Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Histologi berasal dari bahasa Yunani yaituhist os yang berarti jaringan dan
logos yang berarti ilmu. Jadi histologi berarti suatu ilmu yang menguraikan
struktur

dari

hewan

secara

terperinci

dan

hubungan

antara

struktur

pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsi yang mereka lakukan.


Jaringan merupakan sekumpulan sel yang tersimpan dalam suatu kerangka
struktur atau matriks yang mempunyai suatu kesatuan organisasi yang mampu
mempertahankan keutuhan dan penyesuaian terhadap lingkungan diluar batas
dirinya (Bavelander, 1998).
Menurut Wikipedia

(2009), histologi adalah bidang biologi yang

mempelajari tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada


sediaan jaringan yang dipotong tipis. Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu
anatomi mikroskopis.
Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi
jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Histopatologi sangat penting
dalam kaitan dengan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam
penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang
diduga terganggu.
Ikan mas atau Ikan karper (Cyprinus carpio) adalah ikan air tawar yang
bernilai ekonomis penting dan sudah tersebar luas di Indonesia. Di Indonesia, ikan
mas memiliki beberapa nama sebutan yakni kancra, tikeu, tombro, raja, rayo,
ameh atau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu:
1. Mengetahui prosedur/metode dalam pembuatan preparat histologi
2. Mengamati preparat histologi ikan mas (Cyprinus carpio)
3. Mengetahui dan membandingkan jaringan insang, ginjal (ren), hati (liver),
dan usus (intestinum) hewan uji normal dan abnormal dari sudut histologi,

1.3 Manfaat praktikum


Manfaat dari diadakannya praktikum histologi ini ialah agar mahasiswa
dapatmengetahui pakah suatu jaringan yang telah terkena pathogen ataupun toksik
yang berada ada suatu lingkunan perairan akan sama dengan yang tidak terkena
pencemaran dan dapat membedakan ciri-ciri dari jaringan yang masih normal
dengan jaringan yang abnormal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Analisis Histologi dan Histopatologi


Histologi adalah ilmu yang menguraikan struktur dari hewan secara
terperinci dan hubungan antara struktur pengorganisasian sel dan jaringan serta
fungsi-fungsi yang mereka lakukan. Jaringan merupakan sekumpulan sel yang
tersimpan dalam suatu kerangka struktur atau matriks yang mempunyai suatu
kesatuan organisasi yang mampu mempertahankan keutuhan dan penyesuaian
terhadap lingkungan diluar batas dirinya (Bavelander, 1998).
Histologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang jaringan.
Sedangkan analisis histologi adalah analisa tentang sel jaringan mahluk hidup
(Wikipedia Indonesia). Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari
kondisi dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Histopatologi
sangat penting dalam kaitan dengan diagnosis penyakit karena salah satu
pertimbangan dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan
terhadap jaringan yang diduga terganggu (Wikipedia Indonesia).
Analisa organ ikan yang dilakukan pada praktikum adalah menganalisa
bagian tubuh ikan dan membandingkan organ yang normal dengan organ yang
terkena kontaminasi, baik kondisi lingkungan yang terkena pecemar seperti logam
berat (patologi). Perbedaan-perbaedaan antara organ kontrol (sehat/tidak
terkontaminasi) dan ogan patologi sangat jelas sekali dengan analisa histologi ini.
Organ yang terkena pencemar telah mengalami perubahan-perubahan atau
kerusakan-karusakna pada jaringan organ tersebut dilihat secara kasat mata
melalui mikroskop. Organ Ikan yang digunakan untuk analisis histologi pada

praktikum ini adalah ikan mas (Cyprinus carpio). Organ-ogan yang dianalisa
adalah ren (ginjal), insang, intestinum, dan hepar (hati).
2.1.1 Hepar

