Skripsi Alya Abay
Skripsi Alya Abay
BAB 1
PENDAHULUAN
berbagai
macam
jenis
pembedahan,
salah
satunya
2
Apendictomy dilakukan segera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi
(Smeltzer, 2001). Setelah tindakan pembedahan, abdomen memiliki resiko
untuk terjadinya infeksi akibat terjadinya stres yang sangat serius kepada
tubuh. Sistem imun tubuh menjadi lemah dan fungsi gastrointestinal berubah
sehingga menyebabkan status nutrisi insuffiensien (Noname, 2004). Andra
(2007) menyatakan pasca pembedahan abdomen dengan etiologi non infeksi
insiden terjadinya kurang dari 2% pasca pembedahan untuk penyakit
inflamasi tanpa perforasi (misalnya Appendicytis, diverticulitis, kolesistitis).
Oleh karena itu perlu diberikan informasi kepada pasien agar mampu
mengenali tanda bahaya untuk dilaporkan kepada tenaga medis. Data tentang
kasus appendic dari tahun ke tahun meningkat di RSUD Syamrabu
Bangkalan. Tahun 2010 angka kejadian Post op Apendictomy 315 pasien
sedangkan tahun 2011 Meningkat mencapai 415 pasien. Idealnya pasien siap
dalam menghadapi pemulangan, tetapi berdasarkan studi pendahuluan yang
telah dilakukan peneliti dari 15 pasien post op appendictomy terdapat 66%
pasien yang tidak siap menghadapi pemulangan (tanpa dilakukan discharge
planning). Hal ini menunjukkan masih tingginya angka ketidaksiapan pasien
post op Appendictomy menghadapi pemulangan.
Hal tersebut di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Willams (2006) bahwa mayoritas pasien yang menerima informasi
tentang nyeri dan manajemen luka, aktivitas, nutrisi, dan komplikasi pada
umumnya merasakan bahwa tidak mengalami perasaan khawatir yang
membuat mereka akan mengadakan kunjungan tidak rutin ke fasilitas
kesehatan setelah dipulangkan. Sedangkan pasien yang tidak mendapat
3
informasi tentang nyeri dan manajemen luka menurut William (2006)
mengalami kekhawatiran yang memaksa mereka untuk melakukan kunjungan
tidak rutin kepada suatu fasilitas kesehatan setelah dipulangkan. Vaughan dan
Taylor (1988 dalam Torrance 1997) dalam penelitian juga menemukan bahwa
pasien post op appendictomy mengalami defisiensi dalam hal mandi,
berpakaian, diet, buang air besar, serta dalam hal aktifitas seksual setelah
mereka dipulangkan.
Oleh karena itu pasien perlu dipersiapkan untuk menghadapi
pemulangan Orem (1985 dalam Alligood & Tomey, 2006) mengatakan bahwa
intervensi keperawatan diri sebagai akibat dari adanya keterbatasan. Salah
satu bentuk intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah discharge
planning (perencanaan pemulangan pasien) untuk mempromosikan tahap
kemandirian tertinggi kepada pasien, teman-teman, dan keluarga dengan
menyediakan, memandirikan aktivitas perawatan diri ( The Royal Marsden
Hospital 2004).
Discharge planning yang tidak baik dapat menjadi salah satu faktor
yang memperlama proses penyembuhan di rumah (Wilson-Barnett dan
Fordham, 1982 dalam Torrace, 1997. Kesuksesan tindakan discharge
planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan
yang aman dan realistis setelah meninggalkan Rumah Sakit (Hou, 2001 dalam
Perry & Potter, 2006).
Mengingat pentingnya dilakukan discharge planning terhadap
pasien post op appendictomy, peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki
bagaimana perbedaan kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi
4
pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning. Secara
khusus dalam hal ini peneliti ingin meneliti Perbedaan Kesiapan Post Op
Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan
Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan. Mengingat rumah sakit
ini merupakan rumah sakit rujukan sehingga kemungkinan banyak ditemukan
kasus Post Op Appendictomy.
Faktor Eksternal :
- Lingkungan
- Informasi yang kurang
- Sistem Keperawatan
1.2.1
Faktor Internal :
a. Pendidikan
5
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti,
pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan
hidup. Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005). Sehinga semakin
tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula tingkat Kesiapan Pasien
menghadapi Pemulangan.
b. Pengetahuan.
Pendapat dari WHO (1992) bahwa pengetahuan diperoleh dari
pengalaman, selain itu juga dari guru, orang tua, buku, dan media
masa.
Sedangkan
menurut
Notoatmodjo
(2003),
pengetahuan
6
Lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar atau sekitar mahluk
hidup.
Lingkungan
yang
kurang
nyaman
akan
menyebabkan
menjelaskan
system
7
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Perbedaan Kesiapan
Pasien Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan
sesudah dilakukan Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan.
1.5.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini memiliki tujuan khusus untuk :
a. Mengidentifikasi Tingkat Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy
menghadapi pemulangan sebelum dilakukan Discharge Planning di RSUD
Syamrabu Bangkalan.
b. Mengidentifikasi Tingkat kesiapan Pasien Post Op Appendictomy
menghadapi pemulangan sesudah dilakukan Discharge Planning di RSUD
Syamrabu Bangkalan.
c. Untuk menganalisis tingkat Perbedaan Kesiapan Pasien Post Op
Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan
Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan.
menghadapi
pemulangan.
Sehingga
mempercepat
proses
8
Hasil penelitian ini diharapkan akan digunakan oleh institusi
pendidikan dalam pemberian materi Perbedaan Kesiapan Post Op
Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan
Discharge Planning.
