Anda di halaman 1dari 13

KONFLIK TOLIKARA

(Studi Kasus Konflik Di Lapangan Merah Putih, Karubaga,


Kabupaten Tolikara Provinsi Papua)
Dosen Mata Kuliah
Dr.HM.Ismail, MH., M.Si.
Oleh
Sheila Calista Phytaloka
2013.05.1.0014
Marchsella Nadia F.B
2013.05.1.0015
Roby Jalesveva
2013.05.1.0016
Umi Fitria
2013.05.1.0017
Yola Ristidarahma
2013.05.1.0020
Moderator
Desiderius Chandra Kurniawan 2013.05.1.0001

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konflik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Konflik
merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat
kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai
perbedaan pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa
kekerasaan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi
sebagian besar atau semua pihak yang terlibat (Fisher, 2001).
Dalam setiap kelompok social selalu ada benih-benih pertentangan
antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu atau
kelompok dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk non
fisik. Tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik, kekerasaan dan
tidak berbentuk kekerasaan. Konflik berasal dari kata kerja Latin, yaitu
configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Indonesia adalah negara yang berbentuk Negara Kesatuan. Di era
reformasi ini tidak sedikit pihak yang ingin memecah belah bangsa
Indonesia. Hal tersebut menjadikan tidak sedikit konflik yang bersifat
nasional terjadi di NKRI. Konflik yang terjadi memiliki motif yang berbedabeda dan otomatis penanganan yang diberikan pun berbeda. Dalam hal
ini pemerintah Indonesia telah melakukan banyak langkah antisipasi

Rumusan Masalah
Bagaimana Konflik Tolikara terjadi?
Bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi Konflik Tolikara?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui terjadinya Konflik Tolikara.
Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam mengatasi Konflik Tolikara.
BAB II
PENYAJIAN MATERI
Sejarah terbentuknya GIDI
Gereja GIDI pertama kali dirintis oleh tiga orang dari lembaga
misionaris UFM (United For Mission) dan APCM (Asia Pacific Christian
Mission) yaitu Hans Veldhuis, Fred Dawson, Russel Bond yang
menjalankan misinya di Bumi Cendrawasih, Papua. Pada tanggal 20
Januari 1955, ketiga misionaris beserta tujuh pemuda dari Senggi
terbang dari Sentani tiba di Lembah Baliem di Hitigima menggunakan
pesawat amphibi Sealander. Kemudian mereka melanjutkan misi dan
akhirnya tiba di danau Archbol pada tanggal 21 Februari 1955.
Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) berdiri sejak tanggal 12 Februari 1962.
Terdaftar pada : Departemen Agama RI di Jakarta. Pada
perkembangannya, pada 20 November 2006, GIDI secara resmi
bekerjasama dengan kelompok Kristen Yahudi KHAHZ (Domba Umat
Bukit Zion) di Israel. dan ternyata GIDI merupakan bentukan lain dari
OPM (Organisasi Papua Merdeka) seperti apa yang disampaikan oleh KH
Shohibul Faroji berdasarkan hasil investigasi yang dilakukannya di

Konflik Tolikara
Insiden penyerangan terhadap jamaah shalat Idul Fitri di lapangan
Merah-Putih, Karubaga, Kabupaten Tolikara (17/7) bak membuka luka
lama. Dampaknya bisa bersifat lokal (Papua) atau nasional (Indonesia).
Sangat tergantung pada respon aparat penegak hukum, tokoh agama,
serta reaksi warga terhadap kondisi korban dan kerugian yang diderita.
Bupati Tolikara, Usman Wanimbo, mengaku pembakaran itu benar
terjadi. Namun, dia menegaskan bahwa pembakaran dipicu oleh aksi
penembakan terhadap salah seorang warga. Aksi para warga itu
disesali Pendeta Herman Saut yang mewakili Forum Pemimpin dan
Tokoh Agama Provinsi Papua. Dia mengatakan tidak ada salah satu
golongan agama di Indonesia yang dapat mengklaim wilayahnya dan
melarang umat lain untuk beribadah.
Insiden Tolikara jelas menciderai prinsip damai yang sudah lama
dijaga di Tanah Papua. Di beberapa daerah, seperti Kaimana dan Fakfak,
warga Kristen turut bergembira bersama warga Muslim menyambut Idul
Fitri. Bahkan, ada warga Kristen yang menyempatkan diri membuat
ketupat untuk dibagikan kepada warga Muslim yang sedang melakukan
takbir keliling menyambut hari Lebaran. Demikian pula sebaliknya, saat
hari Natal tiba, warga Muslim membuat dan menyediakan kue aneka
rasa untuk dibagikan kepada warga Kristen. Tak ada yang melarang
atau membatasi kegiatan ibadah agama yang berbeda, apalagi sampai
melakukan penyerangan.