B
Gambar 7 : a. Hepar kontrol, b. Hepar patologi

Hepar (hati) antara yang kontrol dengan patologi sangat berbeda jelas, dari
segi warna, kenampakan, bentuk dan ukurannya. Warna hepar kontrol terlihan
cerah, sedangkan yang patologi warnanya terlihat gelap atau merah tua. Pada
jarinagn hepar yang patologi terdapat bercak hitam (necrosis) itu menandakan
bahwa jaringan tersebut rusak atau terkena bahan pencemar. Perbandingan
ukuran ,antara hepar yang tidak terkontaminasi logam berat (kontrol) dengan
patologi, hepar patologi lebih besar atau dengan kata lain mengalami
pembengkakan jarinagn karena kontaminasi tersebut. Karakteristik lain dari hepar
patologo adalah, adanya benjolan-benjolan pada jaringan.
2.1.2 Insang

B
Gambar 8 : a. Insang kontrol, b. Insang patologi

Dari gambar diatas, nampak jelas antara organ insang ikan mas yang
patologi atau terkontaminasi oleh bahan pencemar denagn yang tidak. Gambar
insang normal/kontrol warnanya merah (cerah) sedangkan yang patologi berwarna
gelap, itu menunjukan insang terkena bahana pencemar. Pada organ insang yang
patologi, ukurannya lebih besar atau dengan kata lain insang mengalami
pembengkakan akibat kontaminasi dari lingkungan. Selain itu, ciri dari insang
yang terkena kontaminasi adanya bercak hitam pada bagian lamelanya. Hal lain
yang membedakan antara kontrol dengan patologi adalah dari susunan lamela,
susunan lamela insang kontrol terlihat lebih rapih, sedangkan patologi tidak.
2.1.3 Intestinum

B
Gambar 9 : a. Intestinum kontrol, b. Intestinum patologi

Organ intestinum yang terkontaminasi baham pencemar seperti logam


berat, mengalami perubahan ukuran. Ukiuran intestinum normal (kontrol)
berbentuk bulat tidak rata, sedangkan yang patologi atau yang terkena
kontaminasi berbentuk oval. Rongga-rongga dalam intestinum kontrol terlihat
lebih renggang, sedangkan yang patologi rapat, dan hampir tidak ada rongga
antara satu dengan yang lainnya. Warna intestinum kontrol nampak lebih cerah
sedangkan yang terkontaminasi/patologi terlihat lebih kusam. Nampak tidak ada
bercak hitam (necrosis) pada jaringan baik yang kontrol maupun patologi.

2.1.4 Ren

B
Gambar 10 : a. Ren kontrol, b. Ren patologi

Pada organ ini perbedaan antara paologi denagn kontrol, dimana warna ren
kontrol terlihan lebih cerah dibandingkan dengan patologi. Warna ren patologi
nampak gelap, itu dikarenakan akibat dari kontaminasi bahan pencemar seperti
logam berat yang mempengaruhi ren. Ukuran ren patologi lebih besar atau ren
mengalami

pembengkakan

akibat

dari

kontamisnasi

bahan

pencemar

dibandingkan dengan ren kontrol. Selain itu, bercak hitam yang ada pada ren
patologi menunjukan ren tersebut terkoena kontaminasi bahan pencemar,
sedangkan yang kontrol tidak nampak atau tidak ada bercak hitam.

2.2 Tinjauan Umum Kerusakan Jaringan/ Organ Akibat Bahan


Toksik
2.2.1 Hiperplasia
Hiperplasia adalah bertambahnya jumlah sel dalam suatu jaringan atau
organ sehingga jaringan atau organ menjadi lebih besar ukurannya dari normal.
Hiperplasia dapat dikelompokkan menjadi fisiologik dan patologik.
Hiperplasia fisiologis terjadi karena sebab yang fisiologi atau normal
dalam tubuh, seperti hormonal dan kompensatorik (pengangkatan jarinagan atau

