Anda di halaman 1dari 23

PEDOFILIA: SEBUAH DIAGNOSIS DALAM PENCARIAN GANGGUAN

ABSTRAK
Artikel ini memaparkan review kritis kontroversi mengenai pedofilia dalam konteks persiapan DSM
edisi 5. Analisis berfokus terhadap hubungan antara pedofilia dan definisi gangguan mental dalam
DSM IV TR. Pelajar cenderung tidak memaparkan asumsi dasar dari ide mereka tentang apa itu
gangguan mental hingga peran psikiatri dalam komunitas modern, termasuk teori tentang
seksualitas manusia, yang bercampur dengan pencapaian berbagai jenis konsensus mengenai
bagaimana kriteria (status psikiatri) pedofilia yang sesungguhnya. Menjadi pertanyaan jika
diagnosis pedofilia terkandung dalam DSM lebih bersifat forensik dari pada terapetik, lebih fokus
terhadap bahaya yang melekat pada kondisi pedofilia (fungsi berbahaya) dibandingkan efek
negatifnya terhadap subjek (disfungsi merugikan). Kriteria pedofilia pada DSM sudah mencukupi
keutuhan, namun dasar diagnosis masih belum jelas.
KATA KUNCI pedofilia, gangguan mental, DSM 5, parafilia
INTRODUKSI
Beberapa tahun lalu kontroversi menarik muncul mengenai apakah pedofilia atau parafilia pada
umumnya, harus dimasukkan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM),
katalog gangguan mental yang dipublikasikan American Psychiatric Association (APA). Edisi
kelima kini sedang dibuat. Mengetahui bahwa diagnosis psikiatri ini dapat mempengaruhi hak
individu dan kebebasan seseorang, penilaian kritis kembali terhadap hal ini adalah penting.
Beberapa ide pada analisis ini dapat juga diterapkan dalam kasus parafilia lainnya, namun fokus
pada pedofilia menunjukkan masalah konseptual yang menunjukkan kurangnya paradigma medis
yang sebenarnya dan risiko paradigma forensik. Diskusi ini terbatas tentang apa yang akan kami
sebut kontroversi konseptual yang tidak melalaikan perspektif analisis lain dan debat.
Tujuan kami adalah (1) mengklarifikasi kontroversi mengenai masuknya pedofilia sebagai sebuah
diagnosis dalam DSM; (2) memahami kontradiksi internal pada status psikiatri, terutama
hubungannya dengan tidak adanya homoseksualitas sebagai gangguan mental; (3) berusaha
memahami alasan status diagnosis pedofilia yang membingungkan dan berubah dalam beberapa
edisi DSM berturut turut; dan (4) menyoroti implikasi yang berbeda dalam mempertimbangkan
pedofilia untuk forensik dan fungsi kontrol sosial (disfungsi bahaya) dan tidak untuk tujuan
diagnosis dan pengobatan (disfungsi kerugian)

Dalam menganalisis konflik antara dua tradisi psikiatri ini, dapat disimpulkan bahwa pedofilia
menjadi diagnosis penting dalam pencarian gangguan yang masih belum jelas, dan anjuran akan
dibuat demi teori, riset, dan debat selanjutnya.
Kriteria Mutlak Homoseksualitas dan Kriteria menderita
Penghapusan kontroversi homoseksualitas dari DSM-II pada tahun 1970 menjadi paradigmatik bagi
debat akademis dalam area mereka. Banyak pelajar yang berbalik mencari argumen yang berusaha
membongkar sains yang sebenarnya, dibandingkan moral, dasar untuk psikiatri, untuk memeriksa
medikalisasi eksistensi manusia, atau hanya menggambarkan bagaimana kontroversi ini muncul,
berkembang, dan akhirnya dapat diselesaikan.
Depatologisasi homoseksualitas sebelumnya menjadi argumen yang paling kuat yang ada bagi
mereka yang percaya bahwa pedofilia dan parafilia lain tidak perlu dianggap sebagai gangguan
jiwa. Culver, Gert, dan Moser mengklaim bahwa penderitaan subjek merupakan kondisi yang
penting untuk menjelaskan gangguan mental dan argumen utama mereka adalah bahwa parafilia,
termasuk pedofilia, tidak menyebabkan distress pada kebanyakan orang yang mengalaminya.
Ketika distres muncul, mereka menambahkan, lebih baik dijelaskan oleh akibat adanya konflik
dengan lingkungan (stigmatisasi, hukuman, penyiksaan, dll) dibandingkan akibat kondisi itu sendiri.
Beberapa orang cukup mampu mengintegrasikan ke kehidupan dan personalitas mereka dengan
hasil yang memuaskan.
Moser menyatakan homoseksualitas tidak dihapuskan dari DSM karena alasan sains namun karena
latar belakang politik dan sosial, dan parafilia lainnya seharusnya juga dihapuskan. Bieber, seorang
pendukung menganggap homoseksualitas sebagai patologi, suatu saat mengemukakan pertanyaan
mengenai eliminasi parafilia lain dari DSM dengan Spitzer, menurut Bieber, Spitzer menjawab ...
kondisi ini seharusnya dihapuskan juga dari DSM II, dan jika grup tersebut sangat berpengaruh
seperti yang dilakukan aktivis gay, dapat disimpulkan bahwa kondisi tersebut perlu dikeluarkan dari
diagnosis.
Poin ini juga dibuat oleh yang lainnya, namun tidak banyak mendapat dukungan. Banyak yang
menanyakan tentang legitimasi perlengkapan psikiatri, termasuk DSM, yang ditolak sebagai strategi
politik aktivis homoseksual, karena itu akan membahayakan tujuan pengeluaran homoseksualitas
dari DSM.

Sangat signifikan bahwa eliminasi homoseksualitas dan perubahan definisi gangguan mental dalam
DSM berhubungan dengan kejadian dan orang historikal yang sama. Dalam salah satu tulisannya,
Spitzer menghubungan dua hal:
Ketika saya pertama kali diberi pekerjaan dalam mempertimbangkan klaim aktivis gay bahwa
homoseksualitas tidak seharunya dimasukkan sebagai gangguan mental, saya menghadapi
tidak adanya definisi umum lainnya mengenai gangguan mental. Sehingga saya meriview
kerakteristik berbagai gangguan mental dan menyimpulkan bahwa, dengan pengecualian
homoseksualitas dan mungkin deviasi seksual lainnya, mereka semua disebabkan oleh distres
subjektif atau berhubungan dengan kerusakan keefektivitasan fungsi sosial. Hal ini menjadi
jelas bagi saya bahwa konsekuensi kondisi, dan bukan etiologi, menentukan apakah kondisi
dapat dipertimbangkan menjadi gangguan atau tidak.
Pada banyak tulisannya, kedua fenomena terikat bersama. Isu deviasi seksual ditempatkan pada
garis yang jelas yang membedakan normal dan patologikal.
Berdasar Paris, proses di mana homoseksualitas dikeluarkan dari DSM merupakan penurunan
progresif psikoanalisis di U.S. psychiatry. Psikoanalisis merupakan satu-satunya teori yang
membenarkan sifat patologikal deviasi tersebut dalam terminologi etiologi dan digantikan oleh
referensi sebagai konsekuensi dalam definisi gangguan mental. Sehingga, DSM III menunjukkan
bahwa sindrom atau pola kelakuan harus berhubungan dengan simptom nyeri (distres) atau
ketidakmampuan dalam satu atau lebih area fungsional (disabilitas) menambahkan gangguan
bukan hanya dalam hubungan atara individu dan lingkungan
Tulisan ini memberikan anggapan bahwa distres atau disabilitas pasti menjadi efek langsung
disfungsi yang sesungguhnya dan hal ini dapat disimpulkan dari interpretasi oleh Spitzer dalam
hubungannya dengan homoseksualitas. Hal ini juga menjelaskan kritik dibuat oleh orang yang
membela sifat patologikal homoseksualitas
...tidak adanya ketidaknyaman yang kadang menyatakan dalamnya patologi. Perhatian Spitzer
pada pentingnya fungsi sosial menyiratkan bahwa jumlah kondisi patologikal secara paten,
terutama perbuatan sekusal tidak wajar, diklasifikasikan menjadi gangguan mental dengan
tidak tepat. Bukannya membuat dasar untuk nosologi psikiatri, malahan membuat berantakan
nomenklatur.
Intinya, review singkat ini mengenai dikeluarkannya seksualitas dari DSM menyorot pada 3 poin.
Pertama, interpretasi definisi DSM III mengenai gangguan mental pada diskusi tentang

