28
182,436
0.43
378,276
0.29
204,876
0.37
262,560
0.16
543,648
0.20
369,442
0.09
267,084
0.19
489,192
0.16
651,312
0.11
583,764
0.09

Tabel 4. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 2L

Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
4.2

Total Reject Produksi


165,562
579
115,669
540
253,985
853
149,249
555
327,628
536
400,810
477
266,684
225
235,924
377
360,798
423
477,465
355
494,114
305

Produksi Persentase Reject Produksi (%)


164,886
0.35
115,068
0.47
253,122
0.34
148,674
0.37
326,994
0.16
400,320
0.12
266,442
0.08
235,530
0.16
360,360
0.12
477,078
0.07
493,800
0.06

Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk melihat


peta kontrol kemasan plastik pouch yang
rusak terdapat dalam batas kendali atau
tidak pada PT. Incasi Raya. Pengolahan data
dilakukan terhadap kemasan rusak produksi
dan kemasan rusak pabrik. Metode yang
digunakan dalam penentuan peta kontrol
tersebut adalah metode SPC (Statistical
Process Control) dengan menggunakan peta
kontrol p. Peta kontrol p digunakan dalam

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

metode
ini
karena
peta
p
dapat
menunjukkan proporsi kemasan reject
dalam subgroup secara jelas. Peta ini dapat
digunakan pada ukuran subgroup yang tetap
maupun bervariasi, sedangkan peta np
digunakan untuk subgrup yang konstan.
Oleh karena subgrup pada pengumpulan
data ini bervariasi, maka peta kendali yang
digunakan adalah peta p. Melalui peta
kontrol
p,
kita
dapat
melihat
dan
menentukan jumlah kemasan reject yang

535

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

diluar
batas
kontrol
tiap
bulannya.
Berdasarkan hasil pengolahan data melalui
peta kontrol p, dilakukan revisi yang
menghasilkan peta kontrol baru susulan.
Pada penelitian ini dilakukan penilaian
besarnya reject produksi dan reject pabrik
dalam pengemasan minyak goreng dengan
menggunakan peta kontrol p untuk seluruh
jenis kemasan plastik pouch. Jika terdapat
data yang diluar batas kendali akan
dilakukan analisis terhadap hal tersebut, dan
membuat peta susulan yang dapat menjadi
acuan dalam pengendalian kualitas. Adapun
pengolahan data untuk masing-masing jenis
kemasan plastik pouch tersebut adalah
sebagai berikut:

4.2.1 Pengolahan
Kemasan
Produksi Gurih 1L

Reject

Berdasarkan pengumpulan data yang


telah dilakukan, dapat dilihat bahwa reject
produksi cukup banyak terjadi setiap
bulannya. Pengolahan data yang dilakukan
dengan pembuatan peta kontrol p akan
memperlihatkan secara jelas bagaimana
prosporsi jumlah reject produksi. Titik-titik
yang berada diluar batas kontrol akan
direvisi dengan tujuan memberi usulan peta
kontrol p baru. Untuk melihat secara lebih
jelas, berikut adalah pengolahan data
pembuatan peta kontrol p reject produksi
yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 1L


Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November

Total Reject Produksi


414,499
1,019
278,506
1,104
94,019
389
245,676
769
335,922
803
532,254
1,105
409,828
374
247,603
466
445,910
675
606,595
659
754,694
393

Produksi
413,480
277,402
93,630
244,907
335,119
531,149
409,454
247,137
445,235
605,936
754,301

Persentase Reject Produksi (%)


0.25
0.40
0.41
0.31
0.24
0.21
0.09
0.19
0.15
0.11
0.05

Contoh Perhitungan Bulan Januari :

UCL =

p(1 p)
n
0.00178(1 0.00178)
0.00178 3
414,499
p3

= 0.00197
LC

536

LCL =

= 0.00178

= 0.00178

Proporsi Reject Produksi (P)


0.00246
0.00396
0.00414
0.00313
0.00239
0.00208
0.00091
0.00188
0.00151
0.00109
0.00052

UCL
0.00197
0.00202
0.00219
0.00203
0.00199
0.00195
0.00197
0.00203
0.00197
0.00194
0.00192

LCL
0.00158
0.00154
0.00136
0.00152
0.00156
0.00160
0.00158
0.00152
0.00159
0.00161
0.00163

LC
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178
0.00178

p(1 p)
n
0.00178(1 0.00178)
0.00178 3
414,499
p 3

= 0.00158
Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada
bulan selanjutnya sama dengan perhitungan
nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari.
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut.

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

0.00450

Proporsi
Reject
Produksi
(P)

0.00400
0.00350

UCL

0.00300

0.00250
LCL

0.00200
0.00150
0.00100

LC

0.00050
0.00000

Bulan

Gambar 4. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 1L


Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan
Agustus yang terdapat pada batas kontrol.
Hal ini merupakan suatu yang kurang
diperhatikan oleh perusahaan PT. Incasi
Raya yang dapat berimbas terhadap
kerugian perusahaan.

4.2.2 Pengolahan
Kemasan
Produksi Gurih 2L

Reject

Pengolahan data yang dilakukan terhadap


kemasan reject produksi Gurih 2L sama
halnya dengan pengolahan pada kemasan
reject produksi Gurih 1L. Pengolahan data
yang dilakukan terhadap kemasan reject
produksi Gurih 2L dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 2L


Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November

Total Reject Produksi


68,463
208
73,013
770
179,711
640
71,490
250
64,380
79
299,990
322
158,450
78
32,603
66
102,226
185
192,800
227
225,191
89

Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P)


68,255
0.30
0.00304
72,243
1.05
0.01055
179,071
0.36
0.00356
71,240
0.35
0.00350
64,301
0.12
0.00123
299,668
0.11
0.00107
158,372
0.05
0.00049
32,537
0.20
0.00202
102,041
0.18
0.00181
192,573
0.12
0.00118
225,102
0.04
0.00040

Contoh Perhitungan Bulan Januari:

UCL =

LC

UCL
0.00249
0.00248
0.00230
0.00248
0.00251
0.00223
0.00232
0.00272
0.00240
0.00229
0.00227

LCL
0.00147
0.00149
0.00167
0.00149
0.00146
0.00174
0.00165
0.00125
0.00157
0.00168
0.00170

LC
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198
0.00198

= 0.00198

= 0.00198

p(1 p)
p3
n
0.00198(1 0.00198)
0.00198 3
68,463

= 0.00249

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

LCL =

p(1 p)
n
0.00198(1 0.00198)
0.00198 3
68,463

p 3

= 0.00147

537

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada


bulan selanjutnya sama dengan perhitungan
nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari.
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi

kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat


peta kontrol p untuk kemasan tersebut.

0.01200
0.01000

Proporsi
Reject
Produksi
(P)

0.00800

UCL

0.00600
0.00400

LCL

0.00200
LC

0.00000

Bulan

Gambar 5. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 2L


Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan
Agustus dan September yang terdapat pada
batas kontrol. Hal ini merupakan hal yang
kurang diperhatikan oleh perusahaan PT.
Incasi Raya sehingga berimbas terhadap
kerugian perusahaan. Perusahaan harus
mengambil tindakan agar pengendalian
kualitas terdapat pada batas kendali.

4.2.3 Pengolahan
Kemasan
Produksi Sari Murni 1L

Reject

Pengolahan data yang dilakukan terhadap


kemasan reject produksi Sari Murni 1L sama
halnya dengan pengolahan pada kemasan
reject produksi Gurih 1L dan Gurih 2L.
Pengolahan data yang dilakukan terhadap
kemasan reject produksi Sari Murni 1L dapat
dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 1L


Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November

Total Reject Produksi


295,144
838
183,319
785
379,414
1,101
205,687
765
263,018
420
544,810
1,115
369,983
322
269,109
507
490,036
793
652,088
702
584,366
529

Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P)


294,216
0.28
0.00284
182,436
0.43
0.00428
378,276
0.29
0.00290
204,876
0.37
0.00372
262,560
0.16
0.00160
543,648
0.20
0.00205
369,442
0.09
0.00087
267,084
0.19
0.00188
489,192
0.16
0.00162
651,312
0.11
0.00108
583,764
0.09
0.00091

Contoh Perhitungan Bulan Januari:

= 0.00186

UCL =

UCL
0.00210
0.00216
0.00207
0.00214
0.00211
0.00203
0.00207
0.00211
0.00204
0.00202
0.00203

LCL
0.00162
0.00156
0.00165
0.00157
0.00161
0.00168
0.00165
0.00161
0.00167
0.00170
0.00169

LC
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186
0.00186

p(1 p)
n
0.00186(1 0.00186)
0.00186 3
295,144
p3

= 0.00210
538

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

= 0.00186

LC

LCL =

p 3

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

p(1 p)
n
0.00186(1 0.00186)
0.00186 3
295,144

Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada


bulan selanjutnya sama dengan perhitungan
nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari.
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut.

= 0.00162
0.00450

0.00350

Proporsi
Reject
Produksi (P)

0.00300

UCL

0.00400

0.00250
0.00200

LCL

0.00150
0.00100

LC

0.00050
0.00000

Bulan

Gambar 6. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari Murni 1L


Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan
Agustus yang terdapat pada batas kontrol.
Kondisi hanya 1 bulan yang berada pada
peta kontrol p berulang terjadi. Hal ini
merupakan
masalah
yang
seharusnya
dipecahkan oleh perusahaan PT. Incasi
Raya.

4.2.4 Pengolahan
Kemasan
Produksi Sari Murni 2L

Reject

Pengolahan data dilakukan untuk setiap


jenis kemasan agar permasalahan yang ada
dalam kemasan reject produksi tersebut
dapat dilihat secara jelas. Pengolahan
kemasan reject produksi Sari Murni 2L
disajikan dalam Tabel 8 dan Gambar 7.