1.6.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai masukan untuk meningkatkan pemahaman tentang
Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum
dan sesudah dilakukan Discharge Planning di RSUD Syarifah Ambami
Rato Ebu Bangkalan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Teori
2.1.1 Konsep Dasar Appendicytis Akut
Pada pembahasan konsep dasar appendicytis akut ini akan
membahas tentang anatomi appendicytis, etiologi appendicytis, insiden
appendicytis, patofisiologi terjadinya appendicytis , tanda dan gejala
appendicytis, komplikasi appendicytis, penatalaksanaan appendicytis akut,
apendictomy, perawatan Post Op Appendictomy
a. Anatomi Appendic
Appendic vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang pada
manusia fungsinya tidak diketahui. Appendic merupakan tabung yang
panjang dan sempit (sekitar 6 sampai 9). Pada Appendic ini terdapat
arteria apendikularis yang merupakan end-artery (Price, 2005).
9
Appendic panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum
tepat dibawah katub ileosekal (Smeltzer, 2001). Pada posisinya yang
normal, Appendic terletak pada dinding abdomen dibawah titik Mc.
Burney. Titik Mc. Burney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka
superior kanan ke umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan pangkal
apendiks (Price, 2005)
b. Etiologi
Penyebab utama apendiks adalah obstruksi yang dapat disebabkan
oleh hyperplasia dari folikel limfoid merupakaan penyebab terbanyak,
selain itu penyebab apendisitis yang lain yaitu:
Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya (Mansjoer,
2005).
1) Keganasan (karsinoma atau karsinoid) (Sjamsuhidayat, 2005)
2) Cacing
Cacing arkaris dapat pula menyebabkan sumbatan lumen apendisk
sehingga
terjadi
radang
karena
infeksi
dari
cacing
askaris
(Sjamsuhidayat, 2005).
3) Bakteri.
Bakteri yang dapat menimbulkn terjadinya apendisitis adalah E.Coli
dan Streptococcus, bakteri ini sering di temukan dalam apendisk yang
meradang. Bakteri ini terdapat dalam usus yang normal tetapi karena
ada di dalam apendisk bakteri ini dapat menyebabkan kebocoran yang
akan menyebabkan perforasi (Schwartz, 1999).
4) Makanan rendah serat.
Kebiasaan makan makanan yang rendah serat dan pengaruh konstipasi
dapat menyebabkan apendisitis dimana serat dapat di temukan dalam
biji-bijian, sayur-sayuran, kacang merah dan buah-buahan yang kurang
10
di konsumsidalam menu makanan sehari-hari. Makanan rendah serat
dapat menyebabkan konstipasi yang akan menaikkan tekanan
instrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendisk dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Makanan rendah
serat menghasilkan feses yang keras dan kering yang di sebut fekolit
(Ganong, 2002).
5) Parasit.
Parasit golongan Entamoeba Hystolitica mengorosi mukosa apendiks
kemudian menyebabkam peradangan apendiks (Sjasuhidayat, 2005).
6) Virus.
Cytomegalovirus juga berhubungan dengan apendisitis telah di
laporkan pada pasien AIDS (Schwartz, 1999).
c. Insiden
Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering
terjadi. Walapun apendisitis dapat terjadi pada semua usia, namun
paling sering pada orang dewasa muda (Price, 2005). Insiden
apendisitis akut de Negara maju adalah tinggi dari pada di Negara
berkembang, namun dalam tiga dawarsa trakhir menurun secara
bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari suatu penurunan
dari 100 kasur per 100.000populasi menjadi 52 kasur per 100.000
populasi dari tahun 1975-1991 (Schwartz, 1999). Insiden pada laki-laki
dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30
tahuninsiden laki-laki lebih tinggi. Apendisitis dapat ditemukan pada
semua umur, hanya pada anak kurang dari satu jarang dilaporkan,
mungkin karena tidak diduga . insiden tertinggi pada umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun (Sjansuhidayat, 2005).
11
d. Patofisiologi
Apendisitis biasanya
intralumen.
Tekanan
yang
meningkat
tersebut
akan
12
13
sel
imatur),
tidak
terdapatnya
leukositosis
tidak
meniadakan
Pemeriksaan
Temuan fisik klasik adalah adanya nyeri tekan setempat
disekeliling titik Mc. Burney. Pemeriksaan laboratorium minimal
(hitung darah lengkap dengan hitung jenis, analisis unire) atau
pemeriksan radiografis (radiogram dada dan atau abdomen) diperlukan
untuk mendukung menyingkirkan diagnosis apendisitis akut. Pada
pasien pada riwayat atau temuan fisik yang atypical dan dan pada
pasien dengan penyulit penyakit sitemik, pemeriksaan diagnostik lebih
lanjut seperti sonografi abdomen, enema barium atau tomografi
kompter (CT) abdomen dapat membuktikan adanya peradangan atu
abses.
Pengobatannya
adalah
operasi
sedini
mungkin
dan
14
sebelumnya
harus
dipastikan
(Schwartz,
1999).