homoseksualitas membuat banyak orang beranggapan bahwa distres subjektif dan kerusakan
merupakan kriteria penting mendiagnosis gangguan mental. Kedua, pada DSM III TR, tepat ketika
homoseksualitas dieliminasi secara ambigu, definisi gangguan mental akan mengalami perubahan
dalam reformulasi isu deviasi sosial, membuat mudah adanya konflik dengan sosial menajdi
indikasi gangguan mental, sedangkan konflik disebabkan oleh disfungsi subjek sendiri. Dan, ketiga,
karena hilangnya homoseksualitas dari DSM, tidak ada yang secara adekuat mendiskusikan status
ini di bawah definisi baru gangguan mental dan jika dibandingkan dengan parafilia lainnya.
Diagnosis Pedofilia pada DSM
Green benar-benar dalam jalur yang benar ketika dia menekankan bahwa pengobatan pedofilia pada
edisi DSM berturut turut adalah perjalanan Alices Wonderland. Menarik untuk mengamati
evolusi 2 fase berbeda ini. Yang pertama berakhir pada 1980 dengan publikasi DMS III dan
modifikasi nyata paradigma sebelumnya mengenai deviasi seksual. Fase kedua dimulai pada DSM
III dan terdapat perubahan signifikan dalam tiap edisi selanjutnya.
Dari DSM I dan II ke DSM III (19521980)
Publikasi DSM III menandakan perubahan fundamental dalam dasar teoritis manual dan area
seksualitas, definisi ulang dari apa yang sebelumnya disebut deviasi seksual, masalah dipahami
secara epistemologi sebagai konflik dengan moral dan hukum yang berlaku. Kategori diagnosis ini
mencakup semua manifestasi atipikal dari seksualitas, termasuk homoseksualitas, yang tidak
menjadi simptom gangguan la innya. Berdasar DSM II, kelakuan dalam dirinya tidak cukup dan
gangguan dilihat sebagai kondisi buruk yang mempengaruhi individu pada level seksualitasnya atau
paling tidak motivasi dibandingkan gangguan mental lainnya atau lingkungannya (misal kurangnya
penerimaan objek terhadap keinginan seksual).
Untuk menilai dari tulisan U.S.psychiatric yang dipublikasikan tahun 1950 dan 1960an, contoh
paradigma deviasi seksual pada waktu itu adalah homoseksual, ketika pertanyaan mengenai
pedofilia jarang dikemukakan dan kadang berhubungan dengan sebelumnya: Pedofilia, atau
ketertarikan seksual patologik kepada anak, merupakan varian homoseksualitas dimana ketertarikan
seksual langsung terhadap anak-anak
Dua perubahan penting muncul pada 1980 dengan publikasi DSM III. Pedofilia dan parafilia
lainnya berganti menjadi bagian umum pada Gangguan Psikoseksual, menggantikan kategori
sebelumnya yaitu Gangguan personalitas sosiopatik atau Gangguan personalitas. Terminologi
deviasi seksual digantikan oleh parafilia ( yang tidak menjelekkan) dan tiap kategori dibuat lebih

sepsifik, dengan perbedaan signifikan bahwa homoseksualitas hanya termasuk dalam manifestasi
ego-distonik.
Perubahan ini secara teoritis menjadi respon terhadap perubahan besar dalam bingkai referensi.
Pada tempat pertama, keanehan erotis ini tidak berhubungan atau disebabkan oleh gangguan
personalitas, namun memiliki tempat tersendiri, eksistensi terpisah. Dan, dengan membagi parafilia
dari daviasi dan konflik dengan norma sosial, dikatakan bahwa masalah bukan pada moral maupun
legal namun psikiatrikal.
Dari DSM III menjadi DSM IV TR (1980-2000)
Antara DSM III dan DSM IV TR, banyak perubahan yang dibuat dalam deskripsi parafilia dan
perubahan yang selanjutnya diajukan untuk DSM 5. Pada kasus pedofilia (lihat tabel 1, 2),
perubahan dalam tiap edisi baru berhubungan dengan peran yang diaminkan oleh hal, kelakukan
yang menyimpang, distres, dan kerusakan pada subjek.
Perubahan relevan dengan nanalisis ini, yang didiskusikan selanjutnya, termasuk bahwa hanya
DSM IV yang menjadikan distres subjek atau kerusakan termasuk dalam kondisi yang penting,
perubhan yang dibuat dalam konteks modifikasi umum pada edisi ini adalah memasukkan adanya
distres/kerusakan yang dianggap penting pada hampir semua diagnosis. Pada kasus ini, kerusakan
dapat mempengaruhi are yang berbeda-bedaokupasi, sosial, atau lainnyasedangkan dalam
DSM IV TR hal ini dikurangi kesulitan interpersonal. Dalam DSM III dan III R, tidak ada referensi
tentang kerusakan. Hanya pada DSM III dan DSM IV TR munculnya tingkah laku yang
menyimpang dianggap cukup untuk diagnosis pedofilia. Pada edisi terakhir distres individu menjadi
kondisi penting pada beberapa parafilia. Pada kasusu ini dengan ekshibisionis, frotteurisme,
pedofilia, sadisme, dan voyeurisme, mengindikasikan hubungan anatar kriminal/immoral dan
medikal.
Status terbaru pedofilia dalam DSM IV TR membuat dua masalah baru (1) berdasarkan interpretasi
yang sama, memungkinkan menjadi pedofil (kondisi erotik) dan pada waktu yang sama tidak
menjadi pedofil (diagnostik) jika seseorang tidak bertindak atau distres maupun kerusakan tidak
muncul, dan (2) juga mungkin tidak memiliki perasaan pedofilia namun bertindak seperti pedofil
dan didiagnosis demikian. Proposal baru untuk DSM 5 mencoba menyelesaikan masalah pertama
dengan membedakan antara pedofilia dan gangguan pedofilik, dan kedua dengan memodifikasi
kata-kata dalam kriteria A untuk mempertimbangkan kelakuakn sebagai manifestasi kemunculan
seksual yang intens dan rekuren dari anak puber maupun prepuber

Kontroversi Konseptual dan Empat Aturan Permainan


Berdasar Baltas, kontroversi s ains bukanlah ketidaksetujuan. Ini merupakan hal yang tidak bisa
mantap dengan memaksa menerima aturan disipliner untuk membuat penyelidikan yang relevan,
karena hal ini sudah tumbuh sejak lama
Padakasus ini, dibenarkan untuk berbicara sesuatu lebih dari sekedar ketidaksetujuan, sepertiposisi
berbeda yang diadopsi oleh bagian yang berdasarkan personal menyimpang dan posisi intelektual
dan ini mendasari perbedaan yang bercampur dengan resolusi yang meyakinkan dari kontroversi.
Partisipan dan Literatur
Pada dasarnya terdapat 4 area debat yang pada 1 are atau lainnya menjadi perhatian di sini. Tiga
area pertama tentang kelayakan termasuk parafilia, pedofilia, dan (pedo)hebefilia sebagai gangguan
mental. Area keempat, mungkin lebih pantas disebut ketidaksetujuan simpel dibandingkan
kontroversi sebenarnya, bagaimana pedofilia harus didefinisikan, menganggapkemunculannya pada
DSM adalah valid. Sedikit penulis diketahui telah menyatakan opini mereka pada kontroversi ini.
Hal ini membuat analisis kami dalam ide, namun juga membuat lebih mudah dan lebih dapat
dimanajemen.
Terdapat proposal utama untuk menghapus pedofilia atau parafilia pada umumnya dari DSM.
Semuanya relevan karena memiliki jumalh komentar yang signifikan yang akan secara hati hati
dianalisis di sini. Juga ada artikel dari Suppe yang ketika dipublikasikan terbatas hanya untuk DSM
III, dan kerja pelajar lainnya pada area filosofi psikiatri.
Literatur mendukung diagnosis pedofilia sebagai gangguan mental lebih sedikit. Kami harus
mengingat paling tidak sampi DSM IV, Terlihat bahwa mudah masuk DSM< dibandingkan keluar
dari DSM. Lompatan kualitatif pada konsepsi Manual dibuat pada DSM III dan aturan disertakan
dalam merancang DSM IV untuk menajaga adanya klasifikasi dan kriteria dan tidak untuk membuat
perubahan atau tambahan baru kecuali memang pantas dalam observasi empirik. Bagaimanapun
juga, hal ini menjadi lebih sulit untuk menghapus kategori yang telah dimasukkan dalam DSM III
R, bahkan meskipun tidak jelas apakah adanya hal tersebut benar. Homoseksulatias dikeluarkan,
namun parafilia lainnya tetap masuk, sesuai tradisi, dan tidak seorangpun yang menanyakan alasan
atau kepantasan adanya hal tersebut.
Hal ini menjelaskan mengapa sulit untuk mencari argumen untuk pengobatan pedofilia atau
parafilia lainnya sebagai gangguan mental. Kami hanya bisa mendasari diskusi pasa sedikit sumber