penyakit). Contohnya saat hati disekresi sebagian, aktivitas mitotic pada sel yang
tersisa berlangsung paling cepat 12 jam berikutnya.
Hiperplasia patologik disebabkan oleh stimulus hormonal yang berlebihan
atau efek berlebihan dari hormone pertumbuhan pada sel sasaran dan dapat juga
disebabkan oleh virus. Hiperplasia patologik dapat berkembang menjadi tumor
ganas.
Pada hiperplasia, Sel-sel otot tidak mampu membelah secara mitosis,
tetapi bukti-bukti eksperimental mengisyaratkan bahwa serat yang sangat
membesar dapat terputus menjadi dua di tengahnya, sehingga terjadi peningkatan
jumlah serat (splitting).contoh Hiperplasia nodul pada hati. penyebab Hiperplasia
karena radiasi, zat-zat kimia berbahaya.
2.2.2 Hipoplasia
Hipoplasia adalah sebuah kelainan yang mengindikasikan sebuah
perkembangan/pertumbuhan yang terhambat, sehingga organ yang terkena
kelainan tersebut berukuran lebih kecil/mengecil dari ukuran normalnya.
Hipoplasia adalah terhambatnya perkembangan atau pertumbuhan sebagian atau
seluruh jaringan tumbuhan akibat serangan patogen (Abdul Fatah Alu, Rabu, 8
April 2009).
Hipoplasia merupakan perkembangan yang tidak sempurna dari suatu
organ. Suatu organ yang mengalami hipoplasia terbentuk normal. Namun, ukuran
organ terlalu kecil jika dibandingkan dengan ukuran normal. Pada atrofi, alat
tubuh pernah mencapai ukuran normal dan selanjutnya menjadi lebih kecil,
sedangkan pada hipoplasia, dari awal organ tersebut memang berukuran kecil dan
tidak akan mencapai ukuran yang normal (littleaboutme, 19 July 2009).
2.2.3 Necrosis
Nekrosis (dari Yunani, mati) adalah kematian dini sel dan
jaringan hidup. Nekrosis disebabkan oleh faktor eksternal ke sel atau jaringan,

seperti kerusakan sel akut atau trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu
yang ekstrem, penyumbatan aliran darah ke jaringan otot, dan cedera mekanis),
dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat
menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi
menyebabkan masalah kesehatan yang serius.
Ciri- ciri nekrosis:

melibatkan sekelompok sel.


mengalami kehilangan integritas membrane,
pada sel yang mengalami nekrosis akan terlihat membengkak untuk
kemudian mengalami lisis, terjadi kebocoran lisosom, kromatinnya

bergerombol dan terjadi agregasi.


Sel yang mengalami nekrosis akan dimakan oleh makrofag.
Pada pemeriksaan histology terlihat respon peradangan yang nyata di

sekitar sel-sel yang mengalami Nekrosis.


tidak disertai proses sintesis makromolekul baru.
pada Nekrosis, fragmentasi terjadi secara random sehingga pada agarose
setelah elektrophoresis akan terlihat menyebar tidak jelas sepanjang
alurnya (DNA smear). Salah satu cara untuk mengamati keberadaan
fragmen DNA di dalam sel yang mengalami apoptosis adalah dengan
menggunakan Uji Tunel.
Sel yang mati karena nekrosis biasanya tidak mengirimkan sinyal-sinyal

kimia yang sama dengan sistem kekebalan. Hal ini mencegah fagosit terdekat dari
lokasi dan menyelimuti sel-sel mati, yang mengarah ke membangun jaringan mati
dan puing-puing sel pada atau dekat lokasi kematian sel.
Nekrosis

biasanya

dimulai

dengan

pembengkakan

sel,

kromatin

pencernaan, gangguan dari membran plasma dan membran organel. Akhir


nekrosis ditandai oleh hidrolisis DNA luas, vacuolation dari retikulum
endoplasma, kerusakan organel, dan lisis sel. Pelepasan konten intraselular setelah
pecahnya membran plasma merupakan penyebab peradangan di nekrosis

Perubahan Mikroskopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organelorganel sel lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat,
batasnya tidak teratur dan berwarna gelap. Selanjutnya inti sel hancur dan
meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel. Proses
ini disebut karioreksis. Kemudian inti sel yang mati akan menghilang (kariolisis).

Beberapa pola morfologi khas nekrosis:


1.

Nekrosis Coagulative biasanya terlihat pada hipoksia (oksigen rendah)


lingkungan, seperti infark sebuah. Menguraikan sel tetap setelah kematian sel dan
dapat diamati dengan mikroskop cahaya.

2.