Apendektomi
15
Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum dilakukan
pembedahan antara lain (Wibowo, 1993).
a. Pasien harus dipuasakan selama 4 atau 5 jam sebelum operasi.
b. Pemberian antibiotika (spectrum luas). Jika ada peritonitis, perlu
kateter.
c. Pemberian premedikasi anestesi.
d. Mempersiapkan lapangan pembedahan dengan membersihkan
(mencuci) dan jika perlu dicukur.
e. Ada beberapa cara apendektomi yang secara teknik operatif
mempnyai keuntungan dan kerugian, namun teknik yang sering
digunakan adalah inisi pada Mc Burney melalui sreat ototoblige
internal, kemudian memisahkan serat otot abdominis trasversa
masuk kedalam abdomen melalui peritoneum parietal. Ketika
apendiks dapat diidentifikasi maka apendiks dipotong mendekati
dasar dan sisa apendiks dimasukkan kedalam lumen sekum ( Norton
etal,2000).Teknik
ini
paling
sering
digunakan
karena
16
untuk menghilangkan nyeri. Cairan per oral biasanya diberikan bila
mereka dapat mentoleransi, pasien yang mengalami dehidrasi sebelum
penbedahan diberikan cairan secara intravena. Makanan dapat diberikan
secara bertahap dari mulai bentuk cair,saring, lunak, dan biasa. Apabila
apendektomi tidak mengalami komplikasi, pasien dapat dipulangkan
pada hari itu juga bila suhu dalam batas normal dan area operasi terasa
nyaman (Smeltzer, 2000). Pada kasus yang tidak ada komplikasi, pasien
dapat minum cairan dan kemudian makan makanan yang padat
secepatnya jika pasien merasa bisa makan dan rencana pemulangan dapat
dilakukan dalam 24 sampai 48 jam (Norton et al, 2000). Intervensi
keperawatan setelah operasi, pasien harus dimonitor adanya distensi
abdomen dan kembalinya bising usus.
17
Discharge planning sebaiknya dilakukan sejak pasien diterima
disatu agen pelayanan kesehatan, terkhusus dirumah sakit dimana tentang
waktu pasien untuk menginap semakin diperpendek. Discharge planning
yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk
mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang
berubah-ubah, peryataan diagnose keperawatan, perencanaan untuk
memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh
pemberi layanan kesehatan (Kozier, 2004).
a. Pemberi Layanan Discharge planning
Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif
dan melibatkan multidisplin, mencakup semua pemberi layanan
kesehatan yang terlibat dalam memberi layanan kesehatan kepada
pasien (Perry & Potter, 2006). Discharge planning tidak hanya
melibatkan pasien tapi juga keluarga, temen-temen, serta pemberi
layanan kesehatan dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan
social bekerjasama (Nixon et al, 1998 dalam The Royal Marsden
Hospital, 2004). Seseorang yang merencanakan pemulangan atau
koodinator asuhan berkelanjutan (continuning care coordinator) adalah
staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses
discharge planning bersama dengan fasilitas kesehatan, menyediakan
pendidikan kesehatan, dan memotivasi staf rumah sakit untuk
merencanakan
dan
mengimplementasikan
discharge
planning
18
Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan
spesifik untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah
pulang (Capernito,1999). Juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik
untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit
dan komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif
(Discharge planning association, 2008).
The Royal Marsden Hospital (2004) menyatakan bahwa tujuan
dilakukannya discharge planning antara lain untuk mempersiapkan
pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk di transfer ke
rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat disetujui, menyediakan
informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan
untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses pemulangan,
memfasilitasi proses perpindahan yang nyanan dengan mestinya semua
fasilitas pelayanan kasehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk
menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi
kepada pasien, teman-teman, dan keluarga dengan menyediakan,
memandirikan aktifitas perawatan diri.
d. Prinsip Discharge Planning
Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke
lingkungan
yang
lain,
ada
beberapa
prinsip
yang
harus
19
1) Discharge Planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana
sumber-sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan
pelayanan kesehatan ditempatkan pada satu tempat.
2) Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten
dengan kualitas tinggi pada semua pasien. Kebutuhan pemberi
asuhan (care giver) juga harus dikaji. Pasien harus dipulangkan
kepada suatu lingkungan yang aman dan akurat.
3) Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal
yang terutama.
4) Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan
antar tim kesehatan dengan pasien/care giver, dan kemampuan
terakhir disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan
berkelanjutan.
5) Kebutuhan atas
kepercayaan
dan
budaya
pasien
harus
20
b) Kaji kebutuhan pasien dan keluarga terhadap pendidikan kesehatan
berhubung dengan bagaimana menciptakan terapi di rumah,
pengunaan alat-alat medis di rumah, larangan sebagai akibat
ganguan kesehatan, dan kemungkinan terjadinya komplikasi. Kaji
cara pembelajaran yang lebih diminati pasien (seperti membaca,
menonton video, mendengarkan petunjuk-petunjuk). Jika materi
pendidikan
yang
berbeda-beda
dapat
mengefektifkan
cara
keluarga
untuk mengamati
21
f) Kaji penerimaan pasien terhadap masalah kesehatan berhubungan
dengan pembatasan.
g) Konsultasikan tim pemberi layanan kesehatan yang lain tetang
kebutuhan setelah pemulangan (seperti ahli gizi, pekerja sosial,
perawat klinik spesialis, perawat pemberi perawatan kesehatan di
rumah) tentukan kebutuhan rujukan pada waktu yang berbeda.
2. Diagnosa keperawatan
Penentuan diagnosa keperawatan secara khusus bersifat individual
berdasarkan
kondisi
atau
kebutuhan
pasien.
Adapun
diagnosa
22
a) Pasien atau keluarga sebagai care giver mampu menjelaskan
bagaimana keberlangsungan pelayanan kesehatan di rumah
(fasilitas lain), penatalaksanaan atau pengobatan apa yang
dibutuhkan, dan kapan mencari pengobatan akibat masalah yang di
timbul.
b) Pasien mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri (atau
anggota keluarga mampu melakukan aturan perawatan ).
c) Rintangan kepada pergerakan pasien dan ambulasi telah diubah
dalam setting rumah. Hal-hal yang dapat membahanyakan pasien
akibat kondisi kesehatannya telah diubah.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
dapat
dibedakan
dalam
dua
bagian,
yaitu
23
keluarga secepat mungkin selama dirawat di rumah sakit (seperti
tanda dan gejala terjadinya komplikasi, kepatuhan terhadap
pengobatan, kegunaan alat-alat medis, perawat lanjutan, diet,
latihan
pembatasan
yang
disebabkan
oleh
penyakit
atau
pembedahan).
d. Komunikasikan respon pasien dan keluarga terhadap penyuluhan
dan usulan perencanaan pulang kepada anggota tim kesehatan lain
yang terlibat dalam perawatan pasien.