yang kurang yang tidak memunculkan posisi APA dan pada bebebrapa kasus, hanya diperdepatkan
dengan singkat. Dalam hal ini, kerja Spitzer berguna dalam menjelaskan tanggapannya untuk
menjaga parafilia lain salam DSM. Diingat bahwa Spitzer adalah seseorang yang mengantar
proponen eliminasi pasrtial homoseksualitas dari DSM dan definisi gangguan mental.
Akhirnya, proposal yang memasukkan hebefilia atau pedohebefilia ke DSM membuat tema baru
debat.
Empat aturan Permainan
Kontroversi berfokus pada kelayakan diagnosis pedofilia tergantung (1) pada kelayakannya dengan
konsep baru gangguan mental seperti terkandung dalam DSM dan (2) kegunaan diagnosis dengan
tujuan profesionalisme intervensi, terapi, riset, kesehatan, legalitas, dan aturan sosila. Hal pertama
yang lebih konseptual dan teoritikal ini lebih menonjol dan akan lebih fokus, kedua, yang lebih
praktikal, yang akan mengarahkan. Penulis ini yang menunjukkan kontroversi dalam poin
konseptual yang mengikuti Zucker, pemimpin DSM 5 pada gangguan identitas gender dan seksual,
menyebut aturan permainan, misalnya apakah pedofilia sesuai dengan definisi DSM mengenai
gangguan mental.
Masalah pertama, sebagai DSM itu sendiri, beberapa atudan dapat diartikan dalam cara yang
berbeda dan bahwa tidak ada definisi adekuat yang sepsifik tepat terbatas untuk konsep gangguan
mental. Definisi gangguan mental tidak didisain sebagai kriteria objektif untuk menentukan apakah
penyakitnya, namun lebih sebagai bungkai kerja untuk debat dan analisis dan mungkin menjadi
konsekuensi yang tidak diinginkan dari DSM III yaitu pengguna menggunakan manual terlalu
serius, lebih serius dibandingkan pembuatnya
Pada kenyataannya, dikatakan bahwa penentuan apakah pedofilia merupakan gangguan mental atau
tidak akan ditemukan pada beberapa dasar dibandingkan gangguan mental lainnya dan bahwa debat
terhadap fenomea sesuai dengan definisi sebenarnya kurang bermakna. Dan, kedua, bahwa lawan
kontroversi, yang bertindak bahwa definisi gangguan mental berguna dan kriteria cukup untuk
mencapai solusi, merupakan penyalahgunaan definisi ini.
Pada beberapa orang, beberapa terlalu serius dalam analisis konseptual ini di mana argumen mereka
mengikuti ide Wakefield. Yang menyimpulkan definisi DSM pada kata yang terkenal disfungsi
kerugian, proposal yang kemudian didukung oleh Spitzer namun tidak pernah diterima APA secara
formal. Menurut Wakefield, gangguan berarti ketidakmampuan mekanisme mental utnuk
menampilkan fungsi natural, sedangkan disfungsi ini pada menyebabkan beberapa kerugian atau

perampasan manfaat dari sesorang. Interpretasi ini dapat diformulasikan kembali pada apa yang
dapat kami sebut 3 aturan permainan: (1) diketahui, atau diharuskan, di mana terdapat sesuatu yang
tidak bekerja di dalam individu (disfungsi); (2) ini menyebabkan distres subjek, dan/atau () ini
merugikan kapasitas yang dianggap penting oleh lingkungan.
Secara signifikan, bagaimanapun juga, tidak ada bagian yang benar-benar mengarah pada semua
implikasi isu konflik dengan lingkungan dan kerugian yang disebabkan lainnya, yang saya bisa
sebut disfungsi berbahaya. Fakta tetap bahwa definisi DSM yang baru meminta inklusi keempat
aturan debat ; (4) disfungsi yang seharusnya menyebabkan konflik dengan lingkungan. Analisis ini
akan, kemudian, mencoba menunjukkan bahwa konsep disfungsi bahaya yang mendasari
munculnya pedofilia dalam DSM dan tidak pada disfungsi kerugian.
Mari meringkas esensi ketidaksetujuan ini ketika menyorot asumsi latar belakang yang dibuat tidak
ksplisit. Pada tiap kasus, level (fakta, teori, dan prinsip) pada tiap kontroversidisituasikan pada
klasifikasi yang diusulkan oleh Engelhardt dan Caplan akan dimasukkan.
Kriteria Distres
Seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya, dan banyak bagian kontroversi yang tidak memiliki
kesulitan dalam ikut menyetujui, bahwa beberapa orang dengan pedofilia tidak menderita dengan
hasil demikian dan pada beberapa kasus tertentu beberapa distres yang mereka alami berupa hasil
konfilik dnegan komunitas. Lebih jelas jika, seiring dengan dibentuk DSM, distres ini perlu
dipikirkan sebagai penanda atau signifikan secara klinik.
Adanya distres telah diketahui oleh beberapa penulis sebagai kondisi yang dibutuhkan pada
gangguan mental (sebagai dukungan argumen ini lihat contoh pedofilia, lihat Cooper, Sadler).
Argumen akan dijelaskan oleh mereka yang mendukung eksklusi pedofilia dari DSM yang setuju
dengan Culver dan Gert, yang berpendapat bahwa perubahan pada area parafilia sejak DSM III
akibat kesalahan interpretasi dafinisi gangguan mental.
Beberapa penulis menggunakan argumen berdasar eksistensi hipotetikal yang disebut Blanchard
pedofil yang puas, subjek yang memilih pedofilik namun tidak menyadari keinginan mereka
maupun mengalami distres sebagai hasil kondisinya atau apakah itu termasuk terminologi frustasi
seksual. Respons Blanchard atau Spitzer dan Wakefield, menarik ke bahaya terhadap lingkungan
seharusnya berasal dari disfungsimenyatakan bahwa pedofil terjebak: dia dapat menjadi bahagia
dan bertindak, dalam beberapa kasus dia sakit, atau dia dapat menahan diri dari bertindak namun
akhirnya membuat sengsarayang akhirnya dia juga menjadi sakit.

Kriteria Kerusakan (impairment)


Aspek yang kurang diperdebatkan adalah kerusakan. Mungkin kurangnya ketertarikan terhadap
kriteria ini disebabkan karena dapat diasimilasikan dengan distres, sedangkan subjek yang
menentukan bagian mana dari hidupnya yang penting atau tidak penting dalam konteks kebebasan
dan sosial individualistik. Tidak ada keraguan, bagaimanapun juga, hal ini juga disebabkan tidak
jelas area mana yang terpengaruhi dalam kasus parafilia, yang akan menjelaskan perubahan
formulasi sejak kemunculannya di DSM IV
Perlu diingat bahwa kriteria kerusakan diajukan oleh Spitzer untuk berpendapat bahwa hanya
homoseksualitas yang harus dikeluarkan dari DSM, bahkan ketika banyak orang terpengaruhi oleh
parafilia tidak mengalami distres. Berdasarkan Spitzer kebutuhuan penggambaran yang tidak perlu
atau aneh atau tindakan untuk munsulnya seksualitas merupakan kerusakan pada area penting
fungsi seksual yang dibenarkan dalam kesimpulan disfungsi psikologikal atau behavioral
Analisis ini mirip dengan distres: banyak orang-orang dengan pedofilia mengalami pengalaman
tidak memiliki pekerjaan, kesulitan sosial, atau interpersonal. Isu lainnya adalah beberapa orang
cenderung memiliki hasil yang belum jelas dan dibingungkan oleh sulitnya mencari sampel yang
tidak bias. Kebanyakan penelitian dilakukan dengan laki-laki dari konteks judisial di mana konklusi
reliabel cukup sulit. Pada kasus ini kesulitan sosial menjadi satu satunya karakteristik yang relevan
dengan sampel, namun mustahil untuk menyamakan hasil kepada semua pedofil, dan terdapat
kesulitan dalam menyaring apa penyebab dan apa efeknya.
Pada kasus penelitian berdasar pedofil yang diidentifikasi sendiri, 3 kerja relevan dapat disebutkan
di mana kesulitan sosial juga menjadi karakteristik signifikan terhadap sampel. Wilson dan Cox
menemukan bahwa kebanyakan laki-laki bekerja pada level profesional dan beberapa kesulitan
sosial menjadi karakteristik yang paling relevan: namun mustahil untuk menyimpulkan itu menjadi
penyebab atau efek kondisi pedofilia. Bernard menemukan bahwa sampelnya, anggota sebuah
organisasi, yang secara umum memiliki tingkat edukasi yang lebih baik dan pekerjaannya
bervariasi, menunjukkan kebanyakan dari mereka puas dengan pekerjaan masing-masing. Sebagian
besar partisipan memiliki edukasi akademik, faktanya, menurut Bernard, dapat dijelaskan oleh
keinginan untuk menunjukkan kapabilitas mereka. Secara umum, dia mengatakan, mereka galami
kesulitan pada kehidupan sosil, namun ini dapat dihubungkan dengan penolakan sosial, berbanding
terbalik dengan temuan bahwa pedofil tidak berharap mengisolasi kehidupan mereka sendiri
Pada studi baru-baru ini dengan 82 pedofil yang mengidentifikasi diri mereka sendiri, Vogt
menemukan bahwa bagian terbesar pastisipan memiliki tingkat edukasi menengah ke atas dan