Tabel 8. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 2L


Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November

Total Reject Produksi


165,562
579
115,669
540
253,985
853
149,249
555
327,628
536
400,810
477
266,684
225
235,924
377
360,798
423
477,465
355
494,114
305

Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P)


164,886
0.35
0.00350
115,068
0.47
0.00467
253,122
0.34
0.00336
148,674
0.37
0.00372
326,994
0.16
0.00164
400,320
0.12
0.00119
266,442
0.08
0.00084
235,530
0.16
0.00160
360,360
0.12
0.00117
477,078
0.07
0.00074
493,800
0.06
0.00062

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

UCL
0.00190
0.00196
0.00185
0.00192
0.00182
0.00180
0.00184
0.00186
0.00181
0.00178
0.00178

LCL
0.00131
0.00126
0.00137
0.00130
0.00140
0.00142
0.00138
0.00136
0.00141
0.00143
0.00144

LC
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161
0.00161

539

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Contoh Perhitungan Bulan Januari :

UCL =

LCL =

= 0.00161

p(1 p)
n
0.00161(1 0.00161)
0.00161 3
165,562
p3

= 0.00190
LC

= 0.00161

p(1 p)
n
0.00161(1 0.00161)
0.00161 3
165,562

p 3

= 0.00131
Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada
bulan selanjutnya sama dengan perhitungan
nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari.
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut.

0.00500
0.00400

Proporsi
Reject
Produksi (P)

0.00350

UCL

0.00450

0.00300

0.00250

LCL

0.00200
0.00150
0.00100

LC

0.00050
0.00000

Bulan

Gambar 7. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari Murni 2L


Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan Mei
dan Agustus yang terdapat pada batas
kontrol. Kondisi hanya 1 bulan atau 2 bulan
yang berada pada peta kontrol p berulang
terjadi. Hal ini merupakan masalah yang
seharusnya dipecahkan oleh perusahaan PT.
Incasi Raya.
Hal ini merupakan suatu permasalahan
yang harus diperhatikan oleh perusahaan
PT. Incasi Raya supaya perusahaan tidak
mengalami
kerugian
pada
proses
pengemasan
yang
dilakukan.
Adapun
penyebab kemasan reject tersebut dapat
dilihat pada Gambar 8.

540

4.2.5 Analisis Digram


(Cause Effect)

Sebab

Akibat

Berdasarkan diagram sebab akibat


diatas,
dapat
dilakukan
perencanaan
pengendalian
reject
produksi
oleh
perusahaan
PT.
Incasi
Raya
untuk
mengurangi terjadinya reject produksi. Hal
ini dilakukan agar reject produksi dapat
diminimalisir sehingga tidak menyebabkan
kerugian terhadap perusahaan tersebut.
Diagram sebab akibat disajikan pada
Gambar 8.

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

Lingkungan

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Bahan Material

Metode

Terkena Cairan
Terlalu Tipis

Perawatan mesin kurang


Pengawasan kerja rendah

Terlalu Panas

Kemasan Reject
Kurang
Dikibas
kerusakan
mesin

kelalaian

ceroboh

Karet Vakum
Aus

Mesin

Kesalahan
Posisi
Kemasan

Manusia

Gambar 8. Diagram Sebab Akibat Reject Produksi


Penjelasan dari masing-masing sebab
akibat terjadinya reject produksi seperti
pada Gambar 8 sebagai berikut:
1. Bahan
Bahan material yang digunakan terbuat
dari plastik. Kemasan plastik tersebut
cukup tipis, namun kesesuaian ketebalan
seluruh
plastik
membuat
kemasan
tersebut cukup kuat digunakan sebagai
kemasan
dengan
kapasitas
minyak
goreng yang tidak lebih dari 2 Liter.
Kesalahan produksi yang terjadi pada
produksi plastik tersebut menyebabkan
ada sebagian plastik yang tidak memiliki
ketebalan yang sama. Apabila ketebalan
plastik tidak sama maka plastik tersebut
akan
mudah
rusak
ketika
proses
pengisian minyak goreng pada mesin
pengemasan. Selain terjadi kerusakan
pada proses pengemasan, kondisi plastik
yang tidak sama tebal juga dapat rusak
saat proses distribusi dilakukan. Hal ini
menyebabkan terjadinya kemasan reject
produksi. Untuk mengantisipasi hal ini,
perusahaan seharusnya teliti dalam
membeli
kemasan
tersebut
dari
perusahaan pemasok plastik tersebut.

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

2. Mesin
Mesin
yang
digunakan
dalam
pengemasan ini adalah mesin rotary
leepack. Mesin tersebut sudah dipakai
selama
bertahun-tahun
dengan
perawatan
yang
kurang
memadai.
Perawatan berkala yang dilakukan hanya
pembersihan mesin, dan mesin tersebut
akan terus digunakan sampai mesin
tersebut rusak. Salah satu kerusakan
mesin
yang
sering
terjadi
adalah
kerusakan pada karet vacuum. Apabila
karet vacuum telah aus, gerak karet
tersebut dalam menangkap plastik pouch
menjadi tidak stabil. Keadaan ini akan
menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian
antara kerja vacuum dengan
rotary
leepack sehingga kemasan plastik pouch
dapat rusak karena kinerja rotary
leepack. Hal ini dapat diatasi dengan cara
melakukan penggantian karet vacuum
secara berkala sebelum karet vacuum
mengalami
keausan
sehingga
tidak
berimbas pada kerusakan kemasan
plastik pouch.
3. Manusia
Manusia dalam hal ini adalah operator
yang ada dalam proses pengemasan
tersebut. Dalam pekerjaan ini operator

541

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

sangat berperan dalam jalannya proses


pengemasan. Apabila operator tidak
berkerja dengan baik, hal ini akan
mempengaruhi
terhadap
banyaknya
kemasan
rusak
yang
dihasilkan.
Kesalahan yang dilakukan oleh operator
antara lain kemasan plasik pouch
diposisikan secara tidak tepat pada mesin
pengemasan, pengibasan kemasan yang
kurang sebelum diletakkan pada mesin
pengemasan,
dan
kelalaian
dalam
bekerja. Kemasan yang tidak diposisikan
dengan tepat menyebabkan vacumm
tidak dapat menjangkau kemasan dengan
baik. Jika terjadi demikian, maka
kemasan ini tidak akan terposisi secara
baik pada rotary leepack sehingga
kemasan dapat mengalami kerusakan.
Sebelum
kemasan
diletakkan
pada
mesin,
kemasan
terlebih
dahulu
dikibaskan dengan tujuan kemasan yang
lengket antara satu dengan yang lainnya
berpisah secara baik. Apabila kemasan
tidak dikibaskan dengan baik, ada
kemungkinan
plastik
tidak
terpisah
dengan baik, hal ini menyebabkan
vacuum akan menjangkau plastik lebih
dari satu. Keadaan ini juga dapat
menyebabkan kerusakan pada kemasan
saat
proses
pengemasan.
Kelalaian
operator merupakan salah satu faktor
terjadinya
kesalahan-kesalahan
sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini,
pimpinan
harus
mengawasi
kerja
operator agar operator bekerja dengan
baik.
4. Lingkungan
Lingkungan
juga
mempengaruhi
terjadinya
adanya
kemasan
reject
produksi.
Ketika
kemasan
tersebut
diangkut ke lantai pengemasan, kemasan
tersebut biasanya diletakkan di tempat
yang langsung terkena cahaya matahari
pagi. Kemasan yang terbuat dari plastik
akan mengalami perubahan jika terkena
sinar matahari secara terus menerus. Hal
ini dapat membuat daya tahan plastik
menurun dan mudah rusak ketika
kemasan plastik tersebut mengalami
proses
pengemasan.
Kadangkala,
kemasan plastik tersebut terkena air saat
berada di lantai proses pengemasan.
Apabila plastik tersebut terkena air,
vacuum tidak dapat menjangkau plastik
dengan baik. Hal ini juga dapat membuat
kemasan tersebut mengalami kerusakan

542

saat proses pengemasan terjadi. Untuk


mengatasi hal ini, pekerja hendaknya
memposisikan
kemasan
tersebut
ditempat yang terhindar dari cahaya
matahari dan menjaga agar bahan baku
tersebut tidak terkena cairan.
5. Metode
Metode kurang berperan dalam kegiatan
proses pengemasan perusahaan tersebut,
salah satunya adalah metode perawatan
mesin. Perawatan mesin secara berkala
tidak diterapkan dalam perusahaan ini.
Metode ini merupakan salah satu metode
yang cukup penting untuk menjaga
performansi kinerja mesin tersebut.
Perawatan yang baik terhadap mesin
akan menghasilkan output produksi yang
memiliki kualitas yang lebih tinggi.
Metode pengawasan kerja juga kurang
diterapkan dalam perusahaan tersebut.
Pengawasan
kerja
yang
kurang
berpengaruh terhadap kinerja operator
mesin pengemasan tersebut. Dengan
tidak adanya pengawasan kerja yang
tidak
baik,
operator
kemungkinan
melakukan pekerjaan yang tidak sesuai
dengan standar kerja. Keadaan operator
yang demikian akan mempengaruhi
terjadinya kesalahan kerja yang berimbas
pada terjadinya kemasan reject produksi.
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dibuat dan analisis terhadap peta kontrol p,
maka dapat dilakukan penentuan UCL dan
LCL untuk peta kontrol yang baru dengan
melakukan revisi terhadap data tersebut
dengan cara membuang data yang berada
diluar batas kontrol. Pengolahan data
dilakukan terhadap data baru, yaitu data
yang berada dalam batas kontrol setelah
data diluar batas kontrol dibuang. Adapun
pengolahan data yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
4.2.6 Pengolahan
Kemasan
Reject
Produksi Gurih 1L Setelah Revisi
Perhitungan data setelah revisi dilakukan
agar kita dapat melihat peta kontrol p
susulan yang dapat memberi gambaran
bagaimana seharusnya kemasan reject
produksi yang dimiliki oleh perusahaan.
Adapun pengolahan yang dilakukan terhadap
data yang telah direvisi dapat dilihat pada
Tabel 9.

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Tabel 9. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 1L Setelah Revisi


Total Reject Produksi Produksi
247,603
466
247,116

Bulan
Agustus

Persentase Reject Produksi (%)


0.19

Contoh Perhitungan Bulan Agustus:

UCL =

LCL =

= 0.00188

p(1 p)
n
0.00188(1 0.00188)
0.00188 3
247,603
p3

= 0.00214
LC

= 0.00188

Proporsi Reject Produksi (P) UCL


LCL
0.00188
0.00214 0.00162

LC
0.00188

p(1 p)
n
0.00188(1 0.00188)
0.00188 3
247,603
p 3

= 0.00162
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta
kontrol p tersebut merupakan peta kontrol
usulan yang seharusnya dimiliki oleh
perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah
revisi dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah
ini.