2) Penatalaksanaan pada hari pemulangan
Jika beberapa aktifitas berikut ini dapat dilakukan sedelum hari
pemulangan,perencanaan yang dilakukan akan lebih efektif. Adapun
aktifitas yang dilakukan pada hari pemulangan antara lain :
a. Biarkan pasien dan keluarga bertanya dan diskusikan isu-isu yang
berhubungan dengan perawat di rumah. Kesempatan terakhir untuk
mendemonstrasikan kemampuan juga bermanfaat.
b. Periksa instruksi pemulangan dokter, masukkan ke dalam terapi,
atau kebutuhan akan alat-alat medis yang khusus. (Instruksi harus
ditulis sedini mungkin) Persiapkan kebutihan dalam perjalanan dan
sediakan alat-alat yang dibutuhkan sebelum pasien sampai di
rumah (seperti tempat tidur rumah sakit, oksigen, feeding pump).
c. Tentukan apakah pasien dan keluarga telah dipersiapkan dalam
kebutuhan transportasi menuju ke rumah. Tawarkan bantuan untuk
memakaikan baju pasien dan mengepak semua barang milik pasien.
Jaga privasi pasien sesuai kebutuhan. Periksa seluruh ruang dan
laci untuk memastikan barang- barang pasien.
24
d. Dapatkan daftar pertinggal barang-barang berharga yang telah
ditandatangan oleh pasien, dan instruksikan penjaga atau
administrator yang tersedia untuk menyampaikan barang-barang
berharga kepada pasien.
e. Persiapkan pasien dengan prescription atau resep pengobatan
pasien sesuai dengan yang diinstuksikan oleh dokter. Lakukan
pemeriksaan terakhir untuk kebutuhan informasi atau fasilitas
pengobatan yang aman untuk administrasi diri.
f. Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji follow up ke kantor
dokter. Hubungi kantor agen bisnis untuk menentukan apakah
pasien
membutuhkan
daftar
pengeluaran
untuk
kebutuhan
25
Minta pasien dan anggota kelurga menjelaskan tentang penyakit,
pengobatan yang dibutuhkan, tanda-tanda fisik atau gejala yang harus
dilaporkan
oleh
dokter
Minta
pasien
atau
anggota
keluarga
f.
26
7) Apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat dan nomor telepon
yang dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk
pemulangan.
8) Bagaimana pengaturan perawatan lanjutan (jadwal pelayanan
dirumah, perawat yang menjenguk, penolong, pembantu jalan walker,
kanul, oksigen, dan lain-lain) beserta nama dan nomor telepon setiap
institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.
Swearingen (2000) menyatakan bahwa informasi yang harus diketahui
oleh pasien post op appendictomy dan orang terdekat sebelum
pemulangan antara lain :
1) Obat-obatan, meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, tindakan
pencegahan, interaksi obat/obat dan makanan/obat, dan potensial efek
samping.
2) Pentingnya penatalaksaan diet untuk meningkatkan pemeliharaan
nutrisi dan cairan. Diet yang dianjurkan antara lain : diet normal yang
mengikuti semua empat kelompok makanan (daging, telur, dan ikan;
buah dan sayuran: susu dan keju; serial dan roti) dan minum cairan
yang adekuat (setidaknya 2-3 L/hari). Ingatkan pasien untuk
menghindarkan kacang-kacangan, buah beri dan makan dengan biji.
3) Perawatan insisi, penggantian balutan, dan izin untuk mandi atau
mandi pancuran jika jahitan sudah diangkat.
4) Pembatasan aktivitas pasca bedah sesuai petunjuk : biasanya
mengangkat benda yang berat( > 4 kg), mendorong, menarik, dan
mengedan mengontraidikasikan kira-kira 6 minggu untuk mencegah
terjadinya herniasi insisi. Antisipasi kembalali dalam 2 minggu untuk
pekerja kantor, dan 6 minggu untuk pekerja buruh. Waspadalah
terhadap dan istirahat setelah gejala kelelahan, beristirahatlah
27
semaksimal mungkin, meningkatkan aktivitas secara terhadap sesuai
toleransi.
5) Pentingnya melaporkan tanda dan gejala terjadinnya infeksi luka :
kemerahan menetap, dan bengkak, drainaser perulen, hangat lokal,
bau busuk, dan nyeri.
6) Pentingnya perawatan lanjutan dengan dokter atau perawat, pastikan
jadwal dan waktu perjanjian berikutnya.
g. Cara Mengukur Discharge Planning
Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah
dipersiapkan untuk pulang,
yang
dimiliki
seorang
ataupun
kelompok
untuk
28
yang diberikan. Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kesiapan pasien menghadapi pemulangan adalah kemampuan yang
mencakup pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan serta keinginan
yang mencakup keyakinan, komitmen, dan motivasi pasien pasca bedah
akut abdomen untuk melkukan aktifitas atau kegiatan yang diajarkan
serta dianjurkan oleh perawat dan klinisi lain.Pasien siap menghadapi
pemulangan apabila pesien mengetahui pengobatan, tanda-tanda
bahaya, aktifitas yang dilakukan, serta perawatan lanjutan dirumah (The
Royal Marsden Hospital, 2004).
i.