bekerja dalam variasi yang berbeda-beda, namun jumlah penganggurang tinggi berhubungan
dengan predominansi laki-laki dengan level edukasi lebih tinggi. Perbedaan dalam menilai diri
sendiri mengenai potensi sosial fungsional dengan grup kontrol heteroseksual tidak penting, yang
artinya mereka percaya, pada populasi yang lebih luas, bahwa mereka dapat mempengaruhi dan
mengontrol kondisi sosial mereka. Isolasi sosial dan kecenderungan untuk dilindungi dan diawasi
dalam membangun dan menerima kontak sosial lebih tinggi, fakta yang Vogt katakan sebagai
proteksi diri. Kebanyakan pedofil pada kasus ini tidak menikah, namun mungkin itu adalah pilihan
pribadi dan tidak penting bagi subjek.
Peran yang dimainkan oleh distres dan kerusakan yang disebabkan disfungsi itu sendiri,
dibandingkan konflik dengan lingkungan, merupakan area yang penuh ketidaksetujuan. Hal ini
menghalangi progres pada level kontroversi, yang dialami oleh perbedaan yang serius dari opini,
tidak hanya pada level teoritikal, namun juga berhubungan dengan prinsip dasar dan kepercayaan
mengenai sifat manusia dan arti gangguan mental. Yang tidak didiskusikan secara adekuat adalah
jika distres atau kerusakan menjadi konsekuensi utama disfungsi dan tidak berhubungan secara
sederhana dengannya, perbedaan menjadi perhatian bagi berbagai penulis, dan hal tersebut akan
memberikan efek yang relevan terhadap kasus pedofilia.
Kriteria Kelakuan
Evolusi kriteria kelakuan merupakan raison detre yang paling ilustratif untuk diagnosis. Analisis
dual dibutuhkan, karena ini menjadi satu-satunya kriteria yang muncul pada kedua simptom (kritera
A) dan konsekuensi (kriteria B). Adanya kelakuan sebagai simptom sepetti pada 1980 pada semua
edisi kecuali DSM IIR. Formulasi digunakan pada DSM IV TR menunjukkan bahwa kelakuan
sendiri cukup untuk membuat diagnosis, membingungkan kriminal dngan gangguan. Kelakukan
waktu tidak muncul pada edisi keempat, yang hanya meembutuhkan subjek menederita distres atau
kerusakan. Tidak adanya hal ini menunjukkan banyak masalah bagi baanyak orang.,karena artinya
pasien tidak distres dan tidak juga mengalami kerusakan namun bertindak sesuai keinginannya, dan
diagnosisnya pedofilia tidak bisa diberikan. Masalah ini menyebabkan perubhana DSM IV menjadi
DSM IV TR, di mana kelakuan ditambahakna dalam kriteria B.
Isu kelakukan hampir menajdi konflik dengan lingkungan, dan seperempat tampilan berbeda dalam
DSM adalah refleksi kesulitan psikiatri dalam menerima peran sebagai instrumen kontrol sosial.
Kembali ke kasus pedofil yang puas yang disebut sebelumnya, kami dapat mempertimbangkan
kasus pedofilkriminal yang puas, yang bertindak sesuai keinginannya namun tidak diatur oleh
insting yang kompulsif dan dengan bebas memilih melawan hukum yang berkaitan dengan erotik

yang menurutnya meuaskan. Apakah subjek tersebut ada? Mungkin iya. Apakah dia cocok dengan
deaignosis pedofilia? Ya, karena dia memainkan kelakuan pedofilia. Namun dia cocok dengan
definisi DSM tentang gangguan mental?
Definisi gangguan mental pada DSM, terutama sejak III R, akan mengijinkan pembaca untuk
menegaskan bahwa konflik dengan lingkungan bukangangguan mental kecuali penyimpangan atau
konflik menjadi simptom disfungsi individu. Jika disfungsi ada dan menyebabkan konflik dengan
lingkungan, kemuadian ini menjadi cocok dengan definisi. Hal ini merupakan satu keadaan yang
disadari oleh Mosher dan Kleinplatz, meskipun merekea tidak membagikan tentang hal ini. Seperti
yang dikatakan sebelumnya, bagaimanapun juga, pada kasus ini akan lebih jujur dan langsung
berbicara tentang disfungsi bahaya dibandingkan disfungsi kerugian, meskipun kunci kedua kasus
ada pada konsep disfungsi.
Konsensus awal dibutuhkan untuk pertanyaan apakah perilaku menyimpang, lebih dulu
berhubungan dengan situasi tertentu dan diasusmsikan dengan disfungsi, namun juga pasien dengan
sadar memiliki kebebasan berkeinginan dan berdasar persepsi realita yang normal, merupakan
kriteria yang cukup dalam mendiagnosis gangguan mental. Gordian tanpa ragu memutus semua
kontroversi dan menjadi contoh bagaimana penutupan perlawanan perselisihan secara sains atau
resolusi ketika pemegang kebijakan dalam debat masuk pada... menandingkan kelompok sosial
dengan pandangan sosial kontrol yang berbeda. Pada level kontroversi ini, prinsip, teori, dan fakta
harus tidak saling berikatan
Kriteria Disfungsi
Berdasar Spitzer dan Wakefield, pedofilia merupakan disfungsi fungsi seksual yang terjadi pada
terminologi evolusioner dari reproduksi. Penegasan ini tidak disam[aikan oleh penulis lainnya,
menandakan bahwa hal ini bukan apa apa selain patologisasi homoseksualitas. Moser dan
Kleinplatz

tidak

menyebutkan

konsep

disfungsi,

meskipun

mereka

menunjuk

kriteria

kesehatan/gangguan seksual yang belum didefinisikan. Moser berpikir bahwa hanya subjek yang
menderita yang berhubungan dengan kondisi seksualnya, apapun itu mungkin, Spitzer merangkul
mereka lagi karena klinisi tidak tahu apa yang dilakukan untuk membentuk penilaian mandiri.
Ketika Spitzer berpendapat bahwa pilihan heteroseksualitas sebagai norma penilaian dan bukan hal
yang nyata, pada tulisannya tidak adanya keinginan heteroseksual menjadi faktor yang tidak
dipertanyakan. Dalam mendiskusikan proposal Wakefields