0.00250
Proporsi
Reject
Produksi (P)

0.00200

UCL

0.00150

LCL

0.00100

0.00050

LC

0.00000
Agustus
Bulan

Gambar 9. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 1L Setelah Revisi


Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject
produksi terdapat pada batas kontrol.
Keadaan reject produksi yang berada diluar
batas kontrol seharusnya dimiliki oleh PT.
Incasi Raya agar kualitas kemasan tetap
terjaga.

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

4.2.7 Pengolahan
Kemasan
Reject
Produksi Gurih 2L Setelah Revisi
Pengolahan data dan pembuatan peta
kontrol p untuk kemasan reject produksi
Gurih 2L setelah revisi dapat dilihat pada
Tabel 10.

543

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Tabel 10 Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 2L Setelah Revisi


Bulan
Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL
LCL
Agustus
32,603
66
32,537
0.20
0.00202
0.00258 0.00115
September 102,226
185
102,041
0.18
0.00181
0.00227 0.00146

Contoh Perhitungan Bulan Agustus:

LCL =

= 0.00186

p(1 p)
n
0.00186(1 0.00186)
0.00186 3
32,603
p3

UCL =

= 0.00258
LC

= 0.00186

LC
0.00186
0.00186

p(1 p)
n
0.00186(1 0.00186)
0.00186 3
32,603

p 3

= 0.00115
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta
kontrol p tersebut merupakan peta kontrol
usulan yang seharusnya dimiliki oleh
perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah
revisi dapat dilihat pada Gambar 10 dibawah
ini.

0.00300
0.00250

Proporsi Reject
Produksi (P)

0.00200

UCL

0.00150
LCL
0.00100
0.00050

LC

0.00000

Agustus

September
Bulan

Gambar 10. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 2L Setelah Revisi
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject
produksi terdapat pada batas kontrol.
Keadaan seperti inilah yang seharusnya
dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas
kemasan tetap terjaga.

4.2.8 Pengolahan
Kemasan
Reject
Produksi Sari Murni 1L Setelah
Revisi
Pengolahan data dan pembuatan peta
kontrol p untuk kemasan reject produksi
setelah revisi dapat dilihat pada Tabel 11
dibawah ini.

Tabel 11. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 1L Setelah Revisi
Bulan
Agustus

544

Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL
LCL
269,109
507
267,084
0.19
0.00188
0.00213 0.00163

LC
0.00188

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Contoh Perhitungan Bulan Agustus:

UCL =

= 0.00188

p(1 p)
p3
n
0.00188(1 0.00188)
0.00188 3
269,109

= 0.00213
LC

= 0.00188

p 3

LCL =

0.00188 3

0.00188(1 0.00188)
269,109

= 0.00163
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta
kontrol p tersebut merupakan peta kontrol
usulan yang seharusnya dimiliki oleh
perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah
revisi dapat dilihat pada Gambar 11 dibawah
ini.

p(1 p)
n

0.00250
Proporsi Reject
Produksi (P)

0.00200

UCL

0.00150

LCL

0.00100

0.00050

LC

0.00000

Agustus
Bulan

Gambar 11. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari murni 1L Setelah Revisi
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject
produksi terdapat pada batas kontrol.
Keadaan seperti inilah yang seharusnya
dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas
kemasan tetap terjaga.

4.2.9 Pengolahan
Kemasan
Reject
Produksi Sari Murni 2L Setelah
Revisi
Pengolahan
data
kemasan
reject
produksi Sari Murni 2L dan pembuatan peta
kontrol p setelah data direvisi dapat dilihat
pada Tabel 12 dibawah ini.

Tabel 12. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 2L Setelah Revisi
Bulan
Mei
Agustus

Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL
LCL
LC
327,628
536
326,994
0.16
0.00164
0.00183 0.00141 0.00162
235,924
377
235,530
0.16
0.00160
0.00187 0.00137 0.00162

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

545

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Contoh Perhitungan Bulan Mei:

UCL =

= 0.00162

p(1 p)
p3
n
0.00162(1 0.00162)
0.00162 3
327,628

= 0.00183
LC

LCL =

= 0.00162

p 3

0.00162 3

0.00162(1 0.00162)
327,628

= 0.00141
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta
kontrol p tersebut merupakan peta kontrol
usulan yang seharusnya dimiliki oleh
perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah
revisi dapat dilihat pada Gambar 12 dibawah
ini.

p(1 p)
n

0.00200
0.00180

Proporsi Reject
Produksi (P)

0.00160
0.00140

UCL

0.00120
0.00100
0.00080

LCL

0.00060
0.00040

LC

0.00020
0.00000
Mei

Agustus

Bulan

Gambar 4.10 Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari murni 2L Setelah Revisi
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject
produksi terdapat pada batas kontrol. Sesuai
dengan hal sebelumnya, keadaan seperti
inilah yang seharusnya dimiliki oleh PT.
Incasi Raya agar kualitas kemasan tetap
terjaga.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Bagian penutup berisikan kesimpulan
terhadap penelitian yang telah dilakukan
serta saran dari peneliti.

546

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh
dari pengolahan data dan analisis yang
dilakukan sebagai berikut:
Pengendalian kualitas pada perusahaan
PT Incasi Raya Edible Oils dengan metode
statistical processing control kurang baik.
Dilihat dari peta kontrol yang telah dibuat,
jumlah reject produksi tiap bulan mayoritas
diluar batas kontrol.
Berdasarkan analisis diagram sebab
akibat, reject produksi disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: faktor mesin,
manusia, material, lingkungan, dan metode.
Mesin merupakan faktor utama penyebab
terjadinya reject produksi.

Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan terhadap
perusahaan yaitu PT Incasi Raya Edible Oils
harus meningkatkan pengendalian kualitas
kemasan plastik pouch agar reject produksi
tidak menyebabkan kerugian terhadap
perusahaan. Untuk mengurangi terjadinya
reject produksi maka perusahaan disarankan
melakukan maintenance mesin secara rutin
dan melakukan pengawasan yang lebih ketat
terhadap kinerja operator. Perusahaan juga
harus memperhatikan faktor lingkungan
pada pengemasan, metode perusahaan
dalam bekerja dan material plastik yang
digunakan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih penulis ucapkan kepada
Bapak Dr. Rika Ampuh Hadiguna sebagai
dosen pembimbing penulisan jurnal ini dan
kakak Ketrin Fadeli ST sebagai pembimbing
dalam penelitian di PT Incasi Raya Edible
Oils
Padang,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan jurnal ini dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] D.H. Besterfield, Quality Control and
Industrial Statistic (2th Edition), New
Jersey: Prentice- Hall International,
Inc., 1994.
[2] V. Gasperz, Metode Analisis untuk
Peningkatan
Kualitas,
Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2001.
[3] V. Gasperz, Total Quality Manajemen.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2005.
[4] K. Gerry, Tinjauan Tata Letak dalam
Perusahaan untuk Meningkatan Efisiensi
dengan menggunakan Load-Distance
Model, Bandung: Annur, 2010.
[5] J. Heizer dan B. Render, Manajemen
Operasi (Edisi Ke-7), Jakarta: Salemba
Empat, 2006.
[6] J.M. Juran, Jurans Quality Control (4th
Edition), New York: McGrawHill, Inc.,
1998.
[7] D.C.
Montgomery,
Pengantar
Pengendalian Proses Statistik (Edisi Ke3), Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1995.
[8] M.N.
Nasution,
Manajemen
Mutu
Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia,
2005.
[9] A. Sofjan, Manajemen Operasi Dan
Produksi. Jakarta: LP FE UI, 1998.

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban)

547

ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013

KASUS IX

ANALISA PENGENDALIAN MUTU MINUMAN RUMPUT LAUT DENGAN


MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL QUALITY CONTROL PADA
PT. JASUDA DI KABUPATEN TAKALAR
A.Haslindah
Dosen Prodi Teknik Industri, Fak. Teknik Universitas Islam Makassar
email: haslindahhanafie@yahoo.co.id
ABSTRAK
Statistical Quality Control (pengendalian kualitas statistik) adalah teknik yang digunakan untuk mengendalikan dan
mengelolah proses baik manufaktur maupun jasa melalui penggunaan statistik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi pada minuman rumput laut serta untuk mengetahui solusi kerusakan
minuman rumput laut tersebut. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang bagaimana pengendalian kualitas
menggunakan alat bantu statistik yang bermanfaat untuk mengendalikan tingkat kecacatan produk (misdruk) yang
terjadi pada PT. Jasuda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya produk minuman rumput laut
yang memiliki endapan dan bergelembung yaitu disebabkan oleh manusia/tenaga kerja, metode kerja dan mesin/alat
yang digunakan masih sederhana. Namun disini yang paling dominan penyebab kecacatan yaitu operator /manusia yang
kurang teliti dan peralatan yang kurang dirawat ataupun dibersihkan. Adapun solusi yaitu mangadakan program
pelatihan bagi pekerja baik yang lama maupun yang baru secara berkala, dan Memberikan pengarahan dan peringatan
kepada pekerja apabila melakukan kesalahan. Dan untuk peralatan perlunya perawatan dan pemebersihan baik sebelum
mau telah digunakan.
Kata kunci : Statistical Quality Control,misdruk, kualitas.