Kriteria pemulangan
Carpenito (1999) mengatakan bahwa sebelum pulang pasien pasca
bedah dan keluarga akan mampu menggambarkan pembatasan aktifitas
dirumah, menggambarkan penatalaksaan luka dan nyeri dirumah,
mendiskusikan kebutuha cairan dan nutrisi untuk pemulihan luka,
menyebutkan tanda dan gejala yang harus dilakukan pada tenaga
kesehatan, serta menggambarkan perawatan lanjutan yang diperlukan.
Sedangkan Perry dan Potter (2005) mengatakan bahwa pada saat pulang,
pasien harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan sumberyang di
butuhkan untuk memenuhiperawatan dirinya.
Kesuksesan tindakan discharge planning
menjamin pasien
29
lanjutan dirumah (The Royal Marsden Hospital, 2004). Pasien dan
keluarga memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi, obat-obatan dan
tindakan pengobatan untuk kepulangan, antisipasi perawatan tindaklanjut,
dan respons yang diambil pada kondisi kedaruratan (Perry & Potter, 2005)
j. Tingkat Kesiapan
Martisusilo
(2007)
membagi
tingkat
kesiapan
berdasarkan
30
k. Model Keperawatan Dorothea Orem
Model konseptual Dorothea orem (2001, dalam Alligood &
Tomey, 2006) terdiri dari tiga teori yang saling berhubungan, yaitu teori
perawatan diri yang menggambarkan mengapa dan bagaimana manusia
merawat
dirinya
sendiri,
teori
defisit
perawatan
diri
yang
keperawatan,
dan
teori
system
keperawatan
yang
diri
tidak
berjajan atau
tidak
adekuat
untuk
31
yang ada atau membangun kebutuhan semua perawatan diri
terapaitik. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa jika seseorang
tidak cukup mampu untuk merawat dirinya sendiri berkaitan dengan
kesehatannya ia dikatakan menderita defisit perawatan diri (Orem,
1985 dalam Basford, 2006).Oleh karena itu dibutuhkan perawat
yang bertindak sebagai agen keperawatan yang berhak membangun
hubungan interdersonal untuk melakukan, mencari tahu, dan
membantu pasien untuk mempertemukan kebutuhan perawatan diri
terapautik mereka dan mengulasi perkembangan atau melatih
kemampuan mereka sebagai agen perawatan diri sendiri (Orem,
2001 dalam Alligood & Tomey, 2006).
3) Teori Sistem Keperawatan
Orem (1985 dalam Basford, 2006) menjelaskan system
keperawatan sebagai Serangkaian tindakan kontinu yang dihasilkan
ketika perawat menghubungkan satu sejumlah cara membantu pasien
dengan tindakannya sendiri atau tindakan seseorang dibawah
perawatan yang di arahkan untuk memenuhi tuntutan perawatan diri
terpeutik orang tersebut atau untuk mengatur perawatan diri
merekaSebagai agen keperawatan, perawat menerapkan system
keperawatan yang merupakan tindakan praktek keperawatan yang
dilakukan
secara
berkesinambungan
dan
bertahap
dengan
32
pasien sebagai agen perawat diri sendiri
adalah
proses
menumbuh
kembangkan
seluruh
33
yang
diharapkan
masyarakat
oleh
pelaku
pendidikan
faktor
penyebab
ketidaksiapan
pasien
menghadapi
pemulangan.
2) Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengingat
fakta,
simbul,
prosedur
tehnik
dan
teori.
Seseorang
yang
34
(Nursalam,2011). Lingkungan yang kurang nyaman karena tempat
terbuka membuat pasien kurang menjaga kebersihan dirinya.
2) Informasi yang kurang.
Dengan kurangnya informasi tentang penting personal hygine,
keluarga pasien dan pasien mengangap remeh kebersihan, sehingga
menyebabkan luka infeksi.
3) Sistem Keperawatan
Orem (1985 dalam Basford, 2006) menjelaskan system keperawatan
sebagai Serangkaian tindakan kontinu yang dihasilkan ketika perawat
menghubungkan satu sejumlah cara membantu pasien dengan
tindakannya sendiri atau tindakan seseorang dibawah perawatan yang
di arahkan untuk memenuhi tuntutan perawatan diri terpeutik orang
tersebut atau untuk mengatur perawatan diri mereka
Pasien Post op
Appendictomy
35
Internal:
- Pendidikan
- Pengetahuan
- Pengalaman
- Perawatan diri yang
Kurang
Proses
Eksternal :
- Lingkungan
- Informasi yang kurang
- Sistem Keperawatan
Intervensi
Keperawatan
Discharge
Planning
Kesiapan Pasien
Menghadapi
Pemulangan
Output
36
kurang menjadi hal penting pada pasien post op appendictomy
menghadapi kesiapan pulang.
2. Eksternal
Pada faktor eksternal bisa dipengaruhi oleh Lingkungan, Informasi
yang kurang dari perawat serta Sistem Keperawatan dukungan. Maka
dalam hal ini Peneliti meneliti Intervensi Keperawatan salah satunya
yaitu Pemberian Discharge Planning yang diberikan oleh Perawat.
Dengan harapan pemberian Discharge Planning yang baik yang
dilakukan perawat pada pasien post op Appendictomy akan meningkatkan
Kesiapan pulang.
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara 2
(dua) atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan
dalam penelitian. (Nursalam, 2008).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
Ada Perbedaan Kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan
sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning di RSUD Syamrabu
Bangkalan
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Metode
penelitian
merupakan
cara
bagaimana
penelitian
37
bagaimana cara pengumpulan data, bagaimana analisa datanya, apa
keterbatasannya dan apa masalah etiknya ( Hidayat, 2003).
Pre
O
Waktu 1
Perlakuan
I
Waktu 2
Post Tes
OI
Waktu 3
Keterangan :
K-A
: Subyek
O
: Observasi Kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan
sebelum dilakukan Discharge Planning.