Harmful Dysfunction, Spitzer menggunakan contoh pedofilia untuk meyakinkan bahwa analisis
disfungsi kerugian akan memberi tanggapan bahwa meski batasan pada pengertian kita mengenai
perkembangan seksual, asumsi beralasan adalah bahwa evolusi telah mengembangkan mekanisme
untuk meyakinkan bahwa kemunculan seksual pada dewasa langsung kepada dewasa lainnya,
bukan anak-anak. Pada realitanya, Spitzer menambahkan, alasan ini berupa menjelaskan mengapa
banyak pengamat yang setuju bahwa perbedaan ini bukan perbedaan namun merupakan gangguan
Bagaimana dengan kasus homoseksualitas? Spitzer berargumen bahwa pada definisi disfungsi
kerugian bentuk tertentu homoseksualitas merupakan gangguan. Oleh karena itu, untuk penulis
ini, homoseksualitas yang Spitzer definisikan sebagai pola yang tetap tentang tidak adanya atau
kelemahan munculnya heteroseksual, merupakan disfungsi seperti pedofilia. Jika bukan gangguan
mental, hal ini karena berkebalikan dengan pedofilia, homoseksualitas tidak melibatkan kerugian
untuk dirinya sendiri dan orang lain
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, penegasan ini dapat diperdebatkan, karena homoseksualitas
dapat berkembang pada berbagai lingkungan, temasuk lingkungan kita. Isu mengenai merugikan
orang lain, tidak bisa dilupakan bahwa banyak orang menganggap homoseksualitas berbahaya,
karena alasan lainnya, karena mereka dapat memaksa dan merusak anak muda dan anak-anakusia
yang lebih tinggi pada fokus hubungan homoseksual pada beberapa negara contoh yang
berhubungan.
Pendapat oleh Spitzer dan Wakefield, Seto, dan Blanchard bahwa permulaan insting reproduktif
heteroseksual merupakan disfungsi adalah teori yang menantang. Pada berbagai kejadian.
Penerimaan ini akan mengakibatkan perubahan radikal pada epistemologi parafilia, yang bagian
fundamentalnya akan berubah dari apa yang menarik menjadi apa yang tidak menarik. Terminologi
parafilia akan tidak berarti. Dan tentu saja, diagnosis hebefilia pada pedofilia akan lebih sulit
mendukung bentuk heteroseksualnya dengan minor dengan sifat seksual sekunder.
Pedofilia sebagai Disfungsi Bahaya
Satu jalan untuk menyelesaikan kontradiksi yang berhubungan dengan analisis konseptual pedofilia
hubungannya dengan konsep gangguan metal yang dibuat di DSM muncul sebagai konsep bahaya.
Seperti yang Spitzer katakan karena kelakuan pedofilia merugikan anak-anak, disfungsi juga
memunculkan kondisi merugikan oleh standar sosial. Pedofilia (ketika berat) diklasifikasikan
sebagai gangguan, bukan variasi normal. Tidak jelas arti kalimat pada tanda kurung, namun
implikasi bahwa pedofilia seharusnya masuk dalam DSM,benar, dalam badan psikiatri kontemporer,
bukan karena disfungsi kerugian namun karena disfungsi bahay. Silverstein, yang berperan dalam

negosiasi yang memuncak pada eliminasi homoseksualitas dari DSM, meramalkan parafilia akan
dihapuskan juga, meskipun ini hanya terjadi pada kasus konsensus sex dewasa-dewasa. Pda
riviewnya mengenai kejadian yang memacu penghapudsan homoseksualitas dari DSM, silverstein
menekankan, anggota komite yang profesional ... berpendapat bahwa semua gangguan seksual
harus dihapuskan dari DSM, kecuali bagian penganiayaan anak, yang dengan jelas menjadi tombol
panas daftar masalah
Jika kriteria pelanggaran moral atau legal cukup untuk Silverstein, dia seharusnya juga
menambahkan parafilia lain seperti penulis DSM lain lakukan, termasuk kriteria kelakuan hanya
untuk parafilia yang berpotensi melibatkan cabang hukum. Hal ini menyatakan bahwa kondisi ini
bukan smerugikan untuk yang mengalaminya, namun berbahaya bagi lainnya, sehingga lebih
menonjolkan moral bukti berkaitan dengan diagnosis ini. Sadler menjelaskan :kriteria revisi (dalam
DSM IV TR) lebih memenuhi pedofilia dengan kejelekan moral sebagai penanda gangguan.
Latar Belakang Forensik
Money menyampaikan bahwa 8 parafilia dalam DSM III termasuk karena riwayat forensik
mereka, dibandingkan patologi dan kebutuhan terapi memberikan tanggapan bahwa rasa dan
tempat parafilia adalah hasil dari tradisi Lombrosian (forensik) dalam psikiatri dibandingkan tradisi
hipokratik (kkuratif). Detail dukungan ide ini mencakup:
1. Berbagai edisi DSM menyadari bahwa beberapa parafilia lebih umum pada konteks klinik
dibandingkan yang lainnya. Ini mencakup ekshibisionis, voyerime, dan pedofilia, semua
manifestasi yang melawan hukum. Malin dan Saleh mengatakan,dengan pengecualian
mereka yang bedara dalam masalah hukum, kebanyakan namun tidak semua parafilia tidak
membutuhkan pengobatan ini bukan kondisi, biasanya diperiksa karena distres personal
maupun penderitaan
2. 2. Cukup signifikan bahwa edisi terakhir DSM menjelaskan pedofilia sebagai parafilia
dengan melibatkan ketertatikan seksual terhadap anak atau orang lain yang tidak setuju,
menempatkannya dengan level yang sama dengan parafilia lain yang menyatakan kurangnya
persetujuan orang lain. Tujuan dari formulasi ini untuk lebih bersungguh-sungguh
menghindari penggunaan kata aneh dan tidak biasa, namun terpisah dengan implikasi
problematik lainnya, hal ini syata dapat diartikan bahwa menegaskan kurangnya persetujuan
anak merupakan elemen menarik yang dirasakan pelaku pedofil, seperti dalam kasus
ekshibisionis dan voyerisme, di mana kekagetan elemen terhadap diri mereka merupakan hal
yang menarik. Ingat bahwaproposal subkerja parafilia DSM 5 tidak mengkalrifikasi poin ini.

Definisi pedofilia dalam arti tidak setuju merupakan probelmatik terhadap persepsi dan
memahami kedua profesional dan lingkungan yang luas. Dikte logik bahwa seseorangdengan
pedofilia

mengharapkan

persetujuan

dan

ketertarikan

pasangannya,

meski

lingkungan

mempertimbangkan anak bukan posisinya memberikan persetujuan. Ini mungkin karena persetujuan
mejadi ilusi hiburan bagi dewasa, yang salah mengartikan kelakuan anak-anak, namun tidak
menyatakan bahwa laki-laki dewasa mendapatkan keinginannya terhadap partnernya dengan tidak
berpartisipasi, atau lebih melawan, sebuah hubungan. Cukup mungkin bahwa banyak laki-laki
dengan pedofilia memilih persetujuan dan kesenangan anak sebagai kriteria dasar hubungan erotik
yang memuaskan, jika anak tidak setuju, banyak dari mereka yang tidak melanjutkan atau tidak
menikmati hubungan tersebut, seperti kebanyakan hubungan antar orang dewasa. Hal ini
menegaskan atau tidak, namun membenarkan beberapa hal: ini merupakan pengakuan fakta.
Sebagai konsekuensi,stress oleh DSM pada kategori tidak-setujumenjadi kesalahan konseptual,
yang dijelaskan oleh peran yang dimainkan tersirat oelh Manual sebagai alat kontrol deviasi sosial.
3. Hal yang diperdebatkan lebih lanjut, disamping kontroversi apakah pedofilia perlu atau tidak
perlu dimasukkan dalam DSM, perlu perubahan cara DSM IV TR mendefinisikan diagnosis.
Penullis yang terlibat banyak berasal dari area forensik klinik. Proposal satu-satunya adalah
untuk mereformulasi diagnosis dari pendirian bantuan yang tersedia adalah dari Moser dan
Kleinplatz. Argumennya adalah diagnosis pedofilia secara virtual diabaikan praktisi dan
peneliti.
Pada hal ini, 1 solusi untuk semua masalah konsetual dan praktikal yang didiskusikan akan
membuat patologi dan kriminal saling tumpang tindih. kelakuan seksual yang instan dan mandiri
dengan anak seharusnya cukup untuk menyebur seseorang memiliki gangguan. Ketertarikan pada
diagnosis ini, sebelumnya fokus pada pencarian bantuan terapetik, yang dikonfirmasi dengan
kalimat seperti lebih lama menunggu sebelum mendiagnosis, lebih lama seseorang mendapatkan
pengobatan dan lebih lama seseorang berpotensi menindas anak-anak. Yang dipertaruhkan adalah,
untuk penulis ini, diagnosis yang berguna yang bertujuan mencegah dan mengontrol kriminal aktual
maupun potensial, yang mereka lihat akibat gangguan. Proposal subkerja parafilia DSM 5 yang
awal menghitung jumlah korban untuk membentuk diagnosis, dirasa membahayakan bagi
permintaan ini dan penggunan penindasan dari diagnodid pada hukum seksual
4. Pada lapisan yang sama, review terbaru oleh Blanchard mengenai diangnosis pedofilia pada
DSM dan proposalnya yang berhubungan dengan hebefilia berdasarkan kriteria kontrol
sosial dan forensik, ketika distres diderita oleh individu diobati tidak relevan. Diagnosis
utama yang menarik adalah, mendeteksi pedofilia dan berfokus dalam pengukuran reaksi