Konflik di Tolikara sangat menyedihkan dan patut dikecam sekeraskerasnya. Pertama, umat Nasrani dari Gidi (Gereja Injili di Indonesia)
menyerang umat Islam yang sedang melaksanakan shalat Idul Fitri 1
Syawal 1436 H di Markas Korem 1702-11 di Tolikara.
Kedua, aparat keamanan sama sekali tidak antisipatif.
Ketiga, aparat intelejen dapat dikatakan tidak bekerja.
Keempat, aparat keamanan sama sekali tidak berdaya menghadapi
massa Gidi yang beringas, sehingga leluasa mengusir umat Islam
yang sedang melaksanakan shalat Idul Fitri.
Kelima, ekstrimisme yang selama ini disandangkan kepada umat
Islam, dan dalam banyak kasus menjadi sasaran penyerangan dari
Densus 88 dalam memerangi terorisme.
Permasalahan di Tolikara
Diduga paling tidak ada 5 (lima) masalah besar yang dihadapi
masyarakat Tolikara.
1. Pertama, kurang pendidikan
2. Kedua, kesenjangan sosial ekonomi.
3. Ketiga, penjajahan ekonomi.
4. Keempat, ketidak-adilan dalam berbagai bidang.
5. Kelima, separatisme.
Dengan demikian, konflik Tolikara merupakan akumulasi dari berbagai
persoalan yang dihadapi masyarakat yang selama ini terpendam
akibat pendekatan represif.

Faktor Konflik
Insiden di Tolikara bukan tanpa sebab, perlu dicari akar
permasalahannya. Apa yang kita ketahui selama ini adalah selalu
terjadi konflik di bumi Papua.
Ada dua faktor yang harus menjadi pertimbangan dalam menilai
insiden Tolikara. Pertama, adalah karakter masyarakat di Tolikara. Di
daerah itu masih terdapat suku-suku yang senang berperang. Mereka
bisa berbenturan dalam masalah apa saja seperti soal ternak, batas
wilayah, sampai dengan soal Pilkada. Kedua, Tolikara termasuk salah
satu basis OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang sampai sekarang
masih eksis dan menggerogoti kedaulatan NKRI di Papua. OPM
disinyalir mendapat bantuan dari negara adidaya Amerika Serikat.
Dengan memerhatikan kedua faktor tersebut, maka beberapa
kemungkinan yang mendasari timbulnya konflik Tolikara sbb:
1. Karakter masyarakat bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu
yang memiliki kepentingan untuk menciptakan instabilitas.
2. Jika sejak dulu diketahui bahwa GIDI melarang kegiatan agama dan
aliran kristiani yang lain, mengapa dibiarkan tumbuh dan
berkembang.
3. Sikap GIDI dan OPM seiring dan sejalan, sama-sama menentang
hukum NKRI.
4. Beberepa kebijakan baru pemerintah mengenai Minerba telah
merisaukan Freeport.