Minuman rumput laut ini berbentuk gelas atau cup


sehingga dalam hal ini kualitas produk akan nampak
jelas setelah produk tersebut telah dikemas, hal ini
dapat diketahui dengan melakukan perbandingan
antara produk yang sudah jadi dengan standar produk.
Setiap kali produksi, menggunakan rumput laut
sebanyak 100 Kg, yang dapat menghasilkan 160.000
Gelas dimana isi produk Minuman rumput laut adalah
200 ml/gelas. Adapun standar
normal kerusakan
minuman rumput laut pada PT. Jasuda
yaitu :
bergelembung dan berubah warna. Rata-rata minuman
rumput laut yang bergelembung sekitar 200 gelas dan
minuman rumput laut yang memiliki endapan adalah
sekitar kurang lebih 300 gelas.
Berdasarkan data-data tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas rumput laut dan cara
penanggulangannya agar mutu rumput laut yang
dihasilkan dapat memenuhi standar yang ditetapkan.
Mengacu pada uraian tersebut di atas maka dapat
diketahui bahwa masalah pengendalian mutu terhadap
kualitas produk yang dihasilkan oleh sebuah
perusahaan merupakan suatu hal yang penting dan
membutuhkan kajian yang lebih mendalam, oleh
karena itu peneliti menganggap penelitian dibidang
pengendalian mutu ini sangat penting dalam
mendukung perusahaan untuk memiliki daya saing
dengan produk perusahaan yang lain. Dalam hal ini

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan bisnis meningkat
semakin ketat meskipun berada dalam kondisi
perekonomian yang cenderung tidak stabil. Hal
tersebut memberikan dampak terhadap persaingan
bisnis yang semakin tinggi dan tajam, baik di pasar
domestik maupun di pasar internasional. Setiap usaha
dalam persaingan tinggi dituntut untuk selalu
berkompetisi dengan perusahaan lain di dalam industri
yang sejenis. Salah satu cara agar bisa memenangkan
kompetisi atau paling tidak dapat bertahan di dalam
kompetisi tersebut adalah dengan memberikan
perhatian penuh terhadap kualitas produk yang
dihasilkan oleh perusahaan sehingga bisa mengungguli
produk yang dihasilkan oleh pesaing.
PT. Jasuda merupakan perusahaan yang mengolah
rumput laut menjadi berbagai produk rumput laut salah
satunya minuman rumput laut. Minuman rumput ini
memiliki kandungan iodium dan seratnnya cukup
tinggi. Produksi minuman rumput laut sebagai bahan
makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek
pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam
lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua
berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta
kemurnian produk.
1090

ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013


penelitian tentang
Control (SQC).

penerapan

Statistical

Quality

Data yang digunakan adalah data atribut data variabel


yaitu data berdasarkan karakteristik yang diukur secara
sebenarnya. Data yang diambil adalah minuman yang
bergelembung dan memilliki endapan didalam
Minuman Rumput Laut. Data variable yang diperoleh
dari perusahaan diolah sebagai berikut :
1) Diagram Pareto
Diagram Pareto digunakan untuk mencari sumber
kesalahan, masalah masalah atau kerusakan
produk dan untuk membantu memfokuskan diri
pada usaha pemecahannya. Berdasarkan data yang
diteliti tentang jenis produk rusak dapat ditentukan
ranking kategori, kemudian dihitung kumulatif
persentase dan digambarkan dalam diagram
Pareto.
2) Diagram Sebab Akibat (Fishbone Chart)
Diagram Ishikawa bertujuan untuk membantu
mengidentifikasi lokasi yang mungkin dari
terjadinya masalah masalah mutu dan lokasi
pemeriksaan. Diagram ini mempresentasikan
hubungan antara sebab dan akibat yang terdiri dari
garis garis dan simbol. Akibat (karateristik
kualitas) diletakkan di kanan, sedangkan sebab
diletakkan di sebelah kiri.
3) Membuat peta kontrol p.
Setelah ditentukan jumlah produk rusak maka
langkah selanjutnya adalah memplotkan data
atribut kedalam peta kontrol p.
4) Aplikasi peta control p
Batas pengendali pada peta control diaplikasikan
pada proses selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mengetahui penyebab kerusakan pada
minuman rumput laut
2. Bagaimana mengetahui solusi kerusakan pada
minuman
rumput laut
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui penyebab kerusakan pada
minuman
rumput laut.
2. Untuk megetahui solusi kerusakan pada minuman
rumput laut.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan tentang bagaimana
pengendalian kualitas menggunakan alat bantu
statistik dapat bermanfaat untuk mengendalikan
tingkat kecacatan produk (misdruk) yang terjadi
pada PT. Jasuda.
2. Memberikan manfaat bagi pihak manajemen PT.
Jasuda sebagai bahan masukan yang berguna
terutama dalam menentukan strategi pengendalian
kualitas yang dilakukan oleh perusahaan di masa
yang akan datang sebagai upaya peningkatan
kualitas produksi.
3. Memberikan arahan dan tambahan referensi bagi
kalangan akademisi untuk keperluan studi dan
penelitian
selanjutnya
mengenai
topik
permasalahan yang sama.

2.4. Flow Chart

METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan dengan
lokasi penelitian di PT. Jasuda Kabupaten Takalar.
2.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan
dengan cara :
1. Wawancara
Dalam hal ini peneliti mencari data atau informasi
dengan cara mewawancarai pimpinan PT. Jasuda
dan beberapa karyawan.
2. Studi Pustaka
Yaitu informasi dicari melalui beberapa buku
referensi maupun melalui internet.
3. Pengamatan Langsung
Yaitu dilakukan dengan melakukan pengamatan
langsung pada saat proses produksi dan mencatat
data-data yang di dapatkan.
2.3. Metode Penelitian
Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan
menggunakan metode pengendalian kualitas statistic.
1091

ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013


kompor pemanas kotor atau mati pada saat
membutuhkan pemanasan air rumput laut,disini
operator harus mengamati suhu yang
diperlukan, apabila kurang panas kompor
pemanas dibesarkan, dan apabila membutuhkan
pendinginan maka blower angin yang
dinyaakan. Kegiatan ini dilakukan di saat air
rumput laut mulai dialirkan ke tabung
penampungan melalui pipa kapiler.
3) Faktor Proses
Ukuran pemanasan air rumput laut harus tetap
stabil, pemanasan yang tidak merata akan
mengakibatkan warna air rumput laut akan ikut
berubah menjadi agak gelap dan apabila
dilakukan pengepresan atau pengisian pada
gelas kemasan dan pengepresan label gelas
maka akan timbul gelembung gelembung
udara kecil berwarna putih pada tepi atau
pinggir gelas bagian dalam.
4) Faktor Material
Pada waktu pemanasan air rumput laut terlalu
panas
atau
kurang
panas
sehingga
menimbulkan gelembung gelembung putih
atau pengembunan pada gelas kemasan

ANALISA DAN PEMBAHASAN


3.1 Analisa Penelitian
Analisa dan pembahasan merupakan media
komunikasi
dalam
menjembatani
penarikan
kesimpulan, agar kesimpulan yang diperoleh nantinya
mudah dimengerti dan dapat menghilangkan terjadinya
salah penafsiran dari penyajian penelitian yang
dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang
ada. Dalam penelitian ini analisa dan pembahasan hasil
pengolahan merupakan suatu dasar dalam melakukan
dugaan dugaan terhadap suatu kejadian penyebab
ketidaknormalan pada proses produksi dan tindakan
yang sebaiknya dilakukan guna melakukan perbaikan
dalam proses produksi Analisa dilakukan dengan
menganalisa hasil Statistical Quality Control yaitu
hasil perhitungan peta pengendalian kualitas dan
menganalisa factor yang mempengaruhi kualitas
dengan menggunakan pengendalian kualitas diagram
sebab akibat (fish Bone).
3.1.1 Analisa Diagram Pareto
Berdasarkan pengamatan pada diagram pareto,
maka total cacat untuk endapan = 643 gelas dan
bergelembung = 358 gelas. Dengan melihat kondisi
berdasarkan jenis cacat maka presentase yang tertinggi
untuk jenis cacat :
- Jenis cacat endapan
= 39,73%
- Jenis cacat bergelembun = 60,27%

b.

Berdasarkan hasil data tersebut diatas, persentase


cacat tertinggi terjadi pada jenis cacat endapan.
3.1.2 Analisa Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat merupakan diagram yang
terdiri dari garis garis dan simbol simbol yang
mempresentasikan hubungan antara sebab akibat yang
digunakan untuk menentukan apakah terdapat akibat
yang jelek dan mengambil tindakan untuk
memperbaiki
penyebabnya
dan
juga
untuk
mengidentifikasi dan menganalisis suatu proses atau
situasi dan menemukan kemungkinan penyebab suatu
masalah yang terjadi.
Berdasarkan analisa diagram Pareto maka evaluasi
yang dapat diberikan untuk mengetahui penyebab
terjadinya kerusakan proses produksi dikarenakan
adanya item item berikut:
a. Diagram Sebab Akibat Cacat Timbul Gelembung
Berdasarkan terjadinya cacat timbul gelembung
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1) Faktor Operator
Ketelitian dan kehati hatian agar memperoleh
hasil yang maksimal tergantung pada faktor
manusia sebagai operator. Ketidak telitian
operator pada saat melakukan pengukuran
panas pada alat pemanas dan blower angin,
selain itu kelelahan dan kejenuhan akibat
proses yang berlangsung terus menerus akan
mengurangi kinerja dari operator.
2) Faktor Peralatan
Adanya pemanasan air rumput laut dalam
tabung yang kurang merata yang disebabkan
1092

Diagram Sebab Akibat Cacat memiliki Endapan


Berdasarkan
terjadinya
memiliki
endapan
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1) Faktor Operator
Ketelitian dan kehati hatian agar
memperoleh hasil yang maksimal tergantung
pada faktor manusia sebagai operator. Kurang
terampil dan ketidak telitian operator dalam
proses pengepresan dan pengontrolan panas
dari air rumput laut yang kurang merata
menyebabkan terjadinya memiliki endapan
dari air rumput laut tersebut. Selain itu
kelelahan akibat kondisi suhu panas dan suara
mesin
produksi
dapat
menyebabakan
konsentrasi operator turun.
2) Faktor Material
Proses pengepresan pada label minuman
rumput laut pada PT Jasuda dilakukan secara
semi otomatis, adanya warna pada air rumput
laut yan sudah jadi dan siap untuk proses
pengisian dan dilanjutkan pada pengepresan
label minuman rumput laut disebabkan oleh
dua hal yang biasanya sering terjadi dan
kurang mendapat perhatian serius dari
operator, dua hal tersebut adalah kurang teliti
atau kontrol pada kompor pemanasan dan
blower pendingin pada tabung penampungan
air rumput laut yang sudah jadi dan siap pada
proses pengisian pada gelas kemasan , kedua
terkontaminasinya air rumput laut dengan
kotoran dari dalam pipa kapiler dan tabung
penampungan akhir dari air rumput laut
tersebut.
3) Faktor Peralatan
Adanya keterlambatan pengisian bahan bakar
pada kompor pemansan oleh operator akibat

ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013


kurang konsentrasinya operator dan kompor
pemanasan dan blower yang kotor, dan
pembersihan pipa kapiler dan tabung
penampungan akhir rumput laut secara
berkala.
4) Faktor Lingkungan
Faktor ini disebabkan karena udara panas
disekitar
lingkungan
kerja
sehingga
mengakibatkan kesalahan operator dan
menyebabkan konsentrasi operator menurun.
Selain itu kondisi bising dari mesin mesin
yang bekerja dan faktor mengobrol
menyebabkan ketelitian operator menurun.
Udara panas, pengap dan kondisi bising yang
dirasakan operator dapat menyebabkan
operator merasa cepat lelah dan kurang
nyaman.

b.