penile, teknik yang berasal bukan dari tradisi medis Hipokrates namun dari tradisi
kriminologis Lambroso, yang mengembangkan penggunaan forensik pada berbagai
pengukuran. Adanya kelakuan dipertimbangkan sebagai simptom yang cukup untuk
mendiagnosis pedofilia (kriteria A) meliputi, syarat forensik, sebagai repetisi pola tertentu
kelakuan seksual yang menajdi satu-satunya dasar diagnosis, karena orang-orang
menyalahkan kriminal jenis ini dan menyangkal fakt.
5. Jika diagnosis pedofilia pada tradisi hipokratis, akan dapat diformulasikan secara eksklusif
dalam terminologi apa yang kami mengerti dari kondisi tersebut. Akan menjadi simpel,
seperti definisi International Classification of Diseases, pilihan seksual kepada anak-anak,
anak laki-laki atau perempuan atau keduanya, biasanya prepubertas atau awal pubertas
terulang pada pengalaman yang dijelaskan sendiri oleh pasien untuk evaluasi adanya dan
intensitasnya. Definisi pilihan erotik yang mencakup kelakuan sebagai simptom atau sebagai
konsekuensi hanya dapat diketahui dengan menemui forensik
6. Terdapat beberapa pembenaran terhadap kritik Franklin dan Zander berhubungan dengan
pembebanan yang meingkat dari ketidakleluasaan sipil pada pelanggar seks dan kebutuhan
untuk membuat aplikasi untuk mengukur pada diagnosis psikopatologik karena banyak
pelanggar seks yang tidak menderita gangguan mental tradisional, evaluator forensik telah
mengembangkan diagnosis nosologi berpusat pada Antisocial Personality Disorder,
Pedophilia dan ParaphiliaNot OtherwiseSpecified
Disfungsi kerugian dan disfungsi bahaya
Pada salah satu artikel mengenai homoseksualitas, Spitzer berargumen bahwa konsep penyakit
merupakan konstruksi manusia yang diaplikasikan untuk memastikan kondisi yang memerlukan
konsekuensi negatif dengan tujuam yang jelas; kegunaan mengidentifikasi kondisi tertentu
seperti mental atau fisik adalah untukmembuat lebih mudah bagi individu yang menerima
kondisi tersebut untuk menerima pengobatan yang mungkinmembantu mereka Ini adalah
peran sakit Klein, label yang membuat kami dapat membantu seseroang dari apa yang
dideritanya. Ini adalah argumen untuk servis, dalam bentuk perawatan untuk penderita, yang
kami sadari cukup berguna dan penting dalam banyak situasi. Masalah muncul ketika model ini,
yang masuk tradisi Hipokratis dan memberi prioritas kepada pasien, gagal menjadi salah, seperti
kasus yang terjadi dengan podofilia.
Tentu saja tidak ada kekurangan penulis yang membela alasan humanitarian dan terapetik untuk
mengobati pedofilia sebagai gangguan mental dengan semua simpati dan bantuan yang kini
cukup berkurang. Semangat ini terlihat dalam beberapa perubahan yang membingungkan dari

DSM, yang menjadi ambigu psikiatri yang terus menerus antara tradisi Hipokratis dan
Lombrosian mengobati kontrol, seperti yang Culver dan Gert sampaikan.
Bagaimanpun juga, perspektif perawatan dan keharusan humanitarian masih jauh untuk menjadi
prioritas pengobatan terbaru pedofilia. Berkebalikan dengan apa yag terjadi dengan gangguan
mental lainnya: skizofren, depresi, dll, di mana medikalisasinya berkontribusi terhadap
perkembangan ilmu dan pengobatan orang-orang yang menderita penyakit tersebut, dalam kasus
pedofilia, eksistensi diagnosis tidak mengubah ide kami pada arah ini.
Sebaliknya, diagnosis dan terutama manajemen oleh profesional dapat memiliki efek memaksa
gambaran olaki-laki ini sebahaya pembantu terhadap libidonya, tanpa kapasitas cinta, kurang rasa
empati kepada anak-anak, dan tidak mampu mengatur kondisi mereka pada jalan yang diterima
masyarakat.
Untuk retorikal perawatan medis dan pengurangan distres lebih meyakinkan di sini, psikiatri dan
profesi yang lainnya perlu melakukan penelitian dan edukasi sosial yang mereka segan lakukan.
Kerja ini butuh menunjukkan pedofilia dari sudut pandang humanistik, menjelaskan lingkungan
kepada personal pedofil untuk menunjukkan rasa simpati. Tidak bisa dipungkiri bahwa akan sangat
sulit bagi klinisi, sebagai subjek mereka, melihat mereka sendiri sebagai orang sakit dan tidak
menginginkan diobati.
Pada penelitian Vogt, kebanyakan partisipan menerima orientasi seksual mereka dan melihat hal itu
sebagai hal yang sehat, jarang sebagai hal yang patologik. Mereka melihat sumber yang membantu
dalam percakapan personal dengan teman, pedofil atau bukan, atau bukan profesional terapis,
kelompok yang membantu diri sendiri dan literatur. Komentar mengenai apa yang mereka harapkan
untuk dicapai dari psikoterapi termasuk ide mengenai peningkatan kapabilitas umum, menemukan
arti dan kepuasan, mengatasi dan bisa menghadapi gangguan afektif dan dapat menghadapi
seksualitas diri sendiri, misalnya untuk hidup pada kebanyakan abstinensia seksual yang tidak
terelakkan. Pada umumnya, eksperimen pada psikoterapi dirasa positif dan membantu. Minoritas
menjelaskan eksperimen terapetik sangat negatif, semuanya dalam terapi wajib
Pada konteks ini, pasien akan sulit ditemukan, yang pertama karena simptom gangguan mudah
disembunyikan, kedua, karena sangat sedikit pedofil yang dengan senang hati mencari bantuan,
terutama jika diperintah. Mereka akan dihadapkan gangguan yang tidak ada obatnya saat itu.
Eksistensi pengobatan efektif tidak penting, dan benar banyak kondisi dapat diobati namun masih
dipertimbangkan menjadi gangguan. Bagaimanapun juga, perlu diketahui bahwa intervensi

hipotetikal untuk membantu orang ini akan melibatkan eliminasi/modifikasi disfungsi atau simptom
(misalnya keinginan erotik, ketertarikan, dan sentuhan dengan anak-anak)
Dorongan dari filosofi pengobatan saat ini tampaknya antagonistik terhadap subjek , meskipun
tujuannya adalah untuk melindungi orang lain . Seperti Howitt menyatakan , ini adalah sikap yang
paling umum : " Dasar ideologis terapi untuk pedofilia tetap kontroversi dan berdasarkan eliminasi.
Sedikitnya sejumlah terapis telah mengadopsi beberapa cara yang berbeda dalam suportif pedofil.
Gieles, dalam analisis kritis dari metode biasa pengobatan untuk pedofil , menunjukkan bahwa
penghapusan ketertarikan pedofil menjadi suatu hasil iatrogenik yang akan dialami oleh individu
sebagai invasi privasi disertai oleh rasa ancaman ke orientasi seksualnya, dengan dampak cnegatif
konsekuen pada identitas pribadinya , pandangan dunia , dan sistem nilai. Untuk retorikal bantuan
yang dapat dipercaya , maka , prinsip Hipokrates dari primum non nocere harus dibangun kembali .
Selain itu , belum diketahui bahwa jenis lain intervensi tidak ada gunanya dan bahwa itu tidak lebih
baik , jika kami berharap`pertolongan orang-orang seperti , atau setidaknya beberapa dari mereka ,
untuk membantu mereka belajar untuk menerima dan hidup dengan kondisi mereka . Dalam
beberapa proposal sesuai hal ini , Tujuan didefinisikan dalam hal memperbesar otonomi laki-laki,
seperti dalam program pengobatan biasa ... dalam hal mengatur perilaku sosial tidak dapat diterima
atau ilegal. Beberapa penulis juga telah menyarankan bahwa proses konseling di daerah ini akan
membantu orang untuk mengembangkan identitas seksual yang positif , hidup dengan itu dan
memiliki hubungan yang konstruktif dengan anak di bawah umur tanpa merugikan mereka atau
melanggar hukum.
Dalam studi Vogt , sebagian besar peserta berpendapat bahwa kelompok swadaya pedofil sangat
bermanfaat. penulis ini dan lainnya menyimpulkan bahwa pendekatan semacam ini tampaknya
menjanjikan untuk pedofil non - kekerasan dan primer . Bahkan , paradox yangn bahkan muncul
bahwa perawatan semacam ini benar-benar berhasil dalam mengurangi pelanggaran yang dilakukan
oleh pedofil dan menjadikannya kecil kemungkinan bahwa mereka akan menyebabkan kerusakan .
Bahkan jika terjadi penyalahgunaan, mungkin bentuk yang paling keras dan ekstrim juga bisa
dikurangi.
Perspektif ini berkaitan dengan gagasan bahwa pelecehan anak-anak adalah perilaku menyimpang
yang tidak dapat dijelaskan hanya dari perasaan pedofilia , tapi untuk sifat-sifat pribadi lainnya dan
sosial lingkungan yang merangsang perilaku antisosial ini secara langsung atau tidak langsung.
Metode menolong diri sendiri dan terapi dukungan bisa membantu mengurangi rasa takut , depresi
atau konflik sosial dan isolasi yang kondusif untuk pelecehan seksual. Ini adalah pendekatan yang