Motif Konflik
Jika belajar dari konflik Aceh, dan konflik Papua, yang keduanya merupakan
konflik vertikal. Begitu pula konflik Ambon, konflik Poso dan konflik lainnya
di Indonesia, yang pada umumnya merupakan konflik horizontal, konflik
Tolikara dipicu tiga faktor.
Pertama, motif ekonomi.
Kedua, ketidakadilan dalam berbagai bidang.
Ketiga, separatisme.
Oleh karena itu, konflik di Tolikara pemicu utamanya bukan faktor agama
tetapi faktor separatisme, yang ingin memisahkan Papua dari negara
kesatuan republik Indonesia dengan mengobarkan konflik agama sebagai
strategi untuk menarik dukungan internasional jika umat Islam yang
diserang di Tolikara mendapat simpati dan bantuan dari saudara-saudara
mereka di daerah lain dan melakukan balas dendam terhadap umat
Nasrani di Papua dan daerah lain di Indonesia.
Solusi
Konflik Tolikara harus diungkap secara tuntas motifnya dan siapa aktor
intelektualnya. Mereka yang terlibat dalam konflik Tolikara dan menjadi
aktor intelektualnya harus diseret ke meja hijau untuk dimintai
pertanggungjawaban. Adapun solusi yang ditawarkan untuk mengakhiri
secara permanen konflik Tolikara dan konflik lainnya di Papua.
Pertama, meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan anak-anak
Tolikara dan anak-anak Papua
Kedua, dialog, silaturrahim dan social welfare.
Ketiga, mewujudkan keadilan ekonomi.

BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Terjadinya Konflik Tolikara
Di dalam konflik yang terjadi di Tolikara seharusnya kita tidak hanya
berpersepsi bahwa konflik yang terjadi berlandaskan agama.
Seharusnya aparat yang berwenang dapat mengidentifikasi apa yang
terjadi di Tolikara. Pertimbangan atas insiden di Tolikara, dapat
ditemukan fakta bahwa di Tolikara termasuk basis OPM (Organisasi
Papua Merdeka) yang dapat menggerogoti kedaulatan NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia) di Papua termasuk Tolikara dimana
disinyalir mendapat bantuan dari Amerika. Kemungkinan penyebab
yang terjadi dalam insiden tersebut ialah adanya pihak-pihak tertentu.
Jika GIDI (Gereja Injili di Indonesia) di Tolikara melarang kegiatan
agama lain, maka perlu diselidiki karna seharusnya Indonesia
menganut Bhineka Tunggal Ika. Bisa jadi GIDI (Gereja Injili di Indonesia)
adalah kedok OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang dalam
menjalankan operasinya dengan mengatasnamakan agama kristen dan
memanfaatkan keluguan masyarakat setempat, maka GIDI (Gereja Injili
di Indonesia) telah melanggar pasal 29 UUD 1945 dan HAM (Hak Asasi
Manusia). Seharusnya pemerintah daerah setempat dan aparat di
Tolikara dapat bertindak tegas dan netral. Karena seperti yang kita
tahu di Papua terdapat freeport yang memberikan keuntungan luar
biasa pada Amerika Serikat. Bisa jadi insiden di Tolikara ini memang

Jelas terpampang bahwa konflik Tolikara tak hanya konflik yang murni
persoalan agama saja sebab sebelumnya masyarakat Tolikara yang
beragama Kristen dengan yang beragama Islam berhubungan dengan
baik dan tak pernah ada masalah. Penyebab dari konflik yang
sebenarnya harus benar-benar diwaspadai agar tidak timbul konflik lagi
di Tolikara. Semua pihak harus berhati-hati agar konflik di Tolikara
maupun Papua tidak terulang lagi serta tetap terjaganya keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Konflik Tolikara
Konflik Tolikara yang terjadi sudah sangat membuat wilayah Kaburaga
menjadi porak poranda, masyarakat yang tinggal di daerah tersebut pun
menjadi resah akibat adanya konflik. Sehingga, perlu adanya upaya dari
pemerintah untuk mengatasi konflik yang terjadi.
Upaya Pemerintah mengatasi Konflik di Kabupaten Tolikara Provinsi
Papua:
a) Menggerakkan petugas keamanan untuk mengamankan daerah yang
terjadi konflik
b) Menugaskan Badan Intelegen Negara (BIN) untuk menyelidi factorfaktor terjadinya konflik Tolikara
c) Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla langsung mengambil tindakan
mendamaikan kedua belah pihak dengan menjadikan dirinya sebagai
pihak yang netral.
Konflik yang terjadi antara Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Wilayah
Tolikara, Papua, dan muslim di daerah tersebut, dipicu kerusuhan yang