3.1.3
Analisa Dengan Control Chart (P)
Dari hasil pengamatan, untuk jumlah cacat dan
persentase cacat dalam satu bulan dari keseluruhan
data yang digunakan (N = 1249 bungkus) yang terdiri
dari 180.000 bungkus, diperoleh jumlah rata-rata
persentase kecacatannya 0,69% dari jumlah yang
diamati. Dari hasil pengamatan juga diperoleh rata-rata
proporsi kecacatan P = 0,0069 dengan UCL P =
0,00747 dan LCL P = 0,0063. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam peta control P pada grafik produk
minuman rumput laut berada dilur batas control, hal ini
menunjukkan produksi berlangsung tidak menurut
spesifikasi yang telah ditentukan. Bila hal ini berjalan
normal maka pengendalian secara statistical dapat
digunakan karena dapat menekan penyimpangan
sebesar 0,69%.
Jika batas control dapat dipertahankan dan
begitupun batas control yang telah direfisi, maka
produk yang dihasilkan mengalami penyimpangan
dapat digunakan atau memantau proses produksi
berikutnya. Untuk mengatasi ini maka faktor-faktor
yang harus diperhatikan adalah ketelitian para pekerja
harus tetap diperhatikan serta dianjurkan untuk
menggunakan alat yang lebih modern.
Sedangkan dari hasil perhitungan kapabilitas
proses dari produksi diperoleh :
Minuman rumput laut yang cacat ( ) = 0, 69%
Minuman rumput laut yang baik = 1 P (cacat)

didalam batas control sehingga tidak perlu


dilakukan revisi lagi. Hal ini dipengaruhi karena
data yang digunakan selalu berubah-ubah dan
tidak tersebar normal sehingga tidak dapat
dikendalikan dan menyebabkan data banyak yang
melewati batas kontrolnnya.
Pembahasan Peta Kendali P Bergelembung
Pada peta control R tidak terdapat data yang out of
control, sedangkan pada diagram X terdapat 2
sampel sehingga dilakukan revisi sebanyak 1 kali.
Setelah revisi seluruh data bergelembung sudah
berada didalam batas control sehingga tidak perlu
dilakukan revisi lagi. Hal ini dipengaruhi karena
data yang digunakan selalu berubah-ubah dan
tidak tersebar normal sehingga tidak dapat
dikendalikan dan menyebabkan data banyak yang
melewati batas Controlnnya.

4.5.3 Pembahasan Kemampuan Proses


a. Memiliki endapan
untuk Memiliki endapan kemampuan kinerja
proses sangat rendah. Hal ini mengakibatkan
banyak data yang berada diluar batas normal yang
ditetakan oleh perusahaan. Untuk menanggulangi
hal ini perusahaan harus meningkatkan
pengendalian dan control terhadap proses yang
berlangsung mulai dari pasca panen sampai
dengan proses produksi.
b. Bergelembung
untuk Bergelembungkemampuan kinerja proses
sangat rendah. Hal ini mengakibatkan banyak data
yang berada diluar batas normal yang ditetakan
oleh perusahaan. Untuk menanggulangi hal ini
perusahaan harus meningkatkan pengendalian dan
control terhadap proses dan pekerja untuk lebih
memenuhi standar operasi yang telah ditetapkan.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, diperoleh data jenis cacat
pada produk minuman rumput laut yaitu minuman
rumput laut memiliki endapan dan bergelembung.
Setelah dilakukan pengamatan maka di dapatkan data
yaitu setiap kali melakukan proses produksi, PT Jasuda
memproduksi 6000 gelas dimana sebanyak 209 gelas
bergelembung dan 384 memiliki endapan. Dari hasil
pengamatan, untuk jumlah cacat dan persentase cacat
dalam satu bulan dari keseluruhan data yang digunakan
(N = 1249 bungkus) yang terdiri dari 180.000 bungkus,
diperoleh jumlah rata-rata persentase kecacatannya
0,69% dari jumlah yang diamati. Dari hasil
pengamatan juga diperoleh rata-rata proporsi kecacatan
P = 0,0069 dengan UCL P = 0,00747 dan LCL P =
0,0063. Hal ini menunjukkan bahwa dalam peta
control P pada grafik produk minuman rumput laut
berada dilur batas control, hal ini menunjukkan
produksi berlangsung tidak menurut spesifikasi yang
telah ditentukan. Bila hal ini berjalan normal maka
pengendalian secara statistical dapat digunakan karena
dapat menekan penyimpangan sebesar 0,69%.

= 100% - 0, 69%
= 99,31%
3.2 Pembahasan
3.2.1 Diagram Pareto
Pada analisis Diagram Pareto dapat dilihat bahwa
memiliki endapan dan bergelembung memiliki data
tertinggi dan data terendah dalam diagram ini dapat
terlihat bahwa endapan dan Bergelembung merupakan
data tertinggi yang berada diluar batas normal.
3.2.2 Peta Kendali P
a. Pembahasan Peta Kendali P Memiliki endapan
Pada peta control X dan R terdapat data out of
control sehingga perlu dilakukan revisi. Setelah
revisi seluruh data memiliki endapan sudah berada
1093

ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013


Jika batas control dapat dipertahankan dan
begitupun batas control yang telah direfisi, maka
produk yang dihasilkan mengalami penyimpangan
dapat digunakan atau memantau proses produksi
berikutnya. Untuk mengatasi ini maka faktor-faktor
yang harus diperhatikan adalah ketelitian para pekerja
harus tetap diperhatikan serta dianjurkan untuk
menggunakan alat yang lebih modern.

Dan Betek Dengan Metode Pengendalian


Kualitas, Universitas Muhammadiyah Malang:
Malang
Vincent Gaspers. 1998. Statistical Process Control
Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta
Waiulung Natsir M. 2009. Analisis Pengendalian
Kualitas Untuk Meningkatkan Mutu Produk
Plywood Pada PT. Wainibe Wood Industri (WWI)
Di Kota Namlea. Universitas Muslim Indonesia:
Makassar

4.2 Saran
Untuk memperbaiki kualitas produk, diberikan
saran sebagai berikut :
1. Perbaikan yang dilakukan perusahaan sebaiknya
terfokus pada faktor penyebab utama terjadinya
penyimpangan mutu yaitu factor bahan baku,
metode kerja dan mesin.
2. Pihak perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan
pemilihan bahan baku yang masuk ,
mengelompokkan bahan baku yang sejenis dan
segera mengolahnya.
3. Membuat urutan prioritas dalam melaksanakan
pengendalian kualitas yang terencana dengan
memperhatikan faktor-faktor penyebab kesalaan
dalam produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri Sofjan. 1999. Manajemen Produksi dan
Operasi Edisi Resivi. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia: Jakarta
Asyari Agus. 1983. Pengendalian Produksi.
Universitas Gajah Mada: Yogyakarta
Dinas
perikanan
dan
Kelautan
Kab.
Takalar.2010.Produksi Rumput laut.
Douglas C. Mont Gomery, 1990, pengantar
pengendalian Kualitas Statistik, Penerbit Gadjah
Mada University Press, yogyakarta.
Febrianto, Nanang. 2006. Analisa Perancangan
Pengendalian Kualitas Statistik Pada Kelompok
Tani Wanita Brosem Batu malang. Universitas
Muhammadiyah Malang: Malang
Ilham, Rezkiwati D. 2005. Usulan Perbaikan Kualitas
Produk Kain Strech Dengan Menggunakan
Metode Statistical Quality Control (SQC) Pada
PT. Himalaya Tunas Texindo Bandung.
Universitas Muslim Indonesia: Makassar
Harinaldi. 2005. Prinsip-prinsip Statistika Untuk
Teknik dan sains.Erlangga.Jakarta
Husaini Usman, R Purnomo. 2006. Pengantar Statistik
edisi kedua. Penerbit Bumi Aksara.Jakarta
Ishikawa Kaon. 1988. Teknik Penuntun Pengendalian
Mutu. Mediyatama Perkasa: Jakarta
Kume Hitosi. 1989. Metode Statistik Peningkatan
Mutu. Mediayatama Sarana Perkasa: Jakarta
Rismayanti. 2011. Penerapan Metode Statistical
Quality Control Dalam Menghasilkan Produk
Minyak Kelapa Sawit Sesuai Dengan Standar Di
Pt.Varita Majutama Kabupaten Teluk Bintuni.
Universitas Muslim Indonesia: Makassar
Sucahyo Febrianto. 2004. Tugas Akhir Identifikasi
Kualitas Keramik Di Sentra Industri Kecil Dinoyo
1094

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, 2014, 2 (2):245-259


ISSN 2355-5408, ejournal.adbisnis.fisip-unmul.ac.id
Copyright 2014

KASUS X

ANALISIS PENGENDALIAN MUTU (QUALITY CONTROL)