tidak dikembangkan secara memadai atau dipelajari , dan, tentu saja , tampaknya tidak cocok di
semua kasus.
Kesejahteraan subjek terkadang bertepatan dengan kesejahteraan masyarakat , dan kita seharusnya
tidak menyangkal bahwa membantu pedofil untuk mengatur perilaku mereka dapat menguntungkan
orang-orang itu sendiri dan masyarakat pada umumnya . Yang perlu Diketahui dari ide-ide ini
adalah bahwa pendekatan yang diambil untuk masalahnya mungkin satu atau yang lain dan masingmasing memiliki paradigma sendiri dan kerangka kerja untuk intervensi . Jika definisi gangguan
sebagai disfungsi berbahaya adalah tepat, psikiatri harus membedakannya dari disfungsi berbahaya
dan berusaha untuk mengklarifikasi ketika masalah terdiri dari awal , yang terakhir atau keduanya.
Manifestasi tertentu skizofrenia dapat berbahaya bagi orang lain , tapi skizofrenia masuk DSM tidak
disebabkan bahayanya tapi karena menyebabkan distres pasien dan keluarga mereka. Untuk
memahami kedua aspek tanpa diskusi , seperti kasus dengan pedofilia, merupakan kesalahan yang
membutuhkan koreksi. Untuk kebaikannya sendiri , bukan untuk menyebutkan bahwa masyarakat
dan komunitas ilmiah, psikiatri harus menghentikan ambiguitas ini , karena menghalangi debat,
kemajuan ilmiah , dan klarifikasi kontroversi tertentu.
Konsep Bahaya di Psikiatri
Dalam pertengahan abad kedua puluh, psikiatri mengalami masalah serius dalam otoritas dan
kebermaknaan, dimana seharusnya sifat ilmiah dari DSM - III memberikan solusi parsial. Dalam
upaya untuk mendapatkan pengakuan sebagai sebuah profesi pada komunitas, Disipliner melihat ke
obat-obatan , sebagai model yang mungkin diikuti. Namun , imitasi seperti ini hanya bekerja dalam
kasus-kasus yang pada dasarnya bebas dari kontroversi tentang apakah kondisi tersebut merupakan
gangguan (mental), seperti skizofrenia, depresi berat , dll, di mana seluruh hal yang dibangun di
sekitar distress pasien atau perubahan nyata dan abnormal persepsi diri .
Namun , psikiatri juga untuk kritik dibenarkan ketika telah melewati batas-batas fenomena tersebut
dan berusaha untuk memperluas , seperti yang terjadi selama abad terakhir , berdasarkan
Perilaku pengobatan dengan status klinis yang diperdebatkan di mana distress pasien
kurang jelas . Salah satu kritik tersebut disuarakan oleh pasien sakit dan keluarga mereka , yang
gagal memahami bagaimana masalah mereka dapat disatukan dalam katalog yang sama
dengan fenomena seperti parafilia tanpa diferensiasi antara apa yang mereka sebut ' ' gangguan yang
sebenarnya ' dan hanya ' ' distress , perbedaan perilaku , dan penyimpangan ' '.

Dari perspektif ini , kriteria pasien distress sampai batas tertentu terhadap godaan tertentu yang
menunjukkan pada mereka mengenai dasar berbahaya masa lalu . seperti Culver dan Gert ( 2006)
katakan: ' ' kepatuhan ketat terhadap definisi gangguan mental membebaskan psikiatri dari godaan
apapun untuk menegakkan kesesuaian sosial dan memberikan kontribusi untuk psikiatri menjadi
satu spesialisasi medis ' .
Kesan saya adalah bahwa masyarakat ilmiah dan profesional yang sebagian besar menjadi pihak
kontroversi , pada kedua belah pihak, waspada terhadap penggunaan diagnosis psikiatri untuk
mengatur perilaku berbahaya. bagian besar dari masa lalu psikiatri berhubungan dengan tidak
pantasnya penggunaan diagnosis psikiatri untuk mengeluarkan dan mengontrol subjek sosial yang
tidak diinginkan . Ini adalah sisi berbahaya dari daya psikiatri ini . Mungkin jawabannya tidak
untuk menyangkal utilitas dari keberbahayaan sebagai konsep dalam psikologi tetapi untuk
menanganinya dengan hati-hati, menerapkannya hanya dalam kasus yang ekstrim.
Apakah Pedofilia Berbahaya ?
Apakah konsep seperti itu berlaku untuk pedofilia dalam kasus seperti itu? Apakah laki-laki dengan
pedofilia berbahaya ? Jika iya , dalam hal apa? Dalam keadaan apa ? Apakah keberbahayaan
mereka bergantung pada keganjilan erotis mereka atau karakter mereka ? Kuncinya adalah dengan
memecahkan banyak fenomena yang berbeda yang dianut oleh konsep yang membingungkan ini .
Dalam hal apapun, karakteristik yang terkait tentu relevan dengan masalah ini , bertentangan
dengan apa yang Zucker katakan. Memang , mereka relevan ketika mereka berada di kasus
homoseksualitas. Dan kita juga harus mengakui bahwa Konsep merugikan memiliki beberapa
dimensi fisik , moral, psikologis , agama , dll - yang layak dianalisis lebih cermat . Bahkan ide-ide
dapat dianggap berbahaya oleh beberapa orang , yaitu , pemberian maaf dari pedophilia'' telah
diusulkan sebagai kejahatan di Spanyol .
Setiap pernyataan dalam pengertian ini mungkin prematur dan tidak lengkap ,mengingat keadaan
pengetahuan kita saat ini terbatas yang sebagian besar bergantung pada bukti yang diperoleh dari
sampel yang sangat bias dari sampel yang telah dipenjara karena tindak pidana. Dan telah
disarankan bahwa kemungkinan menyinggung pidana memerlukan faktor risiko individu tambahan
terpisah dari kepentingan paraphilic ' '. Setiap jawaban yang berpotensi terhadap pertanyaan apakah
pedofilia berbahaya akan membutuhkan analisis yang lebih mendalam daripada akademisi telah
dilakukan selama ini .