I
: Intervensi (Discharge planning)
OI
: Observasi Kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan
sesudah dilakukan Discharge Planning.
38
Pengumpulan Data
39
independen (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini variable dependennya
adalah Kesiapan Pasien Pulang.
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan dari semua variabel dan
istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga
mempermudah dalam mengartikan penelitian ( Nursalam, 2008)
Variabel
Variabel
Independen
Discharge
Planning
Variebel
Dependen
Kesiapan pasien
Menghadapi
Definisi
Operasional
Semua tindakan
yang dilakukan
oleh perawat
dalam
mempersiapkan
pasien
menghadapi
pemulangan
berkaitan dengan
pengetahuan
pasien tentang halhal yang perlu
diperhatikan dan
dipatuhi pasien
setelah berada
dirumah dimna
tindakan
Discharge
Planning
diberikan mulai
dari pasien MRS
s.d KRS
Kemampuan
pasien post op
appendictomy
untuk
Alat Ukur
Skala
Standar
Operasional
Discharge
Planning
Kuesioner
Ordinal
Hasil Ukur
-
-Kesiapan 1 (R1)
jika skornya
24-44
-Tingkat
40
Pemulangan
sebelum
Discharge
Planning
Variabel
Dependen
Kesiapan pasien
Menghadapi
Pemulangan
sesudah
discharge
planning
menyebutkan
pengetahuan
(tindakan
pengobatan
dirumah, tandatanda bahaya,
perwatan luka,
aktivitas dirumah,
diet dirumah, serta
perawatan
lanjutan) sebelum
pasien
dipulangkan pada
pasien yang
sebelum
Discharge
Planning
Kemampuan
pasien post op
appendictomy
untuk
menyebutkan
pengetahuan
(tindakan
pengobatan
dirumah, tandatanda bahaya,
perwatan luka,
aktivitas dirumah,
diet dirumah, serta
perawatan
lanjutan) sesudah
Discharge
Planning
kesiapan 2 (R2)
jika skornya
45-65
-Tingkat
kesiapan 3 (R3)
jika skornya
65-85
-Tingkat
kesiapan 4 (R4)
jika skornya
86-108.
Kuesioner
Ordinal
-Kesiapan 1
(R1) jika
skornya
24-44
-Tingkat
kesiapan 2 (R2)
jika skornya
45-65
-Tingkat
kesiapan 3 (R3)
jika skornya
66-85
-Tingkat
kesiapan 4 (R4)
jika skornya
86-108.
(Skala menurut
Martisusilo,
2007)
41
sejumlah 40 pasien. Pada tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Januari
2011.
3.5.2 Besar Sampel
Besar Sampel dalam penelitian ini dihitung mengunakan rumus
dari Federer sebagai berikut:
N= (T-1)(R-1) 15
Keterangan :
N = Besar sampel
T = Jumlah kelompok
R = Repitasi ( Jumlah Intervensi yang diberikan)
Besar Sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
N = ( T-1) (R-1) 15
= (2-1) (1-1) 15
= 1 15
Karena jumlah sampel 15, maka diambil sampel minimal sebesar 15 orang
pada masing-masing kelompok (kelompok control dalam kelompok
perlakuan)
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non probability purposive
sampling.
Kriteria sampel:
a. Bersedia menjadi responden penelitian
b. Pasien yang tidak mengalami komplikasi penyakit.
c. Pasien post op apendictomy yang telah menjalani perawatan di ruang
rawat inap lebih dari 2 hari
d. Px yang tidak mengalami her opname
e. Pria/wanita berusia 18-50 tahun
42
3.5.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi (Nursalam, 2003). Sampling pada penelitian ini
menggunakan Purposive Sampling yaitu suatu tehnik penetapan sampel
dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki peneliti,sehingga sampel tersebut mewakili karakteristik
populasi.
3.6 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUD Syamrabu Bangkalan, mengingat
rumah sakit pemerintah, dan merupakan rumah sakit pendidikan yang
memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan
dalam penelitian ini dan dilaksanakan selama bulan Februari 2012.
3.7 Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian. Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan kuesioner.
3.8 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek
dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2008).
Langkah-langkah dalam pengumpulan data tergantung dari desain
penelitian dan tehnik instrumen yang digunakan. Pengumpulan data
43
berupa kuesioner dengan pengisian soal oleh masing-masing orang yang
sebelumnya sudah dijelaskan terlebih dahulu.
Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Permohonan izin pelaksanaan penelitian didapatkan dari institusi
pendidikan (PSIK-Ngudia Husada Madura).
b. Permohonan izin yang diperoleh dikirim ke tempat penelitian (RSUD
Syamrabu Bangkalan).
c. Peneliti menghubungi perawat ruangan untuk memperkenalkan calon
responden kepada peneliti setelah mendapat izin dari pihak RSUD
Syamrabu Bangkalan.
Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat
penelitian, dan prosedur pengumpulan data.
d. Peneliti meminta calon responden menandatangani Informed consent
sebagai bentuk persetujuan bersedia menjadi responden.
e. Pada Pre Test, peneliti mengukur tingkat kesiapan pasien menghadapi
pemulangan dengan membacakan pernyataan-pernyataan yang terdapat di
dalam kuesioner untuk dijawab oleh responden. Kemudian peneliti
melakukan pengakajian, dan setelah itu peneliti menentukan perencanaan
bersama-sama dengan responden dan keluarga. Tindakan pada hari 1 ini
dilakukan selama 30 menit.
f. Pada hari ke-2, peneliti melakukan intervensi Discharge planning dengan
penatalaksanaan yaitu mengadakan sesi pengajaran dengan responden dan
keluarga tentang : obat-obatan, tanda-tanda bahaya, perawatan luka di
rumah, dan aktivitas di rumah, diet di rumah dan perawatn lanjutan.