CPO (CRUDE PALM OIL) PADA PT. BUANA WIRA SUBUR
SAKTI DI KABUPATEN PASER
M. Fajar Wulan D1
ABSTRAK
M. Fajar Wulan D, Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO
(Crude Palm Oil) pada PT. Buana Wirasubur Sakti di Kabupaten Paser. Di
bawah bimbingan Ir. Noercahyono, MM. selaku Pembimbing I dan Bapak Eko
Adi Widyanto, SE,. M.SA. selaku Pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengendalian mutu CPO
(Crude Palm Oil) pada PT. Buana Wirasubur Sakti. Analisis dilakukan dengan
cara mengolah data inspeksi kadar asam lemak bebas, kadar air, dan kadar
kotoran dengan menggunakan alat analisis pengendalian mutu diagram
histogram, grafik kendali, dan diagram sebab akibat. Hasil analisis dibandingkan
dengan standar pengendalian mutu yang ditetapkan BSN melalui SNI 01-29012006 dan standar mutu yang ditetapkan oleh konsumen PT. Buana Wirasubur
Sakti.
Berdasarkan analisis diagram histogram untuk kadar asam lemak bebas
dan kadar kotoran tidak terdapat data yang berada di luar batas, akan tetapi
pada kadar air terdapat 16 sampel berada di atas standar yang ditetapkan oleh
BSN yaitu 0,5%. Berdasarkan hasil analisis grafik kendali pengendalian mutu
CPO (Crude Palm Oil), jumlah sampel yang berada di luar batas kendali
menurut peta kontrol Xbar dan R untuk kadar asam lemak bebas sebanyak
sebelas sampel pada peta kendali Xbar dan dua sampel pada peta kendali R.
Kemudian, untuk kadar air terdapet lima sampel pada peta kendali Xbar dan dua
sampel pada peta kendali R. Serta untuk kadar kotoran terdapat tujuh sampel
apda peta kendali Xbar dan tiga sampel pada peta kendali R. Berdasarkan hasil
analisis diagram sebab akibat yaitu dilakukan dengan proses observasi lapangan
dan wawancara terdapat lima faktor yang mempengaruhi pengendalian mutu
CPO (Crude Palm Oil). Faktor itu sendiri meliputi bahan baku, lingkungan kerja,
mesin, bahan baku, manusia, dan metode karja.
Kata Kunci: analisis pengendalian mutu, diagram sebab akibat, dan grafik
kendali.
Pendahuluan
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia karena
kontribusinya terhadap perolehan devisa, peluang pengembangan pasar serta
penyerapan tenaga kerja, dan menjadikan Indonesia sebagai eksportir minyak
1

Mahasiswa, S1 Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Mulawarman, Email: Fajarwulan@yahoo.co.id

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

kelapa sawit (Crude Palm Oil- CPO) nomor satu di dunia, sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel berikut.
Tabel
Eksportir CPO Dunia Tahun 2013
No
Negara Eksportir
Total Ekspor (ton)
1
Indonesia
28.000.000
2
Malaysia
19.700.000
3
Thailand
1.700.000
4
Kolombia
950.000
5
Nigeria
860.000
(sumber: bisnis.com)
Produksi CPO di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini.
Tabel
Total Produksi Sawit Indonesia
Tahun
Total Produksi (ton)
2008
17.539.788
2009
19.324.294
2010
21.958.120
2011
23.096.541
2012
26.015.518
(Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan)
Era pengembangan kelapa sawit di Kalimantan Timur dimulai pada tahun
1982 yang dirintis melalui Proyek Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang dikelola
oleh PTP VI. Hingga tahun 2012, luas areal kelapa sawit mencapai 961.802 Ha,
yang terdiri dari 226.765 Ha sebagai tanaman plasma / rakyat, 17.237 Ha milik
BUMN sebagai inti, dan 717.825 Ha milik Perkebunan Besar Swasta. Adapun
produksi TBS (Tandan Buah Segar) pada tahun 2012 sebesar 5.734.464 ton atau
setara dengan 1.032.204 ton CPO (Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur,
2012)
PT. Buana Wirasubur Sakti merupakan satu dari 12 perusahaan perebusan
TBS (Tandan Buah Sawit) yang berada di Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser,
yang secara resmi didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya perusahaan ini hanya
memfokuskan pada penanaman kelapa sawit yaitu pada tahun 1991 hingga tahun
2004 dengan luas areal lahan lebih dari 900 hektar. Pada tahun 2010 PT. Buana
Wirasubur Sakti melebarkan sayapnya pada bisnis pemrosesan TBS menjadi CPO
dengan kapasitas produksi perusahaan sebesar 30 TBS/jam yang dapat
menghasilkan 120 ton CPO, 30 ton karnel, dan 30 ton cangkang karnel per hari.
(tradezz.com_PT. Buana Wirasubur Sakti)
Pasokan kelapa sawit yang diolah menjadi CPO bersumber dari kebun
kelapa sawit milik PT. Buana Wirasubur Sakti sendiri serta pasokan yang
bersumber dari petani sawit di Kecamatan Kuaro. CPO yang dihasilkan kemudian
akan dijual ke pembeli utama yaitu PT. Wilmar, PT SMART, Tbk, dan PT. KIAT
246

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

yang dikirim melalui Pelabuhan Tanah Merah di Desa Janju, Kecamatan Tana
Gerogot, Kabupaten Paser.
Kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan oleh PT. Buana Wirasubur
Sakti untuk menghasilkan produk CPO mengacu pada standar mutu CPO yang
ditetapkan oleh pembeli/pelanggan.
Pemerintah sendiri melalui BSN telah menetapkan standarisasi mutu CPO
yang dimuat dalam SNI-01-2901-2006 yaitu:
Tabel
Standar Nasional Mutu Kelapa Sawit
No
Karakteristik
Keterangan
1
Kadar asam lemak bebas
< 5,00 %
2
Kadar air
< 0,50 %
3
Kadar kotoran
< 0,50 %
4
Bilangan Yodium
50-55 g / 100 g TBS
Jingga kemerah5
Warna CPO (crude palm oil)
merahan
(SNI, 2006)
Dalam praktiknya PT. Buana Wirasubur Sakti belum menetapkan
standarisasi mutu CPO perusahaan. Selama ini standar mutu yang digunakan oleh
PT. Buana Wirasubur Sakti mengikuti kontrak kerja yang ditetapkan oleh pembeli
utamanya, yaitu PT. Willmar. Standar mutu yang ditetapkan oleh PT. Willmar
mengikui standar mutu CPO yang ditetapkan oleh BSN melalui SNI-01-29012006. Akan tetapi jika mutu CPO yang dihasilkan melebihi standar kadar mutu
yang ditetapkan, maka PT. Buana Wirasubur Sakti akan memasarkannya kepada
pembeli lokal.
Salah satu cara untuk mengukur mutu produk ialah penerapan quality
conrol dengan peta kontrol (control charts). Fungsi penerapan quality control
tersebut adalah untuk melakukan pengendalian terhadap mutu dari input awal
berupa penyelesaian bahan baku, proses produksi , sampai kepada proses output
barang jadi (finished goods). Dengan adanya penerapan quality control maka
perusahaan dapat melakukan efesiensi proses produk, khususnya dalam industri
pengolahan CPO kelapa sawit. Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas,
peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai masalah
pengendalian mutu (quality control) dalam hal pengolehan buah sawit yang ada di
PT. Buana Wirasubur Sakti. Untuk itu pada penelitian ini peneliti mengambil
judul Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil)
Pada PT. Buana Wirasubur Sakti
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah;
Apakah pengendalian mutu CPO yang dilakukan oleh PT. Buana
Wirasubur Sakti sudah memenuhi standar SNI yang ditetapkan oleh BSN.

247

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses pengendalian mutu CPO yang dilakukan oleh PT.
Buana Wirasubur Sakti.
2. Untuk mengetahui apakah tingkat mutu CPO yang dihasilkan oleh PT. Buana
Wirasubur Sakti sudah memenuhi standar mutu CPO sesuai dengan standar
SNI yang ditetapkan oleh BSN.
Kerangka Dasar Teori
Pengendalian Mutu (Quality Control)
Pengertian pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari
pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi,
barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke konsumen agar barang
(jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan
(Prawirosentono, 2007:74).
Process Quality Control
Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2012:208) SQC (Statistical
Quality Control) merupakan penggunaan metode statistic untuk mengukur kinerja
produksi sekaligus untuk meningkatkan mutu keluaran. Sebaliknya, SPC hanya
bermaksud untuk melakukan pengendalian kinerja proses dengan menggunakan
metode statistik. Sehubungan dengan itu, SPC merupakan bagian dari SQC.
Minyak Sawit Kasar
Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) merupakan minyak nabati berwarna
jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses ekstraksi daging buah kelapa
sawit (mesocarp) tanaman Elais guinensis Jacq. Minyak sawit kasar terdiri dari
gliserida yang tersusun oleh serangkaian asam lemak. Komponen utama minyak
sawit adalah trigliserida dengan sebagian kecil digliserida dan mono gliserida.
Minyak sawit kasar berbentuk semipadat pada suhu kamar. Warna minyak sawit
kasar yang berwarna jingga kemerah-merahan disebabkan oleh komponen minor
yang dmiliki CPO berupa pigmen karoten (ipb.ac.id).
Metode Penelitian
Histogram
Histogram menunjukkan cakupan nilai suatu perhitungan dan frekuensi dari setiap
nilai yang terjadi. Histogram menunjukkan peristiwa yang sering terjadi dan juga
variasi dalam pengukuran (Heizer dan Render, 2004:268).
Bagan kendali
Peta Kendali
Peta Kendali Xbar digunakan untuk proses yang memiliki karakteristik yang
bersifat kontinu. Peta ini menggambarkan variasi harga rata-rata dari data yang
diklarifikasikan dalam satu kelompok. Dalam penelitian ini data dikelompokkan
berdasarkan satuan waktu hari dimana data ini diambil. Langkah langkah
penentuan peta kendali Xbar adalah dengan menentukan rentang rata-rata

248

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

kemudian menentukan batas kontrol serta mengambarkan garis Xbar dan garis
batas kontrol.
Peta Kendali R
Peta kendali R merupakan peta untuk menggambarkan rentang data dari suatu sub
grup, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil. Langkah langkah penentuan garis
central adalah dengan menentukan rentang rata-rata kemudian menentukan batas
kontrol serta mengambarkan garis R dan garis batas kontrol.
Menghitung X rata-rata dan R rata-rata (Haming dan Nurnajamuddin,
2012:208):
Perhitungan X rata-rata

Dimana:
: jumlah rata-tata dari nilai rata-rata subgrup
: nilai rata-rata subgrup ke-i
: jumlah subgrup
Perhitungan R rata-rata