Sebuah Diagnosis Dalam Pencarian sebuah Gangguan


Judul artikel ini terinspirasi oleh sebuah artikel berjudul sejarah penilaian pengalaman Amerika
dengan ' Pyromania'- Diagnosis mencari gangguan ' '. Mengingat sejarah kontroversial diagnosis ini
di AS psikiatri , dismpulkan bahwa ' ' Pyromania menjadi barometer dari psikiatri dengan tanggung
jawab individu atas perbuatannya . Dari perspektif sejarah , pyromania adalah belum menjadi
diagnosis mencari gangguan daripada ukuran masing-masing perjuangan generasi dengan definisi
tanggung jawab pribadi . Sementara diagnosis pedofilia , seperti pyromania , terikat dengan
pertanyaan akuntabilitas moral ,ide yang disarankan oleh judul cocok dengan kasus sebelumnya
bahkan lebih baik , karena sejarah diagnosis yang membingungkan dan yang pengobatan pada DSM
mengindikasikan bahwa itu adalah diagnosis (penting) dalam mencari sebuah gangguan untuk
membenarkan keberadaannya .
Diagnosis penting pedofilia dalam hal disfungsi berbahaya sulit untuk berubah. Definisi DSM
sebagai bible psikiatri bukan hanya permainan kata-kata , mengingat status normatif yang ini
instrumen kejiwaannya diperoleh dalam masyarakat yang berdasarkan prinsip pengetahuan ahli,
sehingga politik dan keputusan moral membutuhkan dukungan dari argumen ilmiah.
Dalam masyarakat di mana manajemen risiko dan pengendalian subyek berpotensi berbahaya oleh
Negara telah memperoleh peningkatan kepentingan psikiatri dan profesi lainnya yang berhubungan
yang fungsi performa publik akan diperoleh dengan menghadapi bahaya pedofilia , dan karena itu
mereka akan membutuhkan diagnosis , bahkan jika itu adalah satu diperdebatkan. Pada
kenyataannya , diagnosis tersebut tidak akan memberikan solusi apapun tetapi hanya Pengobatan
parsial , utilitas yang akan selalu membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Dan penggunaannya saat ini
pada komitmen psikiatri predator kekerasan seksual telah dikritisi secara serius.
Bagaimanapun juga, aplikasi forensik tidak menguras utilitas diagnosis ini, karena pengobatan
pedofil sebagai gangguan diperlukan dalam arti lain yang lebih mendalam. Ini dengan diagnosis,
yang berarti diferensiasi penyulit yang sehat, psikiatri yang memainkan peran simbolis penting
dalam masyarakat kita, yang irasional. Analisis Wakefield baru-baru ini mengenai parafilia pada
DSM 5 menunjukkan bahwa. Berkebalikan dengan apa yang Wakefield bela, ide kami tentang
paraphilia yang bersandar pada intuisi tertentu tentang keberadaan sesuatu yang tidak bekerja, yaitu,
disfungsional.Ini bukan penentuan ilmiah yang objektif, itu adalah pertimbangan subjektif nilai
yang timbul dari ide-ide dan perasaan tentang apa yang normal atau alami dan apa yang tidak.
penyebutan pedofilia menempatkan kita di dalam kemungkinan terjadinya

irasional, seperti

homoseksualitas yang hanya setengah abad yang lalu.untuk menurunkan profil pedofilia di DSM

menjadi masalah moral belaka, ilegalitas, dan penyimpangan sosial akan meninggalkan setengah
pekerjaan dilakukan. Hal ini diperlukan bukan untuk menjadikan konsep penyimpangan,
di mana pedofilia yang paling ditakuti saat ini. Hal ini lebih dari deviasi belaka, karena, dalam
kata-kata Simon '' itu merupakan pelanggaran pemahaman umum yang membuat praktek seksual
yang masuk akal
Psikiatri adalah lembaga awalnya dibuat dari upaya masyarakat modern untuk menetapkan batasbatas antara rasional dan irasional, alam dan tidak alami.maka, suatu hal yang jauh melampaui
moralitas belaka, mencapai akar imajinasi kolektif kita, dan ide-ide kita tentang dunia dan sifat
manusia. Hal ini, seperti Sadler mengatakan, Pertanyaan ontologi penuh masalah moral yang sulit.
Inilah sebabnya mengapa Spitzer jatuh kembali pada perasaan pribadinya untuk menggarisbawahi
absurditas menjatuhkan klasifikasi pedofilia sebagai patologi. Banyak orang mengalami kondisi
menyeramkan yang sama. Oleh karena itu, seruan patologis yang memungkinkan kita untuk
mengontrol ketakutan dan berurusan dengan ketidakpastian.

Ini rupanya belum terjadi pada

homoseksualitas untuk para peserta dalam kontroversi ini. Jika kondisi atipikal ini berhasil keluar
dari orbit imajiner gangguan mental dan DSM, itu karena hal tersebut menjadi mungkin dalam
beberapa cara, di bawah himpunan kondisi sosial dan ekonomi, untuk melihatnya sebagai kejadian
natural. Berbagai grup dan orang, termasuk pelajar dan profesional, membantu mengubah situasi
sehinggalingkungan menjadi kurang berfokus terhadap bahay homoseksualitas dan mulai
menghakimi orang-orang ini lebih pada karakter dan perilaku mereka, bukan hanya pada orientasi
seksual mereka.
Apakah seperti pendekatan untuk masalah pedofilia mungkin? Sejujurnya, saya tidak tahu, tapi
ilmu-ilmu sosial, dan terutama seksologi, menanggung sebagian besar tanggung jawab untuk
menyelidiki pertanyaan tersebut.
Namun demikian , banyak penulis dalam kontroversi ini setuju bahwa perasaan paraphilic atau
bahkan kondisi lain, termasuk perasaan pedofilia, tidak selalu gangguan . Hal ini terbukti , dari
Tentu saja , pada mereka yang membela penghapusan pedofilia dari DSM , tetapi juga bagi mereka
beberapa yang berpendapat untuk retensi. Komentar penulis seperti Spitzer atau Wakefield yang
menyatakan bahwa pedofilia atau homoseksualitas adalah gangguan, setidaknya kadang-kadang
menunjukkan bahwa status dari kondisi erotis sebagai gangguan mental tidak jelas bahkan untuk
penulis ini .

Demikian juga , proposal baru untuk membedakan antara pedofilia sebagai kondisi dan gangguan
pedofilia mengungkapkan ambiguitas ini . Dalam penegasan ambivalen , grup ini benar-benar
membela bahwa parafilia dengan sendirinya tidak akan secara otomatis benar atau memerlukan
intervensi psikiatri . Apa sebenarnya dimaksudkan dan disiratkan begitu sangat kompleks dan
berpotensi bermasalah yang jauh melebihi ruang lingkup artikel ini .
kesimpulan
Beberapa akan menyangkal bahwa diagnosis pedofilia saat ini adalah masalah . Kontroversi yang
dibahas di sini menyarankan bahwa diagnosis tidak akan melewati uji substantif konten ,
konsistensi logis dan relevansi praktis ' ' . Partisipan dalam diskusi ini memiliki dua ketidaksetujuan
utama.Pertama,

interpretasi yang berbeda tentang arti disfungsi seksualitas manusiawi dan ,

akibatnya ,alasan sebenarnya untuk menghapus homoseksualitas dari DSM . Kedua , ketegangan
antara tradisi Hipokrates dan Lombrosian, dengan pertimbangan bermasalah gangguan jiwa apapun
terutama sebagai disfungsi bahaya. Hal ini membuat mencapai konsensus hampir mustahil karena
ada perbedaan serius asumsi mendasar . Tiga saran yang ditawarkan dalam kesimpulan tentang
analisis lebih lanjut dan perdebatan tentang status pedofilia dan seksualitas atipikal lainnya .
Pertama , kontroversi ini terbatas pada analisis konseptual berbasis dalam penafsiran mungkin
keliru tentang makna definisi'gangguan mental seperti sebagai sifat kategori diagnostik
di DSM. Selain itu diskusi konseptual ini sebagian besar didasarkan Model Wakefield tentang
disfungsi berbahaya , proposal yang sangat terbatas dan penuh masalah. Membuka kontroversi
untuk perspektif teoretis lain bisa membantu dan memperkaya.
Kedua , mungkin kami harus mengakui kami menyederhanakan konseptualisasi erotisme manusia
dalam diskusi ini . kesederhanaan yang sebagian tercermin dalam pendekatan Manichaean Terhadap
kontroversi ini di mana diskusi tentang semua atau tidak sama sekali. Ini tidak berarti bahwa tidak
ada gangguan dalam erotisme manusia , tetapi paradigma forensik yang muncul di mana-mana
adalah sumber penting simplifikasi( misalnya , terbatas pada data dari penggunaan laboratorium
penile plethysmographs ) .erotisme manusia lebih kompleks dan kami harus mengingat pikiran apa
arti dari gangguan di daerah ini untuk memahami masalah ini .
Dalam hal ini , akhirnya , kita mempertimbangkan kemungkinan dari konseptualisasi pedofilia
sebagai fenomena yang kompleks, sebaliknya pada parafilia , itu berorientasi pada orang lain dan

tidak benda atau binatang , bagian tubuh atau apapun. Intinya tidak terletak pada eksploitasi ,
penyerangan atau merugikan orang lain , dan beberapa pedofil juga mencari persahabatan dan cinta
anak. Terlepas dari perasaan penolakan bahwa beberapa manifestasinya menghasilkan beberapa ,
mengkonsep dan membicarakan hal ini dalam kategori yang sama dengan kebutuhan kompulsif
untuk menunjukkan alat kelamin seseorang kepada orang asing yang tidak dicurigai memberikan
kontribusi kepada teori yang tidak memadai , tidak efektif , dan membingungkan mengenai
erotisme manusia dan masalahnya.

Tabel 2. Evolusi diagnosis pedofilia pada DSM


Tabel 1. Kriteria diagnostik Pedofilia, dari DSM III hingga yang diharapkan pada DSM 5

Anda mungkin juga menyukai