Tindakan ini dilakukan selama 45 menit.
g. Pada Post test, peneliti melakukan evaluasi dan mengukur tingkat kesiapan
pasien
menghadapi
pemulangan
dengan
membacakan
kembvali
44
pernyataan-pernyataan yang terdapat di dalam kuesioner untuk dijawab
responden (post test). Tindakan ini dilakukan selama 35 menit.
h. Peneliti mengolah /menganalisa data yang terkumpul.
3.9
Pengolahan Data
Setelah angket dari responden terkumpul, selanjutnya dilakukan
pengolahan data dengan cara berikut:
3.9.1 Editing
Memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para
pengumpul data (Setiadi, 2007).
3.9.2 Coding
Mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden
kedalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi
tanda atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban (Setiadi,
2007). Martisusilo (2007) membagi tingkat kesiapan berdasarkan kuantitas
keinginan dan kemampuan bervariasi dari sangat tinggi hingga sangat
rendah, antara lain :
Tingkat kesiapan 1 (R1), Tingkat kesiapan 2 (R2), Tingkat kesiapan 3
(R3), Tingkat kesiapan 4 (R4).
3.9.3 Scoring
Adalah penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini menggunakan
skala
kesiapan 2 (R2) jika skornya 45 - 65, Tingkat kesiapan 3 (R3) jika skornya
65 85, Tingkat kesiapan 4 (R4) jika skornya 86 - 108.
45
3.9.4 Tabulating
Mengelompokkan data kedalam suatu tabel tertentu menurut sifatsifat yang dimiliki. Pada saat dianggap bahwa data telah diproses sehingga
harus segera disusun dalam suatu pola format yang telah dirancang
(Nursalam, 2008).
3.10
Analisa Data
Data yang sudah didapat kemudian di lakukan analisa secara bertahap
sesuai tujuan penelitian meliputi:
a. Analisa Univariat
Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi tiaptiap variabel yang akan di teliti dengan menggunakan distribusi frekuensi.
Penulisan prosentase hasil penelitian mengacu pada Nursalam (2008) yang
dikelompokkan menjadi mayoritas = apabila hasil menunjukkan 90-100%,
sebagian besar = 66-89%, lebih dari 50% (51-69).
b. Analisa Bivariat (Tabulasi Silang)
Analisa bivariat ini menggunakan tabulasi silang untuk memudahkan
menentukan distribusi antar dua atau lebih variabel dengan skala data
ordinal sehingga mampu digunakan sebagai indikasi awal adanya
hubungan asosiasi. Untuk mengetahui Perbedaan Kesiapan pasien post op
Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah di
Discharge Planning. Setelah itu disajikan ke dalam tabel ke dalam tabel
tabulasi silang, kemudian dilakukan uji statistik Sign Rank test (Wilcoxon
46
test) dengan tingkat kemaknaan = 0,05 dengan ketentuan apabila p value
< , maka H0 ditolak.
3.11 Etika Penelitian
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian, mengingat penelitian berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etika
yang harus diperhatikan meliputi :
3.11.1
3.11.2
3.11.3
47
3.11.4
Kerahasiaan (Confidentiality)
Informasi yang telah
dikumpulkan
dari
subjek
dijamin
BAB 4
HASIL PENELITIAN
gawat darurat, dan instalasi rawat inap. Instalansi rawat inap terdiri dari Irna
A, Irna B, Irna C, Irna D, Irna E, Irna F, Irna G dan Paviliun Kartini. Jumlah
staff di masini-masing setiap ruangan 18 orang (6 S1 Keperawatan, 12 D3
Keperawatan). 2 orang administrasi, dan 4 orang cleaning service.
4.1.2 Karakteristik Responden
a. Karakteristik responden berdasarkan usia
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Post Op Appendictomy
Berdasarkan Usia di RSUD Syamrabu Bangkalan
Tanggal 27 Februari 2012 3 Maret 2012
No
Usia Anak
Frekuensi
Prosentase
48
1.
18 - 30 tahun
60
2.
31 - 40 tahun
26,6
3.
40 - 50 tahun
Jumlah
2
15
13.4
100
Perempuan
Jumlah
7
15
46,7
100
SMP
20
3.
SMA
53,3
4.
Lain-Lain
2
15
13,3
100
Jumlah
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
49
R1
6,7
2.
3.
R2
R3
3
9
20
60
2
15
13,3
100
4.
R4
Jumlah
R1
2.
3.
R2
R3
13,3
13
15
86,7
100
4.
R4
Jumlah
50
Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27
Februari 3 Maret 2012
No
Kesiapan
Sebelum Dilakukan
Sesudah Dilakukan
Pulang
Discharge Planning
Frekuensi Prosentase
1
6,7
3
20
9
60
Discharge Planning
Frekuensi Prosentase
2
13,3
1.
2.
3.
R1
R2
R3
4.
R4
Jumlah
= 0,05
13,3
13
86,7
15
100
15
100
BAB 5
PEMBAHASAN
51
responden (60%) mengalami Ketidaksiapan Pasien Post Op Appendictomy
menghadapi Pemulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (60%)
sebelum dilakukan discharge planning sudah memiliki tingkat kesiapan yang
cukup baik, dan masuk kategori tingkat kesiapan ke 3 dimana Mampu tapi
ragu dan Mampu tapi tidak ingin, pada pembagian tingkat kesiapan menurut
Martinsusilo (2007) . Jadi pemberian Discharge Planning yang baik untuk
mengetahui pengobatan, tanda-tanda bahaya, aktivitas yang dilakukan, serta
perawatan lanjutan dirumah.