Liquefactive nekrosis (atau nekrosis colliquative) biasanya berhubungan


dengan seluler penghancuran dan pembentukan nanah (radang paru-paru
misalnya). Ini adalah khas dari bakteri atau, kadang-kadang, infeksi jamur karena
kemampuan mereka untuk merangsang reaksi inflamasi. Anehnya, iskemia
(pembatasan suplai darah) di otak menghasilkan liquefactive, daripada
coagulative, nekrosis, karena tidak adanya stroma mendukung substansial.

3.

Nekrosis Berdarah disebabkan penyumbatan drainase vena dari suatu


organ atau jaringan (misalnya pada torsi testis).

4.

Nekrosis lemak hasil dari aksi lipase pada jaringan lemak (misalnya
pankreas akut).

5.

Nekrosis Fibrinoid disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah imun. Hal


ini ditandai oleh pengendapan fibrin-bahan protein seperti di dinding arteri, yang
tampak kotor dan eosinofilik pada mikroskop cahaya.

2.3 Pembuatan Preparat Histologi


Analisis histologis merupakan teknik pengamatan sel serta jaringan tubuh
ikan yang sering digunakan. Analisis ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan
histologis yang dapat diwarnai dengan pewarna khusus sehingga dapat diamati
secara langsung dengan menggunakan mikroskop cahaya. Tahapan analisis
histologis pada ikan meliputi :

Pengambilan jaringan ikan. Pada sampel ikan yang masih kecil dapat
langsung fiksasi tanpa dipotong. Pada ikan yang berukuran besar diambil
jaringan tertentu yang akan diamati dan dimasukkan ke dalam larutan

fiksasi.
Fiksasi. Larva atau ikan berukukan kecil difiksasi dengan larutan PFA
4% dalam medium Phosphate buffered saline (PBS). Sampel dimasukkan
ke dalam botol yang sudah berisi larutan fiksatif dengan perbandingan
antara sampel dengan larutan adalah 1:20. Kemudian disimpan selama 24
jam dalam refrigerator. Setelah 24 jam kemudian sampel diambil dan
dicuci dengan PBS selama 5 menit sebanyak 3 kali untuk menghilangkan
sisa-sisa PFA sebelum ke tahap selanjutnya. Ikan yang berukuran relatif
besar difiksasi dengan larutan Bouins selama 1 minggu dalam suhu
kamar. Selanjutnya sampel dicuci dalam larutan alkohol 70% hingga
warna kuning hilang, kemudian sampel disimpan dalam alkohol 70%
hingga pemrosesan lebih lanjut. Sampel yang berukuran besar harus
melaui prosedur dekalsifikasi dalam larutan 5% trichloroacetid acid
selama 24 jam untuk melunakkan struktur tulangnya.

10

Dehidrasi.

Sampel

yang

sudah

difiksasi

kemudian

dimasukkan

berturutturut ke dalam larutan sebagai berikut: Alkohol 70%, Alkohol


80%, Alkohol 90%, Alkohol Absolut I, Alkohol Absolut II, masing-masing

selama 45 menit, kemudian dilanjutkan ke proses penjernihan.


Penjernihan (clearing). Sampel dari proses dehidrasi dimasukkan ke dalam
larutan alkohol:xylol 1:1 dan 1:3 selama 30 menit. Kemudian Xylol I dan

Xylol II masing-masing selama 30 menit.


Infiltrasi. Sampel yang sudah dijernihkan dalam xylol diinfiltrasi secara
bertahap dalam campuran xylol : paraffin 3:1 ; 1:1 dan 1:3 masingmasing
selama 30 menit, dilanjutkan dengan paraffin murni sebanyak 2 x 60
menit. Seluruh rangkaian infiltrasi dilakukan dalam inkubator pada

temperatur 58-60oC.
Penanaman sampel (Embedding). Parafin dicairkan di dalam incubator
pada temperatur 60oC. Cetakan berukuran 2x2x2 cm diisi dengan paraffin
cair, bagian bawah cetakan didinginkan di atas blok es sehingga paraffin
pada dasar cetakan agak memadat. Sampel diletakkan di atas paraffin yang
agak memadat tersebut sesuai dengan orientasi irisan yang direncanakan,
kemudian ditempelkan holder yang telah diberi label sesuai dengan kode
sampel. Cetakan paraffin selanjutnya dibiarkan dalam temperatur ruang

agar parafinnya memadat.