BAB IV
PENUTUP
Simpulan
Peristiwa pembakaran masjid Tolikara, Papua ketika Hari Raya Idul
Fitri pada Jumat 17 Juli 2015 bukan hanya disebabkan oleh konflik
agama. Bupati Tolikara, Usman Wanimbo, mengaku pembakaran itu
benar terjadi. Namun, dia menegaskan bahwa pembakaran dipicu oleh
aksi penembakan terhadap salah seorang warga.
Tolikara sebagai bagian dari Papua dan bangsa Indonesia
menyimpan banyak permasalahan. Diduga paling tidak ada 5 (lima)
masalah besar yang dihadapi masyarakat Tolikara.
1. Pertama, kurang pendidikan.
2. Kedua, kesenjangan sosial ekonomi.
3. Ketiga, penjajahan ekonomi.
4. Keempat, ketidak-adilan dalam berbagai bidang.
5. Kelima, separatisme.
Jika belajar dari konflik Aceh, dan konflik Papua, yang keduanya
merupakan konflik vertikal. Begitu pula konflik Ambon, konflik Poso dan
konflik lainnya di Indonesia, yang pada umumnya merupakan konflik
horizontal, konflik Tolikara dipicu tiga faktor.
6. Pertama, motif ekonomi.
7. Kedua, ketidakadilan dalam berbagai bidang.
8. Ketiga, separatisme.

Oleh karena itu, konflik di Tolikara pemicu utamanya bukan faktor


agama tetapi faktor separatisme, yang ingin memisahkan Papua dari
negara kesatuan republik Indonesia.
Adapun solusi yang ditawarkan untuk mengakhiri secara permanen
konflik Tolikara dan konflik lainnya di Papua.
Pertama, meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan anakanak Tolikara dan anak-anak Papua.
Kedua, dialog, silaturrahim dan social welfare.
Ketiga, mewujudkan keadilan ekonomi.
Keempat, penjajahan ekonomi harus diakhiri dengan mewujudkan
persatuan yang sekuat-kuatnya di kalangan bangsa Indonesia.
Saran
Konflik Tolikara yang penyebabnya tidak murni karena persoalan
agama, kelompok kami memberikan beberapa saran, antara lain:
a) Pemerintah harus lebih jelih dalam mengawasi seluruh wilayah
NKRI.
b) Badan Intelenjen harus bekerja lebih baik lagi agar dapat
mengantisipasi berbagai kemungkinan akan terjadinya konflik.
c) Perlu diperdalam lagi pendidikan tentang Kewarganegaraan dan
nasionalisme bangsa di masyarakat yang tinggal di daerah
perbatasan agar mereka memiliki rasa cinta tanah air dan
nasinalisme yang tinggi sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh
pihak lain untuk berkonflik.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.dakwatuna.com/2015/07/21/71904/konflik-tolikara-perlu-so
lusi-komprehensif/#ixzz3p0tWwkSF

http://panjimas.com/news/2015/08/03/tpf-kemenag-apa-itu-gidi-gidi-ada
lah-opm/
http://www.kompasiana.com/empuratu/siapa-bermain-di-tolikara_55a
a0289b492733329cfe9db
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/652518-dua-pihak-berdamai--akh
ir-dari-konflik-di-tolikarahttp://mirajnews.com/id/artikel/opini/gidi-musuh-muslim-dan-kristen/

LAMPIRAN

Gambar 1.1 perjanjian damai antara GIDI dengan umat muslim

Gambar 1.2 pertikaian yang terjadi di lapangan merah putih, karubaga,


kabupaten tolikara

Anda mungkin juga menyukai