Menurut William (1996) menyatakan salah satu bentuk manajemen
informasi pada Discharge Planning melalaui tahapan yang jelas, dimana
pelayanan akan baik apabila diberikan oleh tim multi disiplin. Dalam hal ini
diantaranya perawat, dokter, ahli gizi, fisiotherapi dan anggota tim kesehatan
lainnya, untuk saling membagi informasi dalam rangka menyusun Discharge
Planning.
52
diri setelah berada di rumah, baik dalam hal tindakan pengobatan di rumah,
tanda-tanda bahaya, perawatan luka, aktivitas di rumah, diet di rumah,
maupun dalam hal perawatan lanjutan. Menurut Orem (1985, dalam Basford
2006) dalam keadaaan ini pasien dan perawat bekerjasama untuk melakukan
perawatan diri, dimana perawat selalu meningkatkan dan mendorong
keterlibatan pasien untuk mencapai perawatan mandiri.
5.1 Kesiapan Pulang Sesudah dilakukan Discharge Planning
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa dari keseluruhan
responden Kesiapan Pulang pada Pasien Post Op Appendictomy Sesudah
dilakukan Discharge Planning , sebagian besar sebanyak 13 responden
(86,7%) mengalami Kesiapan pasien Post Op Appendictomy menghadapi
Pemulangan.
Dimana memiliki tingkat 4 dalam katagori tingkat kesiapan yang
dirumuskan oleh Martinsusilo (2007) dalam menghadapi pemulangan yaitu
mampu dan ingin atau mampu dan yakin melakukan kegiatan yang diajarkan
setelah berada di rumah.
Berdasarkan model konseptual Orem (1985, dalam Basford, 2006)
tentang sistem keperawatan, maka tingkat kesiapan pasien dalam penelitian
ini setelah dilakukan Discharge Planning termasuk katagori sistem suportifedukatif, yaitu pasien mampu melakukan atau belajar tentang perawatan diri
dan intervensi keperawatan yang perlu dilakukan perawat lebih kepada
memotivasi responden untuk melakukan pengetahuan yang sudah diterima.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Galloway, et al (1993, dalam
Nursingcenter.com,2009) bahwa pasien mampu memprediksikan kebutuhan
53
mereka akan informasi berhubungan dengan proses penyembuhan, dan
mereka menginginkan informasi yang mudah dimengerti sebanyak mungkin
sebelum mereka menghadapi pemulangan dan kebutuhan akan informasi ini
tidak dipengaruhi usia dan pendidikan. Informasi yang diberikan dalam
Discharge Planning bagaimana cara mengetahui pengobatan, tanda-tanda
bahaya, aktivitas yang dilakukan, serta perawatan lanjutan dirumah sehingga
meningkatkan pasien dalam menghadapi pemulangan.
Sebelum
dan
Sesudah
dilakukan
Discharge
Planning.
54
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil analisa bivariat dengan
menggunakan uji statistik Uji wilcoxon, diperoleh significancy 0,008 (p <
0,05) maka Ho ditolak, yang berarti ada Perbedaan Kesiapan Pasien Post Op
Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan
Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan. Hasil penelitian juga
menunjukkan terjadi Peningkatan Kesiapan pasien menghadapi pemulangan
setelah dilakukan Discharge Planning.
Hal ini sejalan dengan penelitian Williams (2006) yang mendapati
adanya hubungan antara pemberi informasi dengan dilakukannya kunjungan
ulang yang tidak rutin ke fasilitas kesehatan. Dalam penelitian tersebut
Williams mendapati bahwa mayoritas pasien yang menerima informasi
tentang nyeri dan menejemen luka, aktivitas, nutrisi, dan komplikasi pada
umumnya merasakan bahwa tidak mengalami perasaan khawatir yang
membuat mereka akan mengadakan kunjungan tidak rutin ke fasilitas
kesehatan setelah dipulangkan, dalam artian bahwa mereka telah siap
menghadapi pemulangan. Sedangkan pasien yang tidak mendapat informasi
tentang nyeri dan manajemen luka mengalami kekhawatiran yang memaksa
mereka untuk melakukan kunjungan tidak rutin kepada suatu fasilitas
kesehatan setelah dipulangkan.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa semakin baik Discharge
Planning, semakin baik pula pemahaman pasien atau keluarga tentang hal-hal
yang harus diwaspadai. Maka tepat Supartini (2000) menyatakan Discharge
Planning yang baik dapat membantu pasien dan keluarganya untuk
memahami langkah-langkah pencegahan yang harus dicapai.
55
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian, hasil penelitian, analisa data, dan
pembahasan yang telah diuraikan maka peneliti mendapatkan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
a. Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan
Sebelum dilakukan
9 responden
dengan Tingkat Kesiapan 3 Mampu tapi ragu dan Mampu tapi tidak ingin
melakukan di rumah.
56
b. Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan
Sesudah dilakukan Discharge Planning sebagian besar 13 responden
dengan Tingkat Kesiapan 4 yaitu mampu dan ingin atau mampu dan yakin
melakukan kegiatan yang diajarkan setelah berada di rumah.
c. Ada perbedaan Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi
pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan
a. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya Perbedaan Kesiapan pasien
Post op Apendictomy menghadapi Pemulangan Sebelum dan Sesudah
dilakukan Discharge Planning. Oleh karena itu, sebaiknya perawat di
ruangan melakukan Discharge Planning sesuai Prosedur kepada semua
pasien
dengan
tujuan
untuk
mempersiapkan
pasien
menghadapi
57
pendidikan keperawatan tetap menekankan pemberian materi tentang
Discharge Planning.
b. Pada penelitian selanjutnya diharapkan mengembangkan penelitian dengan
jumlah responden dan variabel yang lebih banyak sehingga memperoleh
hasil yang optimal.