Pengirisan (Sectioning) dan peletakan pada gelas obyek. Water bath
disiapkan dengan suhu 40-50oC dan disiapkan wadah berisi air dingin.
Kemudian blok yang sudah didinginkan dipasang di mikrotom yang sudah
diatur pada ketebalan 4-7 m. Putaran mikrotom dibuat konstan sampai
blok yang berisi sampel jaringan teriris. Setelah itu irisan dipindahkan ke
dalam baskom yang berisi air dingin, kemudian ditempelkan pada gelas
obyek yang sudah dilapisi gelatin dan diberi kode sama dengan blok yang
di iris. Selanjutnya dicelupkan ke dalam air hangat dalam water bath agar
irisan mengembang. Kemudian ditiriskan untuk dilakukan pewarnaan.

BAB III

11

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1Waktu Dan Tempat Praktikum


Waktu : Rabu, 1 Desember 2010
Tempat : Laboratorium Akuakultur,
Gedung Dekanat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

3.2Alat Dan Bahan


1. alat yang digunakan:
a. Kamera (Untuk dokumentasi)
b. Mickroskop
2. bahan yang dipakai:
a. Preparat Histologi Organ

3.3Prosedur Kerja
1) Mengamati preparat histology organ insang, hati, usus hewan uji yang
normal dan yang telah diberi pemaparan bahan toksik.
2) Membandingkan perbedaan diantara keduanya berdasarkan parameter
warna, ukuran, ada tidaknya neukrosis/ tanda, dan karakter khusus
lainnya.
3) Mendokumentasikan masing-masing preparat histology organ hewan
uji (control dan pantogen).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

12

4.1 Hasil
Tabulasi Pengamatan Preparat Analisis Histologi Perkelompok
Kelompok

:4

Preparat

: insang, ginjal, hati, dan usus

4.1.1 Organ Insang

B
Gambar 8 : a. Insang kontrol, b. Insang patologi

Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi (Organ: Insang)


Parameter

Kontrol

Warna

Merah

Patologis
Insang berwarna

Ukuran

Normal

kehitam-hitaman
Lebih mengkerut namun
ada

Tanda Hitam (nekrosis)


Karakter Khusus

bagian-bagian

merah

yang

membengkak
Ada
lamella
- Banyak
lamella
yang patah/terputus
mempunyai bentuk yang
- Bagian
tengah
sama
lamella menghitam
- Ada lamella yang
membengkak
Tidak ada
Semua

4.1.2 Organ Ginjal (Ren)

13

B
Gambar 10 : a. Ren kontrol, b. Ren patologi

Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi (Organ: Ginjal (ren))


Parameter

Kontrol

Warna
Ukuran
Tanda Hitam (nekrosis)

Merah
Normal
Tidak ada

Karakter Khusus

Terlihat jelas tubulusnya

Patologis
Ungu
Membesar
Banyak
- Dalam tubulus
terdapat banyak
nekrosis
- Ada
penggumpalan
darah di bawah
tubulus

4.1.3 Organ Hati (liver)

B
Gambar 7 : a. Hepar kontrol, b. Hepar patologi

Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi (Organ: Hati (liver))


Parameter

Kontrol

Patologis
14

Warna
Ukuran
Tanda Hitam (nekrosis)
Karakter Khusus

Merah kecoklat-coklatan
Normal
Tidak ada
Sel hepatoksit terlihat jelas

Merah pucat
Membengkak
Ada
Sel hepatoksit menempel

4.1.4 Organ Usus (Intestinum)

B
Gambar 9 : a. Intestinum kontrol, b. Intestinum patologi

Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi (Organ: Usus (Intestinum))