Dimana:
: jumlah rata-rata rentang grup
: nilai rentang subgrup ke-i
: jumlah subgrup
Menentukan batas kontrol untuk pembuatan peta kendali X dan R (Haming
dan Nurnajamuddin, 2012:208):
X-Chart
Batas kontrol peta X: Batas kontrol atas (BKA) =
Batas kontrol bawah (BKB) =
Dimana:
BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
A2
= Nilai Koefisien
R
= Selisih Harga Xmaks dan Xmin
R-Chart
Batas kontrol peta R: Batas kontrol atas (BKA) = D4 . R
Batas kontrol bawah (BKB) = D3 . R
Dimana:
BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
D4,D3 = Nilai Koefisien
Diagram Sebab Akibat
Menurut Heizer dan Render (2004:265) pembuatan diagram sebab akibat pada
umumnya dimulai dengan 4 kategori yaitu material, mesin/peralatan, manusia,
249

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

dan metode. Inilah yang disebut 4M yang merupakan penyebab. Penyebab


masing-masing dikaitkan dalam setiap kategori yang diikat dalam tulang ikan
yang diikat dalam tulang yang terpisah sepanjang cabang tersebut.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Histogram
Histogram Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)
Dari hasil pengujian kadar Asam Lemak Bebas di atas, maka histogram
Kadar Asam Lemak Bebas dapat di lihat pada Gambar berikut:
Gambar
Hasil Uji Kadar Asam Lemak Bebas

sumber: data diolah


Berdasarkan hasil histogram untuk kadar asam lemak bebas, maka dapat
dilihat bahwa rata-rata kadar asam lemak bebas adalah 3,5%, dan tidak terdapat
yang berada di luar batas normal berdasarkan standarisasi yang ditetapkan oleh
BSN yaitu kadar Asam Lemak Bebas maksimum 5%.
Histogram Kadar Air
Dari hasil pengujian kadar Air di atas, maka histogram kadar Air dapat di
lihat pada Gambar berikut:
Gambar
Hasil Uji Kadar Air

250

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

Sumber: data diolah


Berdasarkan hasil histogram untuk kadar air, dapat dilihat bahwa rata-rata
kadar air adalah sebesar 0,36%, dan terdapat 16 atau 16,66% data yang berada di
luar batas normal berdasarkan standarisasi yang ditetapkan oleh BSN yaitu kadar
Air maksimum 0,5%.
Histogram Kadar Kotoran
Dari hasil pengujian kadar Air di atas, maka histogram kadar Air dapat di
lihat pada Gambar berikut:
Gambar
Hasil Uji Kadar Kotoran

Sumber: data diolah


Berdasarkan hasil histogram untuk kadar kotoran, dapat dilihat bahwa
rata-rata kadar kotoran adalah 0,39% dan tidak terdapat data yang berada di luar
batas normal berdasarkan standarisasi yang ditetapkan oleh BSN yaitu kadar
kotoran maksimum 0,5%.
Analisis Grafik Kendali (SPC)
Analisis grafik kendali (SPC) digunakan untuk melakukan pengendalian kinerja
proses dengan menggunakan metode statistik. Di dalam grafik kendali terdapat
garis batas kendali atas (UCL) serta garis batas kendali bawah (LCL), kedua garis
ini berfungsi untuk menentukan batas kendali kandungan mutu CPO dalam
perhitungan statistik. Berikut tahapan pembuatan grafik kendali dan R untuk
Kadar Asam Lemak Bebas (ALB), Kadar Air, dan Kadar Kotoran:
Peta dan R untuk Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)
1. Perhitungan Peta Kendali Xbar Kadar Asam Lemak Bebas.
UCL
= +
= 3,50 + 1,023 . 0,44
= 3,50 + 0,45351
= 3,95 %
LCL = = 3,50 1,023 . 0,44
251

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

= 3,50 0,45251
= 3,05 %
2. Perhitungan Peta Kendali R Kadar Asam Lemak Bebas.
UCL
= D4 .
= 2,574 .0,44
= 1,13857 %
LCL
= D3 .
= 0 . 0,44
=0%
Gambar
Grafik kendali Xbar dan R Chart Asam Lemak Bebas
Xbar-R Chart of x1; ...; x3
1

4,5

Sample Mean

1
1

4,0

U C L=3,959
_
_
X=3,500

3,5

3,0

1
1

10

LC L=3,041
1

13

16
Sample

19

22

25

28

2,0

Sample Range

1,5
U C L=1,155

1,0

_
R=0,449

0,5
0,0

LC L=0
1

10

13

16
Sample

19

22

25

28

sumber: data diolah


Dari peta kendali Xbar dan R di atas terdapat data yang out of control,
yaitu pada data ke 1, 2, 6, 7, 8, 11, 13, 14, 17, 26, dan 28 pada peta kendali X bar.
Untuk peta kendali R terdapat pula data yang out of control yaitu pada data ke 24
dan 27.
Peta dan R untuk Kadar Air
1. Perhitungan Peta Kendali Xbar Kadar Asam Lemak Bebas
UCL
= +
= 0,36 + 1,023 . 0,18
= 0,55 %
LCL = = 0,36 1,023 . 0,18
= 0,18 %
2. Perhitungan Peta Kendali R Kadar Air
UCL
= D4 .
= 2,574 . 0,18
= 0,4676 %
LCL = D3 .
252

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

= 0 . 0,18
=0%
Gambar
Grafik kendali Xbar dan R Chart Air
Xbar-R Chart of x1; ...; x3
1

U C L=0,5504

Sample Mean

0,5
_
_
X=0,3646

0,4
0,3
0,2

LC L=0,1787
1

0,1
1

10

13

16
Sample

19

22

25

28

Sample Range

0,60

U C L=0,4677

0,45
0,30

_
R=0,1817

0,15
0,00

LC L=0
1

10

13

16
Sample

19

22

25

28

sumber: data diolah


Dari peta kendali Xbar dan R untuk kadar air di atas terdapat data yang out
of control, yaitu pada data ke 10, 11, 13, 16, dan 29 pada peta kendali X bar. Untuk
peta kendali R terdapat pula data yang out of control yaitu pada data ke 15 dan 20.
Peta dan R untuk Kadar Kotoran
1. Perhitungan Peta Kendali Xbar Kadar Kotoran
UCL
= +
= 0,04 + 1,023 . 0,02
= 0,06 %
LCL
= = 0,04 1,023 . 0,02
= 0,02 %
2. Perhitungan Peta Kendali R Kadar Kotoran
UCL
= D4 .
= 2,574 . 0,02
= 0,05079 %
LCL
= D3 .
= 0 . 0,02
=0%

253

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

Gambar
Grafik kendali Xbar dan R Chart Kotoran
Xbar-R Chart of x1; ...; x3
0,08

Sample Mean

1
1

0,06

U C L=0,05941
_
_
X=0,03922

0,04

0,02

10

13

16
Sample

19

22

LC L=0,01903

25

28

Sample Range

0,060
1

U C L=0,05080

0,045
0,030

_
R=0,01973

0,015
0,000

LC L=0
1

10

13

16
Sample

19

22

25

28

sumber: data diolah


Dari peta kendali Xbar dan R untuk kadar kotoran di atas terdapat data
yang out of control yaitu pada data ke 8, 10, 13, 18, 23, 26, dan 29. Untuk peta R
terdapat pula data yang out of control yaitu pada data ke 8, 10, dan 20.
Diagram Sebaba Akibat
Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan oleh PT. Buana Wirasubur Sakti adalah TBS
yang berasal dari kebun yang dimiliki oleh perusahaan dan TBS yang berasa dari
petani sawit di sekitar pabrik. Pemasok utama bahan baku (buah sawit) PT. Buana
Wirasubur Sakti adalah buah yang berasal kebun rakyat, hal ini disebabkan
perkebunan yan dimiliki perusahaan belum mampu memenuhi kebutuhan
perusahaan. Usia tanam buah sawit yang dimiliki oleh perusahaan masih muda.
Pasokan buah sawit yang dapat dipenuhi oleh perusahaan hanya 50 ton per-hari
sedangkan kapasitas produksi perharinya sebesar 500 ton. Oleh sebab itu
perusahaan untuk menutupi kekurangan pasokan bahan baku, perusahaan
menerima bahan baku yang dihasilkan oleh kebun masyarakat, dimana pasokan
bahan bakunya tidak bisa dikontrol jumlahnya.
Lingkungan Kerja
PT. Buana Wirasubur Sakti memiliki luas areal pabrik 2000 m2. Dimana
di dalamnya terdapat bagunan-bagunan pabrik yang terdiri dari pos pengamanan
yang berada di gerbang masuk pabrik, setelah itu terdapat jembatan timbang yang
digunakan untuk menimbang kendaraan yang membawa bahan baku (TBS),
kemudian terdapat ruang kantor dan laboratorium yang dimana digunakan untuk
kegiatan administrasi dan laboratorium yang digunakan untuk tempat pengujian
kadar CPO.
Loading ramp merupakan lokasi penumpukan bahan baku (TBS) yang
telah melalui proses penimbangan di jembatan timbang. Kondisi loading ramp
254

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

yang dimiliki PT. BWS kurang terawat, jika hujan tempat penumpukan (loading
ramp) akan berlumpur dikarenakan loading ramp yang dimiliki PT. BWS belum
memiliki atap. Sehingga, TBS yang akan diolah menjadi kotor karena terkena
lumpur dan kadar air pada buahnya akan bertambah karena tekena air hujan.
Pada bagian produksi, sering terjadi keterlambatan pembuangan limbah
hasil produksi yang terdiri dari janjangan dan ampas TBS. Hal ini tentu saja
mempengaruhi kebersihan dari lokasi produksi.
Manusia
Karyawan memiliki peranan yang penting terhadap mutu produk yang
dihasilkan. Karyawan produksi yang bertugas atau operator yang bertugas harus
berkonsentrasi penuh dalam mengendalikan mesin dan peralatan yang digunakan
dalam proses pengolahan TBS menjadi CPO agar berfungsi sebagaimana
mestinya. Kedisiplinan dan ketelitian merupakan hal yang sangat penting untuk
dimiliki oleh karyawan laboratorium dalam menguji kadar asam lemak bebas,
kadar air, serta kadar kotoran CPO. Ketelitian dibutuhkan karena kegiatan
menguji ini merupakan pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang sangat
besar terhadap kelangsungan hidup produk yang dihasilkan. Selain itu pula
tingkat pengetahuan karyawan akan in process sangat mempengaruhi kinerja
karyawan dalam menjaga pengendalian mutu in process.
Mesin
Perawatan rutin mesin jarang dilakukan oleh perusahaan, seringkali
penanganan terhadap kerusakan mesin terlambat. Sehingga, menghambat kinerja
perusahaan yang berakibat pada terlambatnya pemrosesan bahan baku (TBS).
Mesin yang digunakan PT. Buana Wirasubur Sakti saat ini adalah mesin
baru, sebab perusahaan meningkatkan kapasitas produksinya yangg sebelumnya
30 ton/jam menjadi 45 ton/jam.
Metode Kerja
Pada metode kerja terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, intinya
ialah merupakan proses perebusan TBS yang selanjutnya akan menghasilkan
CPO. Kualitas metode kerja juga menentukan hasil CPO yang diproduksi. Proses
ini dipengaruhi oleh bahan baku (TBS), setingan mesin, serta penampungan
sementara hasil prosuksi. Bahan baku (TBS) merupakan hal yang sangat penting
harus diperhatikan oleh karyawan bagian penyortiran, karena akan memberikan
efek domino terharap proses selanjutnya. Kemudian setingan mesin merupakan
hal yang juga penting harus diperhatikan oleh karyawan produksi, karena sangat
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya asam lemak bebas yang akan dihasilkan
oleh CPO. Ketika kadar ALB tidak sesuai, maka dengan segera pihak
laboratorium akan melaporkan / menegur kepada pihak produksi untuk mengecek
/ merubah settingan mesin agar tetap menjaga kadar ALB seperti yang diinginkan.

255

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

Gambar
Diagram Sebab Akibat Mutu CPO
LINGKUNGAN
KERJA

BAHAN BAKU
Kecanggi
Induk pohon
han Kematanga
Sampah
Performa
n yang
Mesin
sisa
mesin
Penanganan
tidak tepat
produksi
kurang
pasca panen
Lingkungan
Sortasi tidak
Kurang
kerja kotor
dilakukan dengan baik
Perawatan
MUTU
Lulusan
Perebusan CPO
Kelelahan
SMP dan
Pemisahan
tidak
dan kurang
Pengetah
SMA
berat jenis
maksimal
konsentrasi
Tingginya kadar
uan dan
kadar air
Kurangnya
Tangki
ALB
kedisipli
Kualita
ketelitian
penampun
nan
Performa
s
Timbanga
gan
Kuantitas
screw press
n
MANUSIA
rendah METODE KERJA
MESIN

(sumber: data diolah)


Penutup
Berdasarkan analisis serta pembahasan yang telah dilakukan, maka penulis
menyimpulkan:
Proses Pengendalian Mutu.
Standar proses pengendalian mutu yang dilakukan PT. Buana Wirasubur Sakti
sebenarnya telah baik. Akan tetapi dalam penerapannya terdapat bebrrapa
poelanggaran yang terjadi saaat pelaksanaannya. Pelanggaran tersebut antara lain:
1. Stasiun Penerima Buah
Terkadang buah yang diterima di stasiun penerima buah adalah buah yang di
bawah standar yang ditetapkan oleh pabrik, hal ini terpaksa dilakukan agar
perusahaan tetap berproduksi.
2. Stasiun Penggilingan dan Pemerasan
Komposisi air yang dimasukkan ke dalam mesin penggilingan dan pemerasan
terlalu banyak. Sehingga CPO yang dihasilkan memiliki kandungan air yang
tinggi.
3. Penampungan
Penampungan CPO hasil produksi hanya disimpan di dalam sebuah tanki
berkapasitas 150.000 liter. Sehingga, kadar CPO yang dihasilkan setiap kali
produksi dapat berubah-ubah apabila sampai di tempat penampungan akhir.
Tingkat mutu CPO yang dihasilkan PT. Buana Wirasubur Sakti.
1. Histogram
Berdasarkan analisis melalui diagram histogram tiga kadar yang terkandung di
dalam CPO yaitu kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran diketahui
bahwa, untuk kadar asam lemak bebas dan kadar kotoran tidak terdapat data yang

256

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

berada di luar batas normal yang ditetapkan oleh BSN. Akan tetapi pada kadar air
terdapat 16 sampel berada di atas standar yang ditetapkan oleh BSN yaitu 0,5%.
2. SPC (Statistical Process Control)
Hasil analisis melalui peta X dan R, diketahui bahwa tingkat pencapaian mutu
CPO yang dihasilkan belum sepenuhnya tercapai. Dimana hasil pemeriksaan
sampel CPO melalui kadar asam lemak bebas, kadar air, dan kadar kotoran masih
terdapat jumlah produk yang berada di luar batas persyaratan mutu dan
penyimpangan kualitas. Yaitu pada pengujian kadar asam lemak bebas, kadar air,
dan kadar kotoran.
Jumlah sampel yang berada di luar batas kendali menurut peta kontrol Xbar dan R
untuk kadar asam lemak bebas sebanyak sebelas sampel pada peta kendali Xbar
dan dua sampel pada peta kendali R. Kemudian, untuk kadar air terdapet lima
sampel pada peta kendali Xbar dan dua sampel pada peta kendali R. Serta untuk
kadar kotoran terdapat tujuh sampel apda peta kendali Xbar dan tiga sampel pada
peta kendali R.
Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui bahwa faktor penyebab
terjadinya penyimpangan kualitas CPO adalah faktor bahan baku, metode kerja,
manusia, mesin, metode kerja, serta lingkungan kerja. Di mana faktor yang secara
umum paling berpengaruh adalah bahan baku, metode kerja, serta manusia.
Berdasakan kesimpulan di atas, maka penulis menyampaikan beberapa saran
sebagai berikut:
Dalam penyortiran bahan baku (TBS), perusahaan sebaiknya lebih teliti dan
memberikan sanksi bagi pemasok yang membawa buah mentah atau yang terlalu
matang. Sanksinya bisa berupa potongan pembayaran buah sawit atau buah
dikembalikan.
Permasalahan pada lingkungan kerja yang dimiliki oleh perusahaan adalah
areal loading yang kurang terawat dan sampah sisa produksi yang berada di
sekitar lokasi produksi. Area loading sebaiknya dibuatkan atap agar buah yang
disimpan sementara sebelum diolah tidak terkena panas berlebih dan hujan.
Pembersihan sampah sisa produksi sebaiknya juga diperhatikan, penumpukan
sampah sisa produksi dapat mempengaruhi kinerja dan konsentrasi karyawan
dalam bekerja.
Dalam penerimaan karyawan baru, sebaiknya perusahaan lebih selektif. Agar
kedepannya sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan merupakan
sumber daya yang memiliki kedisiplinan dan pengetahuan yang baik.
Perawatan terhadap mesin merupakan hal pokok yang harus diperhatikan
perusahaan. Perawatan berfungsi untuk menjaga performa mesin tetap stabil,
karena mesin produksi adalha jantung dari sebuah perusahaan pengolahan kelapa
sawit.
Kedisiplinan karyawan dalam mematuhi metode kerja yang telah ditetapkan
oleh perusahaan harus ditingkatkan. Prosudur dan metode kerja yang tepat akan
menghasilkan CPO dengan kualitas yang baik pula.

257

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

Perusahaan sebaiknya menerapkan standar mutu CPO perusahaan, sebab saat


ini perusaan belum memiliki standar mutu CPO.

Daftar Pustaka
Haming, Murdifin dan Mahfud Nurnajamuddin, 2007, Manajemen Produksi
Modern, Jakarta: Bumi Aksara
Handoko, T. Hani, 2000, Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi,
Cetakan Ketigabelas, Yogyakarta: BPFE
Heizer, Jay dan Barry Render, 2004, Manajemen Operasi, Edisi Bahasa
Indonesia, Buku Satu, Jakarta: Salemba Empat
Mangoensoekarjo, S dan H. Semangun, 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa
Sawit. Yogyakarta: UGM-Press
Sumarni, Murti dan John Soeprihanto, 2000, Pengantar Bisnis (Dasar-dasar
Ekonomi Perusahaan), Cetakan ketiga, Jakarta: Liberty
Prawirosentono Suyadi, 2007, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu
Abad 21, Jakarta: Bumi Aksara
Reksohadiprodjo, Sukanto, 1995, Manajemen Produksi dan Operasi, Yogyakarta:
BPFE
Zulian Yamit, 2001, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Yogakarta:
Ekonomisia
Sumber Internet:
Badan Standarisasi Nasional, 2006, SNI Crude Palm Oil, Jakarta.
Company
introduction,
2010,
PT.
Buana
Wirasubur
Sakti,
(http://www.tradezz.com/corp_1333351_PT.-Buana-Wirasubur.htm)
diakses tanggal 18 Februari 2014)
Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2012, Komoditi Kelapa Sawit.
(http://disbun.kaltimprov.go.id/statis-70-mitra-perusahaan-perkebunan.html, diakses tanggal 6 Februari 2014)
Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2012, Mitra Perusahaan
Perkebunan. (http://disbun.kaltimprov.go.id/statis-70-mitra-perusahaanperkebunan-.html, diakses tanggal 6 Februari 2014)
Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di
Indonesia,
2008

2012.
(http://www.pertanian.go.id/infoeksekutif/bun/BUN-asem2012/ProduksiKelapaSawit.pdf diakses tanggal 18 Februari 2014)
Fakultas Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor, Kajian Mutu
Minyak
Sawit,
(http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/53056?show=full diakses
tanggal 11 Februari 2014)
Julia, Hilda, 2009, Analisis Konsistensi Mutu Dan Rendemen CPO (crude palm
oil) di Pabrik Kelapa Sawit Tamiang PT. Padang Palma Permai. Medan:
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
258

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

Kencana, Rudi, 2009, Analisis Pengendalian Mutu Pada Pengolahan Kelapa


Sawit Dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Pada PTP.
Nusantara IVPKS Adolina, Medan: Fakultas Teknin Universitas Sumatera
Utara
Sihombing
Martin,
2014,
(http://m.bisnis.com/industri/read/20130313/99/3377/produsen-cpoindonesia-masih-terbesar-di-dunia diakses tanggal 18 Februari 2014)
Wikipedia, 2014, Kelapa Sawit, (http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit
diakses tanggal 21 Februari 2014)

259

Anda mungkin juga menyukai