Parameter
Warna
Ukuran
Tanda Hitam (nekrosis)
Karakter Khusus

Kontrol
Merah tua
Normal

Patologis
Merah cerah
Membesar dan menjadi

Tidak ada
Bentuknya bulat

lebih elips
Banyak
Terdapat perenggangan di
tengah-tengah

sel

usus

yang menggumpal di satu


tempat

4.2 Pembahasan
4.2.1 Organ Insang
Efek bahan toksisitas memberikan efek yang sangat sinifikan pada organ
insang. Lamela insang pada ikan normal terlihat panjang dan sususan sel seragam
atau seukuran. Pada ikan yang terpapar oleh bahan toksik telihat terjadi
pemendekan dari lamella lamella insang (hipoplasia) dan susunan sel terlihat

15

ada yang sudah membengkak karena ukurannya membesar lebih bear dari sel
lainya biasa disebut dengan hyperplasia.
4.2.2 Organ Ginjal (Ren)
Pemapran bahan toksik yang terjadi mengakibatkan organ ginjal menjadi
abnormal. Pada preparat ikan normal ginjalnya berwarna merah dan glomelurus
berbentuk sempurna. Setelah terjadi pemaparan bahan toksik keabnormalan ginjal
terlihat. Sel sel ginjal mulai renggang karena terjadi kematian (nekrosis), ginjal
menjadi berwarna bening, dan glomelurus ikan menciut (hipoplsasia).
4.2.3 Organ Hati (liver)
Preparat ikan normal atau preparat control terlihat sel sel hati ikan
normal berwarna merah, sel besar, dan jarak antar sel rapat. Setelah terjadi
pemaparan baha pencemar sel hati ikan mengalami ke abnormalan. Sel hati ikan
yang terkena bahan toksik terlihat sel sel menngecil (hipoplasia) dan jarak
antara sel jauh, karena terjadi kematian sel (nekrosis).
4.2.4 Organ Usus (Intestinum)
Kinerja bahan toksik yang terpapar pada tubuh ikan sangat terlihat pada
organ pencernaan usus. Pada preparat control terlihat usu ikan normal berwarna
merah, berukuran seragam, dan berbenduk bulat. Setelah bahan toksik yang ada
dalam usus bekerja abnormal terjadi pada usus ikan. Pada preparat usus abnormal
terlihat sel menjadi berwarna merah muda, terjadi pembesaran sel (hyperplasia),
terdapat renggan antara sel (nekrosis), dan bentuknya menjadi lonjong.

16

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Bahan toksik yang terpapar dalam perairan dalam konsentrasi sekecil
apapun akan berpengaruh pada organism air yang hidup di dalamnya. Bahan
bahan toksik ini mungkin tidak berakibat langsung pada kematian ikan. Namun
bahan toksik ini akan terakumulasi dalam tubuh ikan terutama sel sel organ
penting ikan. Setelah lama terakumulasi sel sel tersebut tidak sanggup lagi untuk
menahan bahan toksik yang masuk ke dalam tubuh ikan. Sel akan menjadi
abnormal karena metabolism sel terganggu dengan adanya bahan toksik, sel akan
membesar atau membengkak (hyperplasia), sel akan mengecil (hipoplasia), dan
sel akan mati muda (nekrosis). Karena keabnormalan sel tersebut organ akan

17

bekerja tidak maksimal dan lama kelamaan akan menyebabkan kematian pada
ikan.

5.2 saran
Praktikum Histopatologi di tambahn preparatnya dan tata cara pembuatan
praparat di praktekan, untuk membuat keterampilan dan keahlian mahasiswa
bertambah.

DAFTAR PUSTAKA

http://wworld.wordpress.com/2009/07/19/patologi-dan-histologi-gigi-sulungyang- resorbsi/+ciri-ciri+hiperplasia+jaringan&cd=14&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://susipurwati.blogspot.com
http://arda-dinata-pplf.blogspot.com/2008/04/waspadai-pengaruh-toksisitaslogam-pada.html.
http://afie.staff.uns.ac.id/2008/12/25/beda-apoptosis-dan-nekrosis/.
http://littleaboutmyworld.wordpress.com/2009/07/19/patologi-dan-histologigigisulung-yang-resorbsi/
http://afie.staff.uns.ac.id/2008/12/25/beda-apoptosis-dan-nekrosis/

18

Anda mungkin juga menyukai